Upload
budi2k6
View
1.010
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BADAN PEMERIKSA KEUANGANREPUBLIK INDONESIA
HASIL PEMERIKSAAN
ATAS
PENGELOLAAN PENDAPATAN, PENGENDALIAN BIAYA DAN KEGIATAN INVESTASI
TAHUN BUKU 2004 DAN 2005 (S.D. SMT I)
PADA
PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (PERSERO)
DI BANDUNG
Nomor : 12/AUDITAMA V/ATT/04/2006Tanggal : 6 April 2006
DAFTAR ISIHalaman
RESUME HASIL PEMERIKSAAN……………………………….…… 11. Pengelolaan Pendapatan.….....…….…………………………………...... 12. Pengendalian Biaya …………….……………………………………….. 23. Pengelolaan Investasi……. ..……………………………………………. 44. Tindak lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI sebelumnnya. ………...……. 4
HASIL PEMERIKSAAN ………………………………….……………. 6I. Gambaran Umum ……..….……………………………………………… 61. Dasar Pemeriksaan……………………………………………………….. 62. Tujuan Pemeriksaan ...…………..……………………………………….. 63. Sasaran Pemeriksaan ..…………………………………………………… 64. Metode Pemeriksaan …………………………………………………….. 65. Jangka Waktu Pemeriksaan……………………………………………… 66. Obyek Pemeriksaan …………………………………………………… 6
a. Sejarah Pendirian …...………………………………………………… 6b. Tujuan Perusahaan ……………….……………………………..……. 7c. Struktur Organisasi ...…………………………………………………. 7d. Perkembangan Perusahan…..…………………………………………. 8
7. Temuan Pemeriksaan ……………………………………………………. 10a. Pengelolaan Pendapatan…........... …………………………………….. 10
1) Pelaksanaan penjualan areal lahan dan tegakan pohon belum seluruhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku……………… 10
2) Realisasi penebangan pohon karet di Kebun Cikasungka oleh CV Raksa Bumi belum sesuai dengan surat perjanjian……………….. 15
3) Pembayaran penjualan rumah dinas sebesar Rp410,00 juta belum sesuai dengan perjanjian………………………..…………………. 16
b. Pengendalian Biaya……………………………………………………. 201) Kerjasama konsultasi manajemen dan keuangan dengan Andalan
Dunia Bisnis tidak memberikan hasil sesuai dengan perjanjian... 202) Terdapat kelebihan pembayaran Premi Asuransi Purna Jabatan
Direksi sebesar Rp329,57 juta dan Pajak PPh Pasal 21 atas premi belum disetorkan ke Kas Negara Sebesar Rp461,63 juta… 24
3) PT. Sarana Adyaboga Agung belum dikenakan denda sebesar Rp47,00 juta atas keterlambatan dan tidak dikirimnya pengadaan pupuk Kieserit dan TSP …………………………….. 28
4) PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) belum mengenakan denda sebesar Rp36,26 juta kepada PT Pertani (Persero) atas pembelian Pupuk Urea yang tidak dikirimkan …………………. 29
5) Harga Perhitungan Sendiri atas pekerjaan inklaring, handling dan pengangkutan Pupuk ZA dibuat kurang cermat dan pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan ……………….. 32
c. Pengelolaan investasi ……....………………………………………… 36Proses Pengadaan Burner senilai Rp583,312 juta kurang cermat dan pembuatan perjanjian tidak sesuai dengan uraian pekerjaan………
36
d. Tindak lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI Sebelumnya……………… 39a. Sebagian areal HGU milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten
Subang terancam dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk Eksploitasi Galian C……………………………
b. Sistem pembukuan hutang niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik………………………………………………………
39
40
RESUME HASIL PEMERIKSAANATAS
PENGELOLAAN PENDAPATAN, PENGENDALIAN BIAYA DAN KEGIATAN INVESTASI
PADAPT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (PERSERO)
DI BANDUNG
Berdasarkan surat tugas BPK-RI No. 41/ST/VII-XV.2/05/2005 tanggal 31 Mei
2005, BPK-RI telah memeriksa pengelolaan pendapatan, pengendalian biaya dan kegiatan
investasi pada PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) yang selanjutnya PTPN VIII, tahun
buku 2004 dan 2005 (s.d. Semester I).
Pemeriksaan dilakukan untuk menilai apakah jumlah pendapatan, biaya dan
investasi yang dilaporkan telah wajar dan dilakukan sesuai dengan sistem pengendalian intern
dan ketentuan peraturan perundangan yang ditetapkan dan upaya-upaya manajemen untuk
menindaklanjuti temuan BPK-RI.
Kondisi dan perkembangan perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Laporan keuangan PTPN VIII untuk tahun 2003 dan 2004 telah diperiksa oleh KAP
dengan opini “wajar tanpa pengecualian.”
2. Aset yang dikelola PTPN VIII per 31 Desember 2003 dan 31 Desember 2004 masing-
masing sebesar Rp1.015.488,16 juta dan Rp1.063.753,06 juta.
3. Laba (rugi) sebelum pajak PTPN VIII tahun buku 2004 dan 2005 (s.d. Semester I)
masing-masing sebesar Rp49.949,02 juta dan Rp47.998,06 juta.
4. Penjualan PTPN VIII tahun buku 2004 dan 2005 (s.d. Semester I) masing-masing sebesar
Rp821.755,00 juta dan Rp515.208,71 juta.
5. Tingkat kinerja perusahaan yang dihitung berdasarkan SK Menteri Negara BUMN RI No.
KEP-100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 untuk tahun buku 2003 dan 2004 masing-
masing adalah “Sehat (A)” dengan skor sebesar 65,50 dan “Sehat (AA)” dengan skor
80,04.
Pokok-pokok hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Pengelolaan pendapatan.
Realisasi pendapatan tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) masing-masing sebesar
Rp995.939,19 juta dan Rp540.380,48 juta atau 116,35% dan 99,97% dari anggarannya
masing-masing sebesar Rp856.007,00 juta dan Rp540.519,75 juta. Pendapatan tersebut di
1
atas terdiri dari pendapatan penjualan komoditi dan pendapatan lain-lain diluar usaha
pokok perusahaan.
Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan dilakukan secara uji petik tahun 2004
sebesar Rp57.761,21 juta dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp3.716,52 juta atau 5,80%
dan 0,69% dari total pendapatan.
Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan menghasilkan 3 (tiga) temuan
pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, yaitu :
a. Pelaksanaan penjualan areal lahan dan tegakan pohon, belum seluruhnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut terjadi karena :
1) Manajemen PTPN VIII tidak mengindahkan ketentuan atau pedoman yang berlaku
untuk pemindah tanganan aktiva tetap BUMN terutama Surat Menteri Keuangan
No.89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991 pasal 15 ayat (1) dan pasal 5.
2) Manajemen PTPN VIII tidak menuangkan klausul denda/sangsi dalam setiap Surat
Perjanjian Jual Beli (SPJB) apabila pembayaran tidak tepat waktu.
b. Realisasi penebangan pohon karet di Kebun Cikasungka oleh CV RB belum sesuai
dengan surat perjanjian. Hal tersebut terjadi karena :
1) Pengawasan PTPN VIII atas pelaksanaan penebangan belum optimal dan tidak
tegas untuk menghentikan penebangan yang dilakukan oleh CV RB.
2) PTPN VIII pada saat menjual tegakan pohon tidak dilakukan inventarisasi
sehingga jumlah tegakan yang dijual lebih kecil dari jumlah sebenarnya.
c. Pembayaran penjualan rumah dinas sebesar Rp410,00 juta belum sesuai dengan
perjanjian. Hal tersebut terjadi karena Manajemen PTPN VIII tidak pernah
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pembeli rumah atas cicilan yang
tertunggak.
2. Pengendalian Biaya.
Realisasi biaya tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) masing-masing sebesar
Rp917.072,81 juta dan Rp514.510,82 juta atau 116,22% dan 103,29% dari anggarannya
masing-masing sebesar Rp789.069,00 juta dan Rp498.128,13 juta.
Pemeriksaan atas pengendalian biaya dilakukan secara uji petik yaitu terhadap
realisasi biaya pemeliharaan tanaman dan biaya umum untuk tahun 2004 sebesar
Rp279.431,30 juta dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp158.507,73 juta atau 30,47% dan
30,81% dari total realisasi biaya.
2
Pemeriksaan atas pengendalian biaya menghasilkan 5 (lima) temuan pemeriksaan
mengenai efesiensi dan efeketivitas, yaitu :
a. Kerjasama konsultasi manajemen dan keuangan dengan Andalan Dunia Bisnis (ADB)
belum memberikan hasil sesuai dengan perjanjian. Hal tersebut terjadi karena dalam
mengambil keputusan untuk menggunakan jasa konsultan ADB, Direksi PTPN VIII
tidak membuat analisa terlebih dahulu untuk mengetahui kredibilitas dan kapabilitas
dari yang bersangkutan.
b. Terdapat kelebihan pembayaran premi asuransi purna jabatan Direksi sebesar
Rp329,55 juta dan pajak PPh Pasal 21 atas premi belum disetorkan ke Kas Negara
sebesar Rp461,63 juta. Hal tersebut terjadi karena :
1) Pembayaran premi asuransi jabatan tidak disesuaikan dengan masa jabatannya dan
tidak diperhitungkan dengan klaim yang diterima pada akhir masa jabatannya.
2) PTPN VIII belum sepenuhnya memperhatikan UU No. 17 Tahun 2000 dalam
menghitung dan menyetor pajak PPh pasal 21 atas pembayaran premi asuransi
purna jabatan bagi Dewan Komisaris, Sekretaris Komisaris dan Direksi PTPN
VIII.
c. PT. SAA belum dikenakan denda sebesar Rp47,00 juta atas pengadaan pupuk Kieserit
dan TSP. Hal tersebut terjadi karena para pelaksana lalai tidak memperhitungkan
denda atas kelambatan pengiriman pupuk dimaksud.
d. PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) belum mengenakan denda atas
kelambatan pengiriman pupuk oleh PT. Pertani sebesar Rp36,26 juta. Hal tersebut
terjadi karena Direksi PTPN VIII kurang cermat dalam menentukan keadaan force
majeure dengan tidak memperhatikan kondisi yang sebenarnya.
e. Harga perhitungan sendiri dan perjanjian atas pekerjaan inklaring, handling dan
pengangkutan pupuk ZA dibuat kurang cermat serta pelaksanaannya belum sesuai
dengan ketentuan sehingga terjadi pemborosan atas biaya pengepakan pupuk ZA
sebesar Rp106,21 juta dan belum dikenakan denda atas kelambatan pengiriman pupuk
ZA minimal sebesar Rp33,24 juta. Hal tersebut terjadi karena :
1) Kurangnya pengawasan Direksi PTPN VIII atas harga perhitungan sendiri yang di
buat oleh panitia pelelangan untuk pekerjaan kepabeanan, bongkar muat,
pengantongan dan pengangkutan pupuk ZA ke kebun-kebun.
2) PTPN VIII belum memperhitungkan denda kelambatan pengiriman pupuk ZA.
3
3. Pengelolaan Investasi.
Pemeriksaan atas pengelolaan investasi diarahkan pada kegiatan investasi non
tanaman. Realisasi total investasi non tanaman tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I)
masing-masing sebesar Rp20.479,00 juta dan Rp8.673,00 juta atau 18,57% dan 19,25%
dari anggarannya masing-masing sebesar Rp110.277,00 juta dan Rp45.043,00 juta.
Terhadap realisasi investasi non tanaman tersebut, dilakukan pemeriksaan secara
uji petik tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp17.248,00 juta dan Rp1.487,00
juta atau 84,22% dan 17,15% dari total realisasi investasi non tanaman.
Pemeriksaan atas kegiatan investasi menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai
ketidakhematan, yaitu :
Proses pengadaan Burner senilai Rp583,312 juta kurang cermat dan pembuatan
perjanjian tidak sesuai dengan uraian pekerjaan, sehingga harga pengadaan burner
diragukan kewajarannya dan adanya kelebihan pembayaran atas biaya pemasangan
sebesar Rp5,28 juta.Hal tersebut terjadi karena panitia lelang pengadaan barang dan jasa
dalam melaksanakan proses pengadaan Burner belum mempedomani pada ketentuan yang
berlaku.
4. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI Sebelumnya
Berdasarkan resume pembahasan tindak lanjut tanggal 19 April 2004 atas hasil
pemeriksaan BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Tahun Buku 2002 diketahui terdapat
dua temuan yang dinyatakan dipantau. Lebih lanjut dilakukan pegujian atas dua temuan
yang dinyatakan dipantau diketahui sebagai berikut :
a. Sebagian areal HGU milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten Subang
terancam dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk
Eksploitasi Galian C.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan agar diambil upaya hukum
yang diperlukan agar perusahaan dapat mempertahankan hak guna usaha (HGU) atas
lahan yang telah dieksploitasi secara tidak sah oleh pihak ekstern dan mengembalikan
kepada peruntukan semula.
Perkembangan proses kepengurusan HGU kebun Jalupang hingga pemeriksaan
berakhir tangga 20 Juli 2005 adalah masih dalam proses revisi peta dan areal yang
dilakukan oleh Kantor Wilayah BPN Propinsi Jawa Barat.
Sehubungan dengan uraian tersebut, terhadap temuan “Sebagian areal HGU
milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten Subang terancam dicabut oleh Badan
4
Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk Eksploitasi Galian C” belum
ditindaklanjuti sesuai saran BPK-RI.
b. Sistem pembukuan hutang niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan agar PTPN VIII
menyempurnakan sistem akuntansi hutang niaga, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan manajemen dalam pengelolaan keuangan perusahaan, terutama bagi hutang
niaga eks Kantor Direksi yang pembayarannya dilaksanakan oleh Kantor Direksi yang
tidak mengandalkan pencatatan manual yang dilaksanakan oleh kebun.
Sebagai tindak lanjut dari saran BPK-RI atas temuan tersebut, PTPN VIII telah
menyempurnakan sistem pencatatan hutang niaga yaitu masing-masing
rekanan/suplier diberikan nomor rekening tersendiri. Selanjutnya untuk menghindari
terjadinya perubahan nomor rekening hutang niaga di kebun-kebun, programer PTPN
VIII telah mengunci sistem akuntansi tersebut. Dalam hal terjadi penambahan
rekanan/pemasok baru, kebun-kebun/unit usaha meminta kepada programer Kantor
Direksi untuk menambah nomor rekening.
Sehubungan dengan uraian tersebut, temuan atas “Sistem pembukuan hutang
niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik” telah ditindaklanjuti sesuai
dengan saran BPK-RI.
Untuk lebih jelasnya temuan dan saran BPK-RI dapat dibaca dalam hasil pemeriksaan.
Badan Pemeriksa Keuangan RIPenanggung Jawab Pemeriksaan
Drs. I Made Mertha, MMNIP. 240000801
5
HASIL PEMERIKSAANATAS
PENGELOLAAN PENDAPATAN, PENGENDALIAN BIAYA DAN KEGIATAN INVESTASI
PADAPT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (PERSERO)
DI BANDUNG
I. Gambaran Umum
1. Dasar Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan surat tugas Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia No. 41/ST/VII-XV.2/05/2005 tanggal 31 Mei 2005.
2. Tujuan Pemeriksaan
Tujuan dilakukan pemeriksaan adalah untuk menilai apakah jumlah pendapatan, biaya dan
investasi yang dilaporkan telah wajar dan dilakukan sesuai dengan sistem pengendalian
intern dan ketentuan peraturan perundangan yang ditetapkan dan upaya-upaya manajemen
untuk menindaklanjuti temuan BPK-RI.
3. Sasaran Pemeriksaan
a.Pengelolaan Pendapatan;
b.Biaya;
c.Kegiatan Investasi;
d.Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI sebelumnya .
4. Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan dengan pengujian terhadap sistem pengendalian intern dan
pengujian secukupnya terhadap bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi serta prosedur
pemeriksaan lain yang diperlukan, dengan penentuan materialitas berdasarkan pemahaman
terhadap struktur pengendalian intern.
5. Jangka Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan selama 35 hari, yaitu sejak tanggal 14 Juni 2005 sampai dengan
20 Juli 2005.
6. Objek Pemeriksaan
a. Sejarah Pendirian
PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) didirikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 1996 tentang peleburan Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Perkebunan XI, Perusahaan Perseroan (Persero) PT
6
Perkebunan XII, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan XIII, menjadi PT
Perkebunan Nusantara VIII.
Pendirian PTPN VIII ditetapkan dengan akta notaris Harun Kamil, SH. No. 41
tanggal 11 Maret 1996. Akta pendirian Perusahaan telah disahkan oleh Menteri
Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-8336-HT.01.01.
TH.96 tanggal 8 Agustus 1996.
PTPN VIII berkantor pusat di Bandung dan memiliki dua Unit Bisnis, yaitu
Unit Bisnis I dengan komoditi utama yang dikelola adalah kelapa sawit dan Unit
Bisnis II dengan komoditi utama yang dikelola adalah teh yang tersebar di Wilayah
Jawa Barat dan Banten.
Modal dasar PTPN VIII yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan No. 194/KMK.016/1988 tanggal 1 Januari 1998 sebesar
Rp600.000.000.000,00 yang terbagi dalam 600.000 lembar saham dengan nilai
Rp1.000.000,00. Dari modal dasar tersebut sebesar Rp270.000.000.000,00 atau
270.000 lembar saham dengan nominal Rp1.000.000,00 telah ditempatkan dan disetor
penuh, yang terdiri dari 150.000 lembar saham prioritas senilai Rp150.000.000.000,00
dan 120.000 lembar saham biasa senilai Rp120.000.000.000,00. Modal yang telah
ditempatkan dan disetor penuh sebesar Rp270.000.000.000,00 seluruhnya merupakan
penyertaan modal Negara Republik Indonesia
b. Tujuan Perusahaan
Maksud dan tujuan PTPN VIII adalah turut melaksanakan dan menunjang
kebijaksanaan dan Program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional
pada umumnya, khususnya di Sub Sektor Perkebunan dalam arti seluas-luasnya
dengan tujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat.
c. Struktur Organisasi
Struktur organisasi dan uraian tugas jabatan PTPN VIII ditetapkan berdasarkan
Surat Keputusan Direksi No. SK/E.1/2816/VII/1998 tanggal 1 Juli 1998 tentang
struktur organisasi dan uraian tugas jabatan. Dalam pengelolaan kegiatan perusahaan
sehari-hari, Direksi dibantu oleh 4 Inspektur Wilayah, 12 Kepala Bagian di Kantor
Direksi, 43 Administratur Kebun, 2 Kepala Rumah Sakit, dan 1 Kepala Unit Usaha
Pengepakan Teh. Dalam pelaksanaannya Administratur diawasi oleh Inspektur
Wilayah yang bertanggung jawab kepada Direksi. Sesuai arahan pemegang saham
pada RUPS tahun 2002 yang ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Direksi No.
7
SK/D.I/816/IX/2003 tanggal 9 September 2003, terhitung 1 September 2003
dibentuk 2 Unit Bisnis, yaitu Unit Bisnis I dengan komoditi utama yang dikelola
adalah kelapa sawit dan Unit Bisnis II dengan komoditi utama yang dikelola adalah
teh.
Susunan Direksi dan Dewan Komisaris PTPN VIII dilihat pada lampiran 1.
d. Perkembangan Perusahaan.
1) Perkembangan perusahaan selama tiga tahun terakhir
Perkembangan usaha PTPN VIII dari tahun 2003 sampai dengan 2005 (Semester I)
serta pendapat akuntan menunjukkan keadaan sebagai berikut: Tahun Buku Nama Auditor Pendapat
AkuntanTotal Asset Laba (Rugi)
sebelum pajak2003 Ilya Avianti & Rekan WTP 1.015.488.160.008,00 10.494.189.630,002004 Ilya Avianti & Rekan WTP 1.063.753.055.822,00 49.949.020.375,00
2005 (s.d Smt I) Belum Belum 1.132.565.076.000,00 47.988.063.000,00WTP : Wajar Tanpa Pengecualian
Total asset dan laba meningkat terutama karena harga jual komoditi sawit dan karet yang terus membaik. Pendapat akuntan atas laporan keuangan tahun buku 2003 dan 2004 adalah Wajar dalam semua hal yang material, sedangkan Laporan Keuangan Tahun Buku 2005 (s.d Semester I) belum dilakukan pemeriksaan karena tahun buku belum berakhir.
2) Perkembangan aktiva dan pasiva perusahaan Perkembangan aktiva dan pasiva PTPN VIII per 31 Desember 2003, 2004 dan 2005 (s.d Semester I) adalah sebagai berikut :
Perkembangan (naik/turun)
Uraian Asset 2003 2004 2005 (s.d SM I) 2004 2005 (sd SM I)
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) % (Rp) %1 2 3 4 5 = 3 – 2 6 = 5/2 7 = 4 – 3 8 = 7/3
Aktiva a. Aktiva Lancar 278.342.118.487 290.436.620.070 327.209.802.108 12.094.501.583 4,35 36.773.182.038 12,66 b. Penyertaan 8.907.005.957 9.486.829.187 9.486.829.187 579.823.230 6,51 0 0,00 c. Aktiva Tetap Netto 390.566.732.399 447.653.445.867 506.202.210.854 57.086.713.468 14,62 58.548.764.987 13,08 d. Aktiva Pajak Tangguhan 1.163.198.446 439.954.101 439.954.101 (723.244.345) (62,18) 0 0,00 e. Aktiva dlm Penyelesaian 6.864.527.840 199.996.100 914.489.187 (6.664.531.740) (97,09) 714.493.087 357,25 f. TBM 308.229.098.454 293.562.638.676 264.417.091.708 (14.666.459.778) (4,76) (29.145.546.968) (9,93)g. Aktiva Lain-lain 21.404.244.751 16.024.118.754 22.021.254.667 (5.380.125.997) (25,14) 5.997.135.913 37,43 h. Aktiva Tidak Produktif 11.233.674 5.949.453.067 1.873.444.021 5.938.219.393 52.860,88 (4.076.009.046) (68,51) Jumlah Aktiva 1.015.488.160.008 1.063.753.055.822 1.132.565.075.833 48.264.895.814 4,75 68.812.020.011 6,47 Pasiva a. Hutang Lancar 328.172.301.774 275.886.310.261 304.427.077.288 (52.285.991.513) (15,93) 28.540.767.027 10,35 b. Hutang Jk Panjang 50.843.138.415 121.185.359.951 137.896.233.944 70.342.221.536 138,35 16.710.873.993 13,79
Total hutang 379.015.440.189 397.071.670.212 442.323.311.232 18.056.230.023 4,76 45.251.641.020 11,40
c.Modal Saham (disetor) 270.000.000.000 270.000.000.000 270.000.000.000 0
0,00 0 0,00 d. Cadangan umum 361.272.266.232 363.285.919.819 387.330.385.807 2.013.653.587 0,56 24.044.465.988 6,62 e. L/R thn berjln 5.200.453.587 33.395.465.791 32.911.378.794 28.195.012.204 542,16 (484.086.997) (1,45)
Total ekuitas 636.472.719.819 666.681.385.610 690.241.764.601 30.208.665.791 4,75 23.560.378.991 3,41 Jumlah Pasiva 1.015.488.160.008 1.063.753.055.822 1.132.565.075.833 48.264.895.814 4,75 68.812.020.011 6,47
8
Dari data pada tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Total aktiva PTPN VIII per 31 Desember 2004 naik bila dibanding dengan
posisi per 31 Desember 2003, terutama pada pos aktiva tetap yaitu untuk
bangunan perusahaan, mesin dan instalasi serta Hak Guna Usaha.
b) Total hutang per 31 Desember 2004 naik dari posisi 31 Desember 2003,
terutama pada pos hutang jangka panjang, sedangkan hutang lancar turun.
c) Total ekuitas perusahaan per 31 Desember 2004 naik dari posisi per 31
Desember 2003 dan tahun 2005 (s.d Semester I) meningkat dibanding tahun
tahun 2004, hal tersebut terjadi karena kenaikan saldo laba.
3) Perbandingan anggaran dan realisasi hasil usaha tahun 2004 dan 2005 (s.d
Semester I) serta perkembangannya
Perbandingan anggaran dan realisasi hasil usaha PTPN VIII tahun 2004 dan 2005
(s.d Semester I) serta perkembangannya adalah sebagai berikut :
(dalam juta Rupiah)Uraian Laba (Rugi) Tahun 2004 Tahun 2005 (S.d Smt I)
Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % 1 2 3 5 = 3/2 6 7 8 = 7/6
Pendpt/penj. netto 821.755,00 938.177,98 114,17 522.493,66 515.208,71 98,61 HPP 592.938,00 711.622,36 120,02 379.190,15 357.049,95 94,16 Laba (Rugi) kotor 228.817,00 226.555,62 99,01 143.303,51 158.158,76 110,37 Biaya Usaha 1 B. Adm. Umum 40.256,00 39.505,68 98,14 21.385,88 18.724,99 87,56 2 B. Pemasaran 25.492,00 29.929,91 117,41 15.664,07 15.553,20 99,29 Jumlah biaya usaha 65.748,00 69.435,59 105,61 37.049,95 34.278,19 92,52 Laba (rugi) usaha 163.069,00 157.120,03 96,35 106.253,56 123.880,57 116,59 Pendapatan lain-lain 34.252,00 57.761,21 168,64 18.026,09 25.171,77 139,64 Biaya Lain-lain (174.760,00) (164.932,22) 94,38 (82.346,99) (101.064,28) 122,73 Laba Sebelum pajak 22.561,00 49.949,02 221,40 41.932,66 47.988,06 114,44
Dari data pada tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Realisasi pendapatan/penjualan netto tahun 2004 di atas anggarannya, hal ini
karena harga dan volume penjualan komoditi di atas RKAP kecuali komoditi
kakao. Realisasi pendapatan/penjualan netto tahun 2005 (s.d Semester I) di
bawah anggarannya, hal ini karena volume penjualan komoditi tidak mencapai
RKAP.
b) Realisasi beban pokok penjualan tahun 2004 di atas anggarannya, hal ini
disebabkan kenaikan harga barang bahan, tarif listrik, BBM dan kenaikan upah.
Untuk tahun 2005 (s.d Semester I) secara keseluruhan harga pokok produksi per
kilogram di atas dari anggarannya, namun volume hasil penjualan terutama teh,
CPO dan kakao tidak mencapai RKAP sehingga realisasi beban pokok produksi
di bawah anggaran.
9
c) Realisasi biaya usaha tahun 2004 di atas anggarannya, hal ini disebabkan oleh
kenaikan tarif angkutan dan volume penjualan meningkat. Untuk tahun 2005 (s.d
Semester I) di bawah anggarannya, hal ini disebabkan volume penjualan di
bawah RKAP.
d) Realisasi pendapatan lain-lain tahyn 2004 dan 2005 (s.d. smt I) di atas
anggarannya, hal ini disebabkan adanya pendapatan ganti rugi tanaman,
pelepasan asset dan pendapatan penjualan tebangan pohon.
e) Realisasi biaya lain-lain tahun 2004 di bawah anggarannya hal ini terutama
disebabkan adanya penurunan beban iuran Dapenbun. Untuk tahun 2005 (s.d.
smt I) di atas anggaran, hal ini desebabkan meningkatnya biaya bonus dan
amortisasi aktiva tidak produktif.
7. Temuan Pemeriksaan
BPK-RI telah memeriksa pengelolaan pendapatan, biaya dan investasi tahun buku
2004 dan 2005 (s.d Semester I). Hasil pemeriksaan menunjukkan keadaan sebagai
berikut :
a. Pengelolaan Pendapatan
Realisasi pendapatan tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) masing-masing
sebesar Rp995.939,19 juta dan Rp540.380,48 juta atau 116,35% dan 99,97% dari
anggarannya masing-masing sebesar Rp856.007,00 juta dan Rp540.519,75 juta.
Pendapatan tersebut di atas terdiri dari pendapatan penjualan komoditi dan pendapatan
lain-lain diluar usaha pokok perusahaan.
Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan dilakukan secara uji petik tahun
2004 sebesar Rp57.761,21 juta dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp3.716,52 juta
atau 5,80% dan 0,69% dari total pendapatan.
Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan menghasilkan temuan-temuan
pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, yaitu :
1) Pelaksanaan penjualan areal lahan dan tegakan pohon belum seluruhnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam rangka mendukung proyek pemerintah yaitu eksplorasi dan
eksploitasi panas bumi, kebutuhan lahan untuk ditanami kelapa sawit, maupun
pemanfaatan kembali lahan yang akan ditanami tanaman pokok, PTPN VIII telah
menjual/melepas asset berupa lahan dan tegakan pohon. Lahan/tegakan yang dijual
PTPN VIII sebagai berikut :
No. Lahan/Tegakan Lokasi Kebun Surat Perjanjian J.Beli Pembeli Nilai (Rp)
10
1. Lahan HGU Rancabali & Rancabolang
No. SP/D.III/812/IX/2004 tgl 7 September 2004
PT.Geo Dipa Energi
4.500.000.000,00
2. Lahan HGU Cibungur afd.Artana
No.SP/DIII.112A/II/2004 tgl 11 Februari 2004
PT.Asia Afrika Poultry
2.506.000.000,00
3. Tebangan pohon karet
Cisalak Baru No.SP/E.I/185/III/2004 tgl 15 Maret 2004
PT.Cipadang Indah
1.520.467.000,00
4. Tebangan pohon karet
Sanghyang Damar
No.SPJB/E.I/022/V/2004 tgl 14 Juni 2004
PT.Cipadang Indah
467.332.750,00
5. Tebangan pohon karet
Sukamaju No.SP/EI/1152/XII/2004 tgl 31 Desember 2004
PD.Rival Wood 246.361.500,00
6. Tebangan pohon karet
Cikasungka No.SP/E.I/019/V/2004 tgl 10 Mei 2004
UD.Bangun Sentosa
988.022.000,00
7. Tebangan pohon karet
Cikasungka No.SP/EI/1039A/XII/2004 tgl 30 Desember 2003
CV.Raksa Bumi 653.750.000,00
8. Tebangan pohon karet
Cisalak Baru No.SP/E.I/018/V/2004 tgl 14 Mei 2004 dan Addendum No.Add/E.I/439A/VI/2004 tgl 4 Juni 04
CV.Mekar Sari 829.487.500,00
9. Tebangan pohon Albazia
Cisalak Baru No.SP/EI/736/VIII/2004 tgl 13 Agustus 2004
CV.Jaya Agung 17.400.000,00
10. Tebangan pohon Albazia
Bunisari Lendra No.SP/EI/1045/XI/2004 tgl 12 Nopember 2004
CV.Jasa Rimba 309.728.590,00
11. Tebangan pohon Albazia
Batulawang No.SP/EI/734/VIII/2004 tgl 3 Agustus 2004
CV.Jaya Lestari 476.044.200,00
12. Tebangan pohon Jati
Bunisari Lendra No.SP/EI/028/VII/2004 tgl 12 Juli 2004
CV.Sinar Harapan
2.000.000.000,00
Dari pemeriksaan lebih lanjut terhadap proses dan pelaksanaan penjualan
lahan/areal dan tegakan pohon dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
a) Penjualan tegakan pohon karet di Kebun Sukamaju kepada PD.Rival Wood
mendahului persetujuan Pemegang Saham
Penjualan tersebut dilakukan melalui penawaran terbuka dengan diikuti oleh
empat perusahaan yaitu CV. Sejahtera, CV.Trio, PD.Rival Wood, dan
PT.Majora Inkas. Penawaran harga tertinggi diajukan oleh PD Rival Wood
sebesar Rp16.500/pohon (termasuk PPN). Jual beli tersebut selanjutnya
dituangkan dalam surat perjanjian jual beli (SPJB) No.SP/E.I/1152/XII/2004
tanggal 31 Desember 2004 dengan nilai sebesar Rp246.361.500,00 untuk
tegakan pohon karet sebanyak 14.931 buah dan telah dibayar tunai sesuai
dengan bukti bank No.BKE/V/12/2004/0160 tanggal 28 Desember 2004.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 89/KMK.013/1991
tanggal 25 Januari 1991, yang menyatakan “Pemindahtanganan aktiva tetap
selain yang ditetapkan dalam pasal 2,3, dan 4 keputusan ini hanya dapat
dilakukan oleh BUMN setelah memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari
Menteri Keuangan.” Yang dimaksud Menteri Keuangan adalah pemegang
saham, Menteri BUMN dalam hal ini adalah selaku kuasa pemegang saham.
Untuk menjual tegakan pohon karet tersebut Direksi PTPN VIII sebelumnya
11
telah meminta ijin Menteri BUMN dengan surat No.SB/AI/3376/IX/2004
tanggal 21 September 2004. Menanggapi permohonan tersebut Menteri
BUMN menyetujui untuk menebang dan menjual pohon karet. Persetujuan ini
dituangkan dalam suratnya kepada PTPN VIII No. S-188/MBU/2005 tanggal
20 Mei 2005. Hal ini berarti bahwa kontrak dan pelaksanaan penebangan serta
penjualan pohon karet di Kebun Sukamaju mendahului persetujuan dari
Menteri BUMN selaku kuasa pemegang saham.
b) Penjualan/pembayaran areal lahan dan tegakan pohon yang dilakukan tidak
sesuai dengan ketentuan.
Sesuai dengan Surat Menteri Keuangan No. 89/KMK.013/1991 tanggal 25
Januari 1991 pasal 15 ayat (1) yang menyatakan “kecuali Menteri Keuangan
menetapkan lain, pembayaran atas pemindahtanganan aktiva tetap BUMN
dilakukan secara tunai”. Namun, dalam pelaksanaannya penjualan
lahan/tegakan oleh PTPN VIII dilakukan dengan cara mencicil dalam beberapa
tahap sebagai berikut :
No. Lahan/Tegakan Pembeli Nilai (Rp)Cara
Pembayaran yg seharusnya menurut SPJB
Realisasi Pembayaran
1. Penjualan tanah HGU di kebun Rancabali & Rancabolang
PT.Geo Dipa Energi
4.500.000.000,00 12 tahap s.d September 05
10 tahap (s.d Juni 2005)
2. Tebangan pohon karet di kebun Cisalak Baru
PT.Cipadang Indah
1.520.467.000,00 2 tahap 2 tahap
3. Tebangan pohon karet di kebun Sanghyang Damar
PT.Cipadang Indah
467.332.750,00 2 tahap 2 tahap
4. Tebangan pohon karet di kebun Cikasungka
UD.Bangun Sentosa
988.022.000,00 Tunai 2 tahap
5. Tebangan pohon karet di kebun Cikasungka
CV.Raksa Bumi
653.750.000,00 Tunai 2 tahap
6. Tebangan pohon karet di kebun Cisalak baru
CV.Mekar Sari 829.487.500,00 2 tahap 3 tahap
7. Tebangan pohon Albazia di kebun Cisalak baru
CV.Jaya Agung 17.400.000,00 Tunai Tunai tetapi terlambat 17 hari
8. Tebangan pohon Albazia di kebun Bunisari Lendra
CV.Jasa Rimba 309.728.590,00 Tunai 3 tahap
9. Tebangan pohon Albazia di kebun Batulawang
CV.Jaya Lestari 476.044.200,00 Tunai Tunai tetapi terlambat 22 hari
10 Tebangan pohon Jati di kebun Bunisari Lendra
CV.Sinar Harapan
2.000.000.000,00 2 tahap 3 tahap
Daftar tersebut di atas menunjukkan bahwa beberapa pembayaran tidak sesuai
dengan SPJB yaitu pembayaran oleh UD Bangun Sentosa, CV Raksa Bumi,
CV.Mekar Sari, CV Jaya Agung, CV Jasa Rimba, CV Jaya Lestari dan CV
Sinar Harapan.
c) Realisasi penjualan/penebangan tegakan pohon tidak dibuatkan Berita Acara
Serah Terima Pekerjaan (BASTP).
12
Dalam perjanjian penjualan tegakan pohon dengan UD Bangun Sentosa, CV
Raksa Bumi, CV Mekar Wangi, PT Cipadang Indah, CV Jaya Agung, PD
Rival Wood, CV Jasa Rimba, dan CV Jaya Lestari terdapat klausul sebagai
berikut :
(1) Pasal 5 ayat (4) berbunyi “Areal harus bersih dari tegakan pohon dan dapat
diterima oleh pihak kesatu (PTPN VIII) dengan dituangkan dalam Berita
Acara Serah Terima Pekerjaan.”
(2) Pasal 6 ayat (1) berbunyi “Apabila pelaksanaan pekerjaan tebangan tidak
tepat pada waktunya seperti yang telah ditentukan pada pasal 5 ayat (4),
maka pihak kedua dikenakan denda sebesar 1/00 (satu per mil) untuk setiap
hari keterlambatan dari jumlah harga nilai penjualan.
(3) Pasal 6 ayat (2) berbunyi :”Apabila keterlambatan pekerjaan melampaui
batas waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, maka pihak kesatu dapat
membatalkan penyerahan pekerjaan yang tersisa serta seluruh pembayaran
yang tertinggal tidak dikembalikan lagi kepada pihak kedua, dan seluruh
hasil pekerjaan tebangan yang telah berada di kebun menjadi milik pihak
kesatu.”
Dalam pelaksanaan SPJB tersebut tidak dibuatkan BASTP yang ditandatangani
oleh kedua belah pihak sehingga tidak diketahui dengan pasti realisasi waktu
penyelesaian penebangan. Sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 20
Juli 2005 hanya kontrak penjualan kepada CV. Raksa Bumi di kebun
Cikasungka yang dibuatkan Laporan Penebangan Pohon Karet dan kontrak
penjualan kepada CV Jaya Lestari di Kebun Batulawang yang dibuatkan BA
Penebangan Pohon Albazia. Kedua BA/laporan tersebut hanya dibuat dan
ditandatangani oleh Administratur Kebun atau bersama-sama petugas
Pengawas Intern Kebun dan bagian tanaman. Sedangkan untuk 8 (delapan)
kebun yang lain tidak ada laporan penebangan pohon.
Kondisi tersebut diatas mengakibatkan :
a) Kontrak penjualan tebangan pohon karet sebanyak 14.931 pohon kepada
PD.Rival Wood tidak mempunyai dasar hukum karena dilakukan sebelum ada
ijin Pemegang Saham.
b) PTPN VIII tidak segera dapat memanfaatkan dana dari penjualan areal lahan
dan tebangan pohon.
13
c) PTPN VIII tidak bisa mengetahui secara pasti penyelesaian pekerjaan
penebangan pohon sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.
Hal ini disebabkan oleh :
a) Manajemen PTPN VIII tidak mengindahkan ketentuan atau pedoman yang
berlaku untuk pemindah tanganan aktiva tetap BUMN terutama Surat Menteri
Keuangan No.89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991 pasal 15 ayat (1)
dan pasal 5.
b) Manajemen PTPN VIII tidak menuangkan klausul denda/sangsi dalam setiap
SPJB apabila pembayaran tidak tepat waktu.
Direksi PTPN VIII menjelaskan :
a) Penjualan tegakan pohon karet kepada PD. Rival Wood di Kebun Sukamaju
dilakukan sebelum ada persetujuan Pemegang Saham.
Permohonan ijin telah kami sampaikan ke Menteri Negara BUMN dengan
Surat No. SB/A.I/3376/IX/2004 tanggal 21 September 2004 dengan dasar surat
rekomendasi Dewan Komisaris No. 68/Komut/XII/2004 tanggal 27 Desember
2004. Surat ijin dari Menteri Negara BUMN telah diterbitkan dengan Surat
No. S-188/MBU/2005 tanggal 20 Mei 2005. Penjualan dilaksanakan lebih
awal karena terkait dengan rencana penanaman yang tidak mungkin
ditangguhkan, yaitu pada Triwulan IV/2004 yang bertepatan dengan musim
hujan.
b) Penjualan/pembayaran areal lahan dan tegakan pohon yang dilakukan tidak
sesuai dengan ketentuan.
Sambil menunggu proses pelepasan/penjualan tegakan pohon karet tua pada
areal lahan tersebut dan sementara mengejar waktu penanaman, PTPN VIII
telah menanam pada sela-sela di antara pohon karet yang ada. Oleh karena itu,
setelah tegakan karet tua tersebut terjual, dalam pelaksanaan penebangannya,
kepada pembeli diharuskan berhati-hati dan selalu berkoordinasi dengan pihak
perusahaan. Dengan kondisi ini, penebangan yang dilaksanakan oleh pembeli
mengalami hambatan dan tidak dapat dilaksanakan sekaligus. Sehubungan
dengan hal tersebut, perusahaan terpaksa memenuhi permintaan pihak pembeli
untuk membayar seluruh harga tegakan pohon secara termijn, disesuaikan
dengan kemajuan penebangan yang mungkin direalisasikan. Namun demikian
pembayaran termijn tersebut, seluruhnya masih dalam jangka waktu
penebangan sesuai perjanjian.
14
c) Realisasi pelaksanaan penjualan/penebangan tegakan pohon tidak dibuatkan
Berita Acara Serah Terima Pekerjaan (BASTP).
Berita Acara Serah Terima Pekerjaan dibuatkan dalam bentuk monitoring jumlah
penebangan pohon yang dibuat oleh Administratur Kebun, tetapi untuk
selanjutnya akan menjadi perhatian Direksi untuk membuat BASTP.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar
dimasa mendatang dalam menjual areal dan tegakan mempedomani ketentuan
yang berlaku serta memasukkan klausul denda dalam perjanjian jual beli yang
berkaitan dengan kemungkinan timbulnya wanprestasi.
2) Realisasi penebangan pohon karet di Kebun Cikasungka oleh CV Raksa
Bumi belum sesuai dengan surat perjanjian.
Dalam rangka melaksanakan program konversi tanaman karet menjadi
tanaman kelapa sawit, PTPN VIII telah menjual hasil tebangan pohon karet
dibeberapa kebun. Salah satunya adalah penjualan tegakan pohon karet kepada CV
Raksa Bumi (CV RB) di kebun Cikasungka. Kontrak penjualan dituangkan dalam
Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) No. SP/E.I/1039 A/XII/2003 tanggal 30
Desember 2003. Jumlah pohon yang dijual sebanyak 59.189 pohon atau senilai
Rp653.750.000,00 (termasuk PPN), dengan jangka waktu penebangan sampai
dengan 15 Mei 2004. PTPN VIII telah menerima pembayaran dalam 2 (dua) tahap,
yaitu masing-masing sebesar Rp150.000.000,00 pada tanggal 8 Desember 2003
dan sebesar Rp503.750.000,00 tanggal 28 dan 29 Januari 2004. Batas waktu
penebangan diperpanjang sampai dengan tanggal 5 Juli 2004 sesuai dengan surat
Direksi PTPN VIII No. SB/EI/2012/VI/2004 tanggal 9 Juni 2004.
Dari laporan Administratur kebun Cikasungka diketahui bahwa
penebangan yang belum diselesaikan sampai dengan awal Juli 2004 adalah pada
afdeling IV Blok 1 dan 2 sebanyak ± 4.500 pohon. Selain itu, diketahui pula
bahwa sampai dengan tanggal 15 Agustus 2004 masih terjadi penebangan terhadap
sisa tegakan di Blok 1 dan 2 afdeling IV/Simpangan. Atas dasar laporan-laporan
Administratur Kebun Cikasungka tersebut di atas, Direksi PTPN VIII
menindaklanjuti dengan :
a) Memberitahukan kepada CV RB tanggal 30 Juli 2004 bahwa telah terjadi
kelambatan waktu penebangan sehingga CV RB dikenakan denda untuk 25
hari kelambatan sebesar Rp16.343.750,00 (1/000 per hari x 25 hari x
15
Rp653.750.000,00). Selanjutnya terhadap sisa pohon yang belum ditebang
oleh CV RB sebanyak 4.500 pohon di afdeling IV blok 1 dan 2 menjadi hak
PTPN VIII.
b) Memberitahukan Administratur Kebun Cikasungka bahwa pelaksanaan
penebangan oleh CV RB dihentikan dan surat tersebut ditembuskan kepada
CV RB. Namun demikian, sebelumnya Administratur Kebun Cikasungka
telah mengirimkan surat kepada Direktur CV RB dengan surat NO.
SN/Tjks/296/VIII/2004 tanggal 31 Agustus 2004 yang isinya mulai tanggal 1
September 2004 penebangan pohon oleh CV RB dihentikan.
Hasil penyelesaian tebangan oleh CV RB telah dilaporkan oleh
Administratur Kebun Cikasungka kepada Kepala Bagian Umum PTPN VIII
dengan memo No. M/Tjks/338/X/2004 tanggal 26 Oktober 2004 dengan hasil
sebagai berikut :
Satuan Pohon
Afdeling BlokRencana
Sesuai SPJBRealisasi Tebangan Selisih Keterangan
III 1 & 2 5.100 5.100 - -IV 1, 2, 3 36.822 35.854 (968) Habis tempo tebang
V4,5 12.574 18.731 6.157 Masih dalam tempo tebang9, 10, 11 4.693 3.056 (1.637) Habis tempo tebangJumlah 59.189 62.741 3.552
Dari daftar di atas, dapat dijelaskan bahwa di Afdeling IV terdapat sisa pohon
yang belum sempat ditebang sebanyak 968 tegakan karena pelaksanaan
penebangan diberhentikan. Selanjutnya diketahui pada saat penebangan berakhir
masih terdapat sisa 4.500 tegakan pohon yang belum ditebang dan sesuai SPJB
merupakan hak PTPN VIII. Dengan demikian jumlah tegakan milik/hak PTPN
VIII yang di ambil oleh CV RB sebanyak 3.532 tegakan (4.500 – 968) dengan
nilai Rp39.010.940,00 (3.532 tegakan x Rp11.045,00/tegakan) tidak ditagih oleh
PTPN VIII kepada CV RB. Selain itu, di afdeling V blok 4 dan 5 jumlah tegakan
yang ada dan akan ditebang sebanyak 12.574 pohon. Pada kenyataannya yang
ditebang sebanyak 18.731 pohon. Terhadap kelebihan ini PTPN VIII tidak dapat
menagih karena Pasal 1 dalam SPJB menyatakan apabila kemudian ternyata dari
hasil pelaksanaan penebangan terdapat selisih lebih/kurang (jumlah pohon atau
kondisi/kualitas pohon tidak sesuai dengan harapan pihak kedua), maka masing-
masing pihak sepakat tidak mengajukan tuntutan kepada pihak lainnya atas
perbedaan tersebut.” Dengan demikian jumlah tegakan pohon yang ditebang oleh
16
CV RB lebih banyak dari yang diperkirakan dan dicantumkan dalam kontrak
perjanjian, sehingga hal tersebut menjadi keuntungan bagi CV RB.
Kondisi tersebut di atas mengakibatkan PTPN VIII mengalami kehilangan
pendapatan berupa :
a) Denda kelambatan penebangan sebesar Rp37.263.750,00 (1/1000 per hari x 57
hari x Rp653.750.000,00).
b) Jumlah tegakan yang berlebih pada afdeling V blok 4 dan 5 sebanyak 4.520
tegakan (6.157 tegakan – 1.637 tegakan) sebesar Rp49.923.400,00 (4.520
tegakan @ Rp11.045,00/tegakan} dan pada afdeling IV blok 1 dan 2 sebesar
Rp39.010.940,00 (3.532 tegakan @ Rp11.045,00/tegakan).
Hal tersebut di atas disebabkan oleh :
a) Kurangnya pengawasan PTPN VIII terhadap pelaksanaan penebangan oleh CV
RB dan tidak segera bertindak tegas untuk menghentikan penebangan oleh CV
RB.
b) PTPN VIII tidak menginventarisasi tegakan sebelum menjual tegakan pohon,
sehingga jumlah tegakan yang dijual lebih kecil dari jumlah sebenarnya.
Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa CV. Raksa Bumi sudah
melaksanakan kewajibannya membayar seluruh harga pohon karet sesuai yang
tertuang dalam Surat Perjanjian Jual Beli. Namun dalam pelaksanaan penebangan,
yang bersangkutan mengalami keterlambatan. Untuk itu kami telah berupaya
menyampaikan teguran/sangsi secara lisan maupun tulisan. Atas keterlambatan ini
kami telah memperhitungkan klaim sebagaimana mestinya. Terakhir, telah kami
kirimkan Surat No. SB/E.I/2732/VII/2004 tanggal 30 Juli 2004 yang berisi teguran
dan perintah penghentian penebangan. Setelah itu, kami berkali-kali mencoba
menghubungi penanggung jawab CV. Raksa Bumi, untuk meminta pertanggung
jawaban atas keterlambatan/penyimpangan yang dilakukannya, namun sampai
dengan saat ini belum berhasil karena yang bersangkutan sudah pindah alamatnya.
Hingga saat ini kami terus berupaya mencari/menghubungi yang bersangkutan
untuk menindak-lanjutinya.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar:
a) Terus menagih CV. Raksa Bumi denda kelambatan sebesar Rp37.263.750,00.
b) Menegur dan meminta pertanggungjawaban unit terkait yang tidak sepenuhnya
mengawasi pelaksanaan perjanjian penebangan pohon karet oleh CV Reksa
Bumi.
17
3) Pembayaran penjualan rumah dinas sebesar Rp410,00 juta belum sesuai
dengan perjanjian.
Pada akhir tahun 2003, PTPN VIII telah menjual rumah dinas di
Jl.Perkutut No.12 A Cidodol Kebayoran Lama Jakarta Selatan berikut fasilitasnya
kepada Sdr Andung A.Nitimiharja (Sdr AAN) yang telah menempati rumah
tersebut sejak tahun 1992 (eks Komisaris PTP XII). Proses penjualan tersebut
didahului dengan permohonan pembelian yang diajukan oleh Sdr. AAN kepada
Direksi PTPN VIII dengan tembusan kepada Komisaris Utama PTPN VIII dengan
surat tanggal 19 Nopember 2002. Selanjutnya Komisaris Utama PTPN VIII
menyetujui penjualan rumah dinas tersebut dengan surat No.113/Komut/XII/2002
tanggal 2 Desember 2002. Dengan adanya persetujuan Komisaris Utama maka
Direksi mengajukan surat permohonan ijin penjualan rumah kepada Menteri
BUMN selaku kuasa pemegang saham dengan surat No.SB/D.III/4554/XII/2002
tanggal 4 Desember 2002, dan disetujui oleh Menteri BUMN dengan surat No.S-
863/M-MB/2003 tanggal 30 Januari 2003.
Berdasarkan surat persetujuan dari Menteri BUMN dan setelah
mempertimbangkan taksiran harga dari Panitia Penaksir Harga, Direksi PTPNVIII
menetapkan harga jual rumah tersebut dengan surat No.SB/D.III/310/VIII/2003
tanggal 12 Agustus 2003 sebesar Rp410.000.000,00. Nilai tersebut setelah
mendapat keringanan harga jual secara regressive proposional sesuai instruksi
Menteri BUMN No.02/M-MBU/2002 tanggal 4 September 2002 yaitu sebesar
Rp90.000.000,00.
Penjualan rumah dinas tersebut dituangkan dalam Surat Perjanjian Jual
Beli (SPJB) No.SP/D.III/1042.A/XII/2003 tanggal 30 Desember 2003. Sesuai
pasal 3 ayat (1) dan (2) SPJB disebutkan bahwa pembayaran atas harga jual
rumah dinas tersebut dicicil dalam 61 (enam puluh satu) cicilan, yakni cicilan
pertama sebesar Rp8.800.000,00 pada tanggal 1 Januari 2004, dan cicilan kedua
sampai dengan cicilan ke 60 yaitu bulan Februari 2004 sampai dengan 1 Januari
2008 masing-masing sebesar Rp6.800.000,00.
Pembayaran cicilan pertama sebesar Rp8.800.000,00 telah diterima pada
tanggal 12 Januari 2004, sedangkan cicilan kedua dan cicilan berikutnya (sampai
dengan cicilan ke 14) baru diterima pembayarannya pada tanggal 1 Maret 2005
sebesar Rp106.569.600,00. Jumlah tersebut merupakan pembayaran atas pokok
berikut dendanya sampai dengan periode Pebuari 2005. Hal tersebut tidak sesuai
18
dengan SPJB di atas pada Pasal 3 ayat (3), dinyatakan bahwa “Pembayaran
dilaksanakan dengan cara menyetor ke PT.Bank Mandiri Cabang,…dst, dan
pembayaran angsuran setiap bulan dilaksanakan paling lambat tanggal 5 pada
setiap bulan pembayaran.”
Dalam SPJB pada Pasal 3 ayat (4), berbunyi “Untuk setiap hari
keterlambatan atas angsuran dikenakan denda per hari sebesar 1/00 (satu per mil)
dari pembayaran cicilan bulan yang bersangkutan.” Dengan demikian sisa
tunggakan cicilan beserta dendanya yang sudah sudah jatuh tempo sampai dengan
pemeriksaan berakhir tanggal 20 Juli 2005 sebesar Rp37.183.107,00 (perhitungan
dalam lampiran 2).
Terhadap keterlambatan dan belum diterimanya hasil penjualan rumah
dinas dari Sdr AAN selama 5 bulan (Maret s.d Juli 2005) mengakibatkan
perusahaan tidak segera dapat memanfaatkan dana tersebut sebesar
Rp37.183.107,00, terdiri dari :
- Cicilan pokok = Rp34.197.200,00- Denda = Rp 2.985.907,00
Hal tersebut disebabkan manajemen PTPN VIII tidak pernah secara tertulis
memberitahukan kepada Sdr. AAN cicilan dan pembayaran yang tidak tepat
waktu.
Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa sehubungan dengan pelepasan
Rumah Dinas di Jalan Perkutut, Cidodol Kebayoran Lama, Jakarta Selatan sesuai
Perjanjian No. SP/D.III/1042.A/XII/2003 tanggal 30 Desember 2003, sampai
dengan bulan Maret 2005 Pihak Pembeli telah membayar cicilan sebesar Rp.
115.395.600,00. Dari bulan April sampai dengan Juli 2005 seharusnya yang
bersangkutan sudah membayar angsuran sebesar Rp37.183.107,00. Berkaitan
dengan keterlambatan pembayaran angsuran tersebut, kami telah berupaya
menagih dengan surat kami Nomor : SP/D.III/ 2349/VII/2005 tanggal 19 Juli
2005, dan selanjutnya akan kami lakukan penagihan ulang.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar
terus menagih cicilan pembayaran penjualan rumah yang belum dibayar sesuai
dengan perjanjian.
b. Pengendalian Biaya
Realisasi biaya tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) masing-masing sebesar
Rp917.072,81 juta dan Rp514.510,82 juta atau 116,22% dan 103,29% dari
19
anggarannya masing-masing sebesar Rp789.069,00 juta dan Rp498.128,13 juta.
Jumlah biaya tersebut di atas terdiri dari biaya produksi, biaya usaha dan biaya lain-
lain.
Pemeriksaan atas pengendalian biaya dilakukan secara uji petik yaitu terhadap
realisasi biaya pemeliharaan tanaman dan biaya umum untuk tahun 2004 sebesar
Rp279.431,30 juta dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp158.507,73 juta atau 30,47%
dan 30,810% dari total realisasi biaya.
Pemeriksaan atas pengendalian biaya menghasilkan temuan-temuan
pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, yaitu :
1) Kerjasama konsultasi manajemen dan keuangan dengan Andalan Dunia
Bisnis idak memberikan hasil sesuai dengan perjanjian.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas, produktivitas dan efisiensi
perusahaan, PTPN VIII telah mengikat suatu kerjasama Konsultan Manajemen dan
Finansial dengan DR Muchtar Tumin, SK,MSc (MT). Kerjasama tersebut tertuang
dalam Surat perjanjian kerjasama No. SP/D.III/545/VI/2004 tanggal 8 Juli 2004
yang di dalamnya mencakup klausul-klausul sebagai berikut :
a) Besarnya jasa adalah Rp275.000.000,00 (termasuk PPN 10%).
b) Pemberian Jasa Konsultan Manajemen dan Financial guna meningkatkan
efektivitas, produktifitas dan efisiensi perusahaan ke depan dalam segala nama
dan bentuknya, dan Pihak Kedua menyatakan sanggup dan bersedia
memberikan Jasa Konsultan kepada Pihak Pertama yang meliputi upaya
peningkatan kemampuan Managemen dan Finansial perusahaan ke depan.
Bilamana dalam masalah manajemen dan finansial terdapat masalah Pihak
Pertama yang berkaitan dengan kewajiban kepada Negara maka Perjanjian Jasa
Konsultan berlaku juga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Jasa
Konsultan manajemen dan finansial dimaksud, pada pelaksanaannya dengan
Surat Kuasa Khusus dari Pihak Pertama kepada Pihak Kedua.
c) Pihak Kedua (Pemberi Jasa Konsultan) berkewajiban untuk memberikan
laporan secara tertulis 1 ( satu ) bulan 2 (dua ) kali atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan oleh Pihak Pertama (PTPN VIII).
d) Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan berlaku sejak penandatanganan
perjanjian yaitu tanggal 8 Juli 2004 sampai dengan tanggal 31 Desember 2004.
e) Jangka waktu Perjanjian dapat diperpanjang apabila kewajiban pihak Kedua
dengan kuasa khususnya belum selesai.
20
f) Succes fee (biaya sukses) sebesar 5% dari jumlah penghematan pengeluaran
keuangan perusahaan Pihak Pertama akibat dari jasa/prestasi yang dikerjakan
oleh Pihak Kedua.
Perjanjian kerjasama pemberian Jasa konsultan ini diawali dengan adanya
penawaran jasa Konsultasi Manajemen, Finansial dan Perpajakan oleh Andalan
Dunia Bisnis (ADB) dan DR. MT sebagai Chief Executive Officer (CEO). Dalam
surat penawaran telah dinyatakan bahwa ADB mempunyai tenaga-tenaga professional
yang handal dan ADB sebagai konsultan dari perusahaan-perusahaan dalam dan luar
negeri. Namun dalam surat penawaran tersebut tidak menguraikan tentang riwayat
hidup masing-masing tenaga professional tersebut dan jasa konsultasi apa saja yang
telah diberikan oleh ADB kepada perusahaan-perusahaan yang berada di dalam dan di
luar negeri. Hal ini diperlukan agar PTPN VIII dapat mengevaluasi krediblilitas ADB.
Memenuhi perjanjian tersebut, dalam tahun 2004 PTPN VIII telah membayar
sebesar Rp275.000.000,00 (termasuk PPN) yaitu sebesar Rp110.000.000, pada tanggal
8 Juli 2004, sebesar Rp82.500.000,00 pada tanggal 15 September 2004 dan sebesar
Rp82.500.000,00 pada tanggal 10 Nopember 2004.
Dari pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa selama pelaksanaan perjanjian
tersebut, ADB tidak pernah memberikan laporan secara tertulis kepada PTPN VIII
tentang tentang kondisi perusahaan dan saran-saran perbaikan untuk peningkatan
kemampuan manajemen dan financial perusahaan di masa mendatang. Dengan
demikian PTPN VIII tidak dapat memperoleh jasa konsultasi yang diharapkan yaitu
untuk meningkatkan efektifitas produksi dan efisiensi perusahaan ke depan sesuai
dengan lingkup pekerjaan ADB.
Selain tugas yang telah ditetapkan dalam perjanjian, ADB juga mendapat
penugasan khusus dari PTPN VIII yaitu penugasan untuk menyelesaikan pengurusan
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Penugasan ini sesuai dengan
Surat Kuasa Direksi kepada DR MT No. SKU/D.III/425/IV/2004 tanggal 30 April
2004.
Terhadap penugasan khusus tersebut, ADB telah memberikan laporan tentang
perkembangan penyelesaian masalah BPHTB dan PBB sebanyak dua kali yaitu :
a) Laporan No. 110/ADB-MT/VIII/2004 yang isinya antara lain :
(1) Draft SK BPHTB yang akan dikeluarkan oleh Menteri Keuangan yang masih
memuat pengurangan sebesar 50%.
21
(2) ADB sudah mengimbau agar BPHTB PTPN VIII dapat diturunkan sampai
dengan 75% dengan alasan :
- PTPN VIII tidak mempunyai kemampuan ekonomis untuk membayar
BPHTB.
- Pembayaran BPHTB ke kas Negara oleh PTPN VIII merupakan
pengalihan uang Negara dari satu sisi ke sisi lainnya ( dari Negara untuk
Negara)
(3) ADB menyarankan agar PTPN VIII menyetorkan sebagian kecil dari BPHTB,
misalnya 5% atau sesuai kemampuan likuiditas, dan BPN akan memproses
sertifikat HGU berdasarkan pembayaran tersebut. Dengan demikian akan
terjadi kurang bayar sehingga Dirjen Pajak dalam hal ini Kantor Pelayanan
PBB akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
BPHTB. Selanjutnya PTPN VIII mengajukan permohonan keberatan dan
meminta pengurangan BPHTB kepada Direktorat Jenderal Pajak..
Terhadap hasil kerja ADB seperti yang tercantum dalam laporan tersebut,
Direksi merasa kurang puas. Hal ini terlihat dalam lembar disposisi yang
menyatakan bahwa pengurangan BPHTB sebesar 50% memang sesuai SK
Menkeu yang sudah berjalan, yang dikehendaki oleh Direksi adalah
pengurangan 50% dari SK Menkeu tersebut.
b) Laporan No.002/ADB-MT/I/2005 tanggal 26 Januari 2005 yang isinya bahwa
ADB sedang mempelajari kemungkinan pengurangan BPHTB sebesar 75%, dan
usaha-usaha pendekatan dengan pejabat terkait di Departemen Keuangan.
Berdasarkan Surat Direksi No. SB/D.III/1458/V/2005 tanggal 9 Mei 2005
pihak PTPN VIII telah memutuskan perjanjian kerjasama tersebut dengan alasan
kerjasama sudah berakhir tanggal 31 Desember 2004 dan tidak akan memperpanjang
lagi.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
a) Dalam memperkenalkan dan penawaran jasa tersebut, ADB tidak melampirkan
secara rinci daftar riwayat hidup dari tenaga profasional yang dimilikinya dan
tidak melampirkan jasa-jasa konsultasi yang telah diberikan kepada perusahaan-
perusahaan baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini sangat penting untuk
dapat dilakukan penilaian tingkat keberhasilan pemberian jasa konsultasi yang
akan diberikan oleh ADB.
22
b) Dalam kegiatannya ADB memfokuskan kepada penugasan khusus yaitu masalah
BPHTB, sehingga jasa konsultasi yang akan diberikan oleh ADB sesuai dengan
lingkup pekerjaan dalam perjanjian tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Dengan
demikian terhadap biaya sebesar Rp275.000.000,00 yang sudah dikeluarkan pihak
Manajemen PTPN VIII tidak memperoleh hasil atau saran untuk peningkatan
kemampuan dalam bidang manajemen dan keuangan untuk meningkatkan
efektifitas produktivitas, efisiensi perusahaan sesuai dengan perjanjian.
c) Tidak ada laporan tertulis dari pihak ADB sebagai kewajibannya dalam
melaksanakan perjanjian kejasama jasa, konsultasi yang seharusnya memuat saran-
saran bagi manajemen PTPN VIII untuk masa mendatang sebagai kewajiban ADB
selama kurun waktu melaksanakan perjanjian kerjasama jasa konsultasi
manajemen dan keuangan.
Terhadap permasalahan tersebut di atas mengakibatkan pengeluaran sebesar
Rp275.000.000,00 untuk jasa konsultan tidak memberikan kontribusi berupa
peningkatan kemampuan manajemen dan keuangan untuk meningkatkan efektifitas
produktivitas dan efisiensi perusahaan.
Hal tersebut disebabkan dalam mengambil keputusan untuk menggunakan jasa
konsultan ADB, Direksi PTPN VIII tidak menganalisa terlebih dahulu untuk
mengetahui kredibilitas dan kapabilitas dari ADB.
Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa dalam surat penawaran yang
disampaikan Andalan Dunia Bisnis (ADB) di dalamnya sudah termasuk Company
Profile beserta daftar tenaga-tenaga ahli yang dimilikinya, meskipun belum dilengkapi
dengan Curiculum Vitae dan jenis-jenis jasa konsultasi yang pernah diberikan kepada
perusahaan lain. Untuk yang akan datang akan menjadi perhatian kami dan kami akan
lebih teliti. Selain jasa konsultasi manajemen dan finansial, kami juga memanfaatkan
yang bersangkutan untuk membantu upaya efisiensi dalam pengurusan BPHTB,
karena yang bersangkutan mempunyai keahlian dibidang tersebut. Dalam kaitan
dengan Perjanjian Pemberian Jasa Konsultasi tersebut, yang bersangkutan sudah
menyampaikan beberapa laporan dan saran tertulis. Laporan-laporan tersebut berupa,
baik yang menyangkut kepada Jasa Konsultan Manajemen dan Finansial maupun
BPHTB. Untuk selanjutnya kontrak kerja tidak kami perpanjang karena kami merasa
sudah cukup.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar
meminta pertanggungjawaban unit kerja terkait dan konsultan atas kerjasama tersebut
23
dan untuk masa mendatang dalam kerjasama dengan konsultan , PTPN VIII terlebih
dahulu menganalisa mengetahui kredibilitasnya.
2) Terdapat kelebihan pembayaran premi Asuransi Purna Jabatan Direksi
sebesar Rp329,57 juta dan Pajak PPh Pasal 21 atas premi belum disetorkan ke
Kas Negara sebesar Rp461,63 juta.
Risalah RUPS PTPN VIII tentang RKAP tahun 2003 tanggal 2 Januari 2003
memutuskan Direksi, Komisaris dan Sekretaris Komisaris diberikan Santunan Purna
Jabatan dalam bentuk program Asuransi atau tabungan pensiun. Premi atau iuran
tahunan yang dapat ditanggung perusahaan tidak lebih dari 25% dari gaji/honorarium
per tahun sebagaimana yang diputuskan dalam RUPS laporan pertanggungjawaban
tahunan Direksi dan Komisaris. Premi diatas hanya berlaku saat yang bersangkutan
menduduki jabatan Direksi, Komisaris dan Sekretaris Komisaris.
Sebagai tindak lanjut dari ketentuan tersebut, pada tahun 2003 PTPN VIII
mengasuransikan seluruh jabatan Direksi menjadi peserta Asuransi Dwiguna Prima
Eksekutif Kumpulan pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan polis induk No.
PK/DGE-3117/TI yang dikeluarkan tanggal 17 Januari 2003, sedangkan jabatan
Dewan Komisaris tidak diasuransikan. Berdasarkan polis asuransi jabatan dari
masing-masing Direksi diketahui bahwa masa pertanggungan asuransi sejak 1 Januari
2003 hingga 1 Mei 2006 (3 tahun 4 bulan) yang preminya dibayarkan secara sekaligus
sesuai bukti pengeluaran bank No. BKE/01/2003/00135 tanggal 24 Januari 2003
sebesar Rp1.139.880.000,00. dengan rincian sebagai berikut :
No. Nama Direksi No. Sertifikat Premi 3 tahun4 bulan
1 Drs. H. Sobana Suwarna, Ak, SH (SS) 000001 247.800.000 2 Ir. H. Abdul Halik,MM (AH) 000002 223.020.000 3 RHS. Slamet Bangsadikusumah, SG, MBA (SB) 000003 223.020.000 4 Drs.H. Dudung Suryana, Ak, MBA (DS) 000004 223.020.000 5 Drs.H. Yaman Abddullah, Ak, MBA (YA) 000005 223.020.000 Jumlah 1.139.880.000
24
Dalam tahun 2003 telah terjadi penggantian Direksi PTPN VIII sesuai pada SK
Menteri BUMN No.KEP-250/MBU/2003 tanggal 19 Juni 2003, sebagai berikut :
a) Memberhentikan dengan hormat Drs. SS, Ak, SH, sebagai Direktur Utama ; Ir. H.
AH, MM sebagai Direkstur Produksi; DR. DS. SE,AK,MBA sebagai Direktur
Keuangan ; Drs.H. YA. Ak, MBA sebagai Direktur Pemasaran.
b) Mengangkat Ir. H. AH, MM sebagai Direktur Utama ; Ir. Iyan Heriyanto (IH)
sebagai Direktur Produksi; Drs.H. YA. Ak,MBA sebagai Direktur Keuangan; Ir.
H. Indra B.Djenie (IBD) sebagai Direktur Pemasaran.
c) Untuk Direktur SDM dan Umum tetap masih dijabat oleh RHS. SS, SH.MBA.
Berdasarkan SK Menteri BUMN No.KEP-250/MBU/2003 tanggal 19 Juni
2003 tersebut di atas diketahui bahwa Drs. SS, Ak, SH sebagai Direktur Utama dan
DR. DS. SE,Ak, MBA sebagai Direktur Keuangan tidak diangkat kembali menjadi
direksi di PTPN VIII. Selanjutnya berdasarkan surat Direksi PTPN VIII tanggal 18
Juli 2003 kepada PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) yang isinya agar pembayaran
klaim asuransi purna jabatan Direksi a/n Drs. H. SS, Ak, SH dan DR. DS. SE., Ak
dapat segera diselesaikan dan disetorkan ke rekening PTPN VIII di Bank Mandiri
Cabang Bandung Asia Afrika Selatan AC. Nomor 130.0183000085. Dari klaim
asuransi yang diajukan di atas telah disetujui oleh PT Asuransi Jiwasraya sebesar
Rp520.523.941,00, dan telah diterima perusahaan tanggal 30 Juli 2003. Klaim
Asuransi tersebut oleh PTPN VIII telah dibayarkan kepada Drs. H. SS. SH, Ak
sebesar Rp273.966.146,00 dan kepada DR.H. DS. SE., Ak, MBA sebesar
Rp246.557.795.
Selanjutnya Direksi PTPN VIII yang baru dan Komisaris diberikan juga fasilitas
asuransi purna jabatan dan jumlah premi yang dibayar untuk periode tahun 2004 ( Juli
s.d. Desember 2004) sebesar Rp517.000.000,00 dan telah dibayarkan tanggal 21 Juli
2004. Untuk tahun 2005 (Januari s.d. Desember 2005) jumlah pembayaran premi
asuransi jabatan untuk Direksi dan Komisaris telah dibayarkan tanggal 15 Pebruari
2005 sebesar Rp308.796.000,00.
Dari pemeriksaan lebih lanjut atas pemberian fasilitas kepada Dewan
Komisaris, Sekretaris Dekom dan Direksi PTPN VIII berupa asuransi purna jabatan,
diketahui hal-hal sebagai berikut :
a) Pembayaran premi asuransi tidak sesuai dengan masa jabatan aktif direksi.
Berdasarkan polis asuransi jabatan dari masing-masing Direksi diketahui bahwa
masa pertanggungan asuransi sejak 1 Januari 2003 hingga 1 Mei 2006 (3 tahun 4
25
bulan) dengan besarnya premi asuransi jabatan sebesar Rp1.139.880.000,00
dibayar secara sekaligus. Hal ini tidak sesuai dengan Risalah RUPS RKAP tahun
2003 tanggal 2 Januari 2003 yang menyatakan bahwa Direksi, Komisaris dan
Sekretaris Komisaris diberikan santunan purna jabatan dalam bentuk asuransi
dengan premi atau iuran tahunan yang dapat ditanggung perusahaan tidak lebih
dari 25% dari gaji per tahun dan premi hanya berlaku saat yang bersangkutan
menduduki jabatan Direksi, Komisaris dan Sekretaris Komisaris. Dengan
demikian pembayaran premi asuransi jabatan untuk Direksi adalah premi tahunan
dan yang bersangkutan hanya menerima premi sampai dengan tahun yang
bersangkutan berhenti menjabat. Terhadap Direksi yang telah diberhentikan
tersebut telah menerima klaim asuransi untuk Drs.H. SS. SH, Ak sebesar
Rp273.966.146,00 dan DR.H. DS. SE., Ak, MBA sebesar Rp246.557.795,00.
Klaim tersebut diterima atas premi yang telah dibayarkan untuk masa 3 tahun 4
bulan. Seharusnya terhadap direksi yang diberhentikan tersebut hanya diberikan
premi untuk tahun 2003 yaitu sebesar Rp74.340.000,00 untuk Drs H SS. SH. Ak
dan sebesar Rp66.906.000,00 untuk DR.H. DS. SE.Ak,MBA, sehingga terdapat
kelebihan sebesar Rp329.574.000,00 dengan rincian sebagai berikut :
Dalam rupiah
NamaGaji per
bulan25%
Premi tahun
2003Premi yang
dibayar Selisih
lebih bayar 1 2 3 4 5 = 4 – 3
Drs.H. SS. , SH. Ak 24.780.000 6.195.000 74.340.000 247.800.000 173.460.000 DR.H. DS. SE, Ak, MBA 22.302.000 5.575.500 66.906.000 223.020.000 156.114.000
Jumlah 47.082.000 11.770.50
0 141.246.000 470.820.000 329.574.000
b) Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pemberian premi asuransi purna jabatan
kepada Direksi dan Dewan komisaris belum diperhitungkan dan disetorkan
ke Kas Negara.
Pasal 4 (1) UU No. 17 Tahun 2000 menyatakan bahwa yang menjadi objek pajak
adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar dari
Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
(huruf n) premi asuransi. Premi asuransi purna jabatan yang diberikan oleh PTPN
VIII kepada direksi dan dewan komisaris adalah objek pajak penghasilan yang
pajaknya ditanggung oleh perusahaan. Namun dari hasil pemeriksaan lebih lanjut
26
terhadap SPT tahunan PPh pasal 21 untuk Direksi dan Komisaris tahun 2003 dan
2004 diketahui bahwa premi asuransi purna jabatan tersebut belum masuk sebagai
unsur penghasilan. Dengan demikian pajak penghasilan atas premi tersebut belum
ditanggung oleh perusahaan dan belum disetorkan ke Kas Negara. Besarnya pajak
penghasilan atas premi tersebut adalah sebesar Rp461.634.997,00 yaitu
untuk`tahun 2003 sebesar Rp283.607.100,00 dan tahun 2004 sebesar
Rp178.027.897,00 (perhitungan dalam lampiran 3).
Kondisi tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
a) Perusahaan menanggung beban atas kelebihan pembayaran premi sebesar
Rp329.574.400,00.
b) Pendapatan negara dari sektor pajak kurang diterima sebesar Rp461.634.997,00.
Hal tersebut di atas disebabkan :
a) Pelaksanaan RUPS RKAP tahun 2003 tanggal 2 Januari 2003 oleh direksi dalam
pemberian premi asuransi jabatan tidak disesuaikan dengan masa jabatannya
dengan tidak memotong klaim yang diterima.
b) PTPN VIII belum sepenuhnya memperhatikan UU No. 17 Tahun 2000 dalam
menghitung dan menyetorkan pajak PPh pasal 21 atas pembayaran premi asuransi
purna jabatan bagi Dewan Komisaris, Sekretaris Komisaris dan Direksi PTPN
VIII.
Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa terdapat salah penafsiran pada saat
penutupan asuransi tanggal 6 Januari 2003 yakni premi Asuransi Purna Jabatan
tersebut harus dibayar sekaligus selama sisa masa jabatan, yaitu 40 bulan terhitung
mulai 1 Januari 2003 s/d 30 April 2006. Perhitungan sisa masa jabatan s/d 30 April
2006 mengacu kepada Anggaran Dasar PT. Perkebunan Nusantara VIII pasal 10 ayat
5a yang menyatakan bahwa “Satu periode masa jabatan Direksi adalah 5 (lima) tahun
dengan keanggotaan yang diangkat paling lama untuk masa jabatan tersebut sesuai
dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, tanpa mengurangi hak Rapat
Umum Pemegang Saham untuk memberhentikan para anggota Direksi yang
bersangkutan sewaktu-waktu”. Hal tersebut dikarenakan Risalah RUPS RKAP tahun
2003 pada tanggal 2 Januari 2003 dan surat Menteri BUMN No.S-46/MBU/2003
tanggal 7 Februari 2003 yang menguraikan/ mengatur lebih rinci mengenai pemberian
Santunan Asuransi Purna Jabatan bagi Direksi, Komisaris dan Sekretaris Komisaris
diterima setelah penutupan premi asuransi sekaligus.
27
Pajak Penghasilan atas Premi Asuransi Jabatan Komisaris, Sekretaris Komisaris, dan
Direksi yang belum disetor ke Kas Negara untuk tahun 2003 sebesar
Rp.283.607.100,00 dan tahun 2004 sebesar Rp. 178.027.897,00 akan ditindaklanjuti
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar :
a) Menagih kelebihan pembayaran premi asuransi jabatan sebesar Rp329.574.400,00.
b) Segera menyetorkan kekurangan pembayaran PPh pasal 21 atas premi asuransi
jabatan sebesar Rp461.634.997,00.
3) PT. Sarana Adyaboga Agung belum dikenakan denda sebesar Rp47,00 juta
atas keterlambatan dan tidak dikirimnya pengadaan pupuk Kieserit dan TSP.
Untuk pemenuhan kebutuhan pupuk Kieserit tahun 2004 dan TSP tahun 2005,
PTPN VIII telah membuat kontrak/perjanjian pembelian pupuk dengan pemasok PT.
Sarana Adyaboga Agung (SAA). Sesuai perjanjian No. SP/E.II/775/VIII/2004 tanggal
19 Agustus 2004 pengadaan pupuk Kieserit sebanyak 4.000.000,00 kg senilai
Rp5.780.000.000,00 yang harus selesai diterima di kebun-kebun paling lambat tanggal
19 Oktober 2004. Untuk pengadaan pupuk TSP dilakukan dengan 2 (dua) surat
perjanjian, yaitu No. SP/EII/299/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 untuk pupuk TSP
sebanyak 1.500.000 kg senilai Rp4.364.250.000,00 dan No. SP/EII/408/III/2005
tanggal 14 April 2005 untuk pupuk TSP sebanyak 810.000 kg senilai
Rp2.356.695.000,00. Dalam kedua perjanjian tersebut menyatakan bahwa pupuk TSP
tersebut harus selesai diterima di kebun-kebun paling lambat tanggal 16 Juni 2005.
Dari realisasi pelaksanaan pengiriman dan penerimaan pupuk Kieserit
diketahui bahwa dari jumlah pembelian pupuk yang diperjanjikan sebanyak
4.000.000,00 kg telah diterima sebanyak 3.995.000,00 kg, sisanya sebanyak 5.000,00
kg tidak dikirim. Dari pupuk yang diterima sebanyak 3.995.000,00 kg diantaranya
sebanyak 3.990.700,00 kg terlambat diterima. Atas kelambatan tersebut, PTPN VIII
telah mengklaim sebesar Rp122.839.971,00 untuk penerimaan pupuk sebanyak
3.875.000,00 kg, sedangkan sisanya sebanyak 115.700,00 kg PTPN VIII tidak
mengajukan klaim kelambatan.
Selanjutnya dari realisasi penerimaan pupuk TSP diketahui bahwa PT SAA tidak
mampu mengirimkan seluruh pupuk tepat waktu yaitu paling lambat tanggal 16 Juni
2005, karena realisasi penerimaan pupuk TSP di kebun-kebun sampai dengan tanggal
16 Juni 2005 baru sebanyak 1.276.850,00 kg, sedangkan sisanya sebanyak
28
1.010.900,00 kg terlambat dikirim dan sebanyak 22.250,00 kg tidak dilakukan
pengiriman lagi.
Surat perjanjian No. SP/E.II/775/VIII/2005 tanggal 19 Agustus 2004 pasal 4
menyatakan :
a) Ayat (8) ; Apabila penyerahan barang melampaui batas waktu penyerahan terakhir,
maka PTPN VIII akan mengenakan klaim kelambatan sebesar 0,5% setiap 7 hari
kelambatan dari harga barang yang terlambat dikirim.
b) Ayat (9) ; Apabila sampai 1 (satu) bulan setelah batas waktu penyerahan terakhir
Pihak Kedua masih belum menyelesaikan pengiriman barang ini (baik seluruhnya
maupun sebagian), termasuk akibat susut/selisih timbang, pihak Kesatu berhak
untuk membatalkan pesanan ini dan Pihak Kedua akan dikenakan klaim ganti rugi
sebesar 10% dari nilai barang yang tidak di kirim.
Terhadap pupuk Kieserit yang terlambat dikirim sebanyak 115.700 kg dan
yang tidak dikirim sebanyak 5.000,00 kg harus dikenakan denda sebesar
Rp13.478.857,00. Selanjutnya terhadap pupuk TSP yang terlambat dikirim sebanyak
1.010.900 kg dan tidak dikirim sebanyak 22.250 kg harus dikenakan denda sebesar
Rp33.518.290,00.
Hal tersebut mengakibatkan pendapatan perusahaan berupa denda belum
diterima minimal sebesar Rp46.997.147,00 (Rp13.478.857,00 + Rp33.518.290,00).
Hal tersebut disebabkan bagian pengadaan lalai memperhitungkan denda
kelambatan pengiriman dan tidak diterimanya pupuk dari PT. SAA.
Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa klaim kelambatan mengirim dan tidak
mengirim pupuk akan diperhitungkan dengan pembayaran sisa tagihan.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan agar Direksi PTPN VIII
memperhitungkan denda kelambatan sebesar Rp46.997.147,00 atas tagihan yang
diajukan oleh PT. SAA.
4) PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) belum mengenakan denda sebesar
Rp36,26 juta kepada PT Pertani (Persero) atas pembelian Pupuk Urea yang
tidak dikirimkan.
PTPN VIII mengadakan Pupuk Urea dari PT Pertani dengan surat perjanjian
jual beli No. SP/EII/68/I/2004 tanggal 29 Januari 2004 sebanyak 3.258.200 kg senilai
Rp4.497.945.100,00 (termasuk PPN). Sesuai dengan surat perjanjian tersebut
diketahui bahwa pengiriman pupuk ke kebun-kebun dibagi dalam dua tahap, yaitu
29
tahap ke I sebanyak 2.293.900 kg yang keseluruhannya sudah harus diterima di kebun-
kebun paling lambat tanggal 30 April 2004 dan tahap ke II sebanyak 964.300 kg yang
keseluruhannya sudah harus diterima di kebun-kebun paling lambat tanggal 15 Juli
2004.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan atas dokumen pengadaan Pupuk
Urea tersebut diketahui bahwa proses pengadaan Pupuk Urea dilakukan dengan
penunjukan langsung kepada PT Pertani sebagai distributor yang ditunjuk oleh PT
Pupuk Kujang. Harga Pupuk Urea yang ditawarkan oleh PT. Pertani sesuai Surat
Permintaan Penawaran Harga yang diajukan PT Pertani tanggal 15 Januari 2004
sebesar Rp1.410,20 per kg (termasuk PPN). PT Pertani menyatakan bahwa
mempunyai persediaan Pupuk Urea sebanyak 3.300.000 kg. Penawaran harga tersebut
ditawar sehingga diperoleh kesepakatan harga sebesar Rp1.380,50 per kg (termasuk
PPN).
Dari hasil pemeriksaaan atas realisasi penerimaan Pupuk Urea di kebun-kebun
sampai dengan tanggal 15 Juli 2004, diketahui bahwa PT Pertani hanya mampu
menyelesaikan pengiriman Pupuk Urea ke kebun-kebun sebanyak 2.499.800 kg
dengan rincian sebagai berikut :
Dalam KgUraian Penerimaan Kontrak Selisih
Tahap I 2.004.950 2.293.900 288.950 Tahap II 494.850 964.300 469.450
Jumlah 2.499.800 3.258.20
0 758.400
Terhadap sisa Pupuk Urea yang belum diterima di kebun-kebun, PT Pertani
dengan suratnya No. 508/sap/01.10 tanggal 9 Juli 2004 mengajukan permohonan
perpanjangan batas waktu penyerahan pupuk, dengan alasan penyaluran Pupuk Urea
diprioritaskan kepada petani dan adanya overhoul pabrik PT Pupuk Kujang, sehingga
pasokan kepada PT Pertani tidak dapat dipenuhi sampai batas waktu yang tidak bisa
ditentukan.
Selanjutnya PT Pertani mengajukan permohonan kedua dengan suratnya No.
512/Sap/01.10 tanggal 13 Juli 2004. Surat tersebut menyatakan agar kekurangan
pengiriman Pupuk Urea tidak dikenakan klaim. Hal-hal yang melatar belakangi
pemohonan tersebut adalah kondisi luar biasa, yaitu adanya kebijakan pemerintah
tentang prioritas penyaluran pupuk kepada petani pada tanggal 27 Mei dan adanya
overhaul pabrik PT Pupuk Kujang tanggal 7 Agustus 2004. Menanggapi surat PT
30
Pertani tersebut, Direksi PTPN VIII dengan suratnya kepada PT Pertani No.
SB/E.II/2605/VII/2004 menyatakan setuju untuk tidak mengenakan klaim atas tidak
dikirimnya Pupuk Urea tersebut
Sesuai perjanjian diketahui bahwa, penerimaan Pupuk Urea tahap pertama
sebanyak 2.293.900 kg harus diterima di kebun-kebun paling lambat tanggal 30 April
2004, namun demikian sampai dengan tanggal 15 Juli 2005 PT. Pertani baru dapat
mengirimkan pupuk urea sebanyak 2.004.950 kg atau masih kurang dikirimkan
sebanyak 288.950 kg. Untuk tahap kedua dari alokasi sesuai kontrak sebanyak
694.300 kg, sudah dikirim sebanyak 494.850 kg atau masih kurang dikirimkan
sebanyak 469.450 kg. Dari pemeriksaan terhadap dokumen penerimaan di kebun-
kebun diketahui bahwa pada saat pengiriman pupuk tahap pertama belum selesai
seluruhnya, PT Pertani juga telah mengirim pupuk untuk tahap kedua. PTPN VIII
tidak mengenakan denda atas tidak dikirimnya Pupuk Urea ke kebun-kebun untuk
tahap pertama dengan alasan kondisi force majeur, yaitu adanya kebijakan pemerintah
tentang prioritas penyaluran pupuk kepada petani pada tanggal 27 Mei 2004 dan
overhoul pabrik PT Pupuk Kujang bulan Agustus 2004.
Terhadap kekurangan pengiriman pupuk tahap pertama yang tidak dikenakan denda
tidak dapat dikatakan sebagai kondisi force majeur, karena kondisi force majeur yang
dimaksud terjadi dalam bulan Mei 2004 dan bulan Agustus 2004, padahal batas akhir
pengiriman pupuk tahap pertama adalah tanggal 30 April 2004. Surat Perjanjian jual
beli No. SP/EII/68/I/2004 tanggal 28 Januari 2004 menyatakan :
a) Pasal 4.9. Apabila sampai satu bulan setelah batas waktu penyerahan terakhir
pihak PT Pertani masih belum menyelesaikan pengiriman barang (baik
keseluruhan maupun sebagian), termasuk akibat susut, PTPN VIII berhak untuk
membatalkan pesanan ini dan PT Pertani akan dikenakan klaim ganti rugi sebesar
10% dari dari nilai barang yang tidak dikirim.
b) Pasal 7.2. Apabila timbul masalah atau peristiwa yang disebabkan oleh keadaan
Force Majeure seperti antara lain bencana alam dan kejadian lain diluar kekuasaan
manusia, maka kerugian akibat peristiwa tersebut tidak dapat dibebankan kepada
masing-masing pihak dan akan ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Terhadap Pupuk Urea yang tidak dikirim untuk tahap pertama sebanyak
288.950,00 kg tersebut, seharusnya PTPN VIII mengenakan denda kepada PT Pertani
sebesar Rp36.263.225,00 (10% x 288.950 kg x Rp1.255,00/kg).
31
Kondisi tersebut di atas mengakibatkan PTPN VIII kehilangan kesempatan
memperoleh pendapatan sebesar Rp36.263.225,00 dari denda kelambatan pengiriman
pupuk Urea tahap pertama.
Hal tersebut di atas disebabkan Direksi PTPN VIII kurang cermat dalam
menentukan keadaan force majeure dengan tidak memperhatikan kondisi yang
sebenarnya.
Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa sehubungan dengan klaim sejumlah
tersebut, kami telah membicarakan dengan pihak PT. Pertani dan yang bersangkutan
telah menyatakan akan berupaya menyelesaikannya. Selanjutnya akan segera kami
susul dengan penagihan secara tertulis.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII
mempertanggungjawabkan hal tersebut dengan menagih denda keterlambatan sebesar
Rp36.263.225,00 kepada PT. Pertani.
5) Harga Perhitungan Sendiri atas pekerjaan inklaring, handling dan
pengangkutan Pupuk ZA dibuat kurang cermat dan pelaksanaannya belum
sesuai dengan ketentuan.
Untuk memenuhi kebutuhan pupuk ZA, dalam tahun 2004 PTPN VIII
mengimpor pupuk ZA secara curah dari Kolon Internasional Corp. Korea dengan
syarat pembelian franco pelabuhan Tanjung Priok Jakarta sebanyak 20.310,00 ton.
Realisasi yang diterima di Pelabuhan Tanjung Priok sebanyak 20.663,25 ton. Biaya-
biaya yang diperlukan agar pupuk ZA tersebut dapat diterima dikebun-kebun yaitu
biaya kepabeanan, bongkar muat, pengantongan dan biaya pengiriman ke kebun-
kebun.
Proses pengadaan jasa untuk pekerjaan kepabeanan, bongkar muat,
pengantongan dan pengangkutan dilakukan melalui pelelangan terbatas dengan
mengundang 5 (lima) rekanan yang dianggap mampu, yaitu PT Galata Lestarindo, PT
Angga Putra Caringin Asri, PT Sarana Adyaboga Agung, PT Multijaya Serasi dan PT
Gitamas Lestarindo. Harga penawaran terendah adalah PT Gitamas Lestarindo sebesar
Rp574,805 per kg atau sebesar Rp11.674.289.550,00 (termasuk PPN) yang
selanjutnya setelah ditawar harganya menjadi sebesar Rp561,00 per kg. Setelah itu
dibuat surat perjanjian No. SP/E.II/871/X/2004 tanggal 1 Oktober 2004 sebesar
Rp11.393.910.000,00 (termasuk PPN) dengan volume pupuk ZA sebanyak 20.310,00
ton. Karena realisasi penerimaan pupuk di pelabuhan Tanjung Priok sebanyak
32
20.663,25 ton, maka perjanjian tersebut diaddendum menjadi perjanjian No.
ADD.EII/1182/ XII/2004 tanggal 31 Desember 2004, dengan nilai kontrak menjadi
sebesar Rp11.592.071.250,00 (termasuk PPN). Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan
selama 70 hari kalender terhitung sejak diterbitkan Pemberitahuan Impor Barang
(PIB) tanggal 6 Desember 2004 dan harus telah selesai didistribusikan seluruhnya ke
kebun-kebun pada tanggal 14 Pebruari 2005.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan atas dokumen pengadaan jasa
kepabeanan, bongkar muat, pengepakan dan pengangkutan pupuk ZA diketahui hal-
hal sebagai berikut :
a) Salah satu komponen biaya dalam jasa tersebut adalah upah tenaga kerja untuk
pengepakan sebesar Rp13,71 per kg pupuk ZA. Pupuk ZA curah tersebut dikemas
untuk setiap karung bagor beserta iner bag berisi 50,00 kg. Dengan demikian
untuk penerimaan pupuk ZA sebanyak 20.663.250,00 kg diperlukan karung bagor
dan iner bag sebanyak 413.265 zak (20.663.250,00 kg : 50,00 kg per zak). Upah
tenaga kerja pengepakan yang diperhitungkan dalam HPS sama dengan harga
negosiasi yaitu sebesar Rp13,71 per kg dengan rincian sebagai berikut :
Upah pengepakan per hari Rp24.000,00Kapasitas produksi per hari per tenaga kerja 35 zak @ 50 kg = 1.750 kgUpah tenaga kerja per kg Rp13,71
Namun sesuai dengan upah tenaga kerja pengepakan dalam HPS pengadaan pupuk
lainnya tanggal 11 Agustus 2004 adalah sebesar Rp8,57 per kg dengan rincian
sebagai berikut :
Upah pengepakan per hari Rp24.000,00Kapasitas produksi per hari per tenaga kerja 56 zak @ 50 kg = 2.800 kgUpah tenaga kerja per kg Rp8,57
Dari rincian upah tenaga kerja pengepakan diketahui adanya perbedaan standar-
standar perhitungan. Upah yang diperhitungkan dalam HPS dan harga negosiasi
adalah sebesar Rp24.000,00 per hari untuk biaya pengemasan pupuk ZA
sebanyak 1.750 kg atau setara dengan 35 zak, sedangkan untuk HPS tanggal 11
Agustus 2004 upah yang diperhitungkan adalah sebesar Rp24.000,00 per hari
untuk biaya pengepakan pupuk lainnya sebanyak 2.800,00 kg atau setara 56 zak.
Sehubungan dengan hal tersebut terjadi selisih upah pengepakan sebesar
Rp106.209.105,00 dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga Negosiasi Rp 685,50 x 413.265 zak = Rp283.293.157,50 HPS bulan Agustus Rp 428,50 x 413.265 zak = Rp177.084.052,50
33
Selisih Rp 257,00 x 413.265 zak = Rp106.209.105,00
Dengan demikian perhitungan biaya pengepakan pada HPS untuk upah jasa
pengepakan pupuk ZA lebih tinggi dari HPS pengadaan sebelumnya, sehingga
harga negosiasi terhadap upah tenaga kerja lebih tinggi sebesar
Rp106.209.105,00.
b) Sesuai dengan surat perjanjian No. SP/E.II/871/X/2004 tanggal 1 Oktober 2004
dan addendum surat perjanjian No. ADD.EII/1182/ XII/2004 tanggal 31
Desember 2004 diketahui bahwa penerimaan pupuk di kebun-kebun paling
lambat tanggal 14 Pebruari 2005. Jumlah pupuk yang sudah diterima di kebun-
kebun per 20 Juli 2005 sebanyak 20.425.750,00 kg, sedangkan sisanya sebanyak
237.500,00 kg belum diterima. Dari jumlah pupuk yang telah diterima sebanyak
20.425.750,00 kg diantaranya sebanyak 1.437.650,00 kg diterima setelah tanggal
14 Pebruari 2005. Terhadap kelambatan pengiriman pupuk tersebut, PT Gitamas
Lestarindo telah memberitahukan kepada PTPN VIII dengan surat No.
041/GITA/J/VI/05 tanggal 1 Juni 2005 yang isinya bahwa penyebab
keterlambatan kondisi jalan yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan yang
bermuatan lebih dari 10 ton. Menindaklanjuti surat tersebut, Direksi PTPN VIII
dengan suratnya No. SB/E.II/942/VI/2005 tanggal 17 Juni 2005 menyatakan
agar kekurangan pengiriman pupuk segera diselesaikan karena pupuk ZA akan
segera digunakan. Hal-hal yang berhubungan dengan batas waktu penyelesaikan
pengiriman pupuk tidak ada perubahan yaitu harus selesai tanggal 14 Pebruari
2005 atau dengan kata lain tidak ada addendum perpanjangan waktu dalam
penyelesaian pekerjaan tersebut.
Terhadap kelambatan pengiriman pupuk sebanyak 1.437.650,00 kg, PTPN VIII
telah mengenakan denda penerimaan pupuk sebanyak 786.750,00 kg dengan
cara memotong pembayaran sebesar Rp437.525,00, sedangkan sisanya sebanyak
650.900,00 kg belum dikenakan denda senilai Rp19.913.618,00, dengan alasan
PT Gitamas Lestarindo belum menagih. Selain itu untuk pupuk ZA yang belum
dikirimkan sebanyak 237.500 kg akan dikenakan denda kelambatan minimal
sebesar Rp13.323.750,00.
c) Impor pupuk ZA dari Kolon International Corp sebanyak 20.663.250 kg adalah
dalam bentuk curah dan pada saat pupuk tersebut tiba di pelabuhan Tanjung
Priok telah diteliti unsur kandungannya oleh PT Sucofindo dengan hasil telah
sesuai dengan kandungan yang disyaratkan. Selanjutnya pupuk ZA yang
34
diterima tersebut dikantongkan dalam kemasan karung bagor berisikan 50 kg per
karung. Pekerjaan pengemasan pupuk ZA tersebut dilakukan oleh PT Gitamas
Lestarindo untuk kemudian dikirimkan ke kebun-kebun. Terhadap pupuk yang
diterima di kebun-kebun PTPN VIII belum pernah menguji secara sampling atas
unsur kandungannya.
Kondisi tersebut di atas mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
a) Terjadi pemborosan atas biaya pengepakan pupuk ZA untuk upah tenaga kerja
sebesar Rp106.209.105,00.
b) Pendapatan denda atas kelambatan pengiriman pupuk ZA menjadi terlambat
diterima PTPN VIII minimal sebesar Rp33.237.368,00 (Rp19.913.618,00 +
Rp13.323.750,00).
c) Pupuk ZA yang diterima di kebun diragukan kandungan unsurnya sesuai yang
disyaratkan.
Hal tersebut disebabkan oleh :
a) Direksi PTPN VIII tidak cermat dalam membuat harga perhitungan sendiri untuk
pekerjaan kepabeanan, bongkar muat, pengantongan dan pengangkutan pupuk
ZA ke kebun-kebun, sehingga dalam bernegosiasi tidak maksimal.
b) PTPN VIII belum memperhitungkan denda atas kelambatan pengiriman pupuk
ZA.
c) PTPN VIII lalai menguji kandungan unsur pupuk ZA yang diterima dikebun atas
kandungan unsurnya.
Direksi PTPN VIII menjelaskan :
a) Dalam penyusunan HPS, khususnya mengenai kapasitas tenaga kerja perhari
untuk pengepakan pupuk ZA diadakan penyesuaian, karena setelah dikaji
kembali, penetapan kapasitas tenaga kerja sebelumnya sebanyak 2.800
kg/orang/hari, dipandang terlalu tinggi dan diubah menjadi 35 karung 1.750
kg/orang/hari, sehingga HPS menjadi lebih tinggi.
b) Dari penerimaan pupuk sebanyak 1.437.650 kg, diantaranya sebanyak 786.750
kg yang diterima terlambat dan kami telah mengenakan klaim sebesar
Rp437.525,00. Demikian pula atas penerimaan pupuk selanjutnya, kami akan
mengenakan klaim keterlambatan dan akan diperhitungkan dengan pembayaran
sisa tagihan yang bersangkutan.
c) Terhadap Pupuk ZA impor yang diterima di pelabuhan, telah dilakukan
pengujian sample oleh PT. Sucofindo, dan juga oleh PTP Nusantara VIII melalui
35
Balai Besar Bahan dan Barang Teknik Departemen Perindustrian RI, Jalan
Sangkuriang No. 14 Bandung, dengan hasil pengujian memenuhi syarat.
Selanjutnya sesudah pupuk ZA diterima dikebun, telah dilakukan pula pengujian
secara sampling pada tanggal 15 Juli 2005 melalui Balai Besar Bahan dan
Barang Teknik Departemen Perindustrian RI Jalan Sangkuriang No. 14
Bandung, hasil pengujian diterima pada tanggal 21 Juli 2005 dengan hasil
memenuhi syarat.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII
agar :
a) Memberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada panitia pengadaan
barang dan jasa atas pemborosan yang terjadi dalam pembuatan HPS.
b) Dalam mengimpor pupuk PTPN VIII harus menguji kandungan pupuk yang
diterima.
c) Memotong tagihan PT Gitamas Lestarindo atas keterlambatan mengirimkan
pupuk.
c. Pengelolaan Investasi
Pemeriksaan atas pengelolaan investasi diarahkan pada kegiatan investasi non
tanaman. Realisasi total investasi non tanaman tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I)
masing-masing sebesar Rp20.479,00 juta dan Rp8.673,00 juta atau 18,57% dan 19,25%
dari anggarannya masing-masing sebesar Rp110.277,00 juta dan Rp45.043,00 juta.
Terhadap realisasi investasi non tanaman tersebut, dilakukan pemeriksaan secara
uji petik tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp17.248,00 juta dan Rp1.487,00
juta atau 84,22% dan 17,15% dari total realisasi investasi non tanaman.
Pemeriksaan terhadap kegiatan investasi menghasilkan temuan pemeriksaan
mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, yaitu sebagai berikut :
Proses Pengadaan Burner Senilai Rp583,312 juta Kurang Cermat dan
Pembuatan Perjanjian Tidak Sesuai Dengan Uraian Pekerjaan.
Untuk mendukung tersedianya suku cadang bagi peralatan mesin pabrik teh di
lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VIII (Persero), Bagian Teknik telah mengajukan
permintaan pengadaan barang (AU 31) No. AU/BIII/140.22/X/2004 tanggal 29 Oktober
2004 kepada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk dapat mengadakan Burner
sebanyak 13 unit sesuai anggaran yang tersedia sebesar Rp588.000.000,00.
36
Terhadap kebutuhan Buner tersebut telah dibuatkan Harga Perhitungan Sendiri (HPS)
yang ditandatangani oleh Direktur Pemasaran tanggal 26 Nopember 2004 dengan rincian
sebagai berikut :
Rp/unitUraian Burner L 1 Z Burner L 3 Z Burner L 5 Z
Burner dan kelengkapannya 31.400.000,00 43.100.000,00 52.900.000,00Transport, Pemasangan dan Uji coba 314.000,00 431.000,00 529.000,00
Jumlah 31.714.000,00 43.531.000,00 53.429.000,00PPN 10% 3.171.400,00 4.353.100,00 5.342.900,00
Jumlah 34.885.400,00 47.884.100,00 58.771.900,00Pembulatan 34.885.000,00 47.884.000,00 58.772.000,00
Untuk merealisasikan pengadaan tersebut PTPN VIII meminta penawaran harga
hanya kepada PT. Arianto Darmawan (PT. AD), karena PT. AD sebagai agen tunggal
Max Weishaupt GmbH Jerman produsen Burner. Namun surat tanda sebagai agen tunggal
yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan telah kadaluarsa
karena masa berlakunya hanya sampai dengan tanggal 13 Maret 1989. Selanjutnya PT.
AD memasukkan penawaran harga sebagai berikut :
No Jenis Barang Rp/unit1 Burner L 1 Z 33.100.000,002 Burner L 3 Z 45.000.000,003 Burner L 5 Z 55.800.000,00
Dalam surat penawaran PT. AD tersebut diketahui bahwa harga yang ditawarkan
belum termasuk biaya pemasangan dan PPN sebesar 10%.
Terhadap penawaran tersebut, Panitia Lelang pengadaan Barang dan Jasa menawar
harga, sesuai dengan Berita Acara Negosiasi No. BA/E.II/220.101/XI/2004 tangal 29
Nopember 2004. Harga yang disepakati oleh Panitia Lelang Pengadaan Barang dan Jasa
dengan PT. AD adalah harga per unit sebelum PPN dengan rincian sebagai berikut :
Dalam rupiahNo Jenis Barang Harga Semula Hrg Negosiasi1 Burner L 1 Z 33.100.000,00 31.500.000,002 Burner L 3 Z 45.000.000,00 43.300.000,003 Burner L 5 Z 55.800.000,00 53.300.000,00
Dalam negosiasi terebut telah disepakati bahwa nilai hasil negosiasi sudah
termasuk pemasangan, yang kemudian dijadikan dasar dalam Surat Perjanjian Jual Beli
No. SB/E.II/4216/XII/2004 tanggal 1 Desember 2004 dengan nilai sebesar
37
Rp583.318.000,00 (termasuk PPN 10%). Walaupun harga yang disepakati termasuk biaya
pemasangan dan uji coba namun dalam perjanjian tidak menyebutkan klausul mengenai
kegiatan tersebut. Pemeriksaan selanjutnya terhadap berita acara penerimaan barang dan
AU 53 (pencatatan barang masuk gudang) diketahui bahwa 13 unit Burner telah diterima
dan PT AD tidak memasang burner tersebut, hal ini bisa diketahui dari tidak
ditemukannya berita acara selesai pemasangan dan uji coba.
Burner yang telah diterima masing-masing kebun telah dibayar sesuai dengan bukti bank
BKE/V/02/2005/00110 tanggal 17 Pebuari 2005. Dengan demikian biaya yang telah
dibayarkan kepada PT. AD adalah untuk biaya pengadaan Burner dan pemasangannya.
Namun dokumen yang ada membuktikan bahwa tidak ada kegiatan pemasangan, sehingga
terdapat kelebihan sebesar Rp5.274.000,00.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
1) Surat tanda keagenan tunggal Burner yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian
dan Perdagangan telah habis masa berlakunya yaitu tanggal 13 Maret 1989, sehingga
seharusnya yang bersangkutan tidak dapat mengajukan penawaran harga.
2) Dalam HPS dan hasil negosiasi memasukkan unsur biaya pemasangan dan uji coba
sedangkan dalam perjanjian maupun berita acara tidak ditemukan adanya pekerjaan
dimaksud.
Dengan mengacu kepada HPS maka jumlah biaya pemasangan burner seluruhnya
sebesar Rp5.274.000,00 dengan rincian sebagai berikut :
Dalam rupiahNo Jenis Barang Unit Biaya Pem/unit Nilai1 Burner L 1 Z 7 314.000,00 2.198.000,002 Burner L 3 Z 1 431.000,00 431.000,003 Burner L 5 Z 5 529.000,00 2.645.000,00
Jumlah 5.274.000,00
Kondisi tersebut diatas tidak sesuai dengan Surat Edaran Umum Direksi No. SE/A1/395/V/2003 tanggal 13 Mei 2003 dalam :1) BAB II butir 1.2.2.c menyatakan ; Dalam hal rekanan yang ditunjuk merupakan agen
tunggal dari pabrikan di luar negeri, harus ada ijin dari Deperindag.2) Bab IV menyatakan bahwa surat perjanjian/kontrak sekurang-kurangnya memuat
antara lain pokok pekerjaan yang dijanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlahnya.
Keadaan tersebut di atas mengakibatkan harga pengadaan burner diragukan kewajarannya dan pembayaran kepada PT. AD kelebihan sebesar Rp5.274.000,00 yaitu berupa biaya pemasangan.
38
Hal tersebut di atas disebabkan Panitia Lelang Pengadaan Barang dan Jasa dalam melaksanakan proses pengadaan burner tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa dan pembuatan kontrak/perjanjiannya kurang cermat.
Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa PT.Arianto Darmawan merupakan agen penjualan Burner dari Max Weishaupt GmbH Jerman dan sudah terdaftar sebagai rekanan PTP Nusantara VIII sejak lama, sehingga untuk pengadaan burner tersebut kami langsung menunjuk yang bersangkutan, karena menganggap persyaratan yang dimilikinya sudah lengkap. Namun belakangan, diketahui bahwa pengesahan keagenannya dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan sudah kadaluwarsa. Sehubungan hal tersebut, kami telah meminta PT. Arianto Darmawan untuk mengurus perpanjangan keagenannya dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan.Terkait dengan kelebihan biaya pemasangan burner sebesar Rp5.274.000,00, kami telah mengadakan pembicaraan dengan PT.Arianto Darmawan dan yang bersangkutan bersedia untuk mengembalikan biaya pemasangan tersebut. Surat tagihan kelebihan bayar akan segera kami terbitkan.
Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar menagih kepada PT. Arianto Darmawan sebesar Rp5.274.000,00 dan kepada panitia pengadaan barang yang telah lalai melaksanakan tugas diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI SebelumnyaBerdasarkan resume pembahasan tindak lanjut tanggal 19 April 2004 atas hasil
pemeriksaan BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Tahun Buku 2002 diketahui terdapat dua temuan yang dinyatakan dipantau. Lebih lanjut dilakukan pegujian atas dua temuan yang dinyatakan dipantau diketahui sebagai berikut :1) Sebagian areal HGU milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten Subang
terancam dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk Eksploitasi Galian C
Terhadap masalah tersebut BPK-RI menyarankan agar PTPN VIII mengambil upaya hukum agar perusahaan dapat tetap mempertahankan hak guna usaha (HGU) lahan yang telah dieksploitasi secara tidak sah oleh pihak ekstern dan mengembalikan kepada peruntukan semula.
Sebagai tindak lanjut saran BPK-RI atas temuan tersebut, PTPN VIII telah menghentikan kegiatan penambangan galian C di lokasi PTPN VIII kebun Jalupang. Di atas bekas galian C tersebut, PTPN VIII menanam pohon karet dan tanaman kelestarian lingkungan, sedangkan lokasi yang telah menjadi danau dimanfaatkan sebagai sumber air bagi kepentingan kebun dan masyarakat sekitar.
39
Selain hal tersebut di atas usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mempertahankan areal HGU bekas penambangan galian C di Kebun Jalupang sebagai berikut :a) Direksi PTPN VIII dengan suratnya No. SB/D.III/1404/IV/2003 tanggal 16 April
2003 kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat menyatakan tetap mempertahankan HGU atas areal seluas 75 ha bekas galian C di kebun Jalupang. Selanjutnya dinyatakan bahwa setiap pelepasan hak terhadap areal HGU PTPN VIII harus mendapat persetujuan Pemegang Saham dalam hal ini Menteri BUMN.
b) Manajemen PTPN VIII secara intensif melakukan pendekatan kepada BPN agar perpanjangan sertifikat HGU kebun Jalupang segera terbit dengan tetap menyertakan areal bekas galian C seluas 75 ha.
Perkembangan proses kepengurusan HGU kebun Jalupang hingga pemeriksaan berakhir tangga 20 Juli 2005 masih dalam proses revisi peta dan areal yang dilakukan oleh Kantor Wilayah BPN Propinsi Jawa Barat.
Sehubungan dengan uraian tersebut, terhadap temuan “Sebagian areal HGU milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten Subang terancam dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk Eksploitasi Galian C” belum ditindaklanjuti sesuai saran BPK-RI.
2) Sistem pembukuan hutang niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik.Terhadap masalah tersebut BPK-RI menyarankan PTPN VIII agar
menyempurnakan sistem akuntansi hutang niaga terutama eks Kantor Direksi yang dilimpahkan ke kebun, sehingga dapat memenuhi kebutuhan manajemen dalam pengelolaan keuangan perusahaan dengan tidak mengandalkan pencatatan manual yang dilaksanakan oleh kebun.
Sebagai tindak lanjut saran BPK-RI atas temuan tersebut, PTPN VIII telah menyempurnakan sistem pencatatan hutang niaga yaitu masing-masing rekanan/suplier diberikan nomor rekening tersendiri. Selanjutnya untuk menghindari terjadinya perubahan nomor rekening hutang niaga di kebun-kebun, programer PTPN VIII telah mengunci sistem akuntansi tersebut. Dalam hal terjadi penambahan rekanan/pemasok baru, kebun-kebun/unit usaha meminta kepada programer Kantor Direksi untuk melakukan penambahan nomor rekening.
Sehubungan dengan uraian tersebut, temuan atas “Sistem pembukuan hutang niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik” telah ditindaklanjuti sesuai dengan saran BPK-RI.
BADAN PEMERIKSA KEUANGANLampiran 1
40
Susunan Direksi PTPN VIII sesuai SK Menteri BUMN No. KEP-250/M-MBU/2003 tanggal 19 Juni 2003 ditetapkan sebagai berikut :
• Direktur Utama : Ir. H. Abdul Halik, MM
• Direktur Produksi : Ir. H. Iyan Heryanto S
• Direktur Keuangan : Drs. H. Yaman Abdullah, Ak., MBA
• Direktur SDM dan Umum : Rd. H. S. Slamet Bangsadikusumah, SH., MBA
• Direktur Pemasaran : Drs. H. Indra B. Djenie
Susunan Dewan Komisaris PTPN VIII sesuai SK Menteri BUMN No. KEP-218/M-MBU/2003 tanggal 5 Juni 2003 ditetapkan sebagai berikut :
• Komisaris Utama : Ir. Cahyana Ahmad Jayadi
• Anggota Komisaris : Ir. Harry Susetyo Nugroho, MBA
• Anggota Komisaris : Prof. DR. Ir. H. A. Anshori Mattjik
• Anggota Komisaris : Prof. DR. HM. Djumhana P.
• Anggota Komisaris : Amir Mu’in BME, MSc
41
Lampiran 2
Bulan Cicilan per Bulan % Denda Jml HariJml hr
terlambatJml Denda Jml Angsuran &
Denda1 2 3 4 5 6 = 2 x 3 x 5 7 = 2 + 6
Tahun 2004 FEB 6.800.000 0,001 28 389 2.645.200 9.445.200
MAR 6.800.000 0,001 31 361 2.454.800 9.254.800 APRIL 6.800.000 0,001 30 330 2.244.000 9.044.000
MEI 6.800.000 0,001 31 300 2.040.000 8.840.000 JUNI 6.800.000 0,001 30 269 1.829.200 8.629.200 JULI 6.800.000 0,001 31 239 1.625.200 8.425.200
AGUSTUS 6.800.000 0,001 31 208 1.414.400 8.214.400 SEPT 6.800.000 0,001 30 177 1.203.600 8.003.600 OKT 6.800.000 0,001 31 147 999.600 7.799.600 NOP 6.800.000 0,001 30 116 788.800 7.588.800 DES 6.800.000 0,001 31 86 584.800 7.384.800
Tahun 2005 JAN 6.800.000 0,001 31 55 374.000 7.174.000 FEB 6.800.000 0,001 28 24 163.200 6.963.200
MAR 1 88.400.000 394 2.701 18.366.800 106.766.800
Jumlah yang sudah dibayar tgl 1 Maret 2005 106.569.600 Sisa bln Februari 2005 197.200 Jumlah pokok dan denda yang belum dilunasi sampai dengan Juli 2005 Peb 197.200 0,001 28 176 34.707 231.907 Maret 6.800.000 0,001 31 148 1.006.400 7.806.400 APRI 6.800.000 0,001 30 117 795.600 7.595.600 MEI 6.800.000 0,001 31 87 591.600 7.391.600 JUNI 6.800.000 0,001 30 56 380.800 7.180.800 JULI 6.800.000 0,001 31 26 176.800 6.976.800
34.197.200 181 2.985.907 37.183.107
42
Lampiran 3
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Premi Asuransi Purna Jabatan
Nama PKP Premi yang sudah dibayarkan
Premi yang harus
dikembalikan
Premi yang dikenakan
pajak
Tarif Pajak
PPh pasal 21 yang belum
dibayarTahun 2003 1 2 3 4 = 2 - 3 5 6 = 4 x 5Direksi
Drs. H.Sobana Suwarna, SH.Ak 488.996.923 247.800.000 173.460.0
00 74.340.000 35% 26.019.000
Ir. H.Abdul Halik, MM 699.273.846 223.020.000
- 223.020.000 35% 78.057.000
Drs. H. Dudung Suryana,Ak. MBA 438.725.305 223.020.000 156.114.0
00 66.906.000 35% 23.417.100
Drs.H.Yaman Abdullah, Ak.MBA 667.511.569 223.020.000
- 223.020.000 35% 78.057.000 R.H.S Slamet Bangsadikusumah,
SH.MBA. 669.726.954 223.020.000
- 223.020.000 35% 78.057.000 Jumlah tahun 2003 1.139.880.000 810.306.000 283.607.100
Tahun 2004
DIREKSI
Ir. H.Abdul Halik, MM 833.040.900 16.000.000
- 16.000.000 35% 5.600.000
Ir. H.Iyan Heryanto Sandiyana 719.231.469 118.000.000
- 118.000.000 35% 41.300.000
Ir. H. Indra B. Djeni 597.939.162 118.000.000
- 118.000.000 35% 41.300.000 DEKOM/SEK. DEKOM
Ir. Cahyana Ahmadjayadi 293.183.877 53.000.000
- 53.000.000 35% 18.550.000
Ir.Harry Susetyo Nugroho, MBA 258.420.425 48.000.000
- 48.000.000 35% 16.800.000
Prof. Dr.H.M. Djumhana P 245.382.250 48.000.000
- 48.000.000 35% 16.800.000
Prof.Dr.Ir.H.A. Anshori M 245.382.250 48.000.000
- 48.000.000 35% 16.800.000
Ir. Amir Muin,Msc 245.382.250 48.000.000
- 48.000.000 35% 16.800.000
Ir. Wahyu Kuncoro 90.778.974 20.000.000
- 9.221.026 15% 1.383.154 517.000.000 10.778.974 25% 2.694.744
Jumlah Tahun 2004 178.027.897
Jumlah Tahun 2003 dan 2004 461.634.997
43