58
7 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan dilakukakan kajian kepustakaan yang relevan dengan masalah penelitian seperti teori mengenai proyek, supply chain dan risiko. Kajian pustaka berfungsi untuk membangun konsep dan teori yang akan menjadi dasar studi. Konsep dan teori yang dikaji berdasarkan teori dari literatur yang tersedia, buku dan jurnal-jurnal penelitian terdahulu. 1.1 Perbandingan Proyek Konstruksi dan Industri Manufaktur Supply chain dimulai dari industri manufaktur dan kemudian diadopsi dalam proyek konstruksi. Adanya perbedaan definisi proyek konstruksi dan industri manufaktur akan membawa perbedaan dalam sistem supply chain yang terjadi. Oleh karena itu diperlukan pengertian mengenai perbedaan antara proyek konstruksi dan industri manufaktur. Proyek adalah kegiatan dengan tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas. Konstruksi merupakan kegiatan membangun suatu bangunan. Sehingga proyek konstruksi adalah suatu kegiatan untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur (Norken et al., 2012). Proyek gedung adalah salah satu bentuk proyek konstruksi. Menurut UU No 28, 2002 pasal 1 ayat 1 tentang bangunan gedung menyebutkan definisi bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian/seluruhnya berada di atas/di dalam tanah/air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

7

1 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dilakukakan kajian kepustakaan yang relevan dengan

masalah penelitian seperti teori mengenai proyek, supply chain dan risiko. Kajian

pustaka berfungsi untuk membangun konsep dan teori yang akan menjadi dasar

studi. Konsep dan teori yang dikaji berdasarkan teori dari literatur yang tersedia,

buku dan jurnal-jurnal penelitian terdahulu.

1.1 Perbandingan Proyek Konstruksi dan Industri Manufaktur

Supply chain dimulai dari industri manufaktur dan kemudian diadopsi

dalam proyek konstruksi. Adanya perbedaan definisi proyek konstruksi dan

industri manufaktur akan membawa perbedaan dalam sistem supply chain yang

terjadi. Oleh karena itu diperlukan pengertian mengenai perbedaan antara proyek

konstruksi dan industri manufaktur.

Proyek adalah kegiatan dengan tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu

dan sumber daya yang terbatas. Konstruksi merupakan kegiatan membangun

suatu bangunan. Sehingga proyek konstruksi adalah suatu kegiatan untuk

mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur (Norken et al.,

2012). Proyek gedung adalah salah satu bentuk proyek konstruksi. Menurut UU

No 28, 2002 pasal 1 ayat 1 tentang bangunan gedung menyebutkan definisi

bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu

dengan tempat kedudukannya, sebagian/seluruhnya berada di atas/di dalam

tanah/air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk

Page 2: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

8

hunian/tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan social,

budaya, maupun kegiatan khusus.

Dari gambaran diatas maka dapat dilihat bahwa salah satu karakteristik

proyek konstruksi adalah tidak berulang, dengan proses yang tidak sama di setiap

proyek. Hal ini diakibatkan oleh kondisi yang mempengaruhi proses suatu proyek

konstruksi berbeda satu dengan yang lain. Proses konstruksi dari awal hingga

akhir proyek sangat kompleks sehingga membutuhkan banyak tenaga yang

memiliki berbagai keterampilan, komitmen dan koordinasi dari berbagai unsur

yang berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang saling terkait (Norken et al., 2012).

Menurut Siti (1999) dalam Yustiarini (2007) proyek konstruksi adalah

suatu usaha di sektor ekonomi yang bertransformasi berupa perencanaan, desain,

keuangan, procurement, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan dari

berbagai sumber daya yang menghasilkan fasilitas dan prasarana ekonomi dan

sosial. Proyek konstruksi bersifat sementara dalam mengerjakan suatu pekerjaan

untuk menghasilkan produk atau service yang unik.. Menurut Wahana (2001)

dalam Yustiarini (2007) proyek konstruksi adalah rangkaian kegiatan dalam

mengolah sumber daya proyek berupa material, peralatan, tenaga kerja menjadi

suatu hasil kegiatan konstruksi. Sehingga proyek konstruksi merupakan gabungan

dari berbagai sumberdaya dan serangkaian kegiatan yang dihimpun dalam suatu

wadah organisasi sementara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam

Rahmadi (2008) disebutkan bahwa karakteristik proyek konstruksi diantaranya

sebagai berikut :

1. Memiliki awal dan akhir kegiatan dari suatu rangkaian kegiatan.

Page 3: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

9

2. Jangka waktu kegiatan terbatas.

3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan

produk yang unik.

4. Memiliki tujuan yang spesifik, produk akhir atau hasil kerja akhir.

Sedangkan industri manufaktur memiliki karakteristik tingkat pengulangan

yang tinggi dan proses produksi yang relatif panjang. Sehingga jika dibandingkan,

industri manufaktur dan proyek konstruksi memiliki perbedaan dalam hal

kompleksitas, ukuran, jadwal, maupun biaya yang dibutuhkan seperti yang

terangkum dalam Table 2.1 berikut ini.

Table 1.1 Perbedaan Kegiatan Proyek Konstruksi dan Kegiatan Operasional

No Kegiatan Proyek Konstruksi Kegiatan Operasional Manufaktur

1 Bercorak dinamis, tidak rutin Berulang-ulang, rutin

2 Siklus relative pendek Berlangsung dalam jangka panjang

3 Intensitas kegiatan di dalam siklus

proyek konstruksi berubah-ubah

Intensitas kegiatan relative sama

4 Kegiatan harus diselesaikan

berdasarkan anggaran dan jadwal

yang telah ditentukan

Batasan anggaran dan jadwal tidak

setajam seperti proyek konstruksi

5 Terdiri dari berbagai macam

kegiatan yang memerlukan

berbagai macam disiplin ilmu

Macam kegiatan tidak terlalu banyak

6 Keperluan sumber daya berubah

baik macam maupun volumenya

Macam dan volume keperluan

sumber daya tidak terlalu banyak

Sumber : Rahmadi (2008)

Page 4: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

10

1.2 Poject Life Cycle

Siklus hidup proyek konstruksi merupakan suatu metode yang digunakan

untuk menggambarkan bagaimana sebuah proyek direncanakan, dikontrol, dan

diawasi sejak proyek disepakati untuk dikerjakan hingga tujuan akhir proyek

tercapai. Siklus hidup proyek (project life cycle) terdiri dari 4 tahap (Westland,

2007) seperti pada Gambar 2.1. Supply chain dalam proyek kontruksi terjadi

dalam setiap siklus hidup proyek.

Sumber : (Westland, 2007)

1. Project Initiation

Dalam tahap ini supply chain pada proyek konstruksi dimulai dari adanya

kebutuhan owner yang diteruskan kepada pihak lain seperti konsultan,

kontraktor dan pihak lain yang terkait yang saling bekerjasama untuk dapat

menterjemahkan keinginan owner dalam proyek konstruksi. Tahap pertama

dalam inisiai proyek adalah mengembangkan suatu kasus dalam bisnis

Gambar 1.1 Project Life Cycle

Page 5: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

11

(develop a business case), permasalahan yang ingin diselesaikan akan

diidentifikasi dan mendifiniskan beberapa pilihan solusi untuk menyelesaikan

permasalahan. Tahap kedua adalah melakukan studi kelayakan (undertake a

feasibility study) yang dilakukan untuk menilai setiap kemungkinan yang

terjadi, apakah biaya yang dikeluarkan wajar, apakah ada solusi dalam

permasalahan, risiko apa yang bisa diterima atau dihindari, isu yang sedang

berkembang. Tahap ketiga adalah menetapkan kerangka acuan (Establish the

terms of reference) untuk menentukan visi, tujuan, lingkup pekerjaan dalam

proyek baru. Tahap ke empat adalah membuat tim proyek (appoint the project

team). Setelah itu berikutnya adalah membuat kantor proyek (set up project

office) dan terakhir adalah tahap peninjauan ulang (perform a phase review)

untuk memastikan bahwa proyek ini sesuai dengan tujuan yang di tetapkan.

2. Project Planning

Ketika ruang lingkup proyek telah ditetapkan dan tim proyek terbentuk, maka

berikutnya masuk pada tahap perencanaan proyek (project planning).

Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah membuat project

plan, resource plan, financial plan, quality plan, risk plan, an acceptance

plan, communication plan, procurement plan, contract the supplier dan

diakhir melakukan peninjauan kembali (perform a phase review). Tahap

perencanaan proyek sangat penting didalam supply chain secara khusus bagi

main kontraktor yang merupakan pelaku utama dalam supply chain proyek

konstruksi karena akan berhubungan dengan banyak pihak yang akan menjadi

Page 6: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

12

bagian dalam pelaksanaan proyek nantinya. Perencanaan yang baik akan

menolong kontraktor untuk dapat menghasilkan kinerja yang baik.

3. Project execution

Setelah tahap perencanaan dilakukan berikutnya memasuki tahap eksekusi

atau pelaksanaan proyek. Tahap pelaksanaan dan kontrol biasanya dijalankan

bersamaan, tahap ini merupakan tahap dilaksanakannya proyek, mulai dari

pembelanjaan sampai konstruksi yang merupakan output dari tahap

perencanaan. Output dari tahap ini diantaranya melakukan manajemen waktu ,

manajemen biaya, manajemen kualitas, manajemen perubahan, manajemen

risiko, manajemen penanggulangan masalah yang ada, manajemen pengadaan,

manajemen penerimaan dan manajemen komunikasi. Kontraktor akan

berhubungan secara langsung dengan pelaku supply chain di bawahnya seperti

subkontraktor, supplier dan labour. Sehingga diperlukan kontrol yang baik

dalam tahap ini agar diperoleh hasil proyek yang maksimal.

4. Project Closure

Tahap closing atau penyelesaian proyek merupakan tahap akhir dari sebuah

proyek, tahap ini terdiri dari serah terima dan masa perawatan. Serah terima

umumnya dibagi dua tahap, tahap pertama setelah pekerjaan konstruksi selesai

dan siap digunakan maka kontaktor akan menyerahkan proyek tersebut kepada

owner atau konsumen akhir. Begitu juga dengan pelaku di bawah kontraktor

akan melakukan serah terima pekerjaan kepada kontraktor ketika pekerjaan

yag menjadi bagiannya diselesaikan. Output dari tahap ini adalah final

Page 7: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

13

dokumen yang berisikan semua dokumen kontrol dalam tahap konstruksi,

gambar final (as built drawing), manual operasi dan berita acara serah terima.

