Upload
cicik-r-wati
View
8
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah dan Kebijakan Keuangan
Citation preview
Halaman | III-1
BAB III RANCANGAN KERANGKA
EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Arah kebijakan nasional bidang ekonomi yang bersumber dari
dokumen Rencana Kerja Pembangunan (RKP) yaitu :
1. Transformasi sektor industri dalam arti luas.
2. Peningkatan daya saing tenaga kerja.
3. Peningkatan daya saing UMKM dan koperasi.
4. Peningkatan efisiensi sistem logistik dan distribusi.
5. Reformasi keuangan negara.
Arah kebijakan ekonomi Provinsi Jawa Timur meliputi :
1. Penguatan daya saing daerah.
2. Pengembangan dan pemberdayaan lembaga keuangan non bank
berbasis ekonomi kerakyatan.
3. Pengembangan dan pemberdayaan agroindustri.
4. Pengembangan karang kitri.
5. Peningkatan produksi tanaman pangan.
6. Penguatan dan pengembangan Kantor Perwakilan Dagang.
7. Peningkatan investasi PMA dan PMDN.
8. Pengembangan industri pengolahan non agro.
9. Peningkatan pembangunan jitut-jides.
10. Pengembangan forum kerjasama ekonomi lintas agama.
Arahan kebijakan bidang ekonomi dalam RPJMD Kota Batu tahun
2012-2017 yang berpedoman pada RPJD 2005-2025 memegang peranan
penting didalam peningkatan kualitas pembangunan ekonomi meliputi :
Halaman | III-2
1. Pemantapan city branding untuk mengantarkan terwujudnya sentra
pariwisata yang didukung oleh pengembangan agropolitan modern
2. Revitalisasi pertanian, termasuk peternakan dan perikanan, yang
mengarahkan pada kondisi pertanian yang maju dan modern
3. Peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pertanian serta menjamin
kontinyuitas produk pertanian dalam rangka swasembada pangan,
pemenuhan pasar dan ketahanan pangan termasuk peternakan,
perkebunan, kehutanan serta perikanan
4. Peningkatan, pemantapan, penguatan dan pelestarian sarana
prasarana pertanian dan perdesaan
5. Optimalisasi, pemanfaatan dan keberlanjutan hutan lestari untuk
diversifikasi usaha, dan mendukung produksi pangan
6. Optimalisasi, pemanfataan dan penguatan agrobisnis berbasis
keunggulan komparatif menuju agrobisnis berbasis keunggulan
kompetitif
7. Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) berbasis pertanian
yang mampu berdaya saing baik di pasar lokal, nasional maupun
internasional
8. Pengembangan pariwisata, pertanian, industri potensial dan industri
kreatif berbasis sumber daya lokal .
9. Memperkuat struktur ekonomi kerakyatan di daerah dengan
mengembangkan hubungan kemitraan dalam bentuk keterkaitan
usaha yang saling menunjang dan menguntungkan antara koperasi,
swasta, dan BUMD, serta antara usahawan besar, menengah, dan
kecil
10. Peningkatan sistem informasi pasar dan penguasaan akses pasar
lokal dan regional, nasional dan internacional
11. Peningkatan sistem distribusi penyediaan kebutuhan pokok
masyarakat yang efektif dan efisien
12. Peningkatan perlindungan konsumen serta peningkatan kesadaran
penggunaan produksi lokal dan dalam negeri
Halaman | III-3
13. Penguatan akses dan jaringan perdagangan ekspor
14. Menyehatkan badan usaha milik daerah yang kegiatanya berkaitan
dengan kepentingan umum
15. Penciptaan iklim yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya
hubungan bisnis dan kemitraan antara kelompok swadaya, asosiasi,
pedagang, investor dan para penyedia jasa
16. Pembangunan sistem ekonomi yang berkelanjutan dengan
mengembangkan aktivitas ekonomi yang ramah lingkungan serta
memperhatikan prinsip re-use, re-duce dan re-cycle dalam setiap
aktivitas produktifnya
17. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan
memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, serta
memperhatikan penataan ruang; demi tercapainya pemerataan
pertumbuhan ekonomi serta
18. Pengembangan Energi diarahkan dalam rangka pemerataan dan
pemenuhan distribusi energi serta diversifikasi atas energi-energi
utama dengan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun
2014
Kondisi statistik perekonomian daerah dapat ditentukan dengan
beberapa indikator makro ekonomi antara lain: Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Per Kapita, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,
dan struktur ekonomi pembangunan daerah bidang ekonomi yang
tersedia di daerah.
3.1.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Kota Batu
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dimana pada tahun 2013
PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 25.369.170 kemudian
berdasarkan proyeksi pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp
Halaman | III-4
28.559.337. Jika pengaruh perubahan harga dikeluarkan maka PDRB atas
dasar harga konstan (ADHK) pada tahun 2013 sebesar Rp 9.189.390 dan
berdasarkan proyeksi pada tahun 2014 juga mengalami peningkatan
sebesar 5,32% menjadi Rp 9.678.279. Seiring dengan peningkatan PDRB
ADHK yang meningkat setiap tahunnya menunjukkan pertumbuhan nyata
ekonomi Per Kapita dan kesejahteraan penduduk Kota Batu semakin lebih
baik sehingga kemampuan daya beli masyarakat juga akan meningkat.
Tabel. 3.1.
