55
CEDERA KEPALA Referat Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Kepranitraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing : dr. Yudi Eko Prasetyo, MSi. Med. Sp.B Disusun oleh Nama : Lina Zaenabu NIM : J500100013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

1. Refrat Cedera Kepala

  • Upload
    zaenabu

  • View
    45

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

h

Citation preview

Page 1: 1. Refrat Cedera Kepala

CEDERA KEPALA

ReferatDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Kepranitraan Klinik

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing : dr. Yudi Eko Prasetyo, MSi. Med. Sp.B

Disusun oleh

Nama : Lina Zaenabu

NIM : J500100013

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

Page 2: 1. Refrat Cedera Kepala

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI CEDERA KEPALA

B. ANATOMI KEPALA

1. Kulit Kepala

2. Tulang Kepala (Cranial Bone)

3. Meninge

4. Otak

5. Cairan Serebrospinal

6. Tentorium

7. Vaskularisasi Otak

C. FISIOLOGI

1. Tekanan Intracranial

2. Hukum Monroe Kellie

3. Tekanan Perfusi Otak

4. Aliran Darah Otak

D. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

E. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

1. Mekanisme Cedera Kepala

2. Beratnya Cedera

3. Morfologi Cedera

a. Fraktur cranium

b. Lesi Intracranial

1) Hematom Epidural

2) Hematom Subdural

3) Kontusio dan hematom cerebri

4) Cedera Difus

5) Cedera aksonal Difus (Diffuse Axonal Injury / DAI)

c. Cedera Maxillofacial

F. PEMERIKSAAN

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2

Page 3: 1. Refrat Cedera Kepala

H. PENATALAKSANAAN

I. PROGNOSIS

J. PENCEGAHAN

BAB III PENUTUP

3

Page 4: 1. Refrat Cedera Kepala

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalu

lintas. Hal ini diakibatkan salah satunya karena mobilitas yang tinggi di kalangan

usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih

rendah (Japardi, 2004). Dari sejumlah macam kecelakaan, cedera kepala

mencakup 26%. Selain itu, trauma juga dapat berujung pada kematian. Kurang

lebih 33% kecelakaan yang berakhir kematian menyangkut cedera kepala. Orang-

orang yang meninggal karena kecelakaan, 40% sampai 50% meninggal sebelum

mereka tiba di rumah sakit (Sidharta dan Marjhono, 2012).

Efek negatif cedera kepala dapat menjadi lebih minimal karena otak

terlindungi Cairan Cerebrospinal (CSS). Cairan ini berfungsi sebagai shock

absorber atau peredam getaran. Ada juga beberapa penutup di sekitar otak.

Penutup ini termasuk rambut, kulit kepala, dan cranium. Ada juga lapisan jaringan

yang menutupi otak yang disebut meningen. Lapisan-lapisan pelindung akan

menjaga otak agar tidak terluka. Bila kekuatan yang sedang atau besar yang

mengakibatkan cedera kepala mempengaruhi fungsi otak, seperti mengurangi

tingkat kesadaran atau dengan menyebabkan periode kebingungan, maka hal ini

disebut cedera otak traumatis (Traumatic Brain Injury / TBI) (Struchen dan Ritter,

2009).

4

Page 5: 1. Refrat Cedera Kepala

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI CEDERA KEPALA

Cedera kepala (head Injury) adalah semua jenis trauma yang

mengenai kulit kepala, tulang kepala (cranial bone), dan otak (Heller, 2014).

Kerusakan yang terjadi bervariasi mulai dari luka kulit kepala, fraktur tulang

tengkorak, robekan selaput otak, kerusakan pembuluh darah ekstraserebral

maupun intraserebral, dan kerusakan jarngan otak sendiri (Soertidewi, 2012).

Cedera otak traumatis (Traumatic Brain Injury) adalah suatu kerusakan

pada kepala karena serangan / benturan fisik dari luar yang mempengaruhi

fungsi dari otak. Cedera kepala bukan penyakit congenital dan bukan

degeneratif. Cedera otak traumatis dapat mengurangi atau mengubah

kesadaran dan menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif, fisik dan

psikososial (Mondol et al, 2013).

B. ANATOMI KEPALA

1. Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu:

a. Skin atau kulit

b. Connective Tissue atau jaringan penyambung

c. Aponeurosis atau galea aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e. Perikranium.

5

Page 6: 1. Refrat Cedera Kepala

Gambar 1. Anatomi kepala

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari

perikranium dan merupakan tempat yang biasa terjadinya perdarahan

subgaleal. Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila

terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak

kehilangan darah terutama pada anak-anak atau penderita dewasa yang

cukup lama terperangkap sehingga membutuhkan waktu lama untuk

mengeluarkannya.

2. Tulang Kepala (Cranial Bone)

Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak

terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan

oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun

disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata

sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses

akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa

yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis

6

Page 7: 1. Refrat Cedera Kepala

dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum

3. Meninge

3. Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu :

a. Duramater

Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu

lapisan endosteal dan lapisan meningeal.Duramater merupakan

selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat

pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada

selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial

(ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana

sering dijumpai perdarahan subdural.

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada

permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau

disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan

perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena

ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus

ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Arteri meningea terletak

antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural).

Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada

arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling

sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak

pada fosa temporalis (fosa media).

b. Selaput arakhnoid

Arachnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.

Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura

mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura

mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia

mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor

7

Page 8: 1. Refrat Cedera Kepala

serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan

akibat cedera kepala.

c. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia

mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,

meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana

ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.

Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia

mater.

4. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin dengan berat pada orang

dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon

(otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak

tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula

oblongata dan serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal

berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara.

Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang.

Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital

bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons

bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran

dan kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat

kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi

dan keseimbangan

5. Cairan serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus

dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. Angka rata-rata pada

kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan

8

Page 9: 1. Refrat Cedera Kepala

sekitar 500 ml CSS per hari. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral

melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius

menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena

melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.

Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid

sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan

tekanan intracranial (Guyton dan Hall, 2007).

6. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan

ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

7. Vaskularisasi Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri

vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior

otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai

jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai

katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus

venosus cranialis.

C. FISIOLOGI

Tekanan intracranial

Berbagai proses pataologi pada otak dapat meningkatkan tekanan

intracranial yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya

berdampak buruk terhadap penderita. Tekanan intracranial yang tinggi

dapat menimbulkaan konsekwensi yang mengganggu fungsi otak. TIK

Normal kira-kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg

dianggap tidak normal. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala,

semakin buruk prognosisnya

2.Hukum Monroe-Kellie

9

Page 10: 1. Refrat Cedera Kepala

Konsep utama volume intrakranial adalah selalu konstan karena

sifat dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial

(Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya

yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf),

dan volume darah (Vbl).

Vic = V br+ V csf + V bl

3. Tekanan Perfusi otak

Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-

rata (mean arterial presure) dengan tekanan inttrakranial. Apabila nilai

TPO kurang dari 70mmHg akan memberikan prognosa yang buruk bagi

penderita.

4. Aliran darah otak (ADO)

ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila

ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan

menghilang. Apabila ADO sebesar 5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak

akan mengalami kematian dan kerusakan yang menetap

D. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

10

Page 11: 1. Refrat Cedera Kepala

Sehingga menimbulkan manisfestasi klinik

1.Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive

yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)

2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala

karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan

oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali

proyektil.

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap

yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera

pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat

disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun

oleh proses akselarasideselarasi gerakan kepala

Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan

contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada

tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah

yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut

contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan

berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan

11

Page 12: 1. Refrat Cedera Kepala

densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi

semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan

intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak

membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan

dari benturan (contrecoup)

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai

proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak

primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan,

iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.

Tekanan positif dan negatif

Tekanan intrakranial tidak boleh berubah-ubah. Tekanan

intracranial merupakan jumlah total dari tekanan volume jaringan otak,

volume cairan cerebrospinal, dan volume darah intracranial. Tekanan

intrakranial merupakan suatu konstante (hukum Monroe-Kellie), yang

pada waktu waktu tertentu akan mengalami lonjakan karena peningkatan

volume salah satu unsur diatas. Terdapat mekanisme korektif akan tetapi

mekanismenya tidak secara cepat melainkan membutuhkan waktu. Pada

saat mekanisme kompensasi belum bekerja, pada cedera kepaladapat

terjadi tekanan positif dan tekanan negatif.

Setelah trauma, terjadi indentasi, tempat yang cekung bergoyang

naik turun (osilasi) tiga empat kali kemudian rata kembali. Osilasi

indentasi menimbulkan tekanan positif berselingan dengan tekanan

negatif. Tekanan positif mengakibatkan kompresi pada jaringan otak, dan

tekanan negatif bisa menyedot udara dari darah dan cairan cerebrospinal,

sehingga terjadi gelembung udara yang mengakibatkab terjadinya kavitas

pada jaringan otak. (Sidharta dan Marjhono, 2012).

Akselerasi dan deselerasi

Akselerasi adalah gerakan secara cepat dan mendadak, sedangkan

penghentian akselerasi secara mendadak dinamakan deselerasi. Akselerasi

12

Page 13: 1. Refrat Cedera Kepala

bisa linier dan bisa pula rotarik. Akselerasi tengkorak dan kelembaman

otak dapat menimbulkan pergeseran otak. Contoh pada pukulan di oksiput

dapat terjadi

a. Tekanan positif akibat indentasi

b. Tekanan positif karena akselerasi

c. Pergeseran otak ke arah berlawanan

Sementara itu diseberang tempat yang dipukul

a. Tekanan negatif akibat akselerasi, yang seketika itu juga langsung

ditiadakan oleh

b. Tekanan positif akibat pergeseran seluruh otak

Gaya kompresi dapat menimbulkan lesi kontusio yaitu pendarahan pada

permukaan otak, tanpa kerusakan pada duramater. Lesi kontusio bisa

berupa

a. lesi kontusio coup saja ( bagian yang trauma),

b. lesi kontusio coup disertai lesi kontusio contrecoup (berseberangan

dengan daerah trauma).

c. Lesi intermediet (lesi yang berada antara lesi coup dan contrecoup

Jadi lesi kontusio dapat terjadi pada tempat tempat yang tidak

memiliki fiksasi kuat seperti tepi ala magna sfenoid, krista gali, falk serebri,

dan tepi tentorium. Pergeseran otak apat menarik dan memutus vena yang

menjebatani selaput arachnoid dan duramater. Karena itu perdarahan subdural

akan timbul. Vena-vena itu dinamakan bridging veins (Sidharta dan Marjhono,

2012).

