Upload
lamkhanh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Akuntansi Sektor Publik
2.1.1 Pengertian Akuntansi Sektor Publik
Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai
suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan
barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik.
Dalam beberapa hal, organisasi sektor publik memiliki kesamaan dengan sector
swasta. Keduanya menggunakan sumber daya yang sama dalam mencapai
tujuannya dan memiliki kemiripan dalam proses pengendalian. Akan tetapi, untuk
tugas tertentu keberadaan sektor publik tidak dapat digantikan oleh sektor swasta,
misalnya fungsi birokrasi pemerintahan.
Menurut Indra Bastian (2010 : 6) mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik
sebagai berikut :
“Akuntansi Sektor Publik adalah mekanisme teknik dan analisis akuntansi
yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga
tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah
daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial pada proyek-proyek
kerjasama sektor publik dan swasta”.
11
Sedangkan menurut Mardiasmo (2007 : 14) mendefinisikan Akuntansi
Sektor Publik sebagai berikut :
“Akuntansi Sektor Publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah
sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik”.
Sedangkan menurut Abdul Halim (2004:18) mendefinisikan Akuntansi
Sektor Publik sebagai berikut :
“Akuntansi Sektor Publik adalah sebuah kegiatan jasa dalam rangka
penyediaan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dari
entitas pemerintah guna pengambilan keputusan ekonomi yang nalar dari
pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan”.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Akuntansi
Sektor Publik merupakan mekanisme teknik, alat informasi akuntansi yang
diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat informasi baik bagi pemerintah
sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik.
2.1.2 Tujuan Akuntansi Sektor Publik
American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) yang dikutif
yang dikutip oleh Indra Bastian (2010 : 77) menyatakan bahwa tujuan akuntansi
pada organisasi sektor publik adalah untuk :
1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara tepat,
efisien dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang
dipercayakan kepada organisasi.
12
2. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manjer untuk
melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan
efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya
dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada
publik atas hasil operasi pemerintah dan penggunaan dana publik.
Akuntansi Sektor Publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan
informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Dimana, bagi pemerintah,
informasi akuntansi digunakan dalam proses pengendalian manajemen mulai dari
perencanaan stratejik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan
pelaporan kinerja.
2.2 Anggaran Sektor Publik
2.2.1 Pengertian Anggaran Sektor Publik
Menurut Government Accounting Standards Board (GASB) yang dikutip
oleh Indra Bastian (2010 : 79), definisi anggaran adalah :
“Rencana operasi keuangan yang mencakup estimasi yang diusulkan dan
sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode
tertentu”.
Anggaran menjadi penghubung antara sumber daya keuangan dengan
perilaku manusia dalam rangka pencapaian tujuan keuangan sehingga tujuan
utama anggaran kemudian adalah untuk mengalokasikan dan menggunakan
sumber daya yang terbatas dalam mencapai tujuan baik di dalam organisasi sektor
swasta maupun publik.
13
Anggaran sektor publik yang mempunyai fungsi yang berbeda dengan
anggaran sektor swasta, karena anggaran sektor publik merupakan instrumen
akuntabilitas atas dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai
dengan uang publik. Anggaran sektor publik lebih banyak batasan dari pada
anggaran sektor swasta.
2.2.2 Fungsi Anggaran Sektor Publik
Menurut Mardiasmo (2007 : 63) Anggaran Sektor Publik mempunyai
beberapa fungsi utama, yaitu :
1. Alat Perencanaan
2. Alat Pengendalian
3. Alat Kebijakan Fiskal
4. Alat Politik
5. Alat Koordinasi dan Komunikasi
6. Alat Penilaian Kinerja
7. Alat Motivasi
8. Alat menciptakan Ruang Publik
Fungsi anggaran sektor publik diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Alat Perencanaan, merupakan alat perencanaan manajemen untuk
mencapai tujuan organisasi, apa yang akan dilakukan, berapa biayanya dan
berapa hasilnya.
14
2. Alat Pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan
dan pengeluaran pemerintah. Anggaran merupakan alat untuk memonitor
kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program.
3. Alat Kebijakan Fiskal, melalui anggaran dapat diketahui arah kebijakan
fiskal pemerintah dapat digunakan untuk menstabilkan dan mendorong
pertumbuhan ekonomi.
4. Alat Politik, anggaran sebagai bentuk kesepakatan antara eksekutif dan
legislatif atas penggunaan dana publik.
5. Alat Koordinasi dan Komunikasi, yang menghubungkan berbagai unit
kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan.
6. Alat Penilaian Kinerja, kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan
pencapaian target dan efisiensi pelaksanaan anggaran.