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan
Tahun 2009 s.d. 2014 Kota Batu
Keterangan : * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara ***Angka Proyeksi (diolah)
Sumber : LKPJ Kota Batu Tahun 2013
3.1.1.2. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Batu secara umum cenderung
fluktuaktif yang diukur dengan menggunakan indikator pertumbuhan
PDRB Atas Dasar Harga Konstan yang ditandai dengan pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 8,00% sehingga
total nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kota Batu tahun 2013
sebesar Rp 1.624.225,94 dan pada tahun 2012 sebesar Rp 1.674.983,00
lebih tinggi laju pertumbuhannya dibanding tahun 2012 yang tumbuh
sebesar 8,25 %. Kondisi ini disebabkan oleh pengaruh gejolak ekonomi
makro dari kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2013, kurs mata
uang yang tidak stabil, gejolak inflasi yang cukup tinggi dan anomali
musim karena pemanasan global. Kenaikkan ini berdampak luas bagi
masyarakat dari segi industri, rumah tangga, maupun angkutan
PDRB
Per
Kapita
Tahun
2009*) 2010*) 2011*) 2012*) 2013**) 2014***)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
ADHB 11.555.130 17.119.030 19.220.030 21.507.900 25.369.170 28.559.337
ADHK 7.079.610 7.530.570 8.042.890 8.606.180 9.189.390 9.678.279
Halaman | III-5
transportasi yang pada dasarnya menimbulkan multiplier effect. Pada
tahun 2014 di proyeksikan pertumbuhan ekonomi akan mengalami
kenaikan menjadi 8,02% walaupun kenaikannya tidak begitu signifikan
karena masih adanya ancaman isu kenaikan harga BBM dan faktor politik
yaitu penyelenggaraan Pemilu 2014.
Halaman | III-6
Tabel 3.2.
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2010 s.d. 2014
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000
Kota Batu
No Uraian
Tahun
2010 2011 2012 2013 *) 2014**)
Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %
1 Pertanian 291.877,84 20,38 306.163,18 19,79 321.734,63 19,61 336.889,96 19,34 352.045,30 19,11
2 Pertambangan & Penggalian 3.223,58 0,23 3.417,00 0,22 3.597,39 0,22 3.783,58 0,22 3.969,77 0,22
3 Industri Pengolahan 104.082,34 7,27 110.355 7,13 115.996,05 7,07 121.872,30 7,00 127.748,55 6,93
4 Listrik,Gas & Air bersih 22.178,68 1,55 24.148,01 1,56 25.893,33 1,58 27.713,49 1,59 29.533,65 1,60
5 Konstruksi 23.261,36 1,62 26.514,25 1,71 28.960,29 1,76 31.664,41 1,82 34.368,53 1,87
6 Perdagangan, Hotel & Restoran
668.027,72 46,64 729.736,87 47,16 775.728,93 47,27 827.021,27 47,48 878.313,60 47,67
7 Pengangkutan & Komunikasi 51.695,08 3,61 56.363,52 3,64 59.815,65 3,65 63.655,99 3,65 67.496,32 3,66
8 Keuangan, sewa, & Jasa Perusahaan
65.405,56 4,57 71.027,65 4,59 75.583,40 4,61 80.533,21 4,62 85.483,03 4,64
9 Jasa-jasa 202.441,74 14,14 219.661,37 14,20 233.700,86 14,24 248.628,54 14,27 263.556,22 14,30
PDRB 1.432.193,90 100 1.547.387,28 100 1.674.983,00 100 1.624.225,94 100 1.628.286,50 100
Pertumbuhan Ekonomi 7,52% 8,04% 8,25% 8,00% 8,02%
Keterangan : * )Angka Sementara **) Angka Proyeksi (diolah)
Sumber : LKPJ Kota Batu Tahun 2013.
Halaman | III-7
3.1.1.3. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi Kota Batu cenderung fluktuatif. Laju inflasi pada
tahun 2014 cenderung mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 2012
yang lebih rendah sebesar 4,58%. Naiknya tingkat inflasi ini disebabkan
karena ketidaksabilan harga minyak dunia sehingga berdampak pada
harga minyak dalam negeri yaitu naiknya harga BBM pada tahun 2013
yang memicu kenaikan laju inflasi karena meningkatnya biaya produksi
barang dan jasa sehingga kemampuan daya beli masyarakat berkurang
dan adanya faktor politik yaitu penyelenggaraan Pemilu 2014.
Tabel 3.3.
Laju Inflasi Rata-Rata tahun 2008 s/d 2014 Kota Batu
Uraian Tahun Rata-Rata
Pertumbuhan 2008 2009 2010 2011 2012 2013* 2014*
Inflasi 9,53% 5,82% 6,18% 5,12% 4,58% 4,46% 4,8% 6,01%
*) Angka Proyeksi (diolah) Sumber : Kota Batu dalam Angka Tahun 2012.
3.1.1.4. Struktur Ekonomi
Struktur ekonomi Kota Batu cenderung fluktuatif dan tidak
mengalami perubahan struktur yang signifikan. Pada tahun 2013
diproyeksikan pangsa sektor primer sebesar 17,27%, mengalami
penurunan walaupun tidak begitu drastis dibandingkan tahun 2012
sebesar 17,88%, hal ini disebabkan sektor pertanian yang karakteristiknya
cenderung masih bergantung pada gejolak perubahan iklim yang tidak
menentu dan ketersedian luas lahan yang dari waktu ke waktu semakin
menurun akibat berubahnya fungsi lahan yang digunakan untuk
pemukiman, hotel dan tempat pariwisata. Untuk pangsa sektor sekunder
tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 9,57% dibandingkan tahun
2012 yang tumbuh sebesar 9,88%, hal ini disebabkan kenaikan peranan
sektor industri pengolahan walaupun kenaikannya tidak begitu besar tetapi
untuk tahun mendatang diharapkan perlunya strategi pembangunan
Halaman | III-8
terutama disektor industri dan untuk pangsa sektor tersier cenderung
mengalami kenaikan menjadi 72,86% pada tahun 2013 dibandingkan
tahun 2012 yaitu sebesar 72,36% karena didominasi oleh sektor
perdagangan, hotel & restoran yang menunjukkan perubahan yang
semakin meningkat seiring dengan perkembangan sektor pariwisata di
Kota Batu.
