Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Hasil Belajar
1. Deskripsi Hasil Belajar
Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan
pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku, baik
yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap
aspek pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman
belajar, menilai proses dan hasil belajar,termasuk dalam cakupan tanggungjawab
guru. Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan keterampilan terhadap mata
pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes.1
Tohirin berpendapat bahwa “belajar ialah suatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam inetraksi
dengan lingkungannya”.2
Menurut Basleman dan Mappa, Learning is a change in the individual
and his environment, which fils a need and makes him more capable of dealing
adequately with his environment, belajar adalah suatu perubahan dalam diri
individu sebagai hasil interaksinya dengan lingkungannya untuk memenuhi
1 Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemprer,(Jakarta:Modern English Press,2002),h. 1190.
2 Tohirin, Psikologi pembelajaran Agama Islam,(Jakarta: raja Grafindo Persada,2005), h.8.
11
kebutuhan dan menjadikannya menjadi lebih mampu melestarikan lingkungannya
secara memadai.3
Sudjana mengatakan bahwa “hasil belajar adalah terjadinya perubahan
pada diri sendiri ditinjau dari 3 aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik
siswa”.4Apa yang dimaksud Sudjana di atas menunjukan bahwa hasil belajar tidak
hanya berkaitan dengan aspek pengetahuan (kognitif) semata, namun secara
menyeluruh mencakup perkembangan dan kemajuan siswa dalam aspek
pengetahuan, keteranpilan sikap, dan perilaku.
Dari uraiannya di atas, pada prinsipnya menekankan bahwa hasil belajar
merupakan suatu kemajuan dalam perkembangan siswa setelah ia mengikuti
kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Kemajuan tersebut dapat mewujud dalam
bentuk pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan perilaku sebagai akibat dari
proses belajar.
Hasil belajar sebagai parameter keberhasilan belajar siswa membutuhkan
suatu standar untuk dijadikan acuan dalam menentukan apakah siswa telah
berhasil dalam belajarnya atau tidak. Dalam rangka itu, Djamarah dan Zain
merumuskan acuan dasar yang dapat dijadikan kriteria dalam menentukan tingkat
keberhasilan siswa yaitu:
a) Apabila daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai
prestasi tinggi, baik secara individu maupun secara kelompok.
3 Anisa Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Bandung: PTRemaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, h. 7.
4 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar BaruAlgensindo, 2009), h. 49
12
b) Apabila perilaku yang digariskan dalam tujuan
pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai siswa secara
individu maupun kelompok.5
Dari uraian dan penjelasan dari beberapa tokoh diatas, dapat disimpulkan
beberapa hal terkait dengan hasil belajar siswa, antara lain bahwa: hasil belajar
merupakan buah dari kegiatan belajar yang dilakukan siswa. Hasil belajar dapat
diketahui melalui kegiatan pengukuran dengan menggunakan tes baik tes tertulis,
tes lisan, maupun tes perilaku. Hasil dari tes tersebut selanjutnya dijadikan bahan
evaluasi untuk mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan guru dalam mengajar,
sekaligus juga menunjukan sejauhmana siswa mampu menyerap materi pelajaran
yang telah disajikan.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri
yang meliputi dua aspek, yakni: pertama,aspek fisiologis(yang bersifat
jasmania),yaitu kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat
kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat
mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan
pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Kedua, aspek psikologis
5 Saiful Bhri Djamarah dan Aswin Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta RinekaCipta, 2006), h.106
13
(yang bersifat rohaniah), yaitu tingkat kecerdasan/intelegensi siswa,
seperti sikap siswa, bakat siswa, minat maupun motivasi siswa.6
2) Faktor eksternal yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor
eksternal siswa juga teerdiri atas dua macam, yakni faktor lingkungan
sosial seperti para guru dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya, yang termasuk lingkungan
sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta teman-teman
sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Dan faktor
nonsosial seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal
siswa dan letaknya,alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu yang
digunakan siswa.
3) Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi
strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah
opersional yang direkayasa sedemikian untuk memecahkan masalah atau
mencapai tujuan belajar tertentu.7
Pencapaian hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga tidaklah
mengherankan apabila hasil belajar dari setiap siswa dalam satu kelas mempunyai
nilai yang berfariasi. Keragaman tingkat prestasi siswa seiring dengan perbedaan
siswa dalam faktor-faktor tersebut, baik secara internal maupun eksternal.
6 Muhbbin Syah, Psikologi belajar,(Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1999), Cet. 2, h. 131-137.
7 Ibid.,h. 138-140.
14
Sudjana mengemukakan ada lima faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa yaitu:
1) Bakat siswa
2) Waktu yang tersedia untuk belajar
3) Waktu yang diperlukan untuk menjelaskan pelajaran
4) Kualitas pengajaran
5) Kemampuan individu8
Dari uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas belajar seseorang dapat dikategorikan pada tiga aspek
yaitu faktor internal baik secara fisik maupun psikis yang terjadi dalam diri
seseorang dan faktor eksternal berupa kualitas mengajar guru, keadaan
lingkungan, fasilitas pendukung, serta faktor pendekatan belajar, yakni jenis
upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran.
3. Indikator Hasil Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah
psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.
Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu,
khususnya ranah rasa murid, sangat sulit.hal ini disebabkan perubahan hasil
belajar itu ada yang bersifat intangible(tak dapat dirabah). Oleh karena itu, yang
dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanyaa mengambil cuplikan perubahan
tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan
8 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009)h. 40
15
perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta,
rasa maupun berdimensi karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa
sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator
(petunjuk adanya hasil belajar tertentu) dikait kan dengan jenis hasil belajar yang
hendak diungkapkan atau diukur.9
Indikator hasil belajar ada tiga yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Jika dikaitkan dengan indikator hasil belajar PAI maka: pertama, ranah kognitif
yaitu berkenaan dengan intelektual(pengetahuan, pemahaman, ingatan, analisis,
dan evaluasi) siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama islam. Kedua,
ranah afektif yaitu berkenaan dengan sikap. Ketiga, ranah psikomotorik yaitu
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak siswa.
B. Hakikat Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Abuddin Nata, mengemukakan bahwa pendidikan islam itu secara umum
mempu`nyai corak yang spesifik, yaitu adanya cap agama dan etika yang
kelihatan nyata pada sasaran –sasaran dan saranahnya, dengan tidak mengabaikan
masalah-masalah keduniaan. 10 Di dalam kurikulum PAI di sekolah umum,
dijelaskan bahwa pendidikan agama islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan
siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan
9 Muhibbin Syah, Psikologis Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosda Karya,1995), Cet. 2,h. 150.
10 Abuddin Nata, pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada,2001), Cet. 1, h. 86
16
tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Usaha pembelajaran Pendidikan Agama Islam diarahkan untuk
meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman ajaran Islam
dari peserta didik, disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi
juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti kualitas atau
kesalehan pribadi itu diharapkan mampu memancar keluar dalam hubungan
keseharian dengan manusia lainnya (bermasyarakat). “Hakikat pendidikan Islam
adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
anak didik agar menjadi dewasa sesuai tujuan pendidikan.
Manusia adalah makhluk yang mungkin dapat dan harus di didik sesuai
dengan hakekatnya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang hidup sebagai satu
dari (individu) dalam kebersamaan di dalam masyarakat dan karena memiliki
kemungkinan tumbuh dan berkembang. Didalam keterbatasan dirinya sebagai
manusia, pendidikan menjadi keharusan bagi manusia. Zakiah Daradjat
mendefinisikan pendidikan yaitu:
Pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaranagama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agarnantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayatidan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininyasecara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatupandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di duniamaupun di akhirat kelak.11
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam
adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru untuk mengajarkan, mendidik,
11 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam (Bumi Askara: Jakarta, 1995), h. 86
17
memahamkan, dan mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam kepada pribadi peserta
didik untuk menjadi anak yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan
menjadikan Islam sebagai ideologi atau pandangan hidupnya dalam berbuat dan
bertingkah laku untuk mendapatkan ridho Allah SWT agar selamat dan sejahtera
di dunia maupun di akhirat.