Amnesia

13

Page 14: 1. Refrat Cedera Kepala

Amnesia setelah trauma menunjukkan adanya resiko komplikasi

intrakranial. Akan tetapi, lama dan tipe amnesia masih kontroversial.

Biasanya amnesia anterograde (lupa kejadian setelah trauma) adalah faktor

resiko yang lebih penting, tapi pada literatur terbaru lebih mengarah pada

amnesia retrograde (lupa kejadian sebelum trauma). Amnesia pada infant

dan anak yang masih kecil kurang baik untuk menjadi alat prediksi karena

pada anak-anak lebih sulit diukur.

Kehilangan kesadaran, amnesia (sebelum atau sesudah trauma), sakit

kepala yang persisten, muntah, pernah operasi yang berhubungan dengan

bedah saraf khususnya otak, riwayat gangguan koagulasi, penggunaan

terapi anti koagulan, penggunaan obat-obatan atau alkohol, usia ≥65 tahun,

tidak bertingkah seperti biasanya (NCC-AC, 2010).

E. KLASIFIKASI CEDERA KEPALA

1. Mekanisme Cedera Kepala

Trauma tumpul atau trauma tajam

2. Beratnya Cedera

a. Berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale) :

1. cedera kepala berat jika nilai GCS <8

2. Cedera kepala sedang jika nilai GCS 9-13

3. Cedera kepala ringan jika nilai GCS 14-15

14

Page 15: 1. Refrat Cedera Kepala

Gambar 2. GCS eye

Gambar 3 GCS Verbal

15

EYE (mata)

Page 16: 1. Refrat Cedera Kepala

Gambar 4. GCS Movement

Respon membuka mata (E)

Buka mata spontan 4

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3

Buka mata bila dirangsang nyeri 2

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon verbal (V)

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4

Kata-kata tidak teratur 3

16

Page 17: 1. Refrat Cedera Kepala

Suara tidak jelas 2

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1

Respon motorik (M)

Mengikuti perintah 6

Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5

Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4

Dengan rangsangan nyeri timbul reaksi flesi abnormal 3

Dengan rangsangan nyeri timbul reaksi ekstensi abnormal 2

Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1

b. klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain Injury

Ringan Kehilangan kesadaran < 20 menit

Amnesia post traumatik < 24 jam

GCS = 13 – 15

Sedang Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan ≤ 36 jam

Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7 hari

GCS = 9 - 12

Berat Kehilangan kesadaran > 36 jam

Amnesia post traumatik > 7 hari

GCS = 3 – 8

3. Morfologi Cedera

a. Fraktur Basis cranii

Biasanya merupakan hasil dari fraktur linear fosa di daerah

basal tengkorak, bisa di anterior, medial, atau posterior. Sulit dilihat

dari foto polos tulang tengkorak atau aksial CT scan. Garis fraktur

bisa terlihat pada CT scan beresolusi tinggi dan potongan yang tipis.

Umumnya yang terlihat di CT scan adalah gambaran pneumoensefal.

Fraktur anterior fosa melibatkan tulang frontal, etmoid dan sinus

frontal. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yaitu adanya

17

Page 18: 1. Refrat Cedera Kepala

cairan likour yang keluar dari hidung (rinorea) atau telinga (otorea)

disertai hematoma kacamata (raccoon eye, brill hematoma, hematoma

bilateral periorbital) atau Battle sign yaitu hematoma retroaurikular.

Kadang disertai anosmia atau gangguan nervi kraniales VII dan VIII.

Risiko infeksi intrakranial tinggi apabila dura-mater robek (Soertidewi,

2012).

b. Lesi Intracranial

1) Hematom Epidural (EDH)

Sebagian besar kasus diakibatkan oleh robeknya arteri

meningea media. Perdarahan terletak di antara tulang tengkorak

dan duramater. Gejala klinisnya adalah lucid interval. Biasanya

waktu perubahan kesadaran ini kurang dari 24 jam, penilaian

penurunan kesadaran dengan GCS. Gejala lain nyeri kepala, bisa

disertai muntah proyektil, pupil anisokor dengan midriasis di

sisi lesi akibat herniasi unkal, hemiparesis, dan releks patologis

Babinski positif kontralateral lesi yang terjadi terlambat. Pada

gambaran CT scan kepala, didapatkan lesi hiperdens (gambaran

darah intrakranial) umumnya di daerah temporal berbentuk

cembung.

Gambar 5. Gambar Epidural Hematom

18

Page 19: 1. Refrat Cedera Kepala

Gambar 6. Gambar EDH pada CT scan

Gambar 7. Gambar EDH pada MRI

(Soertidewi, 2012).

2) Hematom Subdural (SDH)

Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus

dura mater atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara

duramater dan araknoidea. SDH ada yang akut dan kronik. Gejala

klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah proyektil.

Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, mengganggu

ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran. Gambaran CT scan

19

Page 20: 1. Refrat Cedera Kepala

kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit. Bila darah lisis

menjadi cairan, disebut higroma (hidroma) subdural.

