Upload
dangkiet
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TEKS
1
Tatalaksana Pneumonia pada Dokter Layanan Primer
Ida Bagus Nguran Rai
Program Studi Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
PENDAHULUAN
Batuk akut dan gejala saluran respirasi bawah merupakan alasan
untuk datang ke fasilitas kesehatan primer. Yang termasuk infeksi saluran
napas bawah antara lain bronkitis dan pneumonia. Bronkitis sering
disebabkan oleh virus, sedangkan pneumonia merupakan kondisi serius
yang memerlukan antibiotika. Pneumonia adalah keradangan parenkim paru
yang dapat menyebabkan kelainan difusi dan memiliki angka mortalitas yang
tinggi. Infeksi saluran napas bawah termasuk pneumonia menduduki urutan
ke-3 dari 30 penyebab kematian di dunia. Di Amerika, rerata insidens
tahunan adalah 6 per 1000 pada kelompok umur 18 – 39 tahun dan
meningkat menjadi 34 per 1000 pada kelompok umur di atas 75 tahun.
Sekitar 20 – 40 % pasien pneumonia komunitas memerlukan perawatan
rumah sakit dan sekitar 5 – 10 % memerlukan perawatan intensif. Di
Indonesia pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di
rumah sakit dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan,
dengan crude fatality rate (CFR) 7,6%, paling tinggi bila dibandingkan
penyakit lainnya. 1,2
Dokter di fasilitas kesehatan primer sering dihadapi dengan
masalah identifikasi dan tatalaksana pneumonia. Berdasarkan sumber
TEKS
2
infeksi, jenis pneumonia yang terdiagnosis pada layanan primer adalah
pneumonia komunitas (CAP) dan pneumonia terkait pelayanan fasilitas
kesehatan (HCAP). Pada penelitian di Belanda, 79 % kasus pneumonia
komunitas terdiagnosis di dokter layanan primer. Diagnosis dan keputusan
untuk merujuk ke rumah sakit didasari dengan penilaian klinis dan sistem
penilaian derajat keparahan. Penilaian riwayat penyakit serta klinis penting
untuk menentukan terapi antibiotika yang tepat dan adekuat.3
DIAGNOSIS PNEUMONIA
Pneumonia didiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
radiologi. Diagnosis pneumonia ditegakkan jika pada foto toraks terdapat
infiltrat baru maupun progresif, ditunjang dengan leukositosis atau
peningkatan marker infeksi. Pada layanan primer, sering kali pasien datang
tidak membawa hasil radiologi maupun penunjang, sehingga dokter
diharapkan dapat menggali riwayat gejala pasien dengan cermat. Gejala
yang mengarah pada kecurigaan pneumonia antara lain:
1. Batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak/purulen.
3. Suhu tubuh > 38°C (aksila) atau riwayat demam.
4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda konsolidasi, dan
ronki.
Teks
3
Tanda konsolidasi pada pemeriksaan fisik paru antara lain:
Inspeksi : Terlihat bagiam yang sakit tertinggal saat bernapas.
Palpasi : fremitus meningkat pada bagian yang sakit.
Perkusi : redup di bagian yang sakit.
Auskultasi : Terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
dapat disertai ronki.1,4
Pneumonia komunitas adalah infeksi di parenkim paru pada pasien
tanpa riwayat rawat inap atau tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang
lebih dari 2 minggu. Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia
komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor antara lain
PORT, CURB 65, SMARTCOP, atau CRB 65. Fasilitas kesehatan primer
memiliki keterbatasan dalam penilaian derajat keparahan pneumonia,
karena ketiadaan fasilitas laboratorium penunjang, sehingga sistem skor CRB
65 merupakan pilihan yang sesuai. Sistem skor CRB65 merupakan parameter
yang baik untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko kematian yang
rendah dan tidak memerlukan rawat inap.1
British Thoracic Society (BTS) membuat skor CRB65 berdasarkan
data parameter yang menyangkut:
Confusion (gangguan kesadaran) berdasarkan Uji Mental dengan
skor ≤ 8, atau disorientasi orang, tempat atau waktu yang baru saja
muncul.
Peningkatan Respirasi ≥30 kali/menit
TEKS
4
Hipotensi (Blood Pressure) diastolik ≤ 60 mmHg, atau sistolik < 90
mmHg.