7. Alat Motivasi bagi pemerintah untuk bekerja secara ekonomis, efektif dan
efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi.
8. Alat menciptakan Ruang Publik, kelompok masyarakat bisa terlibat dalam
proses penganggaran publik.
2.2.3 Jenis-Jenis Anggaran
Menurut Nafarin (2008:38), anggaran dapat dikelompokkan dari beberapa
sudut pandang, antara lain:
1. Menurut dasar penyusunan
Menurut dasar penyusunan, anggaran terdiri dari anggaran variabel dan
anggaran tetap.
15
2. Menurut cara penyusunan
Menurut cara penyusunan, anggaran terdiri dari anggaran periodik dan
anggaran kontinu
3. Jangka waktu dan menurut bidangnya.
Menurut jangka waktu, anggaran terdiri dari anggaran jangka pendek dan
anggaran jangka panjang. Sedangkan menurut bidangnya, anggaran terdiri dari
anggaran
2.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD )
2.3.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Seperti halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pengurusan
keuangan daerah juga diatur dengan membaginya menjadi pengurusan umum dan
pengurusan khusus.
Dengan demikian pada Pemerintah Daerah terdapat Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dalam “pengurusan umum”nya dan kekayaan milik
daerah yang dipisahkan pada “pengurusan khusus”nya Penyusunan APBD bukan
hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud dalam Undang-
Undang 1945 akan tetapi dimaksudkan pula sebagai rencana kerja yang akan
dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Berdasarkan pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah APBD di definisikan sebagai berikut :
“Rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, di mana di suatu
pihak menggambarkan perkiraan setinggi-tingginya guna membiayai
16
kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran
tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan
sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-
pengeluaran dimaksud”.
Dalam melaksanakan pengurusan keuangan Negara ini Pemerintah
menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang nomor 33 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (17):
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah suatu rencana keuangan daerah tahunan Pemerintahan
Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah”.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut Peraturan Pemerintah
No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban keuangan
Daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (2):
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD
adalah suatu rencana Keuangan tahunan daerah yang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD”.
17
APBD adalah suatu Anggaran Daerah. Kedua definisi APBD diatas
menunjukan bahwa suatu Anggaran Daerah, termasuk APBD, memiliki unsur-
unsur sebagai berikut :
1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan
adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-
pengeluaran yang akan dilaksanakan
3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
4. Periode Anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.
Rancangan APBD terbagi dalam tiga pos yaitu pos satu adalah Pendapatan
dan pos dua adalah Belanja Daerah dan pos tiga Pembiayaan. Pendapatan Daerah
diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan yang berasal dari
pemberian pemerintah/instansi yang lebih tinggi yang sekarang dikenal dengan
nama Dana Perimbangan, dan Dana Pinjaman Daerah. Pengeluaran dana atau
Belanja dalam APBD ini secara garis besar dikelompokan ke dalam empat
kelompok yaitu : Belanja Aparatur, Belanja Publik, Belanja Bagi Hasil dan
Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Tersangka, salah satu pengeluaran dalam
APBD yang di anggarkan yaitu Anggaran Belanja Publik.
Anggaran Belanja Publik disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat
No.903/2735/SJ perihal “Pedoman Umum Penyusunan dan Pelaksanaan APBD
Tahun anggaran 2001, penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma dan
prinsip anggaran sebagai berikut :
18
1. Transportasi dan Akuntabilitas Anggaran
Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan
paling utama untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan
bertanggungjawab.
Mengingat anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi
pencapaian kinerja dan tanggungjawab pemerintah mensejahterakan
masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas
tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari
suatu kegiatan/proyek yang dianggarkan.
2. Disiplin Anggaran
Anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan atas asas efisiensi,
tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Keadilan Anggaran
Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan
retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat untuk itu perintah
wajib mengalokasikan penggunaan secara adil agar dapat dinikmati oleh
seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian
pelayanan.
4. Efisiensi dan efektivtias Anggaran
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk
dapat menghasilakn peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang
maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat
mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam
19
perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan
manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan / proyek yang
diprogamkan.
5. Format Anggaran
Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format Anggaran Defisit
(Defisit Budget Format). Selisih antara Pendapatan dan Belanja
mengakibatkan terjadinya surplus dan defisit anggaran, apabila terjadi
surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan. Sedangkan bila terjadi
defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau
penerbitan obligasi daerah sesuai pembiayaan pinjaman perundang-
undangan yang berlaku.
