1
I kan itu lenyap. Ikan Kakap goreng yang aku simpan rapi dalam laci almari kayu di ruang tengah itu telah hilang. Bungkusnya acak-acakan. Pasti si Gandik yang mencuri. Sial! Pasti aku tadi lupa tidak merapatkan kembali laci almari itu. Aku bergegas mencari Gandik. Kebetulan, dia sedang mendengkur di tumpukan jerami kering di bawah pohon rambutan. “Kurang ajar! Dasar pencuri sial! Rasakan ini!” aku lempar Gandik dengan potongan sepet. “Meong..!” kucing tetangga tak terurus itu pun lari tunggang langgang. Puas! Terlampiaskan sudah sakit hatiku. Azan Magrib tiba. Di meja dapur hanya ada dua potong tempe goreng. Andai saja ikan Kakap goreng itu ada di sini, pasti buka puasaku akan terasa nikmat. Tapi, hanya dengan tempe goreng dua potong begini apa nikmatnya. Dasar kucing sialan! “Puas-puasin lo Kik buka puasanya.” “Puas apanya? Lauknya saja cuma begini.” Puasa Senin pertamaku terasa hambar. Tak ada kesan hati jadi bersih jiwa jadi tenang, pikiran jadi terang. Padahal guru agamaku bilang, puasa sunnah Senin- Kamis dapat membersihkan hati, menenangkan jiwa dan membuat pikiran jadi terang sehingga belajar jadi gam- pang masuk otak. Ah, boro-boro. Tapi, barangkali saja aku belum menghayati makna puasa itu karena ini baru puasa hari pertama. Kamis pun tiba. Pagi-pagi, ibuku sudah membuat nasi goreng. Bau sedapnya sangat menggoda selera. Kakakku langsung main santap begitu nasi diangkat dari penggorengan. Satu piring penuh. Aku melirik dengan liur yang hampir meleleh. “Sarapan dulu Ki.” “Ah kamu, Kiki kan lagi puasa, iya kan Ki?” ujar ibuku mendahului. Padahal belum mantap niatku untuk melanjutkan program pembersihan hati dan otak lewat puasa Senin dan Kamis itu. “Iya Kak, habiskan saja sendiri, lagian aku sudah harus buru-buru berangkat,” jawabku sekenanya. “Jangan khawatir. Soal bersih-bersih, itu memang keahlianku, tenang saja Ki” kakak seperti sengaja ingin menggodaku. Ibu juga sama. Mestinya tak usahlah membuat menu sarapan kesukaanku itu. Toh, biasanya juga cuma seadanya saja. Nasi semalam plus kerupuk uyel, cukup. “Kita harus berani bersusah-susah dulu jika ingin merasakan kesenangan pada akhir perjalanannya,” tutur bu Karomah - guru fikih - panjang lebar di kelasku. “Kalian harus ingat, menurut ketentuan standard kelulusan dari tahun ke tahun terus dinaikkan. Artinya kalian tidak bisa Oleh : Nanang M. Safa’*) bersantai ria jika tidak ingin gagal dalam ujian nanti.” “Apa yang harus kami lakukan untuk bisa mendapat- kan nilai lebih itu Bu?!” Aris angkat bicara dari tempat duduk pojok belakang. “Yang pasti belajar toh,” jawab bu Karomah tegas. “Selain belajar, apa lagi Bu?!” sambung Dinar dari deretan depan. Bu Karomah tidak segera menjawab. Dia menyapukan pandangan ke seluruh ruangan, seakan ingin mengenali kembali anak-anak didiknya lebih dalam. Suasana kelas hening “Perbanyak doa. Sebab pada hakekatnya doa itu cerminan dari sikap optimis kita terhadap apa yang kita inginkan. Dan jangan lupa, untuk dapat menciptakan harmonisasi atau keseimbangan antara ikhtiar dan doa itu ada satu cara jitu yaitu dengan gemar melakukan puasa. Puasa hakekatnya adalah untuk pembersihan hati dan pikiran dari segala hal yang menodai, sehingga membuat kita sulit menangkap ilmu pengetahuan dan kebenaran” Aku terhipnotis “Hati dan pikiran itu ibarat cermin. Jika lama tak dibersihkan akan semakin tebal debu menempel, akibat- nya semakin kabur pula gambar yang dipantulkan. Dan salah satu cara untuk membersihkan hati dan pikiran adalah dengan berpuasa, termasuk puasa Senin dan Kamis yang juga sangat dianjurkan Rasululloh Muhammad SAW. Ingat loh ya, syaratnya harus iklash” Aku mantapkan lagi niatku untuk tetap meneruskan program pembersihan hati dan otak itu, apa pun godaannya. *) Guru MTsN Watulimo Trenggalek 64 MPA 307 / April 2012 64 MPA 307 / April 2012

01 LAYOUT A (APRIL 2012) - HAL 1 sd 19 · Bau sedapnya sangat menggoda selera. Kakakku langsung main santap begitu nasi diangkat dari penggorengan. Satu piring penuh. Aku melirik

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 01 LAYOUT A (APRIL 2012) - HAL 1 sd 19 · Bau sedapnya sangat menggoda selera. Kakakku langsung main santap begitu nasi diangkat dari penggorengan. Satu piring penuh. Aku melirik

Ikan itu lenyap. Ikan Kakap goreng yang aku simpan rapi dalam laci almari kayu di ruang tengah itu telah hilang. Bungkusnya acak-acakan. Pasti si Gandik

yang mencuri. Sial! Pasti aku tadi lupa tidak merapatkan kembali laci almari itu. Aku bergegas mencari Gandik. Kebetulan, dia sedang mendengkur di tumpukan jerami kering di bawah pohon rambutan. “Kurang ajar! Dasar pencuri sial! Rasakan ini!” aku lempar Gandik dengan potongan sepet. “Meong..!” kucing tetangga tak terurus itu pun lari tunggang langgang. Puas! Terlampiaskan sudah sakit hatiku.

Azan Magrib tiba. Di meja dapur hanya ada dua potong tempe goreng. Andai saja ikan Kakap goreng itu ada di sini, pasti buka puasaku akan terasa nikmat. Tapi, hanya dengan tempe goreng dua potong begini apa nikmatnya. Dasar kucing sialan! “Puas-puasin lo Kik buka puasanya.” “Puas apanya? Lauknya saja cuma begini.”

Puasa Senin pertamaku terasa hambar. Tak ada kesan hati jadi bersih jiwa jadi tenang, pikiran jadi terang. Padahal guru agamaku bilang, puasa sunnah Senin-Kamis dapat membersihkan hati, menenangkan jiwa dan membuat pikiran jadi terang sehingga belajar jadi gam-pang masuk otak. Ah, boro-boro. Tapi, barangkali saja aku belum menghayati makna puasa itu karena ini baru puasa hari pertama.

Kamis pun tiba. Pagi-pagi, ibuku sudah membuat nasi goreng. Bau sedapnya sangat menggoda selera. Kakakku langsung main santap begitu nasi diangkat dari penggorengan. Satu piring penuh. Aku melirik dengan liur yang hampir meleleh. “Sarapan dulu Ki.” “Ah kamu, Kiki kan lagi puasa, iya kan Ki?” ujar ibuku mendahului. Padahal belum mantap niatku untuk melanjutkan program pembersihan hati dan otak lewat puasa Senin dan Kamis itu. “Iya Kak, habiskan saja sendiri, lagian aku sudah harus buru-buru berangkat,” jawabku sekenanya. “Jangan khawatir. Soal bersih-bersih, itu memang keahlianku, tenang saja Ki” kakak seperti sengaja ingin menggodaku.

Ibu juga sama. Mestinya tak usahlah membuat menu sarapan kesukaanku itu. Toh, biasanya juga cuma seadanya saja. Nasi semalam plus kerupuk uyel, cukup.

“Kita harus berani bersusah-susah dulu jika ingin merasakan kesenangan pada akhir perjalanannya,” tutur bu Karomah - guru fikih - panjang lebar di kelasku. “Kalian harus ingat, menurut ketentuan standard kelulusan dari tahun ke tahun terus dinaikkan. Artinya kalian tidak bisa

Oleh : Nanang M. Safa’*)

bersantai ria jika tidak ingin gagal dalam ujian nanti.” “Apa yang harus kami lakukan untuk bisa men dapat-

kan nilai lebih itu Bu?!” Aris angkat bicara dari tempat duduk pojok belakang. “Yang pasti belajar toh,” jawab bu Karomah tegas. “Selain belajar, apa lagi Bu?!” sambung Dinar dari deretan depan.

Bu Karomah tidak segera menjawab. Dia menyapukan pan dangan ke seluruh ruangan, seakan ingin mengenali kembali anak-anak didiknya lebih dalam.

Suasana kelas hening“Perbanyak doa. Sebab pada hakekatnya doa itu

cerminan dari sikap optimis kita terhadap apa yang kita inginkan. Dan jangan lupa, untuk dapat menciptakan harmonisasi atau keseimbangan antara ikhtiar dan doa itu ada satu cara jitu yaitu dengan gemar melakukan puasa. Puasa hakekatnya adalah untuk pembersihan hati dan pikiran dari segala hal yang menodai, sehingga membuat kita sulit menangkap ilmu pengetahuan dan kebenaran”

Aku terhipnotis“Hati dan pikiran itu ibarat cermin. Jika lama tak

dibersihkan akan semakin tebal debu menempel, akibat-nya semakin kabur pula gambar yang dipantulkan. Dan salah satu cara untuk membersihkan hati dan pikiran adalah dengan berpuasa, termasuk puasa Senin dan Kamis yang juga sangat dianjurkan Rasululloh Muhammad SAW. Ingat loh ya, syaratnya harus iklash”

Aku mantapkan lagi niatku untuk tetap meneruskan program pembersihan hati dan otak itu, apa pun godaannya.

*) Guru MTsN Watulimo Trenggalek

64 MPA 307 / April 201264 MPA 307 / April 2012