2. Landasan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
a. Landasan Pendidikan Agama Islam
Islam sebagai agama sangat memperhatikan masalah pendidikan. Dalam
Al-Quran maupun Sunnah Rasulullah SAW, dapat diketahui bahwa Islam
mewajibkan setiap orang Islam baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut
ilmu. Bahkan Allah SWT memberi derajat yang lebih tinggi kepada setiap orang
yang berpengetahuan. Dalil-dalil mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut:12
Terjemahnya:Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramudan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan AllahMaha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Q.S. Al-Mujadalah (58): 1113
Rasulullah SAW juga bersabda:
طلب ا لعم فریضة على كل مسلم
Artinya:“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim”(HR Ibnu Majah, Ibn Adi, al-
Baihaqi dan ath-Thabrani).14
12 Arief B. Iskandar, Materi Dasar Islam (Al-Azhar Press: Bogor, Cet. V, 2011), h. 144
13Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (PT Sinergi Pustaka Indonesia:Jakarta, 2012), h. 793
14 Opcit. , h. 145
18
Dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an dan As-
Sunnah (Hadits). Menetapkan Al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar pendidikan
Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang di dasarkan pada keimanan
semata. Namun, justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut
dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau
pengalaman kemanusiaan.
Sebagai Pedoman Al-Qur’an tidak ada keraguan padanya terdapat dalam
Q.S. Al-Baqarah (2): 2
Terjemahnya:“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi merekayang bertaqwa”.15
Allah SWT menamakan Al-Quran dengan Al-kitab yang dalam bahasa
arab berarti yang buku, sebagai isyarat bahwa Al-Quran diperintahkan untuk
dibaca namun tidak hanya sekedar dibaca tetapi juga dipahami isi kandungan dan
maknanya serta diaplikasikan dalam kehidupan. Takwa Yaitu memelihara diri dari
siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya, dan menjauhi
segala larangan-larangan-Nya, tidak cukup diartikan dengan takut saja.
Begitu pula dalam Q.S. Al-Ahzab (33): 21 Allah SWT berfirman:
Terjemahnya:
15 Opcit, h. 2
19
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baikbagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”16
Demikian pula dengan kebenaran Hadits sebagai dasar kedua bagi
pendidikan Islam. Sebagaiman diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwasanya:
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu
pengetahuan (ilmu agama) maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju
surga (H.R. Bukhari).17
Secara umum, Hadits dipahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan maupun
ketetapannya, begitupun kepribadian Rasul sebagai uswatun hasanah yaitu contoh
teladan yang baik bagi umatnya.
Dari beberapa ayat dan hadits di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Al-
Quran dan As-Sunnah (hadits) adalah sumber hukum Islam yang memiliki
keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan yang patut bahkan wajib dijadikan sebagai
pedoman hidup serta mentaati ajaran dan syariat Islam.
b. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Secara umum, pendidikan agama islam bertujuan untuk”meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayatan,dan pengamalan peserta didik tentang agama
islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan peribadi, masyarakat,
berbangsa dan bernegara”.