2.3.2 Karakteristik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Karakteristik APBD di era reformasi menurut Abdul Halim (2004 : 16)
antara lain adalah :
a. APBD disusun oleh DPRD bersama-sama Kepala Daerah (Pasal 30
Undang-undang Nomor 5/1975).
b. Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan anggaran adalah pendekatan
line-item atau pendekatan tradisional. Dalam pendekatan ini anggaran
disusun berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran. Pendekatan ini
merupakan pendekatan yang paling tradisional (tertua) di antara berbagai
pendekatan penyusunan anggaran. Pendekatan yang lebih maju misalnya
adalah :
20
1. Program Budgeting
Anggaran disusun berdasarkan pekerjaan atau tugas yang akan
dijalankan. Pendekatan ini mengutamakan efektivitas.
2. Performance Budgeting
Penekanan pendekatan ini ada pada pengukuran hasil pekerjaan
(kinerja) sehingga output (keluaran)dapat dibandingkan dengan
pengeluaran dana yang telah dilakukan. Pendekatan ini memperhatikan
efisiansi.
3. Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
Pendekatan ini merupakan variasi dari performance budgeting. PPBS
menggabungkan 3 unsur, yaitu perencanaan hasil, pemrograman
kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan, dan penganggaran
(alokasi dana) untuk mencapai hasil yang diinginkan.
4. Zero Base Budgeting
Pendekatan penganggaran dasar nol juga merupakan variasi dari
performance budgeting yang menitikberatkan kepada efisiensi
anggaran. Oleh karenanya, menurut pendekatan ini, penyusunan
anggaran dengan didasarkan pada anggaran tahun lalu mengandung
resiko tersusunnya anggaran yang tidak efisien. Karena tidak dapat
menggunakan anggaran tahun lalu sebagai dasar penyusunan anggaran
tahun berjalan, maka pendekatan ini menuntut perencanaan yang baik.
Hal ini dapat dicapai melalui pengkoordinasian bagian perencanaan
dan penganggaran dalam satu wadah organisasi.
21
c. Siklus APBD terdiri atas perncanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pemeriksaan, dan penyusunan dan penetapan perhitungan APBD.
Penyusunan dan penetapan perhitungan APBD merupakan
pertanggungjawaban APBD. Pertanggungjawaban itu dilakukan dengan
menyampaikan perhitungan APBD kepada Menteri Dalam Negeri untuk
Pemerintah Daerah Tingkat I dan kepada Gubernur untuk Pemerintah
Daerah Tingkat II. Jadi, pertanggungjawaban bersifat vertikal.
d. Dalam tahap pengawasan dan pemeriksaan dan tahap penyusunan dan
penetapan perhitungan APBD, pengendalian dan pemeriksaan / audit
terhadap APBD bersifat keuangan. Hal ini tampak pada pengawasan
APBD berdasarkan objek yang meliputi pengawasan pendapatan daerah
dan pengawasan pengeluaran daerah. Pengawasan tersebut tidak
memperhitungkan pertanggungjawaban dari aspek lain, misalnya dari
aspek kinerja.
e. Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan
terhadap tiga unsur utama, yaitu unsur ketaatan pada peraturan
perundangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisiensi,dan hasil
program (untuk proyek-proyek daerah).
f. Sistem akuntansi keuangan daerah menggunakan stelsel cameral (tata
buku anggaran). Menurut stelsel (system pembukuan ) ini, penyusunan
anggaran dan pembukuan saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Dasar pemilihan stelsel kameral dan bukannya stelsel komersial (tata buku
kembar/berpasangan) adalah tujuan pembukuan. Karena tujuan
22
pembukuan keuangan daerah di era pra reformasi adalah pembukuan
pendapatan, maka stelsel yang cocok digunakan adalah stelsel komersial.
Pada stelsel kameral, diperolehnya pendapatan adalah pada saat
penerimaan, sedangkan pembiayaan terjadi pada saat dilakukan
pembayaran. Oleh karena itu stelsel kameral ini disebut juga tata buku kas
2.3.3 Proses Penyusunan dan Penetapan APBD
Proses penyusunan APBD menurut Laporan Kemajuan Kegiatan
Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2000 yang disusun oleh Departemen Dalam
Negeri dan Otonomi Daerah pada Bab III tentang penyusunan dan penetapan
APBD pasal 21 dijelaskan proses penyusunan APBD sebagai berikut :
(1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah
bersama-sama DPRD menyusun arah dan kebijakan umum APBD.
(2) Berdasarkan arah dan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), pemerintah Daerah menyusun strategi dan prioritas APBD.
(3) Berdasarkan strategi dan prioritas APBD sebagaiman dimaksud dalam
ayat (2) dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan Keuangan
Daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan rancangan APBD.
