Upload
rizal-achmad
View
105
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
s
Citation preview
TUGAS PKN
Filsafat Pancasila 1
Disusun Oleh :
Dianura Alfiyani 041311333044
Ria Arum Oktavina 041311333055
Indira Dinda E. 041311333057
Clarissa Ceasaria V. 041311333082
Raka Fauzan Akbar 041311333234
Heidiana Rachma 041311333240
Fakultas Ekonomi Bisnis
Universitas Airlangga
2013
1
1. Pengertian Filsafat
Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai
kehidupan manusia. Dengan lain maksud ialah selama manusia hidup kita
senantiasa berfilsafat. Jika seseorang hanya berpandangan bahwa materi
merupakan sumber kebenaran dalam kehidupan , maka orang tersebut berfilsafat
materialisme. Jika seseorang hanya berpandangan bahwa kenikmatan merupakan
nilai terpenting dan tertinggi dalam kehidupan , maka orang tersebut berfilsafat
hendonisme. Jika seseorang hanya berpandangan bahwa dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara adalah kebebasan individu , maka orang tersebut
berfilsafat liberalisme. Jika seseorang memisahkan antara kehidupan kenegaraan
atau kemasyarakatan dan kehidupan agama,maka orang tersebut berfilsafat
sekulerisme. Dan masih banyak lagi. Secara harfiah istilah filsafat adalah
mengandung makna cinta kebijaksanaan. Manusia pasti memilih apa pandangan
hidup apa yang dianggap paling benar , paling baik dan membawa kesejahteraan
dalam kehidupannya. Maka pilihan suatu pandangan dalam kehidupannya itulah
yang disebut filsafat.
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang yang tinggi dan murni (tidak
terikat langsung dengan suatu objek), yang mendalam, dan daya pikir subjek
manusia dalam memahami segala sesuatu dalam mencari kebenaran. Berpikir
aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi kepribadian manusia.
Ajaran filsafata merupakan hasil pemikiran yang sedalam – dalamnya tentang
kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki) . filsafat sebagai hasil
pemikiran pemikir (filosof) merupakan suatu ajaran atau sistem nilai, baik
berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut
oleh suatu masyarakat atau bangsa dan negara. Filsafat demikian telah
berkembang dan terbentuk sebagai suatu nilai yang melembaga (dalam negara)
sebagai suatu paham atau isme.
Dari penjelasan kita yang sebelum – belumnya maka filsafat meliputi
banyak bidang bahasan antara lain tentang manusia, masyarakat,
2
alam,pengetahuan, etika, logika, agama , estetika dan bidang lainnya.Seiring
perkembangan ilmu pengetahuan maka muncul dan berkembanglah filsafat yang
berhubungan dengan bidang ilmu tertentu.Misalnya filsafat social , filsafat hukum
, filsafat politik, filsafat bahasa , dan masih banyak lagi.
1. Pengertian Filsafat sebagai Suatu Sistem
Sebagaimana yang kita ketahui, Pancasila terdiri atas lima sila dan
merupakan sistem filsafat. Sistem sendiri berarti elemen yang dihubungkan
bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai
suatu tujuan (http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem).
Isi dari lima sila tersebut membentuk suatu kesatuan antara satu dengan
yang lainnya. Sehingga Pancasila bisa diartikan pula suatu kesatuan dan keutuhan.
Maka dasar filsafat negara Pancasila merupakan suatu kesatuan bersifat majemuk
tunggal. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terpisah dari sila
yang lainnya. (Kaelan, 2010: 9).
Pancasila ialah sebuah sistem yang melekat dan tidak dapat terpisah, oleh
karena itu sila satu dengan yang lain saling terkait, berhubungan, dan saling
mengkualifikasi (Kaelan, 2010: 9). Akibatnya, Pancasila membentuk suatu
struktur yang menyeluruh dan kuat. Banyak nilai-nilai moral yang terkandung
dalam sila-sila tersebut, mengenai hubungan manusia dengan Tuha Yang Maha
Esa, mengatur hubungan sesama manusia, membahas masalah persatuan bangsa
atau sikap mencintai Indonesia, mengutamakan budaya musyarakat untuk
mencapai kata mufakat, serta mengajak masyarakat aktif dalam memberikan
sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing
kepada negara demi terwujudn ya kesejahteraan umum.
