Upload
buithuy
View
242
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Salam sejahtera bagi umatnya
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Perdarahan Intracerebral et causa Cedera Kepala Berat”. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp,S, Msc , selaku dokter pembimbing departemen saraf RSUD Ambarawa yang banyak memberikan masukan, bimbingan dan arahan selama masa kepaniteraan klinik.
Makalah laporan kasus ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk memenuhi
penilaian dan salah satu persyaratan pada kepaniteraan klinik di bagian Saraf Rumah
Sakit Umum Daerah Ambarawa. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
yang membacanya dan dapat diambil hikmahnya.
Penulis sadar makalah ini masih jauh dari “kesempurnaan”, untuk itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan
berikutnya. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembacanya.
Ambarawa, 30 Agustus 2016
Yohana Septianxi Merrynda (161 0221 086)
1
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. M
Usia : 69 tahun
Jenis kelamin : Laki laki
Agama : Islam
Alamat : Cerbonan Banyubiru
Pekerjaan : Pensiunan
Masuk RS : 19 Agustus 2016
Keluar RS : 29- Agustus -2016
No RM : 001xxxx -2016
ANAMNESA
Anamnesa dilakukan dengan pasien dan alloanamnesa pada keluarga pasien
pada tanggal 22 Agustus 2016 pukul 15.00 WIB di bangsal Wijaya Kusuma
RSUD Ambarawa.
Keluhan Utama
Nyeri kepala post trauma kecelakaan lalu lintas dan Kelemahan anggota gerak
tangan dan kaki bagian kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
± 30 menit
SMRS pasien
Pukul 9.30 WIBTn. M mengalami kecelakaan motor tunggal didaerah
rumahnya.
Pukul 9.50 WIB(30 Menit SMRS)
Tn. M tiba di IGD dan mulai sadarkan diri , Tn.M masih dapat mengingat kronologis kejadian dan Tn.M mengeluhkan nyeri kepala seperti ditekan serta lemah di bagian anggota gerak tangan kiri
Pukul 9.30 – 9.45 WIBDalam perjalanan ke RS Tn. M sempat tidak sadarkan diri
dan dibawa ke RS dengan keadaan memar dibagian hidung, dahi bagian kiri dan mulut serta keadaan tidak sadar,
menurut keluarga Tn.M ditemukan di pinggir jalan dengan posisi telungkup dan helm yang sudah terlepas.
2
mengalami kecelakaan tunggal dengan menggunakan sepeda motor. Tn.M
mengendarai motor dengan menggunakan helm non full face dengan kecepatan
± 20-40 km/jam. Ketika kejadian tersebut posisi motor berada didepan dan tiba-
tiba dari arah belakang ada motor yang ingin mendahului namun akhirnya motor
tersebut menabrak motor Tn. M, sehingga membuat Tn.M terjatuh ke kiri dengan
posisi tengkurap. Tn.M mengaku setelah kejadian sempat pingsan.
Menurut keterangan dari pihak keluarga, setelah kejadian KLL tersebut
Tn. M mengalami penurunan kesadaran saat diantar ke IGD RSUD Ambarawa.
Pasien mengalami penurunan kesadaran selama ± 15 menit. Dan terdapat luka
memar di bagian dahi sebelah kiri, hidung, dan mulut . Tn. M tampak bingung
sesaat setelah sadar.
Setelah pasien sadar, pasien masih dapat mengingat kejadian kecelakaan
tersebut. Pasien mengeluh nyeri kepala. Nyeri seperti ditekan dan adanya mual.
Pasien juga mengeluhkan adanya kelemahan dianggota gerak tangan dan kaki
bagian kiri, serta adanya nyeri bahu apabila digerakkan.
Tn. M menyangkal adanya muntah, pandangan berbayang, rasa baal,
kesemutan pada anggota tubuhnya, demam, menggigil, gangguan bicara,
gangguan ingatan, perdarahan pada telinga, bengkak pada mata maupun telinga
dan adanya kejang setelah kecelakaan terjadi disangkal.
Pasien mendapatkan perawatan lebih lanjut di Wijaya Kusuma. Menurut
Istri Pasien, Tn. M lebih sering tidur dan menurut keterangan istri pasien
semenjak kejadian kecelakaan, Tn.M lebih tampak sering gelisah dan tidak
bersemangat, namun pasien masih dapat berkomunikasi dengan baik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat Epilepsi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat Gastritis : (+) sejak 10 tahun yang lalu
Riwayat cefalgia kronis : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal
3
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi disangkal
RIwayat DM disangkal
Riwayat Pribadi Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang pensiunan dengan pendidikan terakhir SMA.
Pasien telah berhenti merokok sejak 10 tahun lalu dan tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol serta obat obatan terlarang.
Anamnesa Sistem
Sistem serebrospinal : penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (+), kelemahan
anggota gerak dibagian tangan kiri (+), wajah asimetris
(-), bicara pelo (-), BAB (-), BAK (+)
Sistem kardiovaskular : Hipertensi (-), penyakit jantung (-)
Sistem respirasi : sesak (-), batuk (-)
Sistem Gastrointestinal : mual (+), muntah (-)
System musculoskeletal : keterbatasan gerak (+/-), Parese (-/+)
Sistem Integumen : Gatal (-),perih pada luka lecet (+)
Sistem urogenital : BAK (+) warna kuning jernih
RESUME ANAMNESA
Pasien laki-laki berusia 69 tahun diantar ke IGD dengan penurunan
kesadaran setelah kecelakaan lalu lintas. ± 30 menit SMRS pasien mengalami
kecelakaan dan sempat tidak sadarkan diri ± 15 menit , namun saat di IGD
pasien sadar dan dapat mengingat kejadian kecelakaan.
Pasien mengeluh nyeri kepala,mual, lemah di bagian tangan kiri, nyeri
dibagian bahu kiri apabila digerakkan, terdapat luka memar di bagian hidung
dan mulut serta ditemukan adanya darah yang keluar dari hidung.
DISKUSI I
Dari anamnesa dan alloanamnesa, didapatkan seorang pasien laki-laki
usia 69 tahun mengeluhkan adanya penurunan kesadaran dimana hal ini dapat
terjadi akibat akselerasi yang kuat pada saat trauma sehingga akan membuat
4
hiperekstensi kepala dan akan mengakibatkan medulla oblongata terbentang
luas sehingga akan menimbulkan blockade reversible lintasan asendens
retikularis (RAS) sehingga membuat input aferen tidak diterima dan
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran.
Keluhan pusing serta mual pasien merupakan tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial. Beberapa hal dapat membuat tekanan intracranial menjadi
meningkat, diantaranya tumor serebri, infark yang luas, trauma, perdarahan
ataupun abses. Pada pasien ini keluhan ini dapat disebabkan akibat tejadi
benturan pada kepala pasien yang terjadi setelah kecelakaan.
Luka memar dibagian hidung serta nyeri di bagian bahu kiri dapat
disebabkan karena pada saat kejadian menurut keterangan pasien bagian yag
terjatuh lebih awal yaitu bagian hidung dan mulut yang langsung terkena aspal
jalanan sehingga terjadi mekanisme trauma dan terjadi reaksi inflamasi sehingga
mengakibatkan luka memar dan lecet dan menurut keterangan pasien pada saat
terjatuh pasien sempat membanting tubuh ke bagian kiri sehingga membuat
bahu menjadi tahanan pada saat terjatuh dan pasien mengeluhkan adanya nyeri
bahu sesaat setelah kejadian.
Pasien masih dapat mengingat dengan baik kronologis kejadian dan hal-
hal baik di masa lalu , hal ini menandakan pada pasien tidak ditemukan adanya
tanda-tanda amnesia baik amnesia retrogard maupun anterogard , hal ini
dilakukan sebagai hal untuk melihat keparahan cedera kepalanya.
Pasien mengeluhkan adanya kelemahan pada anggota gerak sebelah
kiri post KLL. Kelumpuhan maupun kelemahan anggota gerak merupakan
manifestasi klinik dari rusaknya jaras pyramidal di daerah korteks, subkorteks
atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan cedera kepala yaitu adanya
perdarahan otak, empiema subdural dan herniasi transtentorial. Cedera kepala
yang terjadi pada pasien dapat mengakibatkan rupturnya arteriol intraserebral.
Hal ini akan menyebabkan darah yang seharusnya mengalir dalam pembuluh
darah merembes keluar dan berkumpul di jaringan intraserebri. Karena di
jaringan intraserebri terdapat kapsula interna yang menjadi jembatan bagi jaras-
jaras motorik sistem piramidalis seperti kortikospinalis dan kortikobulbar, maka
darah yang terkumpul pada jaringan ini akan mengakibatkan hambatan
fungsional terhadap jaras-jaras tersebut. Hambatan jaras motorik pada hemisfer
5
kanan akan termanifestasi pada fungsi motorik anggota badan yang
kontralateral yakni anggota sebelah kiri. Manifestasi yang kontralateral ini
disebabkan oleh jaras- jaras motorik kortikospinalis dan kortikobulbar
bersilangan di decussatio piramydium pada daerah medulla oblongata sebelum
menuju medulla spinalis.
CEDERA KEPALA
CEDERA KEPALA
Definisi
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10%
sisanya adalah cedera kepala berat (CKB).
Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-
44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48 %-53% dari insiden
cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya dise babkan
tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah
sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat
60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka
kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk
CKR tidak ada yang meninggal.
Klasifikasi
Mekanisme Cedera Kepala
6
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus.
Cedera kepala tumpul biasa nya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor,
jatuh atau pukulan benda tumpul.Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru
atau tusukan.Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu
cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
Beratnya Cedera
Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera
kepala
Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala secara langsung
:
Cedera Kepala Ringan (GCS: 14-15)
Cedera Kepala Sedang (GCS: 9-13)
Cedera Kepala Berat (GCS ≤ 8) (Greenberg, 2001)
Catatan:Pada pasien cedera kranioserebral dengan SKG 13-15, pingsan >10
menit, tanpa defisit neurologik, tetapi pada hasil skening otaknya terlihat
perdarahan, diagnosisnya bukan cedera kranioserebral ringan (CKR)/komosio,
tetapi menjadi cedera kranioserebral berat (CKB)
Menurut Perdossi (2006) cedera kepala diklasifikasikan menjadi :
7
Morfologi Cedera
Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:
Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.Fraktur dasar
tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya.Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
1 Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
2 Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
3 Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea)
4 Parese nervus facialis ( N VII )
Lesi Intrakranial
1. Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada
regio temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea
media.Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas
gejala (interval lucid) beberapa jam.Keadaan ini disusul oleh gangguan
kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral yang diikuti oleh
8
Minimal (Simple head injury)
· Tidak ada penurunan kesadaran
· Tidak ada amnesia post trauma· Tidak ada defisit neurologi· GCS = 15
Ringan (Mild head injury)
· Kehilangan kesadaran <10 menit
· Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom· Amnesia post trauma < 1 jam.· GCS = 13-15
Sedang (Moderate head injury)
· Kehilangan kesadaran antara >10 menit sampai 6 jam
· Terdapat lesi operatif intrakranial atau abnormal CT Scan· Dapat disertai fraktur tengkorak· Amnesia post trauma 1 – 24 jam.· GCS = 9-12
timbulnya gejala neurologi yang secara progresif berupa pupil anisokor,
hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus
lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri
kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervus kranialis. Berdasarkan foto
rontgen didapatkan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri
meningea media atau salah satu cabangnya
2. Perdarahan Subdural
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan,sinus venosus dura mater atau
robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara du-ramater dan
araknoidea.SDH ada yang akutdan kronik Gejala klinis berupa nyeri kepala yang
makin berat dan muntah proyektil. JikaSDH makin besar, bisa menekan jaringan
otak,menggangguARAS, dan terjadi penurunankesadaran. GambaranCT
scankepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis menjadi
cairan, disebut higroma(hidroma) subdural.
Perdarahan subdural terbagi atas 3 bagian yaitu:
Perdarahan subdural akut
Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon
yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan
reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan
cedera otak besar dan cedera batang otak. Perdarahan subdural akut memberi
gejala dalam 24 jam
Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 25 – 65 jami setelah cedera dan
dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang
terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
Perdarahan subdural kronis
Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara
pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau
beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan
motorik.
3. Perdarahan Subarachnoid
9
Terjadi pada ruang sub arachnoid (pia meter dan araknoid). Biasanya kondisi ini
disebabkan oleh trauma yang merusak pembuluh darah. Perdarahan
subarachnoid juga sering terjadi pada kondisi nontrauma seperti aneurisma dan
malformasi arteri-vena. Gejala yang ditimbulkan antara lain nyeri kepala
didaerah suboksipital secara tiba-tiba, pusing, mual, muntah, demam, reflek
patologi (+), ganguan kesadaran dan kaku kuduk. Pemeriksaan CT scan untuk
kondisi ini memiliki spesifitas yang rendah. Oleh karena itu seringkali dilakukan
CT angiografi untuk mengecek perdarahan subarachnoid.
4. Perdarahan Intraserebral dan Kontusio
Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap arteri atau vena yang
ada di bagian parenkim otak. Region frontal dan temporal merupakan daerah
yang paling sering terkena namun selain itu dapat pula terjadi di lobus parietalis
maupun pada serebelum. Kontusio intraserebral yangdapat terjadi karena
trauma melalui jejas coup atau countercoup. Jika kepala bergerak saat terjadi
jejas, kemungkinan kontusio terjadi disisi yang jauh dari tempat terjadinya jejas
(countercoup). Apabila dua pertiga lesi adalah darah, jejas terseebut disebut
perdarahan. Gejala klinis pada perdarahan Intraserebral yaitu : adanya
penurunan kesadaran, deficit neurologis, tanda-tanda peningkatan TIK,
hemiplegi (gangguan fungsi motoric/sensorik pada satu sisi tubuh), papilledema
(pembengkakan mata). Pada hasil CT Scan didapatkan hasil CT scan yang
abnormal dan pada pemeriksaan penunjang cariran serebrospinal didapatkan
cairan yang berdarah. Tata laksana sedikit kompleks karena mempertimbangkan
region serta luas dari perdarahan yang sering terjadi :
- perdarahan <25cm ditatalaksana secara konservatif bila tidak ada
herniasi
- perdarahan >15cm pada region frontal posterior/inferior dan temporal
memerlukan pembedahan
- perdarahan pada batang otak, ganglia bsal atau thalamus ditatalaksana
secara konservatif
Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
10
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan
langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi
deselarasi gerakan kepala.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan
contrecoup.Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang
tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma.Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan
tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi
dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada
tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup)
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa
perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan
tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : nyeri kepala dan kelemahan anggota gerak tangan kiri
disertai penurunan kesadaran
Diagnosis Topis : Intrakranial
Diagnosis Etiologi : cedera kepala sedang
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2016, setelah pasien
mendapatkan perawatan selama 4 hari.
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran :, GCS E3M4V4 ( dihari pertama)
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
11
Nadi : 85x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36,4oC
Pernapasan : 20x/ menit
Kepala : Mesosecephal. Terdapat memar pada frontal sinistra, nyeri
tekan(+).
Kulit : sawo matang, tidak ikterik,tidak sianosis, turgor kulit baik
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-. Rakun eyes sign
(-), pupil isokor 3mm, RCL +/+, RCTL +/+, RKornea +/+
Telinga : Sekret -/-, darah -/-., nyeri tekan tragus -/-, battle sign (-)
Hidung : Tampak deviasi septum (+), secret (-), perdarahan (+),
memar (+)
Mulut : Bibir pucat (-), memar pada bagian bibir (+)
Leher : Simetris, tidak tampak tanda tanda trauma
Thoraks
Paru
Inspeksi : dada tampak datar, simetris, warna sesuai sekitar
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), kuat angkat normal
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palapasi : teraba ictus cordis kuat angkat, nyeri (-)
Perkusi : Konfigurasi kesan dalam batas normal,
Auskultasi : SI-II teratur reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, warna sesuai kulit sekitar
Auskultasi : bising usus (+) menurun 3 kali/menit
Perkusi : timpani seluruh lapang abomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : memar di bagian inferior dan superior sinistra (+/+),
sianosis (-)
Status Neurologis:
12
Sikap Tubuh : Simetri
Gerakan Abnormal : (-)
N. cranialis Kanan KiriN. I (Olfaktorius)Daya penghidu N NN. II ( Optikus )Daya PenglihatanPengenalan warnaMedan Penglihatan
NNN
NNN
N. III ( Okulomotorius )PtosisGerak bola mata ke superiorGerak bola mata ke medialGerak bola mata ke inferiorReflek cahaya direct
(-)NNN
N, 3mm
(-)NNN
N, 3mm
N. IV ( Troklearis )Gerak bola mata ke lateral bawahDiplopiaStrabismus konvergenMenggigit dan membuka mulut
N(-)NN
N(-)NN
N. V ( Trigeminus )Sensibilitas wajah atasSensibilitas wajah tengahSensibilitas wajah bawahReflek zigomatikReflek masseterTrismusReflek kornea
NNN
+N+N
-N
NNN
+N+N
-N
N. VI ( Abdusens )Gerak mata ke lateralStrabismus konvergen
N-
N-
N. VII ( Facialis )Kerutan kulit dahiKedipan mataLipatan nasolabialSudut mulutMengerutkan dahiMengangkat alisMenutup mataMeringisMenggembungkan pipi
Daya kecap 2/3 anterior
NNNNNNN
NN
N
NNNNNNN
NN
N
N. VIII ( Akustikus )
13
Tes bisikDengan detik arlojiTes SwabachTes RinneTes Weber
NN
Tidak dilakukan
NN
Tidak dilakukan
N. IX ( Glosofaringeus )Arkus faringDaya kecap lidah 1/3 belakangReflex muntahSengautersedak
(+)Dalam batas normalDalam batas normal
(-)(-)
N. X ( Vagus )Denyut NadiBersuaraMenelan
81x/menitNN
N. XI ( Assesorius )Memalingkan mukaSikap BahuMengangkat BahuTrofi otot bahu
NNN(-)
NN(-)(-)
N. XII ( Hipoglossus )ArtikulasioSikap LidahTremor LidahMenjulurkan LidahTrofi otot lidah
NN(-)
SimetrisEutrofi
Pemeriksaan Ekstremitas
Anggota gerak
Pemeriksaan Esktremitas Superior
(D/S)
Ekstremitas Inferior (D/S)
Gerakan Bebas/ Sulit Bebas/Sulit
Sensibilitas +N/ + +N/ +N
Kekuatan 5,5,5,5/1,1,1,1 5 ,5,5,5/ 3,3,3,3
Tonus N/N N/N
Klonus N/- N/-
Trofi Eutrofi Eutrofi
14
Refleks FIsiologis :
Refleks Dextra/Sinistra
Biceps +N/
Triceps +N/
Patella +N/+N
15
Refleks Patologis
Refleks Dextra/Sinistra
Babinski -/-
Chaddock -/-
Oppenheim -/-
Gordon -/-
Schaeffer -/-
Gonda -/-
16
Pemeriksaan Sensibilitas : Dalam batas Normal
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif : Dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang
Laboraturium Darah Tanggal 19 Agustus 2016
17
18
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 10.7g/dl 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 9.9 ribu 3.8 – 11.0 ribu
Eritrosit 3.81 3.8 – 5.4 juta
Hematokrit 32.8 35 – 47%
Trombosit 194 ribu 150 – 400 ribu
MCV 86,1 82 – 98 fL
MCH 28.1 27 – 52 pg
MCHC 32.6 32 – 37 g/dl
RDW 14.9 10 – 18 %
Granulosit 8,2 2 -4 mikro m3
Limfosit 1.2 1.0 – 4.5
Monosit 0.6 0.2 – 1.0
Eosinofil 0.1 0.04 – 0.8
Basofil 0 0 – 0.2
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 122 74 – 106 mg dl
SGOT 34 U/L 0 – 50 U/L
Serologi
HBsAG Non Reaktif Non Reaktif
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen Cervical AP/Lateral/Oblique pada 22 Agustus 2016
Kesan :
Alignment lurus
Spondilosis cervikalis
Tak tampak listesis
Tampak kompresi VC3
19
Tak tampak penyempitan diskus intervertebralis
Tak tampak penyempitan foramen intervertebralis
Pemeriksaan Head CT SCAN pada tanggal 21 Agustus 2016
Kesan
Gambaran intra cerebral hemorrhage (Vol 2,1 cm3) pada putamen dan globus
pallidus kanan
Tak tampak tanda-tanda peningkatan intracranial
DISKUSI II
Berdasarkan data-data diatas, maka pada pasien ini didapatkan keluhan sakit
20
kepala, mual, lemah di bagian tangan kiri serta nyeri dibagian bahu kiri. Tanda-
tanda ini merupakan akibat adanya cedera kepala yang disebabkan karena post
kecelakaan lalu lintas. Cedera kepala dalam kasus ini termasuk dalam cedera
kepala sedang sesuai dengan kriteria pembagian cedera kepala sedang menurut
Perdossi (2006) yaitu dengan GCS 12. Berdasarkan hasil pemeriksaan Lab
didapatkan hasil Hb, Ht dan MCV pada pasien ini mengalami peunurunan, hal ini
dapat disebabkan karena post trauma yang dialami pasien serta adanya cedera
kepala sehingga mengakibatkan adanya perdarahan di bagian kepala dan
menyebabkan keadaan anemia, kemudian pada pemeriksaan lab kimia klinik
didapatkan hasil Glukosa puasa pada pasien mengalami sedikit peningkatan, hal
ini dapat disebabkan karena adanya pengeluaran stress oksidatif dan hormone
yang berlebih pada keadaan cedera kepala sehingga membuat peningkatan
glukosa puasa sedikit meningkat.
Menurut Irwan, (2009) terdapat beberapa indikasi lain dilakukannya
pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang
dan berat
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii
4. Adanya deficit neurologi seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran
5. Sakit kepala hebat
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral
Pada pemeriksaan foto rontgen pasien ditemukan adanya spondilosis cervikalis
dan tampak kompresi V3, dimana apabila terjadi kompresi pada V3 dapat
menyebabkan nyeri terasa tumpul dan dalam, khususnya lebih ke bahu. Rasa
nyeri bertambah karena gerakan spinal atau perubahan cairan serebrospinal
sewaktu batuk atau bersin. Dan pada hasil CT Scan pasien didapatkan adanya
perdarahan intracerebral pada putamen dan globus pallidus kanan. Terjadinya
perdarahan intrakranial, berupa lesi fokal atau lesi difus pada otak, yang
biasanya terjadinya bersama-sama, perdarahan intrasereblar merupakan
pecahnya pembuluh darah yang disebabkan adanya laserasi atau kontusio
sehingga apabila terjadinya bisa pada daerah yang terkena benturan atau daerah
21
sebrang benturan, Defisit neurologis yang terjadi dapat berbeda-beda
tergantung lokasi dan luasnya perdarahan yang terjadi. Pada pasien ini
perdarahan intracerebral terjadi di bagian putamen dan globus palidus kanan,
dimana menurut anatomi putamen dan globus palidus merupakan bagian dari
ganglia basalis, dimana fungsi normal dari ganglia basalis yaitu sebagai proses
motoric, termasuk dalam ekspresi emosi, serta integrasi impuls motoric,
sensorik dan pada proses kognitif, Selain itu fungsi utama ganglia basalin pun
sebagai inisiasi dan fasilitasi gerakan volunteer dan supresi simultan pengaruh
involunter atau gerakan tidak diinginkan yang dapat menganggu gerakan halus
dan efektif. Gejala klinis pada perdarahan intrasereblar di bagian putamen
adalah awitannya sangat mendadak biasanya disertai dengan hemiplegia
ataupun monoparese, disertai dengan sefalgia, muntah, gangguan pada motoric
khususnya motoric halus sehingga dapat mengakibatkan adanya gerak-gerak
involunter seperti tremor maupun rigiditas dan biasanya pada pasien dengan
gangguan di ganglia basalis dapat menyebabkan adanya penurunan kesadaran.
(Harsono, 2000). Adanya perdarahan intrasereblar pada bagian putamen dan
globus palidus menguatkan diagnosis akhir menjadi cedera kepala berat karena
terdapat abnormalias ct scan dibagian intraserebral.
DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran, Nyeri kepala dan hemiparese
sinistra
Diagnosis Topik : Intrakranial
Diagnosis Etiologik : Intracerebral hemorrhage e.c cedera kepala berat
PENATALAKSANAAN
Non medikaamentosa
Bed rest
Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
Pasang neck collar
Medikamentosa
22
Injeksi Citicolin 2x500 mg
Injeksi asam tranexamat 3x1
Injeksi Metilprednisolon 2x125
Injeksi Ranitidin 2x1
Laxadine 3xC1
Flunarizin 2x5
PROGNOSIS
Death : dubia ad malam
Disease : dubia ad malam
Disability : dubia ad malam
Discomfort : dubia ad malam
Dissatisfaction : dubia ad malam
Distitution : dubia ad malam
DISKUSI III
Injeksi Citicolin
Memiliki kandungan citicolin. Prekursor phospholipid, menghambat deposisi
beta amiloid di otak, membentuk acetylcholine, meningkatkan neurotransmiter
norepinephrine, dopamine, & serotonin, menghambat aktivitas fosfolipase &
sfingomielinase memberikan efek neuroproteksi.
Bioavailabilitas hampir 90% (per oral), citicoline eksogen akan dihidrolisis di
dalam usus halus, dan siap diserap dalam bentuk choline & cyctidine dan
kembali dibentuk menjadi citicoline. Choline akan didistribusikan ke seluruh
jaringan tubuh, termasuk sel-sel otak (0,5%) & IV (2%)
Injeksi Ranitidin 2×1 ampul
Ranitidin adalah anatagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam
lambung. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 36–94 mg/mL.
Kadar tersebut bertahan selama 6–8jam .Ranitidine diabsorpsi 50% setelah
pemberian oral.Konsentrasi puncak plasma dicapai 2–3 jam setelah pemberian
23
dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan
antasida.Waktu paruh 2 ½–3 jam pada pemberian oral, Ranitidine diekskresi
melalui urin.
Injeksi Asam tranexamat 2x1
Kalnex merupakan golongan obat asam traneksamat. Asam
traneksamat merupakan obat golongan anti fibrinolitik, tersedia di pasar dalam
bentuk sediaan kapsul 250 mg, tablet salut selaput 500 mg, serta sediaan injeksi
250 mg/5 mL dan 500 mg/5 mL. Dalam obat ini mengandung bahan aktif berupa
asam traneksamat yang merupakan turunan sitetik dari asam amino lisin. Asam
traneksamat umum digunakan untuk mencegah, menghentikan, ataupun
mengurangi pendarahan yang masif saat menjalani prosedur pembedahan,
epistaksis atau mimisan, pendarahan menstruasi yang berat, angioedema
herediter, dan beberapa kondisi medis lainnya. Saat seseorang mengalami
pendarahan tubuh akan membentuk bekuan darah sehingga pendarahan
tersebut dapat berhenti. Asam traneksamat bekerja dengan mencegah degradasi
atau pemecahan bekuan darah tersebut sehingga dapat mencegah,
menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan yang tidak diinginkan.
Injeksi Metilprednisolon 4×125 (tap off)
Kortikosteroid dengan kerja intermediate yang memiliki efek glukokortikoid.
Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap rposes
inflamasi. Karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi
penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk
makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon menghambat
fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa
mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pastinya belum
diketahui, kemungkinan efek tersebut ditimbulkan melaluui blokade faktor
penghambat makrofag, menurunkan dilatasi permeabilitas kapiler yang
terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler serta
hambatan terhadap sintesis asam arakhidonat-derivat mediator inflamasi
(prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien).Lameson mengandung 6 -αmethylprednisolone, obat ini untuk indikasi seperti Kondisi alergi dan inflamasi,
24
penyakit reumatik yang memberi respon terhadap terapi kortikosteroid,
penyakit kulit dan saluran napas, penyakit endokrin, penyakit autoimun,
gangguan hematologik, sindroma nefrotik.
Laxadine
Sebagai emulsi dalam mengatasi susah buang air besar. Mengandung
Phenolphtalein, Paraffin Liquidium dan Glycerin. Bekerja dengan cara
merangsang peristaltik usus besar, menghambat reabsorbsi air dan melicinkan
jalannya faeces.
Flunarizin
Flunarizine (1 – [bis (4-fluorophenyl) metil] -4 – [(2 E)-3-phenylprop-2-en-1-
il] piperazine) yang ditemukan di Janssen Pharmaceutica di 1967 adalah salah
satu antagonis kalsium terbaru dengan efek antimigrain. Flunarizine adalah
penghambat selektif masuknya kalsium dengan cara ikatan calmodulin dan
aktivitas hambatan histamin H1. Flunarizine dapat mencegah terjadinya
kerusakan sel akibat overload kalsium dengan menghalangi secara selektif
masuknya kalsium ke dalam jaringan sel. Flunarizine juga terbukti dapat
menghambat kontraksi otot polos pembuluh darah, melindungi kekakuan sel-sel
darah merah serta mampu melindungi sel-sel otak dari efek hipoksia
(kekurangan oksigen pada jaringan tubuh yang terjadi akibat pengaruh
perbedaan ketinggian).
Elevasi kepala 30 derajat
Untuk mengurangi tekanan intracranial dan meningkatkan drainese vena
Pemasangan Neck Collar
Untuk mencegah pergerakan tulang servik yang pata serta mengurangi kompresi
pada radiks saraf dapat juga untuk mengurangi pergerakan leher selama proses
pemulihan
Penatalaksanaan
PASIEN DALAM KEADAAN SADAR (SKG=15)
25
1.Simple Head Injury (SHI)
Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran sama sekali
dan tidak ada defisit neurologik dan tidak ada muntah. Tindakan hanya
perawatan luka.Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi.
Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga diminta
mengobservasi kesadaran.Bila dicurigai kesadaran menurun saat diobservasi,
misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segera
dibawa kembali ke rumah sakit.
PASIEN DENGAN KESADARAN MENURUN
1 Cedera kranioserebral ringan (SKG=13-15)
Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan perintah,
tanpa disertai defi sit fokal serebral. Dilakukan pemeriksaan fisik, perawatan
luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan
kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi minimal 24 jam di rumah
sakit untuk menilai kemungkinan hematoma intrakranial,misalnya riwayatlucid
interval, nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala
lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis positif ). Jika dicurigai ada
hematoma, dilakukan CT scan.
Pasien cedera kranioserebral ringan (CKR) tidak perlu dirawat jika:
1 orientasi (waktu dan tempat) baik
2 tidak ada gejala fokal neurologik
3 tidak ada muntah atau sakit kepala
4 tidak ada fraktur tulang kepala
5 tempat tinggal dalam kota
6 ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah, dan bila dicurigai ada
perubahan kesadaran, dibawa kembali ke RS
2. Cedera kranioserebral sedang (SKG=9-12)
Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner.
Urutan tindakan:
Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan
sirkulasi(Circulation)
26
Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil,tanda fokal serebral, dan cedera organ
lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas, lakukan
fiksasi leher dengan pemasangan kerah leher dan atau fi ksasi tulang
ekstremitas bersangkutan
Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya, CT scan otak bila
dicurigai ada hematoma intrakranial
Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defi sit fokal serebral lainnya
3. Cedera kranioserebral berat (SKG=3-8)
Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel.Bila didapatkan
fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada
perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk pertolongan pertama.
Tindakan sama dengan cedera kranioserebral sedang dengan pengawasan lebih
ketat dan dirawat di ICU. Di samping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan
sistemik.Pasien cedera kranioserebral berat sering berada dalam keadaan
hipoksi, hipotensi, dan hiperkapni akibat gangguan kardiopulmoner.
27
28
29
Tanggal S O A P
20-08-
2016
Pasien m
engeluh nyeri
kepala, seperti
tertekan, mual
(+), muntah (-),
kejang (-),
kelemahan
anggota gerak
bagian kiri dan
nyeri pada
bahu, pasien
tampak gelisah
dan tidak
bersemangay
GCS E4M5V5
TD : 120/80mmHg
N : 62x/menit
RR 20x/menit
T : 36,7C
M : 5,5,5,5/1,1,1,1
5,5,5,5/3,3,3,3
CKS post
KLL
Ø Brainact 2x500 mg
Ø Lameson 4x125 (tepp off)
Ø Inj Kalnex 3x1g
Ø Unalium 2x5 mg
Ø Ranitidin 2x1
Cek Lab, Rontgen cervical dan CT
Scan
21-08-
2016
Nyeri kepala
(+), Mual (-),
muntah (-),
nyeri bahu kiri
dan kelemahan
tangan kiri ,
pasien terlihat
murung dan
tidak
bersemangat
apabila
dianamnesa
GCS E4M6V5
TD : 130/80mmHg
N : 60x/menit
RR 20x/menit
T : 36,7C
M : 5,5,5,5/1,1,1,1
5,5,5,5/3,3,3,3
CKS +
Hemiplegia
Sinistra
Ø Inj Brainact 2x500 mg
Ø Lameson 4x125 (tepp off)
Ø Inj Kalnex 3x1g
Ø Unalium 2x5 mg
Ø Ranitidin 2x1
Menunggu hasil rontgen, lab dan
CT Scan
22-08-
2016
Nyeri kepala
(+) berkurng,
Mual (-),
muntah (-),
lemah anggota
gerak atas
bagian kiri (+),
BAB (-)
GCS E4M6V5
TD : 140/70mmHg
N : 68x/menit
RR 20x/menit
T : 36,7C
Hasil CT Scan
menunjukan
adanya
peradarahan
intracerebral
CKB +
Hemiplegi
Ø Inj Brainact 2x500 mg
Ø Lameson 4x125 (tepp off)
Ø Inj Kalnex 3x1g
Ø Unalium 2x5 mg
Ø Ranitidin 2x1
TUGAS
I. FUNGSI MOTORIK DAN SENSORIK
Fungsi motoric dan sensorik dilakukan untuk melihat apa kah terdapat efek berkelanjutan yang diakibatkan pada perdarahan intracerebral yang mengenai globus palidus dan putema pada pasien :
Fungsi Motorik :
1. Gaya berjalan dan tingkah laku : dbn
2. Simetri tubuh : simetri
3. Kelumpuhan badan dan anggota gerak : (-)
4. Mengangkat kedua tangan dan bahu : +/-
5. Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti : +/-
6. Mengepal dan membuka jari tangan : +/+
7. mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul: +/+
8. Fleksi dan ekstensi artikulus genu : +/+
9. Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki : +/+
10. Gerakan Jari – jari kaki : +/+
30
Fungsi Sensorik
1. Sensari nyeri : +/+, -/-
2. Sensasi dingin : TDL
3. Sensasi ringan : +/+, +/+
4. Getaran : TDL
II. MINI-MENTAL STATE EXAM
Fungsi kognitif merupakan aktifitas mental secara sadar seperti berpikir,
mengingat, belajar dan kemampuan berbahasa. Fungsi kognitif meliputi
kemampuan atensi serta kemampuan dalam merencakan sesuatu, menilai,
mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub, dkk. 2002).
Untuk menilai seseorang terdapat gangguan kognitif atau tidak, dapat diketahui
dengan Pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE), awalnya
pemeriksaan ini dikembangkan untuk skrining demensia, namun sekarang
digunakan secara luas untuk pengukuran fungsi kogntif secara umum.
Pemeriksaan MMSE kini adalah instrumen skrining yang paling luas digunakan
untuk menilai status kognitif dan status mental pada usia lanjut (Kochhann dkk.
2009, Burns dkk. 2002). Sebagai satu penilaian awal, pemeriksaan MMSE adalah
tes yang paling banyak dipakai. Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah
tes yang paling sering dipakai saat ini. Penilaian dengan nilai maksimal 30, cukup
baik dalam mendeteksi gangguan kognitif, menetapkan data dasar dan
memantau penurunan kognitif dalam kurun waktu tertentu. Skor MMSE normal
24 – 30. Bila skor kurang dari 24 mengindikasikan gangguan fungsi kognitif
(Folstein dkk. 1975, Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003)
Pada kasus ini, didapatkan hasil fungsi kognitif seperti berikut :
Item Tes Nilai maks Nilai
1 ORIENTASI
31
Sekarang tahun, musim, bulan, tanggal, dan hari apa? 5 5Kita berada di mana ? sebutkan , desa, kecamatan, kabupaten, kota propisnsi, dan negara 5 5
2 REGISTRASIPemeriksa menyebut 3 benda yang berbeda kelompoknya selang 1 detik ( apel, uang, dan meja) 3 3
3 ATENSI DAN KALKULASIPengurangan 100 dengan 7 secara berurutan 5 4
4 RECALLResponden diminta menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 3BAHASA
6. Responden diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (perlihatkan pensil dan buku 2 2
7 Responden diminta mengulang kalimat ”tanpa kalau dan atau tetapi” 1 1
8 Responden diminta melakukan perintah, “ambil kertas ini dengan tangan anda, lipat menjadi dua dan letakkan di lantai.” 3 3
9 Responden diminta membaca dan melakukan yang dibacanya “pejamkan mata Anda.” 1 1
10. Responden diminta menulis sebuah kalimat dengan spontan. 1 1
11Responden diminta menyalin gambar di bawah ini.
1 1
Total 30 29
Berdasarkan hasil diatas didapatkan fungsi kognitif pada pasien ini dengan
jumlah score total 29, dimana berdasarkan interpretasi fungsi kognitif MMSE
pasien ini tidak terdapat gangguan kognitif (Dalam batas normal)
III. TEST ORIENTASI DAN AMNESIA GALVESTON
PTA (Post Traumatic Amnesia) adalah salah satu gangguan memori yang
biasanya disebabkan oleh pasca trauma kapitis. Kebanyakan pasien yang
mengalami trauma kapitis ringan atau sedang pulih setelah beberapa minggu
sampai dengan bulan tanpa terapi spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien akan
terus mengalami gejala kecacatan setelah periode ini, yang mengganggu
pekerjaan atau aktifitas sosial. Posttraumatic amnesia dipertimbangkan sebagai
suatu marker yang sensitif untuk tingkat keparahan trauma kapitis, dan sebagai
suatu prediktor outcome yang berguna. Russel dan Smith telah membuat suatu
taksonomi keparahan trauma kapitis berdasarkan PTA sebagai berikut: trauma
kapitis ringan jika PTA kurang dari 1 jam; trauma kapitis sedang jika PTA antara
1 dan 24 jam; trauma kapitis berat jika PTA 1 dan 7 hari; dan trauma kapitis
sangat berat jika PTA lebih dari 7 hari. Levin dkk telah menemukan bahwa PTA
yang berlangsung kurang dari 14 hari adalah prediktif dari good recovery,
32
sedangkan PTA yang berlangsung lebih dari 14 hari adalah prediktif untuk
disabilitas sedang sampai berat.
Masyarakat sendiri belum sadar akan hal ini dan karena itu merupakan tugas
para medis untuk melakukan pemberian materi kepada masyarakat agar
masyarakat dapat mengerti tentang PTA.
Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah pengamatan,
pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut tertuang
dalam fungsi sensorik, luhur, dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsur-unsur
tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologik
elementer, misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya
tetapi dapat pula berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan
integratif yang kompleks dari ke tiga fungsi di atas. Yang dimaksud dengan
fungsi luhur atau fungsi kortikal luhur adalah fungsi-fungsi :
1. Bahasa
2. Persepsi
3. Memori
4. Emosi
5. Kognitif
Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk menetapkan
adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya. Ke dua
fungsi tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya
menuruti prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan
diuraikan kemudian. Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau
diabaikan, maka penulis ingin menguraikan secara singkat peranan fungsi ini,
terutama fungsi bahasa, persepsi dan memori pada kelainan otak. Kelainan otak
disini dibatasi pada penyakit-penyakit yang frekuen, yaitu gangguan peredaran
darah di otak (Cerebro-Vascular Disorder) dan trauma kapitis.
Pada keadaan akut trauma kapitis, maka gangguan memori mempunyai peranan
penting. Amnesia post- trauma kapitis dapat meliputi kejadian sebelum trauma
(retrograd amnesia) atau setelah trauma (anterograd amnesia). Lamanya
amnesia tersebut dapat dipakai sebagai patokan akan luas lesi yang terjadi di
otak. Umumnya amnesia ini meliputi gangguan short-term memory saja. Apabila
ternyata long-term memory juga terkena maka ini menandakan adanya kelainan
33
otak yang difus, berat dan mempunyai prognosis yang kurang baik. Juga disini
perlu dicatat bahwa pasien umumnya hanya terganggu memorinya tanpa
kehilangan fungsi-fungsi lain.
Di antara beberapa penilaian PTA yang tersedia sekarang, Test Orientasi dan
Amnesia Galveston (TOAG) adalah yang paling banyak digunakan. Penilaian ini
pendek dan mudah digunakan. Penilaiannya terdiri dari sejumlah poin yang
ditambahkan ketika menjawab dengan benar atau jumlah kesalahan. Skor yang
mendekati angka 100, berarti fungsi masih terjaga. Tes ini dapat diberikan
beberapa kali dalam sehari, meskipun pada hari yang berturut-turut. Sehingga
dapat dibuat grafik untuk menggambarkan perjalanan kapasitas dari mulai
waktu tertentu sampai orientasi total tercapai. Pengarang dari test ini percaya
bahwa tes ini sesuai bagiseorang pasien untuk memulai pemeriksaan kognitif
ketika skor 75 atau lebih dicapai pada tes ini yang mengindikasikan pasien tidak
konfusion dan disorientasi lagi. Akan tetapi validitas dan reabilitas TOAG dan
statusnya sebagai ”gold standard” dalam penilaian PTA masih suatu subjek yang
diperdebatkan
IV. KELAINAN DAN KOMPLIKASI TRAUMA KAPITIS
Tekanan Intrakranial (TIK) Meninggi
Pada trauma kapitis tekanan intrakranial dapat meninggi pada perdarahan
selaput otak (hematoma epidural, hematoma subdural, dan hematoma
subaraknoidal), perdarahan di dalam jaringan otak (kontusio serebri berat,
laserasio serebri, hematoma serebri besar, dan perdarahan ventrikel), dan
kelainan pada parenkim otak (edema serebri berat). Tekanan pada vena
jugularis menaikkan TIK yang berlangsung sementara saja. Demikian pula batuk,
bersin, mengejan yang mengakibatkan tekanan di dalam sistem vena meningkat.
Pada hipoksia terjadi dilatasi arteriol yang meningkatkan volume darah di otak
dengan akibat TIK meningkat pula.
Pada Trauma kapitis yang dapat meningkatkan TIK adalah hematoma yang besar
(lebih dari 50cc), edema yang berat, kongesti yang berat dan perdarahan
subarakhnoidal yang mengganggu aliran cairan otak di dalam ruangan
subarakhnoidea. Bila TIK meninggi, mula-mula absorbsi cairan otak meningkat
kemudian bagianbagian sinus venosus di dalam dura meter tertekan. Bila massa
34
desak ruangan berkembang cepat dan melebihi daya kompensasi maka TIK akan
meningkat dengan tajam. Arteri-arteri pia-arahnoidea melebar. Bila autoregulasi
baik aliran darah akan dipertahankan pada taraf normal, akibatnya volume
darah otak bertambah. Universitas Sumatera Utara Bila TIK meninggi terus
dengan cepat, aliran darah akan menurun dan TIK akan tetap rendah meskipun
tekanan darah naik. Bila kenaikannya sangat lambat seperti pada neoplasma
jinak otak, kemungkinan TIK tidak meninggi banyak karena selain penyerapan
otak yang meningkat, otak akan mengempes dan mengalami artrofi ditempat
yang tertekan yang dapat menetralisir volume massa desak ruang yang
bertambah.
Komplikasi infeksi pada trauma kapitis
Kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada trauma kapitis meningkat bila
durameter robek terutama sekali bila terjadi di daerah basal yang letaknya
berdekatan dengan sinus-sinus tulang dan nasofaring. Keadaan ini juga bisa
terjadi bila ada fraktur basis kranii.
Lesi akibat trauma kapitis pada tingkat sel
Lesi dapat mengenai semua jenis sel di dalam jaringan otak yaitu neuron dengan
dendrit dan aksonnya, astrosit, oligodendrosit, sel ependim maupun sel-sel yang
membentuk dinding pembuluh darah. Bila badan sel neuron rusak, maka seluruh
dendrit dan aksonnya juga akan rusak. Kerusakan dapat mengenai percabangan
dendrit dan sinapsis-sinapsinya, dapat pula mengenai aksonnya saja. Dengan
kerusakan ini hubungan antar neuron pun akan terputus. Lesi sekunder juga
dapat mengakibatkan kerusakankerusakan demikian.
Epilepsi pasca Trauma Kapitis
Pada sebagian penderita trauma kapitis dapat terjadi serangan kejang. Serangan
ini dapat timbul dini pada minggu-minggu pertama sesudah trauma, mungkin
pula timbul kasip berbulan-bulan sesudahnya. Epilepsi kasip cenderung terjadi
pada pasien yang mengalami serangan kejang dini, fraktur impresi dan
hematoma akut. Epilepsi juga lebih Universitas Sumatera Utara sering terjadi
pada trauma yang menembus durameter. Lesi di daerah sekitar sulkus sentralis
35
cenderung menimbulkan epilepsi fokal.
Respirasi pada Trauma Kapitis berat
Kelainan Repirasi akut pascatrauma yaitu :
Perubahan pola pernapasan, yang berupa :
Pernapasan Cheyne-Stokes yang disertai periode pernapasan berhenti dan
bernapas lagi. Setelah beberapa lamanya pernapasan berhenti, mulai
bernapas lagi dengan amplitudo yang mula-mula kecil. kemudian
berangsur membesar lalu mengecil lagi dan berhenti.
Trakipnea, frekuensi pernapasan tinggi (> 25 per menit)
Hiperpnea, ampitudo pernapasan besar
Pernapasan tidak teratur
Apnea, Pernapasan terhenti. Pada keadaan ini bantuan pernapasan harus cepat
dilakukan untuk menolong jiwa pasien
Aspirasi
Pada keadaan koma, reflex batuk dapat menurun. Bila pasien muntah, muntahan
mungkin terhirup ke dalam trakea dan menimbulkan aspirasi. Isi perut yang
masuk ke dalam bronki akan menimbulkan edema, perdarahan, dan
bronkospasme. Isi perut yang masuk ke dalam bronki harus diusahakan dihisap
keluar melalui trakeostomi.
Trauma pada alat napas
Trauma pada toraks dapat menimbulkan fraktur iga-iga, dapat terjadi
hemotoraks dan pneumotoraks yang semuanya akan mengganggu pernapasan.
Edema pulmonum neurogen
Pada trauma kapitis yang berat dapat terjadi edema pulmonum. Mekanismenya
mungkin kontriksi vena pulmonum yang disebabkan aktivitas adrenergik alfa
yang berlebihan.
36
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala.
Dalam :Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah
Indonesia. Komisitrauma IKABI, 2004.
Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000
Chusid JG., Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2000
Faqih Ruhyanudin, 2011. Pemeriksaan Neurologis. Universitas Jendral
Soedirman, Purwokerto
Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta,
2011
Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta, 2004
37
Japardi iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif .
SumatraUtara: USU Press.
Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000
PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3
November2007. Pekanbaru
Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma.
Dalam :Neurosurgery 2ndedition. New York: McGraw Hill, 1996.
Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci: Universitas Pelita
Harapan.entry-content
38