Gambar 8. Gambar SDH dari CT scan

Gambar 9. Gambar SDH dari MRI

3) Kontusio dan Perdarahan intracerebral

20

Page 21: 1. Refrat Cedera Kepala

GAMBAR 10 CT SCAN PERDARAHAN INTRACEREBRAL

GAMBAR 11 MRI PERDARAHAN INTRACEREBRAL

(Soertidewi, 2012).

4) Edema Cerebri Traumatic

Cedera otak akan mengganggu pusat persarafan dan

peredaran darah di batang otak dengan akibat tonus dinding

pembuluh darah menurun, sehingga cairan lebih mudah menembus

21

Page 22: 1. Refrat Cedera Kepala

dindingnya. Penyebab lain adalah benturan yang dapat

menimbulkan kelainan langsung pada dinding pembuluh darah

sehingga menjadi lebih permeabel. Hasil akhirnya akan terjadi

edema(Soertidewi, 2012).

5) Cedera Otak Difus

Terjadi kerusakan baik pada pembuluh darah maupun pada

parenkim otak, disertai edema. Keadaan pasien umumnya buruk

(Soertidewi, 2012).

6) Hematoma Subarachnoid (SAH)

Perdarahan subaraknoid traumatik terjadi pada lebih kurang

40% kasus cedera kranio-serebral, sebagian besar terjadi di daerah

permukaan oksipital dan parietal sehingga sering tidak dijumpai

tanda-tanda rangsang meningeal. Adanya darah di dalam cairan

otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-arteri di dalam

rongga subaraknoidea. Bila vasokonstriksi yang terjadi hebat

disertai vasospasme, akan timbul gangguan aliran darah di dalam

jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak

membaik setelah beberapa hari perawatan. Penguncu-pan

pembuluh darah mulai terjadi pada hari ke-3 dan dapat berlangsung

sampai 10 hari atau lebih. Gejala klinis yang didapatkan berupa

nyeri ke-pala hebat. Pada CT scan otak, tampak perda-rahan di

ruang subaraknoid. Berbeda dengan SAH non-traumatik yang

umumnya disebab-kan oleh pecahnya pembuluh darah otak (AVM

atau aneurisma), perdarahan pada SAH traumatik biasanya tidak

terlalu berat (Soertidewi, 2012).

7) Cedera aksonal Difus (Diffuse Axonal Injury / DAI)

c. Cedera Maxillofacial

F. PEMERIKSAAN

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

22

Page 23: 1. Refrat Cedera Kepala

H. PENATALAKSANAAN

1. Kondisi kesadaran pasien

a. Kesadaran menurun

b. Kesadaran baik

2. Tindakan

a. Terapi non-operatif

b. Terapi operatif

3. Saat kejadian

a. Manajemen prehospital

b. Instalasi Gawat Darurat

c. Perawatan di ruang rawat

Terapi non-operatif pada pasien cedera kra-nioserebral ditujukan untuk:

1. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah

kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intrakranial

2. Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik)

3. Minimalisasi kerusakan sekunder

23

Page 24: 1. Refrat Cedera Kepala

4. Mengobati simptom akibat trauma otak

5. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang,

infeksi (anti konvulsan dan antibiotik)

Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus:

1. Cedera kranioserebral tertutup

• Fraktur impresi (depressed fracture)

• Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume

perdarah-an lebih dari 30mL/44mL dan/atau pergeseran garis

tengah lebih dari 3 mm serta ada perburukan kondisi pasien

• Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) dengan

pendorongan garis tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/ obliterasi

sisterna basalis

• Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas

kelainan neurologik atau herniasi

2. Pada cedera kranioserebral terbuka

• Perlukaan kranioserebral dengan ditemu-kannya luka kulit, fraktur

multipel, dura yang robek disertai laserasi otak

• Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari

• Pneumoencephali

• Corpus alienum

• Luka tembak

1. PASIEN DALAM KEADAAN SADAR (GCS=15)

a. Simple Head Injury (SHI)

Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan kesadaran

sama sekali dan tidak ada defisit neurologik, dan tidak ada muntah.

Tindakan hanya perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas

indikasi. Umumnya pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga

diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran menurun saat

diobservasi, misalnya terlihat seperti mengantuk dan sulit dibangunkan,

pasien harus segera dibawa kembali ke rumah sakit.

24

Page 25: 1. Refrat Cedera Kepala

b. Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah trauma, dan saat

diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini kemungkinan mengalami cedera

kepala ringan (CKR).

2. PASIEN DENGAN KESADARAN MENURUN

1. Cedera kepala ringan (GCS=13-15)

Umumnya didapatkan perubahan orientasi atau tidak mengacuhkan

perintah, tanpa disertai defisit fokal serebral.Dilakukan pemeriksaan fisik,

perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap

sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi

minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan hematoma

intrakranial, misalnya riwayat lucid interval, nyeri kepala, muntah-

muntah, kesadaran menurun, dan gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor,

refleks patologis positif ). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT

scan.

Pasien cedera kepala ringan (CKR) tidak perlu dirawat jika:

a. orientasi (waktu dan tempat) baik

b. tidak ada gejala fokal neurologik

c. tidak ada muntah atau sakit kepala

d. tidak ada fraktur tulang kepala

e. tempat tinggal dalam kota

f. ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah, dan bila dicurigai ada

perubahan kesadaran, dibawa kembali ke Rumah Sakit.