Tabel 3.4
Struktur Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan
Tahun 2000 s.d. 2014 (%)
S e k t o r
Berlaku Konstan
2000* 2012** 2013*** 2014*** 2000* 2012** 2013*** 2014***
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) (4) (5) ( 6 ) ( 7 ) (8) (9)
1. Primer 22,64 17,88 17,27 17,09 22,64 19,30 19,02 18,74
a. Pertanian 22,43 17,68 17,07 16,89 22,43 19,08 18,80 18,80
b. Pertambangan dan Penggalian
0,21 0,20 0,20 0,20 0,21 0,22 0,22 0,22
2. Sekunder 11,95 9,75 9,88 9,38 11,95 10,39 10,26 10,13
a. Industri Pengolahan 9,54 6,25 6,24 5,70 9,54 7,02 6,81 6,60
b. Listrik Gas dan Air 1,32 1,37 1,37 1,38 1,32 1,57 1,59 1,61
c. Bangunan 1,09 2,13 2,27 2,30 1,09 1,80 1,86 1,92
3. Sektor Tersier 65,41 72,36 72,86 73,52 65,41 70,31 70,72 71,13
a. Perdagangan, Hotel & Restoran
47,21 49,28 48,88 49,63 47,21 47,82 47,87 47,92
b. Angkutan & Komunikasi
3,17 3,32 3,32 3,35 3,17 3,68 3,72 3,76
c. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
4,20 3,94 3,85 3,90 4,20 4,60 4,63 4,67
d. Jasa-jasa 10,83 15,82 16,81 16,65 10,83 14,21 14,49 14,77
Keterangan : * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara *** Angka Proyeksi Sumber : PDRB Kota Batu.
Halaman | III-9
3.1.2. Tantangan dan Prospek Perekonomian Kota Batu Tahun 2015
dan Tahun 2016
3.1.2.1. Analisis Kondisi Internal dan Eksternal terhadap Pencapaian
Tujuan Pembangunan Daerah
Analisis atas kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) dan
kondisi eksternal (peluang dan ancaman) terhadap pencapaian tujuan
pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis gambaran umum
kondisi daerah, evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan RKPD
sampai tahun 2014, realisasi RPJMD, dan kondisi ekonomi daerah tahun
2013 dan perkiraan tahun 2014 meliputi :
1. Kondisi internal.
a. Faktor kekuatan.
1) Potensi alam.
Potensi alam yang sangat besar di Kota Batu
didominasi pada Sektor pariwisata terutama wisata alam dan
sektor pertanian sehingga muncullah visi pembangunan Kota
Batu untuk mensinergikan keduanya kedalam satu visi yaitu
Kota Batu Sentra Pertanian Organik berbasis kepariwisataan
Internasional.
2) Aspek demografi.
Aspek demografi di Kota Batu cenderung mengalami
pertambahan pada setiap tahunnya. Berdasarkan data dari
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batu jumlah
penduduk Kota Batu pada tahun 2012 sebesar 210.126 jiwa.
Dengan didukung oleh sumber daya manusia usia angkatan
kerja yang cukup besar maka diharapkan menjadi kekuatan
untuk menggerakkan roda perekonomian pembangunan Kota
Batu.
3) Heterogenitas Budaya Masyarakat
Heterogenitas Budaya Masyarakat di Kota Batu
merupakan modal sosial yang akan mempercepat proses
pembangunan, dimana karakteristik masyarakat Kota Batu yang
heterogen dapat mendorong terciptanya kondisi yang kondusif
untuk pembangunan.
Halaman | III-10
4) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita
Kota Batu cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Pada tahun 2013 setiap penduduk Kota Batu dapat
menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 25.369.170 dan pada
tahun 2014 diproyeksikan akan meningkat menjadi Rp
28.559.337, dengan demikian tingkat kesejahteraan penduduk
Kota Batu semakin baik yang dapat menjadi modal untuk
menumbuhkan perekonomian Kota Batu.
5) Investasi.
Investasi di Kota Batu cenderung sangat stabil .Hal ini
didukung oleh ketersediaan sumber daya buatan (infrastruktur)
yang memadai dan iklim keamanan dan ketertiban di Kota Batu
yang relatif kondusif menjadi daya tarik tersendiri bagi investor.
6) Kekuatan birokrasi.
Kekuatan Birokrasi di Kota Batu memiliki kemampuan
untuk mengimplementasikan keputusan-keputusan politik yang
berupa kebijakan - kebijakan publik yang dibuat oleh
pemerintah.
b. Faktor kelemahan
1) Potensi alam.
Potensi alam yang sangat besar di Kota Batu
didominasi pada sektor pariwisata dan pertanian namun kedua
sektor tersebut belum di eksplor secara maksimal karena belum
terbangunnya sinergitas antara keduanya.
2) Nilai tambah Produk-Produk Pertanian Rendah
Nilai tambah produk-produk pertanian di Kota Batu
masih belum dimanfaatkan menjadi bahan-bahan olahan secara
optimal sehingga keragaman hasil produk hortikultura belum
memungkinkan memiliki nilai tambah (added values).
3) Tingkat Pembangunan yang masih belum merata.
Tingkat pembangunan di Kota Batu masih banyak
terdapat disparitas antar daerah khusunya antar wilayah
pedesaan dan perkotaan sehingga terjadi kesenjangan
Halaman | III-11
dinamika perkembangan ekonomi antar wilayah tersebut
akibatnya pembangunan daerah tidak merata.
4) Tingkat pengangguran.
Tingkat Pengangguran di Kota Batu tergolong masih
tinggi meskipun cenderung menurun setiap tahunnya. Pada
tahun 2013 jumlah pengangguran di Kota Batu mencapai
5.384 orang, dimana sebagian besar pengangguran tersebut
merupakan warga usia produkif. Hal ini merupakan tantangan
tersendiri bagi pemerintah Kota Batu untuk mampu
menanggulangi tingkat pengangguran terbuka yang terus
meningkat tersebut.
5) Tingkat dekadensi moral dan budaya.
Tingkat dekadensi moral dan budaya di Kota Batu
cenderung meningkat seperti pergaulan bebas dan
penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja dan budaya lokal
yang khas mulai ditinggalkan.
2. Kondisi eksternal.
a. Faktor peluang.
1) Potensi alam.
Potensi alam di Kota Batu dengan keadaan Iklim yang
sejuk, pemandangan alam yang indah dan kesuburan tanah
menjadi modal dasar pengembangan yang mendorong
keunggulan pertanian berpeluang menjadi pendukung Sentra
Pertanian Organik berbasis kepariwisataan Internasional. Hasil
pertanian Kota Batu juga menjadi andalan ditingkat regional
dan nasional misalnya : kentang, Apel, jeruk, brokoli dan bunga
mawar.
