Upload
vya-rasta-mania
View
43
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
110048203 Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi110048203 Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi110048203 Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi110048203 Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi110048203 Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi110048203 Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi110048203 Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi110048203 Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Citation preview
Laporan pendahuluan Askep Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN
SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI
Disusun Oleh:
EBEN MARNATHA ZALUKHU, S.KEP
PPN 11040
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN VII
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2011
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
A. Definisi
Menurut Varcarolis, Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu
itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah ketidak mampuan klien untuk menilai dan berespon terhadap realita. Klien
tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal dan tidak dapat membedakan antara
lamunan dan kenyataan. Tidak mampu berespon secara akurat sehingga tampat perilaku yang
sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Dapat diambil kesimpulan bahwa halusinasi
merupakan respon seseorang terdapat rangsangan yang tidak nyata (stuart dan sundeen, 1998).
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Penyebab
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara psikologik
terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut
ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan
perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah
atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan)
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dari halusinasi adalah :
a. berbicara dan tertawa sendiri
b. bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
c. berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. disorientasi
e. merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. ingin memukul atau melempar barang - barang
3. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Ini diakibatkan
karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di
luar kesadarannya.
C. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan sensori perseptual: halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri
D. Data yang Perlu dikaji
1. Data Subjektif
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d. Klien merasa makan sesuatu
e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2. Data Objektif
a) Klien berbicar dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi
E. Tipe Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai
arti, tetapi lebih sering terdengar sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Suara tersebut dapat
dirasakan berasal dari jauh atau dekat, suara biasanya menyenangkan, menyuruh berbuat baik,
tetapi dapat pula ancaman, mengejek, memaki.
2. Halusinasi Penglihatan
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik) biasanya sering muncul
bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-
gambaranyang mengerikan.
3. Halusinasi penciuman
Halusinasi ini biasanya berupa mencium bau sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak,
melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang
dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
4. Halusinasi pengecapan
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penghidung, penderita merasa
mengecap sesuatu.
5. Halusinasi perabaan
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah kulit terutama pada
keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
F. Tingkatan Halusinasi
1. Tingkat I
Memberi rasa nyaman
Tingkat orientasi sedang
Unsur umum halusinasi merupakan suatu kesenangan
2. Tingkat II
Menyalahkan
3. Tingkat III
Mengontrol tingkat kecemasan berat
Pengalaman sensorik (Halusinasi) tidak dapat ditolak lagi
4. Tingkat IV
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
Klien panik
G. Fase-fase Halusinasi
1. Fase 1
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain
bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah di kampus,
penyakit, hutang, dll. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsungnya terus-menerus
sehingga terbiasa mengkhayal.
2. Fase 2
Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan fikiran pda timbulnya kecemasan. Ia beranggapan
bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
3. Fase 3
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak
mampu lagi mengontrol dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
4. Fase 4
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abdonrmal yang datang, Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase psychotic.
5. Fase 5
Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara
terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak
mendapat komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
Rencana asuhan Keperawatan
NoDiagnosa Keperawatan
Rencana KeperawatanTujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1. Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi
Pasien mampu : Mengenali halusinasi yang
dialaminya Mengontrol halusinasinya Mengikuti program pengobatan
Setelah 2x pertemuan, pasien dapat menyebutkan :
Isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan
Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi
SP I - Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu
terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi)
- Latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardikTahapan tindakannya meliputi :
Jelaskan cara menghardik halusinasi Peragakan cara menghardik Minta pasien memperagakan ulang Pantau penerapan cara ini, beri penguatan
perilaku pasien- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah 2x pertemuan, pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah
dilakukan Memperagakan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
SP 2- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)- Latih berbicara / bercakap dengan orang lain
saat halusinasi muncul- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah 2x pertemuan pasien mampu : Menyebutkan kegiatan yang sudah
dilakukan dan Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
dan mampu memperagakannya.
SP 3- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)- Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul
Tahapannya : Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi halusinasi Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh
pasien Latih pasien melakukan aktivitas Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih (dari bangun
pagi sampai tidur malam)- Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan, berikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang (+)Setelah 2x pertemuan, pasien mampu :
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
Menyebutkan manfaat dari program pengobatan
SP 4- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)- Tanyakan program pengobatan- Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
gangguan jiwa- Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai
program- Jelaskan akibat bila putus obat- Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat- Jelaskan pengobatan (5B)- Latih pasien minum obat- Masukkan dalam jadwal harian pasien
Keluarga mampu : Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
Setelah 1x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi
SP 1 - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
pasien- Jelaskan tentang halusinasi : Pengertian halusinasi Jenis halusinasi yang dialami pasien Tanda dan gejala halusinasi Cara merawat pasien halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian obat & pemberian aktivitas kepada pasien)
- Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau
- Bermain peran cara merawat- Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien
Setelah 1x pertemuan keluarga mampu : SP 2
Menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan
Memperagakan cara merawat pasien
- Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)- Latih keluarga merawat pasien- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasienSetelah ….x pertemuan keluarga mampu :
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
Memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTL
SP 3- Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)- Latih keluarga merawat pasien- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu :
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
Melaksanakan Follow Up rujukan
SP 4- Evaluasi kemampuan keluarga- Evaluasi kemampuan pasien- RTL Keluarga :
Follow Up Rujukan
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000