1.3 Supply Chain (Rantai Pasok)

Supply chain manajement (SCM) berawal dari kegiatan logistik militer

yang sangat berperan dalam menentukan kemenangan perang (Siahaya, 2013).

Teknik logistik kemudian dipakai dalam kegiatan pengiriman barang dan terjadi

kerjasama antara perusahaan pengiriman barang dengan gudang. Perusahaan

mulai mencari cara untuk menurunkan biaya produksi. Perusahaan multinasional

memindahkan pabrik ke Negara lain yang mempunyai biaya produksi lebih

murah. Pada saat muncul teknologi informasi ilmu logistik berkembang lebih

pesat dan lebih efisien melalui komunikasi dan kolaborasi sehingga dapat

menekan biaya produksi, meningkatkan kualitas dan mengurangi kesalahan

manusia. Ilmu logistik berkembang menjadi satu mata rantai pasok dengan

pendekatan melalui sistem integral, meliputi komponen pemasok, proses

pengadaan, proses produksi, penyimpanan, transportasi dan distribusi serta retailer

yang dioptimalkan secara kemitraan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan

(Siahaya, 2013).

Konsep supply chain merupakan konsep yang relatif baru dalam melihat

persoalan logistik perusahaan. Dalam konsep lama/tradisional melihat logistik

lebih sebagai masalah internal perusahaan sendiri dalam mengelola material dan

pemecahannya. Sedangkan dalam konsep baru, masalah logistik dilihat sebagai

masalah yang lebih luas yang terbentang sejak dari bahan dasar sampai barang

Page 8: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

14

jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan

barang (Rahmadi, 2008).

Konsep supply chain dimulai dalam industri manufaktur.

Perkembangan supply chain berasal dari pengembangan dalam sistem produksi

Toyota oleh Mr.Taiichi Ohno pada tahun 1970-an, yang bertujuan untuk

menghilangkan pemborosan dalam produksi (waste) yang tersembunyi dalam

perusahaan (Womack & Jones, 1996). Kemudian berkembanglah konsep lean

production, yang mampu mengubah paradigma produksi automotive hingga

mencapai efisiensi yang tinggi. Sejalan dengan itu tuntutan pada efisiensi

memaksa suatu perusahaan untuk membentuk struktur organisasi yang datar,

dengan mengeluarkan fungsi-fungsi pendukungnya dan mendorong perusahaan

untuk lebih fokus pada apa yang menjadi bisnis intinya dengan memberikan

aktifitas pendukungnya pada pihak lain. Perkembangan ini mengakibatkan

produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu bisnis saat ini, bukan lagi merupakan

output dari satu organisasi secara individu, namun merupakan output dari suatu

rangkaian organisasi yang disebut sebagai supply chain (Maylor, 2003) dalam

(Susilawati, 2005).

Supply chain adalah suatu jaringan kerjasama dalam menyediakan

material atau bahan baku yang melibatkan beberapa pihak. Material tersebut

meliputi bahan mentah maupun bahan setengah jadi. Secara umum pihak-pihak

yang terlibat dalam suatu supply chain adalah supplier, pusat produksi, pusat

distribusi, gudang, pusat penjualan dan lain-lain. Adapun pertimbangan utama

Page 9: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

15

Gambar 1.2 Gambaran Umum Supply Chain Dalam Proses Produksi

dalam menentukan kinerja supply chain adalah total biaya dan waktu yang

minimum sesuai kualitas yang disyaratkan.

Menurut Pujawan (2007) Supply chain dapat didefinisikan sebagai suatu

jaringan yang terdiri atas beberapa perusahaan (meliputi Supplier, manufacturer,

distributor dan retailer) yang bekerja sama yang terlibat baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam memenuhi permintaan pelanggan, dimana

perusahaan tersebut melakukan fungsi pengadaan material menjadi produk

setengah jadi dan produk jadi, serta distribusi produk jadi tersebut hingga ke End-

Costumer. Sedangkan Christopher (1992) menyebutkan supply chain adalah

keterlibatan jaringan organisasi mulai dari hubungan hulu (upstream) hingga ke

hilir (downstream), dalam proses dan kegiatan yang berbeda untuk menghasilkan

layanan dan jasa yang bernilai hingga sampai kepada konsumen terakhir. Dalam

supply chain , produk yang berupa barang dan jasa, dialirkan dari pemasok paling

awal hingga konsumen paling akhir dan juga terjadi aliran informasi dan aliran

kas, mulai dari konsumen paling akhir hingga ke pemasok paling awal.

Sumber: Vrijhoef & Koskela (2000)

Page 10: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

16

1.4 Construction Supply Chain (CSC)

Penerapan konsep supply chain pada dunia konstruksi relatif baru. Hal ini

disebabkan karena tingginya fragmentasi dalam industri konstruksi dimana

masing-masing pihak memfokuskan dirinya melakukan pekerjaan yang menjadi

kemampuan utamanya dan menyerahkan kegiatan lainnya kepada pihak lain (sub-

kontraktor atau spesialis). Oleh karena itu dengan adanya banyak item pekerjaan

dalam proyek konstruksi telah membentuk satu jaringan supply chain yang

kompleks.

Menurut Ribeiro & Lopes (2001) supply chain dalam proyek konstruksi

didefinisikan sebagai suatu proses dari sekumpulan aktifitas perubahan material

alam sampai menjadi produk akhir (jalan atau bangunan) dan jasa (seperti

perencanaan atau biaya) untuk digunakan oleh konsumen akhir dengan

mengabaikan batas-batas organisasi. Sedangkan menurut Capo (2004) dalam

Susanti (2007), supply chain konstruksi adalah hubungan pelaku-pelaku yang

terlibat pada pelaksanaan konstruksi yang membentuk suatu pola hubungan

dengan menempatkan satu pihak sebagai salah satu mata rantai dalam suatu

rangkaian rantai proses produksi yang menghasilkan produk konstruksi.

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa supply chain merupakan keterlibatan jaringan organisasi

dari organisasi hulu sampai hilir yang melakukan kegiatan untuk menghasilkan

barang dan jasa (output) produk konstruksi yang bernilai sampai pada pelanggan

terakhir. Supply chain dalam proyek konstruksi memiliki bentuk yang

kompleks, dimana supply chain konstruksi terbentuk dari banyak pelaku atau

Page 11: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

17

organisasi yang saling memiliki ketergantungan dalam pengadaan barang dan

jasa untuk pelaksanaan konstruksi. Pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi,

aliran barang dan jasa terpusat kepada kontraktor, karena kontraktor bertindak

sebagai pelaku utama pelaksana pekerjaan konstruksi sesuai dengan spesifikasi

yang telah ditetapkan oleh owner.

Jaringan supply chain dalam proyek konstruksi dalam lingkup yang luas

dimulai dari tahap awal hingga tahap pelaksanaan memiliki tiga jaringan yang

berbeda, yaitu (Susilawati, 2005):

1. Jaringan klien (owner), sebagai pemilik proyek yang merupakan

penggagas utama produk konstruksi.

2. Jaringan konsultan, yang memeberikan output jasa perencanaan dari

produk konstruksi yang direncanakan.

3. Jaringan yang berperan dalam proses produksi konstruksi yang terdiri

dari kontraktor, subkontraktor, supplier material dan komponen.

Dari pengembangan yang dilakukan oleh O’Brien et al. (2002) terlihat

adanya kompleksitas supply chain terhadap pihak-pihak yang menyusun supply

chain konstruksi. Konsep supply chain pengadaan barang dan jasa pada kegiatan

konstruksi dapat dilihat pada Gambar 2.3. Dari gambar tersebut dapat dilihat

adanya keterlibatan beberapa pihak dalam proses konstruksi yang terjadi di dalam

proyek (site), juga keterlibatan pihak-pihak yang menunjukan proses produksi

yang terjadi diluar proyek (site) seperti supplier, subcontractor, designers, dan

owner yang bekerjasama membentuk supply chain untuk mendukung kelancaran

dari kegiatan di dalam lokasi proyek tersebut.

Page 12: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

18

Sumber : O’Brien et al. (2002)

1.4.1 Karakteristik Construction Supply Chain

Menurut Susilawati beberapa karakteristik CSC adalah :

1. Karakteristik produknya unik – produk konstruksi bangunan pada

umumnya dibuat berdasarkan permintaan tertentu (custom made product).

Dengan demikian tidak ada satu pun produk konstruksi yang sama,

meskipun hal ini tergantung pada tingkatan mana melihatnya.

2. Dilakukan oleh organisasi yang bersifat sementara (temporary

organization). Suatu rangkaian supply chain yang terbentuk yang

menghasilkan produk konstruksi, akan berakhir ketika selesai masa

produksi.

3. Produknya terikat pada tempat tertentu, sehingga proses produksinya

berlangsung di site konstruksi (in site production). Hal ini juga

memberikan kontribusi terhadap keunikan produk konstruksi, karena pada

proyek yang sama, baik kondisi fisik (kondisi tanah, pengaruh cuaca)

maupun non fisik (regulasi yang berlaku, kondisi lalulintas) yang

mempengaruhinya tidak akan pernah sama.

Gambar 1.3 Gambaran Konseptual CSC

Page 13: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

19

MAIN CONTRACTOR

Specialist Contractors Main Supplier

Designs Consultant Client

Other Contractors

Upstream Activity Preperation Of Construction Product

Downstream Activity Delivery Of Construction Product VA

LU

E C

HA

IN

Gambar 1.4 Supply Chain Upstream dan Downstream

4. In site production dan off site production. Terjadinya produksi di dalam

site konstruksi (in site production), telah membagi dua batasan proses yang

terjadi dalam produksi konstruksi.

5. Diproduksi dalam lingkungan alam yang tidak terkendali, sehingga

terdapat ketidakpastian yang tinggi dalam konstruksi.

Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa konsep supply chain di

proyek konstruksi sangatlah komplek, maka sistem jaringan yang terjadi di

dalamnya juga sangat komplek.

1.4.2 Pelaku-Pelaku Construction Supply Chain Manajement

Dalam industri konstruksi secara umum komponen dari supply chain dapat dilihat

dalam gambar berikut:

Sumber : Cheung (2011)

Dari Gambar 2.4 dapat dilihat bahwa jaringan supply chain selayaknya

jaring laba-laba (cobweb), dimana main contractor yang menjadi pusatnya

mempunyai hubungan ke client, designer, main suppliers dan contracting

Page 14: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

20

specialists. Ini adalah gambaran hubungan kerja yang dilakukan oleh kontraktor

kepada perusahan-perusahan lain dalam satu lingkup proyek konstruksi (Cheung,

2011).

