3
“Anak Berkaki Satu” ... Itulah julukan yang sering diberikan kepada Ali, seorang anak berusia 12 tahun yang cacat sejak kecil dan hanya memiliki satu kaki. Hidup di jalanan, mengemis dan dihina teman-temannya telah menjadi suatu hal yang biasa bagi Ali. Semua kebutuhan harus peroleh melalui mengemis di pinggir jalan. Terkadang ada orang-orang murah hati yang memberikannya makanan, tapi tidak jarang juga ia dihampiri olh orang-orang ja- hat yang merampas semua uangnya. Setiap hari ia seperti mengadu nasib. (mf) A li adalah seorang anak yam piatu. Ia berasal dari keluarga yang kaya raya dan merupakan anak tunggal, sehingga ia sangat dikasihi oleh kedua orang tuanya. Tetapi be- berapa tahun yang lalu, ayahnya dipu oleh seorang rekan kerja sehingga seluruh hartanya habis dalam sekejap. Tidak cukup sam- pai di situ, keka mereka sedang berpergian, ba-ba mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan. Kedua orang tua Ali langsung meninggal di tem- pat, sedangkan Ali mengalami kelumpuhan yang masih ia derita sampai saat ini. “Hidupnya sangat tra- gis,” begitulah pendapat orang- orang yang melihat kehidupan Ali. Tidak seorang pun mau menerimanya karena ia diang- gap anak pembawa sial. Ejekan, celaan telah menjadi makanan sehari-hari.tetapi ia selalu ingat akan ajaran kedua orang tuanya, “Tetap bersyukur, Nak, apapun yang terjadi. Kamu pas bisa melaluinya. Tuhan selalu beserta denganmu.” Perkataan inilah yang selalu membuat Ali kuat dan tetap berjuang untuk hidup. Sampai suatu malam... Hujan turun dengan sangat deras... Ali meringkuk kedin- ginan di balik selimutnya yang sudah sangat lusuh. Perutnya sangat lapar dan ia dak punya cukup uang untuk membeli makanan. Ia hanya bisa memak- sakan dirinya untuk dur dalam keadaan tersebut dengan hara- pan bahwa besok pagi ia dapat memulai hari yang lebih baik dan dapat memperoleh lebih banyak uang. Dan akhirnya ia mulai ter- dur. Di tengah-tengah du- rnya, Ali mendapatkan sebuah mimpi ... Ada Seorang berjubah puh datang dengan senyu- man yang begitu lembut. Ia menghampiri dan memeluk Ali sehingga tubuh Ali merasa sangat hangat. Ali sudah lama sekali dak pernah merasakan kehangatan seper itu, dan ia mulai menangis di pelukan-Nya. Orang tersebut membelai kepala Ali sambil berkata, “Tidurlah anak-Ku... Aku menjagamu... ” Keesokan paginya, Ali terbangun dan ia mulai mengin- gat mimpinya. “Siapa Orang yang menghampiriku semalam? ” “Aku belum pernah berjumpa dengan Orang seper itu! Dia begitu lembut dan pelukkan-Nya membuat aku dur dengan rasa aman... “ “Siapa Dia? Aku ingin bertemu lagi dengan-Nya... “ Ali diam sejenak, sambil berfikir, “ i’m not perfect “ oleh : Marcella Flaorenzia FRESH! STORY 10

10,11,12

Embed Size (px)

DESCRIPTION

10 FRESH! oleh : Marcella Flaorenzia “ yang melihat ha itu menjadi sangat terkejut. Mana mungkin seorang wania kaya mau menerima seorang yang cacat seperti Ali. Itu mustahil.

Citation preview

Page 1: 10,11,12

“Anak Berkaki Satu” ...Itulah julukan yang sering diberikan kepada

Ali, seorang anak berusia 12 tahun yang cacat sejak kecil dan hanya memiliki satu

kaki. Hidup di jalanan, mengemis dan dihina teman-temannya telah menjadi suatu hal

yang biasa bagi Ali. Semua kebutuhan harus peroleh melalui mengemis di pinggir jalan.