Kenyataan Pancasila yang demikian disebut kenyataan objektif, yaitu
bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain,
atau terlepas dari pengetahuan orang. Kenyataan objektif yang ada dan terlekat
pada Pancasila sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan
dan berbeda dengan sistem filsafat yang lain. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
3
suatu sistem filsafat akan memberikan ciri-ciri yang khas, yang khusus yang tidak
terdapat pada sistem filsafat lainnya (Kaelan, 2010: 10).
3. Kesatuan Pancasila
3.1 Susunan Pancasila yang bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramidal
Susunan Pancasila bersifat hierarki dan berbentuk piramidal. Jika
diilustrasikan, piramida dalam sudut pandang matematika digunakan untuk
menggambarkan urutan dalam hal kuantitas dan kualitas.
Secara ontologis kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem
bersifat hierarki dan berbentuk piramidal adalah sebagai berikut: bahwa
hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai
causa prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia ada
karena diciptakan Tuhan atau manusia ada sebagai akibat adanya Tuhan
(Sila 1). Adapun manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara,
karena negara adalah lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai
persekutuan hidup bersama yang anggotanya ialah manusia (Sila 2). Maka
negara adalah sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (Sila 3).
Sehingga terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat.
Maka rakyat pada hakikatnya merupakan unsur negara di samping wilayah
dan pemerintah. Rakyat adalah sebagai totalitas individu-individu dalam
negara yang bersatu (Sila 4). Keadilan pada hakikatnya merupakan tujuan
suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan lain perkataan keadilan
sosial (Sila 5) pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama
yang disebut negara (Notonagoro, 1984:61 dan 1975: 52, 57).
3.2 Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Saling mengisi dan Saling
Mengkualifikasi
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam
hubungannya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan
hierarkis piramidal tadi. Tiap-tiap sila seperti telah disebutkan di atas
mengandung empat sila lainnya, dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk
4
kelengkapan dari hubungan kesatuan keseluruhan dari sila-sila Pancasila
dipersatukan dengan rumus hierarkis tersebut di atas. (Buku ini halaman 12)
1. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang bepersatuan Indonesia,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan
yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang bepersatuan Indonesia,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
3. Sila ketiga: persatuan Indonesia adalah persatuan yang Berketuhanan
Yang Maha Esa,berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
4. Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, adalah kerakyatan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan
beradab,yang bepersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
5. Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
keadilan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan
yang adil dan beradab, yang bepersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. (Notonagoro, 1975: 43-44).
4. Kesatuan Sila – sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat
5
Kesatuan sila – sila pancasila pada hakekatnya mempunyai kesatuan dasar
ontologis, dasar epistemologis, serta dasar aksiologis. Kesatuan pancasila itu
hierarkhis dalam hal kuantitas dan sifatnya. Kesatuan yang menyangkut makna
serta hakikat sila – sila pancasila meliputi kesatuan dalam hal dasar ontologis,
dasar epistemologis serta dasar aksiologis dari sila – sila pancasila (Notonagoro,
1984:61 dan 1975:52, 57). Secara filosofis pancasila sebagai suatu kesatuan
sistem filsafat memilik dasar ontologis, epistemologis dan dasar aksiologis yang
sedikit berbeda dengan sistem filsafat lainnya misalnya materialisme, liberalisme,
pragmatisme, komunisme, idelaisme, dan lain paham filsafat di dunia.
Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi
kehidupan yang mendasar. Suatu sistem filsafat sedikitnya mengajarkan tentang
sumber dan hakikat realitas, filsafat hidup, dan tata nilai (etika), termasuk teori
terjadinya pengetahuan manusia dan logika. Sebaliknya, filsafat yang
mengajarkan hanya sebagian (sektoral, frakmentaris) tidak dapat disebut sebagai
sistem filsafat, melainkan hanya ajaran filosofis filsafat. Suatu sistem filsafat
sedikitnya mengajarkan tentang sumber dan hakikat realita, filsafat hidup dan tata
nilai (etika) termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia dan logika (Syahrial,
2003: 19).
