2
J UMLAH wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung diperkirakan mencapai lebih dari 3,9 juta orang hingga Oktober 2011. Saat 2011 berakhir, Dinas Pari- wisata dan Kebudayaan Kota Bandung mem- perkirakan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Bandung sepanjang tahun itu mencapai lebih empat juta orang, dari berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara. Ini bukti bah- wa predikat Kota Bandung sebagai kota wisa- ta belanja dan kuliner semakin diakui oleh wisatawan domestik dan internasional. Sebagai kota wisata belanja, Bandung menawarkan banyak alternatif pusat per- belanjaan untuk berbagai segmentasi kon- sumen. Mulai dari barang impor, produk lokal, hingga barang bekas. Pada akhir 1990-an, nama JIn. Cibadak menjadi sangat populer berkat kehadiran ribuan pedagang pakaian impor bekas. Pakaian bekas bermerek dengan kondisi yang masih baik dan harga sangat murah, memikat banyak orang, termasuk dari luar kota. Bahkan, penjualan pakaian bekas di Cibadak seperti men- dobrak stigma barang bekas yang identik dengan kalangan miskin. Orang kemudian melabeli nama JIn. Cibadak seba- , gai "Cibadak Mal" atau Cimol karena produk yang dijual di sana dianggap setara dengan barang-barang yang ditawarkan oleh merek-merek terkenal di berbagai mal. "Demam" Cimol sempat terjadi hingga awal 2000-an. Salah seorang "korban"-nya adalah Supriatna (39), warga Kp. Sukasari, Kec. Coblong, Bandung. Dia mengaku "kecan- duan" belanja ke Cimol karena kepincut pakaian-pakaian bekas bermerek yang sangat murah. Ayah tiga anak ini per- nah membeli jaket bermerek dengan kondisi 80 persen, hanya seharga Rp 10.000. "Dulu mah balan bajunya dibuka langsung di epan pem- beli, jadi enggak disortir dulu. Terus kita rama -ramai milih. Saya pernah nemu uang dolar di saku celana. Teman saya pernah nemu hand phone di tumpukan bajunya," tuturnya. Masa kejayaan Cimol berlanjut saat pedagang direlokasi ke JIn. Tegallega pada 2001. Lalu saat Kota Bandung men- jadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika pada 2004, se- banyak 2.600 pedagang Cimol kembali direlokasi, kali ini ke Gedebage. Perpindahan tempat rupanya tidak menyu- rutkan minat konsumen untuk berburu pakaian, tas, dan sepatu bekas di Pasar Cimol. Kini, 1.088 pedagang Cimol sudah menempati kios di bangunan Pasar Cimol Gedebage. Tidak kurang dari 1.000 pengunjung mendatangi pasar itu setiap hari. Pada akhir pekan dan masa liburan, jumlah pengunjung bisa membengkak menjadi 3.000-an orang per hari. Pemrakarsa relokasi pedagang Cimol, Aceng Eno (71), mengklaim, omzet penjualan Pasar Cimol Gedebage kini mencapai Rp 2 miliar per bulan. Di sudut kota lain, pasar barang bekas atau oak sudah hidup selama puluhan tahun. Sebut saja JIn. Cihapit, JIn. Astanaanyar, JIn. Soekarno-Hatta, JIn. CiroyomJln. Jami- ka, JIn. Palasari, JIn. Malabar, JIn. Samoja, ikapundung, dan JIn. Banceuy. Sekilas, kondisi para peda ng yang berjualan di kios-kios butut atau bahkan me gelar da- gangan di atas trotoar bisa memancing rasa rihatin. Na- mun sesungguhnya, bisnis ini sangat menggiurkan dan menghasilkan uang yan tidak sedikit. las Unpad 2011..

padapustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/pikiranrakyat-20120109... · wisata dan Kebudayaan Kota Bandung mem-perkirakan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Bandung sepanjang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: padapustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/pikiranrakyat-20120109... · wisata dan Kebudayaan Kota Bandung mem-perkirakan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Bandung sepanjang

J UMLAH wisatawan yang berkunjung keKota Bandung diperkirakan mencapailebih dari 3,9 juta orang hingga Oktober2011. Saat 2011 berakhir, Dinas Pari-

wisata dan Kebudayaan Kota Bandung mem-perkirakan jumlah wisatawan yang datang keKota Bandung sepanjang tahun itu mencapailebih empat juta orang, dari berbagai daerahdi Indonesia dan mancanegara. Ini bukti bah-wa predikat Kota Bandung sebagai kota wisa-ta belanja dan kuliner semakin diakui olehwisatawan domestik dan internasional.

Sebagai kota wisata belanja, Bandungmenawarkan banyak alternatif pusat per-belanjaan untuk berbagai segmentasi kon-sumen. Mulai dari barang impor, produklokal, hingga barang bekas.

Pada akhir 1990-an, nama JIn. Cibadak menjadisangat populer berkat kehadiran ribuan pedagang pakaianimpor bekas. Pakaian bekas bermerek dengan kondisi yangmasih baik dan harga sangat murah, memikat banyakorang, termasuk dari luar kota.

Bahkan, penjualan pakaian bekas di Cibadak seperti men-dobrak stigma barang bekas yang identik dengan kalanganmiskin. Orang kemudian melabeli nama JIn. Cibadak seba- ,gai "Cibadak Mal" atau Cimol karena produk yang dijual disana dianggap setara dengan barang-barang yangditawarkan oleh merek-merek terkenal di berbagai mal.

"Demam" Cimol sempat terjadi hingga awal 2000-an.Salah seorang "korban"-nya adalah Supriatna (39), wargaKp. Sukasari, Kec. Coblong, Bandung. Dia mengaku "kecan-duan" belanja ke Cimol karena kepincut pakaian-pakaianbekas bermerek yang sangat murah. Ayah tiga anak ini per-nah membeli jaket bermerek dengan kondisi 80 persen,hanya seharga Rp 10.000.

"Dulu mah balan bajunya dibuka langsung di epan pem-beli, jadi enggak disortir dulu. Terus kita rama -ramai milih.Saya pernah nemu uang dolar di saku celana. Teman sayapernah nemu hand phone di tumpukan bajunya," tuturnya.

Masa kejayaan Cimol berlanjut saat pedagang direlokasike JIn. Tegallega pada 2001. Lalu saat Kota Bandung men-jadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika pada 2004, se-banyak 2.600 pedagang Cimol kembali direlokasi, kali inike Gedebage. Perpindahan tempat rupanya tidak menyu-rutkan minat konsumen untuk berburu pakaian, tas, dansepatu bekas di Pasar Cimol. Kini, 1.088 pedagang Cimolsudah menempati kios di bangunan Pasar Cimol Gedebage.Tidak kurang dari 1.000 pengunjung mendatangi pasar itusetiap hari. Pada akhir pekan dan masa liburan, jumlahpengunjung bisa membengkak menjadi 3.000-an orang perhari. Pemrakarsa relokasi pedagang Cimol, Aceng Eno (71),mengklaim, omzet penjualan Pasar Cimol Gedebage kinimencapai Rp 2 miliar per bulan.

Di sudut kota lain, pasar barang bekas atau oak sudahhidup selama puluhan tahun. Sebut saja JIn. Cihapit, JIn.Astanaanyar, JIn. Soekarno-Hatta, JIn. CiroyomJln. Jami-ka, JIn. Palasari, JIn. Malabar, JIn. Samoja, ikapundung,dan JIn. Banceuy. Sekilas, kondisi para peda ng yangberjualan di kios-kios butut atau bahkan me gelar da-gangan di atas trotoar bisa memancing rasa rihatin. Na-mun sesungguhnya, bisnis ini sangat menggiurkan danmenghasilkan uang yan tidak sedikit.

las Unpad 2011..

Page 2: padapustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/pikiranrakyat-20120109... · wisata dan Kebudayaan Kota Bandung mem-perkirakan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Bandung sepanjang

Salah seorang pedaga dang alat elektronikbekas di J1n. Astanaanyar, Aeong (43), meng~ berpeng-hasilan Rp 3juta per bulan. Zakaria (36), pemilik usahajual-beli bahan bangunan bekas di Cige.releng Jln.Soekarno- Hatta berpendapatan Rp 20 juta per bulan. Pe:rantau asal Madura ini mengaku sudah mampu membehtanah dan rumah, mobil, serta memiliki tabungan yangeukup selama menjalankan bisnis tersebut. Sementara pen-jual sepeda bekas di J1n. Mal~bar A~e Tosin (59) rata-ratamenjual a-ig unit sepeda setiap han. . .."Saya bisa menguliahkan dua anak saya dan usaha llll. Itu

yang paling bikin saya bangga," ~jarnya. .Peluang bisnis ini kemudian ditangkap Irwan Johana,.se-

orang mantan distributor film, pada 1?9~.~aat Indonesiadilanda krisis ekonomi, Irwan mencan bisnis baru yan~minim risiko tetapi tetap menguntungkan. Kebetulan diamencari walkman untuk hadiah dan hanya dapat mene-

mukan-nya di pasar loak Cihapit. Darisitulah muneulide untuk menyedia-kan tempat khusus dengan konsepstore bagi orang-orang yang mau men-jual barang bekasnya. Irwan kemudianakan mengutip komisi setiap barangyang terjual. Ide ini mendapat responsyang sangat baik dari masyarakat, sam-pai-sampai bermuneulan usaha sejenisdi sekitar outlet Babe.Kepala Layanan Penjualan Babe Aris

Rahman mengatakan, sampai sekarangsemua barang bekas yang ada di Babemerupakan barang titipan dari para pe-milik yang ingin menjual barangnya. Ba-rang yang dititipkan dikenai biaya admi-nistrasi Rp 10.000, dan Babe rata-rata men-dapatkan komisi 15 persen dari harga jual se-tiap barang. Namun, dengan alasan meman-faatkan potensi lokasi danjumlah pengun-jung, Babe juga, kini menjual barang baru."Kita setiap hari rata-rata mendapat kun-

jungan 500 orang pada hari biasadan 800-1.000 orang padapeakseason. Kamisadarsekarangbanyak kompetitor, jadi kami akalidengan strategi marketingberkarakter. Kami inginjadikanBabe sebagai ikon Kota Bandung, dimana wisatawan belum ke Bandungkalau belum ke Babe," ungkapnya.Pakar ekonomi dari Universitas

Padjadjatan Poppy Rufaidah, SE,MBA, PhD mengatakan, barang bekaskini sudah menjadi bagian dari gayahidup konsumen. Oleh karena itu,pasar barang bekas tidak akan mati,dan pasarnya masih sangat terbuka.Tinggal bagaimana strategi para pe-ngelolanya dalam menjalankan bisnistersebut.Sudah eksis selama puluhan tahun,

tetapi nasib sejumlah tukang loak tetapsaja berpredikat sebagai PKL. Upayauntuk membuat mereka "naik kelas"menjadi pedagang formal atau pengusa-ha sudah dilakukan pemerintah kepadapara pedagang Cimol di Gedebage. Lalubagaimana dengan pedagang loak lain-nya? Kepala Dinas Koperasi, UKM, danPerindustrian Perdagangan Kota Ban-dung Emma Sumarna mengatakan,penyebab klasik keterbatasan dana menjadi alasannya,Pembinaan yang mampu ditawarkan pemerintah

adalah pembinaan yang memungkinkan di sektor in-dustri kecil dan pedagang kecil nonformal, berupapelatihan dari sisi penataan barang, keterampilan, sertapemahaman tentang pasar. Itu pun belum menyentuhseluruh pelaku usaha mikro dan keeil di seluruh KotaBandung. (lia Marlia/"PR")***