Upload
lythuan
View
223
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
TUJUAN HUKUM ISLAM(MAQASIDUS SYARI’AH)
MAKALAH
Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah filsafat hukum islam
Dosen
Akhmad Farroh Hasan,M.Si
Oleh
KELOMPOK 5
Ali nahrowi : 13220214
Ahmad muzakki : 13220223
Hayat : 13220118
Sofiatun Darojat : 13220205
JURUSAN HUKUM BISNIS SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN AKADEMIK 2014-2015
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن الله بسم
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya
lah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Tujuan Hukum Islam atau
dikenal dengan Maqasidus Syari’ah Dalam Pembentukan Hukum islam.
Makalah ini diajukan guna memenuhi Tugas Mata Kuliah filsafat hukum
islam, dengan dosen pembimbing Bapak Ahmad farroh asan,M.Si.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi khususnya bagi kami,dan
umumnya bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembanngan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Malang, 25 September 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAAN..................................................................................................2
A. Pengertian Maqashid al Syari’ah.............................................................................2
B. Urgensi Maqashid al Syari’ah..................................................................................4
C. Istilah – istilah yang berkaitan dengan Maqashid al Syariah...................................4
1. Al-Hikmah (الحكمة)...............................................................................................4
2. Al-'illat ((5........................................................................................................العلة
3. Al-ma'na (المعنى).................................................................................................5
D. Metode Penetapan Maqashid al Syari’ah.................................................................5
E. Klasifikasi Maqashid al Syariah..............................................................................7
1. Maqasid Syari'......................................................................................................7
2. Maqashid al Mukallaf (hamba)..........................................................................10
BAB III SIMPULAN.........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW adalah sebagai sumber utama hukum
Islam yang bersifat wajib, atau mutlaq di percayai dan di anut oleh seorang
muslim, selain menunjukkan hukum dengan bunyi bahasanya juga dengan ruh
tasryi’ atau Maqasid Syari’at.
Melalui Maqasidus Syari’ah inilah ayat-ayat dan hadits-hadits hukum yang
secara kuantitatif sangat terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk menjawab
permasalahan–permasalahan yang secara kajian kebahasaan tidak tertampung oleh
al-Quran dan Sunnah. Pengembangan ini dengan menggunakan metode istimbat
seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dan ‘urf yang juga disebut sebagai
dalil.
Maqasid Syaria’ah yang ditujukkan melalui hukum-hukum Islam dan
ditetapkan berdasarkan nash-nash agama adalah maslahat hakiki. Maslahat ini
mengacu terhadap pemeliharaan terhadap lima hal: agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta. Kehidupan dunia ditegakkan atas lima pilar tersebut, tanpa
terpeliharanya kelima hal ini tidak akan tercapai kehidupan manusia yang luhur
secara sempurna.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Dari Tujuan Hukum Islam Atau Maqasidus Syari’ah?
2. Bagaimana Urgensi Maqasidus Syari’ah Dalam Proses Terjadinya Hukum?
3. Bagaimana Metode Penetapan Maqasidus Syari’ah?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi tujuan hukum islam atau Maqasidus Syari’ah.
2. Untuk Mengetahui Peranan Penting Maqaqsidus Syari’ah Dalam Proses
Terjadinya Hukum
3. Untuk Mengetahui Metode Penetapan Maqasidus Syari’ah
1
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Maqashid al Syari’ah
1. Pengertian Secara Bahasa
Secara bahasa maqashid berasal dari gabungan (idhafah) kata majemuk
antara Maqashid dan al syariah :
: : الفعل من مأخوذ ميمي مصدر والمقصد مقصد، جمع لغة المقاصد
: , " قصد ا ومقصد ا قصد يقصد قصد بمعنى يقال والمقصد فالقصد
: , .، واألم االعتماد، األول المعنى لمعان اللغة في يأتي والقصد واحد
والتوجه الشيء، 1.وإتيان
Maqashid secara bahasa adalah jamak dari maqshad, dan maqsad mashdar mimi
dari fi’il qashada, dapat dikatakan: qashada-yaqshidu-qashdan-wamaksadan, al
qashdu dan al maqshadu artinya sama, beberapa arti alqashdu adalah: ali’timad:
berpegah teguh, al amma: condong, mendatangi sesuatu dan menuju.