2) Aspek geografis.
Aspek geografis Kota Batu yang terletak di
persimpangan Malang-Kediri-Jombang-Surabaya menjadi
lintasan utama arus penumpang dan barang di Provinsi Jawa
Timur dan Bali sehingga Kota Batu memiliki potensi untuk
memanfaatkan kesempatan ini yang secara tidak langsung
memberikan imbas positif dalam menggerakkan roda
perekonomian Kota Batu.
Halaman | III-12
3) Investasi.
Investasi Kota Batu cenderung meningkat setiap
tahunnya sehingga menarik banyak investor untuk
menanamkan modalnya. Semakin besar nilai investasi yang
ditanamkan semakin meningkat pula kondisi perekonomian.
Pada tahun 2011 pertumbuhan investasi sebesar 5,5% dan
pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 6,5% . Hal ini
yang membuat iklim investasi di Kota Batu sangat
menguntungkan.
4) Ekonomi pasar.
Ekonomi pasar Kota Batu menjadi bagian terpenting
bagi perekonomian Indonesia. Di antara ciri dari ekonomi pasar
adalah adanya keterbukaan bagi semua pelaku pasar untuk
terlibat di dalamnya. Hal ini merupakan potensi dari Kota Batu
untuk menyiapkan dan mendukung para pelaku ekonomi untuk
memasuki ekonomi pasar itu, sehingga keberadaannya
membawa manfaat untuk Kota Batu.
b. Faktor ancaman.
1) Ekonomi Pasar Global
Ekonomi pasar global menjadi ancaman yang serius
bagi pelaku ekonomi di Kota Batu sebab persaingan akan
semakin tajam, sementara daya saing produk lokal masih belum
kuat dan tidak ada kesiapan SDM serta infrastrukrur pendukung
yang memadai. Rencana penerapan pasar tunggal Asean tahun
2015 (Asean Economic Community) dimana persaingan
produk antar negara Asean akan semakin ketat termasuk
produk-produk Kota Batu.
2) Perubahan iklim.
Perubahan iklim akibat pengaruh pemanasan global
memberikan multiplier effect pada dunia. Kecenderungan
perubahan iklim yang tidak menentu mengganggu pola tanam
para petani, sehingga mengganggu kerja para petani dan
mengakibatkan kerugian finansial.
Halaman | III-13
3) Tingkat kerusakan lingkungan dan bencana alam.
Tingkat kerusakan lingkungan dan bencana alam di
Kota Batu termasuk tinggi. Kerusakan itu, misalnya, terlihat dari
semakin tidak suburnya lahan-lahan yang ditanami para petani.
Hal ini tidak lepas dari pola tanam yang tidak bagus dan
penggunaan pupuk serta obat-obatan kimia yang berlebihan.
Konsekuensinya, produktivitas lahan di Kota Batu mengalami
penurunan setiap tahun. Selain itu, Kota Batu termasuk bagian
dari jalur yang rawan bencana alam, karena kedudukan wilayah
Kota Batu yang merupakan dataran tinggi menjadikan rawan
terhadap bencana tanah longsor. Bencana alam sebagai akibat
dari adanya kerusakan lingkungan, ketidakseimbangan alam,
polusi, penurunan daya dukung alam, isu pemanasan global,
permasalahan bencana alam, dan berbagai permasalahan lain
yang terkait dengan space of life.
4) Faktor politik.
Faktor politik adanya penyelenggaraan pemilihan umum
untuk memilih DPR, DPRD I, DPRD II, DPD dan yang terakhir
adalah pemilihan presiden dan wakil presiden akan menyedot
banyak energi bangsa ini kearah politik dan disisi lain akan
menambah kerentanan di bidang keamanan dan ketertiban
masyarakat bila semua pihak tidak dewasa didalam berpolitik
yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kondisi
perekonomian Indonesia pada umumnya dan Kota Batu pada
khususnya.
3.1.2.2. Identifikasi Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah
Tahun 2015 dan 2016
Tantangan dalam pelaksanaan perekonomian pembangunan
tahun 2015 dan 2016 meliputi :
1. Berakhirnya masa pembangunan Millenium Development goals
(MDGs) pada akhir 2015 dan adanya tantangan persaingan untuk
meraih peluang memasuki bentuk integrasi ekonomi ASEAN yaitu
Asean Economic Communiy (AEC)/ Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA).
Halaman | III-14
2. Persaingan global dan membanjirnya produk impor yang menghambat
dan melemahkan pasar lokal dan daya saing daerah.
3. Pertumbuhan ekonomi Kota Batu yang cenderung fluktuatif akibat
imbas dari krisis perekonomian global yang terjadi di Benua Eropa.
4. Stabilitas keamanan dan ketertiban akibat adanya faktor politik yaitu
Pemilu di tahun 2014 yang berdampak terhadap perekonomian
mendatang di tahun 2015 dan 2016.
5. Isu pengurangan subsidi dan rencana kenaikan BBM dimasa
mendatang akibat kenaikan minyak dunia yang tidak menentu yang
akan berpengaruh pada sendi-sendi perekonomian negara pada
umumnya dan masyarakat Kota Batu pada khususnya.
6. Sumber Daya Alam (SDA) yang belum dimanfaatkan secara optimal
oleh masyarakat sehingga tidak adanya added values terhadap barang
tersebut.
7. Kondisi alam dan lingkungan yang tidak menentu akibat pemanasan
global sehingga sulit diprediksi yang berpengaruh pada usaha
pertanian sebagai basis sektor primer di Kota Batu.
8. Kurikulum pendidikan baru yang belum sepenuhnya diterapkan
sehingga kualitas pendidikan masih perlu ditingkatkan.
9. Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan yang belum
memadai.
10. Peningkatan peranan perempuan diberbagai bidang pembangunan
dan kemasyarakatan.