4.1 Dasar Ontologis Sila – sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat menyangkut sila – sila dan
juga meliputi dasar nilai – nilai pancasila atau biasa disebut degan filosofis dasar
ontologis sila – sila pancasila. Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah
manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat
dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pendukung pokok sila –
sila pancasila adalah manusia yang dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpesatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan serta berkeadilan sosial yang pada hakikatnya
adalah manusia (Notonagoro, 1975:23).
6
Manusia sebagai pendukung pokok sila – sila pancasila secara ontologis
memiliki hal – hal yang mutlak, yaitu terdiri atas sususan kodrat, raga dan jiwa
jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk hidup dan
makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk probadi berdiri
sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkis sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila – sila pancasila
yang lainnya (Notonagoro, 1975:53).
4.2 Dasar Epistemologis Sila – sila Pancasila
Pancasila dalam pengertian seperti demikian ini telah menjadi suatu
sistem cita – cita atau keyakinan – keyakinan (belief system) yang telah
menyangkut praktis karena dijadikan andasan bagi cara hidup manusia atau suatu
kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini berarti filsafat
telah menjelma menjadi ideologi (Abdulgani,1998). Sebagai suatu ideologi maka
Pancasila memiliki tiga unsur pokok agar dapat menarik loyalitas pendukungnya
yaitu : 1) logis yaitu rasionalitas dan penalarannya. 2) pathos yaitu
penghayatannya dan 3) ethos yaitu kesusilaannya (Wibisono, 1996:3).
Dasar epistemologis pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
dengan dasar ontoloisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai –
nilai dasarnya yaitu filsafat pancasila (Soeryanti, 1991:50). Oleh karena itu dasar
epistemologis pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasar tentang
hakikat manusia. Kalau manusia merupakan basis ontologis dari pancasila maka
dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologis yaitu
bangunan epitemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia
(Pranaka,1996:32)
Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi yaitu : pertama
tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan
manusia, kettiga tentang watak pengetahuan manusia (Titus, 1984:20). Yang
dimaksud dengan sumber pengetahuan pancasila yakni bahwa pancasila
mempunyai nilai – nilai yang berasal dari bangsa Indonesia sendiri dan bukan
bangsa lainnya selain itu pancasila juga direnungkan dan dirumuskan oleh pendiri
7
bangsa Indonesia. Oleh sebab itulah yang menyebabkan Indonesia disebut dengan
kausa materialis pancasila.
Tidak hanya sumber pengetahuan pancasial, tetapi juga tentang susunan
pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu sistem pengetahuan
maka pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti
susnan sila – sila pancasila maupun isi arti sila – sila pancasila. Susunan kesatuan
sila – sila pancasila bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal.jadi susunan sila –
sila pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas dan
kuantitasnya. Dasar – dasar rasional logis pancasila menyangkut isi arti sila – sila
pancasila. Susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal yaitu: pertama isi arti
pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila – sila pancasila. Isi arti sila –
sila pancasila yang umum universal ini merupakan inti sari atau esensi pancasila
sehingga merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang –
bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam
berbagai kehidupan kongkrit. Kedua, isi arti pancasila yang umum kolektif yaitu
isi arti pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama
dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga, isi arti pancasila yang bersifat khusu dan
kongkrit yaitu isi arti pancasila dalam realisasi praktsis dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis
(Notonagoro, 1975:36,40).
Pembahasan berikutnya tentang pandagan pancasila tentang pengetahuan
manusia. Menurut pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu
kaikat manusia yang memiliki unsur – unsur pokok yaitu susanan kodrat yang
terdiri atas raga dan jiwa. Menurut Notonegoro dalam skema potensi rokhaniah
manusia terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan akal manusia merupakan
sumber daya cipta manusia dan dalam kaitannya dengan upaya untuk memperoleh
pengetahuan yang benar terdapat tingkat – tingkat pemikiran sebagai berikut:
memoris, reseptif, kritis dan kreatif. Pancasila juga mengakui kebenaran empiris
terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia yang bersifat positif.
Kebenaran dalam pengetahuan manusia adalah merupakan sintesa yang harmonis
antara potensi – potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia
8
utuk mendapatkan yang tertinggi yaitu kebenaran mutlak. Sebagai suatu paham
epistemologi maka pancasila mendasarkan pada hakikatnya tidak bebas nilai
karena harus dilekan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralittas
religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang
mutlak dalam hidup manusia.
4.3 Dasar Aksiologis Sila – Sila Pancasila
Sila – sila pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu
kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila
pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori
tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya
masing – masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierakhinya.
Max Scheler misalnya mengemukakan bahwa nilai pada hakikatnya
berjenjang, jadi tidak sama tingginya dan tidak sama luhurnya. Nilai – nilai itu
dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah bilamana
dibandingkan satu dengan lainnya. Sejalan dengan pandangan tersebut,
Notonagoron merinci nilai di samping bertingkat juga berdasarkan jenisnya, ada
yang bersifat material dan non-material. Dalam hubungan ini manusia memiliki
orientasi nilai yang berbeda tergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup
masing – masing. Nilai material relative lebih mudah diukur yaitu menggunakan
indera maupun alat pengukur lainnya seperti berat, panjang, lebar, dll. Dalam
menilai hal – hal yang bersifat non-material (rokhaniah) yang menjadi alat ukur
adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indera manusia yaitu cipta, rasa,
karsa serta keyakinan manusia.
Menurut Notonagoro bahwa nilai – nilai pancasila termasuk nilai kerokhanian,
tetapi nilai – nilai kerokhanian yang mengakui nilai material dan vital. Dengan
demikian nilai – nilai pancasila yang tergolong nilai kerokhanian itu juga
mengandung nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nilai material,
nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai
moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik-
9
hierarkhis, dimana sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai basisnya
sampai Keadilan Sosial sebagai tujuannya. ( Darmodihardjo, 1978 )
a. Teori Nilai
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada
serta bagaimana hubungan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat
beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan itu.
Nilai – nilai itu secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada pula yang lebih
rendah dibandingkan dengan nilai – nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai
– nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1. Nilai – nilai kenikmatan
Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai – nilai yang mengenakkan
dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita
tidak enak
2. Nilai – nilai kehidupan
Dalam tingkat ini terdapatlah nilai – nilai yang penting bagi
kehidupan, contoh : kesehatan
3. Nilai – nilai kejiwaan
Dalam tingkat ini terdapat nilai 0 nilai kejiwaan yang sama sekali
tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai – nilai
semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang
dicapai dalam filsafat.
4. Nilai – nilai kerokhanian
Dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tak
suci. Nilai – nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai – nilai pribadi.
( Frondizi, 196; Driyarkaya,1978 )
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga, yaitu :
1. Nilai material
Segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas
2. Niali vital
10
Segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas
3. Nilai kerokhanian
Segala sesuatu yang berguna bagi rohani. Nilai kerokhanian ini
dapat dibedakan atas empat macam.
a. Nilai kebenaran
Besumber pada akal ( rasio, budi, cipta ) manusia
b. Nilai keindahan
Bersumber pada unsure perasaan manusia
c. Nilai kebaikan
Bersumber pada unsure kehendak
d. Nilai religious
Bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia
b. Nilai – nilai Pancasila sebagai suatu system
Hakikat sila – sila pancasila adalah merupakan nilai – nilai, sebagai
pedoman Negara adalah merupakan norma, adapun aktualisasinya
merupakan realisasi kongkrit pancasila. Substansi pancasila dengan kelima
silanya yang terdapat pada ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan yangmana merupakan cita – cita dan harapan
atau hal yang ditujukan oleh bangsa Indonesia untuk diwujudkan menjadi
kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara.
Kelima sila pancasila tersebut sebenenarnya juga diangkat dari kenyaataan
real. Prinsip – prinsip tersebut telah menjelma dalam tertib social, tertib
masyarakat dan tertib kehidupan bangsa Indonesia, yaitu dapat ditemukan
dalam adat istiadat, kebudayaan dan kehidupan keagamaan atau
kepercayaan bangsa Indonesia. Dengan demikian substansi pancasila itu
merupakan nilai, yang harus dijabarkan lebih lanjut ke dalam suatu norma
dan selanjutnya direalisasikan daam kehidupan nyata.
Pacasila yang pada tahun 1945 secara formal diangkat menjadi Das
Sollen bangsa Indonesia, sebenarnya dianggap dari kenyataan real yang
11
berupa prinsip – prinsip dasar yang terkandung dalam adat – istiadat,
kebudayaan dan kehiduapan keagamaan atau kepercayaan bangsa
Indonesia. Driyarkaya menyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia,
pancasila merupakan Sein Im Sollen. Ia merupakan harapan, cita – cita,
tetapi sekaligus adalah kenyataan bagi bangsa Indonesia.
Nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila itu mempunyai
tigkatan dan bobot yang berbeda, namun nilai – nilai itu tidak saling
bertentangan. Akan tetapi nilai – nilai itu saling melengkapi. Dengan
demikian berarti nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila merupakan
satu kesatuan yang bulat dan utuh pula. Nilai – nilai itu saling
berhubungan secara erat dan nilai – nilai yang satu tidak dapat dipisahkan
dari nilai yang lain. Atau nilai – nilai yang ada itu, dimiliki bangsa
Indonesia, yang akan memberikan pola bagi sikap, tingkah laku dan
perbuatan bangsa Indonesia. ( Kodhi, 1994 )
Pengertian pancasila itu merupakan suatu system nilai dapat
dilacak dari sila – sila pancasila yang merupakan suatu system. Antara sila
– sila pancasila itu saling berkaitan, sehinga pancasila itu merupakan suatu
system dalam pengertian umum, dalam artian bahwa bagian – bagiannya
saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang
menyeluruh.
Dari uraian mengenai nilai – nilai yang terkandung dalam sila
pancasila itu pula, tampak dengan jelas bahwa nilai – nilai yang termuat
dalam pancasila termasuk dalam tinggi. Suatu hal yang diberikan
penekanan lebih dahulu yakni meskipun nilai – nilai yang terkandung
dalam pancasila itu mempunyai tingkatan dan bobot nilai yang berbeda
yang berarti ada ‘keharusan’ untuk menghormati nilai yang lebih tinggi,
nilai – nilai yang berbeda tingkatan dan bobot nilainya itu tidak saling
berlawanan atau bertentangan, melainkan saling melengkapi.
I r . Soekarno ( 1 Jun i 1945 ) .
“Pancasila adalah hasil perenungan jiwa yang mendalam. Pancasila itu
12
adalah isi jiwa bangsa
Indonesia. Kalau filsafat itu adalah “isi jiwa (sesuatu) bangsa”, maka filsafat it
u adalah filsafat bangsa jadi, Pancasila itu adalah filsafat bangsa Indonesia.”
Fridrich Hegel:
“Pancasila adalah satu sintesa negara yang lahir daripada satu anti tesa”.
Anjuran Pancasila adalah suatu sistem filsafat semua kelima sila adalah tersusun dalam
suatu perumusan fikiran filsafat yang harmonis
5. Pancasila sebagai Nilai Dasar yang Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
5.1 Dasar Filosofis
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia yang bersifat
sistematis.Oleh karena itu ,maka sila-sila pancasila merupakan suatu kesatuan
yang bulat, hierarkis, dan sistematis. Dalam hal ini maka Pancasila merupakan
suatu system filsafat. “Sila-sila Pancasila merupakan sistem filsafat ,maka kelima
sila bukan terpisah – pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan
memiliki esensi makna yang utuh” (Kaelan,2012:25). Dengan demikian apabila
kita membicarakan sila kemanusiaan misalnya, maka pembicaraan atas sila ini
baru akan bermakna dan actual apabila diakaitkan dengan sila yang
mendahuluinya dan yang kemudian ,sehingga mencerminkan adanya hubungan
yang tidak terputus , yakni atas dasar saling menjiwai.
Dasar pemikiran filosofi dari sila-sila Pancasila sebagai dasar filsafat
Negara mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.
Hakikat dan Hubungan Nilai-nilai Dasar Pancasila
13
1. Adapun Negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan kodrat
bahwa manusia sebagai warga dari Negara yang berkedudukan sebagai
makhluk Tuhan yang Maha Esa (hakikat sila pertama).
2. Negara yang merupakan persekutua nhidup manusia sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa, pada hakikatny abertujuan untuk mewujudkan
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau
yang beradab (hakikat sila kedua)
3. Untuk terwujudnya suatu Negara sebagai organisasi hidup manusia
maka harus membentuk persatuan ikatan hidup bersama sebagi suatu
bangsa (hakikat sila ketiga)
4. Terwujudnya persatuan dalam suatu Negara akan melahirkan rakyat
sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu wilayah Negara tertentu.
Sehingga haruslah mendasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan
asal mula kekuasaan Negara. Maka Negara harus bersifat demokratis
hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin baik sebagai individu
maupun bersama (hakikat sila keempat)
5. Untuk mewujudkan tujuan Negara di atas ,maka harus mewujudkan
jaminan perlindungan bagi warga negaranya, yang dijamin
berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan
social.(hakikat sila kelima).
Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu nilai dasar bagi kehidupan
kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.
Dalam kaitan ini, maka Pancasila tergolong sebagi nilai-nilai secara
lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai
aesthetis, nilai ethis/ moral maupun nilai religious.
Kaelan (2012:26) mengatakan bahwa Secara kausalitas, nilai-nilai
Pancasila adalah bersifat objektif dan subjektif. Artinya, esensi nilai pancasila
bersifat universal yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan
Keadilan.Sehingga di mungkinkan diterapkan dalam Negara lain walaupun
namanya bukan Pancasila.
14
Sebaliknya, Pancasila bersifat subjektif dapat diartikan bahwa keberadaan
nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terletak pada bangsa Indonesia sendiri.
Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia, sebagi hasil
pemikiran, penilaian kritis, serta hasil refleksi filosofis bangsa
Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa
Indonesia, sehingga merupakan jati diri bangsa.
3. Nilai-nilai Pancasila mengandung tujuh nilai-nilai kerohanian, yang
manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena
bersumber pada kepribadian bangsa (Darmodihardjo,1996)
Nilai-nilai Pancasila merupakan das Sollen atau cita-cita tentang kebaikan
yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das Sein.
5.2 Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat Negara Indonesia merupakan
suatu sumber dari hukum dasar dalam Negara Indonesia, secara objektif
merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serat cita-cita
moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia,
yang pada tanggal 18 agustus 1945 telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para
pendiri Negara menjadi lima sila menjadi filsafat Negara republic indonesia.
“Pelaksanaan pancasila mempunyai sifat mengikat dan keharusan atau bersifat
imperative, artinya sebagai norma-norma hokum yang tidak boleh
dikesampingkan maupun dilanggar, sedangkan pelanggaran atasnya dapat
berakibat hokum dikenakannya sanksi” (Subandi,2006:9)
Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai pancasila
mengandung empat pokok pikiran
15
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah
Negara persatuan, yaitu Negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia. Hal ini merupakan penjabaran sila ke tiga.
Pokok pikiran kedua Negara hendak mewujudkan suatu keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini merupakan penjabaran sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa Negara berkedaulatan rakyat.
Hal ini menunjukan bahwa Negara Indonesia adalah Negara demokrasi yang
berkadaulatan di tangan rakyat rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa Negara berdasrkan atas
ketuhanan yang maha esa menurut ddasar kemausiaan ytang adil dan beradab. Hal
ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
“Pokok pikiran tersebut sebagai dasar fundamental dalam pendirian Negara, yang
realisasi berikutnya perlu diwujudkan atau dijelmakan lebih lanjut dalam pasal
UUD 1945.” (Kaelan,2012:29)
Maka sebenarnya dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan dasar yang
fundamental bagi Negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan penyelenggaraan
Negara.
Nilai-nilai pancasila yang dituangkan dalam pokok pikiran keempat ini
merupakan suatu fundamental moraldalam kehidupan kenegaraan.
Konsekuensinya dalam segala aspek kehidupan Negara, antara lain pemerintah
Negara, pembangunan Negara, pertahanan Negara dan keamanan Negara, politik
Negara serta pelaksanaan demokrasi harus senantiasa berdasarkan pada moral
ketuhanan dan kemanusiaan. Bahkan dasar fundamental moral yang dituangkan
dari nilai-nilai pancasila tersebut juga harus mendasari moral dalam kaitannya
dengan politik luar negeri Indonesia.
Oleh karena itu bangsa Indonesia di era reformasi ini seharusnya bersifat
rendah hati untuk mawas diri dalam upaya untuk memperbaiki kondisi dan nasip
bangsa ini hendaklah didasarkan pada moralitas yang tertuang dalam pokok
16
pikiran keempat tersebut yaitu moral ketuhanan dan kemanusiaan agar
kesengsaraan rakyat tidak semakin bertambah.
17