Sedangkan syari’ah secara bahasa berarti: tempat menuju ke sumber air
( الماء اربة الش 2.(مورد
2. Pengertian Secara Istilah
Secara istilah terdapat beberapa pengertian yang disebutkan oleh para ulama
dalam literature mereka diantaranya adalah :
Ibnu al-Qayyim Al Jauziyah
Menegaskan bahawa syariah itu berdasarkan kepada hikmah-hikmah dan
maslahah-maslahah untuk manusia baik di dunia maupun di akhirat. Perubahan
hukum yang berlaku berdasarkan perubahan zaman dan tempat adalah untuk
menjamin syariah dapat mendatangkan kemaslahatan kepada manusia.3
Al Izz bin Abdul Salam
1 Lihat Qamus Al Muhith 2/327, Mu’jam Maqayiis Al Lughaat 5/95, Al Mishbah al Munir 2/692, Muhtarus sihhah hal. 536, Tahdziib Asmaa Al Lughaat 2/922 Lihat kitab As shihah karangan Az Zuhri 3/12363 Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tahun 1996 jilid 3 hal 37
2
Berpendapat syariat itu semuanya mengandung nilai maslahah yang
bertujuan menolak kejahatan atau menarik kebaikan.4
Al Khadimi
Berpendapat maqashid sebagai prinsip islam yang lima yaitu menjaga
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.5
Ibnu Asyur
Beliau berpendapat bahwa maqashid adalah segala pengertian yang dapat
dilihat pada hukum-hukum yang disyariatkan, baik secara keseluruhan atau
sebagian, menurut beliau maqashid terbagi menjadi dua yaitu; maqashid umum
dan maqashid khusus.maqashid umum dapat dilihat dari hukum-hukum yang
melibatkan semua individu secara umum, sedangkan maqashid khusus cara yanag
dilakukan oleh syariah untuk merealisasikan kepentingan umum melalui tindakan
seseorang.6
Ibnul Arabi dan Al Qadhi ‘Iyadh
Menyebutkan berhukum untuk menghidarkan kemudharatan adalah wajib,
dengan tidak membebani seseorang.7
As Syatibi
Beliau tidak mengemukakan definisi secara spesifik tentang maqashid
syariah disebabkan karena masyarakat umum sudah memahaminya baik langsung
maupun tidak langsung.8
Dr. Wahbah Zuhaily
Menyebutkan Maqashid syariah adalah sejumlah makna atau sasaran yang
hendak dicapai oleh syara’ dalam semua atau sebagian besar kasus hukumnya.
Atau ia adalah tujuan dari syari’at, atau rahasia di balik pencanangan tiap-tiap
hukum oleh Syar’i (pemegang otoritas syari’at, Allah dan Rasul-Nya.9
4 Al-Izz bin Abdul Salam, Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam, Beirut, Dar al-Ma'rifah, tt. Jil 1 Hal .95 Nuruddin Mukhtar al-Khadimi, al-Ijtihad al-Maqasidi,Qatar , tahun 1998 hal.506 Muhammad Thâhir bin ‘Asyûr, Maqâshid al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, Amman: Dâr al-Nafâ’is, tahun 2001, hlm. 190-194.7 Ibid 48 Ibid 49 Wahbah al-Zuhaylî, Ushûl al-Fiqh al-Islâmî, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1998., juz II hlm. 1045.
3
B. Urgensi Maqashid al Syari’ah
Maqashid syariah memiliki peranan yang penting dalam proses terjadinya
hukum, oleh karena itulah Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az Zuhaili,
menyebutkan dalam kitabnya maqashid syariah, ada beberapa faidah maqashid al
syariah yang bisa dipetik diantaranya:
a. Maqashid syariah dapat membantu mengetahui hukum-hukum yang bersifat
umum ( kulliyah) maupun parsial ( juz’iyyah )
b. Membantu memahami nushsus syar’i secara benar dalam tataran praktek.
c. Membatasi makna lafadz yang dimaksud ( madlul al alfadz ) secara benar,
karena nash-nash yang berkaitan dengan hukum sangat variatif baik lafadz
maupun maknanya. Maqashid al syari’ah berperan dalam membatasi makna
yang dimaksud.