11. Bencana alam sebagai akibat dari adanya kerusakan lingkungan,
ketidakseimbangan alam dan permasalahan lain yang terkait dengan
space of life.
Prospek perekonomian tahun 2015 dan 2016 meliputi :
1. PDRB ADHB pada tahun 2015 diprediksi akan menjadi Rp 31.761.032
dan tahun 2016 meningkat menjadi Rp 34.962.727
2. PDRB ADHK pada tahun 2015 diprediksi akan menjadi Rp 10.207.796
dan tahun 2016 meningkat menjadi Rp 10.737.313
3. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 diprediksi akan mengalami
peningkatan yaitu sebesar 8,25% dan tahun 2016 akan tumbuh
menjadi 8,35%
Halaman | III-15
4. Inflasi tahun 2015 diprediksi sekitar 3,14% dan tahun 2016 terjadi
penurunan inflasi menjadi 2,48%. Hal ini diprediksi karena mulai
stabilnya perekonomian dunia terutama di negara Eropa setelah
adanya pemulihan krisis global sehingga berimbas pada perekonomian
nasional dan daerah.
3.2. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
3.2.1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
Analisis dan proyeksi sumber pendapatan daerah dituangkan
dalam tabel realisasi dan proyeksi/target pendapatan daerah Kota Batu
sebagai berikut :
Tabel. 3.5
Realisasi dan Proyeksi/Target Pendapatan Kota Batu
Tahun 2012 s.d tahun 2016
NO Uraian
Jumlah
Realisasi Tahun 2012
Realisasi Tahun 2013
Tahun Berjalan 2014
Proyeksi /Target pada Tahun 2015
Proyeksi /Target pada Tahun 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
PENDAPATAN
1.1 Pendapatan asli daerah 38.794.059.670,38 59.670.741.826,29 59.856.296.197,00 50.000.000.000,00 51.000.000.000,00
1.1.1 Pajak daerah 28.187.860.661,00 44.841.340.814,00 42.500.000.000,00 23.825.614.008,67 25.514.321.637,35
1.1.2 Retribusi daerah 4.925.276.704,00 4.692.461.590,00 8.356.296.197,00 6.816.646.959,17 7.757.536.429,26
1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
1.690.951.280,48 2.027.452.696,34 2.027.452.696,34 2.524.964.138,47 3.003.607.633,49
1.1.4 Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
3.989.971.024,90 8.109.486.725,95 6.972.547.303,66 7.380.356.897,99 7.903.460.520,48
1.2 Dana perimbangan 391.468.206.744,00 446.587.901.437,00 486.938.919.289,00 514.614.734.888,83 568.260.578.692,54
1.2.1 Dana bagi hasil pajak/Bagi hasil bukan pajak
50.040.687.770,00 48.793.825.437,00 44.209.304.289,00 51.162.721.419,86 55.868.265.730,05
1.2.2 Dana alokasi umum 324.768.945.000,00 374.362.261.000,00 412.378.255.000,00 441.010.082.526,07 488.359.746.832,94
1.2.3 Dana alokasi khusus 16.585.720.000,00 23.431.815.000,00 30.351.360.000,00 22.441.930.942,91 24.032.566.129,55
1.3 Lain-lain pendapatan daerah yang sah
65.732.722.769 81.732.785.675,00 74.522.748.978,00 61.901.448.979,57 66.288.888.861,71
1.3.1 Hibah - - - - -
1.3.2 Dana darurat - - - - -
1.3.3 Bagi hasil pajak dari provinsi dan dari pemerintah daerah lainnya
30.083.932.057 31.684.133.283,00 30.459.613.034,00 32.352.476.419,60 34.645.549.484,44
1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
30.008.080.000 40.011.513.000,00 42.376.558.944,00 26.905.992.951,23 28.813.031.130,28
1.3.5 Bantuan Keuangan dari provinsi pemerintah daerah lainnya**)
- 5.156.619.000,00 1.686.577.000,00 2.642.979.608,74 2.830.308.246,99
1.3.6 Pendapatan lainnya 5.640.710.712,00 4.880.520.392,00 - - -
JUMLAH PENDAPATAN DAERAH (1.1 +1.2+1.3)
495.994.989.183,38 587.991.428.938,29 621.317.964.464,00 668.000.000.000,00 720.000.000.000,00
Sumber: Bagian Keuangan, Setda Kota Batu dan Hasil Analisis.
Halaman | III-16
Pendapatan daerah diperoleh dari berbagai sumber yaitu
pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan
daerah yang sah. Berdasarkan tabel. 3.5 di atas dapat disimpulkan bahwa
pendapatan terbesar diperoleh dari dana perimbangan dimana dana
tersebut diperoleh dari dana yang berasal dari APBN yang bertujuan untuk
menutup celah fiskal (fiscal gap) sebagai akibat selisih kebutuhan fiscal
(fiscal need) dengan kapasitas fiscal (fiscal capacity). Komposisi
pendapatan berturut-turut didominasi oleh dana perimbangan (rata-rata
81,46%), lain-lain pendapatan daerah yang sah (rata-rata 10,45%) dan
diikuti PAD (rata-rata 8,10%). Hal tersebut mengindikasikan bahwa
Pemerintah Kota Batu masih bergantung pada dana perimbangan. Jika
ketergantungan tersebut terus berlanjut maka pemerintah daerah tidak
akan optimal dalam mengembangkan sendi-sendi perekonomian daerah
sehingga untuk mengurangi ketergantungan tersebut diperlukan upaya
untuk meminimalisir guna meningkatkan proporsi pendapatan yang
bersumber dari PAD dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Namun,
pada kenyataannya banyak kendala yang dapat menghambat dalam
peningkatan PAD. Permasalahan yang masih dihadapi dalam pengelolaan
pendapatan daerah sebagai berikut :
1. Mekanisme pemungutan dan variabel-variabel perhitungan retribusi
memiliki karakteristik yang tidak mudah diprediksi sehingga
perencanaan target pendapatan dilakukan secara konservatif.
2. Belum diterapkannya PPK-BLUD atas penerimaan jasa layanan
kesehatan masyarakat yang dananya bersumber dari hasil klaim
kepada BPJS yang diterima oleh SKPD/unit kerja SKPD.
3. Formulasi alokasi dana perimbangan khususnya Dana Bagi Hasil
(DBH) terlalu komplek dan kurang memiliki landasan yang kuat karena
rumusan bagi hasil untuk setiap jenis pajak sangat bervariasi sehingga
berpengaruh pada keterlambatan penyaluran Dana Bagi Hasil ke
daerah khususnya untuk DBH yang berasal dari sumber daya alam.
4. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah masih
rendah.
5. Kualitas pelayanan yang belum optimal dan permasalahan sistem dan
prosedur yang belum meng-cover dinamika perkembangan dan
Halaman | III-17
kebutuhan yang ada terkait dengan PAD, khususnya berkenaan
dengan penghimpunan pajak.
Upaya mengatasi permasalahan yang ada dalam peningkatan
proporsi pendapatan yang bersumber dari PAD dan lain-lain pendapatan
daerah yang sah dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan penerimaan pendapatan dari sektor non-konvensional.
2. Pemberlakuan sistem bagi hasil yang lebih sederhana dengan tetap
mengemban fungsinya untuk mengurangi ketidakseimbangan vertikal
dan tetap menjaga kesinambungan fiskal nasional.
3. Melakukan evaluasi dan revisi secara berkala tentang peraturan pajak
daerah dan retribusi yang perlu disesuaikan.
4. Penyederhanaan sistem dan prosedur pelayanan administrasi dalam
penghimpunan pajak daerah dan retribusi.
5. Mengembangkan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah sesuai
dengan kebutuhan daerah.
6. Mengoptimalkan kinerja BUMD untuk memberikan kontribusi terhadap
pendapatan daerah.
7. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi
daerah.
8. Meningkatkan hasil pengelolaan kekayaan/aset daerah.
9. Mengelola kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal
(investasi daerah) secara optimal dan menjaga kelangsungan
pengembangan usaha bagi perusahaan di daerah sehingga bisa
menghasilkan deviden dalam rangka meningkatkan PAD .
3.2.2. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
3.2.2.1. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah.
Pendapatan Daerah memiliki 3 komponen utama meliputi
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana perimbangan, dan lain-lain
pendapatan yang sah.
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan daerah Kota Batu setiap tahunnya mengalami
peningkatan dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 27,44%. Pendapatan Asli Daerah mempunyai
komposisi 5,82% dari total keseluruhan penerimaan pendapatan
Halaman | III-18
daerah dimana terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang
sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan cerminan kemampuan dan
potensi daerah, sehingga besarnya penerimaan PAD dapat
mempengaruhi kualitas otonomis daerah. Semakin tinggi kualitas
otonomi daerah, maka ketergantungan dengan Pemerintah Pusat
semakin berkurang.
2. Dana perimbangan.
Dana perimbangan Kota Batu dapat dikatakan paling
mendominasi diantara sumber pendapatan yang lain dimana
komposisinya sebesar 78,33% dari total keseluruhan penerimaan
pendapatan. Dana tersebut berasal dari Dana bagi hasil pajak, dan
bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus yang
berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan
Pemerintahan Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi
kepada daerah utamanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik.
3. Lain-lain pendapatan yang sah
Lain-lain pendapatan yang sah di Kota Batu berasal dari dana
penyesuaian, dana bagi hasil pajak provinsi dan pendapatan lainnya
dengan komposisi sebesar 6,47% dari total keseluruhan penerimaan
pendapatan.
Rumusan Kebijakan pendapatan daerah Kota Batu yang terkait
langsung dengan pos-pos pendapatan daerah dalam APBD Tahun
Anggaran 2015 mengacu kepada arah kebijakan pendapatan yang
tertuang dalam RPJMD 2012-2017 yang disesuaikan dengan
kewenangannya meliputi :
1. Mengoptimalkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan cara:
membenahi manajemen data penerimaan PAD, meningkatkan
penerimaan pendapatan non-konvensional, melakukan evaluasi dan
revisi secara berkala peraturan daerah pajak dan retribusi yang perlu
disesuaikan, menetapkan target penerimaan berdasarkan potensi
penerimaan, mengembangkan kelembagaan pengelolaan keuangan
daerah sesuai dengan kebutuhan daerah.
Halaman | III-19
2. Menetapkan sumber pendapatan daerah unggulan yang bersifat
elastis terhadap perkembangan basis pungutannya dan less distortive
terhadap perekonomian. Melakukan optimalisasi sumber pendapatan
asli daerah lainnya.
3. Pemantapan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan
Pendapatan Daerah.
4. Peningkatan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi dan
ekstensifikasi.
5. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan
Daerah dengan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan SKPD Penghasil.
6. Mengoptimalkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah untuk memberikan
kontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah.
7. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi
daerah.
8. Meningkatkan kualitas pengelolaan aset dan keuangan daerah.
9. Meningkatkan akurasi data Sumber Daya Alam sebagai dasar
perhitungan pembagian dalam Dana Perimbangan.
10. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Provinsi dalam pelaksanaan Dana Perimbangan.
3.2.2.2. Arah Kebijakan Belanja Daerah
Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Batu
terkait dengan pengelolaan belanja daerah (belanja langsung maupun
tidak langsung) dalam APBD adalah mengedepankan pola pembelanjaan
yang proporsional, efisien dan efektif berdasarkan visi Kota Batu dalam
penggunaan pendapatan daerah, penerimaan, dan pengeluaran
pembiayaan daerah dalam rangka optimalisasi pencapaian prioritas dan
sasaran pembangunan daerah.
Belanja Tidak Langsung tidak berkenaan langsung dengan
kegiatan yang dilaksanakan dan sukar di ukur dengan capaian kinerja
yang ditetapkan sehingga untuk menilai hasil pencapaian hasil kinerja
direpresentasikan melalui Kebijakan Belanja Tidak Langsung pada APBD
sebagai berikut :
Halaman | III-20
1. Belanja pegawai diarahkan untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji
berkala, tunjangan keluarga, mutasi dan penambahan pegawai dengan
memperhitungkan yang besarnya dibatasi maksimun 2,5% dari jumlah
belanja pegawai (gaji pokok dan tunjangan).
2. Mengalokasikan belanja pegawai yang merupakan belanja
kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan
lainnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil Daerah yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Mengalokasikan dana jaminan kesehatan Pegawai Negeri Sipil
Daerah yang dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2015 harus
berpedoman pada UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
4. Mengalokasikan belanja bunga yang belum terpenuhi kewajiban
pembayaran pinjamannya untuk dianggarkan dalam APBD 2015.
5. Mengalokasikan belanja subsidi yang digunakan untuk
menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga
tertentu dengan terlebih dulu melakukan pengkajian terhadap
perusahaan/lembaga tersebut agar belanja subsidi yang diberikan
tepat sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.
6. Mengalokasikan dana belanja hibah dan bantuan sosial kepada
masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
7. Anggaran bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya/desa
harus didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan
fiskal.
8. Belanja tidak terduga diarahkan untuk mendanai kebutuhan tanggap
darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan sosial yang tidak
tertuang dalam bentuk program/kegiatan.
Belanja Langsung berkenaan langsung dengan kegiatan yang
dilaksanakan dan manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung
oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik.
Kebijakan Belanja Langsung pada APBD sebagai berikut :
1. Mengalokasikan dana anggaran belanja pegawai untuk mencapai
target kinerja kegiatan dengan memperhatikan aspek asas kepatutan,
kewajaran dan rasionalitas.
Halaman | III-21
2. Mengalokasikan dana belanja barang dan jasa yang diberikan kepada
masyarakat hanya diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah
yang bersifat perlombaan atas suatu prestasi.
3. Mengalokasikan belanja barang habis pakai disesuaikan dengan
kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi
SKPD.
4. Mengalokasikan belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan
dinas dan studi banding dilakukakan secara selektif dengan
memperhatikan target kinerja.
5. Mengalokasikan anggaran untuk kegiatan rapat, pendidikan dan
pelatihan diprioritaskan menggunakan fasilitas aset daerah.
6. Mengalokasikan belanja modal pada APBD Tahun Anggaran 2015
untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang
terkait dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat..
Kebijakan Belanja Daerah Kota Batu mengacu pada arah
kebijakan belanja daerah yang tertuang dalam RPJMD tahun 2012-2017.
Adapun arah kebijakan Belanja Daerah Kota Batu, yaitu:
1. Pengalokasian Belanja Daerah diarahkan pada program dan kegiatan
pelayanan dasar kepada masyarakat yang mengacu pada prioritas
pembangunan Kota Batu sebagaimana tercantum dalam penjabaran
visi serta misi RPJMD Kota Batu Tahun 2012-2017.
2. Kegiatan mendesak lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan
kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Kota Batu dan masyarakat
serta mengacu pada prioritas pembangunan Kota Batu yang tercantum
penjabaran visi serta misi RPJMD tahun 2012-2017.
3. Pendanaan kegiatan darurat yang penganggarannya belum tersedia
atau belum mencukupi.
4. Mengakomodasi kebutuhan masyarakat berkembang dan tidak
terkonsentrasi pada program dan/atau kegiatan serta lokasi tertentu.
5. Penjadwalan ulang capaian target kinerja program dan kegiatan dalam
tahun anggaran yang berjalan yang diperkirakan tidak dapat terealisasi
secara optimal.
Halaman | III-22
Tabel. 3.6.
Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah
Tahun 2012 s.d Tahun 2016
NO Uraian
Jumlah
Realisasi Tahun
2012
Realisasi Tahun
2013
Tahun Berjalan
2014
Proyeksi /Target
pada Tahun
Rencana 2015
Proyeksi pada
Tahun 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1.1 Belanja Tidak
Langsung 267. 968.911.530 292.093.315.565,50 334.980.261.335,00 392.192.200.476,08 425.026.803.820,20
1.1.1 Belanja pegawai 217.133.640.830 239.031.671.680,99 252.256.465.335,00 317.469.036.439,10 347.490.844.139,74
1.1.2 Belanja bunga - - - - -
1.1.3 Belanja subsidi - - - - -
1.1.4 Belanja hibah 24.774.220.000 27.738.605.079,51 39.683.826.000,00 43.273.280.053,49 44.844.100.119,43
1.1.5 Belanja bantuan sosial 6.826.100.000 8.016.903.305,00 21.235.120.000,00 25.779.100.362,84 26.714.881.706,01
1.1.6
Belanja bagi hasil
kepada Provinsi/
Kabupaten/kota dan
Pemerintah Desa*
- - - 181.354.938,06 198.533.172,09
1.1.7
Belanja Bantuan
Keuangan kepada
Provinsi/Kabupaten/ kota
dan Pemerintahan Desa*
18.234.950.700 17.174.635.500,00 20.304.850.000,00 3.263.626.878,29 3.471.846.273,13
1.1.8 Belanja tidak terduga 1.000.000.000 131.500.000,00 1.500.000.000,00 2.225.801.804,29 2.306.598.409,79
1.2 Belanja Langsung 214.816.547.247 279.191.845.124,00 426.591.261.353,00 218.903.964.880,17 235.252.464.462,00
1.2.1 Belanja pegawai 33.046.630.200 22.307.028.750,00 24.995.642.107,00 58.689.783.363,21 64.239.847.110,80
1.2.2 Belanja barang dan jasa 77.574.219.344 101.224.109.346,00 138.377.499.930,00 73.057.095.161,79 77.981.143.375,69
1.2.3 Belanja modal 104.195.697.703 155.660.707.028,00 263.218.119.316,00 87.157.086.355,17 93.031.473.975,51
TOTAL JUMLAH
BELANJA 482.785.458.777 571.285.160.689,50 761.571.522.688,00 611.096.165.356,25 660.279.268.282,20
Sumber: Bagian Keuangan, Setda Kota Batu dan Hasil Analisis.
3.2.2.3. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah
3.2.2.3.1. Kebijakan Penerimaan Pembiayaan
Kebijakan penerimaan pembiayaan mengacu pada arah kebijakan
penerimaan pembiayaan yang tertuang dalam APBD sebagai berikut :
1. Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya
(SILPA) harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan
rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran
tahun 2014 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya
pengeluaran pada tahun anggaran 2015 yang tidak dapat didanai
akibat tidak tercapainya SILPA yang direncanakan.
2. Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang
bersumber dari pencairan dana cadangan, waktu pencairan dan
Halaman | III-23
besarannya sesuai peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan.
3. Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada
akun pembiayaan, kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis
penerimaan kembali investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir
dan rincian obyek dana bergulir dari kelompok masyarakat penerima.
4. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman daerah.
3.2.2.3.2. Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan
Kebijakan pengeluaran pembiayaan mengacu pada arah
kebijakan pengeluaran pembiayaan yang tertuang dalam APBD sebagai
berikut :
1. Menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk
dana bergulir sesuai pasal 118 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah oleh
pemerintah daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan pelayanan ekonomi.
2. Penyertaan modal pemerintah daerah pada BUMD maupun badan
usaha lainnya dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah
tercantum dalam peraturan daerah penyertaan modal pada tahun
sebelumnya, tidak perlu diterbitkan peraturan daerah tersendiri
sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum
melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada
peraturan daerah tentang penyertaan modal.
3. Menambahkan modal yang disetor dan melakukan penambahan
penyertaan modal yang dilakukan pemerintah daerah pada BUMD
untuk memperkuat struktur permodalan sehingga BUMD tersebut
dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang.
4. Melakukan penyertaan modal kepada bank perkreditan rakyat milik
pemerintah daerah yang dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan akses
pembiayaan bagi Usaha Masyarakat Kecil dan Menengah (UMKM).
5. Menginvestasikan kembali penambahan, peningkatan, perluasan
prasarana dan sarana sistem penyediaan air minum, baik fisik maupun
non fisik serta peningkatan kualitas dan pengembangan cakupan
Halaman | III-24
pelayanan dalam rangka penguatan struktur permodalan PDAM,
bagian laba bersih PDAM yang layanannya belum mencapai 80% dari
jumlah penduduk yang menjadi cakupan pelayanan PDAM.
6. Menetapkan perda tentang pembentukan dana cadangan yang
mengatur tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan
yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran, dan rincian tahunan
dana cadangan yang harus dianggarkan.
7. Jumlah pembiayaan netto harus dapat menutup defisit anggaran
sebagaimana diamanatkan pasal 28 ayat 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2005.
Dalam hal APBD diperkirakan surplus maka arah kebijakan yang
diambil akan mengacu pada RPJMD 2012 2017 yaitu akan dilakukan
pembentukan dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan
dananya tidak dapat sekaligus dibebankan dalam satu tahun anggaran
dan untuk kegiatan investasi, baik investasi yang bersifat permanen
berupa penyertaan modal kepada BUMD maupun investasi non permanen
dalam rangka pelayanan / pemberdayaan masyarakat melalui pemberian
bantuan modal kerja, pembentukan dana bergulir kepada kelompok
masyarakat dan pemberian fasilitas terjadinya defisit anggaran sehingga
menghindari timbulnya hutang dan kesulitan likuiditas keuangan
daerah.pendanaan kepada usaha ekonomi skala mikro dan menengah.
Dalam hal APBD diperkirakan defisit maka arah kebijakan akan di
fokuskan pada penetapan penerimaan pembiayaan untuk menutup defisit
tersebut dengan memanfaatkan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA), pencairan dana
cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan
pinjaman, dan/atau penerimaan kembali pemberian pinjaman atau
penerimaan piutang.
Berdasarkan data terkait, sumber pembiayaan daerah dari
realisasi dan proyeksi penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah
selama kurun waktu tahun 2012 sampai 2014 berasal dari pos
penerimaan pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Sebelumnya (SILPA). Pada tahun 2012 realisasi penerimaan SILPA
Halaman | III-25
sebesar Rp 5.800.379.655, pada tahun 2013 naik sebesar 7,98% menjadi
Rp 6.263.292.285. Pada aspek pengeluaran pembiayaan, sebagai
pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya sampai
dengan tahun 2014 yaitu pembayaran pokok utang dan penyertaan modal
(investasi) daerah, pada tahun 2013 realisasi pengeluaran pembiayaan
hanya pada pembayaran pokok utang daerah sebesar Rp 977.445.041.
Tabel.3.7
Realisasi dan Proyeksi/Target Pembiayaan Daerah
Tahun 2012 s.d Tahun 2016
NO Jenis Penerimaan dan
Pengeluaran Pembiayaan Daerah
Jumlah
Realisasi Tahun 2012
Realisasi Tahun 2013
Tahun Berjalan 2014
Proyeksi/Target pada
Tahun Rencana
2015
Proyeksi/Target pada
Tahun 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1.1 Penerimaan pembiayaan
1.1.1 Sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SILPA)
5.800.379.655 6.263.292.285 141.679.487.024 - -
1.1.2 Pencairan Dana Cadangan - - - - -
1.1.3 Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
- - - - -
1.1.4 Penerimaan pinjaman daerah - - - - -
1.1.5 Penerimaan kembali pemberian pinjaman
- - - - -
1.1.6 Penerimaan piutang daerah - - - - -
JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN
5.800.379.655 6.263.292.285 141.679.487.024 - -
1.2 Pengeluaran pembiayaan
1.2.1 Pembentukan dana cadangan - - - - -
1.2.2 Penyertaan modal (Investasi) daerah
- - 1.000.000.000 - -
1.2.3 Pembayaran pokok utang - 977.445.041 425.928.800 - -
1.2.4 Pemberian pinjaman daerah - - - - -
JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN
- 977.445.041 1.425.928.800 - -
JUMLAH PEMBIAYAAN NETTO
5.800.379.655 5.285.847.244 140.253.558.224 - -
Sumber: Bagian Keuangan, Setda Kota Batu dan Hasil Analisis