Upload
yessi-setiawan-santoso
View
6
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Scott Away From Home
Citation preview
OPERATIONS FUNDAMENTAL
CASE STUDY: SCOTT – AWAY-FROM-HOME
Disusun Oleh:
FRIDA (1412407032)
PAMELA (1412407051)
YESSI SETIAWAN SANTOSO (1412407133)
DJUARTHA PRAMONO (1412407171)
MELISA LO (1412407190)
Binus Business SchoolMasters of Management (MM) in
Business Management for Young ProfessionalsALAM SUTERA
1
BackgroundScott Paper Company
Scott Paper Company berdiri pada tahun 1879 oleh E.Irving dan Clarence Scott yang
pada awalnya ditujukan sebagai perusahaan untuk consumer personal care dan cleaning
company. Pada tahun 1902 perusahaan ini mulai melakukan diversifikasi bisnis ke papergoods
market tepatnya sebagai perusahaan pertama yang menjual tissue kamar mandi. Kemudian,
pada ada tahun 1907 pertama kali menciptakan tissue yang bisa dibuang. Perusahaan ini sudah
berdiri lebih dari 100 tahun dengan positioning strategy sebagai industry leader yang terus
melakukan inovasi produk baru. Untuk menjaga kesuksesan bisnisnya Scott memfokuskan
strateginya kearah market differentiation dengan menekankan terhadap perkembangan produk
baru yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan customer.
Pada tahun 1988 Scott Paper Company meluncurkan produk inovasi barunya yaitu
Paper Dispenser. Produk ini dibuat untuk menambahkan value untuk komoditas produk-produk
Scott. Dispenser ini didesain untuk high end market sebagai hiasan untuk dekorasi kamar
mandinya. Secara otomatis menimbulkan kebutuhan akan sabun untuk melengkapi dispenser
tersebut. Produk sabun mempunyai gross profit margin yang cukup besar yaitu 50-75%,
sedangkan produk kertas mempunyai yield prodit margins yang hanya 20-25%. Sejak akhir
1800-an perusahaan Scott Paper Company terus berkembang dan sukses menjual produknya
keluar negeri. Namun tidak sampai tahun 1950-an perusahaan Scott baru mulai untuk mengerti
gambaran umum bisnis global dan mulai untuk membentuk joint venture dengan perusahaan
asing. Dengan demikian Scott baru dapat secara efektif melayani pasar internasional.
Pada 12 Juni 1994, Elizabeth Jackson sebagai Marketing Development Manager
mempunyai tugas untuk memperkenalkan Mini-500 soap dispenser sebagai produk yang akan
menaikan keberadaan perusahaan Scott dimata dunia. Produk ini mempunyai beberapa fitur
yang menarik yang menarik untuk beberapa Negara seperti: ukurannya yang compact, harga
ekonomis, kualitas konstruksi, dan fisiknya yang menarik. Untuk memperkenalkan produk ini
2
Scott harus berhasil melawan tantangan mereka yang muncul di beberapa functional area
seperti: manufacturing, scheduling, logistics, marketing, dan pricing.
Pada saat Mini-500 akan diperkenalkan, Scott Paper Company sudah mempekerjakan
25.900 karyawan dan dibagi menjadi 3 organisasi yang berbeda, yaitu:
1. Consumer Product
Memfokuskan pada manufacturing brand seperti Cottonelle, ScotTowel, Viva, Purex,
dan Baby-fresh.
2. S.D.Warren
Memproduksi coated printing paper.
3. Away-From-Home (AFH)
Terdiri dari system produksi bisnis kertas dan distributor untuk produk kamar mandi
public dan area pembersih. Untuk market global AFH dibagi menjadi subdivisi antara
product business dan geographic regions. Salah satu unit bisnis utamanya yaitu Sani-
Fresh dan dibawah unit dari Sani-fresh Mini 500 diperkenalkan.
