62
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Minat dan motivasi belajar peserta didik terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Aalam (IPA) dirasakan masih kurang karena masih banyak peserta didik yang menganggap materti pelajaran IPA sebagai materi yang sulit diingat, dipahami serta sebagai hapalan. Paradigma ini tidak terlepas dari pengamalan belajar yang dirasakan oleh peserta didik saat belajar IPA. Berdasarkan hasil observasi langsung peneliti ke salah satu sekolah melihat proses pembelajaran yang berlangsung ternyata pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran Direct Instruction. Dalam pembelajaran ini informasi secara langsung diberikan oleh guru kepada siswa menggunakan metode ceramah. Pembelajaran masih bersifat teacher-centre sehingga guru yang mendominasi proses pembelajaran. Kontruksi pengetahuan peserta didik melalui pembelajaran seperti ini cenderung rendah. Peserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan menurut Marsetio (dalam Triyanto, 2014) 1

karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

  • Upload
    dotuyen

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Balakang

Minat dan motivasi belajar peserta didik terhadap pelajaran Ilmu

Pengetahuan Aalam (IPA) dirasakan masih kurang karena masih banyak

peserta didik yang menganggap materti pelajaran IPA sebagai materi yang

sulit diingat, dipahami serta sebagai hapalan. Paradigma ini tidak terlepas

dari pengamalan belajar yang dirasakan oleh peserta didik saat belajar IPA.

Berdasarkan hasil observasi langsung peneliti ke salah satu sekolah melihat

proses pembelajaran yang berlangsung ternyata pembelajaran masih

menggunakan model pembelajaran Direct Instruction. Dalam pembelajaran

ini informasi secara langsung diberikan oleh guru kepada siswa

menggunakan metode ceramah. Pembelajaran masih bersifat teacher-centre

sehingga guru yang mendominasi proses pembelajaran. Kontruksi

pengetahuan peserta didik melalui pembelajaran seperti ini cenderung

rendah. Peserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan

konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak

terbentuk. Sedangkan menurut Marsetio (dalam Triyanto, 2014) menyatakan

bahwa pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses

ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang juga sebagai proses,

sebagai produk, dan sebagai prosedur.

Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa pembelajaran IPA tidak

terlepas dari ketiga unsur tersebut. Peserta didik harus memiliki ketiga unsur

ini. Produk ilmiah merupakan sebuah hasil dari proses ilmiah dan sikap

ilmiah yang dilakukan. Proses ilmiah dipandang sebagai suatu rangkaian

yang digunakan dalam pembelajaran IPA guna menghasilkan produk dan

sikap ilmiah. Salah satu proses ilmiah merupakan kemampuan berpikir

kritis. Dengan kemampuan berpikir kritis dihrapkan peserta didik memiliki

produk ilmiah dan sikap ilmiah yang baik. Kemampuan berpikir kritis

sangat penting untuk dimiliki oleh peserta didik karena di dalamnya terdapat

1

Page 2: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

2

aktivitas mental dalam pengambilan suatu keputusan untuk memcahkan

masalah. Permasalah tidak hanya terdapat dalam pelajaran saja namun

dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali permasalahan yang kita hadapi.

Melalui kemampuan berpikir kritis peserta didik diharapkan dapat mengolah

segala bentuk informasi dengan baik sehingga didapatkan sebuah

kesimpulan dan tindakan yang tepat.

Hasil wawancara dengan salah satu guru IPA bahwa proses

pembelajaran IPA selalu dilakukan di kelas. Pembelajaran tidak pernah

dilakukan di luar kelas seperti memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai

media belajar. Pembelajaran yang dilakukan di kelas hanya ceramah dan

melatihkan soal-soal. Setiono (2010) menyatakan bahwa pendidikan IPA di

sekolah menengah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan

lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai

pendekatan, metode, dan model pembelajaran diterapkan di sekolah, hal ini

bertujuan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien

sehingga mampu menciptakan siswa yang berkulitas.

Berdasarkan hasil observasi di sekolah, dalam pembelajaran di kelas

guru belum menerapkan pengintegrasian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) yang terdiri dari mata pelajaran kimia, fisika dan biologi.

Materi pembelajaran masih disajikan secara terpisah belum dipadukan

antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya sehingga

penguasaan konsep peserta didik belum komprehensif. Disamping belum

terciptanya pengintegrasian pembelajaran IPA, materi yang disajikanpun

masih bersifat text book belum menyajikan materi-materi yang terjadi dalam

kehidupan peserta didik, sehingga esensi dari materi yang diajarkan belum

dapat sepenuhnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menghadapi segala permasalahan di atas diperlukan pendekatan

pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir peserta

didik dan pengintegrasian pelajaran IPA di sekolah. Pendekatan

pembelajaran SSI diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir

Page 3: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

3

kritis peserta didik, karena dalam pembelajaran SSI integrasi dilakukan

terhadap konsep-konsep sains yang memiliki dampak pada kehidupan

masyarakat. Melaui pendekatan pembelajaran ini peserta didik dapat dengan

leluasa mengkonstruksi pengertahuannya secara mandiri yang difasilitasi

oleh guru. Selain kemampuan berpikir, peserta didik dapat juga

mengembangkan nilai, moral dan etika melalui pembelajaran berbasis

masalah ini.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh latifah dan susilo (2015)

bahwa pendekatan pembelajaran SSI dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kritis. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah peserta didik lebih baik setelah diterapkan pendekatan

pembelajaran ini. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan

pembelajaran SSI berperan dalam kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Penelitian yang dilakukan oleh subiantoro dkk (2013) menyatakan bahwa

pembelajaran SSI dapat meningkatkan reflective judgment peserta didik.

Sedangkan dalam penelitian Guiterez (2015) pembelajaran SSI dapat

meningkatkan keterampilan mengambil keputusan. Dari beberapa penelitian

yang telah dilakukan bahwa pembelajaran SSI tidak hanya berfokus pada

pengembangan kemampuan berpikir tetapi juga berpengaruh terhadap sikap

peserta didik.

Dalam penelitian ini materi yang dipilih yaitu tentang konsep

pemanasan global (Global Warming) dengan isu yang diangkat yaitu isu

kekeringan yang terjadi di Sukabumi. Global warming merupakan isu yang

sedang booming saat ini dan dialami dampaknya oleh masyarakat global

termasuk di Sukabumi. Penggunaan materi global warming dalam

pembelajaran SSI sudah dilakukan oleh Nuangchalerm (2010) namun dalam

penelitian ini menggunakan isu yang berbeda. Isu ini sangat sesuai untuk

digunakan karena melibatkan konsep-konsep biologi dan permasalahan

sosial di dalamnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian

sebagai upaya dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan

Page 4: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

4

berpikir kritis peserta didik melalui pendekatan pembelajaran SSI dengan

judul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Socioscientific Issues (SSI)

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pemanasan

Global”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang masalah, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh

pendekatan pembelajaran Socioscientific Issues (SSI) terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa pada materi pemanasan global?”.

Untuk memperjelas penelitian, rumusan masalah ini dijabarkan dalam

bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkan

pendekatan pembelajaran SSI di kelas eksperimen?