Dalam penelitiannya, Susilawati (2005) menjelaskan pelaku-pelaku supply

chain konstruksi sebagai berikut :

1. Owner (Pelaku Hilir/Downstream)

Dalam proses produksi konstruksi bila produk yang dibuat berdasarkan

permintaan owner, maka peran owner sangat tinggi. Jaringan supply chain proyek

konstruksi dimulai dari adanya suatu keinginan atau kebutuhan owner yang

memprakarsai dibuatnya produk konstruksi bangunan dan berakhir pada owner

ketika produk tersebut selesai diproduksi. Oleh karena itu peran owner dalam

proses produksi konstruksi sangat besar. Owner memiliki peranan dalam tiap

tahapan, sejak tahap study kelayakan, perencanaan, pengadaan, pelaksanaan,

operasi, dan pemeliharaan. Bahkan dalam proses produksi owner bisa saja

menunjuk langsung pihak yang ingin dilibatkan untuk pelaksanaan nominated

subcontractor/ nominated supplier. Untuk lebih jelasnya peran owner bisa dilihat

dalam gambar berikut:

Page 15: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

21

Gambar 1.5 Konfiguransi Umum Supply Chain Bangunan Residential

Sumber : Vrijhoef & Koskela (2000)

2. Kontraktor (Pelaku Utama)

Kontraktor adalah perusahaan konstruksi yang memberikan layanan

pekerjaan pelaksanaan konstruksi berdasarkan perencanaan teknis dan spesifikasi

yang telah ditetapkan dalam kontrak konstruksi. Saat ini telah berkembang

berbagai organisasi yang berperan sebagai kontraktor, mulai dari perusahaan

individu hingga perusahaan besar dengan jumlah pekerja yang banyak. Ruang

lingkup pekerjaan kontraktor dalam suatu proyek sangat beragam, mulai dari

lingkup pekerjaan yang sangat sempit, hingga lingkup keseluruhan pekerjaan

dalam suatu proyek.

3. Subkontraktor, supplier dan mandor (pelaku di hulu/upstream)

a. Subkontraktor dan Spesialis

Subkontraktor adalah perusahaan konstruksi yang berkontrak dengan

kontraktor utama untuk melakukan satau atau beberapa bagian pekerjaan

kontraktor utama. Dalam hal ini terminologi subkontraktor digunakan dalam

Page 16: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

22

konteks tradisional dimana hanya ada satu kontraktor yang memiliki hubungan

kontrak dengan owner yaitu kontraktor utama dan menempatkan kontraktor

lainnya yang tidak memiliki hubungan langsung dengan owner sebagai

subordinan dari kontraktor utama tersebut. Hirarki dalam hubungan kontrak ini

menimbulkan istilah kontraktor utama, subkontraktor, bahkan sub-subkontraktor.

Menurut Villacreses (1994) dalam Susilawati (2005) penggolongan

subkontraktor berdasarkan jenis aktivitas terdiri dari:

Subkontraktor pada aktivitas dasar, subkontraktor pada pekerjaan yang

membutuhkan teknik khusus, serta subkontraktor pada pekerjaan khusus dan

yang berkaitan dengan material khusus.

Sedangkan Pereira (2001) dalam Susilawati (2005) menggolongan

subkontraktor berdasarkan sumber daya yang diberikan, yaitu:

Subkontraktor yang memberikan jasa pelaksanaan saja (labor-only

subcontractor);

Subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja dan

material;

Subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja,

material, dan perencanaan (design);

Subkontraktor yang memberikan sumber daya berupa pekerja, material,

dan perencanaan (design), dan jasa pemeliharaan.

Sedangkan specialist trade contractor adalah suatu perusahaan yang

memberikan design, manufacture, purchase, assembly, installation, testing,

dan commission dari item-item yang diperlukan dalam suatu proyek

Page 17: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

23

konstruksi bangunan (Susilawati, 2005). Specialist trade contractor dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu kontraktor spesialis (specialist contractor) yang

memberikan jasa perencanaan (design service) bagi item yang diproduksi

serta dipasang pada konstruksi bangunan dan trade contractor yang

melaksanakan pekerjaan dengan skill tertentu dalam konstruksi bangunan tanpa

melakukan perencanaan.

Spesialis selain memiliki kelebihan didalam jenis pekerjaan yang

ditanganinya mereka mempunyai kemampuan teknologi, financial, serta

pengetahuan (knowledge) tertentu yang spesifik, yang didukung oleh skill

pekerjanya. Hal inilah yang menyebabkan spesialis memiliki posisi tawar yang

tinggi. Adanya komponen desain dan teknologi inilah yang membedakan antara

subkontraktor dengan spesialis (Susilawati, 2005).

b. Subkontraktor tenaga kerja (labor only subcontractor)

Dalam industri konstruksi suatu kelompok pekerja dengan skill yang

rendah dimana mandor yang bertindak sebagai pemimpin diantara mereka yang

menghubungkan antara pekerja (labor) dengan kontraktor. Mandor bertindak

sebagai pemasok tenaga kerja (labor only subcontractor) dengan berbagai

keahlian yang spesifik (seperti: tukang gali, tukang batu, dan tukang kayu) dan

tingkatan keahlian yang berbeda-beda (misalnya: pekerja terampil, pekerja

setengah terampil, dan tukang).

c. Supplier dan Manufaktur Konstruksi

Dalam suatu proyek konstruksi bangunan, terdapat berbagai jenis material

yang digunakan yang terdiri atas material alam seperti pasir, kerikil, batu alam,

Page 18: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

24

dan material hasil produksi manufaktur seperti besi beton, keramik, panel beton

precast. Oleh karena itu terdapat dua jenis pelaku yang terlibat dalam aliran

material-material yang dibutuhkan dalam proyek konstruksi bangunan

(Susilawati, 2005):

Manufaktur konstruksi, memproduksi material-material konstruksi dengan

mengolah (off site production) material-material alam hingga menghasilkan

komponen bangunan tertentu yang kemudian didistribusikan ke proyek

langsung maupun supplier.

Supplier mendistribusikan material yang diperoleh kepada pengguna. Dari

jenis material yang didistribusikan maka supplier ini dapat dibedakan

menjadi supplier material alam dan supplier komponen bangunan yang

diperoleh dari manufaktur konstruksi.

Kemajuan jaman dimana material alam terlebih dahulu mengalami proses

di dalam suatu manufaktur sebelum memasuki site konstruksi, menunjukan

adanya hubungan antar proyek konstruksi dan industri manufaktur yang

memproduksi komponen bangunan seperti contoh besi beton, baja, beton precast

yang diproduksi terlebih dahulu baru kemudian di distribusikan ke proyek.

Lingkup supplier adalah menjual material atau peralatan kepada kontraktor tetapi

mereka tidak melakukan pekerjaan seperti subkontraktor. Tapi saat ini ada juga

supplier yang memberikan produk dengan sistem fabrikasi sehingga siap dipasang

di lokasi proyek, contohnya kusen pintu yang di pabrikasi dari balok kayu terlebih

dahulu.

Page 19: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

25

1.4.3 Hubungan dalam Construction Supply Chain

Dalam suatu supply chain terdapat pihak yang berperan sebagai

penyedia produk (supplier) dan pelanggan (customer). Pihak penerima produk

yang dihasilkan oleh supply chain tersebut disebut customer. Dari persepektif

kontraktor pelaku yang berperan dalam proses produksi di lokasi proyek,

terlepas dengan siapa pelaku tersebut memiliki hubungan kontrak, dapat

dikategorikan sebagai supplier. Sehingga hubungan antara kontraktor dengan

pelaku supply chain lain dibagi dua yaitu hubungan ke hilir yang menunjukkan

hubungan kontraktor dengan owner sebagai pelanggan (customer) dan hubungan

ke hulu yang menunjukkan hubungan kontraktor dengan pihak-pihak yang

terlibat dalam proses produksi seperti supplier dan subkontraktor (Susilawati,

2005).

Hubungan antara owner, perencana, kontraktor, subkontraktor dan pekerja

dalam jaringan supply chain diikat dalam kontrak kerja konstruksi. Kontrak inilah

yang mengatur hubungan secara hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa

dalam penyelengaraan konstruksi. Kaitannya dengan supply chain, metode

kontrak konstruksi menentukan seberapa besar lingkup pekerjaan kontraktor

yang nantinya akan mempengaruhi besar-kecilnya jaringan supply chain yang

dibentuk oleh kontraktor. Pemilihan metode kontrak konstruksi ini juga bisa

disesuaikan dengan kebutuhan pemilik proyek atau owner.

Terdapat beberapa jenis metode kontrak konstruksi yang dapat menajadi

alternative sesuai kebutuhan proyek (Oe, 2012), diantaranya:

Metode kontrak umum (general contract method)

Page 20: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

26

adalah metode di mana kontrak dibuat antara pemilik proyek dan kontraktor

umum (general contractor). Pemilik proyek biasanya diwakili oleh konsultan

yang berperan dalam penyusunan dokumen kontrak.

Metode kontrak terpisah (separate contract method)

adalah metode di mana pemilik proyek memberikan pekerjaan secara terpisah

kepada pihak-pihak yang diyakini memiliki kemampuan khusus yang berbeda,

misalnya pekerjaan beton prategang diberikan kepada pihak yang

mengkhususkan diri pada bidang tersebut. Pada prinsipnya kontrak ini sama

dengan metode kontrak umum. Perbedaannya adalah tidak ada keterlibatan

kontraktor umum, sehingga pemilik proyek harus melakukan manajemen

proyek sendiri. Metode ini dapat diterapkan apabila pemilik proyek memiliki

kemampuan manajemen proyek yang memadai. Keuntungan metode ini

adalah pemilik tidak perlu mengalokasikan biaya profit bagi kontraktor umum

seperti pada metode kontrak umum, sehingga biaya proyek dapat ditekan

Swakelola (forfe account method)

Pada metode ini, pemilik proyek tidak melakukan kontrak bagi proyek yang

akan dilaksanakan, karena pemilik mendanai sendiri, merancang sendiri,

melaksanakan sendiri, dan mengawasi sendiri proyeknya. Jelas bahwa ketiga

bagian proyek konstruksi berada dalam satu pihak, sehingga pemilik proyek

harus mempunyai kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh konsultan dan

kontraktor.