Scott Away From Home Worldwide
Scott-AFH berdiri pada tahun 1989 yang merupakan unit bisnis mandiri dari Scott,
sebelumnya bernama Commercial Division of Scott. Pada tahun 1993 dengan total penjualan $
1.2 billion atau 25 % dari total penjualan Scott dan 35 % untuk profit operasionalnya. Misi
utama Scott-AFH adalah untuk dikenal dengan kualitas, inovasi, dan perbedaan, dan juga
berkembang lebih cepat dibandingkan kompetitornya. Visi utamanya yaitu untuk menjadi
world-class, dengan terus memperbaiki kualitas produk dan kuantitas pendapatannya.
Masalah strategi AFH salah satunya adalah alokasi sumber daya dan proses koordinasi
structural. Selain itu, grup AFH ini harus memonitor progress dari seluruh proyek
3
pengembangan bisnisnya. Salah satu keunikan dari AFH adalah The Innovation Council. Council
ini bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mereview proposal produk baru. Sebagai
bagian dari tugasnya mereka harus mengikuti implementasi dari proses SEDAM (Search,
Explore, Develop, Apply, dan Maximize). Proses ini bertujuan untuk memastikan proyek
pengembangan produk baru berjalan secara lancar dan berjalan sesuai dengan rencana.
Sani-Fresh Business
Sani-Fresh Internasional didirikan pada tahun 1977 berasal dari ide bahwa alternatif
diperlukan di pasar sabun, dimana Sani fresh merupakan perusahaan pertama yang
memperkenalkan sabun cair didalam kemasan untuk pasar bisnis komersial. Seiring kesuksesan
konsep Sani-fresh, perusahaan bertumbuh dan menambah line productnya didalam variasi
sabun untuk tangan, kulit, dan lingkungan. Hasilnya, Sani Fresh menjadi market leader dalam
Sistem sabun cair untuk tangan di Amerika. Pada tahun 1984, Scott Paper Company mengambil
alih Sanifresh internasional dan megintegrasikan bisnis sabun kedalam struktur operasi
perusahaannya.
Sistem produk sabun terdiri dari disposable soap cartridge dalam kemasan dispenser
yang bisa dipakai berkali-kali. SIstem ini didesain untuk kamar mandi umum dan kantor, juga
didesain agar bisa terkoordinasikan dengan Scott Paper Towel, tissue toilet, dan dispenser
untuk tempat duduk personal. Pada tahun 1994, terdapat dua produk sabun yaitu system
800ml dan twin pack. Sistem 800ml merupakan yang paling banyak terjual, namun twin pack
yang paling banyak digunakan ditempat umum.
TheoryBerdasarkan teori Siklus Hidup Produk atau Product Life Cycle (Kotler, 2012) ditemukan
beberapa strategi yang tepat untuk digunakan untuk produk dalam setiap tahan yaitu:
1. Tahap Perkenalan (Introduction)
4
Strategi peluncuran cepat (rapid skimming strategy)
Peluncuran produk baru pada harga tinggi dengan tingkat promosi yang tinggi.
Perusahaan berusaha menetapkan harga tinggi untuk memperoleh keuntungan
yang mana akan digunakan untuk menutup biaya pengeluaran dari pemasaran.
Strategi peluncuran lambat (slow skimming strategy)
Merupakan peluncuran produk baru dengan harga tinggi dan sedikit promosi.
Harga tinggi untuk memperoleh keuntungan sedangkan sedikit promosi untuk
menekan biaya pemasaran.
Strategi penetrasi cepat (rapid penetration strategy)
Merupakan peluncuran produk pada harga yang rendah dengan biaya promosi
yang besar. Strategi ini menjanjikan penetrasi pasar yang paling cepat dan
pangsa pasar yang paling besar.
Strategi penetrasi lambat (slow penetration strategy)
Merupakan peluncuran produk baru dengan tingkat promosi rendah dan harga
rendah. Harga rendah ini dapat mendorong penerimaan produk yang cepat dan
biaya promosi yang rendah.
2. Tahap Pertumbuhan (Growth)
Selama tahap pertumbuhan perusahaan menggunakan beberapa strategi untuk
mempertahankan pertumbuhan pasar yang pesat selama mungkin dengan cara:
Meningkatkan kualitas produk serta menambahkan keistimewaan produk baru
dan gaya yang lebih baik.
Perusahaan menambahkan model – model baru dan produk – produk penyerta
(yaitu, produk dengan berbagai ukuran, rasa, dan sebagainya yang melindungi
produk utama)
Perusahaan memasuki segmen pasar baru.
Perusahaan meningkatkan cakupan distribusinya dan memasuki saluran
distribusi yang baru.
5
Perusahaan beralih dari iklan yang membuat orang menyadari produk (product
awareness advertising) ke iklan yang membuat orang memilih produk (product
preference advertising)
Perusahaan menurunkan harga untuk menarik pembeli yang price sensitive.
3. Tahap Kedewasaan (Maturity)
Perusahaan meninggalkan produk mereka yang kurang kuat dan lebih
berkonsentrasi sumber daya pada produk yang lebih menguntungkan dan pada
produk baru.
Memodifikasi pasar dimana perusahaan berusaha untuk memperluas pasar
untuk merek yang mapan.
Menggunakan strategi peningkatan keistimewaan (feature improvement) yaitu
bertujuan menambah keistimewaan baru yang memperluas keanekagunaan,
keamanan atau kenyaman produk.
Strategi defensif dimana perusahaan untuk mempertahankan pasar yang mana
hasil dari strategi ini akan memodifikasi bauran pemasaran.
Strategi peningkatkan mutu yang bertujuan meningkatkan kemampuan produk,
misalnya daya tahan, kecepatan, dan kinerja produk.
Strategi perbaikan model yang bertujuan untuk menambah daya tarik estetika
produk seperti model, warna, kemasan dan lain – lain.
Menggunakan take-off strategy yang mana marupakan salah satu strategi yang
digunakan untuk mencapai fase penerimaan konsumen baru, strategi ini dapat
memperbaharui pertumbuhan pada saat produk masuk dalam kematangan.
4. Tahap Penurunan (Decline)
Manambah investasi agar dapat mendominasi atau menempati posisi persaingan
yang baik.
Mengubah produk atau mencari penggunaan/manfaat baru pada produk
Mencari pasar baru
6
Tetap pada tingkat investasi perusahaan saat ini sampai ketidakpastian dalam
industri dapat diatasi.
Mengurangi investasi perusahaan secara selesktif dengan cara meninggalkan
konsumen yang kurang menguntungkan.
Harvesting strategy untuk mewujudkan pengembalian uang tunai secara cepat
Meninggalkan bisnis tersebut dan menjual aset perusahaan.
Dalam menghadapi maturity yang dialami oleh System 800, Scott dapat melakukan
feature improvement dan perbaikan model. Sedangkan agar dapat mensukseskan Mini 500
(System 500) Scott dapat melakukan rapid penetration strategy maupun slow penetration strategy
dimana kedua strategi tersebut menggunakan harga yang rendah sesuai dengan keinginan
customer Eropa yang menginginkan barang dengan sifat cost effective.
Dalam proses desain produk, terdapat beberapa hal yang sering dilakukan oleh
perusahaan yaitu:
Perusahaan terus menerus akan menghadirkan produk baru ke dalam pasar.
Desain produk yang baik sangat berpengaruh terhadap kesuksesan.
Desain produk berbeda secara signifikan tergantung industri masing-masing.
Perusahaan seringkali melakukan outsourcing terhadap fungsi-fungsi penting.
Contohnya adalah contract manufacturer sebuah organisasi yang mampu memproduksi
dan/atau membeli seluruh komponen yang diperlukan untuk menghasilkan barang jadi.
(Aquilano, et al. 2014)
Hal diatas berusaha dilakukan oleh Scott dengan produk barunya yaitu Mini 500 (System
500) dimana Mini 500 merupakan produk baru yang digunakan untuk menjawab kebutuhan
pasar Jepang yang menginginkan dispenser sabun berukuran kecil, pasar Eropa yang
menginginkan dispenser sabun yang lebih murah (cost effective), dan pasar Amerika yang
menunjukan maturity terhadap dispenser sabun sebelumnya yaitu System 800. Dalam
memproduksi Mini 500 (System 500) ini Scott meng-outsource proses produksinya ke HIL
Malaysia.
7
Secara umum terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk
menciptakan produk ideal yang memenuhi keinginan customer. Langkah-langkah tersebut
adalah:
1. Quality Function Deployment
Menciptakan inter-fungsi atau integrated team yang terdiri dari marketing,
design engineering, dan manufacturing.
Mendapatkan customer insight
o Menggunakan market research dimana selanjutnya preferensi customer
dimasukkan kedalam customer requirements.
2. House of Quality
Menentukan mutu komponen dan proses produksi agar menghasilkan produk
yang berkualitas.
3. Value Analysis/Value Engineering (VA/VE)
VA/VE bertujuan untuk menyederhanakan produk dan proses.
Quality FunctionDeployment
Value Analysis/Value Engineering
Ideal Customer Product
House of Quality
8
Mencapai performa yang bagus, meminimalisir pengeluaran, sambil tetap
memenuhi requirements yang diinginkan oleh customer. (Aquilano, et al. 2014)
Secara formal, terdapat 6 fase umum dalam melakukan proses pengembangan produk yaitu
1. Planning (Perencanaan)
Approval proyek
Merencanakan corporate strategy
Melakukan penilaian mengenai technology developments dan market objectives
Menetapkan mission statement
2. Concept Development (Pengembangan Konsep)
Mengidentifikasi kebutuhan pasar
Mengumpulkan dan mengevaluasi produk alternatif.
Konsep lain dipilih untuk development dan testing. Konsep adalah deskripsi dari
bentuk, fungsi, dan fitur dari suatu produk.
3. System-level Design (Desain Sistem)
Definisi dari bentuk produk
De-komposisi produk ke dalam subsistem dan komponen
Mendefinisikan skema akhir assembly
Output:
o Geometric layout dari produk
o Spesifikasi fungsi dari setiap sub-sistem
o Diagram alur proses
4. Design Detail (Detil Desain)
Spesifikasi komplit dari geometri, material, dan ketahanan setiap bagian.
Identifikasi bagian-bagian yang akan dibeli dari supplier.
9
Menciptakan rencana proses.
Mendesign peralatan
Output:
o Drawings describing the geometry of each part and its tooling
o Specifications of purchased parts
o Process plan
5. Testing & Refinement (test dan perbaikan)
Mengkonstruksi dan mengevaluasi beberapa versi pre-production dari produk.
Membuat prototype dan melakukan test apakah prototype sudah sesuai
fungsinya dengan yang diinginkan.
6. Production Ramp-up
Pembuatan produk dengan production system yang telah ditentukan.
Melakukan training terhadap pekerja dan menyelesaikan masalah yang tersisa.
Evaluasi produk oleh beberapa customer. (Aquilano, et al. 2014)
Dalam proses inovasi produknya, Scott memiliki sistem strategi yaitu sistem Search, Explore,
Develop, Apply, Maximise (SEDAM). SEDAM ini akan dibahas lebih lanjut di bagian pembahasan.
Problem IdentificationProblem yang ditemukan oleh kelompok kami adalah:
1. Differences in market maturity and sophistication from Asia - Europe – US.
Dalam studi kasus ini, salah satu permasalahan yang terjadi disebabkan oleh
karena adanya perbedaan di tingkat kedewasaan pasar dan pengalaman. Permasalahan
terjadi ketika PT. Scott yang telah lama berkecimpung di dunia industri pembuatan
sabun cair dan dispenser sabun di Amerika mendapat permintaan untuk produk
dispenser yang lebih kecil dari pihak distributor Jepang. Pada saat itu pihak Scott Japan
memang merupakan salah satu perusahaan baru di Jepang, dan merupakan satu-
10
satunya perusahaan yang menjual dispenser sabun, sehingga pasar Jepang merupakan
pasar yang besar. Namun dalam prosesnya Scott menemukan berbagai macam
permasalahan yang berhubungan dengan perbedaan tingkat kedewasaan pasar dan
pengalamannya. Duskin, salah satu distributor di Jepang yang pertama kali memberikan
ide untuk memperkenalkan dispenser sabun dalam kemasan yang lebih kecil yang lebih
menarik pasar Jepang dibandingkan dengan produk yang ditawarkan saat itu (800ml dan
Twinpak) yang merupakan produk andalan yang populer di pasar Amerika.
Dengan adanya pandangan yang berbeda tersebut, tentunya akan memberikan
suatu permasalahan yang nyata bagi kedua belah pihak. Sehingga dalam kasus ini Scott
sebagai produsen barang yang memproduksi barang-barang permintaan dari Jepang
haruslah menemukan suatu cara penyelesaian yang dapat mempertemukan kedua
belah pihak. Elizabeth Jackson yang bekerja sebagai Marketing Development Manager
Scott memilih untuk melakukan suatu upaya globalisasi marketing dengan mengevaluasi
berbagai pendapat dari berbagai negara didunia mengenai dispenser sabun cair milik
Scott “Mini-500”. Salah satu pendapat yang mempengaruhi Elizabeth berasal dari
Kathryn Elmer, dimana Elizabeth mendapatkan pertimbangan untuk membuat mesin
dispenser berdasarkan ukuran kebutuhan rata-rata seseorang dalam memakai sabun.
Selain itu Kathryn Elmer juga mengajarkan mengenai prinsip Low-Cost, Low-End Fixture
yang berhasil membuat Scott menjadi lebih kompetitif dalam menjual produk-
produknya.
2. Varying demand for product features (Japan small in size, Europe cost effective).
Ketika Scott pertama kali menawarkan produk mesin dispenser sabun kepada
Jepang, Scott menawarkan produk terbaik pada masa itu yaitu The-800ml dan TwinPak.
Di Amerika kedua produk tersebut merupakan mesin dispenser yang paling laris dan
banyak dipakai oleh institusi-institusi seperti rumah sakit, industri publik, daerah
industri, perkantoran, dan sejenisnya. Namun selera masyarakat Jepang berbeda
dengan Amerika. Masyarakat Jepang meminta dispenser sabun tersebut dibuat dalam
11
ukuran yang lebih kecil dan dapat di-customized agar sesuai dengan selera masyarakat
lokal.
Kepopuleran mesin dispenser 800ml maupun TwinPak di Amerika dikarenakan
oleh sifat dari budaya Amerika yang selalu mengedepankan suatu inovasi dan
development dari produk itu sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan budaya Jepang yang
lebih senang apabila benda-benda yang digunakannya itu kecil/compact dengan adanya
unsur-unsur estetika yang dapat memikat para penggunannya. Berbeda lagi dengan
budaya dari negara-negara di Eropa yang banyak menggunakan prinsip Cost
Effectiveness / Low-Cost, Low-End Fixture.
Pada mulanya Duskin meminta agar Scott dapat membuat mesin dispenser
dalam ukuran 300ml. Hal ini tentu membuat Scott mau tidak mau harus membuat ulang
produk nya dari awal sesuai dengan permintaan Jepang, yang berarti akan memakan
biaya, waktu dan tenaga kerja ekstra bagi kedua pihak untuk dapat mewujudkannya.
Setelah Scott memberikan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Duskin untuk mulai
memproduksi mesin dispenser sabun yang sesuai dengan permintaannya, ternyata
Duskin dan Kirkpatrick tidak mampu memenuhi persyaratan tersebut dan menolak
untuk berkomitmen dalam menjalaninya. Sehingga hal ini mengakibatkan tertundanya
proyek selama 18 bulan, dan diakhiri dengan penolakan produk oleh Duskin dimana
produk yang diterima tidak sesuai dengan permintaannya. Setelah adanya peristiwa ini
mengakibatkan retaknya hubungan dan timbulnya sikap permusuhan antara Scott
dengan Duskin. Namun untungnya hal ini tidak terlalu mempengaruhi penjualan produk-
produk Scott di Jepang yang dipasarkan melalui distributor lainnya.
3. Misunderstanding on Worldwide Sourcing Materials.
Pada intinya, terjadi ketidak-sepahaman mengenai pengiriman (menggunakan
laut) produk, dan juga ada problem di dalam internal Perusahaan HIL Malaysia, yang
terjadi dari awal pengiriman, sampai di Pelabuhan dan ketika berada di Kapal saat
pengeskporan ke Amerika Serikat dan juga Eropa.
12
Pada awal nya, Kantor Pusat Scott menginisiasikan pembuatan Worlwide Task
Force, dengan tujuan menemukan kesempatan baru dan konsep. Diisi oleh dua member
dari Amerika, Eropa, dan Asia, dan satu dari Mexico. Saat pertama mereka rapat,
ditemukan bahwa diperlukan membuat formula baru untuk labelling dan pengemasan,
serta strategi untuk mendapatkan sumber daya dalam produksi dan juga replacement
parts.
Selain itu masalah kecil lainnya terjadi seperti adanya tim yang dipilih secara
tidak formal, lalu mereka memilih tiga industri desain untuk membantu tim nonformal
ini. Walaupun sampai batas waktu yang telah ditentukan, mereka tidak mendapatkan
hasil apapun. Alih-alih mereka memperpanjang masa kerja tiga perusahaan desain itu,
mereka justru membuat keputusan bahwa project tersebut harus dilakukan secara In-
House. Hasilnya adalah ditemukannya beberapa prototype, 3 Focus Group dari Amerika,
dan sebuah model yang telah ditentukan. Model yang dari Amerika ini dikirimkan ke
Jepang untuk diuji cobakan, dan ternyata diterima di sana. Setelah itu team
development melakukan perencanaan untuk pembuatan proses produksi secara global,
dengan memperhitungkan beberapa celah-celah yang ada.
Dalam proses produksi, diperlukan beberapa alat produksi dan juga beberapa
material. Yang akhirnya diputuskan bahwa bsia diproduksi secara terpisah, dan nanti
akan digabungkan dalam satu tempat. Hal ini diyakini oleh tim development akan
memberikan efisiensi dalam hal waktu dan juga mengatur jaringan internasional seperti
molders, toolmakers, regional operations, distribution, dan juga ke konsumen. Akhirnya
mereka mendapatkan hal yang diinginkan yaitu konsep dan juga pendekatan yang baru.
Ketika diimplementasikan, terjadilah sedikit konflik dalam perusahaan, fase
pertama yang dilakukan adalah mengirim tim untuk memastikan implementasinya
benar. Fase kedua, dengan pendekatan matematis, dan perhitungan matrix import dari
supplier terpilih di setiap negara, hasilnya adalah perusahaan yang sudah terpilih itu
tidak bisa sesuai dengan apa yang diinginkan, sehingga mereka memilih negara lain
untuk proses produksi nya, yaitu di Malaysia, karena perhitungan memperlihatkan harga
DDP nya paling kecil. Pihak Jerman marah dan tidak terima dengan keputusan tersebut.
13
Walaupun faktanya memang benar bahwa biaya DDP yang dikeluarkan lebih murah di
Malaysia apabila dibandingkan dengan biaya di Amerika atau Eropa.
4. Product ordering system centralized in San Antonio. (Schedulling – Time)
Permasalahan utama di sini sebenarnya terjadi karena Kantor Pusat di San
Antonio ini dinilai lamban oleh para negara lain dalam proses produksi dan pengiriman
material. Terjadi ketidak-sepahaman antara Malaysia dan San Antonio mengenai sistem
kerja dimana order seharusnya dilakukan secara terpusat, namun terdapat ketentuan
kualitas dan pengiriman, serta ketidaksamaan kultur atau budaya mereka. Dalam tahap
penyesuaian ini menyebabkan hambatan dalam proses produksi. Sehingga banyak
negara lain ingin langsung mendapatkan barang yang dibutuhkan dari Malaysia secara
langsung. Akan tetapi Kantor Pusat Scott tidak menghendaki hal tersebut, dan ingin agar
order tetap dilakukan sesuai prosedur yang ada. Akibatnya muncul anggapan San
Antonio tidak bisa mengakomodir kebutuhan. Padahal terjadi juga kekurangan dari sisi
Malaysia dimana mereka tidak bisa memenuhi jadwal produksi dan pengiriman yang
sudah ditetapkan.
5. Operational Mismatch
Hal lain yang dilakukan oleh Scott yang justru membuat mereka kesusahan
adalah, mereka memiliki sistem inovasi yang bernama SEDAM, yaitu Search, Explore,
Develop, Apply, and Maximise, hanya saja tidak dilakukan secara totalitas atau
menyeluruh.
Salah satu hal dalam proses development to Apply, dimana terjadi ketidak-
sesuaian dalam proses ini yang dikarenakan dari tahap sebelumnya yaitu Search dan
Explore. Dalam tahap Search, seharusnya terdapat studi mengenai pasar Jepang yang
sampai saat yang dibutuhkan tidak pernah ada hasilnya. Akibatnya, mereka tetap
melanjutkan ke proses selanjutnya walau belum ada hasil. Hal ini termasuk fatal karena
standar operasional yang telah dibuat tidak dilakukan secara totalitas oleh Scott.
14
SolutionDari hasil pembahasan diatas, Scott Paper Company khususnya divisi Away From Home
memiliki beberapa permasalahan dalam mendesain produk inovasi barunya secara global, yaitu
Mini-500. Beberapa solusi yang dapat disimpulkan untuk permasalahan tersebut yaitu:
1. Differences in market maturity and sophistication from Asia - Europe – US.
Perbedaan terhadap maturity pasar di benua yang berbeda merupakan salah satu
permasalahan yang harus dihadapi untuk indutri produk multinasional. Sebenarnya, perbedaan
pasar ini dapat dijadikan sebagai keuntungan oleh pihak Scott untuk memasuki pasar yang
masih segar karena dapat memposisikan diri menjadi market leader. Hal ini tentu dilaksanakan
dengan bantuan strategi marketing yang kuat dan analisa market insight sebelum memasuki
pasar baru tersebut.
2. Varying demand for product features (Japan small in size, Europe cost effective).
Variasi permintaan terhadap produk yang berbeda-beda di tiap negara, merupakan hasil
analisa market insight masing-masing negara. Tantangan dalam menjual produk secara global
adalah mengintegrasi semua kebutuhan dari market yang berbeda-beda dan menciptakan
produk yang cost-effective. Tantangan ini membutuhkan perencanaan yang matang dan team
Scott AFH dan Sani-fresh memutuskan untuk menciptakan produk yang mudah digunakan,
fungsional, dan estetis sebagai keunggulan dispenser sabun mini-500 ini.
Dalam menanggapi permasalahan ini, solusi Scott dalam perencanaan produknya
melalui proses SEDAM mengalami hambatan akibat adanya hambatan market insight analysis
dari market Jepang yang tidak kunjung tiba. Sebaiknya, tim analisa Scott dapat melakukan studi
secara langsung ke Jepang atau melakukan outsouce untuk studi tersebut. Sehingga didapatkan
data yang maksimal dan menghasilkan hasil yang akurat mengenai apa yang diinginkan oleh
pasar. Pihak Scott juga harus lebih tegas terhadap subsidiaries-nya yang tidak memenuhi
permintaan mengenai analisa market research di masing-masing negara.
15
3. Misunderstanding on Worldwide Sourcing Materials.
Dalam perencanaan produk global, awalnya team Scott sepakat dalam mengembangkan
formula universal untuk labelling dan packaging juga strategi untuk hasil produk dan
replacement parts secara global. Tentu saja hal ini tidaklah mudah, dan membutuhkan
ketelitian dalam memilih partner dan lokasi yang sesuai dengan perhitungan cost produksi
namun mempunyai sumber daya untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Kesalahpahaman internal oleh pihak Jerman yang tidak terima dengan keputusan Scott
untuk memilih pihak Malaysia, merupakan sesuatu yang dapat dihindari. Scott seharusnya lebih
transparan dalam prosesnya dan lebih netral agar tidak ada pihak yang merasa diungguli.
Perbedaan budaya kerja diantara Malaysia dan Amerika juga diharapkan dapat dikurangi
dengan adanya sistem integrasi yang bersifat sentralisasi untuk order, kualitas, dan shipping
requirements.
4. Product ordering system centralized in San Antonio.
Tantangan dalam sistem pemesanan produk yang disentralisasi di kantor utama San
Antonio mengakibatkan adanya kesalahpahaman dalam pengiriman produk dan masalah
export-import dari pihak HIL Malaysia. Beberapa subsidiaries yang langsung memesan barang
dari HIL Malaysia menciptakan kekacauan dalam sistem utama, karena hanya pihak San Antonio
yang mempunyai akses pemesanan dan inventori barang.
Salah satu solusi yang dapat kami sarankan adalah pihak Scott dapat memberi quota
kepada pihak HIL Malaysia jika ada yang ingin memesan langsung tanpa melalui pihak San
Antonio. Quota pemesanan ini tentu tidak boleh terlalu banyak dan sudah didiskusikan terlebih
dahulu dengan pihak San Antonio, untuk menghindari kelebihan inventory barang. Dengan
demikian, pihak HIL dapat menerima pesanan dan tidak mengakibatkan kekacauan di pusat.
5. Operational Mismatch
16
Perusahaan Scott mempunyai prosedur SEDAM yang merupakan basis utama dalam
proses perencanaan produk inovasinya. Seharusnya, setiap tahapan dalam sistem ini dilakukan
dengan baik dan tidak ada yang dilewati. Akibat salah satu proses yang diabaikan, tahapan
berikutnya akan menjadi tahapan yang tidak utuh, dan menghasilkan produk yang tidak
maksimal.
Saat ini Scott Paper Company sudah tidak berdiri sendiri. Pada tahun 1995, perusahaan besar
Kimberly-Clarks membeli perusahaan Scott Paper Company dan mengambil alih produk-produk
perusahaan. Hingga saat ini, dispenser sabun yang paling populer merupakan dispenser sabun
tipe 500ml dan terjual di seluruh dunia dibawah nama Scott (Kimberly-Clarks).
SourceChase, R.B., Jacobs, F.R. & Aquilano, N.J. 2014. Operations & Supply Strategy (14th Ed). McGraw
Hill. ISBN: 987-007151621 (CJA)
Kotler, Philip., Keller, Kevin Lane. 2012. Marketing Management (14th Ed). Pearson Education
Limited. ISBN: 10: 0-273-75336-3