2. Cedera kepala sedang (GCS=9-12)

Pasien dalam kategori ini bisa mengalami gangguan kardiopulmoner.

Urutan tindakan:

a. Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway), pernapasan

(Breathing), dan sirkulasi (Circulation)

25

Page 26: 1. Refrat Cedera Kepala

b. Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal serebral, dan

cedera organ lain. Jika dicurigai fraktur tulang servikal dan atau

tulang ekstremitas, lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah

leher dan atau fiksasi tulang ekstremitas bersangkutan

c. Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh lainnya

d. CT scan otak bila dicurigai ada hematoma intrakranial

e. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit fokal serebral

lainnya

3. Cedera kepala berat (GCS=3-8)

Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera multipel. Bila

didapatkan fraktur servikal, segera pasang kerah fiksasi leher, bila ada luka

terbuka dan ada perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk

pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera kranioserebral sedang

dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU.

Di samping kelainan serebral juga bisa disertai kelainan sistemik.

Pasien cedera kranioserebral berat sering berada dalam keadaan hipoksi,

hipotensi, dan hiperkapni akibat gangguan kardiopulmoner.

TINDAKAN DI UNIT GAWAT DARURAT & RUANG RAWAT

1. Resusitasi dengan tindakan A = Airway, B = Breathing dan C =

Circulation

a. Jalan napas (Airway)

Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang

dengan posisi kepala ekstensi. Jika perlu dipasang pipa orofaring

atau pipa endotrakheal. Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau

gigi palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan miring. Isi lambung

dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi

muntahan

b. Pernapasan (Breathing)

26

Page 27: 1. Refrat Cedera Kepala

Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan

sentral atau perifer. Kelainan sentral disebabkan oleh depresi

pernapasan yang ditandai dengan pola pernapasan Cheyne Stokes,

hiperventilasi neurogenik sentral, atau ataksik.Kelainan perifer

disebabkan oleh aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru,

atau infeksi.

Tata laksana:

• Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten

• Cari dan atasi faktor penyebab

• Kalau perlu pakai ventilator

c. Sirkulasi (Circulation)

Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi

dengan tekanan darah sistolik <90 mm Hg yang terjadi hanya satu

kali saja sudah dapat meningkatkan risiko kematian dan ke-

cacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi akibat faktor ekstrakranial,

berupa hipovolemia karena perdarahan luar atau ruptur alat

dalam,trauma dada disertai tamponade jantung/pneumotoraks, atau

syok septik.

Tata laksananya dengan cara menghentikan

1) sumber perdarahan

2) perbaikan fungsi jantung

3) mengganti darah yang hilang

4) sementara dengan cairan isotonik NaCl 0,9%.

2. Pemeriksaan fisik

Setelah resusitasi ABC, dilakukan pemeriksaan fisik yang meliputi

kesadaran, tensi, nadi, pola dan frekuensi respirasi, pupil (besar, bentuk

dan reaksi cahaya), defisit fokal serebral dan cedera ekstrakranial. Hasil

pemeriksaan dicatat dan dilakukan pemantauan ketat pada hari-hari

pertama. Bila terdapat perburukan salah satu komponen, penyebabnya

dicari dan segera diatasi.

27

Page 28: 1. Refrat Cedera Kepala

3. Pemeriksaan radiologi

Dibuat foto kepala dan leher, bila didapatkan fraktur servikal,

collar yang telah terpasang tidak dilepas. Foto ekstremitas, dada, dan ab-

domen dilakukan atas indikasi. CT scan otak dikerjakan bila ada fraktur

tulang tengkorak atau bila secara klinis diduga ada hematoma intrakranial.

4. Pemeriksaan laboratorium

a. Hb, leukosit, diferensiasi sel

Penelitian di RSCM menunjukkan bahwa leukositosis dapat dipakai

sebagai salah satu indikator pembeda antara kontusio (CKS) dan

komosio (CKR). Leukosit >17.000 merujuk pada CT scan otak

abnormal, sedangkan angka leuko-sitosis >14.000 menunjukkan

kontusio meskipun secara klinis lama penurunan kesadaran <10 menit

dan nilai GCS 13-15 adalah acuan klinis yang mendukung ke arah

komosio. Prediktor ini bila berdiri sendiri tidak kuat, tetapi di daerah

tanpa fasilitas CT scan otak, dapat dipakai sebagai salah satu acuan

prediktor yang sederhana.

b. Gula darah sewaktu (GDS)

Hiperglikemia reaktif dapat merupakan faktor risiko bermakna

untuk kematian dengan OR 10,07 untuk GDS 201-220mg/dL dan OR

39,82 untuk GDS >220 mg/dL

c. Ureum dan kreatinin

Pemeriksaan fungsi ginjal perlu karena manitol merupakan zat

hiperosmolar yang pemberiannya berdampak pada fungsi ginjal. Pada

fungsi ginjal yang buruk, manitol tidak boleh diberikan.

d. Analisis gas darah

Dikerjakan pada cedera kranioserebral dengan kesadaran menurun.

pCO2 tinggi dan pO2 rendah akan memberikan luaran yang kurang

28

Page 29: 1. Refrat Cedera Kepala

baik. pO2 dijaga tetap >90 mm Hg, SaO2 >95%, dan pCO2 30-35 mm

Hg.

e. Elektrolit (Na, K, dan Cl)

Kadar elektrolit rendah dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

f. Albumin serum (hari 1)

Pasien CKS dan CKB dengan kadar albumin rendah (2,7-3,4g/dL)

mempunyai risiko kematian 4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan

kadar albumin normal.

g. Trombosit, PT, aPTT, fibrinogen

Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai ada kelainan hematologis.