d. Kembali ke maqashid al syari’ah ketika tidak terdapat dalil yang pasti dalam
Al qur’an dan sunnah pada masalah-masalah yang baru ( kontemporer ),
sehingga para mujtahid merujuk ke maqashid al syari’ah dalam istimbath
hukum setelah mengkombinasikan dengan qiyas, ijtihan, istihsan, istislah dll.
e. Maqashid al syari’ah membantu mujtahid untuk mentarjih sebuah hukum
yang terkait dengan ( perbuatan manusia) af’al mukallafin sehingga
menghasilkan hukum yang sesuai dengan kondisi masyarakat.10
C. Istilah – istilah yang berkaitan dengan Maqashid al Syariah
1. Al-Hikmah (الحكمة)Ibn Rusyd menyifatkan maqasid sebagai hikmah dari pensyariatan hukum.
Al-hikmah memiliki arti yang sama dengan maqasid. Istilah al-hikmah lebih kerap
digunakan oleh fuqaha.Contohnya Ibn Farhun berkata:"Dan adapun hikmah qadha
ialah mengurangi kekacauan, menolak bala bencana, mencegah orang zalim,
membantu yang dizalimi, memutuskan pertikaian, menyuruh yang ma'ruf dan
mencegah kemungkaran".11
10 Lihat kitab Maqashid al Syariah al islamiyah, Prof.Dr. Muhammad Musthafa Az Zyhaily 1/9 maktabah syamilah11 Muhammad bin Farhun, Tabsirah al-Hukkam, Dar al-Maktabah al-Ilmiyyah, Mesir, 1301H hal.8
4
2. Al-'illat العلة))Sebagian ulama yang menganggap bahwa maqasid itu ialah 'illat-''illat
yang terkandung di dalam pensyariatan hukum. Al-Ilat ialah sifat zahir yang ada
pada hukum syara.12
Sifat yang ada pada sesuatu hukum itu seolah-olah menggambarkan
maqasid syara.Ini menjadikan al-'illat dan maqasid membawa pengertian yang
sama. Atau dengan kata lain, maqasid sesuatu hukum dapat difahami daripada
kefahaman terhadap 'illatnya.Istilah ini lebih banyak digunakan di dalam bidang
tafsir ayat dan hadits yang berkaitan dengan hukum-hukum syara'.13
3. Al-ma'na (المعنى)Dari segi penggunaannya, istilah al-ma'na adalah sinonim kepada maqasid
kecuali al-ma'na lebih popular digunakan oleh fuqaha terdahulu seperti al-Syatibi,
al- Ghazali dan al-Tabari.
D. Metode Penetapan Maqashid al Syari’ah
Ibnu Asyûr berpendapat bahwa sesuatu bisa dinyatakan secara spesifik
sebagai tujuan dari syari’at melalui tiga cara penetapan yaitu:14
Pertama, penelusuran (istiqra’) terhadap hukum-hukum syari’at yang telah
diketahui ‘illat-nya secara tekstual, atau melalui penggalian ‘illat melalui
penalaran.
Kedua, dalil-dalil Al-Qur’an yang lugas sisi penunjukan tekstualnya dan
secara tegas menentukan tujuan tertentu di balik pensyari’atan sebuah kasus
hukum.
Ketiga, sunnah mutawatirah.
Menurut Asy-Syathibi, ada tiga bentuk pemikiran mengenai bagaimana cara
mengetahui tujuan dari syari’at (maqashid syari’ah)
Pertama, bahwa maqashid syari’ah tidak bisa diketahui kecuali dukungan
nash sharih yang menjelaskannya. Kesimpulan akhir dari pemikiran ini hanyalah
mengarahkan nash atas sisi dhahir-nya saja. Ini adalah metode Madzhab 12 Wahbah al-Zuhaili, Usul al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr, Dimasyq, 1986, jil.1, hal 64613 al-Raisuni, opcit,14 Muhammad Thâhir bin ‘Asyûr, Maqâshid al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, Amman: Dâr al-Nafâ’is, 2001, hlm. 190-194.
5
Dhahiriyah yang hanya memandang makna dhahir dari nash untuk menentukan
maqashid syari’ah.