16 Ibid, h. 59517Opcit., h. 27
20
Tujuan pendidikan agama Islam tidak lepas kaitannya dengan eksistensi
hidup manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Secara umum, tujuan
pendidikan agama Islam sinkron dengan tujuan agama Islam itu sendiri, yaitu
untuk mencetak setiap individu muslim untuk tunduk, takwa dan beribadah
kepada Allah SWT untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat
sebagaimana firman Allah SWT Q.S. Adz-Zariyat (51): 56
Terjemahnya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya merekamengabdi kepada-Ku.”18
Ibnu Taimiyah dalam Hasniyati Gani Ali mengemukakan bahwa:Tujuan pendidikan agama Islam adalah terbentuknya pribadi muslim yangbaik dan amalnya sesuai yang diperintahkan oleh Al-Quran dan As-Sunnah, sehingga memiliki jiwa yang bersih dan berkepribadian yangsempurna. Selanjutnya ia tegaskan pula tentang tujuan sosial, bahwapendidikan harus diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik dansejalan dengan ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah.19
Ahmad D. Marimba dalam Arif B . Iskandar mengemukakan bahwa
“tujuan pendidikan Agama Islam adalah terbentuknya pribadi muslim yang sesuai
dengan tujuan hidup manusia yakni untuk menghamba kepada Allah SWT”.Fadhil
al-Jamaly merumuskan tujuan Pendidikan Agama Islam yang lebih rinci yakni
sebagai berikut:
1) Mengenalkan manusia akan peranannya diantara sesama makluk dan
tanggung jawab pribadinya di dalam hidup ini,
18 Ibid, h. 75619 Hasniyati Gani Ali, Ilmu Pendidikan (Kendari:Istana Profesional, 2007), h. 29
21
2) Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawab dalam tata
hidup bermasyarakat,
3) Mengenalkan manusia akan alam ini dan mengajar mereka untuk mengetahu
hikma yang diciptakan-Nya serta memberikan kemungkinan kepada mereka
untuk mengambil manfaat alam tersebut,
4) Mengenalkan manusia akan pencipta alam ini.20
Sedangkan Ibnu Sahnun lebih menekankan kepada guru dan siswa untuk
lebih kreatif dalam mempelajari Al-Quran dan ilmu-ilmu agama Islam lainnya,
seperti tafsir, fiqh dan lain-lain dalam rangka ta’budillah.21Menurut Ali Al-
Jumbulati diterjemahkan H.M. Arifin mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah:
Setiap pribadi orang muslim beramal untuk akhirat atas petunjuk danilham keagamaan yang benar yang tumbuh dan dikembangkan dari ajaran-ajaran Islam yang bersih dan suci, atau dapat diartikan mempertemukandiri pribadi terhadap Tuhannya melalui kitab-kitab suci yang menjelaskantentang hak dan kewajiban, yang fardhu dan Sunnah bagi seorangmukallaf.22
Selain itu, H.M. Arifin mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan islam
adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai islam yang hendak dicapai
dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran islam secara bertahap.23
Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa tujuan
pendidikan Agama Islam adalah agar manusia taat kepada Allah SWT yang telah
menciptakan manusia, alam semesta, dan kehidupan serta untuk mendapatkan
20 Opcit, h. 3021Ibid., h. 3122 H.M. Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam (Rineka Cipta: Jakarta, 1994), h. 3723 Aramai Arief, Pengantar Ilmu Metodologi Pendidikan Islam (Ciputat Press: Jakarta,
2002), h. 19
22
ridha Allah SWT. Mempelajari dan memahami serta mengamalkan ajaran-ajaran
Islam pada setiap sendi-sendi kehidupan agar menjadi manusia yang terbaik
(kuntum khairah ummah), beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
C. Hakikat Metode Cooperative Tipe Jigsaw
1. Pengertian Metode Jigsaw
Metode jigsaw adalah salah satu tipe pembelajaran aktif yang terdiri dari
tim-tim belajar heterogen beranggotakan 4-5 orang (materi disajikan peserta didik
dalam bentuk teks) dan setiap peserta didik bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota
lain.
Metode Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen. Materi
pembelajaran yang diberikan kepada siswa berupa teks dan setiap anggota
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari.
Teknik ini serupa dengan pertukaran antar kelompok. Bedanya setiap
siswa mengajarkan sesuatu. Ini merupakan alternatif menarik bila ada materi
belajar yang bisa disegmentasikan. Tiap siswa mempelajari setiap bagian yang
bila digabungkan akan membentuk pengetahuan yang padu.24 Para anggota dari
kelompok asal yang berbeda bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok
untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing
anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik
mereka tersebut.
24 Mel Siberrnen, 101 Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning), (Bandung: NusaMedia, 2004), hlm. 65
23
Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali
kepada kelompok asal dan berusaha mengajarkan pada teman sekelompok nya apa
yang mereka dapatkan saat pertemuan di kelompok ahli. Jigsaw didesain selain
untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik secara mandiri juga
dituntut saling ketergantungan yang positif terhadap teman sekelompoknya
selanjutnya diakhiri pembelajaran.
Peserta didik diberi kuis secara individu yang mencakup materi setiap
peserta didik terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan
dengan tujuan agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.25 Jadi metode jigsaw
merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan memanfaatkan kelompok asal
dan kelompok ahli dalam mengembangkan materi yang diajarkan.
2. Dasar Metode Jigsaw
Metode jigsaw sebagaimana proses pembelajaran kelompok lainnya
merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi
kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan
pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang
digunakan dalam cooperative script dapat memberi siswa lebih banyak waktu
berfikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya
melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang
menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan
lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan
25 Ibid, h. 237.
24
belajar kelompok pasangan untuk membandingkan tanya jawab kelompok
keseluruhan.26
Di dalam Islam juga menganjurkan proses pembelajaran dilakukan dengan
bentuk kerja sama diantara siswa termaktub dalam Q.S. al-Maidah ayat 2 yang
berbunyi:
….
Terjemahnya:Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. danbertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Al-Maidah:2)27
Muhammad Fadlil al Jamali menyatakan, bahwa pendidikan yang dapat
disarikan dari Al Qur'an berorientasi pada :
a) Mengenalkan individu akan perannya diantara sesama makhluk dengan
tanggung jawabnya di dalam hidup ini.
b) Mengenalkan individu akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya
dalam tata hidup bermasyarakat.
26 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruksvitis, (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), hlm. 81
27 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 2004), hlm. 156.
25
c) Mengenalkan individu akan pencipta alam ini dan memerintahkan
beribadah kepada-Nya.28
Dari sinilah tampak bahwa pada hakekatnya dalam diri manusia terdapat
suatu potensi yang sangat besar berupa kreatifitas dan keaktifan Sehingga tidak
menerima begitu saja dengan lingkungannya, akan tetapi dilandasi dengan pikiran
dan renungan yang dalam.
3. Unsur-Unsur Metode Jigsaw
Sebagai bagian dari Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar
belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran yang dilakukan
diantaranya (1) “Memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat” seperti,
fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama (2)
Pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten
menilai.29
Menurut Anita Lie Metode jigsaw sebagaimana pembelajaran berbasis
kelompok yang lain memiliki unsur-unsur yang saling terkait, diantaranya:
a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).
Ketergantungan positif ini bukan berarti siswa bergantung secara
menyeluruh kepada siswa lain. Jika siswa mengandalkan teman lain tanpa
dirinya memberi ataupun menjadi tempat bergantung bagi sesamanya, hal
itu tidak bisa dinamakan ketergantungan positif.
28 Muh Fadlil al Jamali dikutip oleh Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam sebuah TelaahKomponen Dasar Kurikulum, (Solo: CV. Romadloni, 2001), hlm. 51.
29 Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2010), hlm.58
26
Perasaan saling membutuhkan inilah yang dinamakan positif
interdependence. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui
ketergantungan tujuan, tugas, bahan atau sumber belajar, peran dan hadiah.
b. Akuntabilitas individual (individual accountability)
Model jigsaw menuntut adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan bahan belajar tiap anggota kelompok, dan diberi
balikan tentang prestasi belajar anggota-anggotanya sehingga mereka saling
mengetahui rekan yang memerlukan bantuan. Berbeda dengan kelompok
tradisional, akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas
sering dikerjakan oleh sebagian anggota. Dalam model jigsaw, peserta didik
harus bertanggungjawab terhadap tugas yang diemban masing-masing
anggota.
c. Tatap muka ( face to face interaction )
Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam kelompok belajar
dapat saling tatap muka sehingga mereka dapat berdialog tidak hanya
dengan guru tapi juga bersama dengan teman. Interaksi semacam itu
memungkinkan anak-anak menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Hal ini
diperlukan karena siswa sering merasa lebih mudah belajar dari sesamanya
dari pada dari guru.
d. Keterampilan Sosial (Social Skill)
Unsur ini menghendaki siswa untuk dibekali berbagai keterampilan
sosial yakni kepemimpinan (leadership), membuat keputusan (decision
making), membangun kepercayaan (trust building), kemampuan
27
berkomunikasi dan ketrampilan manajemen konflik (management conflict
skill). Ketrampilan sosial lain seperti tenggang rasa, sikap sopan kepada
teman, mengkritik ide, berani mempertahankan pikiran logis, tidak
mendominasi yang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat
dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi
secara sengaja diajarkan.
e. Proses Kelompok (Group Processing)
Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok mengevaluasi sejauh
mana mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama.
Kelompok perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan tidak
kooperatif serta membuat keputusan perilaku mana yang harus diubah atau
dipertahankan.30Jadi unsur-unsur di atas mendorong terciptanya masyarakat
belajar dimana hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan
orang lain berupa sharing individu, antar kelompok dan antar yang tahu dan
belum tahu.
4. Langkah –Langkah Metode Jigsaw
Langkah-langkah yang dipersiapkan dalam metode jigsaw adalah sebagai
berikut:
a) Materi
Memilih satu atau dua bab, cerita atau unit-unit lainnya, yang masing-
masing mencakup materi untuk dua atau tiga hari, kemudian membuat
sebuah lembar ahli untuk tiap topik. Lembar ahli ini akan mengantarkan
30 Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: Gramedia, 2005), hlm. 32-35
28
kepada siswa untuk berkonsentrasi saat membaca dan dengan kelompok
ahli yang akan bekerja. Lembar ini berisi empat sampai enam topik.
b) Membagi siswa ke dalam kelompok asal
Membagi siswa ke dalam tim heterogen yang terdiri dari empat sampai
enam anggota, tim tersebut terdiri dari seorang siswa yang berprestasi
tinggi, berprestasi sedang dan yang berprestasi rendah.
c) Membagi siswa ke dalam kelompok ahli
Kelompok ahli diambil dari kelompok asal yang berbeda, apabila jumlah
siswa lebih dari enam maka kelompok ini dibagi menjadi dua supaya lebih
maksimal.
Adapun kegiatan pembelajaran aktif tipe Jigsaw ini diatur secara
instruksional sebagai berikut:31
a. Membaca
Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk
menemukan informasi yang berhubungan dengan topik mereka.
b. Diskusi kelompok ahli
Para siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya
dalam kelompok-kelompok ahli.
c. Laporan tim
Para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing (kelompok
asal) untuk menyampaikan topik-topik mereka kepada teman satu timnya.
d. Tes
31 Ibid. h.242.
29
Setelah selesai dijelaskan pembelajaran, siswa harus menunjukkan apa yang
dipelajari selama bekerja kelompok dengan menggunakan tes secara
individual.
Langkah-langkah praktis pelaksanaannya sebagai berikut:
1) Persiapan
a) Guru memilih materi yang bisa dipecah atau disegmentasikan dalam
beberapa bagian.
b) Menjelaskan sistem belajar yang akan dipakai
c) Membentuk home teams sebagai kelompok asal
d) Membentuk expert teams yang terdiri dari anggota-anggota kelompok yang
mempelajari segmen yang sama dalam home teams masing-masing.
2) Pelaksanaan
a. Setelah siswa terbagi dalam beberapa kelompok, tiap segmen materi
diberikan pada siswa dalam home teams.
b. Guru menginstruksikan siswa untuk mempelajari “bagian” nya secara
mendalam dengan expert teams, yakni siswa yang mempelajari segmen
yang sama.
c. Guru selalu memantau proses belajar siswa dalam tiap kelompok ahli
sebagai bahan evaluasi bagi proses kelompok dalam kelas maupun untuk
mengetahui sejauh mana keaktifan siswa.
d. Setelah proses belajar dalam expert teams usai, masing-masing siswa
kembali ke kelompoknya masing-masing untuk mengajarkan apa yang telah
30
didapat dari hasil belajar bersama anggota expert teams. Di dalam home
teams siswa saling belajar dari rekannya mengenai segmen materi yang
berbeda-beda.
e. Guru berfungsi sebagai fasilitator yang selalu mengawasi dan mengarahkan
transisi kelompok agar suasana kelas tetap terkendali
3) Penyelesaian
Guru memberikan evaluasi terhadap proses kelompok dan juga
pemahaman mereka terhadap materi.
5. Kelebihan dan Kelemahan Metode Jigsaw
Setiap pemilihan dan penggunaan metode di dalam proses belajar
mengajar tentu saja tidak lepas dari keinginan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Masing-masing metode mengajar mempunyai tujuan yang berbeda
antar metode yang satu dengan metode yang lainnya. Maka Walgito
mengemukakan beberapa tujuan antara lain:
a. Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya bagaimana
anak mengemukakan dan menerima pendapat dari temannya.
b. Belajar secara berkelompok turut pula merealisasikan tujuan pendidikan
dan pengajaran.
c. Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat
yang lebih luas.
31
d. Memupuk rasa gotong-royong yang merupakan sifat dari bangsa
Indonesia.32
Di samping tujuan dari belajar kelompok yang telah disebutkan di atas
maka belajar kelompok juga mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri.
yaitu:
1) Kelebihan kerja kelompok
a. Hasil belajar lebih sempurna bila dibandingkan dengan belajar secara
individu
b. Pendapat yang dituangkan secara bersama lebih meyakinkan dan lebih
kuat dibandingkan pendapat perorangan.
c. Kerja sama yang dilakukan oleh peserta didik dapat mengikat tali
persatuan, tanggung jawab bersama dan rasa memiliki (sense belonging)
dan menghilangkan egoisme.33
2) Kelemahan kerja kelompok yaitu:
a. Metode ini memerlukan persiapan-persiapan yang lebih rumit daripada
metode lain sehingga memerlukan dedikasi yang lebih tinggi dari pihak
pendidik.
b. Apabila terjadi persaingan yang negatif hasil pekerjaan dan tugas akan
lebih buruk.
32 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta, Andi Offset, 2002), hlm. 11433 Basirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002), hlm. 15
32
c. Peserta didik yang malas, memperoleh kesempatan untuk tetap pasif
dalam kelompok itu dan kemungkinan besar akan mempengaruhi
anggota lainnya.34
Jadi kelebihan dari penerapan asas kooperatif dalam pembelajaran lebih
meningkatkan solidaritas dan saling menghargai diantara peserta didik sedangkan
kelemahannya yaitu terjadinya persaingan yang tidak sehat dan sikap saling
ketergantungan dari peserta didik.
E. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Astiti (2017) berjudul “Penerapan metode
pembelajaran Jigsawsebagai upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa
kelas IV SD 1 Sobangan”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw atau pra tindakan
rata-rata hasil belajar siswa yaitu 58,08 dengan presentase 58%. Hanya 2
dari 12 siswa yang mencapai KKM. Setelah diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw yaitu pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa
mencapai 72,25 siswa yang mencapai ketuntasan belajar yaitu 6 siswa
dengan presentase sebesar 72%. Dan pada siklus II rata-rata hasil belajar
siswa menjadi 87,67 dengan presentase sebesar 88%. Begitu juga dengan
tingkat aktivitas siswa dari siklus I ke siklus berikutnya mengalami
peningkataan secara signifikan.35
34 Zuhairini, Dkk, “Metodik Khusus Pendidikan Agama”, (Surabaya: Usaha Nasional,1983), hlm. 89
35 Astiti (2017) berjudul “Penerapan metode pembelajaran Jigsaw sebagai upayaMeningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa kelas IV SD 1 Sobangan
33
2. Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Haetami Aceng(2012)
berjudul “Penerapan pembelajaran kooperative tipe jigsaw untuk
meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan.” dari hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan metode
jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal itu dilihat berdasarkan
atas hasil evaluasi yang menunjukan peningkatan hasil belajar siswa dari
satu suklus ke siklus berikutnya. Dengan Penerapan model pembelajaran
koperatif tipe jigsaw, pada pra tindakan yaitu dengan presentase ketuntasan
46,67% dengan nilai rata-rata 65,57 setelah diterapkan model
pembbelajaran kooperatif tipe jigsaw pada siklus I meningkat menjadi
73,33% dengan nilai rata-rata 71,13. Dan pada siklus II meningkat menjadi
86,67%.36
Perbedaan penelitian ini terletak pada subyek yang akan diajar dan
mata pelajarannya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Astiti di Kelas IV
SD 1 Sobongan. dan penelitian yang dilakukan oleh Haetami Aceng di
kelas IV Sekolah Dasar Swasta Antam Pomala Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh penulis dilakukan di Kelas X A1 SMAN 2 Tongkuno.
F. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori di atas maka dapat dibuat kerangka pemikiran
sebagai berikut:
36 Haetami Aceng(2012) berjudul “Penerapan pembelajaran kooperative tipe jigsaw untukmeningkatkan Hasil Belajar Siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan Siswa Kelas IVSekolah Dasar Swasta Antam Pomalaa Kabupaten Kolaka.
34
Dalam pendidikan keberhasilan belajar siswa merupakan hal yang sangat
penting. Hal ini terkait dengan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Pada kondisi awal sebelum menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw, pembelajaran PAI SMA Negeri 2 Tongkuno masih
didominasi oleh pembelajaran konvensional yaitu dengan metode ceramah.
Dengan penggunaan metode konvensional yang berkepanjangan ini,
menyebabkan siswa merasa cepat bosan dan akhirnya berdampak pada rendahnya
hasil belajar siswa. Jika dibiarkan hal ini akan berdampak pada hasil belajar siswa
yang kurang maksimal dan siswa terkesan menjadi pasif, karena selama proses
pembelajaran kurang terjadi interaksi antara guru dengan siswa maupun antar
siswa. Dalam upaya mengatasi masalah tersebut dalam penelitian ini akan
diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yaitu suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam suatu kelompok
yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan bagian tersebut kepada anggota yang lain.
Metode kooperatif tipe Jigsaw memiliki kelebihan antara lain dapat
menumbuhkan kreativitas, rasa tanggungjawab, keberanian menyampaikan
pendapat, kemandirian belajar, rasa percaya diri dan kepemimpinan siswa. Setelah
guru menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw diharapkan siswa akan
lebih aktif, terjalin interaksi antar siswa maupun guru dengan siswa. Pada kondisi
akhir diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat. Bertolak dari kerangka
berfikir tersebut maka melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
35
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar PAI siswa kelas X A1 SMAN 2
Tongkuno. Maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.1. Alur Kerangka Berpikir
G. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat ditarik hipotesis
tindakan bahwa dengan diterapkannya metode pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar PAI Siswa kelas X A1 SMAN 2
Tongkuno.
Kondisi awal
Guru menggunakanmetode yang kurangvariatif
Hasil BelajarSiswa Rendah
Guru MenerapkanModel PembelajaranKooperatif tipeJigsaw
Kondisi Akhir
Tindakan Siklus ISiklus II
Hasi Belajar SiswaMeningkat