Risiko late hematom perlu diantisipasi. Diagnosis kelainan hematologis

ditegakkan bila trombosit <40.000/mm3, kadar fibrinogen <40mg/mL,

PT >16 detik, dan aPTT >50 detik

5. Manajemen tekanan intrakranial (TIK) meninggi

Peninggian tekanan intrakranial terjadi akibat edema serebri

dan/atau hematoma intrakranial. Bila ada fasilitas, sebaiknya dipasang

monitor TIK. TIK normal adalah 0-15 mm Hg. Di atas 20 mm Hg sudah

harus diturunkan dengan cara:

a. Posisi tidur: Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala

dan dada pada satu bidang.

b. Terapi diuretik:

Diuretik osmotik (manitol 20%) dengan dosis 0,5-1 g/kgBB,

diberikan dalam 30 menit. Untuk mencegah rebound, pemberian

diulang setelah 6 jam dengan dosis 0,25-0,5/kgBB dalam 30 menit.

Pe-mantauan: osmolalitas tidak melebihi 310 mOsm.

Loop diuretic (furosemid). Pemberiannya bersama manitol, karena

mempunyai efek sinergis dan memper-panjang efek osmotik serum

manitol.

Dosis: 40 mg/hari IV.

29

Page 30: 1. Refrat Cedera Kepala

6. Nutrisi

Pada cedera kepala berat, terjadi hipermetabolisme sebesar 2-2,5

kali normal dan akan mengakibatkan katabolisme protein. Kebutuhan

energi rata-rata pada cedera kepala berat meningkat rata-rata 40%. Total

kalori yang dibutuhkan 25-30 kkal/kgBB/hari. Kebutuhan protein

1,5-2g/kgBB/hari, minimum karbohidrat sekitar 7,2 g/kgBB/hari, lipid 10-

40% dari kebutuhan kalori/hari, dan rekomendasi tambahan mineral: zinc

10-30 mg/hari, cuprum 1-3 mg, selenium 50-80 mikrogram, kromium 50-

150 mikrogram, dan mangan 25-50 mg. Beberapa vitamin juga

direkomendasikan, antara lain vitamin A, E, C, ribol avin, dan vitamin K

yang diberikan ber-dasarkan indikasi. Pada pasien dengan kesadaran

menurun, pipa nasogastrik dipasang setelah terdengar bising usus. Mula

mula isi perut dihisap keluar untuk mencegah regurgitasi sekaligus

untukmelihat apakah ada perdarahan lambung. Bila pemberian nutrisi

peroral sudah baik dan cukup, infus dapat dilepas untuk mengurangi risiko

feblitis.

7. Neurorestorasi/rehabilitasi

Posisi baring diubah setiap 8 jam, dilakukan tapotase toraks, dan

ekstremitas digerakkan pasif untuk mencegah dekubitus dan pneumonia

ortostatik. Kondisi kognitif dan fungsi kortikal luhur lain perlu diperiksa.

Saat Skala Koma Glasgow sudah mencapai 15, dilakukan tes orientasi

amnesia Galveston (GOAT ). Bila GOAT sudah mencapai nilai 75,

dilakukan pemeriksaan penapisan untuk menilai kognitif dan domain

fungsi luhur lainnya dengan Mini-Mental State Examination (MMSE);

akan diketahui domain yang terganggu dan dilanjutkan dengan kon-sultasi

ke klinik memori bagian neurologi.

8. Komplikasi

a. Kejang

Kejang yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma

disebut early seizure, dan yang terjadi setelahnya disebut late

30

Page 31: 1. Refrat Cedera Kepala

seizure. Early seizure terjadi pada kondisi risiko tinggi, yaitu ada

fraktur impresi, hematoma intrakranial, kontusio di daerah korteks;

diberi profilaksis fenitoin dengan dosis 3x100 mg/hari selama 7-10

hari.

b. Infeksi

Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi

infeksi, seperti pada fraktur tulang terbuka, luka luar, fraktur basis

kranii. Pemberian profilaksis antibiotik ini masih kontroversial.

Bila ada kecurigaan infeksi meningeal, diberikan antibiotik dengan

dosis meningitis.

c. Demam

Setiap kenaikan suhu harus dicari dan diatasi penyebabnya.

Dilakukan tindakan menurun-kan suhu dengan kompres dingin di

kepala, ketiak, dan lipat paha, atau tanpa memakai baju dan

perawatan dilakukan dalam ruangan dengan pendingin. Boleh

diberikan tambahan antipiretik dengan dosis sesuai berat badan.

d. Gastrointestinal

Pada pasien cedera kranio-serebral teruta-ma yang berat

sering ditemukan gastritis erosi dan lesi gastroduodenal lain, 10-

14% diantaranya akan berdarah. Kelainan tukak stres ini

merupakan kelainan mukosa akut saluran cerna bagian atas karena

berbagai kelainan patologik atau stresor yang dapat disebabkan

oleh cedera kranioserebal. Umumnya tukak stres terjadi karena

hiperasiditas. Keadaan ini dicegah dengan pemberian antasida 3x1

tab-let peroral atau H2 receptor blockers (simetidin, ranitidin, atau

famotidin) dengan dosis 3x1 ampul IV selama 5 hari.

e. Gelisah

Kegelisahan dapat disebabkan oleh kandung kemih atau

usus yang penuh, patah tulang yang nyeri, atau tekanan intrakranial

yang meningkat. Bila ada retensi urin, dapat di-pasang kateter

untuk pengosongan kandung kemih. Bila perlu, dapat diberikan

31

Page 32: 1. Refrat Cedera Kepala

penenang dengan observasi kesadaran lebih ketat. Obat yang

dipilih adalah obat peroral yang tidak menim-bulkan depresi

pernapasan.

9. Proteksi serebral (neuroproteksi)

Adanya tenggang waktu antara terjadinya cedera otak primer

dengan timbulnya keru-sakan sekunder memberikan kesempatan untuk

pemberian neuroprotektor. Manfaat obat-obat tersebut sampai saat ini

masih te-rus diteliti. Obat-obat tersebut antara lain go-longan antagonis

kalsium (mis., nimodipine) yang terutama diberikan pada perdarahan

subaraknoid (SAH) dan sitikolin untuk memperbaiki memori. Dari

beberapa percobaan penting, terungkap bahwa agen neuroprotektor yang

diberikan setelah cedera otak dapat menekan kematian dan menambah

perbaikan fungsi otak. Dahulu, pemberian neuroprotektor ini masih

diragukan kegunaannya. Manajemen harus sudah mendeteksi se-jak awal

dan melakukan pencegahan efek sekunder dengan cara memperhatikan ke-

mungkinan terjadinya komplikasi sekunder dan kemungkinan adanya

perbaikan dengan terapi intervensi non-farmasi (terapi gizi). Hal yang

perlu dipantau dari awal untuk proteksi serebral adalah kemungkinan ter-

jadinya hipoksia, hipotensi, maupun demam yang dapat memperburuk

kondisi iskemia serebral. Manajemen intensif dengan obat proteksi

serebral berdasarkan patofisiologi mekanisme kerja yang spesifik

menjanjikan perbaikan luaran (outcome) pasien cedera kepala.

(Soertidewi, 2012)

OPERASI CEDERA KEPALA

Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran

garis tengah, kembalinya tekanan intrakranial ke dalam batas normal, kontrol

pendarahan dan mencegah perdarahan ulang. lndikasi operasi pada cedera kepala

harus mempertimbangkan hal dibawah ini :

• Status neurologis

32

Page 33: 1. Refrat Cedera Kepala

• Status radiologis

• Pengukuran tekanan intrakranial

Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :

• Massa hematoma kira-kira 40 cc

• Masa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm

• EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah

dengan GCS 8 atau kurang.

• Kontusio cerebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau

pergeseran garis tengat lebih dari 5 mm.

• Pasien – pasien yang menurun kesadarannya dikemudian waktu disertai

berkembangnya

• tanda-tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mm Hg.

lndikasi Burr hole eksplorasi dilakukan bila pemeriksaan CT Scan tidak

memungkinkan dan didapat :

• Dilatasi pupil ipsilateangkata

Pasang kateter

• Profilaksis antibiotik sebelum operasi dimulai.

• ETT yang adekuat

• lindungi kedua mata dari cairan dan tekanan.

TEKNIK OPERASI

1. Burr hole explorasi

• Tentukan areanya : disisi pupil yang dilatasi, kontra lateral hemiparese.

• Burr hole I : di temporal walaupun frakturya di lokasi yang berbeda. Bila

positif lanjutkan dengan craniotomy. Bila negatif lakukan langkah burr hole

selanjutnya.

• Burr hole II : di frontal

• Burr hole III : di parietal, bila negatif dilakukan disisi sebaiknya.

• Ada yang menambahkan burr hole IV di fossa posterior

33

Page 34: 1. Refrat Cedera Kepala

• Incisi linier dan bila perlu dilanjutkan dengan question mark.

• Bila duramater tampak tegang dan kebiruan tapi clothing belum ditemukan

sebaiknya dilakukan lebih dahulu burr hole bilateral baru dilakukan mengintip

duramater karena sering subdural tersebut hanya tipis Baja.

2. Epidural hematom :

• lokasi : 50% ditemporal, 15%-20% di frontal dan sisanya di occipital, fossa

posterior dan parietal

• bila ada mix lessi (hipodens clan hiperdens )curigai adanya gangguan

pembekuan darah

• teknik :

a. Incisi bentuk question mark atau tapal kuda

b. Burr hole I di daerah yang paling banyak clothing biasanya di lobus

temporal, bila perlu dilanjutkan dulu kraniektomi kecil dan evakuasi

clothing untuk mengurangi tekanan, lalu dilanjutkan kraniotomi untuk

mengevakuasi massa.

c. Bila duramater tegang kebiruan lakukan intip dura dengan incisi kecil

d. Kemudian duramater dijahit clan dilakukan gantung dura

3. Subdural hematom :

• lokasi paling sering di temporal dan parietal

• incisi bentuk tapal kuda atau question mark

• Kraniotomi seekspos mungkin dan bila ada clothing kecil dan tidak jelas

terlihat sebaiknya ditinggalkan.

• duramater dibuka dan dievakuasi clothingnya.

• duramater dijahit waterproof, bila swelling tidak dapat dikontrol, biarkan

terbuka dan tulang tidak dipasang dan langsung diflap.

4. Intracerebral hematom :

• lokasi : 80% -90% di temporal dan frontal

• kraniotomi secara prinsip sarna dengan perdarahan intrakranial lainnya

• perdarahan dirawat dengan bipolar, surgicel

• durameter dijahit waterproof

5. Hematoma fossa posterior

34

Page 35: 1. Refrat Cedera Kepala

• 80% -100% pasien EDH fossa posterior disertai fraktur os occipitalis

• bila ada EDH supra dan infra tentorial, 30% disertai hidrocefalus

• incisi kulit linier/stick golf di para median atau midline

• konservatif bila simptom minimal dan stabil terutama bila ada fraktur di atas

sinus

Hasil

1. EDH: bila cepat dioperasi mortality kurang dari 10%

2. SDH: operasi dalam 4 jam pertama mortality 30%

operasi setelah 4 jam mortality 90%

• pasien koma kurang dari 2 jam mortality 47%

• pasien koma lebih dari 2 jasm mortality 80%

3. ICH: mortality 27% -50%

(Japardi, 2004)

I. PROGNOSIS

Luaran cedera kepala secara sederhana dibagi dua, yaitu hidup dan

meninggal. Untuk prediksi luaran hidup dan meninggal ini, bisa dipakai

beberapa sistem penskoran, antara lain (yang dikembangkan di Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo) adalah penskoran MNM (Mata, Napas, Motorik).

Penskoran yang lebih komprehensif dalam menilai kematian dan kondisi

hidup dengan tingkatan kecacatan adalah Glasgow Outcome Score. Prediksi

luaran pasien cedera kranioserebral bergantung pada banyak faktor, antara

lain umur, beratnya cedera berdasarkan klasifi kasi GCS dan CT scan otak,

komorbiditas, hipotensi, dan/atau iskemia serta lateralisasi neurologik. Nutrisi

yang tidak adekuat dapat memperburuk luaran. Hal yang perlu juga

diperhatikan adalah adanya amnesia pascacedera yang menetap lebih dari 1

jam (pemeriksaan GOAT ), fraktur tengkorak, gejala neuropsikologik (salah

satu caranya dengan pemeriksaan MMSE) atau gejala neurologik saat keluar

dari rumah sakit, yang akan memberikan problem gejala sisa lebih sering

35

Page 36: 1. Refrat Cedera Kepala

dibandingkan mereka yang keluar tanpa adanya gejala tersebut di atas

(Soertidewi, 2012).

J. PENCEGAHAN

36

Page 37: 1. Refrat Cedera Kepala

BAB III

PENUTUP

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian tetapi juga penderita bisa

mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada

lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.Terjadinya cedera kepala,

kerusakan dapat terjadi dalam dua tahap, yaitu cedera primer yang merupakan

akibat yang langsung dari suatu ruda paksa. Dan cedera sekunder yang terjadi

akibat berbagai prosese patologis yang timbul sebagai tahapmlanjutan dari

kerusakan otak primer.

Aspek-aspek terjadinya cedera kepala dikelompokan menjadi beberapa

klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme cedera kepala, beratnya cedera kepala,

dan morfologinya. Tetapi dari beberapa referensi, trauma maxillofacial juga

termasuk dalam bahasan cedeera kepala, yang walaupun bukan merupakan

penyebab kematian namun merupakan penyebab kecacatan yang akan menetap

seumur hidup yang perlu dipertimbangkan.

Kerusakan otak sering kali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap,

yang bervariasi tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas

(terlokalisir) atau lebih menyebar (difus). Kelainan fungsi yang terjadi juga

tergantung kepada bagian otak mana yang terkena.

Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi,

berbicara, penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus bisa

mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan

kebingungan dan koma.

Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area

yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang

mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak

untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang

37

Page 38: 1. Refrat Cedera Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Heller, Jacob. 2014. Head Injury : First Aid

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000028.htm

Japardi iskandar, 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif.

Sumatra Utara: USU Press.

Mondo,Alamgir; Rahman, Nadia; Akhter, Shohela; Ahmed, Badrunnesa;

Rahman, Azizur; Momen, Abdul; Rahman, Mahmudur dan Talukder,

Chandra. 2013. Sociodemographical and clinical presentation of traumatic

brain injury patientsJ Dhaka Medical College, Vol. 22, No. 1, April, 2013,

Page 45-50

NCC-AC. 2007. Head Injury: Triage, Assessment, Investigation and Early

Management of Head Injury in Infants, Children and Adults.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK53054/

Saatman, Kathryn ; Duhaime, Christine; Bullock, Ross ; Maas, Andrew;

Valadka,Alex;dan Manley, Geoffrey.2008. J Neurotrauma. Jul 2008;

25(7): 719–738.

Sidharta, Priguna dan Mardjono, Mahar. 2012. Neurologi Klinis Dasar . Jakarta:

Dian Rakyat

Struchen, Margaret dan Ritter, Laura. 2009. Traumatic Brain Injury for

VRCounselors. National Institute on Disability and Rehabilitation

Research. U.S.

Soertidewi, Lyna. 2012. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kraniocerebral.

CDK.-193/vol.39 no.5, th.2012

38