Design-Construct method

Page 21: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

27

Pada metode kontrak ini, pemilik proyek perlu membuat kontrak tunggal

untuk pekerjaan perancangan dan pelaksanaan proyek dengan satu perusahaan

yang memiliki kemampuan perancangan dan pelaksanaan pembangunan. Pada

dasarnya metode ini sama dengan metode kontrak umum, hanya saja profesi

konsultan dan kontraktor dirangkap oleh satu perusahaan yang memang

mempunyai kemampuan untuk itu

Metode manajemen konstruksi professional (professional construction

manajemen method).

Pada metode ini, pemilik proyek meminta perusahaan manajemen konstruksi

profesional (MK) untuk memberikan layanan profesional dalam bentuk

layanan manajemen konstruksi. Umumnya MK dikontrak pada saat muncul

ide/gagasan dari pemilik proyek sebelum design dibuat. Fungsi utama dari

MK adalah menangkap ide tersebut, kemudian melakukan pengelolaan tahap

demi tahap sampai ide tersebut terwujud. MK kemudian memilih perusahaan

perancang untuk melakukan perencanaan dan perancangan. Setelah

rancangannya selesai, MK melakukan evaluasi untuk mengoptimalkan biaya

dan waktu pelaksanaan proyek.

Dalam jaringan supply chain proyek yang menerapkan metode kontrak

umum kontraktor merupakan pelaku tunggal dalam melakukan pengadaan pihak-

pihak lain yang terlibat dalam proyek konstruksi. Sedangkan pada proyek dengan

metode kontrak terpisah ataupun kontrak MK professional kontraktor merupakan

bagian dari sekian banyak pihak yang melakukan pengadaan pihak-pihak lain

Page 22: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

28

yang terlibat dalam proyek konstruksi sesuai dengan lingkup pekerjaan yang

diberikan oleh owner (Susilawati, 2005).

1.4.4 Model Supply Chain pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung

Berdasarkan penelitian Susilawati (2005) yang dilakukan di Bandung dan

Jakarta telah teridentifikasi empat bentuk model supply chain yang biasa

ditemui pada proyek konstruksi gedung. Model tersebut terdiri dari dua model

umum yang secara garis besar dibentuk berdasarkan metoda kontrak yang

digunakan, dimana dari masing-masing model umum tersebut memiliki satu

model khusus sebagai perluasan dari ada-tidaknya keterlibatan pemilik dalam

pengadaan material.

Model umum, model supply chain kontraktor

Model umum dapat diidentifikasi sebagai model yang sering terjadi dalam

supply chain kontraktor dengan tiga model hubungan umum yang biasa terjadi.

Owner memberi tugas kepada kontraktor utama (main contractor), dimana

kontraktor memiliki hubungan langsung dengan penyedia material, penyedia alat

dan pekerja. Kontraktor juga berhubungan dengan subkontraktor untuk beberapa

pekerjaan dasar dan kepada spesialis untuk pekerjaan yang memerlukan keahlian

khusus. Dalam hal ini subkontraktor dan spesialis berhubungan langsung dengan

penyedia material, alat dan pekerjanya sendiri (Gambar 2.6)

Page 23: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

29

Gambar 1.6 Model–1 Model umum supply chain konstruksi bangunan gedung

Sumber : Susilawat i (2005)

Model khusus, model supply chain owner

Dari model umum terdapat model khusus yang terjadi dengan metode

kontrak terpisah dan metode kontrak MK professional. MK adalah suatu lembaga

yang ditunjuk oleh owner yang menyediakan jasa pelayanan manajemen dalam

suatu proyek. Dalam model khusus ini peran owner sangat besar karena harus

berhubungan langsung dengan penyedia jasa selain kontaktor utama. Oleh karena

itu dalam hal ini MK bisa bertindak sebagai wakil owner untuk berhubungan

langsung kepada pihak lain dalam proyek. Dalam model khusus ini terjadi karena

adanya peran owner yang membentuk model tersebut dalam dua kasus:

OWNER

ORGANISASI

KONTRAKTOR

X,Y,Z

SUPPLIER

(MATERIAL)

Organisasi Tingkat 1

SUBKONTRAKTOR SPECIALIST LABOUR ALAT

ALAT EQUIPMENT LABOUR ALAT MATERIAL LABOUR

Organisasi Tingkat 2

Organisasi

Tingkat 3

Organisasi Tingkat 4

Hubungan Kontrak (Memasok Kepada Siapa)

Hubungan Koordinasi dalam pemasangan

TINGKATAN ORGANISASI

Page 24: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

30

Gambar 1.7 Model–2 Model khusus supply chain konstruksi bangunan gedung

kasus 1

Kasus 1, terjadinya hubungan langsung antara owner dengan para pihak penyedia

jasa lainnya selain kontraktor, sehingga terbentuk model hubungan yang setara

dari tiga pihak, yaitu kontraktor, subkontraktor dan spesialis dalam satu tingkatan

organisasi (Gambar 2.7).

Sumber : Susilawat i (2005)

Kasus 2, terjadinya hubungan langsung owner dengan para pihak penyedia

material, yang terjadi dalam model khusus 1 (model hubungan langsung owner

dengan penyedia jasa) pada Gambar 2.8 dan juga dalam model umumnya pada

Gambar 2.9. Model khusus ini menunjukan adanya peran owner yang cukup besar

di setiap tingkatan, hal ini dilakukan untuk menekan biaya konstruksi.

OWNER

ORGANISASI

KONTRAKTOR X,Y,Z

MATERIAL

UTAMA

Organisasi Tingkat 1

SUBKONTRAKTOR SPECIALIST

LABOUR ALAT ALAT SUPPLIER

(MATERIAL) LABOUR ALAT MATERIAL LABOUR

Organisasi Tingkat 2

Organisasi Tingkat 3

Hubungan Kontrak (Memasok Kepada Siapa)

Hubungan Koordinasi dalam pemasangan

TINGKATAN ORGANISASI

Page 25: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

31

Gambar 1.8 Model–3 Model khusus supply chain konstruksi bangunan gedung, kasus 2

Sumber : Susilawat i (2005)

Sumber : Susilawat i (2005)

OWNER

ORGANISASI

KONTRAKTOR

X,Y,Z

MATERIAL

UTAMA

Organisasi

Tingkat 1

SUBKONTRAKTO

R SPECIALIST LABOUR ALAT

ALAT EQUIPMENT LABOUR ALAT MATERIAL LABOUR

Organisasi

Tingkat 2

Organisasi Tingkat 3

Organisasi Tingkat 4

Hubungan Koordinasi dalam pemasangan

TINGKATAN ORGANISASI

MATERIAL

UTAMA

OWNER

ORGANISASI

KONTRAKTOR X,Y,Z

LABOUR

Organisasi

Tingkat 1

SUBKONTRAKTOR SPECIALIST

MATERIA

L ALAT ALAT

SUPPLIER

(MATERIAL) LABOUR ALAT LABOUR

MATERIA

L

Organisasi

Tingkat 2

Organisasi

Tingkat 3

Hubungan Kontrak (Memasok Kepada Siapa)

Hubungan Koordinasi dalam pemasangan

TINGKATAN ORGANISASI

Gambar 1.9 Model–4 Model khusus supply chain konstruksi bangunan gedung, kasus 3

Page 26: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

32

Dalam model hubungan langsung owner dengan spesialis dan

subkontraktornya, juga terdapat peran owner dalam pengadaan komponen

materialnya, sehingga terdapat hubungan langsung owner sebagai organisasi

tingkat 1 dengan supplier sebagai organisasi tingkat ke 3. Pemecahan

komponen material dari komponen jasa yang dilakukan oleh owner,

merupakan strategi owner dalam usaha untuk menekan biaya. Hal ini

memperlihatkan suatu perbedaan model pengadaan, yang pada mulanya

dilakukan secara hirarkis menjadi pengadaan langsung yang dilakukan oleh

owner.

Model ke empat dari penelitian Susilawati ini juga mengarah pada model

yang dikemukakan Xue et al (2007) pada Gambar 2.10, dimana terdapat peran

owner dalam pengadaan supplier material pada proyek konstruksi hal ini dikenal

dengan istilah Supply By Owner (SBO). Model inilah yang cenderung terjadi pada

proyek bangunan gedung saat ini terutama pada proyek-proyek swasta.

Keterlibatan owner dalam menyediakan material selain untuk mengurangi biaya

proyek tetapi juga karena adanya praktek “broker” di lapangan, dimana “broker”

yang merupakan wakil owner bisa mendapatkan keuntungan sendiri dari

pengadaan material tersebut. Model inilah yang akan dijadikan acuan dalam

penelitian ini untuk mengidentifikasi risiko dalam supply chain secara khusus

risiko yang mempengaruhi keuntungan kontraktor.

Page 27: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

33

Sumber: Xue et al. (2007)

Menurut Xue et al. (2007) CSC adalah multi-organization process, yang

didalamnya terdapat client/owner, designer, contractor, supplier, consultant, dan

sebagainya. CSC juga merupakan multi-stage process yang didalamnya terdapat

conceptual (membuat konsep), design, construction, maintenance, replacement,

dan decommission (menonaktifkan/demolish). Dari pengertian tersebut CSC

terdiri dari seluruh proses bisnis konstruksi dari adanya permintaan atau

kebutuhan client, pembuatan konsep (conceptual), perencanaan desain dan proyek

konstruksi hingga maintenance, replacement yang akhirnya menonaktifkan

bangunan dan organisasi yang melibatkan client/owner, designer, contractor,

subcontactor, supplier, consultant dan sebagainya. CSC adalah jaringan multi-

organization yang saling berhubungan dimana didalamnya terjadi aliran

informasi, aliran material dan aliran dana diantara client/owner, designer,

contractor, subcontactor, supplier.

Gambar 1.10 Construction supply chain network

Page 28: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

34

1.5 Risiko Pada Construction Supply Chain

Dari model supply chain pada Gambar 2.10 dapat dilihat bahwa

manajemen supply chain mengatur seluruh pihak yang terlibat dalam mensuplai

sumber daya dari hulu hingga hilir kegiatan konstruksi, dimana didalam prosesnya

bisa terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan di salah satu

aspek supply chain (flow of material, flow of information dan flow of funds) yang

menyebabkan keseluruhan kinerja supply chain tidak dapat menjalankan

fungsinya dengan baik sehingga menyebabkan peningkatan biaya proyek dan

berpengaruh mengurangi keuntungan kontraktor yang menjadi pelaku utama

dalam jaringan supply chain.