Kedua: klaim bahwa maqashid syari’ah bukanlah apa yang tersurat atau
tersirat dalam nash, namun hal lain di balik itu. Ini diberlakukan pada seluruh
hukum syari’at, hingga tak tersisa sedikitpun sisi dhahir dari nash yang dapat
dijadikan pegangan. Klaim ini hakikatnya adalah pembatalan syari’at,
sebagaimana yang dikemukakan kalangan madzhab Bathiniyyah.
Ketiga, maqashid syari’ah bisa diketahui melalui dua pendekatan di atas
secara moderat dan sinergis, yakni dengan berpedoman pada sisi dhahir tanpa
mengesampingkan makna atau hikmah tersembunyi di balik itu, atau sebaliknya,
dengan menggali makna atau hikmah di balik pensyari’atan sebuah hukum tanpa
bertentangan dengan sisi dhahir nash. Dan, inilah yang dijadikan pijakan oleh
manyoritas ulama’.
Karenanya, Asy-Syathibi memberikan kesimpulan bahwa maqashid
syari’ah bisa diketahui dengan tiga cara yaitu:
Pertama, cukup mengetahui dalil perintah atau larangan yang secara jelas,
bahwa tujuan yang dikehendaki adalah kepatuhan dengan menjalankan perintah
dan meninggalkan larangan.
Kedua; dengan memandang ‘illat-’illat dari perintah atau larangan, seperti
pensyari’atan nikah yang bertujuan untuk memelihara keturunan.
Ketiga, bahwa dalam penerapan hukum syari’at, Syari’ memiliki tujuan
pokok (maqashid ashliyyah) dan tujuan pelengkap (maqashid tabi’ah),
adakalanya tertera secara eksplisit, tersirat secara implisit, ataupun didapatkan dari
hasil penelusuran (istiqra’) terhadap nash. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
setiap maqashid yang tidak tertera dalam nash namun tidak bertentangan dengan
ketentuan di atas, adalah termasuk dalam maqashid al syariah.15
E. Klasifikasi Maqashid al Syariah
Maqasid al Syariah berdasarkan tujuannya terbagi dua :16
15 Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad Allakhmy As Syatiby, Kitab Al Muwafaqoot, Penerbit Dar Ibn Qayyim, tahun 2003M/1424H16 As Syatibi, al-Muwafaqat Fi Usul al-Syariah, Beirut ,Dar al-Ma'rifah, 1416H/1996M, jil: 2/321
6
1. Maqasid Syari'
Yaitu maqasid yang diletakkan oleh Allah dalam mensyariatkan hukum.
Tujuannya adalah ( jalbil masholih wa daf’il madhorroh) menarik kebaikan dan
menolak kejahatan di dunia dan di akhirat. Menurut as-Syatibi, Maqasid Syari'
terbagi empat bagian :17
a. Tujuan Syari' (Allah) menciptakan Syariat .
b. Tujuan Syari' (Allah) menciptakan Syariat untuk difahami.
c. Tujuan Syari' (Allah) menjadikan Syariat untuk dipraktikkan.
d. Tujuan Syari' (Allah) meletakkan mukallaf di bawah hukum Syara’.
Pada pandangan As-Syatibi, Allah menciptakan syariat dengan tujuan untuk
merealisasikan maqasidnya untuk manusia yaitu untuk memberikan kebaikan
(maslahah) kepada mereka dan menolak keburukan (mafsadah) yang menimpa
mereka. Menururtnya segala apa yang disyariatkan tidak terlepas dari maqasid al
syariah. Tujuan syariat dibagi menjadi tiga kategori yaitu :18
a. Kepentingan Asas (al-Dharuriyyat)
Yaitu segala apa yang paling penting dalam kehidupan manusia, bagi
tujuan kebaikan agama dan kehidupan di dunia dan akherat karena kehidupan
manusia akan rusak di dunia atau di akhirat jika kepentingan asas ini tidak ada
atau tidak dipenuhi.
Sehingga dalam syariat dikenal dengan al dharuriyaat al khamsah ( lima hal yang
sangat penting ) diantaranya adalah :
1) Agama
2) Jiwa
3) Akal
4) Keturunan
5) Harta
Kelima hal diatas merupakan maslahah yang senantiasa di jaga oleh syariat
meskipun dengan jalan yang berbeda-beda, sehingga yang di gulirkan oleh syariat
meletakkan dua sendi dasar yaitu:17 Ibid 1518 Ibid 15
7
Mewujudkan dan melahirkan hukum (al ijaad )
Menjagan kesinambungannya ( al hifd ).19
1) Agama ( ( الدين
Syariat mewujudkan agama dengan syarat dan rukunnya dari mulai iman,
syahadat dengan segala konsekwensinya, akidah yang mencakup keimanan atas
hari kebangkitan, hisab dll. Dasar – dasar ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan
haji. Selain itu syariat juga menjaga agama ini dengan mensyariatkan dakwah,
kewajiban berjihad, amar makruf dan nahi mungkar.20
2) Jiwa ( النفس )
Syariat mewujudkannya dengan menikah, karenanya akan menyehatkan
jiwa, memperbanyak keturunan dan generasi penerus. Disamping itu, syariat
mewajibkan menjaga jiwa dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
tidak berbahaya bagi jiwa manusia. Begitupula ketika Allah mensyariatkan qishah
yang tujuannya untuk menjaga jiwa manusia.21
3) Akal ( العقل )
Merupakan karunia Allah yang paling berharga, sehingga manusia
diwajibkan menjaganya dengan tidak mengkonsumsi segala hal yang merusak
akal manusia seperti narkoba dan khamar,
4) Keturunan ( النسب )
Disyariatkan menikah untuk memperbanyak keturunan, kemudian syariat
menjaganya dengan menjauhi hal-hal yang dapat menjeerumuskan ke zina.
Begitupula dengan diharamkannya menuduh wanita-wanita yang baik dengan
tuduhan zina.22
5) Harta ( المال )
Syariat membolehkan segala jenis muamalah yang sesuai dengan kaidah
syariat, mewajibkan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup, lalu syariat
19 DR. Abdul Karim Zaidan, al Wajiz Fi Ushulil Fiqh, Penerbit Muasasah Ar Risaalah, Beirut 1427H/2006M cetakan ke 1520 Ibid21 Lihat Kitab al Mustashfa Karya Abu Hamid Al Ghazali kitab Al Mustashfa 1/28722 Ibid 15
8
menjaga harta dengan mengharamkan mencuri, menghikangkan harta orang lain
dan menyerahkan harta kepada pihak yang tidak bisa bertanggungjawab atas harta
tersebut.
b. Kebutuhan Biasa (al-Hajiyat)
Ia merupakan keperluan hidup untuk memudahkan kehidupan di dunia dan
akhirat, tanpanya kehidupan manusia akan menjadi tidak sempurna dan
mengalami kesempitan. Beberapa kebutuhan yang dibolehkan oleh syariat adalah:
Syariat membolehkan rukhsah dalah ibadah untuk memudahkan kesulitan
yang terjadi dalam melaksanakan perintah.
Dalam muamalah, syariat membolehkan jaul beli yang merupakan
pengecualian dari kaodah umum jual beli, seperti salam, ijarah, dan muzaraah.
Dalam masalah Uqubah ( hukuman), syariat membolehkan kaidah dar’ul
huduud bi al syubuhaat ( menunda hudud karena tuduhan ) atau diyat atas
keluarga terpidana sebagai keringanan banginya.23
c. Keperluan Mewah (al-Tahsiniyat)
Kondisi ini merupakan kondisi pelengkap hidup manusia, sehingga manusia
merasakan kenyaman hidup.
Seperti:
Menutup aurat, mengenakan pakaian yang baik, bersih dan bagus ketika
memasuki masjid dan bertaqarrub kepada Allah dengan melaksanakan ibadah
nafilah, shadaqah, shalat sunnah dll.
Dalam muamalah, dilarang boros ( israf ), jual beli diatas pembelian orang lain
dll.
Dalam ‘adat, diajarkan cara makan dan minum yang baik
Dalam uqubah, dilarang mutilasi dalam qishas dll.24
Yang menjadi asas kepada semua kepentingan tadi adalah kepentingan asas.
Sedangkan kepentingan biasa ( al hajiyat ), sebagai pendukung saja.
Sementara keperluan mewah sebagai pendukung kepada kepentingan biasa.
Kedudukan ini perlu diprioritaskan dalam menentukan hukum.
23 Lihat Al Wajiz fi Ushul al Fiqh, Abdul Karim Zaidan hal 38024 Ibid
9
2. Maqashid al Mukallaf (hamba)
Merupakan tujuan syariat bagi hamba (mukallaf) dalam melakukan sesuatu
perbuatan. Maqasid mukallaf berperanan menentukan sah atau batal sesuatu
amalan. kaidah berperan dalam maqashid mukallaf adalah:25
Maqashid mukallaf hendaklah selaras dengan maqashid syariah itu sendiri.
Sehingga bila ada yang ingin mencapai sesuatu yang lain dari maksud awal
pensyariatannya, sesuatu itu dianggap telah menyalahi syariat.
Kategori maqasid berdasarkan korelasinya dengan hukum terbagi dua yaitu:
a. Maqasid umum (maqasid ammah)
Yaitu makashid yang diletakkan oleh syariat dalam menentukan semua atau
sebagian besar hukum-hukumnya.
Contohnya menegakkan keadilan, menghasilkan kebaikan, menolak keburukan
dan kemudharatan diantara manusia.26
b. Maqasid khusus (maqasid khassah)
Yaitu maqashid yang diletakkan oleh syariah dalam menentukan hukum-
hukum tertentu. Contohnya hukum-hukum muamalat, munakahat, jinayat dan
sebagainya.
25 As Syatibi, al-Muwafaqat Fi Usul al-Syariah, Beirut ,Dar al-Ma'rifah, tahun 1416H/1996M26 Muhammad Uqlah, al-Islam Maqasiduhu wa Khasaisuhu, Maktabah al-Risalah al-Haditsah, 1991,hal.112
10
BAB III
SIMPULAN
Setelah meneliti dan menelaah sumber-sumber yang terkait dengan
maqashid syariah maka penulis dapat mengambil kesimpulan diantaranya:
1. Islam mengatur semua sisi kehidupan manusia baik yang berkaitan dengan
individu maupun yang berkaitan dengan masyarakat luas dengan meletakkan
dasar hukum dan pertimbangan-pertimbangan syariat.
2. Maqashid syariah menaungi keseluruhan hukum yang bersandar kepada
tujuan-tujuan umum syariat.
3. Maqashid syariah mencakup aspek-aspek, dharuriyat, hajiat dan tahsiniyat.
4. Maqashid syariah berperan dalam mewujudkan hukum ( Iijad) dan menjaga
kesinambungannya ( hifdz ).
5. Maqashid syariah menjaga lima hal utama yaitu: agama, jiwa, harta,
keturunan dan kehormatan.
6. Ulama meletakkan kaidah-kaidah umum yang bertujuan menjaga syariat dan
melindungi hak-hak manusia secara pribadi maupun secara umum
11
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim Zaidan, al-Madkhal li Dirasati al-Syariah al-Islamiyyah, Beirut,
Muassasah al-Risalah, 1990M.
Abû Hâmid Muhammad bin Muhammad al-Ghazâli, Al-Mustashfâ min ’Ilm
al-Ushûl, Beirut, Dâr al-Fikr, tt.
Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad Allakhmy As Syatiby, Kitab Al
Muwafaqoot, Penerbit Dar Ibn Qayyim, tahun 2003M/1424H
Ahmad al-Raisuni, Nazariyyat al-Maqasid I'nda al-Imam al-Syatibi, Beirut
Al Qur’an Al Karim
Al-Izz bin Abdul Salam, Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam, Beirut, Dar al-
Ma'rifah
Fairuz Abadi,Qamus Al Muhith 2/327,Muasasah Ar Risaalah, Beirut
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,
tahun 1996
Ibnu Faris, Mu’jam Maqayiis Al Lughaat, Iitihad al Kitab Al Arabiyyah, tahun
2002
Muhammad bin Farhun, Tabsirah al-Hukkam, Dar al-Maktabah al-Ilmiyyah,
Mesir, tahun 1301H.
Muhammad Thâhir bin ‘Asyûr, Maqâshid al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, Amman:
Dâr al-Nafâ’is, tahun 2001
Muhammad Uqlah, al-Islam Maqasiduhu wa Khasaisuhu, Maktabah al-Risalah al
Haditsah, 1991
Nuruddin Mukhtar al-Khadimi, al-Ijtihad al-Maqasidi, Qatar , tahun 1998
Wahbah al-Zuhaylî, Ushûl al-Fiqh al-Islâmî, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1998
12