Upload
harry-d-fauzi
View
138
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dinyatakan bahwa fungsi Pendidikan Nasional adalah ”mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.” Tujuannya untuk ”mengembang-
kan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”
Namun, akhir-akhir ini muncul gugatan terhadap sistem pendidikan yang
dianggap tidak mampu menghasilkan generasi yang berkualitas, memiliki visi,
transparansi dan pandangan jauh kedepan seperti yang ingin dicapai oleh tujuan
pendidikan Nasional tersebut diatas. Bahkan yang dihasilkan justru cenderung
tidak memiliki orientasi masa depan yang jelas, sementara krisis yang terjadi
dalam berbagai kehidupan belakangan ini adalah bersumber dari rendahnya
kualitas SDM, kemampuan dan semangat kerja.
Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat meng-
ekspresikan dirinya dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi
kepribadian, yaitu emosional, intelektual, sosial, moral dan religius. Beberapa
upaya dalam pendidikan diarahkan untuk membina perkembangan kepribadian
1
manusia secara menyeluruh dalam berbagai aspek kognitip, afektif, psikomotoris,
dan nilai-nilai serta keterampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Persoalannya
dalam implementasi di sekolah aspek kognitif lebih mendominasi jika
dibandingkan dengan dua aspek lainnya yaitu afektif dan psikomotorik sehingga
hasilnya kualitas sumber daya manusia masih jauh di bawah negara-negara
ASEAN lainnya. Menurut catatan Human Development Indexs-Standard PBB
untuk tingkat kesejahteraan negara yang salah satu indikatornya adalah
pendidikan, Indonesia menduduki urutan 102 dari 174 negara, antara lain
penyebabnya ialah disorientasi pendidikan di masyarakat.
Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi
sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkaitan dengan itu, guru
akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang, terutama yang berkaitan dengan
kinerja dan totalitas dedikasi dan loyalitas pengabdiannya.
Sorotan tersebut, sebagaimana dapat dilihat sekarang ini, lebih bermuara
kepada kompetensi guru dalam berbagai aspek, terutama yang berkaitan dengan
pelaksanaan proses pembelajaran. Kalaupun sorotan itu lebih mengarah kepada
sisi-sisi kelemahan guru, hal itu tidak sepenuhnya dibebankan kepada guru, dan
mungkin ada sistem yang berlaku, baik sengaja ataupun tidak akan berpengaruh
terhadap permasalahan tadi.
Banyak hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan, bagaimana kompetensi
akan berdampak kepada pendidikan bermutu. Sistem pendidikan nasional
memiliki sejumlah kelemahan yang mendasar, dengan berganti-ganti kurikulum
pendidikan, maka secara langsung atau tidak akan berdampak kepada
2
pengembangan kompetensi guru dalam hal pengelolaan pembelajaran. Perubahan
kurikulum dapat menjadi beban psikologis bagi guru, dan mungkin juga akan
dapat membuat guru frustasi akibat perubahan tersebut. Hal ini sangat dirasakan
oleh guru yang memiliki kompetensi profesional rata-rata atau di bawah rata-rata.
Salah satu permasalahan lainnya dalam sistem pendidikan di negara ini
adalah penerapan konsep pendidikan barat yang tidak menyeluruh (unintegrated),
dengan kata lain konsep yang diadopsi tersebut terkesan terkotak-kotak, tidak
utuh dalam penerapannya di sekolah. Hal ini terjadi karena dalam
mengimplementasi konsep tersebut diperlukan dana yang cukup besar serta sarana
dan prasarana yang memadai, sementara dalam RAPBN sektor pendidikan selalu
memperoleh dana yang sangat kecil, jika dibandingkan dengan sektor lainnya,
yang pada akhirnya berdampak pengadopsian konsep pendidikan barat tersebut
tidak utuh pelaksanaannya sehingga tidak pernah mencapai tujuan yang
diharapkan.
Dalam kondisi apapun upaya peningkatan kualitas maupun kuantitas
pendidikan seharusnya harus tetap diperhatikan. Peningkatan kualitas SDM
merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan bangsa dan wahana untuk
meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan. Sebagai faktor penentu
keberhasilan pembangunan, pada tempatnyalah jika pendidikan yang dilaksanakan
secara sistematis dan terarah berdasarkan kepentingan yang mengacu pada
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan dilandasi oleh keimanan
dan ketakwaan (IMTAK).
3
Proses pengembangan pendidikan merupakan upaya dasar, terorganisasi
dan dilakukan untuk mewujudkan kualitas peserta didik dalam mempertahankan
hidup dan mengembangkan potensinya. Penyelenggaraan pendidikan di negara
kita mempunyai misi luhur, yaitu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
memlalui pemberian dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu,
penyelenggaraan di sekolah bukan hanya berperan sosialisasi ilmu pengetahuan
dan teknologi seperti yang berlangsung selama ini, melainkan juga mempunyai
peran pewarisan nilai-nilai luhur bangsa kepada peserta didik dan masyarakat.
Untuk kepentingan tersebut di atas, sebagai kebijakan, program, metode
dan konsep pendidikan telah diterapkan, misalnya link and mactch, local content
curriculum, total quality management, school based management, competence
based curriculum, quantum learning and teaching, accelerated learning, life skill,
dan masih banyak bentuk kebijakan pendidikan lainnya. Tujuan dari masing-
masing program pendidikan tersebut relatif sama yaitu ingin mendongkrak
keterpurukan sistem pendidikan yang ada, dan nantinya mampu menghasilkan
generasi cerdas dan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara
progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian
merupakan investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan siap untuk
menghadapi dunia global.
Harapan ke depan, terbentuknya sinergi baru dalam lingkungan persekolahan
dan yang perlu menjadi perhatian, adalah terjalinnya kinerja yang efektif dan
efisien pada setiap struktur yang ada di persekolahan. Kinerja terbentuk bilamana
4
masing-masing struktur memiliki tanggung jawab dan memahami tugas dan
kewajiban masing-masing. Sebab, ukuran kompetensi guru yang sesungguhnya
terletak pada kemampuan guru dalam menempatkan dirinya secara proporsional
dan profesional pada lingkungan kerjanya.
Indikator kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat sumber daya
manusianya, dan indikator sumber daya manusia ditentukan oleh tingkat
pendidikan masyarakatnya. Semakin tinggi sumber daya manusianya, maka
semakin baik tingkat pendidikannya, dan demikian pula sebaliknya. Oleh sebab
itu indikator tersebut sangat ditentukan oleh kinerja guru yang berkompeten.
Bila diamati di lapangan, guru sesungguhnya telah menunjukkan wujud
kinerja maksimal di dalam menjalan tugas dan fungsinya sebagai pendidik,
pengajar, dan pelatih. Akan tetapi, barangkali masih ada sebagian guru yang
belum menunjukkan kinerja baik, belum menunjukkan kompetensi yang
sesungguhnya. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap penilaian atas sikap
prefesionalitas dan kompetensi secara makro.
Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggung jawabnya menjalankan
amanah, profesi yang diembannya, rasa tanggung jawab moral di pundaknya.
Semua itu akan terlihat kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan
tugas keguruannya di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap
ini akan disertai pula dengan rasa tanggung jawabnya mempersiapkan segala
perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain itu,
guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang akan digunakan,
5
termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta alat penilaian apa yang
digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi.
Kinerja dan kompetensi guru dari hari kehari, minggu ke minggu dan tahun
ke tahun terus ditingkatkan. Guru punya komitmen untuk terus dan terus belajar,
tanpa itu maka guru akan kerdil dalam ilmu pengetahuan, akan tetap tertinggal
akan akselerasi zaman yang semakin tidak menentu. Apalagi pada kondisi kini
seluruh bangsa dihadapkan pada era global, semua serba cepat, serba dinamis, dan
serba kompetitif.
Kinerja guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan
komponen persekolahan, apakah itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun anak
didik. Kinerja guru akan bermakna bila dibarengi dengan niat yang bersih dan
ikhlas, serta selalu menyadari akan kekurangan yang ada pada dirinya, dan
berupaya untuk dapat meningkatkan atas kekurangan tersebut sebagai upaya untuk
meningkatkan ke arah yang lebih baik. Kinerja yang dilakukan hari ini akan lebih
baik dari kinerja hari kemarin, dan tentunya kinerja masa depan lebih baik dari
kinerja hari ini.
Akar dari permasalahan dalam sistem pendidikan di negeri ini adalah
karena sekolah dan madrasah telah dipisahkan dari soal-soal kehidupan sehari-
hari. Sekolah telah berubah menjadi semacam “pendidikan militer”, ajang
indoktrinasi dan kaderisasi manusia muda yang harus belajar untuk “patuh”
sepenuhnya kepada sang komandan. Tak ada ruang yang cukup untuk eksperimen,
mengembangkan kreativitas, dan belajar menggugat kemapanan status quo yang
membelengu dan menjajah jiwa-jiwa anak muda, tak ada upaya yang dianggap
6
sebagai “membangun jiwa bangsa” kecuali “membangun raga bangsa”. Semuanya
serba terpola, terprogram, seolah-olah teratur dan dapat dikontrol. Siswa dijejali
oleh begitu banya pelajaran, dan bukan oleh diskusi-diskusi mendalam hakikat
proses pembelajaran dan pendidikan.
Adegan di sekolah selalu monoton, yakni setiap siswa datang ke sekolah
lalu duduk dengan rapi, baris demi baris lalu dengan patuhnya mendengarkan
guru mengajar di hadapan mereka. Adegan ini sudah merupakan pemandangan
yang lazim semenjak bertahun-tahun. Kurikulum sekolah membebani para siswa
dengan IPA, Matematika, Geografi, IPS dan lainnya, di mana informasi tanggal,
bilangan/angka dan fakta yang tanpa henti dijejalkan ke dalam benak siswa dalam
subjek-subjek mata pelajaran yang terpisah-pisah. Semua dilakukan tanpa
mengetahui seberapa jauh anak didik dapat memetik menfaat dari pelajaran-
pelajaran itu.
Layanan pembelajaran yang diberikan selama ini melalui pendekatan
klasikal cenderung menyamaratakan kemampuan peserta didik. Kondisi ini
mengabaikan kenyataan bahwa setiap orang dilahirkan sebagai individu yang
berbeda. Berbeda dalam kemampuan, potensi, sifat dan bakat. Keberagaman
bakat, minat, dan karakter anak ini sering tidak dapat dilayani oleh guru akibat
pemilihan metode dan pendekatan yang kurang tepat.
Untuk mengatasi keberagaman tersebut di atas, diperlukan penguasaan
yang lebih luas dan mendalam dari para guru dalam hal strategi belajar mengajar.
Pada konteks ini, guru sangat diberi penekanan mengembangkan kemampuannya
dalam pengelolaan pembelajaran di kelas. Penguasaan berbagai model
7
pembelajaran sangat diperlukan dan menjadi modal dasar bagi guru dalam upaya
mengembangkan minat belajar siswa.
Oleh karena itu, diperlukan pemikiran-pemikiran komprehensif tentang
bagaimana mengaktifkan pembelajaran di dalam kelas sehingga minat siswa
dalam belajar dapat tumbuh secara wajar yang pada gilirannya siswa akan
mengalami proses belajar yang menyenangkan, khususnya dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam yang terdiri atas sub mata pelajaran Fiqih, Al-Quran &
Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, serta Aqidah dan Akhlaq.
Atas dasar uraian di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian
tentang ”Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) dalam Mata Pelajaran Baca Tulis Al-Quran di SMA (Studi
Kasus pada Siswa Kelas X SMA Al-Muawanah Cianjur tahun pelajaran 2010-
2011)”.
B. Rumusan Masalah
Agar masalah yang akan diteliti teridentifikasi dengan jelas dan operasional,
maka perlu dirumuskan masalahnya. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah struktur isi perencanaan pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievement Division) dalam menguasai mata
pelajaran baca tulis Al-Quran pada siswa kelas X SMA Al-Muawanah Cianjur
dipersiapkan?
8
2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) dalam menguasai mata pelajaran baca tulis Al-
Quran pada siswa kelas X SMA Al-Muawanah Cianjur?
3. Bagaimanakah efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) dalam menguasai mata pelajaran baca tulis Al-
Quran pada siswa kelas X SMA Al-Muawanah Cianjur?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.
1. Struktur isi perencanaan pembelajaran kooperatif
tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dalam menguasai mata
pelajaran baca tulis Al-Quran pada siswa kelas X SMA Al-Muawanah
Cianjur.
2. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division) dalam menguasai mata pelajaran baca
tulis Al-Quran pada siswa kelas X SMA Al-Muawanah Cianjur.
3. Efektivitas pembelajaran kooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievement Division) dalam menguasai mata pelajaran baca
tulis Al-Quran pada siswa kelas X SMA Al-Muawanah Cianjur.
D. Kerangka Pemikiran
9
Kemampuan profesional guru pada dasarnya adalah kompetensi guru.
Kompetensi itu sendiri didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak
(Depdiknas, 2003:5).
Menurut Spencer, dalam Yulaelawati (Puskur, 2003:3), kompetensi adalah
karakteristik mendasar yang merupakan hubungan kausalitas antara referensi
kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada
situasi tertentu.
Karakteristik mendasar pada pendapat di atas mengadung arti bahwa
kompetensi tersebut tertanam mendalam dan bertahan lama dalam penampilan
seseorang dan dapat digunakan untuk memprediksi tingkah laku seseorang ketika
berhadapan dalam berbagai situasi dan tugas. Hubungan kausal memiliki makna
bahwa suatu kompetensi dapat menyebabkan atau memprediksi perubahan
tingkah laku dan kinerja seseorang. Sedangkan referensi kriteria menentukan dan
memprediksi apakah seseorang dapat bekerja dengan baik atau tidak dalam
ukuran yang spesifik atau standar.
Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam
mengelola pembelajaran. Dalam hal ini yang lebih ditekankan adalah kemampuan
guru dalam pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be
learnt), tetapi guru dituntut harus mampu menciptakan dan menggunakan keadaan
positif untuk membawa mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat
mengembangkan kompetensinya, sehingga mereka/anak dapat memahami belajar
yaitu bagaimana anak dapat belajar (learning how to learn).
10
Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung di sekolah. Pada konteks ini harus terjadi interaksi antara guru dan
siswa, siswa dan siswa, serta siswa dan lingkungan sekitarnya. Banyak terjadi
kegiatan belajar mengajar terasa sangat menjemukan dan melelahkan, baik bagi
guru maupun siswa. Kondisi ini sesungguhnya diakibatkan oleh kesalahan guru
dalam memilih pendekatan serta model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi
siswa. Oleh karena itu, penetapan strategi pembelajaran yang tepat dan baik akan
menumbuhkan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Pada
konteks ini, minat dan motivasi siswa dalam belajar akan tumbuh secara optimal
dan wajar tanpa harus diberi tekanan oleh guru.
Kegiatan pembelajaran yang kondusif, menyenangkan, dan kontekstual
sesungguhnya merupakan landasan pendidikan yang dikembangkan dalam Islam.
Islam mengajari kita untuk bersikap lemah lembut sesuai dengan kondisi yang
terdapat pada konteks. Bahkan Allah SWT menjelaskan hal ini dalam surah Ali-
Imran ayat 159 berikut ini.
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (keduniaan) itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
11
tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Bachtiar Surin, 1986:286)
Sifat lemah lembut adalah karakter yang diberikan Allah kepada manusia
untuk dapat bergaul dengan sesama manusia lainnya. Hal ini berlaku pula dalam
dunia pendidikan, yakni pada proses belajar mengajar, pada saat terjadinya
interaksi antara guru dan siswa serta siswa dan siswa.
Firman Allah SWT pula dalam surah An-Nahl ayat 125:
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik …” (Bachtiar Surin,
1986:1139).
Bachtiar Surin (1986:1139) memberikan penafsiran tentang kandungan
ayat di atas bahwa dalam mengajak orang kepada agama Allah, Islam
menganjurkan supaya dipakai cara kebijaksanaan, dengan ilmu hikmah serta
pengajaran yang baik. Jika terjadi perbedaan pendapat, kebijaksanaan itu harus
lebih ditingkatkan lagi dengan mengemukakan dalil-dalil yang meyakinkan
dengan penuh toleransi.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan dalam pendidikan baik secara
langsung maupun tidak. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.
12
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam pengembangan model pembelajaran yang sesuai
dengan konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya
yang berlaku di lingkungan SMA Al-Muawanah Cianjur..
2. Manfaat Praktis
Sekecil apapun makna penelitian ini, penulis berharap memiliki makna
yang bermanfaat bagi siswa, guru, maupun lembaga pendidikan yang terkait,
terutama bagi penulis sendiri.
Bagi guru, penelitian ini diharapkan akan menjadi salah satu alternatif
dalam pengembangan model dan metode pembelajaran pendidikan agama Islam.
Guru yang bijaksana adalah guru yang mampu menerapkan metode teknik yang
tepat dalam situasi pembelajaran yang tepat. Sesederhana apa pun model
pembinaan siswa yang dipaparkan dalam penelitian ini akan menjadi pilihan yang
tepat jika diterapkan dalam situasi yang tepat pula. Di sisi lain, penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi masukan dan dasar pemikiran guru dan calon guru
untuk dapat memilih metode yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan pokok bahasan yang dibahas
Selanjutnya, bagi lembaga pendidikan terkait, diharapkan keberhasilan
penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya perkembangan dunia pendidikan dan pengajaran. Lebih
jauh lagi, penulis berharap pula jika hasil penelitian ini dapat menjadi sumber
13
inspirasi bagi siapa pun yang berminat melakukan penelitian serupa di masa
mendatang.
Bagi peneliti sebagai calon pendidik, dapat menjadi bekal untuk terjun ke
dunia pendidikan. Bagi siswa supaya memiliki kemandirian belajar yang tinggi
agar dapat memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Bagi peneliti lain, hasil
penelitian ini dapat dijadikan referensi dan motivasi meneliti pelajaran lain serta
sebagai acuan penelitian berikutnya.
F. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi menurut adalah semua nilai baik melalui perhitungan
kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik tertentu mengenai objek
yang lengkap dan jelas. Ditinjau dari banyaknya anggota populasi, maka
populasi terdiri dari populasi terbatas (terhingga) dan populasi tak terbatas
(tak terhingga), dan dilihat dari sifatnya populasi dapat bersifat homogen
dan heterogen. Menurut Sugiyono (2003:11) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan.
Secara sederhana, Subana (2000:12) memberikan batasan tentang
populasi sebagai berikut.
a. ”Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1988).”
b. ”Populasi adalah kumpulan dari indivisu dengan kualitas serta ciri-
ciri yang ditetapkan (Nazir, 1983).”
14
c. ”Populasi adalah sekumpulan objek yang lengkap dan jelas
(Vincent, 1989).”
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi
adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia,
benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa sebagai dumber
data yang mewakili karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah siswa SMA
Al-Muawanah, Kabupaten Cianjur yang seluruhnya berjumlah 92 orang
dengan perincian sebagai berikut.
Tabel 1.1
Data Populasi Penelitian
KelasJumlah Siswa
Laki-laki Perempuan Jumlah
X 14 17 32
XI 18 14 32
XII 10 18 28
Jumlah 42 49 92
2. Sampel Penelitian
Penelitian yang dikembangkan pada kegiatan ini adalah berbentuk
penelitian tindakan kelas dengan menetapkan kompetensi dasar ”menemu-
kan dan menghapalkan ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan
perintah melaksanakan shalat dan zakat” yang terdapat di kelas X. Dengan
15
demikian, subjek tindakan yang dipilih adalah siswa kelas X SMA Al-
Muawanah Cianjur yang seluruhnya berjumlah 32 orang.
G. Langkah-langkah Penelitian
1. Metode Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah serta tujuan penelitian yang
dirumuskan dalam penelitian ini, maka metode yang akan digunakan
adalah metode deskritif, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Winarno Surakhmad (1982:131), yakni ”suatu cara untuk menyimpulkan
masalah aktual dengan jalan menyimpulkan, menyusun, dan meng-
klasifikasi data.”
Amir Suyatna (2000:14) mengemukakan bahwa ”secara praktis,
penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk memper-
oleh akumulasi data dasar secara deskriptif, tidak saling berhubungan,
tidak menguji hipotesis, tidak membuat ramalan, atau tidak mendapatkan
makna implikasi. Selain dari itu, penelitian ini bertujuan untuk
memberikan pemerian (mendeskripsikan) berupa gambaran sistematis,
faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau hal yang
diteliti.”
Penelitian ini adalah penelitian kelas dengan bentuk penelitian
tindakan, karena permasalahan yang dihadapi dialami oleh guru/peneliti,
maka solusinya dirancang berdasarkan kajian teori pembelajaran dan input
dari lapangan. Di samping itu, pelaksanaan tindakan juga dilakukan oleh
guru/peneliti. Adapun rancangan solusi yang dimaksud adalah tindakan
16
penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam mengajarkan
kompetensi dasar ”menemukan dan menghapalkan ayat-ayat Al-Quran
yang berhubungan dengan perintah melaksanakan shalat dan zakat” di
SMA. Dalam menerapkan pendekatan pembelajaran tersebut digunakan
tindakan berulang/siklus dalam setiap pembelajaran, artinya cara menerap-
kan pendekatan pembelajaran kontekstual pada pembelajaran pertama,
sama dengan yang diterapkan pada pembelajaran kedua, pembelajaran
ketiga, hanya refleksi terhadap setiap pembelajaran berbeda, tergantung
dari fakta dan interpretasi data yang ada atau situasi dan kondisi yang
dijumpai. Hal ini dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal mengenai
cara penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual.
Prosedur penelitian dilaksanakan dalam tahap-tahap sebagai berikut.
a. Penyusunan perencanaan penelitian yang meliputi
langkah-langkah:
1) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan
yang digariskan dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2008
tentang Standar Proses, Pedoman Pengembangan Silabus (BSNP,
2006) serta dokumen Pusat Kurikulum tentang pengembangan
silabus dan skenario pembelajaran (Pusat Kurikulum, 2004);
2) memilih dan menentukan bahan ajar;
3) menyusun perangkat penilaian sesuai dengan indikator dan tujuan
pembelajaran yang dirumuskan.
17
b. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan langsung
oleh peneliti dengan menyertakan dua orang observer yang terdiri atas
kepala sekolah dan seorang guru mata pelajaran muatan lokal Baca
Tulis Al-Quran. Fungsi observer terutama adalah mengamati perilaku
pembel-ajaran yang berlangsung dan memberikan catatan-catatan
saran yang dapat dikembangkan pada siklus berikutnya jika hasil
pembelajaran belum mencapai kriteria ketuntasan minimum.
c. Penilaian kompetensi siswa dilakukan terhadap
proses pembelajaran yang berlangsung secara kualitatif serta hasil
pembelajaran dengan mengacu kepada indikator dan tujuan
pembelajaran yang dirumuskan. Skala penilaian yang digunakan
adalah 0 – 10 dengan dua angka desimal sesuai kriteria yang
ditetapkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
d. Analisis hasil belajar, yakni proses analisis terhadap
hasil belajar siswa pada setiap indikator yang telah dirumuskan. Angka
KKM yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah angka KKM yang
telah ditetapkan oleh sekolah dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (Kurikulum Mandiri SMA Al-Muawanah Cianjur) edisi
tahun pelajaran 2010-2011 untuk mata pelajaran muatan lokal Baca
Tulis Al-Quran.
Selanjutnya disain penelitian secara umum digambarkan seperti bagan di
bawah ini.
18
Keterangan :
P : Perencanaan T : Tindakan
O : Observasi E/R : Evaluasi / Refleksi
Gambar 1.1 Desain Penelitian
Siklus pembelajaran berikutnya dilakukan apabila hasil pembel-
ajaran tidak menunjukkan ketuntasan yang dipersyaratkan dalam KTSP.
Selain data yang diperoleh dari tindakan pembelajaran di atas,
penulis juga menggunakan teknik penelitian sebagai berikut guna
melengkapi dan memperkuat perolehan data.
a. Observasi atau pengamatan yang digunakan untuk memperoleh data
dengan cara mengamati proses pelaksanaan penelitian. Proses
pengamatan dalam penelitian ini dilakukan oleh tiga orang secara
serempak, yakni seorang guru pamong, guru pendamping, dan kepala
sekolah.
b. Studi Literatur yang dilakukan untuk menggali pemahaman teoritis
tentang pembinaan nilai-nilai pendidikan agama Islam serta aspek-
aspek yang relevan dengan rumusan masalah serta esensi penelitian ini
secara keseluruhan.
19
SIKLUS 1 SIKLUS 2
2. Prosedur Penelitian
Analisis data diperlukan untuk melihat sampai sejauh mana pelaksanaan
penelitian dan hasilnya dicapai. Analisis data ini pun digunakan untuk me-
ngurangi subjektivitas dan mencapai reliabilitas tertentu pada hasil penelitian
sehingga digunakan cara triangulasi dengan memanfaatkan kolaborator atau
observer. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi waktu yang meng-
gunakan waktu berkali-kali dalam melakukan penelitian tindakan sehingga
hasil yang diperoleh siswa pada pembelajaran ini memiliki validitas dan bukan
merupakan suatu kebetulan.
Setiap data yang diperoleh dari hasil penelitian pada setiap siklus
dianalisis dengan prosedur sebagai berikut.
a. Data kualitatif penelitian dihimpun dan
dikategorikan berdasarkan per-masalahannya untuk dianalisis. Data
kualitatif yang dihimpun meliputi catatan observer dalam setiap siklus
pembelajaran, wawancara dengan siswa, hasil angket, serta catatan-catatan
temuan yang dilakukan selama penelitian.
b. Data kuantitatif, berupa nilai hasil belajar siswa
yang diperoleh pada setiap siklus pembelajaran, dianalisis dengan cara
membandingkannya dengan kriteria ketuntasan minimum kompetensi
dasar ”menemukan dan menghapalkan ayat-ayat Al-Quran yang
berhubungan dengan perintah melaksanakan shalat dan zakat” dan KKM
mata pelajaran muatan lokal Baca Tulis Al-Quran di kelas X.
20
c. Hasil analisis data kualitatif maupun kuantitatif
dijadikan dasar bagi pengembangan perbaikan perencanaan pembelajaran
pada siklus berikut-nya.
3. Prosedur Analisis Data
Prosedur pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan hal-hal sebagai
berikut.
1) Penentuan kesimpulan atas konsepsi awal siswa diperoleh melalui
hasil analisis pembelajaran siklus pertama. Hasil pembelajaran siklus
pertama ini dianggap sebagai skemata dasar siswa untuk mengikuti
pembelajaran dan dijadikan dasar perbandingan (komparasi) pada akhir
pembelajaran dengan hasil tes pembelajaran pada siklus akhir.
2) Kesimpulan pada proses pembelajaran didasarkan kepada kriteria
yang ditetapkan dalam lembar pengamatan dan penilaian secara kualitatif
dengan skala nilai B – C – K. Pembelajaran dianggap berhasil jika siswa
rata-rata mencapai nilai C pada seluruh aspek dan kegiatan pembelajaran
yang dilakukan.
3) Kesimpulan pada fase akhir pembelajaran diperoleh setelah
dilakukan analisis atas data hasil pembelajaran yakni membandingkannya
dengan KKM yang telah ditetapkan. Di samping itu, secara formal
dilakukan juga analisis statistik deskriptif pada hasil-hasil pembelajaran
setiap siklus sebagai hasil proses pembelajaran kontekstual.
4) Analisis tentang efektivitas pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan statistik komparatif dengan cara membandingkan hasil
21
pembelajaran siklus I dengan siklus II. Pada analisis ini diajukan hipotesis
tindakan sebagai berikut.
”Proses pembelajaran menemukan dan menghapalkan ayat-ayat Al-
Quran yang berhubungan dengan perintah melaksanakan shalat dan zakat
dengan menggunakan pembelajaran kooperatid tipe STAD
dapat meningkatkan kemampuan dan dapat mengubah
perilaku belajar siswa kelas X SMA Al-Muawanah Cianjur
Semester 2 Tahun Pelajaran 2010-2011.”
Penentuan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan dilaku-
kan dengan menggunakan pedoman penilaian sebenarnya (authentic
assessment), yakni dengan mempertimbangkan hasil pembelajaran serta
proses pembelajaran. Artinya, proses pembelajaran yang telah dinilai
secara kualitatif ditafsirkan dan dikonversikan menjadi nilai kuantitatif
untuk kemudian dipadukan dengan nilai hasil pembelajaran. Jika nilai
(secara individual) hasil penggabungan ini sama dengan atau lebih besar
daripada KKM (kriteria ketuntasan minimum), maka siswa yang
bersangkutan dianggap telah tuntas dan berhasil menyelesaikan pembel-
ajaran dan hipotesis tindakan yang diajukan telah terbukti.
H. Kajian Kepustakaan
Beberapa penelitian yang dilakukan berkenaan dengan pembelajaran
Al-Quran dan Al-Hadits dapat dikemukakan sebagai berikut.
Penelitian berjudul ”Pelaksanaan Teknik Menghapal Al-Quran dan
Efeknya terhadap Pengamalan Ibadah Siswa di Madrasah Aliyah Nurul Huda
22
Kawali, Ciamis” oleh Muhammad Idris pada tahun 2004-2005 menunjukkan
hasil sebagai berikut. (1) Pelaksanaan teknik menghapal Al-Quran di
Madrasah Aliyah Nurul Huda Kawali Ciamis dapat dikatakan cukup baik.
Lihat rata-rata prosentase 61,25 %. Dan juga terlihat dari kondisi proses
belajar mengajar, metode yang diterapkan guru serta sarana-sarana penunjang
yang terdapat di sekolah tersebut. (2) Pengamalan ibadah siswa masih kurang
berdasarkan rata-rata prosentase hanya mencapai 44,40 %. (3) Efek
pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap pengamalan ibadah ada, tetapi
kecil sekali.
Muammar Khadafi (2001) melakukan penelitian dengan judul
”Internalisasi Nilai-nilai Akhlak Melalui Pembelajaran Al-Qur’an Hadits di
SMP Muhammadiyah 8 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010”. Penelitian ini
menghasilkan hal-hal sebagai berikut. Internalisasi nilai-nilai akhlak
merupakan tugas guru untuk menciptakan siswa siswi yang berakhlakul
karimah. Sehingga terciptanya masyarakat yang berlingkungan yang islami
dan tatanan masyarakat yang ideal sesuai norma-norma yang berlaku. Akhlak
merupakan tolok ukur suatu bangsa dan keberhasilan pendidikan. Dunia
modern saat ini, termasuk di Indonesia ditandai oleh terjadinya dekadensi
moral atau kemerosotan akhlak yang benar-benar berada para taraf yang
mengkhawatirkan. Internalisasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran Al-
Qur’an Hadits telah dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta yang
menggunakan sistem full day school. Rumusan masalah ini adalah nilai-nilai
akhlak apa yang diinternalisasikan melalui pembelajaran Al-Qur’an Hadts di
23
SMP Muhammadiyah 8 Surakarta. Apa faktor pendudukung, dan penghambat
internalisasi nilai-nilai akhlak pada pelajaran Al-Qur’an Hadts di SMP
Muhammadiyah 8 Surakarta. Tujuan penelitiaan adalah untuk mengetahui (1)
nilai-nilai akhlak yang diinternalisasikan melalui pembelajaran Al-Qur’an
Hadts di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta, (2) faktor pendukung dan
penghambat internalisasi nilai-nilai akhlak melalui pembelajaran Al-Qur’an
Hadits di SMP Muhammadiyah 8 Surakarta. Adapun penelitian ini dianalisis
dengan deskriptif kualitatif (berupa kata-kata tertulis dari orang dan prilaku
yang diamati). Untuk menganalisis faktor pendukung dan penghambat
digunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).
Kesimpulan penelitian ini adalah Pelaksanaan internalisasi nilai-nilai akhlak
melalui pembelajaran Al-Qur’an hadits di SMP Muahmmadiyah 8 Surakarta
bisa dikatakan baik, dengan penanaman akhlakul karimah, seperti hormat pada
guru, hormat pada orang tua, akhlak sesama manusia, akhlak dalam
bermuamalah, akhlak beribadah serta untuk menunjang materi ini SMP
Muhammadiyah 8 Surakarta menambah materi penunjang seperti takhsin,
BTQ, takhfiz juz amma serta shalat sunnah. namun perlu usaha yang lebih
keras untuk untuk meningkatkannya.
Andre Wirawan (2011) melakukan penelitian tentang ”Efektivitas
Pembelajaran Bidang Studi Al-Qur’an Hadits Melalui Metode Menghafal
Bagi Siswa Kelas VII MTs Begeri Batu, Kabupaten Malang”. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dengan jenis
penelitian eksperimen tentang penerapan metode menghapal dalam memahami
24
dan menguasai bacaan Al-Quran dan Hadits. Hipotesis dari penelitian ini
adalah ”metode menghafal lebih efektif daripada metode ceramah dalam
peningkatan nilai siswa”. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VIIA
MTs Negeri Batu dengan jumlah siswa sebanyak 40 siswa.
Hasil penelitian dari data kuantitatif yang diperoleh dari tes dan hasil
tes bidang studi Al-Quran Hadits adalah sebagai berikut: Berdasarkan analisis
statistik menggunakan tes-t dibahas dalam bab IV, thitung yang didapat dari tes
akhir yaitu 0,473 lebih kecil daripada ttabel yang memiliki taraf signifikan 95%
yaitu 1,68. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara prestasi belajar siswa yang diajar dengan menggunakan
metode menghafal pada pelajaran Al-Quran Hadits dan dari mereka yang
diajar dengan menggunakan model pembelajaran ceramah pada siswa kelas
VII di MTs Negeri Batu Tahun ajaran 2010/2011. Sehingga, hipotesis
penelitian ini terbukti. Sementara itu, pencapaian kelompok eksperimen lebih
baik dari kelompok kontrol karena nilai rata-rata kelompok eksperimen adalah
14,50 sedangkan kelompok kontrol adalah 14,15. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa metode menghafal lebih baik dibandingkan dengan
metode ceramah.
25