Terkadang ada orang-orang murah hati yang memberikannya makanan, tapi tidak

jarang juga ia dihampiri olh orang-orang ja-hat yang merampas semua uangnya. Setiap

hari ia seperti mengadu nasib. (mf)

Ali adalah seorang anak yatim piatu. Ia berasal dari keluarga yang kaya raya

dan merupakan anak tunggal, sehingga ia sangat dikasihi oleh kedua orang tuanya. Tetapi be-berapa tahun yang lalu, ayahnya ditipu oleh seorang rekan kerja sehingga seluruh hartanya habis dalam sekejap. Tidak cukup sam-pai di situ, ketika mereka sedang berpergian, tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan. Kedua orang tua Ali langsung meninggal di tem-pat, sedangkan Ali mengalami kelumpuhan yang masih ia derita sampai saat ini. “Hidupnya sangat tra-gis,” begitulah pendapat orang-orang yang melihat kehidupan

Ali. Tidak seorang pun mau menerimanya karena ia diang-gap anak pembawa sial. Ejekan, celaan telah menjadi makanan sehari-hari.tetapi ia selalu ingat akan ajaran kedua orang tuanya, “Tetap bersyukur, Nak, apapun yang terjadi. Kamu pasti bisa melaluinya. Tuhan selalu beserta denganmu.” Perkataan inilah yang selalu membuat Ali kuat dan tetap berjuang untuk hidup. Sampai suatu malam... Hujan turun dengan sangat deras... Ali meringkuk kedin-ginan di balik selimutnya yang sudah sangat lusuh. Perutnya sangat lapar dan ia tidak punya cukup uang untuk membeli makanan. Ia hanya bisa memak-sakan dirinya untuk tidur dalam keadaan tersebut dengan hara-pan bahwa besok pagi ia dapat memulai hari yang lebih baik dan dapat memperoleh lebih banyak uang. Dan akhirnya ia mulai terti-dur. Di tengah-tengah tidu-rnya, Ali mendapatkan sebuah mimpi ... Ada Seorang berjubah putih datang dengan senyu-man yang begitu lembut. Ia menghampiri dan memeluk Ali sehingga tubuh Ali merasa sangat hangat. Ali sudah lama sekali tidak pernah merasakan kehangatan seperti itu, dan ia mulai menangis di pelukan-Nya. Orang tersebut membelai kepala Ali sambil berkata, “Tidurlah anak-Ku... Aku menjagamu... ” Keesokan paginya, Ali terbangun dan ia mulai mengin-gat mimpinya. “Siapa Orang yang menghampiriku semalam? ”“Aku belum pernah berjumpa dengan Orang seperti itu! Dia begitu lembut dan pelukkan-Nya membuat aku tidur dengan rasa aman... ““Siapa Dia? Aku ingin bertemu lagi dengan-Nya... “ Ali diam sejenak, sambil berfikir,

“ i’m notperfect “

oleh : Marcella Flaorenzia

FRESH!

STORY

10

Page 2: 10,11,12

sampai akhirnya ia sadar ... “Apakah Dia Tuhan? Ya, Dia Tuhan yang ada dalam mimpiku! “ “Tuhan sungguh-sungguh meng-hampiriku! “Ali mulai menangis dan ia mulai berdoa. Se-jak kecelakaan yang menimpa keluarganya, Ali sudah tidak pernah berdoa, bahkan ia sudah lupa bagaimana caranya berdoa. Dan saat ini ia hanya bisa berkata :“Tuhan terima kasih... Aku tahu Engkau ada bersamaku... “