1.5.1 Pengertian risiko

Risiko bisa didefinisikan dengan berbagai sudut pandang. Menurut

Alijoyo (2006) dalam Pujawan (2007) definisi risiko dapat dilihat dari sudut

pandang hasil atau output dan sudut pandang proses. Dari sudut pandang hasil

risiko adalah sebuah hasil atau keluaran-keluaran yang tidak dapat diprediksikan

dengan pasti, yang tidak disukai karena akan menjadi kontra-produktif.

Sedangkan dari sudut pandang proses , risiko adalah faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pencapaian tujuan, sehingga terjadinya konsekuensi yang tidak

diinginkan. Sedangkan menurut Oxfort Dictionary risiko didefinisikan sebagai

kemungkinan mengalami bahaya atau penderitaan membahayakan. Menurut

Labombang (2011) risiko adalah variasi dalam hal-hal yang mungkin terjadi

secara alami atau kemungkinan terjadinya peristiwa diluar yang diharapkan yang

Page 29: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

35

merupakan ancaman terhadap keuntungan properti dan keuntungan finansial

akibat bahaya yang terjadi.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa risiko

dihubungkan dengan suatu keadaan yang timbul karena ketidakpastian dengan

peluang kejadian tertentu yang jika terjadi akan menimbulkan akibat buruk

(kerugian) yang tak diinginkan atau tidak terduga. Lebih jauh lagi risiko pada

proyek adalah suatu keadaan yang timbul karena adanya ketidakpastian dengan

peluang kejadian tertentu yang jika terjadi akan menimbulkan konsekuensi fisik

maupun finansial yang merugikan bagi tercapainya tujuan proyek dalam hal ini

adalah biaya,waktu dan mutu proyek.

Menurut Musa (2012) risiko supply chain adalah kemungkinan kejadian

yang muncul secara tiba-tiba yang memberikan konsekuensi buruk bagi sistem

supply chain. Risiko pada jaringan Supply chain terjadi pada hubungan antara

pelaku-pelaku supply chain. Risiko tersebut akan memberikan dampak terhadap

hasil produksi konstruksi. Semakin tinggi tingkat integrasi vertikal yang terjadi

pada rantai pasok, semakin panjang jumlah rantai yang terjadi, sehingga

semakin berdampak pada aliran informasi, aliran material dan aliran dana.

Permasalahan yang ada dalam hubungan pelaku pada supply chain adalah

masalah komunikasi. Hal ini secara signifikan mempengaruhi kinerja proses supply

chain, karena informasi yang tidak terdistribusi dengan baik menyebabkan para

anggota supply chain ragu atau salah dalam mengambil keputusan (Rahmadi,

2008).

Page 30: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

36

1.5.2 Analisis Risiko dan Manajemen Risiko

Analisis risiko merupakan satu proses dari identifikasi dan penilaian.

Sedangkan manajemen risiko adalah respon dan tindakan yang dilakukan untuk

memitigasi serta mengontrol risiko yang telah dianalisis (Norken et al., 2012).

Tujuan dari analisis dan manajemen risiko adalah membantu menghindarin

kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi bila proyek yang

dijalankan tidak sesuai dengan rencana. Analisis risiko dapat dilakukan secara

kualitatif dan kuantitatif, dimana sumber risiko harus diidentifikasi dan akibat

harus dinilai dan analisis.

Manajemen risiko merupakan suatu proses dalam mengidentifikasi risiko,

menganilis risiko dan pengambilan langkah-langkah untuk mengurangi risiko

sehingga risiko tersebut berada pada tingkat yang dapat diterima. Manajemen

risiko adalah seperangkat kebijakan, prosedur yang lengkap, yang mempunyai

organisasi untuk mengelola, memonitor dan mengendalikan eksposur organisasi

terhadap risiko (Norken et al., 2012). Menurut Tang (2006) dalam Musa (2012)

Supply Chain Risk Management (SCRM) adalah manajemen risiko supply chain

melalui koordinasi dan kerjasama antara pelaku atau rekan kerja jaringan supply

chain untuk menjamin keuntungan dan kelancaran pekerjaan.

Beberapa manfaat yang ditawarkan dalam manajemen risiko, diantaranya

(Godfrey, 1996):

1. Pengendalian ketidakpastian yang lebih baik akibat dari tingginya

ketidakpastian, sehingga dapat memahami kegiatan mana yang paling

berisiko dan asumsi apa yang paling berpengaruh.

Page 31: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

37

2. Meningkatkan kepercayaan, kepercayaan akan meningkat dengan

memahami ketidakpastian dengan lebih baik dan luasnya pengaruh

ketidakpastian serta potensi konsekuensinya.

3. Menjelaskan dengan lebih baik, dengan manajemen risiko akan dapat

menjelaskan tujuan dengan lebih baik dan menjaring berbagai kendala dan

akibatnya.

4. Peningkatan dan terinformasinya pengambilan keputusan dimana

keputusan dapat diambil berdasarkan: tujuan, kondisi yang realistik sesuai

dengan situasi dengan memeprtimbangkan berbagai kemungkinan yang

terjadi, memonitor risiko yang terjadi dan efektifitas dari pengendalian

risiko.

5. Mengkonsentrasikan sumber daya pada hal-hal tertentu, bila mempunyai

sumber daya terbatas dapat dikonsentrasikan pada hal-hal yang

mempunyai risiko tinggi untuk mencapai hasil maksimum.

6. Motivasi dan komunikasi tim, dengan mempertimbangkan risiko,

memberikan evaluasi dari berbagai perspektif serta meningkatkan motivasi

dari berbagai stakeholder.

7. Perencanaan risiko pada tingkat biaya minimum, dapat membantu

mengurangi cost of risk.

8. Estimasi yang realistis. Estimasi biaya menjadi lebih realistis karena

mempertimbangkan ketidakpastian.

Page 32: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

38

9. Pertanggungjawaban yang lebih baik, bila terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan/kerusakan/kerugian lain maka dengan manajemen risiko akan

dapat dipertanggung jawabkan

10. Memproteksi balance sheet, apabila melakukan dan membuat proyek lebih

dari satu pada saat yang sama, maka risk manajemen dari setiap proyek

akan dapat membandingkannya dan meyakinkan neraca tidak dibebani

oleh high or low risk.

Untuk melakukan pengambilan keputusan terhadap risiko-risiko, Flanagan

dan Norman (1993) mengemukakan kerangka dasar langkah-langkah seperti pada

gambar berikut.

Sumber : Flanagan & Norman (1993)

Penjelasan gambar diatas sebagai berikut:

1. Identifikasi risiko, yaitu melakukan identifikasi terhadap sumber-sumber

dan jenis risiko.

Identifkasi Risiko

Klsifikasi Risiko

Analsis Risiko

Tanggapan Terhadap

Risiko

Menyikapi Risiko

Gambar 1.11 Kerangka umum manajemen risiko

Page 33: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

39

2. Klasifikasi risiko, mempertimbangkan jenis-jenis risiko dan efeknya

terhadap perseorangan maupun organisasi.

3. Analisis risiko, mengevaluasi konsekuensi keterkaitan dengan jenis risiko

atau kombinasi risiko dengan menggunakan teknik analisis. Menilai

dampak daripada risiko dengan menggunakan berbagai teknik pengukuran

risiko.

4. Menyikapi risiko, yaitu berbagai keputusan mengenai risiko akan terkait

dengan sikap perseorangan atau organisasi yang membuat kebijakan.

5. Tanggapan terhadap risiko, yaitu mempertimbangkan bagaimana risiko

harus dikelola dengan mentransfernya kepada kelompok lain atau

membiarkannya.

1.5.3 Analisis Risiko Kualitatif

Analisis dan manajemen risiko kualitatif mempunyai tujuan identifikasi

risiko dan penilaian awal risiko, dimana sasarannya adalah menyusun sumber

risiko utama dan menggambarkan tingkat konsekuensi yang sering terjadi,

termasuk didalamnya akibat paling potensial terjadi pada estimasi biaya dan

waktu (Thompson & Perry, 1991). Analisis kualitatif akan dapat menentukan

yang mana merupakan major risk dengan mengalikan frekuensi/likelihood dengan

konsekuensi dari risiko yang telah teridentifikasi, apabila frekuensi tinggi dan

konsekuensi tinggi akan menghasilkan tingkat/derajat risiko tinggi (major risk)

dan sebaliknya jika frekuensi dan konsekuensi rendah akan menghasilkan risiko

rendah (minor risk). Baru kemudian dilakukan mitigasi terhadap risiko tersebut

(Norken et al., 2012).

Page 34: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

40

1.5.4 Penilaian dan Penerimaan Risiko

Penilaian (assessment) Risiko

Penilaian risiko pada dasarnya adalah melakukan perhitungan atau

penilaian terhadap dampak risiko yang telah teridentifikasi, besar kecilnya

dampak dari risiko akan dapat diakategorikan, yang mana merupakan risiko

dengan tingkat yang utama (major risk) , yang mempunyai dampak besar dan luas

dan membutuhkan pengelolaan, atau tidak (minor risk), yang tidak memerlukan

penanganan khusus karena tingkat risiko ada dalam batas-batas yang dapat

diterima (Norken et al., 2012). Besarnya dampak risiko merupakan perkalian dari

frekuensi (likelihood) dengan konsekuensi (concequence) dari risiko yang telah

teridentifikasi (Godfrey, 1996).

Nilai Risiko (x) = Frekuensi (f) x Konsekuensi (k)

Frekuensi atau kecenderungan (likelihood) adalah peluang terjadinya

kerugian yang merugikan. Sedangkan Konsekuensi (consequence) merupakan

besaran kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya suatu kejadian yang

merugikan. Godfrey (1996) memberikan pedoman terhadap skala penilaian

frekuensi risiko dan konsekuensi risiko secara umum seperti pada Tabel 2.2 dan

Tabel 2.3. Selain itu Cooper (2005) juga menjelaskan lebih detail mengenai skala

penilaian terhadap frekuensi risiko dan konsekuensi risiko pada proyek konstruksi

pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.

Page 35: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

41

Table 1.2 Skala Penilaian Risiko Frekuensi (Likelihood)

FREKUENSI (LIKELIHOOD)

Diskripsi Keterangan Skala

Frequent Selalu terjadi 5

Probable Sering terjadi 4

Occasional Kadang-kadang terjadi 3

Remote Hampir tidak pernah terjadi

(jarang)

2

Improbable Tidak pernah terjadi (sangat

jarang)

1

Sumber: Godfrey (1996)

Table 1.3 Skala Penilaian Risiko Konsekuensi (Consequence)

KONSEKUENSI (CONSEQUENCE)

Diskripsi Keterangan Skala

Castatrophic Dampak sangat besar, seperti kematian, kehilangan

sistem, kebangkrutan dll

5

Critical Dampak besar, seperti kerusakan yang cukup besar,

ancaman yang membuat cidera/penyakit, kerusakan

substansial,

4

Serious Dampak Sedang, mempengaruhi waktu dan

planning, membutuhkan kontingen.

3

Marginal Dampak kecil, dengan kerusakan kecil yang bisa

diperbaiki dengan perawatan rutin. Permasalahan

kecil yang bisa diselesaikan hanya dengan surat

permintaan maaf.

2

Negligible Dampak sangat kecil, sehingga bisa dianggap tanpa

konsekuensi

1

Sumber: Godfrey (1996)

Page 36: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

42

Table 1.4 Skala Frekuensi Kejadian Risiko Pada Proyek

Skala Penilaian Keterangan Probablity Frekuensi

1 Rare

Sangat Jarang

Terjadi di

Perusahaan ini

Kemungkinan

<2%

Kemungkinan

terjadi >40 tahun,

2 Unlikely

Kejadian serupa

terjadi pada

perusahaan sejenis

Kemungkinan

2%-10%

Kemungkinan

terjadi 10-40 tahun

3 Possible

Terjadi kadang-

kadang dalam

kontraktor yang

bersangkutan

Kemungkinan

10%-50%

Kemungkinan

terjadi paling tidak

satu kali dalam 1-10

tahun

4 Likely

Terjadi beberapa

kali pertahun

dalam kontraktor

yang bersangkutan

Kemungkinan

50%-80%

Tinggi,

Kemungkinan

terjadi satu kali

setahun

5 Almost

certain

Terjadi beberapa

kali pertahun

dalam satu lokasi,

operasi dan

aktivitas

Kemungkinan

>80%

Sangat tinggi,

kemungkinan

muncul paling tidak

beberapa kali

pertaahun

Sumber: Cooper et al.( 2005)

Page 37: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

43

Table 1.5 Skala Konsekuensi Risiko

Skala Penilaian Performance Cost

1 Sangat kecil

Dampaknya dapat

diabaikan terhadap kinerja,

dapat diantisipasi

Tidak melebihi perkiraan

biaya yang telah

dianggarkan. Terjadi sedikit

pengeluaran tambahan

2 Kecil

Menyebabkan penurunan

kinerja yang kecil tapi

masih bisa ditoleransi.

Perubahan spesifikasi

cenderung disetujui

Peningkatan estimasi biaya

< 5% tetapi masih bisa

dikelola oleh kontingen saat

ini

3 Sedang

Efek buruk dari penurunan

kinerja sudah mulai terasa

dan sudah mencapai pada

batas penerimaan. Sponsor

mulai ragu tetapi ingin

menyetujui perubahan

spesifikasi jika sudah tidak

ada pilihan lain.

Peningkatan estimasi biaya

5–20% dan mungkin dapat

dikelola oleh kontingen saat

ini

4 Besar

Keburukan kinerja sudah

memiliki dampak yang

besar di dalam tujuan dan

akan memberikan nama

buruk jika tidak diperbaiki.

Sponsor tidak ingin

menyetujui perubahan

spesifikasi

Peningkatan estimasi biaya

20–50% dan tidak dapat

dikelola oleh kontingen saat

ini

5 Sangat Besar

Keburukan kinerja sudah

pada sistem perusahaan dan

fasilitas yang ada tidak

dapat digunakan. Perubahan

desain yang signifikan

diperlukan. Sponsor pasti

tidak akan pertimbangkan

perubahan spesifikasi

Peningkatan estimasi biaya

> 50%. Biaya utama sudah

melebihi. Diperlukan

budget tambahan

Sumber: Cooper et al.( 2005)

Page 38: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

44

Penerimaan Risiko

Tingkat penerimaan risiko dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Norken et al.,

2012) :

1. Unacceptable, Yaitu risiko yang tidak dapat diterima atau toleransi,

sehingga harus dihindari atau dihilangkan bahkan bila mungkin di transfer

kepada pihak lain.

2. Undesirable, Yaitu risiko yang tidak diharapakan dan harus dihindari

sehingga memerlukan penanganan/ mitigasi risiko sampai pada tingkat

yang bisa diterima.

3. Acceptable, Yaitu risiko yang dapat diterima karena tidak mempunyai

dampak yang besar dan masih dalam batas yang dapat diterima.

4. Negligible, Yaitu risiko yang bisa diabaikan karena dampaknya sangat

kecil.

Unacceptable dan undesirable merupakan golongan major risk yahg harus

dimitigasi sedangkan acceptable dan negligible merupakan golongan minor risk.

Godfrey (1996) memberikan pedoman terhadap frekuensi, konsekuensi,

besar risiko dan tingkat penerimaan risiko seperti Tabel 2.6 berikut:

Page 39: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

45

Table 1.6 Penilaian dan Tingkat Penerimaan Risiko

ASSESSMENT OF RISK ACCEPTABILITY

Catastropic

(5)

Critical

(4)

Serious

(3)

Marginal

(2)

Negligible

(1)

Frequent

(5)

Unacceptable

(25)

Unacceptable

(20)

Unacceptable

(15)

Undesirable

(10)

Acceptable

(5)

Probable

(4)

Unacceptable

(20)

Unacceptable

(16)

Undesirable

(12)

Undesirable

(8)

Acceptable

(4)

Occasional

(3)

Unacceptable

(15)

Undesirable

(12)

Undesirable

(9)

Acceptable

(6)

Acceptable

(3)

Remote

(2)

Undesirable

(10)

Undesirable

(8)

Acceptable

(6)

Acceptable

(4)

Negligible

(2)

Improbable

(1)

Acceptable

(5)

Acceptable

(4)

Acceptable

(3)

Negligible

(2)

Negligible

(1)

Key Description Guidance

Unacceptable Tidak dapat diterima, harus dihilangkan atau ditransfer

Undesirable Tidak diharapkan, harus dihindari

Acceptable Dapat diterima

Negligible Dapat diabaikan

Sumber: Godfrey (1996)

1.5.5 Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko merupakan tahap awal dalam manajemen risiko yang

bertujuan untuk dapat menguraikan dan merinci jenis risiko yang mungkin terjadi

dari aktifitas atau kegiatan yang akan kita lakukan. Tahap identifikasi risiko

merupakan tahap yang paling sulit dari manajemen risiko, karena adanya

ketidakmampuan untuk mengindetifikasi semua risiko yang ada mengingat

Concequense

Likelihood

Page 40: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

46

adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Menurut Thompson dan Perry

(1991) ada beberapa cara untuk mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi

risiko, diantaranya : menyusun daftar (chek list), wawancara dengan personil

kunci yang terlibat, brain storming dan use of record (pengalaman sebelumnya).

Dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa identifikasi risiko dalam

supply chain konstruksi diantaranya menurut Vrijhoef et al (2001) yang terlihat

pada gambar berikut:

Page 41: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

47

Gambar 1.12 Gambaran Umum Permasalahan Dalam Supply Chain Construction

Sumber : Vrijhoef et al. (2001)

Sedangkan menurut Benton dan McHenry (2010) beberapa permasalahan

dalam supply chain konstruksi melibatkan seluruh pelaku dalam supply chain

yaitu pemilik proyek, konsultan, kontraktor, sub-kontraktor, dan supplier. Potensi

risiko terletak pada hubungan timbal balik antara pelaku supply chain tersebut.

Beberapa sumber risiko tersebut diantaranya:

-Kesulitan dalam

mengaplikasikan keinginan

owner

- Keinginan Clien yang

berubah -ubah

-Prosedur yang panjang dalam

mendiskusikan perubahan

-Dokumen yang salah

-Desain berubah-ubah

- Waktu yang panjang dalam mendapatkan ijin perubahan

-Data yang tidak sesuai

-Gambar kerja tidak bisa

diaplikasikan

-Data yang tidak akurat

-Susah mendapatkan informasi

yang dibutuhkan

-Penawaran harga yang tinggi

-Perubahan-perubahan lain

- Data tidak akurat

-Tidak mendapatkan informasi

yang diperlukan -perencanaan yang tidak realistis

Permasalahan kualiats

hasil pekerjaan akhir

Masalah kualitas yang tidak

selesai

Waktu penyelesaian yang

terlambat

-Pengiriman tidak sesuai dengan

plan

-Pengiriman yang salah dan cacat

-Lamanya penyimpanan

-Pengemasan material yang

buruk

-Pengiriman jumblah besar

- Hasil pekerjaan

subkontraktor tidak

sesuai desain ,

rencana dan kontrak

Page 42: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

48

Masalah keuangan internal perusahaan

Permasalahan dalam modal usaha

Keterlambatan pembayaran oleh owner

Hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan rencana dan spesifikasi

Pengetahuan teknis yang kurang memadai

Tidak cukupnya informasi teknologi

Kurangnya komunikasi antara pelaku supply chain

Produksi yang tidak efektif

Masalah kualitas pekerjaan

Masalah pengiriman material

Masalah dalam kualitas material

Menurut gambaran model yang disampaikan Xue et al (2007) di dalam

hubungan para pelaku supply chain terjadi tiga aspek aliran, yaitu aliran material,

aliran informasi dan aliran dana. Identifikasi risiko dalam model supply chain

dalam penelitian ini akan ditinjau dari ketiga aspek tersebut. Dalam penelitiannya

Musa (2012) juga menguraikan mengenai ketiga aliran yang menghubungkan

sistem supply chain seperti pada gambar berikut:

Page 43: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

49

Gambar 1.13 Risk Issues In Supply Chain

Sumber: Musa (2012)

a) Material Flow Risk (Risiko aliran material)

Risiko aliran material terkait dengan pergerakan barang atau produk secara

fisik di dalam dan diantara elemen supply chain. Aliran material ini untuk

memastikan jenis barang yang tepat dalam kualitas dan kuantitas yang tepat.

Risiko di dalam aliran material ini adalah segala risiko yang mempengaruhi hasil

dari material yang akan dialirkan dari pemasok ke konsumen. Dalam

penelitiannya Musa (2012) membagi aliran material ini kedalam tiga kategori

yaitu Source, Make dan Deliver.

Page 44: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

50

Source

Source terkait dengan bagaimana memperoleh sumber bahan baku atau

supplier dan subkontraktor. Didalam SCOR (Supply Chain Operation Reference)

source di dalam aliran material didefinisikan sebagai proses pengadaan barang

maupun jasa untuk memenuhi permintaan. Proses yang dicakup termasuk

penjadwalan pengiriman dari supplier, menerima, mengecek, mengevaluasi

kinerja supplier dan sebagainya. Musa (2012) menjelaskan risiko dalam

kategori source sebagai berikut:

Single sourcing risk, yaitu risiko yang terkait dengan minimnya sumber

supplier atau subkontraktor sehingga mempengaruhi finansial, performance,

hasil kerja, sosial, psikologi, keterlambatan dan sebagainya.

flexible sourcing risk, kecenderungan saat ini kontraktor/konsumen lebih

memilih supplier/subkon yang mampu memberikan keuntungan maksimum

tanpa memperhatikan sisi fleksibilitas supplier/subkon tersebut ketika terjadi

permasalahan, yang ketika permasalahan itu terjadi justru akan mengurangi

keuntungan kontraktor. Kontraktor lebih memilih supplier/subkon dengan

harga yang lebih mruah dibandingkan supplier atau subkon yang harganya

sedikit lebih mahal namun bisa .

Supplier selection/outsourcing, agar bisa fokus pada core-competency

menggunakan subkontraktor sudah menjadi tren dalam dunia bisnis. Akan

tetapi permasalahannya adalah tidak mudah mendapatkan rekanan yang tepat.

Banyak parameter yang harus diperhatikan dalam memilih rekan kerja atau

Page 45: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

51

supplier, seperti skill, teknologi, kemampuan transportasi, keuangan, bahkan

hingga kemampuan dari supplier-nya supplier.

Supply product monitoring/quality, ketidakmampuan kontraktor dalam

mengontrol pekerjaan atau material dari subkontraktor atau supplier akan

menjadi suatu risiko yang harus diwaspadai. Terlebih lagi dalam jumlah

partai atau dalam jaringan yang sangat besar. Kegagalan dalam mengontrol

dapat membahayakan kualiatas hasil pekerjaan, sehingga supplier tidak dapat

memberikan hasil pekerjaan yang sesuai dengan standar permintaan.

Supply capacity, hal ini berkaitan kapasitas produksi supplier yang terbatas.

Sehingga informasi dari awal mengenai kemampuan jumblah produksi

supplier harus sudah jelas.

Make

Di dalam SCOR Make didefinisikan sebagai proses untuk mentransformasi

bahan baku/ komponen menjadi produk yang diinginkan pelanggan. Proses yang

terlibat di sini antara lain adalah penjadwalan produksi, melakukan kegiatan

produksi dan melakukan pengetesan kualitas, mengelolan barang setengah jadi

(work-in- process), memelihara fasilitas produksi dan lain-lain. Musa (2012)

menjelaskan risiko dalam kategori make sebagai berikut:

Product and process design risk, yaitu risiko didalam ketidakmampuan untuk

mengadopsi perubahan-perubahan yang terjadi dalam produksi dan proses,

sehingga memaksa perusahaan melibatkan para pemasok dari awal.

Page 46: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

52

Production capacity risk, di industri manufaktur mengidentifikasi

kemampuan atau kapasitas sumber daya menjadi hal yang sangat penting,

seperti kemampuan teknologi dan skill.

Operational disruption, di dalamnya segala kemungkinan buruk saat

pelaksanaan seperti terjadi kecelakaan kerja, bencana alam, politik yang tidak

stabil ( BBM naik, pajak, fluktuasi mata uang).

Deliver

Di dalam SCOR deliver dikaitkan dengan proses untuk memenuhi

permintaan terhadap barang maupun jasa. Proses yang terlibat diantaranya

adalah menangani pesanan dari pelanggan, memilih perusahaan jasa pengiriman,

menangani kegiatan pergudangan produk jadi dan mengirim tagihan ke

pelanggan. Musa (2012) menguraikan risiko dalam proses ini sebagai berikut

seperti permintaan yang tidak konsisten (demand volatility), tidak sanggupnya

memenuhi harapan klien (unmet demand), persediaan barang yang berlebihan

(excess inventory). Sehingga hal ini menyebabkan supply dan permintaan menjadi

tidak sesuai (missmatch).

b) Funds Flow Risk (Risiko aliran dana)

Funds flow risk dikenal juga dengan istilah cash flow, yang berkaitan

dengan menerima dan mengeluarkan dana. Musa (2012) menguraikan

permasalahan utama dalam aliaran keuangan ini diantaranya mengenai risiko di

dalam ketidakmampuan untuk melakukan pembayaran. Hal ini dipengaruhi oleh

ketidakpastiaan dalam nilai tukar uang sehingga mempengaruhi cash flow

Page 47: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

53

keuangan, risiko perubahan harga dan biaya produksi, kemampuan finansial

pelaku supply chain dan kemampuan dalam mengelola keuangan.

c) Information Flow Risk (Risiko aliran informasi)

Menurut Musa (2012) nilai jumblah aktivitas di dalam supply chain di

didasari oleh aliran informasi seperti informasi permintaan, status persediaan,

pemenuhan order. Selain itu contoh lain dari aliran ini adalah informasi

perubahan desain dan jumblah atau kapasitas produksi. Aliran ini juga merupakan

penghubung yang mengikat antara aliran material dan aliran dana. Contohnya saat

sebagian pekerjaan diselesaikan atau dikirim, maka penerima atau pengawas akan

menginformasikan jumlah barang atau pekerjaan yang sudah diterima yang

nantinya akan berpengaruh terhadap jumblah tagihan yang akan dikeluarkan. Oleh

karena itu diperlukan kemampuan, ketepan dan efisiensi dalam melakukan

pertukaran informasi. Beberapa kemungkinan risiko yang ada dalam aliran ini

adalah:

Information accuracy, kemampuan, ketepatan dan efisiensi dalam mengakses

informasi adalah hal yang penting diperhatikan dalam aliran informasi. Oleh

karena itu seringnya berbagi informasi dan keterbukaan dalam memberikan

informasi yang berhubungan dengan proyek sangat diperlukan agar diperoleh

informasi yang tepat.

Information system security and disruption, yaitu sistem keamanan informasi

perusahaan dan back up terhadap data yang penting.

Page 48: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

54

Intellectual property, risiko dalam hal ini adalah ketidakmampuan perusahaan

untuk memberikan informasi yang jelas.

Information outsourcing, risiko dalam hal ini adalah rendahnya teknologi

perusahaan dalam melakukan pertukaran informasi.

Berikut adalah identifikasi risiko supply chain pada proyek konstruksi

gedung yang menyebabkan penurunan keuntungan kontraktor berdasarkan ketiga

aliran diatas:

Page 49: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

55

Table 1.7 Identifikasi Risiko Aliran Dalam Supply Chain

No Variabel Risiko (X)

Sumber

Vrijhoef , 2001

Sutowijoyo, 2011

Praboyo, 1999

Nugraheni, 2012 Sudarsono

2014 Tambahan

Aliran Informasi (Flow of Informations)

1 Ketidakjelasan atau kesalahan mendapatkan informasi lingkup pekerjaan dari owner dan designer

2 Kurangnya informasi dalam gambar √

3 Kurang lengkapnya informasi spesifikasi material √

4 Ketidakjelasan mengenai informasi pekerjaan tambah dari owner √

5 Terjadinya kesalahan dalam pertukaran informasi mengenai spesifikasi bahan atau pekerjaan antara kontraktor dengan subkontraktor/supplier

6 Kesalahan informasi harga dari subkontraktor atau supplier dengan yang ada di kontrak

7 Manipulasi informasi oleh subkontraktor atau supplier √

8 Minimnya sumber daya alat dan manusia yang dimiliki perusahaan dalam melakukan pertukaran informasi

9 Keinginan owner yang suka berubah sehingga informasi mengenai proyek menjadi tidak pasti

Aliran Material (Flow of Materials)

1 Susahnya mendapatkan approval material,ijin kerja dan gambar kerja dari Owner √

2 Lambatnya owner dalam mensuplai material √

3 Owner mengirim material yang tidak sesuai dengan rencana awal √

4 Owner menuntut kualitas hasil pekerjaan diatas kontrak √

5 Owner meminta perubahan terhadap pekerjaan yang sudah selesai √

Page 50: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

56

No Variabel Risiko (X)

Sumber

Vrijhoef , 2001

Sutowijoyo, 2011

Praboyo, 1999

Nugraheni, 2012 Sudarsono

2014 Tambahan

6 Adanya penundaan pekerjaan dari owner √

7 Hasil pekerjaan subkontraktor yang tidak memenuhi standar √

8 Kualitas material dari supplier kontraktor yang tidak memenuhi standar √

9 Subkontraktor terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan √

10 Kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang rendah √

11 Mobilisasi sumberdaya (bahan, alat, tenaga kerja) yang lambat dari supplier atau subkontraktor

12 Susahnya mendapatkan jenis bahan baku yang diinginkan owner √

13 Lokasi proyek yang sulit sehingga susah dalam mensuplai material atau membawa peralatan berat

14 Menurunnya produktivitas tenaga kerja √

15 Manajemen tenaga kerja yang buruk oleh subkontraktor √

16 Moral dan motivasi tenaga kerja yang buruk √

17 Kurangnya pengawasan kontraktor terhadap subkontraktor √

18 Kurangnya tenaga yang handal dalam pengawasan atau kontrol √

19 Terjadinya kecelakaan kerja √

Aliran Dana (Flow of Funds)

1 Owner lambat dalam melakukan pembayaran √

2 Owner tidak mau membayar progres pekerjaan √

3 Buruknya manajemen keuangan owner hingga kehabisan modal √

4 Wakil owner meminta bagian kepada kontraktor setiap pembayaran progres √

Page 51: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

57

No Variabel Risiko (X)

Sumber

Vrijhoef , 2001

Sutowijoyo, 2011

Praboyo, 1999

Nugraheni, 2012 Sudarsono

2014 Tambahan

5 Manajemen keuangan subkontraktor yang buruk sehingga subkontaktor mengalami kebangkrutan

6 Kesalahan kebijakan dalam sistem pembayaran √

7 Terjadinya peningkatan kebijakan tarif pajak atau BBM √

Page 52: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

58

1.5.6 Mitigasi Risiko

Apabila identifikasi risiko sudah dilakukan kemudian dilanjutkan dengan

upaya pengendalian terhadap risiko tersbut yang biasa dikenal dengan istilah

mitigasi risiko. Mitigasi risiko adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi

akibat risiko yang telah diidentifikasi, tindakan ini juga merupakan penanganan

risiko sampai pada batas yang dapat diterima, walaupun penanganan risiko belum

tentu sepenuhnya dapat dihilangkan karena kadang-kadang masih ada risiko sisa

(residual risk) (Norken et al., 2012).

Menurut Flanagan dan Norman dalam Norken, et al (2012) menguraikan

empat cara dalam melakukan mitigasi risiko, antara lain:

1. Risk Retention (menahan risiko)

Risk retention adalah tindakan untuk menerima risiko karena dampak dari

risiko tersebut masih dalam batas yang dapat diterima, dalam arti kata bahwa

konsekuensi dari risiko masih batas-batas yang dapat dipikul. Risiko yang apabila

di transfer/dipindahkan ternyata tidak ekonomis, maka lebih baik diterima.

(Hutabarat, 2008). Besarnya risiko yang akan diterima mengacu pada jumlah

keuntungan perusahaan sehingga semakin tinggi risiko, semakin banyak

keuntungan yang harus dikeluarkan untuk menerima risiko itu.

2. Risk Reduction (mengurangi risiko)

Risk Reduction yaitu dengan melakukan usaha-usaha atau tindakan untuk

mengurangi konsekuensi dari risiko yang diperkirakan terjadi, walaupun masih

ada kemungkinan risiko tidak sepenuhnya bisa dikurangi, tetapi masih pada

tingkat konsekuensi yang dapat diterima. Pengurangan risiko bisa dilakukan

Page 53: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

59

melalui menanggung risiko bersama dengan pihak lain. Ada empat dasar dalam

pengurangan risiko (Hutabarat, 2008), yaitu:

Pendidikan dan pelatihan untuk berjaga-jaga terhadap risiko petensial.

Proteksi fisik untuk mengurangi kemungkinan kehilangan

Sistem diperlukan untuk menjamin konsistensi dan membuat orang

mengajukan pertanyaan “what if”.

Proteksi fisik dapat diambil untuk memproteksi orang dan properti.

3. Risk Transfer (Memindahkan risiko)

Risk Transfer yaitu tindakan memindahkan sebgian atau seluruhnya

kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk memikul atau

mengendalikan risiko. Pada umumnya memindahkan risiko dapat dilakukan

melalui negosisai meskipun telah ada kontrak yang mengatur, oleh karena itu

respon ini disebut pula pelimpahan kontrak. Pelimpahan non asuransi ini berbeda

dengan asuransi dimana si pelimpah (Hutabarat, 2008):

Tidak/bukan si penjamin asuransi

Sehubungan dengan ketidaklengkapan data historis atau

ketidakmampuan untuk mengevaluasi risiko, maka si pelimpah

biasanya tidak dapat menerima kerugian-kerugian yang dialaminya.

Pelimpahan risiko tidak mengurangi kekritisan sumber risiko , tetapi

hanya memindahkan risiko tersebut pada pihak lain. Pemindahan

risiko tersebut mungkin tidak sadar akan risiko yang mereka terima.

4. Risk Avoidance (menghindari risiko)

Page 54: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

60

Yaitu menghindari konsekuensi risiko dengan menghindari aktivitas yang

diperkirakan mempunyai tingkat kerugian yang tinggi. Penghindaran risiko adalah

menolak menerima risiko seperti contoh menolak menerima kontrak merupakan

contoh sederhana dari penghindaran risiko, biasanya penghindaran risiko

berkaitan dengan negoisasi pra kontrak, tetapi risiko tersebut dapat dilanjutkan

pada keputusan yang dibuat selama pelaksanaan proyek (Hutabarat, 2008).

Dengan menghindari berarti kita tidak akan mengalami kerugian–kerugian yang

akan timbul dari risiko yang diidentifikasi.

1.5.7 Alokasi Risiko

Setelah risiko diidentifikasi dan diklasifikasikan maka risiko itu harus

dialokasikan kepada berbagai pihak yang terikat kontrak. Alokasi ini didasarkan

penilaian terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dengan risiko

tersebut. Alokasi risiko merupakan penentuan dan pelimpahan tanggung jawab

terhadap suatu risiko (Norken et al., 2012).

Menurut Flanagan dan Norman (1993) prinsip-prinsip dalam

pengalokasian risiko sebagai berikut:

1. Pihak mana yang mempunyai kontrol yang terbaik terhadap kejadian yang

menimbulkan risiko.

2. Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul.

3. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol

4. Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko

bersama.

Page 55: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

61

1.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

1.6.1 Uji Validitas

Validitas memiliki arti sejauhmana alat ukur mampu mengukur apa yang

seharusnya diukur (Azwar, 2008). Validitas juga sering disebut kecermatan

pengukuran. Secara umum validitas dapat dibagai menjadi menjadi dua, yaitu

validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi merupakan ketepatan suatu alat

ukur dilihat dari segi isi alat ukur tersebut. Untuk menilai suatu alat ukur memiliki

validitas isi atau tidak dapat dinilai dengan cara membandingkan materi alat ukur

tersebut dengan analisa rasional yang dilakukan terhadap bahan-bahan apa saja

yang seharusnya digunakan untuk menyusun alat ukur tersebut. Bila sesuai

dengan analisa rasional maka alat ukur dikatakan memiliki validitas isi, namun

bila terjadi penyimpangan dari analisa rasional, maka alat ukur tersebut dikatakan

tidak memiliki validitas isi. Contohnya pengukuran mengenai sejarah dunia tidak

akan valid secara isi jika fokusnya hanya pada satu negara saja, misalnya Negara

Amerika saja (Lewis Beck et al., 2004).

Validitas konstruk menunjuk pada sejauh mana suatu instrumen mampu

mengukur pengertian-pengertian yang terkandung dalam materi yang akan diukur

(Yusrizal, 2008). Uji validitas konstruk memiliki tujuan untuk mendapatkan bukti

tentang sejauhmana hasil pengukuran memberikan konstruk variabel yang diukur.

Menurut Ancok (2002) dalam Yusrizal (2008) bila alat pengukur telah memiliki

validitas konstruk berarti semua pernyataan dan pertanyaan yang ada di dalam alat

pengukur itu mengukur konsep yang ingin diukur. Suryabrata (2000) dalam

Yusrizal (2008) mengemukakan bahwa validitas konstruk mempersoalkan sejauh

Page 56: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

62

mana skor-skor hasil pengukuran dengan suatu instrumen merefleksikan konstruk

teoritik yang mendasari penyusunan alat ukur tersebut.

Instrumen non tes dikatakan mempunyai validitas konstruk jika instrumen

tersebut bisa digunakan untuk mengukur konsep sesuai dengan yang didefinisikan

(Yusrizal, 2008). Misalnya, untuk mengukur kinerja dosen perlu didefinisikan

terlebih dahulu apa itu kinerja dosen. Setelah itu disiapkan instrumen untuk

mengukur kinerja dosen sesuai definisi. Untuk melahirkan definisi diperlukan

sejumlah teori. Dengan teori yang benar, maka hasil pengukuran dengan alat

pengukur yang berbasis pada teori itu sudah dipandang sebagai hasil yang valid,

dengan kata lain instrumen tersebut dinyatakan valid secara teori (Yusrizal, 2008).

1.6.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan kekonsistenan alat ukur yang berarti bila suatu alat

ukur digunakan dari waktu ke waktu maka akan menghasilkan hasil yang sama.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa konsisten jawaban setiap

responden kepada setiap pertanyaan atau seberapa besar pemahaman responden

terhadap suatu pertanyaan sama. Menurut Sugiyono (2004) instrumen yang

reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur

obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.

Reliabilitas juga dapat disebut tingkat kepercayaan pada sebuah alat ukur.

Reliabilitas diukur menggunakan teknik alpha cronbach. Teknik alpha cronbach

dapat memberikan harga yang lebih kecil atau sama besar dengan harga

reliabilitas yang sebenarnya, sehingga akan selalu ada kemungkinan bahwa

reliabilitas alat ukur yang sebenarnya lebih tinggi dari koefisien alpha cronbach.

Page 57: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

63

Teknik alpha digunakan untuk membelah tes menjadi lebih dari dua belahan yang

masing-masing berisi aitem dalam jumlah sama banyaknya (Azwar, 2008) . Suatu

konstruk atau variabel dikatakan reliabel, jika memberikan nilai alpha > 0,60

(Azwar, 2008).

1.7 Analisis Regresi

Menurut Sugiyono (2004) pengertian regresi secara umum adalah sebuah

alat statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) antara

dua variabel atau lebih. Dalam analisis regresi dikenal 2 jenis variabel yaitu:

1. Variabel Respon disebut juga variabel dependen yaitu variabel yang

keberadaannya dipengaruhi oleh variabel lainnya dan dinotasikan dengan

variabel Y

2. Variabel Prediktor disebut juga dengan variabel independen yaitu variabel

yang bebas (tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya) dan dinotasikan dengan X

Untuk mempelajari hubugan – hubungan antara variabel bebas maka regresi linier

terdiri dari dua bentuk, yaitu analisis regresi sederhana (simple analysis regresi)

dan analisis regresi berganda (Multiple analysis regresi).

Analisis regresi sederhana merupakan hubungan antara dua variabel

yaitu variabel bebas (variable independen) dan variabel tak bebas (variabel

dependen). Regresi linier sederhana digunakan untuk mendapatkan hubungan

matematis dalam bentuk suatu persamaan antara variabel tak bebas tunggal

dengan variabel bebas tunggal. Regresi linier sederhana hanya memiliki satu

peubah yang dihubungkan dengan satu peubah X tidak bebas Y . Bentuk umum

dari persamaan regresi linier untuk populasi adalah

Page 58: 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf9 2. Jangka waktu kegiatan terbatas. 3. Rangkaian kegiatan yang terjadi tidak berulang sehingga menghasilkan produk yang unik. 4. Memiliki

64

Y = a + bx

Y = variabel tak bebas

X = variabel bebas

a = Parameter intercep

b = parameter koefisien regresi variable bebas

Sedangkan analisis regresi berganda merupakan hubungan antara 3

variabel atau lebih, yaitu sekurang-kurangnya dua variabel bebas dengan satu

variabel tak bebas. Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear

antara dua atau lebih variabel independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel

dependen (Y). Analisis ini untuk mengetahui arah hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen apakah masing-masing variabel independen

berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel

dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau penurunan.

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah jumlah dari hasil jawaban skala

likert sesuai dengan masing-masing variabel (Ban, 2005).

Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

Y’ = a + b1X1+ b2X2+…..+ bnXn

Keterangan:

Y’ = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)

X1 dan X2 = Variabel independen

a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2…..Xn = 0)

b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)