Usia 65 tahun atau lebih
Masing-masing gambaran di atas diberi skor 1 poin sebagai pedoman
menentukan penderita pneumonia menjalani rawat inap atau rawat jalan.
Jumlah poin tersebut adalah sebagai berikut:
0: penderita cukup menjalani rawat jalan
1-2: dipertimbangkan untuk menjalani rawat inap
3-4: harus segera menjalani rawat inap.5,6,7
Pneumonia terkait pelayanan fasilitas kesehatan (Health Care
Associated Pneumonia – HCAP) memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi
karena bakteri penyebabnya merupakan patogen yang resisten terhadap
antibiotika. Pasien dengan gejala pneumonia dengan kriteria HCAP harus
segera dirujuk dan menjalani rawat inap. Kriteria pasien dengan HCAP
antara lain pasien yang menjalani rawat inap sebelumnya dalam 90 hari
terakhir, tinggal di panti jompo atau fasilitas perawatan jangka panjang di
luar rumah sakit, atau pernah mendapat antimikroba parenteral,
kemoterapi, atau perawatan luka dalam 30 hari.
Teks
5
TATALAKSANA PASIEN RAWAT JALAN
Tatalaksana pasien yang menjalani rawat jalan antara lain:
1. Istirahat di tempat tidur
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
3. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
4. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
5. Pemberian antibiotika kurang dari 8 jam, dengan pilihan terapi
empiris antara lain:
Pada pasien yang sebelumnya sehat, tidak mendapatkan terapi
antibiotika dapat diberikan macrolide atau doxicyclin. Sedangkan
pada pasien dengan riwayat antibiotika sebelumnya diberikan
golongan fluorokuinolon tunggal atau golongan beta laktam +
makrolid generasi terbaru.1,4,5
TIPS
Dokter di fasilitas kesehatan primer sering dihadapi dengan masalah
identifikasi dan tatalaksana pneumonia karena seringkali pasien datang
tanpa membawa penunjang radiologis maupun laboratorium, sedangkan
pneumonia membutuhkan terapi antibiotika segera agara tidak terjadi
mortalitas. Berikut adalah tips untuk mendiagnosis dan manajemen pasien
pneumonia.
TEKS
6
1. Pasien dengan gejala batuk bertambah, dahak purulen, demam
tinggi, serta gejala konsolidasi mengarahkan dokter pada gejala
pneumonia.
2. Berdasarkan sumber infeksi, jenis pneumonia yang terdiagnosis
pada layanan primer adalah pneumonia komunitas (CAP) dan
pneumonia terkait pelayanan fasilitas kesehatan (HCAP).
3. Pada pneumonia komunitas keputusan untuk merujuk ke rumah
sakit didasari dengan penilaian klinis dan sistem penilaian derajat
keparahan dengan skor CRB 65. Pemberian antibiotika empiris
dipilih berdasarkan riwayat antibiotika sebelumnya.
4. Pasien dengan kriteria HCAP harus dirujuk untuk menjalani rawat
inap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia komunitas
pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2014.
2. Hoare Z, Lim WS. Pneumonia: update on diagnosis and
management. BMJ 2006; 332 (7549): 1077-1079.
3. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell DG,
Dean NC, Dowell SF, File TM, Musher DM, Niederman MS, Torres
A, Whitney CG. Management of community-acquired pneumonia
in adults. Clinical Infectious Diseases 2007; 44: S27–72.
Teks
7
4. Snijder EP, Hoek W, Stirbu I, Sande MAB, Gageldonk-Lafeber AB.
General practitioners’ contribution to the management of
community acquired pneumonia in the Netherlands: a
retrospective analysis of primary care, hospital, and national
mortality databases with individual linkage. Primary Care
Respiratory Journal 2013; 22: 400-405.
5. British Thoracic Society. Guidelines for the management of
community acquired pneumonia in adults: update 2009. THORAX,
2009; 64: 1-61.
6. Akram AR, Chalmers JD, Hill AT. Predicting mortality with severity
assessesment tools in out-patients with community-acquired
pneumonia. Q J Med 2011; 104: 871-879.
7. McNally M, Curtain J, O;Brien K, Dimitrov BD, Fahey T. Validity of
British Thoracic Society guidance (the CRB-65 rule) for predicting
the seveity of pneumonia in general practice: systematic review
and meta-analysis. British Journal of General Practice, 2010: 423-
433.