Beberapa hari kemudian ... Seperti biasa, Ali mulai mengemis di pinggir jalan. Ia selalu duduk di tempat yang sama setiap hari. Karena kondisi kakinya yang cacat, ia sulit untuk berpindah-pindah tempat. Tiba-tiba ada seorang wanita tua yang kira-kira berusia 65 tahun dengan pakaian yang mewah melalui jalan tersebut. Ali mengamati wanita itu dan ia merasa belum pernah melihat wanita itu sebelum-nya. Ali berfikir, “Mungkin wanita itu sedang berlibur ke kota ini dan ia pasti sangat kaya raya.”Wanita itu kemudian berhenti tepat di depan Ali dan Ali sangat tekejut ketika wanita itu mulai menunduk dan menyodor-kan tangannya, “Halo, siapa namamu? Boleh berke-nalan?”Selama bertahun-tahun Ali duduk mengemis di jalanan tersebut, belum pernah ia bertemu dengan orang yang sangat ramah seperti ini.Dengan ragu-ragu Ali mulai menyodorkan tangannya dan bersalaman dengann wanita tua tersebut. “eehhh... Nama saya... Ali...”Wanita itu tersenyum lebar. “Senang berkenalan denganmu, Ali. Nama saya Elisabeth. Kamu bisa me-manggil saya Oma Elisabeth. Rumah saya tidak jauh dari sini. Maukan kamu mampir ke rumah Oma?” “eehhh... gimana ya... bukannya saya tidak ma, tapi saya sulit untuk ber-jalan... saya tidak mau merepotkan Oma... Terima kasih karena Oma sudah sangat baik kepada saya.” “Tenang saja, kamu sama sekali tidak merepotkan Oma.” Sebuah mobil mewah berwarna hitam tiba-tiba melaju dan berhenti tepat di depan Oma. Seorang supir yang menggenakan jas dan topi tua, keluar dari mobil tersebut. Dan ia membukakan pintu belakang mobil. “Pak Supir,mari bantu Ali untuk masuk ke dalam mobil,” perintah Oma. “Baik Nyonya.” Ia segera merang-kul Ali dan membantunya masuk ke dalam mobil ang mewah tersebut. Semua orang

yang melihat ha itu menjadi sangat terkejut. Mana mungkin seorang wania kaya mau menerima seorang yang cacat seperti Ali. Itu mustahil.

Ali sangat menikmati duduk di mobil mewah tersebut. Ia terus melihat ke luar jendela,. “Sudah lama sekali saya tidak pernah jalan-jalan seperti ini.” Mobil tersebut berhenti di sebuah pintu gerbang dan masuk ke sebuah rumah (mungkin lbih tepat disebut sebuah istana) yang sangat besar. Ali mengusap-usap matanya, “Apakah saya sedang bermimpi?”“Haha.. tidak anakku, ini adalah rumahku dan kamu tidak sedang bermimpi. Ayo kita turun...”Oma menuntun masuk ke dalam rumah dan seorang pelayan menyambut mereka.“Silakan masuk, Nyonya. Silakan, Tuan Muda...”“Tuan Muda?!?” tanya Ali terkejut.“Anggap saja ini seperti rumahmu sendiri. Oma tidak punya siapa-siapa di sini. Di

rumah yang besar ini, Oma hanya tinggal dengan seorang supir dan seorang pelayan. Suami Oma sudah lama meninggal. Oma harap kamu mau tinggal di sini sebagai cucu Oma. Hanya kamu satu-satunya harapan Oma.”“Tapi... Tapi kenapa harus saya? Saya tidak layak untuk di rumah Oma yang mewah ini. Saya lebih pantas tinggal di jalanan. Semua orang menganggap saya anak pembawa sial. Maaf, saya tidak bisa menjadi cucu Oma.”Mendengar kata-kata itu, Oma langsung memeluk Ali erat-erat.“Kemewahan ini tidak akan ada artinya tanpa kehadiran kamu, Nak...”Akhirnya Ali setuju untuk tinggal di rumah mewah tersebut, meskipun sebenarnya ia tidak tahu apa alasan Oma itu menerima ia di rumahnya. Tapi ia melihat bahwa Oma itu sungguh-sungguh tulus dan tidak ada maksud jahat.“Oma adalah malaikat yang Tuhan utus untukku.”

Hari demi hari Ali lalui bersama Oma Elisabeth. Oma tidak lagi merasa kesepian dan ia sangat terhibur dengan kehadiran Ali. Ali pun mulai melanjutkan sekolahnya dan ia mulai mengembangkan setiap potensi di dalam dirinya. Ia selalu mengisi waktu luangnya dengan belajar melukis, itu adalah kegemarannyadari sejak kecil. Tangan-tangannya mulai terasa kaku karena sudah lama tidak melukis. Tapi ia terus berlatih dan berlatih. Suatu hari, ketika Ali sedang pergi sekolah, Oma masuk ke ruangan tempat Ali belajar melukis. Di ruangan itu dipajang begitu banyak lukisan dan ada beberapa lukisan yang tercecer di lantai. “Memang cucuku ini sangat pan-dai melukis,” seru Oma dengan tersenyum bangga. Tidak sengaja, ia hampir saja meng-injak sebuah lukisan yang tercecer di lantai. “Wah... lukisan apa ini?” tanya Oma dalam hati sambil mengangkat lukisan tersebut.Ketika ia melihat lukisan itu, ia mulai meni-

tikkan air mata.Ternyata itu adalah sebuah lukisan yang menggambarkan kehidupa Ali. Di lukisan itu digambarkan seorang anak cacat sedang tidur kedinginan di balik selimut, dan ada sosok Pribadi berjubah putih sedang memeluk anak tersebut. Bukan hanya itu, di samping anak itu juga ada seorang Oma yang digambarkan sedang mengulukan tangannya. Lukisan yang sangat luar biasa. “Aku akan menyimpan lukisan ini dan mengirimkannya ke lomba karya seni bulan depan. Aku yakin lukisan ini pasti me-nang!” Oma menyimpan lukisan itu diam-diam tanpa sepengeta-huan Ali.

Bulan berikutnya... “Ayo Ali, cepat... kamu harus ikut Oma sekarang...” seru Oma sambil berlari-lari. “Memangnya kita hari ini mau kemana Oma?” Ali masih asik menyantap sarapan paginya. “Pokoknya ada sesuatu yang pent-ing. Oma mau mengajak kamu ke pameran lukisan.” “Pameran lukisan? Bukannya dua hari yang lalu kita baru berkunjung ke sana ya?” Ali semakin bingung. “Pokoknya hari ini kita harus ke sana. Nanti kamu juga akan mengerti set-elah sampai di sana. Ok?” “Ok Oma-ku sayang...” kata Ali tersenyum.

Sesampainya di pameran lukisan, orang berbondong-bondong memenuhi ruangan tersebut. “Oma, ada acara apa ya di sini? Ramai sekali...” “Hari ini adalah hari penghargaan lomba karya seni untuk lukisan terbaik. Ayo

Page 3: 10,11,12

kita segera masuk.” Beberapa menit kemudian, seorang pembawa acara naik ke atas pang-gung dan memulai acara penghargaan tersebut. Ali belum tahu bahwa lukisannya juga dikirim ke pelombaan itu. Oma mulai merasa tidak sabar untuk mendengarkan pengumuman penghargaan. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggupun tiba. “Penghargaan utama diberikan pada lukisan berjudul ‘Anak Berkaki Satu’ !” Orang-orang bertepuk tangan. Mendengar judul lukisan itu, Ali langsung terkejut dan ia langsung menoleh kepada Oma. “Oma, kenapa judul lukisan itu bisa sama dengan lukisanku?”“Itu memang lukisanmu, Nak . Oma yang mengirimkannya. Maafkan Oma karena Oma mengambilnya secara diam-diam, tapi maksud Oma...”Belum selesai bicara, Ali langsung memeluk Oma.“Terima kasih Oma... Oma memang malai-katku...”

Itu adalah hari yang bersejarah untuk Ali, saat pertama kali ia menerima penghar-gaan atas hasil kary-anya. Tapi ia terus berusaha, sehingga ia menjadi salah satu pelukis terkenal di negaranya.‘Nak, karena kamu sudah berhasil, Oma mau memberimu hadiah. Kamu mau hadiah apa? Oma akan berikan.”Ali berpikir sejenak. Ia merasa telah memiliki segala sesuatu sejak tinggal bersama Oma.“Hm.. sebenarnya aku sudah tidak perlu hadiah, karena aku sudah sangat bahagia bisa tinggal bersama Oma. Tapi ada satu hal yang aku rindukan dan semoga Oma bisa mengabulkannya.”“Apa itu, Nak? Sepertinya serius sekali...”“Aku ingin sekali bisa membuka sebuah yayasan supaya bisa menampung anak-anak cacat yang bernasib sepertiku. Aku juga ingin mereka merasakan kehidupan yang lebih baik seperti yang aku alami.”Oma hanya bisa terdiam dan sangat terharu mendengarnya.“Itu sangat mulia, Nak... Oma pasti mengab-ulkannya.”

Selama proses mendirikan Yayasan, yang memakan cukup banyak waktu, Oma mulai sering terserang penya-kit. Kondisi fisiknya mulai melemah dan ia sudah tidak kuat untuk berjalan. Sampai suatu hari, Oma merasa bahwa waktunya sudah tidak lama lagi. Ia memanggil Ali dan menggenggam tangan-

nya erat-erat. “Kamu mau tahu Nak, apa se-babnya Oma menghampirimu pada waktu kamu sedang mengemis di pinggir jalan? Apa sebabnya Oma menganggapmu seperti cucu Oma sendiri dan mengizinkanmu tinggal di rumah Oma?” suara Oma mulai melemah, tapi ia terus melanjutkan. “Sebenarnya Oma pernah memiliki seorang anak. Tapi ia lahir dalam keadaan cacat. Suami Oma sangat marah melihat kondisi itu, sehingga Oma juga sangat membenci anak Oma sendiri. Oma tidak bisa menerimanya dan seringkali memukulnya...” Oma tidak dapat menanan tangisnya.“Sampai akhirnya anak Oma sakit keras dan Oma mulai menyesal. Tapi penyesalan itu sudah terlambat. Anak Oma kemudian meninggal.” Tangan Ali digenggam semakin keras dan Ali pun ikut menangis. “Semenjak kejadian itu Oma tidak pernah keluar rumah. Oma hanya duduk diam di rumah dengan menyimpan penye-

salan. Tapi suatu hari, ketika sedang tidur, Oma mendapat sebuah mimpi... ada Pribadi berjubah putih, sama seperti yang ada dalam lukisanmu, mengajak Oma ke suatu tempat di pinggiran jalan dan Pribadi itu memperlihatkan kepada Oma seorang anak yang cacat sedang mengemis. Ia menunjuk kepada anak tersebut danberkata : Aku mengasihinya.” “Akhirnya, keesokanharinya, Oma keluar rumah dan mencari tempat tersebut. Dan tempat itu sungguh-sungguh ada, tepat seperti yang ada di dalam mimpi. Dan Oma juga berhasil menemukan anak itu. Kamu-lah anak itu, Ali. Tuhan sangat mengasihimu.” Ali sangat terkejut mendengar hal itu. “Akhirnya aku mengerti... aku juga pernah mendapatkan mimpi, berjumpa denganPribadi berjubah putih. Dan aku sadar bahwa itu sungguh-sungguh Tuhan.” Kemudian mereka berdoa bersama. Oma meninggal dengan suatu

kepuasan. Sebelum meninggal, ia sempat mengucapkan sebuah kalimat terakhir kepada Ali : “Kamu telah membuat hidupku sempurna.”

Tepat satu tahun kemudian, yayasan untuk anak cacat selesai didirikan dan Ali menamakannya ‘Yayasan Elisabeth’ sekaligus untuk mengenang jasa-jasa Oma dalam hidupnya. Ketika acara peresmian acara tersebut, ada begitu banyak wartawan yang hadir dan mewanwancarai Ali : “Apa rahasia Anda sehingga Anda bisa menjadi orang yang sukses meskipun Anda cacat secara fisik?” Ali tesenyum dan menjawab : “Saya bukan orang yang sem-purna dan saya juga dikelilingi oleh orang-orang yang tidak sempurna. Tapi justru lewat ketidaksempurnaan itulah kami bisa saling melengkapi dan kami bisa sama-sama memiliki kehidupan yang sempurna. Saya membuat hidup orang lain sempurna dan orang lain membuat hidup saya sem-

purna. Itu yang membuat saya ada hari ini.” (**)

12