Sedangkan Proses Penetapan APBD menurut Laporan Kemajuan Kegiatan
Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2000pada Bab III pasal 22, dijelaskan
sebagai berikut :
(1) Kepala Daerah menyampaikan rancangan APBD kepada DPRD untuk
mendapatkan persetujuan
23
(2) Apabila rancangan APBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah
berkewajiban menyempurnakan rancangan APBD tersebut.
(3) Penyempurnaan rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
harus disampaikan kembali kepada DPRD.
(4) Apabila rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak
disetujui DPRD, pemerintah Daerah menggunakan APBD tahun
sebelumnya sebagai dasar pengurusan Keuangan Daerah.
2.4 Anggaran Berbasis Kinerja
Menurut Sony Yuwono,dkk. (2005 : 34) mendefinisikan Anggaran Kinerja
sebagai berikut :
“Anggaran Kinerja adalah sistem anggaran yang lebih menekankan pada
pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal”.
Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup
kegiatan penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrumen untuk
mencapai tujuan dan sasaran program. Dengan anggaran kinerja akan terlihat juga
hubungan yang jelas antara input, output dan outcome yang akan mendukung
terciptanya sistem pemerintahan yang baik. Untuk dapat mengukur anggaran
berbasis kinerja, pemerintah daerah terlebih dahulu harus memiliki Renstra.
Menurut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
mendefinisikan rencana stratejik sebagai berikut :
24
“Perencanaan stratejik merupakan suatu proses yang berorientasi pada
hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu satu taun sampai dengan lima
tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala”.
Jadi Renstra merupakan kegiatan dalam mencari tahu dimana organisasi
berada pada saat ini, arahan kemana organisasi harus menuju, dan bagaimana cara
(strategi) untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu, Renstra merupakan analisis
dan pengambilan keputusan strategi untuk masa depan organisasi untuk
menempatkan dirinya pada masa yang akan datang. Pada prinsipnya, terdapat
beberapa langka h yang lazim dalam melakukan perencanaan stratejik yaitu,
merumuskan visi dan misi, memutuskan tujuan dan sasaran, dan merumuskan
stratejik-stratejik untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Menurut Sony Yuwono,dkk. (2005 : 37) menjelaskan bahwa untuk dapat
melaksanakan anggaran kinerja dengan baik di lembaga pemerintah daerah
diperlukan syarat utama, yaitu:
1. Keterlibatan DPRD dalam perencanaan anggaran DPRD sebagai wakil
masyarakat peran yang sangat penting dalam ikut menyusun perencanaan
anggaran.
2. Adanya desentralisasi wewenang hingga ke level unit kerja sebagai pusat
pertanggungjawaban.
Menurut Darise (2008:146), penganggaran berbasis kinerja merupakan
metode penganggararan yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara
keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efisiensi
25
dalam pencapaian keluaran dari hasil tersebut. Siklus anggaran meliputi empat
tahap yang diungkapkan menurut Mardiasmo (2009:70) yang terdiri atas:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar
taksiran pendapatan yang tersedia. Yang didasari oleh visi, misi, dan tujuan
organisasi. Terkait dengan hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa sebelum
menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya dilakukan penaksiran pendapatan
terlebih dahulu.
2. Tahap Ratifikasi
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit.
Pimpinan eksekutif dituntut memiliki integritas serta kesiapan mental yang
tinggi. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus
mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang
rasional atas segala pertanyaan dan bantahan dari pihak legislatif.
3. Tahap Implementasi
Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang diperhatikan oleh
manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan
sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini
bertanggungjawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan
handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati,
dan bahkan diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya.
26
4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi
Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek
operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan
aspek akuntabilitas. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem
akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan
tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan menemui banyak masalah.
2.5 Penilaian Kinerja
Menurut Indra Bastian (2010:329) mendefinisikan Kinerja sebagai berikut:
“Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi
dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu
organisasi”.
Sedangkan menurut Mardiasmo (2007:122) menjelaskan bahwa Penilaian
Kinerja memiliki tujuan atau manfaat bagi manajemen untuk :
a) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai
kinerja manajemen ;
b) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang tela ditetapkan ;
c) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan
korektif untuk memperbaiki kinerja ;
27
d) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward &
punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai
dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati ;
e) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi ;
f) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi
2.6 Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya
sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini
baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan
pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing.
Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi
Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan
pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan
efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan
memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat
mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan
negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian
Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah tersebut.
28
Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan
mengenai sistem pengendalian intern pemerintah secara menyeluruh dengan
Peraturan Pemerintah.
Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada
pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan,
dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang
memadai, bukan keyakinan mutlak.
Berdasarkan pemikiran tersebut, dikembangkan unsur Sistem
Pengendalian Intern yang berfungsi sebagai pedoman penyelenggaraan dan tolok
ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern.
Pengembangan unsur Sistem Pengendalian Intern perlu mempertimbangkan aspek
biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan kriteria
pengukuran efektivitas, dan perkembangan teknologi informasi serta dilakukan
secara komprehensif.
2.6.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Dijelaskan oleh Mahmudi (2010: 20) bahwa sistem akuntansi berkaitan
erat dengan sistem pengendalian internal organisasi. Sistem akuntansi yang baik
adalah sistem akuntansi yang di dalamnya mengandung sistem pengendalian yang
memadai.
Pengertian sistem pengendalian intern adalah proses yang integral dari
tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh manajemen (eksekutif) dan jajarannya
untuk memberikan jaminan atau keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan
29
organisasi dalam melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.
Menurut PP No. 60 tahun 2008 dijelaskan bahwa Sistem Pengendalian
Internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP,
adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di
lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2.6.1.1 Tujuan Pengendalian Internal
Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan
bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan. Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada
SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. SPIP sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai
bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
30
pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Tujuan penyelenggaraan tersebut adalah untuk menentukan apakah
pengendalian telah berjalan seperti yang dirancang dan apakah orang yang
melaksanakan memiliki kewenangan serta kualifikasi yang diperlukan untuk
melaksanakan pengendalian secara efektif, sedangkan tujuan dibangunnya sistem
pengendalian intern menurut Mahmudi (2010:20) adalah :
1. Untuk melindungi aset (termasuk data) negara
2. Untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat
3. Untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relevan, dan andal
4. Untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku (Standar Akuntansi Pemerintah/SAP)
5. Untuk efisiensi dan efektifitas operasi
6. Untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan perundangan
yang berlaku.
2.6.1.2 Unsur-Unsur Pengendalian Internal
Menurut PP No 60 tahun 2008 bahwa SPIP terdiri atas unsur:
1. Lingkungan pengendalian;
2. Penilaian risiko;
3. Kegiatan pengendalian;
4. Informasi dan komunikasi; dan
5. Pemantauan pengendalian intern.
31
Penerapan unsur SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
menyatu dan menjadi bagian integral dari kegiatan Instansi Pemerintah .
1. Lingkungan Pengendalian
Pada PP No. 60 tahun 2008 pasal 4 di jelaskan bahwa Pimpinan Instansi
Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang
menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem Pengendalian
Intern dalam lingkungan kerjanya, melalui:
a. Penegakan integritas dan nilai etika;
b. Komitmen terhadap kompetensi;
c. Kepemimpinan yang kondusif;
d. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM
2. Penilaian Risiko
Dalam rangka penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah dapat
menetapkan tujuan pada tingkatan kegiatan, dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan. Penilaian risiko ini terdiri atas:
a. Penetapan tujuan instansi secara keseluruhan
b. Penetapan tujuan pada tingkatan kegiatan
c. Identifikasi risiko
d. Analisi risiko
e. Mengelola risiko selama perubahan
32
3. Kegiatan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian
sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dari sifat, tugas dan fungsi yang
bersangkutan. Kegiatan pengendalian sebagaimana yang dimaksud pada PP NO.
60 tahun 2008 pasal 18 ayat (3) terdiri atas:
a. Reviu atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
b. Pembinaan sumber daya manusia;
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
d. Pengendalian fisik atas aset;
e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
f. Pemisahan fungsi;
g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;
h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
k. Dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan
kejadian penting.
Menurut Mahmudi (2010:22) Komponen penting yang terkait dengan sistem
pengendalian internal khususnya kegiatan pengendalian antara lain:
a. Sistem dan prosedur akuntansi
b. Otorisasi
c. Formulir, dokumen dan catatan
d. Pemisahan tugas
33
4. Informasi dan Komunikasi
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat dan
mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Komunikasi
atas informasi sebagaimana dimaksud wajib diselenggarakan secara efektif.
Untuk menyelenggarakan komunikasi yang efektif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pimpinan Instansi Pemerintah harus sekurang-kurangnya:
a. Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan
b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus
menerus.
5. Pemantauan
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem
Pengendalian Intern. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi
terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.
Pemantauan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
diselenggarakan melalui kegiatan pengelolaan rutin, supervisi, pembandingan,
rekonsiliasi, dan tindakan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas.
2.6.1.3 Pihak Yang Bertanggung Jawab Atas Pengendalian Internal
Menurut Jalu Aribowo (2009) peran dan tanggung jawab orang-orang
dalam organisasi terhadap SPIP adalah:
a. Manajemen
34
Dalam hal ini adalah Menteri/Pimpinan, lembaga, Gubernur, dan
bupati/walikota serta jajaran manajemen di lingkungannya. Para pimpinan
inilah yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan SPIP dilingkungan
kerjanya. Disamping itu pimpinan memegang peranan penting dalam
penerapan SPIP yang memerlukan keteladanan dari pimpinan yang
mempengaruhi integritas, etika dan faktor lainnya dari lingkungan
pengendalian yang positif.
b. Seluruh pegawai SPIP dengan berbagai tingkatan, menjadi tanggungjawab
semua pegawai dalam suatu instansi dan seharusnya ada dalam uraian
pekerjaan setiap pegawai. Setiap pegawai menghasilkan informasi yang
digunakan dalam sistem pengendalian intern atau melakukan tindakan lain
yang diperlukan untuk mempengaruhi pengendalian.
Setiap pegawai juga harus bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan
masalah dalam pelaksanaan kegiatan instansi, ketidakpatuhan terhadap aturan
prilaku, serta pelanggaran kebijakan atau tindakan-tindakan yang illegal
lainnya.
c. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran yang penting
untuk mengevaluasi efektivitas penerapan SPIP, dan memberikan kontribusi
terhadap efektivitas SPIP yang sedang berlangsung. Karena posisi organisasi
APIP independen dari manajemen serta otoritas yang disandangnya, APIP
sering berperan dalam fungsi pemantauan.
d. Auditor Eksternal dan Pihak Luar Instansi
35
Sejumlah pihak luar sering memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan
instansi. Auditor eksternal membawa pandangan yang objektif dan
independen, mengkontribusikan langsung melalui pernyataan audit atas
laporan keuangan dan tidak langsung menyediakan informasi penting untuk
manajemen dalam menjalankan tanggung jawabnya termasuk sistem
pengendalian intern. Pihak lain yang juga memberikan pengaruh kepada
instansi adalah legislator, regulator dan stakeholders lainnya yaitu pihak-pihak
yang berkepentingan atau terkait dengan instansi. Namun pihak luar tidak
bertanggung jawab atau tidak menjadi bagian dalam sistem pengendalian
intern.
2.6.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal
Menurut Hiro Tugiman (2006:9) menyatakan bahwa permasalahan
pengendalian yang merupakan keterbatasan, antara lain:
1. Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas.
2. Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai
bukan sebagai atau sasaran untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Pengendalian ditetapkan terlalu berlebihan (over controlling) tanpa
memperhatikan sisi manfaat dan biayanya
4. Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan
berkurangnya atau hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang.
36
5. Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku (behavioral ) padahal
faktor manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya suatu
pengendalian.
2.6.1.5 Efektivitas Pengendalian Internal
Efektivitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang
dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian internal dikatakan
efektif bila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan
keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum, dan regulasi yang
berlaku dipatuhi.
Menurut Mardiasmo (2010: 134) pengertian efektivitas adalah sebagai
berikut:
“Efektivitas adalah ukuran berhasil atau tidaknya suatu organisasi
mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi mencapai tujuan, maka
organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting yang
perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang besar
biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh
jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar
daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu
program atau kegiatan telah mncapai tujuan yang telah ditetapkan.”
37
Berdasarkan pengertian diatas jika dikaitkan dengan penerapan
pengendalian internal dapat dikatakan bahwa tercapainya tujuan suatu organisasi
ditetapkan oleh pihak manajemen melalui penerapan sistem pengendalian internal.
Tujuan sistem pengendalian internal pemerintah sendiri memiliki tujuan
untuk mencapai kegiatan pemerintahan yang efektif dan efisien, perlindungan aset
negara, keterladanan laporan keuangan, dan kepatuhan pada perundang-undangan
dan peraturan serta kebijakan yang berlaku
2.7 Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1
Penelitian sebelumnya
No Penulis Judul Hasil penelitian Perbedaan
1 Komang Sri
Endrayani,
I Made
Pradana
Adiputra,
Nyoman Ari
Surya
Darmawan
(2014)
Pengaruh
Penerapan
Anggaran
Berbasis Kinerja
Terhadap
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Pemerintah
(Studi Kasus pada
Dinas Kehutanan
UPT KPH Bali
penerapan
anggaran berbasis
kinerja
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
akuntabilitas
kinerja instansi
pemerintah.
Variabel
dependen pada
penelitian ini
yaitu
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Pemerintah.
Sedangkan yang
penulis lakukan
adalah Sistem
Pengendalian
38
Tengah
Kota Singaraja)
Internal
Pemerintah
2 Sumantri,2013 Penerapan
Anggaran
Berbasis Kinerja
Badan Layanan
Umum
Berdasarkan
Kualitas SDM
Secara statistik
tidak terjadi
pengaruh kualitas
sumber daya
manusia dan
penerapan
anggaran berbasis
kinerja, tetapi
secara teknis
berpengaruh.
Variabel
dependen pada
penelitian ini
yaitu kualitas
sumber daya
manusia.
Sedangkan yang
penulis lakukan
adalah Sistem
Pengendalian
Internal
Pemerintah
3 Bakrie Wahid,
(2015)
Pengaruh
Efektivitas
Pengendalian
Anggaran
Terhadap
Pelaksanaan
Anggaran
Berbasis Kinerja
Pada Dinas
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa Efektifitas
Pengendalian
Anggaran (X)
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
Anggaran
Berbasis Kinerja
dijadikan
sebagai variabel
dependen,
pengendalian
anggaran
sebagai variabel
independen.
39
Pendidikan
Kabupaten
Boalemo
Pelaksanaan
Anggaran
Berbasis Kinerja
(Y)
Sedangkan yang
penulis lakukan
adalah Sistem
Pengendalian
Internal
Pemerintah
variabel
dependen
Anggaran
Berbasis Kinerja
4
Venni
Avionita, 2013
Pengaruh
Anggaran
Berbasis Kinerja
Terhadap Kinerja
Program
Peningkatan
Disiplin Aparatur
Instansi
Pemerintah
Daerah
Hasil pengujian
menunjukkan
bahwa
implementasi
anggaran berbasis
kinerja
berpengaruh
positif terhadap
kinerja program
peningkatan
disiplin aparatur
instansi
pemerintah
Variabel
dependen pada
penelitian ini
yaitu kinerja
program
peningkatan
disiplin aparatur
instansi
pemerintah
daerah.
Sedangkan yang
penulis lakukan
adalah Sistem
40
daerah. Pengendalian
Internal
Pemerintah
5 Haspiarti
(2012)
Pengaruh
Penerapan
Anggaran
Berbasis Kinerja
Terhadap
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Pemerintah (Studi
Pada Pemerintah
Kota Parepare)
Penerapan
anggaran
berbasis kinerja
berpengaruh
positif
terhadap
akuntabilitas
kinerja instansi
pemerintah
Variabel
dependen:
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Pemerintah
Variabel
independen:
Penerapan
Anggaran
Berbasis Kinerja
2.8 Kerangka Pemikiran
Pemerintah Daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari
segi internal, yaitu peningkatan kinerja yang optimal dan segi eksternal yaitu
adanya tuntutan masyarakat yang menghendaki agar pemerintah daerah mampu
menciptakan tujuan masyarakat daerah yang sejahtera sebagai suatu implikasi dari
penerapan otonomi daerah yang mengedepankan akuntabilitas kinerja dan
peningkatan pelayanan publik (Abdul Halim, 2007).
Pemerintah dalam sebuah negara demokrasi mewakili kepentingan rakyat,
uang yang dimiliki pemerintah adalah uang rakyat, dan anggaran yang
41
menunjukkan rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat tersebut
(Indra Bastian, 2010).
Menurut Deddi Nordiawan (2007), kegunaan anggaran adalah sebagai alat
penilaian kinerja, artinya anggaran merupakan suatu ukuran yang bisa menjadi
patokan apakah suatu bagian atau unit kerja telah memenuhi target, baik berupa
terlaksananya aktifitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dialokasikan ke unit
organisasi pemerintah daerah berupa SKPD (Mahmudi, 2011). APBD merupakan
amanat rakyat kepada Pemerintah Daerah untuk mewujudkan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat dalam satu tahun fiskal tertentu yang dinyatakan dalam
satuan mata uang.
Perwujudan amanat rakyat di sisi pemerintah daerah ini dinyatakan dalam
bentuk rencana kerja yang akan dilaksanakan pemerintah daerah dengan
menggunakan sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, penyusunan
anggaran daerah harus berorientasi pada kepentingan masyarakat/ publik (Indra
Bastian, 2006)
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan reformasi anggaran daerah
dan reformasi dalam pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah.
Reformasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan pola penganggaran
berbasis kinerja dan laporan pertanggungjawaban yang juga bersifat kinerja.
42
Melalui sistem penganggaran berbasis kinerja ini, penetapan besarnya
alokasi anggaran daerah lebih mempertimbangkan nilai uang dan nilai uang yang
mengikutifungsi sesuai dengan kebutuhan nyata setiap unit kerja. Hal ini karena
APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari program kebijakan serta usaha
pembangunan yang dituangkan dalam bentuk aktifitas yang dimiliki oleh unit
kerja terkecil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah dibebankan dalam
setiap tahun.
Setiap pemerintah daerah akan diketahui kinerjanya dengan menggunakan
anggaran berbasis kinerja. Kinerja ini akan tercermin pada laporan
pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja SKPD. Ketentuan
penerapan anggaran berbasis kinerja telah dinyatakan dalam Permendagri No. 59
Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Peraturan ini disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti
telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas,
dimana anggaran berbasis kinerja menuntut adanya output optimal atau
pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluran harus berorientasi atau
bersifat ekonomi, efisien, dan efektif didalam pelaksanaannya dan mencapainya
suatu hasil (outcome).
Instansi dituntut untuk membuat standar kinerja pada setiap anggaran
kegiatan sehingga jelas tindakan apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang
dibutuhkan, dan berupa hasil yang diperoleh (fokus pada hasil). Anggaran
berbasis kinerja merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output
43
organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis
organisasi. Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan
dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun (Indra Bastian, 2006).
Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, pengertian anggaran
berbasis kinerja adalah suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang
didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai. Penerapan dengan
pendekatan kinerja didalam kegiatan rencana kinerjanya, instansi pemerintah
harus mematuhi unsur-unsur anggaran kinerja yang bisa dipahami dengan baik
oleh semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja.
Secara umum unsur-unsur yang harus dipahami menurut Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK, 2008) diantaranya: pengukuran
kinerja, penghargaan dan hukuman, kontrak kinerja, kontrol eksternal dan
internal, serta pertanggungjawaban manajemen agar bisa dilaksanakan sesuai
tujuan pelaksanaan kinerjanya.
Pengendalian internal pemerintah daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah. Pada dasarnya pengendalian intern merupakan suatu proses yang
dijalankan dan dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan yaitu, a) efektifitas dan efisiensi operasi, b)
keandalan laporan keuangan, c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku menurut Coso dalam Bastian (2009).
44
Definisi di atas memberikan pengertian bahwa pengendalian internal
adalah proses yang dapat dipengaruhi manajemen dan karyawan dalam
menyediakan secara layak suatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh
secara objektif dalam penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang dapat
dipercaya, diterapkannya efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan operasi
perusahaan dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati oleh
semua pihak.
Masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan
keuangan oleh BPK, menunjukkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
belum memenuhi karakteristik nilai informasi yang disyaratkan.
Representasi kewajaran dituangkan dalam bentuk opini itu sendiri dengan
mempertimbangkan kriteria kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP); kecukupan pengungkapan; kepatuhan terhadap peraturan perundang -
undangan dan efektivitas pengendalian intern ( BPK, 2009).
BPK memberikan opini Disclaimer diantaranya disebabkan oleh
kelemahan sistem pengendalian internal. Permasalahan penting yang masih
ditemukan BPK dalam pemeriksaan LKPD mengenai pengendalian intern antara
lain adalah:
1. Pengendalian atas pengelolaan pendapatan daerah belum memadai, di
antaranya penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib,
penggunaan langsung atas pendapatan daerah, adanya kekurangan
penetapan dan penerimaan pajak dan retribusi daerah, penyetoran
retribusi daerah tidak dilakukan secara tepat waktu, dan piutang pajak
45
yang telah kadaluarsa serta tunggakan pajak yang berpotensi tidak
tertagih
2. Sistem pengendalian intern yang lemah atas pengelolaan hibah, bantuan
sosial dan bantuan keuangan yang pada umumnya belum didukung
dengan laporan pertanggungjawaban dari para penerima hibah, bantuan
sosial dan bantuan keuangan.
Dalam penyusunan keuangan daerah yang baik, selain SKPD harus
memiliki sumber daya manusia yang kompeten, SKPD juga harus memiliki sistem
pengendalian intern yang baik. Lemahnya sistem pengendalian intern dapat
mempengaruhi kualitas laporan keuangan daerah yang dihasilkan. Dan salah satu
tolak ukur apakah sudah tercapainya tujuan SPIP terhadap keandalan laporan
keuangan adalah ditaatinya peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
dicerminkan melalui opini BPK yang menjadi ukuran lain mengenai kualitas
laporan keuangan pemerintah.
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Anggaran BerbasisKinerja
Efektivitas SistemPengendalian Internal
Pemerintah
46
2.9 Hipotesis Penelitian
Hipotesis berdasarkan kajian teori maka hipotesis yang ingin dibuktikan dari
penelitian ini adalah:
H0:Tidak ada Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah.
Ha:Ada Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Efektivitas Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah.