19
REFERAT Pengobatan Epilepsi Oleh Ramdhan Gautama 06.55351.00294.09 Pembimbing dr. Yetti O. Hutahaean, Sp. S Laboratorium / SMF Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman 2011

105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jinij

Citation preview

Page 1: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

REFERAT

Pengobatan Epilepsi

Oleh

Ramdhan Gautama

06.55351.00294.09

Pembimbing

dr. Yetti O. Hutahaean, Sp. S

Laboratorium / SMF Penyakit Saraf

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2011

Page 2: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

DAFTAR ISI

Pendahuluan .................................................................................................................................... 3

Isi

Monitoring terapi OAE ................................................................................................. 4

Memulai terapi OAE ..................................................................................................... 4

Kombinasi OAE ............................................................................................................... 5

Pembagian OAE .............................................................................................................. 5

Withdrawl OAE ............................................................................................................... 10

Tapering OAE ................................................................................................................... 10

Daftar Pustaka ................................................................................................................................ 13

Page 3: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

BAB I

PENDAHULUAN

Pengobatan epilepsi bertujuan untuk mengendalikan serangan epilepsi, dengan

cara pemberian obat anti-epilepsi (OAE) yang tepat, dalam dosis yang memadai, tanpa

menimbulkan efek samping atau gejala-gejala toksik serta tanpa mengurangi prestasi

penderita. Namun demikian perlu diketahui, bahwa penanganan epilepsi tidak mudah

dan sering tidak member hasil yang memusakan. Bahkan pengobatan epilepsi dengan

obat-obat antiepilepsi termasuk salah satu yang paling sukar di bidang kedokteran

( Maher, 2002 cit Lahdjie, 2010).

Tujuan optimal pengobatan adalah menyembuhkan atau paling tidak membatasi

gejala-gejala dan mengurangi efek samping pengobatan. Pada sindrom epileptik atau

penyakit epilepsi, bila kelainan struktural, metabolik, atau endokrin yang dapat

disembuhkan tidak dijumpai, maka tujuan pengobatan adalah memperbaiki kualitas

hidup penderita dengan menghilangkan atau mengurangi frekuensi tanpa menimbulkan

efek samping yang tidak dikehendaki (Harsono, 2005 cit Lahdjie, 2010).

Page 4: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

BAB II

ISI

Obat anti epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu OAE generasi lama dan

generasi baru. OAE diperkirakan dapat mengontrol kejang pada 75% penderita. Prinsip

terapi OAE adalah untuk mendapatkan efek pengendalian kejang yang semaksimal

mungkin dengan efek samping yang minimal atau bahkan tanpa munculnya efek

samping (WHO, 2006 cit Lahdjie, 2010).

Pengobatan untuk epilepsi bersifat jangka panjang, didasarkan atas pemberian

OAE yang sebenarnya memiliki potensial toksik. Dengan demikian, setiap kali

memutuskan untuk memberikan OAE kepada penderita epilepsi, hal-hal berikut ini

harus diperhatikan ialah risk-benefit ratio yang harus selalu dievaluasi terus-menerus,

penggunaan OAE harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin dalam jangka waktu

yang lebih pendek, dan memilih obat yang paling spesifik untuk jenis bangkitan yang

akan diobati (Harsono, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Monitoring terapi OAE

Pemantauan kadar OAE dalam serum harus dilakukan dengan manfaat untuk

mengevaluasi kepatuhan penderita minum obat, menilai faktor farmakokinetika dan

farmakodinamika, yang mungkin dapat memberi sumbangan dalam hal terjadinya

kegagalan terapi, untuk mengidentifikasi kadar obat yang efektif, dengan demikian

dapat mengenali perubahan-perubahan di kemudian hari yang mungkin berupa

munculnya serangan ulang atau efek samping, untuk menentukan obat apa yang

bertanggung jawab atas munculnya efek toksik apabila dipergunakan obat lebih dari

satu macam. Pada kenyataannya hal ini sulit dilakukan dikarenakan fasilitas

laboratorium, dan mahalnya biaya pemeriksaan. Meskipun pada dasarnya pemeriksaan

kadar OAE sangat dianjurkan ( Harsono, 2005 cit Lahdjie, 2010).

Memulai terapi OAE

Dalam strategi pengobatan epilepsi, untuk mencapai hasil terapi yang optimal

perlu diperhatikan ialah pengobatan awal harus dimulai dengan obat tunggal. Obat

perlu dimulai dengan dosis kecil dan dinaikkan secara bertahap sampai efek terapi

tercapai atau timbul efek samping yang tidak dapat ditoleransi lagi oleh pasien. Interval

penyesuaian dosis tergantung dari obat yang digunakan. Sebelum penggunaan obat

kedua sebagai pengganti, bila fasilitas laboratorium memungkinkan, sebaiknya kadar

Page 5: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

obat dalam plasma diukur. Bila obat telah melebihi kadar terapi sedangkan efek terapi

belum tercapai atau efek toksik telah muncul maka penggunaan obat pengganti

merupakan keharusan. Obat pertama harus diturunkan secara bertahap untuk

menghindarkan status epileptikus. Bilamana dianggap perlu terapi kombinasi masih

dibenarkan (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Kombinasi terapi OAE

Kombinasi OAE dipakai apabila monoterapi telah dicoba. Apabila kombinasi dua

macam obat lini pertama tidak menolong, obat yang mempunyai efek lebih besar dan

efek samping lebih kecil tetap diteruskan, sementara obat yang lain diganti dengan obat

dari kelompok lini kedua. Apabila obat lini kedua tersebut efektif, dipertimbangkan

untuk menarik obat pertama. Sebaliknya, obat lini kedua tersebut harus dihentikan

apabila ternyata tidak juga efektif. Apabila upaya tersebut di atas gagal, kasus tersebut

mungkin tergolong dalam epilepsi refrakter, kasus epilepsi yang sulit disembuhkan.

Berbagai obat OAE dapat terus dicoba pada kasus itu, atau dipertimbangkan untuk

tindakan bedah.

Penggantian OAE pertama dilakukan jika serangan terjadi kembali meskipun

OAE pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi, maka

obat antiepilepsi kedua harus segera dipilih dan jika terjadi reaksi obat pertama baik

efek samping, reaksi alergi ataupun efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi

pasien.

Terapi dengan obat yang kedua harus dimulai dengan gambaran sebagai berikut:

pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada rentang dosis yang

direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan secara bertahap selama 1-3

minggu. Setelah obat yang pertama diturunkan, dosis obat kedua (monoterapi) harus

dinaikkan sampai serangan terkontrol atau dengan efek samping yang minimal. Proses

ini harus dilanjutkan sampai monoterapi dengan dua atau tiga obat primer gagal.

Setelah proses tersebut dilakukan baru politerapi dipertimbangkan (Wibowo, dkk, 2008

cit Lahdjie, 2010).

Pembagian OAE

Mekanisme kerja obat antiepilepsi sendiri menghambat proses inisiasi dan

penyebaran kejang. Meskipun pada umumnya obat anti epilepsi lebih cendrung bersifat

membatasi proses penyebaran kejang dibandingkan proses inisiasi (letupan potensial

aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan kanal ion Ca++ dan Na+ serta

Page 6: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

hiperpolarisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau kanal ion K+). Dengan demikian

secara umum ada dua mekanisme kerja yaitu peningkatan inhibisi (GABA nergik) dan

penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion: Na+, Ca+, K+, dan Cl- atau

aktifitas neurotransmitor (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Obat-obat anti epilepsi lini pertama antara lain:

a) Fenitoin : Fenitoin merupakan obat antiepilepsi non sedatif tertua yang

dikenal dengan difenilhidantoin (DPH). Mekanisme kerjanya menghambat

kanal Na+. Biasanya digunakan untuk kejang parsial dan tonik-klonik umum,

dan pada akhir-akhir ini efektif terhadap serangan primer atau sekunder.

Efek Samping : nistagmus, kehilangan kemampuan ekstraokular yang

mengikuti gerakan mata, diplopia, hiperplasia ginggiva dan hirsutisme, kulit

dan muka menjadi kasar,osteomalasia, megaloblastik anemia (Katzung, 2008

cit Lahdjie, 2010).

Dosis : untuk dewasa dimulai dengan 100-200 mg/hari, dan untuk anak

dimulai dengan 5 mg/kg. Dosis pemeliharaan untuk dewasa adalah 100-300

mg-hari dan untuk anak-anak adalah 4-8 mg/kg. Obat dapat diberikan 1-2

kali/hari. Kadar obat efektif dalam serum berkisar antara 40-80 umol/L

(Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999 cit Lahdjie, 2010).

b) Fenobarbital : Obat epilepsi yang paling aman. Mekanisme kerja potensiasi

efek GABA pada GABA reseptor, banyak digunakan kejang pada bayi, tonik-

klonik umum (termasuk mioklonus dan lena) bangkitan parsial.

Efek Samping : (pada anak) terjadi aktivitas hiperkinetik paradoks, sedasi,

nistagmus,ataxia, megaloblastik anemia (Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Untuk dewasa diawali dengan 30 mg/hari, dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 30-180 mg/hari. Untuk anak, dosis pemeliharaan adalah 3-8

mg/hari dan untuk neonatus berkisar antara 3-4 mg/hari. Obat diberikan 1-2

kali/hari. Kadar efektif dalam serum berkisar antara 40-170 umol/L

(Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999; Rogawski dan Porter, 1990 cit

Lahdjie, 2010).

c) Karbamazepin : Pada awalnya dipasarkan untuk pengobatan neuralgia

trigeminal kini dapat digunakan untuk mengobati bangkitan parsial dan jenis

tertentu bangkitan umum. Mekanisme kerjanya menghambat kanal Na+

(Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).

Page 7: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

Efek Samping : Efek samping kardiovaskular paling sering terjadi pada

pendeita lanjut usia (lansia), efek samping dermatologik berupa ruam ringan

(sekitar 3%). sampai dermatitis eksfoliativa, nekrolisis epidermal toksika,

systemic lupus erythematosus, dan sindrom Steven-Johnson (Greist, 1999;

Foldvary dan Wyllie, 1999 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 100 mg, diberikan pada malam hari. Dosis

pemeliharaan adalah antara 400-1600 mg/hari, dengan dosis maksimum

2400 mg/hari. Dosis pemeliharaan untuk anak adalah umur < 1 tahun 100-

2000 mg; 1-5 tahun 200-400 mg; 5-10 tahun 400-600 mg; dan 10-15 tahun

600-1000 mg. Untuk anak-anak dapat dipakai dosis sebagai berikut, 10-40

mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan individual secara optimal akan ditentukan

oleh reaksi klinis; dengan demikian perkembangan klinis harus diperhatikan

secara teliti (Greist, 1999; Foldvary dan Wyllie, 1999 cit Lahdjie, 2010).

d) Klonazepam : Mekanisme kerja klonazepam pada GABA resptor . Biasanya

digunakan untuk absence, antiepilepsi yang paling kuat (Katzung,2008).

Dapat pula pilihan untuk mioklonus, dan sering digunakan pula untuk

epilepsi umum maupun epilepsi parsial (Harsono, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Efek Samping : drowsy, letargy, inkoordinasi otot, dysatria, dizziness, agresif,

hiperaktif, iritable (Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 0,25 mg/hari. Dosis pemeliharaan antara 0,5- 4 mg

(dewasa), 1 mg (anak di bawah 1 tahun), 1-2 mg (anak 1-5 tahun), 1-3 mg

(anak 5-12 tahun). Dosis yang lebih tinggi dapat diberikan, bergantung pada

keadaan klinis penderita. Klonazepam dapat diberikan sekali sehari atau dua

kali sehari (Shorvon, 2000; Rho dan Sankar, 1999; Rogawski dan Porter,

1990 cit Lahdjie, 2010).

e) Asam valproat : mekanisme kerjanya meliputi menghambat kanal Na,

menghambat kanal Ca, Menurunkan metabolisme GABA di Gabaergik neuron.

Digunakan untuk absence, kejang tonik-klonik (Katzung, 2008). Valproat

digunakan untuk mioklonus dan lena, sebagai drug of choice, dan juga untuk

bangkitan parsial, sindrom Lennox-Gastaut, sindrom epilepsi pada anak, dan

kejang demam (Harsono, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Page 8: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

Efek Samping : mual, muntah, rasa terbakar di ulu hati, tremor halus pada

dosis tinggi, efek teratogenik pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat ini

( Katzung, 2008 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 400-500 mg/hari (dewasa), 20 mg/kg BB (anak <

20 kg), 40 mg/kg (anak > 20 kg). Dosis pemeliharaan adalah sebagai berikut:

500-2500 mg/hari (dewasa), 20-40 mg/kg/hari (anak, 20 kg), 20-30

mg/kg/hari (anak > 20 kg). Untuk anak tidak dianjurkan bentuk slow-

release. Obat dapat diberikan 2-3 kali/hari (Shorvon, 2000; Rho dan Sankar,

1999; Rogawski dan Porter, 1990 cit Lahdjie, 2010).

Obat-obat anti epilepsi lini kedua antara lain:

a) Felbamat : Felbamat sempat ditarik dari pasaran di AS karena efek anemia

aplastik. Digunakan pada pasien kejang parsial (Katzung, 2008 cit Lahdjie,

2010).

Efek Samping : insomnia, mual, penurunan nafsu makan, penurunan berat

badan, lelah, ataksia, letargi, dan dizziness. Data klinik menunjukkan bahwa

pemberian felbamat dihentikan pada 12% penderita epilepsi dewasa karena

efek samping tersebut.

Dosis : Dosis awal adalah 1200 mg/hari (dewasa) dengan dosis terbagi 3

atau 4 dan kemudian dapat dinaikkan menjadi 2400-3600 mg/hari dalam

waktu satu minggu. Dosis pada anak adalah 15 mg/kg/hari. Dosis

pemeliharaan antara 1200-3600 mg/hari (dewasa) dan 45-80 mg/kg/hari

(anak) (Shorvon, 2000; Marson, dkk, 1996; Patsalon, 1993 cit Lahdjie, 2010).

b) Gabapentin : Gabapentin analog dengan GABA. Mekanisme kerjanya GABA

agonis sentral. Digunakan pada pasien kejang parsial dan kejang umum tonik

klonik dalam dosis tinggi (Katzung,2008). Tidak boleh digunakan pada anak

berusia kurang dari 12 tahun dan pada pasien yang memiliki gangguan fungsi

ginjal.

Efek Samping : Ataksia, pusing, sakit kepala, somnolen, tremor (Utama,et al,

2007 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 300 mg/hari, dosis pemeliharaan 900-4800

mg/hari. Gabapentin dapat diberikan 2-3 kali/ hari. Dosis untuk anak adalah

15-30 mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan invidual optimal ditentukan oleh

perkembangan klinis, dosis awal yang rendah dapat mengurangi

Page 9: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

kemungkinan ataksia atau rasa mengantuk (Taylor, dkk, 1998 cit Lahdjie,

2010).

c) Lamotrigin : Mekanisme kerjanya melalui menghambat kanal Na+, Ca+ dan

mencegah pelepasan neurotransmiter glutamat dan aspartat. Digunakan

pada pasien bangkitan parsial, bangkitan lena dan mioklonik.

Efek Samping : Kulit kemerahan (bila kombinasi dengan valproat), pusing,

sakit kepala, diplopia dan somnolen, tidak boleh digunakan pada anak

berusia kurang dari 12 tahun (Utama,et al, 2007 cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 12,5-25 mg/hari; dosis pemeliharaan antara 100-

200 mg, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan valproat, 200-

400 mg bila dikombinasi dengan obat yang menginduksi enzim. Lamotrigin

diberikan 2 kali sehari. Di samping itu, ada yang menyarankan bahwa bila

lamotrigin dikombinasikan dengan valproat maka dosisnya adalah 25

mg/hari selama 2 minggu kemudian 50 mg/hari selama 2 minggu, akhirnya

dinaikkan secara bertahap sampai 150 mg dua kali sehari. Bila

dikombinasikan dengan karbamazepin, fenitoin, fenobarbital atau pirimidon

maka dosis awal lamotrigin adalah 50 mg dua kali sehari, kemudian

dinaikkan sampai 100-200 dua kali sehari. Pada anak, bila dikombinasikan

dengan valproat maka dosis awalnya adalah 0,5 mg/kg/hari dan dosis

pemeliharaan adalah 1-5 mg/kg/hari. Bila dikombinasikan dengan

karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, atau pirinidon, maka dosis awalnya

adalah 2 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan antara 5-15 mg/kg/hari.

Sementara itu, dosis pemeliharaan individual akan ditentukan oleh

perkembangan klinis penderita (Shorvon, 2000; Walker dan Sanders, 1996

cit Lahdjie, 2010).

d) Okskarbazepin : Obat yang masih berhubungan dekat dengan karbamazepin

dan digunakan untuk tipe kejang yang sama (Katzung, 2008 cit Lahdjie,

2010).

Efek Samping : Mirip dengan efek samping pada karbamazepin walaupun

frekuensi dan beratnya efek samping lebih rendah. Efek samping yang terkait

dengan dosis meliputi rasa lelah, nyeri kepala, dizziness, ataksia, peningkatan

berat badan, alopesia, nausea, dan gangguan gastro-intestinal (Shorvon, 2000

cit Lahdjie, 2010).

Page 10: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

Dosis : Dosis awal adalah 600 mg/hari. Tingkat titrasi adalah 600

mg/minggu. Dosis pemeliharaan yang biasa diberikan adalah 900-2400

mg/hari. Obat ini diberikan 2 kali/hari (Shorvon, 2000 cit Lahdjie, 2010).

e) Topiramat : Topiramat lebih dipilih untuk menolong penderita epilepsi yang

termasuk kualifikasi “berat” termasuk sindrom Lennox-Gastaut (Buck, 2001;

Kellet, dkk, 1999 cit Lahdjie, 2010).

Efek Samping : Meliputi ataksia, gangguan konsentrasi, bingung, dizziness,

rasa lelah, parastesia ekstremitas, mengantuk, gangguan memori, depresi,

agitasi dan kelambanan bicara (Shorvon, 2000; Buck, 2001; Kellet, dkk, 1999

cit Lahdjie, 2010).

Dosis : Dosis awal adalah 25-50 mg/hari (dewasa), 0,5-1 mg/kg/hari (anak).

Dosis pemeliharaannya adalah 200-600 mg/hari (dewasa). dan 9-11

mg/kg/hari (anak). OAE ini diberikan 2 kali/hari (Shorvon, 2000 cit Lahdjie,

2010).

Withdrawl OAE

Penghentian pengobatan epilepsi dapat dilakukan apabila penderita bebas dari

serangan dalam jangka waktu tertentu, konsep penghentian obat minimal 2 tahun

terbebas serangan pada umumnya dapat diterima oleh kalangan praktisi, penghentian

obatpun dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan klinis penderita

(Harsono, 2005). Dan konsep ini juga dapat menggambarkan kesembuhan adalah bebas

serangan (remisi terminal) setelah melakukan pengobatan OAE minimal 2 tahun

(Gilliam, 2001 cit Lahdjie, 2010).

Sekitar 70% anak-anak dan 60% dewasa yang epilepsinya terkontrol dengan

OAE dapat menghentikan pengobatan. Penghentian pengobatan dapat dilakukan jika

memenuhi syarat:

1. bebas kejang selama 2-5 tahun dengan penggunaan OAE (rata-rata 3,5 tahun)

2. hanya memiliki satu tipe kejang epilepsi parsial (parsial sederhana atau

kompleks parsial atau kejang umum sekunder tonik-klonik) atau satu tipe kejang

umum primer tonik-klonik

3. pemeriksaan neurologis normal atau normal IQ

4. rekaman EEG normal (Gilroy, 2000 cit Lahdjie, 2010).

Penghentian pengobatan OAE harus selalu dipertimbangkan, karena OAE

mempunyai resiko timbulnya efek samping seperti dizziness, fatique, dan kesulitan

Page 11: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

membangkitkan memori. Juga adanya efek teratogenik bagi maternal yang

mendapatkan OAE meski belum diketahui mekanismenya. Pertimbangan biaya yang

terus meningkat perlu dipertimbangkan untuk kontinuitas pengobatan epilepsi. Serta

efek psikologis penderita yang kadang masih merasa kondisi tubuhnya harus

bergantung terhadap OAE (Britton, 2002).

Tapering OAE

Dalam tapering OAE dikenal 2 cara yang digunakan, yaitu :

1. Rapid tapering

- Dilakukan selama 6 minggu dengan penurunan dosis OAE 25% setiap 2

mingggu.

- Dilakukan selama 1 bulan dengan penurunan dosis OAE 25% setiap 10 hari.

2. Slow tapering

- Dilakukan selama 9 bulan dengan penurunan dosis OAE 25% setiap 3 bulan.

- Dilakukan selama 6 bulan dengan penurunan dosis OAE 25% setiap 2 bulan

(Mathew, 2008).

Dalam berbagai penelitian, tapering OAE dilakukan ketika penderita telah

mencapai target bebas bangkitan. Dan cara melakukan tapering yang umum digunakan

adalah dengan membagi periode tapering ke dalam 3 rentang waktu yang seimbang,

yaitu setiap 2 minggu untuk kelompok periode tapering 6 minggu dan setiap 3 bulan

untuk kelompok periode tapering 9 bulan. Dimana dosis OAE yang digunakan selama

tapering diseduaikan dengan sediaan yang ada di pasaran. Jika penderita mendapatkan

dua atau lebih OAE, maka obat ditapering dengan rentang waktu yang sama untuk

setiap jenis obat. Namun apabila didapatkan OAE golongan barbiturat, maka golongan

tersebut merupakan yang terakhir ditapering (Tennison, 2011).

Tapering OAE sebaiknya dilakukan di rentang waktu yang sesuai dan nyaman

bagi penderita, keluarga, jadwal sekolah, dan juga dokter yang menangani. Perkiraan

waktu untuk melakukan tapering adalah :

- Lebih baik dilakukan pada saat liburan sekolah agar orang tua mudah

memberikan pengawasan.

- Sebelum penderita belajar mengemudi agar mendapatkan waktu bebas obat

yang signifikan.

- Dilakukan saat musim panas jika pemicu bangkitan adalah cuaca musim

dingin (Smith,2006).

Page 12: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

Dan tidak dilakukan pada saat penderita merencanakan perjalanan lintas

wilayah, sedang mendapatkan stresor fisik atau emosional yang tinggi, sedang dalam

perayaan hari besar, ketika penderita sedang beraktifitas diluar lingkungan rumah, atau

dokter yang menangani sedang tidak ada di tempat untuk melakukan evaluasi. Keluarga

juga dipersiapkan dan dijelaskan mengenai tapering OAE dan kemungkinan

keberhasilannya. Serta dapat mengupayakan penanganan awal bila penderita kembali

mendapatkan bangkitan (Smith, 2006). Selain itu keluarga penderita juga harus

mendapatkan penjelasan untuk tetap memiliki beberapa dosis OAE untuk persiapan

selama 6 bulan pertama pasca pemberhentian OAE serta mengetahui dengan jelas tipe

epilepsi penderita yang bersangkutan untuk memudahkan penggalian informasi jika

terjadi rekurensi (Camfield, 2005).

Angka remisi pada anak-anak yang mendapatkan tapering OAE hingga lepas dari

pengobatan adalah 50% bebas bangkitan selama 6 bulan dengan probabilitas 66-96%

pada tahun pertama dan 61-91% pada dua tahun. Sehingga tetap direkomendasikan

untuk melakukan pengawasan terhadap penderita pada aktifitas tertentu seperti

berenang. Penghentian OAE melaui tapering merupakan hal yang baik untuk

direncanakan terhadap penderita epilepsi meski sering menimbulkan kekhawatiran

bagi penderita sendiri maupun keluarga, dan umumnya mempunyai angka keberhasilan

yang lebih tinggi pada epilepsi idiopatik. Prinsip terbaik tapering adalah menurunkan

minimal selama 6 bulan untuk setiap jenis OAE (Smith, 2006).

Page 13: 105895259-Penatalaksanaan-Epilepsi

DAFTAR PUSTAKA

Britton, Jeffrey W. 2002. Antiepileptic drug withdrawl : literatur review. Mayo Clin Proc 77: 1378-1338.

Camfield, Peter R. Et al,. 2005. Antiepileptic drugs in chilhood epilepsy in Current Management in Child Neurology, Third Edition . Bernard L. Maria, BC Decker Inc : 148–150

Lahdjie, Nur Azizah. 2010. Hubungan kepatuhan pengobatan terhadap kegagalan pengobatan epilepsi setelah 2 tahun pada pasien epilepsi di poli saraf RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Samarinda.

Mathew, Joseph L. 2008. Tapering of anticonvulsant therapy in children. EVIDENCE THAT IS UNDERSTANDABLE, RELEVANT, EXTENDIBLE, CURRENT, AND APPRAISED (under IAP- RCPCH Collaboration). Indian Pediatrics volume 45 : 845-848

Smith, Robert L. 2006. Withdrawing antiepileptic drugs from seizure-free children. Australian Presciber volume 29 no 1 : 20.

Tennison, Michael et al,. 2011. Discontinuitating antiepileptic drugs in children with epilepsy, a comparison of a six-week and a nine-month taper period. The New England Journal of Medicine volume 330 no 220.