2. Bagaimanakah perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas

eksperimen dengan siswa di kelas kontrol?

3. Bagaimanakah respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran

SSI?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk:

1. Mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkan

pendekatan pembelajaran SSI di kelas eksperimen.

2. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas

eksperimen dengan siswa di kelas kontrol.

3. Mengetahui respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran SSI.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna sebagai

sarana informasi bagi semua pihak yang berkepentingan dan bertanggung

jawab, khususnya bagi:

1. Bagi guru

Sebagai bahan masukan bagi guru, khusunya guru mata

pelajaran biologi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis

Page 5: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

5

siswa khusunya dengan mengggunakan pendekatan pembelajaran

SSI.

2. Siswa

Membantu siswa dalam melatih dan mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa setelah melakukan pembelajaran

dengan pendekatan pembelajran SSI pada fenomena gunung api.

3. Peneliti lain

Dapat dijadikan masukan untuk penelitian sejenis pada konsep

yang lain dan bidang pengetahuan yang berbeda.

Page 6: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pendekatan Pembelajaran Socioscientific Issues

Pendekatan pembelajaran yaitu pangkal dan titik tekan yang

mendapat perhatian utama dalam penyelenggaraan pembelajaran. Dari

faktor yang dijadikan perhatian utama ini selanjutnya ditentukan oleh

prosedur seperti apa yang akan dilakukan dan sestem pendukung apa

saja yang harus ada. Pendekatan lahir dari pandangan dan pemahaman

yang dianut (filosofi pendidikan) sekaitan dengan belajar itu sendiri.

Ada pendekatan filosifis (terdapat macam-macam aliran filsafat),

pendekatan psikologis (teori-teori belajar dan tugas-tugas

perkembangan siswa), pendekatan berorientasi siswa, pendekatan

materi pelajaran, pendekatan penggunaan media, pendekatan

berdasarkan aktivitas pembelajaran dan pendekatan berdasarkan

pengolahan pesan (Kurniawan, 2011).

Pendekatan dalam bahasa inggris dikenal sebagai approach, kata

ini berarti penghampiran, jalan, tindakan mendekati. Sedangkan

pembelajaran dalam bahasa inggris dikenal sebagai instruction yang

berarti pengajaran atau pembelajaran. Dengan begitu pendekatan

pembelajaran dapat diartikan sebagai jalan yang digunakan oleh guru

untuk menciptakan suasana yang dapat memungkinkan siswa belajar

(Setiono, 2010).

Berdasarkan pengertian di atas, pendekatan merupakan suatu

upaya yang dilakukan oleh guru guna mendekatkan materi yang akan

dipelajari oleh siswa. Melalui pendekatan siswa akan lebih mudah

untuk mempelajari dan memahami materi pelajaran yang akan

dipelajari karena guru berusaha mecari hal dapat mendekatkan siswa

terhadap materi pelajaran. Pendekatan bermacam-macam tergantung

guru dan materi pelajaran yang akan disampaikan.

6

Page 7: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

7

Kurniawan (2011) menyatakan bahwa secara bahasa

pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction (Inggris).

Kata pembelajaran itu sendiri memiliki variasi pemaknaan. Meskipun

demikian, dari variasi pemaknaan kata pembelajaran kebanyakan

menunjukkan pada upaya untuk membelajarkan siswa. Saylor, et al

(Kurniawan, 2011) menyatakan”instruction is the actual engagement of

the learner with planned learning opportunities”. Gagne, et al

(Kurniawan, 2011) menyatakan bahwa pembelajaran adalah

serangkaian aktivitas untuk membantu mempermudah seseorang

belajar, sehingga terjadi belajar secara optimal.

Romizowski (Kurniawan, 2011) menjelaskan bahwa

pembelajaran itu memiliki dua ciri yaitu aktivitas yang berorientasi

pada tujuan yang spesifik serta adanya sumber dan aktivitas belajar

yang telah direncanakan sebelumnya. Tujuan, sumber dan aktivitas

belajar yang ditetapkan sebelum proses belajar mengejar terjadi inilah

yang terpenting. Apakah tujuan itu ditetapkan oleh guru atau pihak luar

lainnya (instructional designer), apakah kegiatan itu menggunakan

variasi yang unik atau hanya satu metode dan apakah metode itu

diputuskan oleh guru atau siswa.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulakan bahwa

pembelajaran merupakan aktivitas perencanaan yang dilakukan oleh

guru meliputi perencanaan tujuan, sumber, dan aktivitas yang akan

membelajrakan siswa. Dalam pembelajaran aktivitas siswa dirancang

sedemikian rupa oleh guru guna mencapai tujuan yang diinginkan.

Disamping aktivitas siswa, kondisi lingkungan pun direncanakan oleh

guru karena keduanya saling memiliki keterkaitan satu sama lain.

Socioscientific Issues (SSI) adalah strategi yang bertujuan untuk

menstimulasi perkembangan intelektual, moral dan etika, serta

kesadaran perihal hubungan antara sains dengan kehidupan sosial

(Zeidler, et al., 2005; Nuang-chalerm, 2010). SSI merupakan

representasi isu-isu atau persoalan dalam kehidupan sosial yang secara

Page 8: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

8

konseptual berkaitan erat dengan sains (Anagun & Ozden, 2010)

dengan solusi jawaban yang relatif atau tidak pasti (Topcu, et al, 2010).

Menurut Sadler (dalam Subiantoro, 2013), SSI merujuk pada persoalan

sosial yang dilematis berkaitan dengan sains secara konseptual,

prosedural maupun teknologik. SSI merupakan topik-topik sains

dimana subjek didik dalam masyarakat tertentu berhadapan langsung

dengan situasi konflik yang menyangkut sains dan kehidupan sosialnya

(Subiantoro dkk, 2012). Situasi konflik ini dapat berimplikasi terhadap

aspek sosial, etika budaya, politik serta ekonomi dalam kehidupan

siswa (Dawson dan Venville, 2010).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan

bahwa Socioscientific issues merupakan sebuah pendekatan

pembelajaran yang mengorientasikan pembelajaran pada konteks sains

dan hubungannya dengan kehidupan sosial menggunakan isu-isu yang

ada di masyarakat yang berdampak pada nilai dan moral siswa. SSI

memuat isu-isu krusial yang berkaitan dengan sains secara baik secara

konseptual, prosedural maupun teknologik. Disamping itu SSI

menghadapkan siswa pada situasi konflik yang ada dalam

kehidupannya.

Zeidler dkk (2005) menyatakan bahwa dalam pembelajaran SSI

mempunyai beberapa manfaat yaitu, (1) menumbuhkan literasi sains

pada peserta didik sehingga dapat menerapkan pengetahuan sains

berbasis bukti dalam kehidupan sehari-hari, (2) terbentuknya kesadaran

sosial dimana peserta didik dapat melakukan refleksi mengenai hasil

penalaran mereka, (3) mendorong kemampuan argumentasi terhadap

proses berpikir dan bernalar ilmiah terhadap suatu fenomena yang ada

di masyarakat, dan (4) meningkatkan keterampilan berpikir kritis yang

meliputi menganalisis, membuat kesimpulan, memberikan penjelasan,

mengevaluasi, menginterpretasi, dan melakukan self-regulation. SSI

sangat berkaitan erat dengan kemampuan berpikir kritis karena dalam

proses pembelajarannya siswa diharuskan secara aktif mulai dari

Page 9: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

9

menganalisis isu-isu yang ada di masyarakat sampai membuat

kesimpulan.

Merujuk pada Callahan (2009) dan Zeidler et al. (2009), target

kemampuan IPA berbasis SSI yang dapat dikembangkan adalah

kemampuan berpikir kritis (critical thinking) dan berpikir kreatif

(creative thinking) yang menunjukkan tingkat perkembangan literasi

seseorang dalam hal mengumpulkan dan menganalisis informasi atau

data dari berbagai sumber. Hal ini sesuai dengan salah satu hakikat IPA,

bahwa IPA sebagai dimensi cara berpikir (a way of thinking) yang

menjadi substansi yang mendasar pentingnya pembelajaran IPA yang

mengembangkan proses ilmiahnya untuk pembentukan pola pikir

peserta didik (Widhy H. dkk, 2013).

Menurut Gutierez (2015) salah satu tujuan dasar dari pendidikan

yaitu untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan

keterampilan mengambil keputusan siswa. Keterampilan-keterampilan

ini dapat ditingkatkan melalui integrasi SSI dalam kelas IPA karena

penerapan pengetahuan saintifik merupakan salah satu perhatian utama

dari pokok masalah. Disamping itu menurut Zeidler et al. (Gutierez,

2015) menyatakan bahwa socio-scientific memiliki serangkaian tujuan

utama dalam mendorong pengembangan moral judgment dan nilai etika

siswa terutama selama pembelajran secara terbimbing.

Levinson (Gutierez, 2015) mengajukan sebuah kerangka three-

stranded untuk guru dalam mengajar SSI: 1) kategori perbedaan

pendapat yang masuk akal; 2) komunikasi yang bersifat baik atau sifat-

sifat penting untuk terlibat dalam perbedaan pendapat yang masuk akal;

3) ide dan pengalaman yang bersifat naratif yang dapat menjelaskan

perbedaan pendapat paling baik.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam

pembelajran SSI. Menurut Gutierez (2015) metode pembelajaran yang

dapat digunakan dalama pembelajaran SSI diantaranya argumentasi,

analisis kasus, workshop, dan debat. Menurut Lathifah & Susilo (2015)

Page 10: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

8

pembelajaran SSI dapat diterapkan dengan menggunakan metode

pembelajaran simposium. Metode simposium mengetengahkan sauatu

seri ceramah mengenai berbagai kelompok topik dalam bidang tertentu

(Hadisoewito, 2009).

Lathifah & Susilo (2015) dan Herlanti dkk (2012) dalam

penelitiannya menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran SSI.

Menurut Cross et al. (Herlanti, dkk: 2012) diskusi di kelas sangat

efektif dalam mengkonstruksi pengetahuan, karena para pelajar

mengemukakan idenya, bertanya, memberikan umpan balik, dan

mengevaluasi idenya. Menurut Herlanti, dkk (2012) diskusi

sosiosaintifik dapat berupa isu dan nonisu, isu dalam hal ini adalah

permasalahan atau konsep sains yang menimbulkan kontroversi di

masyarakat karena dipengaruhi oleh sudut pandang sosial politik.

Menurut Yamin (Lathifah & Susilo: 2015) metode simposium

adalah metode yang memaparkan suatu seri pembicara dalam berbagai

kelompok topik dalam bidang materi tertentu. Materi-materi tersebut

disampaikan oleh ahli dalam bidangnya, setelah itu peserta dapat

menyampaikan pertanyaan dan sebagainya kepada pembicara. Sebuah

simposium hampir menyerupai panel, karena simposium harus pula

terdiri atas pembicara, sedikitnya dua orang. Tetapi simposium berbeda

dengan panel di dalam cara membahas persoalan. Sifatnya lebih formal.

Seorang anggota simposium terlebih dahulu menyiapkan

pembicaraanya menurut satu titik pandangan tertentu terhadap sebuah

persoalan yang sama diadakan pembahasan dari berbagai sudut

pandangan dan disoroti dari titik tolak yang berbeda-beda.

Menurut Heuer (dalam Gutierez, 2015) menyatakan bahwa

analisis kasus merupakan pendekatan lain untuk mengintegrasikan isu-

isu socioscientific dalam kelas sains karena ini sering berpasangan

dengan moral dan isu-isu legal yang secara langsung berhubungan

dengan kehidupan siswa. Sering kali kasus-kasus ini ini akan

melibatkan teknologi dan penemuan saintifik terdepan yang harus

Page 11: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

9

diddiskusikan di publik. Menurut Hessler (dalam Gutierez, 2015)

metode studi kasus ini merupakan sebuah alternatif yang berguna untuk

metode pembelajaran karena metode ini memberi siswa kesempatan

untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran melalui partisipasi aktif

dalam interaksi kelas. D. Johnson & R. Johnson (dalam Gutierez, 2015)

menyatakan bahwa dalam metode studi kasus, siswa memperoleh

penguasaan dan daya ingat yang lebih besar serta mengembangkan

kemampuan yang lebih besar untuk mengeneralisasikan prinsip yang

mereka sudah pelajari.

Metode argumentasi dalam kelas sains secara signifikan

memberikan sebuah kesempatan untuk meningkatkan pemahaman

konten kognitif dari sifat sains yang banyak akan argumen, ini

merupakan sebuah hasil esensial dari pendidikan sains saat ini

Osboorne, et al. (dalam Gutierez, 2015). Menurut Bell & Osborne

(dalam Gutierez, 2015) faktanya, argumentasi merupakan landasan

dalam pengembangan keterampilan proses sains siswa yang dapat

diselesaikan melalui pembelajaran kolaboratif yang memfokuskan pada

pembenaran dan klaim siswa pada isu-isu socioscientific. Hal ini karena

menurut Chowning, Griswold, Kovarik, dan Collins (2012),

pengggunaan SSI dalam proses argumentatif di dalam kelas tidak hanya

menampakan siswa pada latar belakang saintifik dari data SSI tetapi

juga pada perspektif dan prinsip etika pemangku kekuasaan. Sekolah

menengah atas di Australia, guru menyediakan kesempatan kepada

siswa untuk mengembangkan dan mempraktikan keterampilan

argumentasi untuk mengembangkan literasi sains mereka (Dawson &

Venville, 2010).

Workshop merupakan metode lain yang dapat digunakan dalam

pembelajaran SSI. Menurut Doenie & Clarkeburn (dalam Gutierez,

2015) metode ini menggunakan bermain peran dan teknik interaktif

lainnya yang mungkin untuk dicapai walaupun dalam pengaturan kelas

besar. Selain itu siswa diberi cukup waktu untuk mengkolaborasikan

Page 12: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

8

dengan satu sama lain dengan demikian memaksimalkan peers’

contribution dalam membentuk ide-ide mereka.

Debat merupakan metode lain yang bisa digunakan dalam

pembelajaran SSI. Yazici & Altiparmak (dalam Gutierez, 2015)

mencatat dalam penelitian mereka bahwa debat pada isu-isu bioetika

dengan bantuan presentasi fiksi ilmiah bersamaan dengan metode

watch-discuss-exhibit (pembelajaran koperatif, brain storming, pameran

poster dan grup penelitian) diamati agar menjadi metode yang paling

efektif dalam meningkatkan kesuksesan akademik siswa dan dalam

mengembangkan keputusan mereka terhadap bioetika dan

bioteknologi. Yacizi & Altiparmak (dalam Gutierez, 2015) menyatakan

bahwa melalui presentasi fiksi ilmiah, siswa membayangkan dan

membuat konstruksi baru selama diskusi etika sehingga mereka dapat

memahami kedua isu secara teoritis dan eksperimen dengan siskap

positif .

Dari beberapa metode pembelajaran SSI yang telah dikemukakan

oleh para ahli, dalam penelititan ini metode pembelajaran SSI yang

digunakan yaitu diskusi. Metode ini digunakan karena memberikan

kesempatan yang leluasa kepada siswa untuk saling menganalisis

masalah, bertanya, memberikan umpan balik, menyampaikan ide, serta

berargumentasi berdasarkan fakta dan pengetahuan baik yang sudah

dimiliki maupun mencari sendiri. Metode ini bersifat student-centre

sehingga akan melatih keterampilan berfikir siswa dengan saling

bertukar informasi. Guru membimbing siswa selama berdiskusi untuk

menjawab permasalah yang ada.

Pendekatan pembelajaran SSI bisa dipadukan dengan model

pembelajaran berbasis masalah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

Agung (2012) menggunakan model pembelajaran Problem-based

Learning yang dipadukan dengan pendekatan SSI. Dalam penelitian ini

juga model yang digunakan yaitu model pembelajaran Problem-based

Learning karena model ini sangat sesuai jika dipadukan dengan

Page 13: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

9

pendekatan SSI. Untuk sintak-sintak pembelajaran mengadaptasi sintak

dari Problem-based Learning namun untuk permasalahan yang

digunakan dalam penelitian ini mengikuti isu-isu sosioscientific.

Adapun langkah-langkah pembelajaran yang akan digunakan dalam

penelitian ini yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran PBL dengan Pendekatan SSI

Fase. Indikator Perilaku Guru Kerangka SSI

1 Orientasi peserta didik kepada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan isu sosiosaintifik, menjelaskan logistik yg dibutuhkan serta memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih

2 Mengorganisasikan peserta didik

Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

Kategori perbedaan pendapat yang masuk akal

3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Komunikasi yang bersifat baik atau sifat-sifat penting untuk terlibat dalam perbedaan pendapat yang masuk akal

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman

Ide dan pengalaman yang bersifat naratif yang dapat menjelaskan perbedaan pendapat paling baik

Page 14: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

8

Fase. Indikator Perilaku Guru Kerangka SSI

5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja

2. Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Scriven & Paul (dalam Fisher, 2009) berpikir kritis adalah

proses intelektual yang dengan aktif dan terampil mengkonseptualisasi,

menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi

yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman,

refleksi, penalaran, atau komunikasi, untuk memandu keyakinan dan

tindakan.

Menurut Ennis (2011), berpikir kritis adalah berpikir secara

beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan

tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Menurut Muhfahroyin

(2009), berpikir kritis adalah suatu proses yang melibatkan operasi

mental seperti deduksi induksi, klasifikasi, evaluasi, dan penalaran.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa berpikir

kritis adalah proses pelibatan aktivitas mental dalam menerima,

mengolah, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi informasi yang

didapatkan untuk kemudian membuat suatu keputusan atau tindakan.

Dengan berpikir kritis maka siswa dituntut untuk mengolah informasi

yang didapatkan dengan berbagai sudut pemikiran sebelum menghasilkan

suatu keputusan atau tindakan.

Menurut Ennis (dalam Muhfahroyin, 2009) terdapat dua belas

indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima aspek, seperti

pada Tabel 2.1 berikut.

Page 15: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

9

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

No.

Aspek Indikator

1. Memberikan penjelasan sederhana

Memfokuskan pertanyaan Menganalisis pertanyaan Bertanya dan menjawab pertanyaan

tentang suatu penjelasan2. Membangun

keterampilan dasar Mempertimbangkan apakah sumber

dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan

mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi

3. Menyimpulkan Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

Menginduksi dan mempertimbangkna induksi

Membuat dan menentukan hasil pertimbangan

4. Memberikan penjelasan lanjut

Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi dalam tiga dimensi

Mengindetifikasi asumsi5. Mengatur strategi dan

taktik Menentukan suatu tindakan Berinteraksi dengan orang lain

Sumber: Ennis (Muhfahroyin, 2009)

Menurut Ennis (1993) kemampuan berpikir kritis dapat diukur

dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan melalui aspek dan

indikator berpikir kritis. Instrumen berpikir kritis dapat bertujuan untuk

mengukur satu aspek atau lebih dari satu aspek berpikir kritis.

Dalam penelitian ini tidak akan digunakan semua indikator karena

waktu penelitian yang terbatas namun hanya menggunakan 5 indikator

berpikir kritis yang berasal dari 2 aspek. Indikator-indikator tersebut

yaitu (1) memfokuskan pertanyaan, (2) menganalisis peretanyaan, (3)

bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan, (4)

mempertimbangkna apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, serta (5)

mengobsaervasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

Page 16: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

8

3. Analisis Materi

Materi fenomena gunung api pada penelitian ini terfokus pada isu

erupsi gunung merapi yang terdapat di Jawa Tengah. Materi ini mencakup

kompetensi inti dan komnpetensi dasar yang ada pada mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam kelas VII. Seperti dijabarkan pada tabel sebagi berikut:

Tabel 2.3 Penjabaran Kompetensi inti dan Kompetensi dasar

pembelajaran Socioscientific Issues

Kompetensi Inti Kompetensi DasarKI.3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

3.10 Mendeskripsikan tentang penyebabterjadinya pemanasan global dan dampaknya bagi ekosistem.

KI.4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

4.13 Menyajikan data dan informasi tentang pemanasan global dan memberikan usulan penanggulangan masalah.

Bahan kajian dalam penelitian ini adalah materi pemanasan global.

Isu yang digunakan dalam materi ini yaitu isu kekeringan yang terjadi di

Sukabumi, Jawa barat. Isu ini sesuai dengan pembelajaran SSI karena

bersifat lokal dan merupakan permasalahan yang dapat dilihat bahkan

dirasakan dalam kehidupan siswa. Isu ini menyajikan hubungan antara

konsep biologi yakni pemanasan global dengan kehidupan yang ada di

masyarakat. Adapun isi materi pembelajaran yang akan digunakan dalam

penelitian ini yakni sebagi berikut.

a. Pemanasan Global

Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata

atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada

permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18°C (1.33 ± 0.32°F)

selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate

Page 17: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

9

Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar

peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-

20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi

gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah

kaca (Wahono dkk, 2014).

Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan

perubahan perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut,

meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta

perubahan jumlah dan pola presipitasi (turunnya air dari atmosfer,

misal hujan, salju). Akibat-akibat pemanasan global yang lain

adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan

punahnya berbagai jenis hewan. Sebagian besar pemerintahan

negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi

Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas

rumah kaca (Wahono dkk, 2014).

Protokol Kyoto adalah kesepakatan internasional Konvensi

Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC atau

FCCC), yang ditujukan untuk melawan pemanasan global.

UNFCCC adalah perjanjian lingkungan hidup internasional dengan

tujuan mencapai “stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di

atmosfer pada tingkat yang akan mencegah gangguan antropogenik

yang berbahaya dengan sistem iklim.” Protokol Kyoto awalnya

diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997 di Kyoto, Jepang, dan

mulai berlaku pada tanggal 16 Februari 2005. Pada April 2010, 191

negara telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto

(Wahono dkk, 2014).

Page 18: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

8

b. Mekanisme dan Penyebab Pemanasan Global

Penyebab dari pemanasan global yaitu gas rumah kaca memalui

efek rumah kaca seperti yang disajikan pada Gambar 2.1.

Sumber: http://campaign-pelangi.or.id

Gambar 2.1 Efek Rumah Kaca (green house)

Atmosfer bumi terdiri atas bermacam-macam gas dengan fungsi

yang berbeda-beda. Kelompok gas yang menjaga suhu permukaan

bumi agar tetap hangat dikenal dengan istilah “gas rumah kaca”.

Disebut gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di

atmosfer bumi mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi

menahan panas matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah

kaca tetap hangat. Dengan begitu, tanaman di dalamnya pun akan

dapat tumbuh dengan baik karena memiliki panas matahari yang

cukup. Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah

karbon dioksida (CO2), metana (CH4), Nitrogen Oksida (NO) dari

pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin

ruangan (CFC). Setiap gas rumah kaca memiliki efek pemanasan

global yang berbeda-beda (Wahono dkk, 2014).

Beberapa gas menghasilkan efek pemanasan lebih parah dari

CO. Contoh sebuah molekul metan menghasilkan efek pemanasan

Page 19: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

9

23 kali dari molekul CO2. Molekul NO menghasilkan efek

pemanasan sampai 300 kali dari molekul CO. Gas-gas lain seperti

chlorofluorocarbons (CFC) ada yang menghasilkan efek

pemanasan hingga ribuan kali dari CO2 (Wahono dkk, 2014).

Tabel 2.4 Jenis-jenis gas rumah kaca dan sumbernya

Gas Rumah Kaca Sumber

Karbohidrat (CO2) Pembakaran bahan bakar fosil

di sektor energi, industri,

transportasi, deforestasi, dan

pertanian.

Metana (CH4) Pertanian, perubahan tata

lahan, pembakaran biomassa,

tempat pembuangan akhir

sampah.

Nitroksida (N2O) Pembakaran bahan bakar

fosil, industri, pertanian.

Hidrofluorokarbon (HFC) Industri manufaktur, industri

pendingin (freon),

penggunaan aerosol.

Perfluorokarbon (PFC) Industri manufaktur, industri

pendingin (freon),

penggunaan aerosol.

Sulfurheksaflourida (SF6) Transmisi listrik, manufaktur,

industri pendingin (freon),

penggunaan aerosol.

Sumber: (Wahono dkk, 2014)

c. Dampak Pemanasan Global

1) Mencairnya Es di Kutub

Pemanasan global berdampak langsung pada terus

mencairnya es di daerah Kutub Utara dan Kutub Selatan.

Es di Greenland yang telah mencair hampir mencapai 19

Page 20: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

8

juta ton! Volume es di Artik pada musim panas 2007 hanya

tinggal setengah dari yang ada 4 tahun sebelumnya! Baru-

baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan

betapa seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008,

sebuah bongkahan es seluas 414 kilometer persegi (hampir

1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh (Wahono

dkk, 2014).

2) Meningkatnya Level Permukaan Laut

Mencairnya es di Kutub Utara dan Kutub Selatan

berdampak langsung pada naiknya level permukaan air

laut. Para ahli memperkirakan apabila seluruh

Greenland mencair, level permukaan laut akan naik

sampai dengan 7 meter cukup untuk menenggelamkan

seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di

seluruh dunia (Wahono dkk, 2014).

3) Perubahan Iklim yang Makin Ekstrim

Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat

diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat,

tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai

tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan

makin lama makin kuat. Kita tentu menyadari betapa

panasnya suhu di sekitar kita belakangan ini. Kita juga

dapat melihat betapa tidak dapat diprediksinya

kedatangan musim hujan ataupun kemarau yang

mengakibatkan kerugian bagi petani karena musim

tanam yang seharusnya dilakukan pada musim

kemarau ternyata malah hujan (Wahono dkk, 2014).

4) Gelombang Panas yang Makin Meningkat

Pemanasan global mengakibatkan gelombang

panas menjadi makin sering terjadi dan makin kuat.

Gelombang panas ini juga menyebabkan kekeringan

Page 21: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

9

parah dan kegagalan panen merata (Wahono dkk,

2014).

5) Habisnya Gletser sebagai Sumber Air Bersih

Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam

ketersediaan air bersih dan pada jangka panjang akan turut

menyumbang peningkatan level air laut dunia. Gletser-

gletser dunia saat ini mencair hingga titik yang

mengkhawatirkan. NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960

hingga 2005 saja, jumlah gletser-gletser di berbagai belahan

dunia yang hilang tidak kurang dari 8.000 m3. Para ilmuwan

NASA kini telah menyadari bahwa cairnya gletser, cairnya

es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur bumi

secara global, hingga meningkatnya level air laut

merupakan bukti-bukti bahwa planet bumi sedang terus

memanas (Wahono dkk, 2014).

Page 22: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

8

B. Kerangka Berpikir

Bagan 2.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran

Pembelajaran belum

menggunakan integrasi

sosiosaintifik masih berfokus

pada teacher-centre.

Keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran masih rendah karena

prinsip pembelajaran belum student-

centre.

Kemampuan berfikir kritis siswa rendah karena dalam

proses pembelajaran tidak dilatihkan.

Solusi yang dilakukan yaitu menggunakan Pendekatan Socioscientific Issues.

Siswa lebih aktif dalam proses

pembelajaran.

Siswa diberi kebebasan untuk

berpendapat.

Dapat meningkatkan kemampuan berfikir Kritis

serta meningkatkan moralitas dan nilai siswa dalam

menghadapi isu-isu socioscientific.

Page 23: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

9

C. Hipotesis

Secara umum hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0 Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara

siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran SSI dengan

siswa yang menggunakan pembelajaran Direct Instruction.

H1 Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa

yang menggunakan pendekatan pembelajaran SSI dengan siswa yang

menggunakan pembelajaran Direct Instruction.

Page 24: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penlitian ini yaitu kuasi

eksperimen. Dimana dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yakni variabel

bebas dan variabel terikat dengan kelas kontrol dan kelas eksperimen.

Dikatakan sebagai kuasi eksperimen karena kelas kontrol pada penelitian ini

tidak dapat berfungsi sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanan eksperimen (Sugiyono, 2014).

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

Nonequivalent Control Group Design. Bentuk desain penelitian ini kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrolnya tidak dipilih secara acak

(Sugiyono, 2014).

Tabel 3.1 Desain Penelitian Nonequivalent Control Group Design

E O1 X1 O2

K O3 X2 O4

Sumber: (Sugiono, 2014).

Keterangan:

E : Kelas Eksperimen (kelompok yang menggunakan

pendekatan pembelajaran SSI)

K : Kelas Kontrol (kelompok yang menggunakan

pembelajaran konvensional)

O1 : Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen

sebelum pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran

SSI.

O2 : Kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen

sesudah pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran

SSI.

X1 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran

SSI.

Page 25: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

35

X2 Perlakuan pembelajaran dengan pembelajaran

konvensional.

O3 : Kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol sebelum

pembelajaran

O4 : Kemampuan berpikir kritis siswa kelas kontrol setelah

pembelajaran

C. Definisi Operasional

Definisi operasional ini dibuat untuk menghindari segala bentuk

penafsiran dalam penelitian ini sehingga tidak terdapat kekeliruan dari

maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Adapun definisi operasional yang

dibuat dari masing-masing variabel sebagai berikut:

a. Pendekatan Pembelajaran Sosioscientific Issues (SSI) merupakan sebuah

pendekatan pembelajaran yang mengorientasikan pembelajaran pada

konteks sains dan hubungannya dengan kehidupan sosial menggunakan

isu-isu yang ada di masyarakat yang berdampak pada nilai dan moral

siswa.

b. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuan peserta didik dalam menjawab soal-soal esai yang dibuat

berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis peserta didik menurut

Ennis (1985), yang terdiri dari lima indikator antara lain memfokuskan

pertanyaan, menganalisis peretanyaan, bertanya dan menjawab

pertanyaan tentang suatu penjelasan, mempertimbangkna apakah sumber

dapat dipercaya atau tidak, serta mengobsaervasi dan mempertimbangkan

suatu laporan hasil observasi. Kemampuan berpikir peserta didik

diperoleh dari hasil pretest yang dilakukan sebelum proses pembelajaran

dan hasil posttest yang dilakukan setelah proses pembelajaran

berlangsung. Peningkatan keamampuan berpikir kritis dapat dilihat

berdasarkan rata-rata dari nilai N-gain pada setiap indikator kemampuan

berpikir kritis.

c. Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini menggunakan Direct

Instruction. Proses pembelajaran ini bersifat teacher-centre, tahapan

pembelajaran ini yaitu pertama guru menyampikan tujuan pembelajaran

Page 26: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

36

serta motivasi, selanjutnya guru menyampaikan materi dengan metode

ceramah kemudian di akhir guru memberikan evaluasi berupa soal

uraian.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah subjek yang akan diteliti.

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VII semester 2

MTs Al-Ma’tuq Sukabumi tahun ajaran 2015/2016.

2. Sampel

Penelitian ini dilakukan pada 2 kelas yaitu kelas VII-A semester 2

sebagai kelas Ekeperimen dan kelas VIII-B semester 2 sebagai kelas

kontrol tahun ajaran 2015/2016. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling (Sugiono,

2014). Teknik pengambilan sampel ini yakni dengan pertimbangan

tertentu dari guru IPA kelas VIII MTs Al-Ma’tuq Sukabumi. Teknik ini

dilakukan karena di sekolah sangat sulit untuk mengubah pengaturan

kelas yang sudah ditetapkan oleh sekolah.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yakni

menggunakan instrumen penelitian berupa tes dan angket. Tes dilakukan

untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa sedangkan angket

digunakan untuk mengetahui minat dan tanggpan siswa terhadap

penerapan pendekatan pembelajaran SSI.

a. Tes kemampuan berpikir kritis

Tes kemampuan berpikir kritis terdiri dari pre-test (tes awal) dan

post-test (tes akhir) yang terdiri dari 5 soal uraian. Soal pre-test dan

post-test merupakan soal yang sama. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah

diberikan perlakuan. Alat tes digunakan untuk mengukur indikator

kemampuan berpikir kritis. Berikut indikator kemampuan berpikir

kritis yang diukur pada tiap soal.

Page 27: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

35

Tabel 3.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Yang Akan

Dianalisis

No. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Nomor soal

1. Memfokuskan pertanyaan. 12. Menganalisis peretanyaan. 23. Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu

penjelasan.3

4. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak.

4

5. Mengobsaervasi dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

5

b. Angket

Kuesioner atau angket merupakan sejumlah pernyataan tertulis

yang berfungsi untuk mengumpulkan informasi baik keadaan/data

diri, pengetahuan sikap, pengamalan atau pendapat dari responden

(Arikunto, 2013). Angket dalam penlitian digunakan untuk

mengumpulkan informasi mengenai respon atau tanggapan peserta

didik mengenai penerapan pendekatan pembelajaran SSI. Pada angket

ini terdapat 10 pernyataan. Pernyataan tersebut terdiri atas angket

tertutup dengan pilihan jawaban ya atau tidak. Teknik pengolahan data

angket dengan menggunakna persentase jumlah jawaban siswa.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Tanggapan Peserta

No. Aspek yang diamati Nomor Pernyataan1. Ketertarikan dalam pembelajaran

menggunakan pendekatan pembelajaran SSI

1,3,5,7,9

2. Motivasi dalam mengikuti proses pembelajaran serta dalam berpikir kritis

2,4,10

3. Keaktifan peserta didik dalam pembelajaran

6

4. Pemahaman terhadap materi yang diajarkan

8

Jenis data, sumber data, instrumen penelitian, dan teknik

pengumpulan data tersaji pada Tabel 3.4 berikut:

Page 28: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

36

Tabel 3.4 Teknik Pengumpulan Data

No. Jenis data Sumber data Instrumen

Teknik pengumpulan

data1 Kemampuan

berpikir kritis peserta didik

Tes Soal kemampuan berpikir kritis peserta didik

Dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran

2 Angket respon peserta didik terhadap pendekatan pembelajaran SSI

Angket Lembar angket pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran SSI

Dilakukan setelah pembelajaran selesai. Peserta didik mengisi lembar angket dengan pilihan jawaban ya/tidak.

F. Teknik Anlisis Data

1. Teknik Analisis Instrumen Penelitian

Teknik analisis instrumen kemampuan berpikir kritis siswa

dilakukan dengan melakukan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran,

dan daya pembeda.

a. Uji Validitas Butir Soal

Instrumen yang digunakan harus memiliki validitas karena

instrumen yang valid dapat menghasilkan data yang valid sehingga

dapat mengukur aspek secara tepat. Arikunto (2013) menyatakan

bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mendapatkan

data yang tepat dari variabel yang diteliti. Uji validitas yang

digunakan adalah uji validitas kriteria (criteria related validity). Uji

validitas dalam penelitian ini akan menggunakan software Anates

versi 4.0.9. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan mengacu pada

yang dikemukakan oleh Arikunto (2013) seperti yang tersaji pada

Tabel 3.5.

Page 29: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

35

Tabel 3.5. kriteria validitas butir soal

Rentang Kriteria0,80 – 1,00 Sangat tinggi0,60 – 0,79 Tinggi0,40 – 0,59 Sedang0,20 – 0,39 Rendah

0 – 0,19 Sangat rendah¿0 Tidak valid

b. Reliabilitas Butir Soal

Reliabitas soal menunjukkan keajegan terhadap beberapa kali

pengukuran pada kelompok yang sama dengan hasil yang relatif

sama. Menurut Arikunto (2013) menyatakan bahwa tes dikatakan

dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan

berkali-kali. Uji reliabilitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji

tingkat keajegan soal yang digunakan. Pengujian reliabilitas dalam

penelitian ini akan menggunakan software Anates versi 4.0.9.

Kriteria-kriteria yang digunakan mengacu pada yang dikemukakan

oleh Arikunto (2013) seperti yang tersaji pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 kriteria reabilitas butir soal

Rentang Kriteria0,80 – 1,00 Sangat tinggi0,60 – 0,79 Tinggi0,40 – 0,59 Sedang0,20 – 0,39 Rendah

0 – 0,19 Sangat rendah

c. Daya Pembeda

Menurut Arikunto (2013) daya pembeda soal adalah

kemampuan suatu sola untuk membedakan antara siswa

berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.

Pengujian daya pembeda sola dilakukan dengan menggunakan

software Anates versi 4.0.9. Kriteria-kriteria yang digunakan

mengacu pada yang dikemukakan oleh Arikunto (2013) seperti yang

tersaji pada Tabel 3.7.

Page 30: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

36

Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda

Rentang Kriteria¿0 Hubungan negatif

0,00 – 0,20 Jelek0,21 – 0,40 Cukup0,41 – 0,71 Baik0,72 – 1,00 Baik sekali

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran diuji untuk mengetahui butir soal yang

mudah dan yang sulit berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah

ditetapkan. Pengujian tingkat kesukaran ini menggunakan software

Anates versi 4.0.9. Adapun kriteria-kriteria yang digunakan mengacu

pada yang dikemukakan oleh Arikunto (2013) seperti yang tersaji

pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran

Rentang Kriteria0,00 – 0,30 Sukar0,31 – 0,70 Sedang0,71 – 1,00 Mudah

2. Teknik Analisis Data Hasil Penelitian

a. Menghitung nila N-gain

Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa skor tes awal dan

tes akhir kemampuan berpikir kritis siswa. Data skor tes awal dan

tes akhir dilakukan perhitungan N-Gain ternormalisasi dengan

menggunakan rumus yang diformulasikan oleh Hake (dalam

Meltzer, 2002). Kriteria penilaian hasil perhitungan N-Gain

ternormalisasi dapat dilihat pada Tabel 3.9.

N−Gain= Spost−SpreSmaks−Spre

Keterangan:

Spre : Skor tes awal

Spost : Skor tes akhir

Smaks : Skor maksimal

Page 31: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

35

Tabel 3.9 kategori hasil perhitungan N-Gain

Perolehan N-Gain KriteriaN-gain ≥ 0,71 Tinggi

0,31 ≤N-gain ≥ 0,70 SedangN-gain ¿ 0,30 Rendah

Perbedaan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa diuji

dengan menggunakan uji statistik. Analisis data menggunakan uji

statistik dimulai dengan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas

dan dilanjutkan dengan uji hipotesis.

b. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi

data skor tes awal dan tes akhir berdistribusi normal atau tidak.

Pengolahan data uji normalitas dilakukan dengan menggunakan

uji Chi Kuadrat ( χ 2 ) dengan rumus:

( χ 2 )=∑ (Oi−Ei) 2Ei

Keterangan:

Oi = Frekuensi observasi

Ei= Frekuensi ekspektasi

Data dikatakan normal apabila dari hasil pengujian diperoleh

nilai X 2 hitung ¿ X 2

tabel. Taraf signifikansi yang digunakan yaitu

0,005 = 0,95 (saefuddin, dkk: 2009).

c. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilalukan untuk mengetahui apakah data

bersifat homogen atau tidak serta pengujian mengenai sama

tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Uji

dilakukan sebagai pra syarat uji perbedaan rata-rata secara

statistik. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F

dengan langkah-langkah sebagi berikut:

1) Mencari varians/standar deviasi variabel X dan Y (S2)

2) Mencari Fhitung dari varians X dan Y

F=S2besarS2kecil

Page 32: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

36

3) Menentukan derajat kebebasan (dk)

dk1 = n1 – 1

dk2 = n2 – 1

4) Membandingkan Fhitung dengan Ftabel dengan (dk1 = n1 – 1

, dk2 = n2 – 1)

Kriteria pengujian jika Fhitung < Ftabel dengan derajat kebebasan

(dk1 = n1 – 1, dk2 = n2 – 1) dan nilai alfa (α) sebesar 95% (α =

0,05). Ftabel ditentukan dengan menggunakan fungsi fx (FINV)

dalam aplikasi Microsoft Exel. Jika Fhitung < Ftabel maka data

memiliki varians yang homogen dan sebaliknya jika Fhitung > Ftabel

maka data memiliki varians yang tidak homogen.

d. Uji hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh

pendekatan pembelajaran SSI terhadap peningkatan kemampuan

berpikir kritis siswa dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji-t jika

samplenya ≤ 30 dan uji-z jika samplenya > 30.

Uji-t dihitung dengan rumus:

t = X 1−X 2

SDgab .√ 1n1

+ 1n 2

dengan

Sdgab. = √ ( n1−1 ) SD1+ (n2−1 ) SD 2(n 1+n2 )−2

Keterangan:

X1 = Rata-rata kelompok eksperimen

X2 = Rata-rata kelompok kontrol

SD1. = Standar Deviasi kelompok eksperimen

SD2. = Standar Deviasi kelompok kontrol

n1 = jumlah siswa di kelompok eksperimen

n2 = jumlah siswa di kelompok kontrol

Page 33: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

35

Jika thitung > ttabel dengan alfa (α) sebesar 95%(0,05) dengan

derajat kebebasan (dk= n1+n2-2) maka H0 diterima dan H1

ditolak, artinya terdapat pengaruh pendekatan pembelajaran Ssi

terhadap Kemampuan Berpikir Kritis.

Uji-z dihitung dengan rumus:

Z = χ−μhipSD /√ n

Keterangan:

χ = hasil ra-rata belajar siswa dengan pembelajaran

menggunakan pendekatan SSI

μhip = rata-rata hasil belajar kriteria tuntas (digunakan nilai 75)

SD = standar deviasi

n = jumlah sampel

Hasil tes akhir kemampuan berpikir kritis dikatakan

signifikan apabila hasil pengujian diperoleh nilai Zhitung ¿ Ztabel

digunakan untuk mengambil keputusan.

e. Analisis Data Pendukung

Data pendukung dalam penelitian ini berupa angket. Angket

digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon

siswa mengenai penerapan pendekatan pembelajaran SSI. Data hasil

angket disajikan dalam bentuk persentase untuk mengetahui

kecenderungan jawaban siswa secara keseluruhan. Data hasil angket

dinilai secara kualitatif kemudian dikonversikan dalam bentuk data

kuantitatif untuk menarik kesimpulan jawaban siswa. Rumus yang

digunakan menurut (Arikunto, 2013) adalah sebagai berikut.

χ %= Σ cuplikanΣ total yangdiharapkan

Keterangan:

χ % = persentase jumlah peserta didik yang

menjawb ya/tidak

Σ cuplikan = jumlah peserta didik yang menjawab

ya/tidak

Page 34: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

36

Σ total yang diharapkan = jumlah peserta didik yang

diharuskan menjawab

Tabel 3.10 Klasifikasi persentase jawaban siswa

Rentang (%) Keterangan75 – 100 Baik56 – 74 Cukup40 – 55 Kurang baik0 – 39 Tidak baik

(Arikunto, 2013)

G. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MTs Al-Ma’tuq Sukabumi pada tahun ajaran

2015/2016 selama 3 bulan. Pengambilan data penelitian dilakukan selama 90

menit.

Page 35: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

35

H. Alur penelitian

Studi literatur

Penyusunan proposal

Sidang proposal

Persiapan: Penyusunan instrumen Judgement/evaluasi instrumen Uji coba instrumen dan revisi

instrumen Instrumen jadi

Pelaksanaan Penelitian

Pretest

Perlakuan (Pendekatan SSI)

Postest

Angket

Pengolahan data

Hasil dan pembahasan

Studi pendahuluan

Rumusan masalah

Kesimpulan dan saran

Pretest

Perlakuan (Direct Instruction)

Postest

Page 36: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

36

Bagan 3.1 Alur penelitian

I. Jadwal Penelitian

No Kegiatan penelitian

Januari Februari Maret April1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penyusunan proposal

2 Seminar proposal

3 Menyusun instrumen

4 Revisi instrument

5 Pelaksanaan penelitian

6 Pengolahan data

7 Revisi

Page 37: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

35

DAFTAR PUSTAKA

Anagun, Sengul S. & M. Ozden. 2010 Teacher Candidates’ Perceptions

Regarding Socioscientific Issues and Their Competencies in Using

Socioscientific issues in Science and Technology Instruction. Journal of

Procedia Social and Behavioral Science. Vol 9: 981-985.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit

Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Callahan, Brendan E. 2009. Enhancing Nature of Science Understanding,

Reflective Judgment, and Argumentation through Socioscientific Issues.

Dissertation. University of South Florida.

http://scholarcommons.usf.edu/etd/1886/pdf. (diakses pada Januari 2016).

Dawson, Vaille & Vanville, G.J. 2010. Teaching strategies for developing

students’ argumentation skills about socio-scientific issues in high school

genetics. Research in Science Education. Vol 40 (2): 133-148.

http://dx.doi.org/10.1007/s11165-008-9104-y.

Ennis, R.H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical

Thinking Dispositions and Abilities [Online]. Tersedia:

http://faculty.ed.uiuc.edu/rhennis/documents/TheNatureofCriticalThinking

_51711_000.pdf ( diakses pada Januari 2016).

Fisher, Alec. 2009. Berpikir Kritis sebuah pengantar.Jakarta: Erlangga.

Gutierez, Sally B. 2015. Integrating Socio-Scientific Issues to Enhance the

Bioethical Decision-Making Skills of High School Students.

International Education Studies. Vol 8 (1): 142-149.

Page 38: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

36

Hadisoewita. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Depdiknas.

Herlanti, et.al. (2013). Kualitas Argumentasi pada Diskusi Isu Sosiosaintifik

Mikrobiologi melalui Weblog. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol 1

(2): 168-177.

Herti Patmawati. 2011. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada

Pembelajaran Elektrolit dan Non Eletrolit dengan Metode Praktikum.

Skripsi dipublikasikan. FKIP Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah. Jakarta.

Kurniawan, Deni. 2011. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: CV. Pustaka Cendekia

Utama.

Lathifah, Anis Samrotul & Susilo, Herawati. 2015. Penerapan Pembelajaran

Socioscientific Issues melalui Metode Simposium berbasis Lesson Study

untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa pada Mata

Kuliah Biologi Umum. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi

2015. Th III, 9-19.

Muhfahroyin. 2009. Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui

Pembelajaran Konstruktivistik. Jurnal Pendidikan dan Pembelajan. Vol

16 (1). [Online]. Tersedia: (http://www.berpikir -kritisblogspot.com).

(diakses pada Januari 2016).

Nuangchalerm, Prasart & B. Kwuanthong. 2010. Teaching “Global Warming”

through Socioscientific Issues-based Instruction. Journal of Asian Social

Science. Vol 6 (8): 42-47.

Nuangchalerm, Prasart. 2010. Engaging Students to Perceive Nature of Science

Through Socioscientific Issues-Based Instruction. European Journal of

Social Sciences. Vol 13 (1): 34-37.

Purwanti, et.al. 2013. Model Integrated Science Berbasis Socio Scientific Issues

untuk Mengembangkan Thinking Skills dalam Mewujudkan 21ST Century

Skills. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, Th I, 158-164.

Page 39: karyatulisilmiah.com · Web viewPeserta didik tidak diberikan kesempatan untung mengembangkan konstruksi pengetahuannya secara mandiri sehingga sikap ilmiah tidak terbentuk. Sedangkan

35

Setiono. 2010. How To Teach Biology. Bandung: Prisma Press.

Subiantoro & Handziko. 2011. Erupsi Merapi dan Potensi Pengembangan Bahan

Ajar Biologi Berbasis Representasi. Makalah pada Seminar Nasional

Biologi VIII Pendidikan Biologi FKIP UNS. ISBN: 978-979-1533-23-2,

halaman 1-11.

Subiantoro, Agung W. 2011. Socio-scientific Issues and Its Potency on Biology

Instruction for Character Education in Indonesia. Proceeding of The 4th

International Conference on Science and Mathematics Education.

Malaysia: SEAMEO RECSAM.

Subiantoro, Agung W., dkk. 2012. Lesson Study dalam Perkuliahan Biologi

Umum dengan Socioscientific Issues-based Instruction untuk Character

Building. Makalah pada Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP

UNS. ISBN: 978-602-8580-51-9, halaman 90-96.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Topcu, M.S, et.al. 2010. Preservice Science Teachers’ Informal Reasoning about

Sociocientific Issues: The Influence of Issues Context. International

Journal of Science Education. Vol 32 (18): 2475-2495.

Trianto. 2014. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Zeidler, D.L., et al. 2005. Beyond STS: A Research-Based Framework for

Socioscientific Issues Education. Journal of Science Education. Vol 89

(3): 357-377.

Zeidler, Dana L., et. al. 2009. Advancing Reflective Judgment through Socio-

scientific Issues. Journal of Research in Science Education, vol. 46 (1), p.

74-101.

Wahono dkk. (2014). Ilmu Pengetahuan Alam/ Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan.—Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan