13
ABSTRAK Diperkirakan bahwa 2- 3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Salah satu dari jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi adalah skizofrenia. Dari seluruh klien dengan skizofrenia, 70% diantaranya mengalami halusinasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi pendengaran di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Desain  penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan informan berjumlah 5 orang  perawat, 4 Perawat Pelaksana dan 1 perawat selaku Kepala Ruang Merpati yang ditentukan dengan teknik  purposive sampli ng dan dilakukan pa da bulan Mei 2012. Hasi l penel itia n menu njukk an bahwa dalam memb ina hubung an sali ng perc aya pada dasarnya infor man sudah menge rti dan memahami tahap an dala m memb ina hubungan sali ng perc aya tapi tidak dilakukan secara maksimal sesuai dengan teori yang ada. Dalam membantu pasien mengenal halusinasi didapatkan tidak semua informan sudah melakukan tahapan dalam membantu pasien mengenal halusinasinya. Dalam membantu pasien mengontrol halusinasi tidak dilakukan secara optimal karena tidak sesuai dengan teori yang ada. Dalam melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam mengontrol halusinasi berpendapat  pada dasarnya per awat sudah menge rti bagaimana melibatkan keluar ga dalam mengont rol halusinasi. Diharapkan perawat dapat lebih intensif dalam menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien. Untuk selanjutnya diharapkan dilakukan penelitian dengan desain  berbeda dan menggunakan sampel lebih banyak untuk menilai kinerja yang dilakukan perawat dalam menangani pasien halusinasi pendengaran. Kata Kunci : Strategi Pelaksanaan Keperawatan, Halusinasi Pendengaran  ABSTRACT  It is estimated that 2-3% of Indonesia's population suffer from severe mental disorders. One of a kind of mental disorder is schizophrenia. 70% clients with schizophrenia had hallucinations. This study aims to determine the actions of nurses in applying implementation nursing strategies for auditory hal lucinations patient in Merpati Room Ernaldi Bahar Hospital Province of South Sumatra. The design of this study is a descriptive study with qualitative approach. Informa nts in this study are 5 nurses, one of them is a head of nurse. Informants are determined by purposive sampling technique and conducted in  May 2012. The results showed that in building a trusting relationship is basically the informant know and understand the stages in building a trusting relationship, but did not do optimally in accordance with existing theories. In helping the patient recognize the hallucinations was found that not all the informants do the step of theory to help patients recognize halluc inations. In helping pati ents control the hallucinations do not optimal because it does not fit with existing theories. In engaging families to assist patients in controlling hallucinations found nurses basically understand how are involved the patient’s family in controlling hallucination  Nurses are expected to be more inte nsive in the implementat ion of the nursing strategy to accel erate the healing process of patients. Expected to further studies with different designs and uses more samples are carried out to assess the performance of nurses in managing patients auditory hallucinations.  Keywords : Nursing Str ategy Impleme ntation, Auditory Hallucinations PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2012 Oleh : Faiza dan Abu Bakar Sidik, S.Kp, M.Kes Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang Email : [email protected]

118954763-Jurnal-Ilmiah

  • Upload
    dhee

  • View
    630

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 1/13

ABSTRAK 

Diperkirakan bahwa 2- 3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Salah satu

dari jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi adalah skizofrenia. Dari seluruh klien dengan skizofrenia, 70%

diantaranya mengalami halusinasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien

halusinasi pendengaran di Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan. Desain

 penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan informan berjumlah 5 orang

 perawat, 4 Perawat Pelaksana dan 1 perawat selaku Kepala Ruang Merpati yang ditentukan dengan teknik  purposive sampling dan dilakukan pada bulan Mei 2012.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam membina hubungan saling percaya pada dasarnyainforman sudah mengerti dan memahami tahapan dalam membina hubungan saling percaya tapi tidak 

dilakukan secara maksimal sesuai dengan teori yang ada. Dalam membantu pasien mengenal halusinasi

didapatkan tidak semua informan sudah melakukan tahapan dalam membantu pasien mengenal halusinasinya.

Dalam membantu pasien mengontrol halusinasi tidak dilakukan secara optimal karena tidak sesuai dengan

teori yang ada. Dalam melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam mengontrol halusinasi berpendapat

 pada dasarnya perawat sudah mengerti bagaimana melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi.Diharapkan perawat dapat lebih intensif dalam menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan untuk 

mempercepat proses penyembuhan pasien. Untuk selanjutnya diharapkan dilakukan penelitian dengan desain

 berbeda dan menggunakan sampel lebih banyak untuk menilai kinerja yang dilakukan perawat dalam

menangani pasien halusinasi pendengaran.

Kata Kunci : Strategi Pelaksanaan Keperawatan, Halusinasi Pendengaran

 ABSTRACT 

 It is estimated that 2-3% of Indonesia's population suffer from severe mental disorders. One of a

kind of mental disorder is schizophrenia. 70% clients with schizophrenia had hallucinations.

This study aims to determine the actions of nurses in applying implementation nursing strategies for 

auditory hal lucinations patient in Merpati Room Ernaldi Bahar Hospital Province of South Sumatra. The

design of this study is a descriptive study with qualitative approach. Informants in this study are 5 nurses, one

of them is a head of nurse. Informants are determined by purposive sampling technique and conducted in

 May 2012.

The results showed that in building a trusting relationship is basically the informant know and 

understand the stages in building a trusting relationship, but did not do optimally in accordance with existing 

theories. In helping the patient recognize the hallucinations was found that not all the informants do the stepof theory to help patients recognize hallucinations. In helping patients control the hallucinations do not 

optimal because it does not fit with existing theories. In engaging families to assist patients in controlling 

hallucinations found nurses basically understand how are involved the patient’s family in controlling hallucination

 Nurses are expected to be more intensive in the implementation of the nursing strategy to accelerate

the healing process of patients. Expected to further studies with different designs and uses more samples are

carried out to assess the performance of nurses in managing patients auditory hallucinations.

 Keywords : Nursing Strategy Implementation, Auditory Hallucinations

PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI

PENDENGARAN DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR 

PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

Oleh :

Faiza dan Abu Bakar Sidik, S.Kp, M.Kes

Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada Palembang

Email : [email protected]

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 2/13

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sehat dalam pengertian yang paling luas

adalah suatu keadaan yang dinamis dimanaindividu menyesuaikan diri dengan perubahan-

 perubahan lingkungan internal dan eksternal

untuk mempertahankan keadaan kesehatannya.

Lingkungan internal terdiri dari beberapa faktor 

yang psikologis, dimensi intelektual dan spiritual

dan proses penyakit (Potter, 2005).

Dari segi ekonomi, krisis multi dimensi

sekarang ini telah mengakibatkan tekanan yang

 berat pada sebagian besar masyarakat dunia

umumnya dan Indonesia pada khususnya,

masyarakat yang mengalami krisis ekonomi tidak saja akan mengalami gangguan kesehatan fisik 

 berupa gangguan gizi atau terserang berbagai penyakit infeksi tetapi juga dapat mengalami

gangguan kesehatan mental psikiatri (gangguan

 jiwa), yang pada akhirnya dapat menurunkan

 produktivitas kerja (Ramun, 2001).

Gangguan jiwa (mental disorder )

merupakan salah satu dari empat masalahkesehatan utama di negara-negara maju, modern

dan industri. Keempat masalah kesehatan utama

tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker,

gangguan jiwa dan kecelakaan. Gangguan jiwa

muncul akibat adanya konflik internal (dunia

dalam) pada diri seseorang dengan dunia luar 

(Ramun, 2001).

Data yang diperoleh dari BadanKesehatan Dunia (World Health

Organization/WHO) menunjukkan 10% dari

 populasi penduduk dunia membutuhkan

 pertolongan atau pengobatan bidang kesehatan

atau psikiatri. Diperkirakan bahwa 2- 3% dari

 jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan

 jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan

 perawatan di rumah sakit dan jika penduduk 

Indonesia belum1ah sebanyak 120 juta jiwa, maka

ini berarti bahwa 120 ribu jiwa berat memerlukan perawatan di rurnah sakit (Yosep, 2007).

Keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu

 bidang praktik keperawatan yang menerapkanteori perlaku manusia sebagai ilmu dan

 penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai

kiatnya (Depkes RI dalam Kusumawati, 2010)

Salah satu dan jenis gangguan jiwa yang

 banyak terjadi adalah skizofrenia. Skizofreniamerupakan sekelompok reaksi psikotik yang

mempengaruhi berbagai area fungsi individu,

termasuk berpikir dan berkomunikasi, menerima

dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan

menunjukkan emosi dan berperilaku dengan sikap

yang dapat diterima secara sosial (Stuart, 2005).

Dari seluruh pasien dengan skizofrenia,70% diantaranya mengalami halusinasi.Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana

 pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya

tidak terjadi, berupa suara, penglihatan,

 pengecapan, perabaan dan penciuman. Pasien

halusinasi sering mengalami khayalan-khayalan

tertentu, manifestasi dan khayalan-khayalan

tersebut mengarahkan penderita untuk melakukan

tindakan-tindakan tertentu (Hawari, 2007).

Tindakan-tindakan yang dilakukan

 pasien halusinasi terkadang dapat membahayakanterutama pada dirinya sendiri, keluarga dan

lingkungannya, maka mereka memerlukan bantuan dan tenaga pelayanan kesehatan yang

kompeten dalam penye1esaian masalahnya

(Keliat, 2005).

Rumah sakit jiwa merupakan tempat

 pelayanan yang tepat untuk menangani masalah

gangguan jiwa. Sebagian besar pasien dengangangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit

merupakan pasien dengan gangguan halusinasi.

Salah satu tenaga yang banyak berperan dalam

 penanganan pasien halusinasi di rumah sakit jiwa

adalah seorang perawat. Keperawatan jiwa

merupakan proses interpersonal yang berupaya

untuk meningkatkan dan mempertahankan

 perilaku, dimana perilaku sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai

kiatnya (Keliat, 2005).

Profesi perawat merupakan bagian

integral yang memberikan pelayanan keperawatan

secara profesional dalam membantu mereka yang

sedang mengalami gangguan jiwa. Agar dapat

melaksanakan pelayanan yang profesional,

 perawat harus mempunyai kemampuan

 profesional dalam memberikan asuhan

keperawatan pada individu dan keluarga yangmengalami gangguan jiwa (Keliat, 2005).

Tindakan keperawatan dalam mengatasi

halusinasi itu terdiri dari lima tahapan yaitudimulai dari membina hubungan saling percaya,

mengenal halusinasi, mengontrol halusinasi,

memanfaatkan obat sesuai dengan advis dokter,

memotivasi keluarga agar memberi dukungan

untuk membantu pasien dalam mengontrolhalusinasi (Yosep, 2009)

Riskesdas tahun 2007 mengungkapkan

 prevalensi gangguan jiwa di Indonesia tertinggi

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 3/13

terdapat di DKI Jakarta dengan 20,3% sedangkan

Sumatera Selatan menempati urutan ke-5 dengan

9,2%. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Ernaldi Bahar 

Provinsi Sumatera Selatan, penderita skizofreniayang dirawat inap selama tahun 2009 adalahsebanyak 4.313 orang dan untuk tahun 2010

adalah sebanyak 4.585 orang, sedangkan tahun

2011 sebanyak 4.445 orang.

Ruang Merpati merupakan merupakan

ruang rawat inap laki-laki kelas III, yang

menampung pasien dengan fasilitas pelayanan

Jamkesmas dan Jamsoskes, Ruang Merpati

mempunyai kapasitas 45 tempat tidur dengan

 jumlah pasien 60 orang dengan jumlah tenaga

 perawat 14 orang termasuk Kepala Ruangan.Dimana dari jumlah perawat tersebut tidak 

memungkinkan bagi perawat dalam memberikanasuhan keperawatan kepada pasien secara

maksimal.

Berdasarkan latar belakang di atas yang

telah dijelaskan, maka disini peneliti tertarik 

untuk mengetahui secara lebih mendalam

 bagaimana tindakan perawat dalam strategi pelaksanaan keperawatan pada penderita dengan

gejala halusinasi pendengaran di Ruang Merpati

Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera

Selatan, karena perawat sebagai pendamping

 pasien ketika berada di rumah sakit selama 24

 jam, dengan penerapan strategi pelaksanaan

diharapkan dapat membantu kesembuhan pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka

rumusan masalahnya adalah belum diketahuinya

tindakan perawat dalam menerapkan strategi

 pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi

 pendengaran di Ruang Merpati Rumah Sakit

Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan.

1.3 Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui penerapan strategi

 pelaksanaan keperawatan pada pasien

halusinasi pendengaran di Ruang MerpatiRumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi

Sumatera Selatan.

3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus pada penelitian ini

yaitu diperolehnya informasi mendalamtentang:

a. Diketahuinya secara mendalam strategi

dalam membina hubungan saling percaya

dengan pasien.

 b. Diketahuinya secara mendalam strategi

 perawat dalam membantu pasien untuk dapat mengenal halusinasinya.

c. Diketahuinya secara mendalam strategi

 perawat dalam membantu pasien untuk 

dapat mengontrol halusinasinya.

d. Diketahuinya secara mendalam strategi

 perawat dalam memotivasi keluarga

untuk membantu pasien dalam

mengontrol halusinasinya.

2. LANDASAN TEORI

Keperawatan jiwa adalah pelayanan

keperawatan profesional yang didasarkan pada

ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa padamanusia sepanjang siklus kehidupan dengan

respons psiko-sosial yang maladaftif yang

disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial

dengan menggunakan diri sendiri dan terapi

keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan

terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa)

melalui pendekatan proses keperawatan untuk 

meningkatkan, mencegah, mempertahankan danmemulihkan masalah kesehatan jiwa pasien.

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal

yang berusaha untuk meningkatkan dan

mempertahankan perilaku sehingga pasien dapat

 berfungsi utuh sebagai manusia (Dalami, 2010)Definisi mengenai halusinasi bermacam-

macam menurut beberapa ahli yaitu:

1. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan

 persepsi sensori, seperti merasakan sensasi

 palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,

 perabaan dan penciuman. Pasien merasakan

stimulus yang sebetulnya tidak ada (Fitria,

2009).

2. Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa

dimana pasien mengalami perubahan

sensorik persepsi ; merasakan sensai palsu

 berupa suara penglihatan, pengecapan, perbaan atau penghiduan. Pasien merasakan

stimulus yang sebetulnya tidak ada (Tim

MPKP RS Ernaldi Bahar, 2007)

Strategi pelaksanaan keperawatan merupakan

rangkaian percakapan perawat dengan pasien pada

saat melaksanakan tindakan keperawatan. Strategi

 pelaksanaan keperawatan melatih kemampuan

intelektual tentang pola komunikasi dan pada saatdilaksanakan merupakan latihan kemampuan yang

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 4/13

terintegrasi antara intelektual, psikomotor dan

afektif. Strategi pelaksanaan terdiri dari dua

 bagian yaitu proses keperawatan dan strategi

komunikasi pada saat melaksanakan tindakan

keperawatan. Tindakan keperawatan yang akandilakukan terurai jelas pada bagian proseskeperawatan.

Strategi pelaksanaan keperawatan yang

dilakukan perawat terhadap pasien dengan

halusinasi adalah :

1. Membina Hubungan Saling

Percaya

Tindakan pertama dalam membina hubungan

saling percaya pada pasien dengan gangguan

halusinasi adalah:

a. Awali pertemuan dengan selalumengucapkan salam, msal:

“Assalamu ‘alaikum; Selamat pagi,siang, malam” atau sesuai dengan

konteks agama pasien.

 b. Berkenalan dengan pasien, perkenalkan

nama lengkap dan nama panggilan

 perawat, termasuk jam dinas, ruangan

dan senang dipanggil dengan nama apa.Selanjutnya perawat menanyakan nama

 pasien serta senang dipanggil dengan

sebutan apa.

c. Buat kontrak asuhan. Jelaskan kepada

 pasien tujuan kita merawat pasien,

aktivitas apa saja yang akan

dilaksanakan untuk mencapai tujuan itu,

kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas itu akan

dilaksanakan.

d. Bersikap empati yang ditujukan dengan

mendengarkan keluhan pasien dengan

 penuh perhatian, tidak membantah dan

tidak menyokong halusinasi pasien,

segera menolong pasien jika pasien

membutuhkan perawat.

2. Membantu pasien mengenal halusinasi.

Disini perawat mencoba menanyakan kepada pasien tentang isi halusinasi (apa yang

didengar atau diiihatnya); kapan waktu

timbulnya halusinasi, frekuensi terjadinyahalusinasi, situasi yang menyebabkan

halusinasi muncul dan perasaan saat

halusinasi muncul.

3. Melatih pasien mengontrol halusinasi

Dalam proses mengontrol halusinasi, pasiendiajarkan cara menghardik halusinasi dalam

upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi

dengan cara menolak halusinasi yang timbul.

Pasien dilatih untuk mengatakan tidak 

terhadap halusinasi yang muncul atau tidak 

memperdulikan halusinasinya, menganjurkan

 pasien berinteraksi dengan orang lain dan

melakukan aktivitas yang terjadwal.

4. Melatih pasien memanfaatkan obat untuk 

mengontrol halusinasinya

Agar pasien mampu mengontrol halusinasi,

maka perlu dilatih untuk menggunakan obat

secara teratur sesuai dengan program. Berikut

ini adalah tindakan keperawatan yang

dilakukan perawat agar pasien patuh

menggunakan obat dalam mengontrol

halusinasi: jelaskan pentingnya penggunaanobat pada gangguan jiwa, jelaskan akibat bila

obat tidak digunakan sesuai program, jelaskan akibat dan putus obat, jelaskan efek 

samping dan obat yang dimakan, jelaskan

cara mendapatkan obat, jelaskan cara

menggunakan obat dengan prinsip 5 benar 

(benar obat, benar pasien, benar cara, benar 

waktu dan benar dosis).5. Melibatkan keluarga dalam tindakan

mengontrol halusinasi

Diantara penyebab kambuh yang paling

sering adalah faktor keluarga dan pasien itu

sendiri. Keluarga adalah support system

terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan

 pasien. Keluarga yang mendukung pasien

secara konsisten akan membuat pasienmandiri dan patuh mengikuti program

 pengobatan. Salah satu tugas perawat adalah

melatih keluarga agar mampu merawat pasien

dengan gangguan jiwa di rumah. Perawat

 perlu memberikan pendidikan kesehatan

kepada keluarga, informasi yang perlu

disampaikan kepada keluarga adalah sebagai

 berikut: menjelaskan pengertian halusinasi,

 jenis halusinasi yang dialami oleh pasien,

tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinyahalusinasi, cara merawat pasien halusinasi,

cara berkomunikasi, pengaruh pengobatan

dan tata cara pemberian obat, pemberianaktivitas kepada pasien, sumber pelayanan

kesehatan yang bisa dijangkau, pengaruh

stigma masyarakat terhadap kesembuhan

 pasien.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 5/13

Desain penelitian ini merupakan

 penelitian survey deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk 

mendapatkan informasi mendalam mengenai

tindakan perawat dalam menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasidi Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar 

Provinsi Sumatera Selatan (Notoatmodjo, 2010).3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Ruang

Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi

Sumatera Selatan pada tanggal 13 – 16 Mei 2012.

3.3 Sumber Informasi

Dalam penelitian ini, informannya adalah

Perawat Pelaksana di Ruang Merpati Rumah SakitErnaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan.

Informan ditentukan dengan purposive samplingyaitu informan yang mempunyai karakteristik 

sesuai dengan tujuan penelitian.

Adapun karakteristik informan tersebut adalah:

1. Perawat yang bekerja minimal 1 tahun di

Ruang Merpati Rumah Sakit Ernaldi Bahar 

Provinsi Sumatera Selatan.2. Perawat yang berpendidikan minimal D-III

Keperawatan.

3. Perawat yang bersedia menjadi responden.

4. Perawat yang sudah mengikuti pelatihan

strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien

halusinasi.

Proses penentuan Perawat Pelaksana

sebagai informan melalui langkah sebagai berikut, peneliti pertama bekerja sama dengan Kepala

Ruangan terlebih dahulu untuk mendapatkan izin

dan informasi, kemudian peneliti menentukan

dengan sendiri calon infrman penelitian,

selanjutnya peneliti dan informan bersama-sama

mengatur waktu untuk melakukan kontrak 

wawancara.

Dalam penelitian ini, key informannya

adalah Kepala Ruangan Ruang Merpati Rumah

Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, disini Kepala Ruangan digunakan untuk keperluan

 pengecekan dan sebagai pembanding terhadap

data informasi yang telah didapat dari perawat pelaksana. Jumlah informan dalam penelitian ini

 berjumlah 5 orang perawat, 4 Perawat Pelaksana

dan 1 perawat selaku Kepala Ruang Merpati.

4. HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Temuan Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh

 peneliti dengan menggunakan wawancara

mendalam dengan informan dan observasi

 partisipasi didapatkan informasi sebagai berikut :

4.1.1 Hasil wawancara dengan informan

4.1.1.1 Membina Hubungan Saling Percaya

Dalam membina hubungan saling

 percaya terdapat empat kategori yaitu

mengucapkan salam, berkenalan dengan pasien,

membuat kontrak dengan pasien dan bersikap

empati.

Hasil wawancara mendalam dengan

informan tentang tindakan perawat dalam

membina hubungan saling percaya dengan pasien

yang mengalami halusinasi. Dapat dibaca pada petikan wawancara berikut ini :

““..dengan cara mengucapkan salam,assalamualaikum atau selamat pagi,

 siang atau sore.. mendekati pasien itu

 sendiri, mengajak berkenalan,

menyebutkan nama perawat yang 

menjaga dan menanyakan nama pasien

itu sendiri, menjabat tangan danmengajak pasien duduk sambil 

menjelaskan tujuan dari BHSP, bersikap

empati dan ramah sehingga pasien

 percaya pada kita..”” “(1-1)

“.. yang pertama kita melakukan

 pendekatan dahulu dengan cara

mengenal pasien, mengucapkan salam pada pasien kemudian mengetahui

keadaan pada saat berkenalan..” (1-2)

“ Pertama-tama kl misalnya pada pagi

hari yang kita ucapkan selamat pagi,

 gimana tidurnya malam ini, tidur apa

nggak, trus ada bisikan-bisikan apa

nggak ?(1-3)

“Yang pertama yaitu salam terapeutik kepada pasien, yang kedua

memperkenalkan diri sebagai perawat 

“(1-4)Selanjutnya peneliti juga menanyakan

kepada key informan tentang tindakan perawat

dalam membina hubungan saling percaya dengan

 pasien dengan halusinasi. Untuk Iebih jelasnya

dapat dibaca petikan wawancara sebagai berikut:“...dilakukan oleh perawat ruangan,

menanyakan nama pasien, siapa

namanya, biasanya dipanggil apa,

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 6/13

menjelaskan atau mengungkapkan nama

 perawat, nama panggilan perawatnya,

minimal seperti itu..”

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap informan selama penelitian, bahwa hanya 2 informan melakukan tahapan

dalam membina hubungan saling percaya dengan

 pasien, seperti mengucapkan salam pada saat

 bertemu dengan pasien, memperkenalkan diri,

menjelaskan tujuan interaksi, membuat kontrak 

dengan pasien dan bersikap empati seperti dengan

mengajak ngobrol sambil duduk dan menanyakan

apa yang dirasakan pasien, sedangkan 2 informan

lainnya hanya mengucapkan salam dan

memperkenalkan diri dengan pasien.

4.1.1.2 Membantu Pasien mengenal halusinasiDalam membantu pasien mengenal

halusinasi terdapat tiga kategori yaitu

menanyakan tentang isi halusinasi, kapan waktu

timbul halusinasi, dan perasaan saat halusinasi

timbul.

Hasil wawancara mendalam dengan perawat pelaksana tentang tindakan perawat

dalam membantu pasien mengenal halusinasi

dapat dibaca dalam petikan wawancara sebagai

 berikut:

““.pertama-tama kita harus mengetahui

dulu jenis halusinasinya itu, isi dari

halusinasi sendiri, kapan terjadinya..

trus apa saja yang ia lakukan kalauhalusinasi itu datang”. “ (1-1)

“…‘bila ada halusinasi kita tanyakan

dulu frekuensinya, berapa kali dalam

 sehari, kemudian kita ajarkan cara

mengontrol halusinasinya“(1-2)

‘Kalau pasien tersebut merasakan ada

halusinasi, misalnya ada suara-suara

kita mengajarkan cara mengatasinyadengan cara menutup telinga “(1-3)

“Kita ketahui dulu jenis halusinasinya,apakah ia mendengar suara-suara..”

“(1-4)

Sejalan dengan hasil wawancara

mendalam dengan perawat pelaksana, peneliti juga menanyakan kepada kepala ruangan, berikut

 petikan wawancaranya:

“...biasanya ditanyakan kapan

terjadinya halusinasi, kapan terjadinya

bisikan-bisikan atau hantu-hantu itu

datang, yang dilihatnya siapa, kemudian

berapa kali halusinasi tersebut terjadi,kapan waktunya apa yang dirasakandalam kondisi seperti itu dan apa yang 

dilakukan pasien dalam menghadapi

kondisi seperti itu…”

 

Dari hasil observasi, diketahui dalam

membantu pasien mengenal halusinasi, dua

 perawat pelaksana menanyakan tentang jenis

halusinasi, kapan waktu timbulnya menentukan

faktor pencetus halusinasi, apa yang terjadi

sebelum halusinasi, dan mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya ketika terjadi

halusinasi. Satu orang informan mengkaji jenishalusinasi, menentukan faktor pencetus dan

mendorong pasien untuk mengungkapkan

 perasaannya ketika terjadi halusinas serta satu

orang informan yang mengkaji jenis halusinasi

dan mendorong pasien untuk mengungkapkan

 perasannya pada saat terjadi halusinasi.

4.1.1.3 Membantu Pasien Untuk Mengontrol

Halusinasi

Hasil wawancara mendalam dengan

informan tentang tindakan perawat membantu

 pasien untuk mengontrol halusinasi. Untuk 

 jelasnya dapat dibaca dalam petikan wawancara di bawah ini:

“…mengajarkan cara mengontrol 

halusinasinya itu dengan cara

menghardik halusinasi tersebut, sambil 

menutup telinga dan yang kedua yaitu

bercakap-cakap dengan orang lain dan

ketiga melakukan aktivitas yang 

terjadwal” (1-1)

“kita ajarkan tahap-tahap-tahaphalusinasi, dengan cara menghardik 

 pasien dan mengobrol dengan orang lain

(1-2)

“..mengajarkan dengan cara menutup

telinga dan menghardik..” “(1-3)

 Biasanya kita ajarkan tutup telingamenghardik, trus kita ajarkan pada

 pasien untuk berbicara dengan pasien

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 7/13

lain untuk mengungkapkan perasaannya

“(1-4)

Selanjutnya peneliti melakukan

wawancara mendalam dengan kepala ruanganmengenai tindakan perawat membantu pasienuntuk mengontrol halusinasi pasien menyatakan

sebagai berikut:

“ itu dilakukan juga, biasanya itu SP 

terakhir, SP ke-4 dari halusinasi… salah

 satu untuk mengontrol halusinasi dengan

cara makan obat yang benar, benar 

waktu, benar dosis. ..“

Dan hasil observasi setiap informan

mengajarkan cara menghardik halusinasi, tigainforman menganjurkan berinteraksi dengan orang

lain dan satu informan tidak menganjurkan pasien berinteraksi dengan orang lain dan tidak ada

informan yang membantu pasien membuat

aktivitas terjadwal.

4.1.1.4 Melatih Pasien Memanfaatkan Obat

Untuk Mengontrol HalusinasiDalam melatih pasien menggunakan obat

secara teratur terdapat empat kategori yaitu cara

menggunakan obat, menjelaskan fungsi minum

obat, menjelaskan efek sampmg dan obat dan cara

 perawat memastikan pasien minum obat.

Beberapa petikan keterangan dan hasil wawancara

sebagai berikut:

 Dalam pemberian obat kita menjelaskantentang cara meminum obat yang benar 

dengan prinsip 5 benar, yaitu benar 

nama,obat, cara makan obat itu sendiri

dan dosisnya berapa. Fungsi obat itu

apa dan efek sampingnya” (1-1)

 Kita terapkan cara pemanfaatan obat 

 yang benar, untuk apa obat itu, benar 

dosisnya, benar jumlahnya “(1-2)

 Kalau kita memberikan obat pagi, siang 

 sore apakah obat itu benar-benar 

diminum atau tidak (1-3)

“kalau masalah minum obat, harus

diminum, kalau pasien tidak mau kita

bujuk/dipaksa” (1-4)

Selanjutnya peneliti juga menanyakan

kepada key informan tentang tindakan perawat

dalam menggunakan obat secara teratur, berikut

 petikan wawancaranya:

“ itu dilakukan juga, biasanya itu SP 

terakhir, SP ke-4 dari halusinasi… salah

 satu untuk mengontrol halusinasi dengancara makan obat yang benar, benar waktu, benar dosis.

Dan hasil observasi hanya dua informan

menjelaskan cara menggunakan obat yang benar,

menjelaskan fungsi minum obat, menjelaskan efek 

samping dari obat dan perawat memastikan pasien

minum obat sedangkan dua informan lainnya

hanya menjelaskan fungsi obat dan memastikan

 pasien minum obat.

4.1.1.5 Melibatkan Keluarga Dalam Tindakan

Mengontrol HalusinasiDalam melibatkan keluarga dalam

tindakan mengontrol halusinasi dapat dibaca

dalam petikan wawancara mendalam dengan

informan berikut ini:

 Disini kita yang ajarkan kepada

keluarga pasien, kita menjelaskan apasihitu halusinasi kepada keluarga pasien..”

(1-1)

“Yang pasti pada saat keluarga

berkunjung kita jelaskan cara

mengontrol halusinasi dan tahapan-

tahapannya” (1-2)

 Dengan cara keluarga pasien tersebut 

diajak bekerja sama misal dalam

 pemberian obat, dan mengontrol obat 

teratur (1-3)

Umumnya sama dengan apa yang kita

ajarkan pada pasien, misalnya menutup

telinga dan diajak ngobrol (1-4)

Selanjutnya peneliti juga menanyakankepada key informan tentang tindakan perawat

dalam melibatkan keluarga mengontrol halusinasi.

Berikut petikan wawancaranya:“..disaat pasien dibesuk oleh keluarga,

biasanya kita melakukan pendekatan

dengan keluarga, menjelaskan

bagaimana kalau seandainya nanti di

rumah pasien ngomong-ngomong  sendiri, kita membimbing keluarga

 pasien bagaimana cara untuk 

mengontrol bisikan-bisikan, mengontrol 

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 8/13

 penglihatan hantu-hantu, sama seperti

kita membimbing pasien…yang paling 

 penting juga pasien mengajarkan cara

makan obat yang benar…”

Dari hasil observasi satu informanmemberi penjelasan dengan keluarga tentang

halusinasi, mendorong pasien untuk memberitahu

keluarga dalam timbul halusinasi dan menjelaskan

fungsi obat kepada keluarga. Dua orang informan

memberi penjelasan dengan keluarga tentang

halusinasi dan menjelaskan fungsi obat. Dan satu

informan hanya menjelaskan kepada keluarga

tentang halusinasi

4.1.2 Hasil wawancara dengan key

informan4.1.2.1 Kebijakan Rumah Sakit Ernaldi Bahar 

Palembang

Dari wawancara dengan Key informan

mengenai kebijakkan dari RS Ernaldi Bahar 

dalam menerapkan strategi pelaksanaan

keperawatan:“Untuk kebijakan dari rumah sakit itu

 sudah ada dengan adanya SOP tentang 

 perawatan pasien halusinasi. waktunya

itu sudah sejak lama, aku lupa pastinya,

diutamakan sekali sejak tahun

2004/2005 itu sudah ada panduan

tentang strategi pelaksanaan pada

 pasien halusinasi. Sudah ada SOPnya,tapi tidak di-SK-kan, Cuma SOPnya

ditandatangani oleh direktur..”

4.1.2.2 Program Pelatihan strategi pelaksanaan

keperawatan

Untuk program pelatihan strategi

 pelaksanaan keperawatan pada pasien halusinasi

di Rumah Sakit Ernaldi Bahar, dapat dilihat dalam

 petikan jwaban wawancara berikut :

“untuk program pelatihan digabung dengan pelatihan CI, jadi didalamnya

ada SP pasien halusinasi, dan bagi yang 

 sudah mendapatkan pelatihan tersebut,mensosialisasikan hasil pelatihan

tersebut kepada perawat lain. Untuk 

 pelatihan ini diutamakan pendidikan

minimal DIII”

5.1.1.1 Dukungan Pimpinan Rumah SakitErnaldi Bahar 

“ya pelaksanaan strategi pelaksanaan

ini sangat didukung oleh pimpinan

rumah sakit…”

Dari hasil wawancara mendalam dengankey informan, diketahui bahwa kebijakan rumahsakit tentang penerapan strategi pelaksanaan

sudah ada dengan adanya SOP pasien halusinasi.

Sedangkan dari hasil observasi terlihat adanya

SOP penatalaksanaan halusinasi yang

ditandatangani oleh direktur Rumah Sakit Ernaldi

Bahar. Untuk program pelatihan mengenai strategi

 pelaksanaan, dari hasil wawancara mendalam

dengan key informan didapatkan bahwa program

 pelatihan sudah dilakukan, tetapi digabung dengan

 pelatihan Clinical Instructure (CI), dan yangdiutamakan yang berpendidikan minimal DIII

keperawatan.

5. PEMBAHASAN

5.1 Analisis hasil Penelitian

5.1.1 Analisis hasil penelitian dengan

informan

5.1.1.1 Membina hubungan saling percayaBerdasarkan wawancara mendalam yang

dilakukan terhadap empat informan diperoleh

informasi bahwa semua informan mengucapkan

salam, tiga informan memperkenalkan diri, dua

informan bersikap empati dan ramah kepada

 pasien dan tidak ada tidak ada informan yang

membuat kontrak pertemuan dengan pasien.

Sejalan dengan hasil observasi yangdilakukan peneliti, semua informan mengucapkan

salam, empat informan memperkenalkan diri, dan

hanya dua informan yang menjelaskan tujuan

interaksi, membuat kontrak dengan pasien dan

 bersikap empati.

Yosep (2009) menyatakan bahwa

tindakan pertama dalam membina hubungan

saling percaya pada pasien dengan gangguan

halusinasi adalah awali pertemuan dengan selalu

mengucapkan salam, berkenalan dengan pasien, buat kontrak asuhan dan bersikap empati.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian

oleh Anggriawan (2010) bahwa dalam membinahubungan saling percaya, informan memberi

salam terapeutik dan memperkenalkan diri.

Berdasarkan penelitian dan teori terkait,

 peneliti berpendapat bahwa pada dasarnya

informan sudah mengerti dan memahami tahapandalam membina hubungan saling percaya yang

dilakukan oleh perawat terhadap pasien tapi tidak 

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 9/13

dilakukan secara maksimal sesuai dengan teori

yang ada.

5.1.1.2 Membantu Pasien Mengenal Halusinasi

Berdasarkan wawancara mendalam yangdilakukan terhadap empat informan untuk 

 penerapan strategi pelaksanaan pada tahap

membantu pasien mengenal halusinasi diperoleh

informasi sebagai berikut : satu informan

menanyakan jenis/isi dari halusinasi, kapan

waktunya dan apa yang dirasakan pasien saat

halusinasi muncul, dua informan menanyakan

 jenis dan frekuensi dari halusinasi tersebut, dan

satu orang informan dengan menanyakan apa

yang dirasakan pasien.

Berdasarkan hasil observasi, diketahuidalam membantu pasien mengenal halusinasi, dua

 perawat pelaksana menanyakan tentang jenishalusinasi, kapan waktu timbulnya menentukan

faktor pencetus halusinasi, apa yang terjadi

sebelum halusinasi, dan mendorong pasien untuk 

mengungkapkan perasaannya ketika terjadi

halusinasi. satu orang informan mengkaji jenis

halusinasi, menentukan faktor pencetus danmendorong pasien untuk mengungkapkan

 perasaannya ketika terjadi halusinas serta satu

orang informan yang mengkaji jenis halusinasi

dan mendorong pasien untuk mengungkapkan

 perasannya pada saat terjadi halusinasi.

Fitria (2009) yang menyatakan bahwa

dalam membantu pasien mengenal halusinasi

 perawat mencoba menanyakan kepada pasiententang isi halusinasi (apa yang didengar atau

dilihatnya), kapan waktu timbulnya halusinasi,

frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang

menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan

 pasien saat halusinasi rnuncul.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian

Anggriawan (2010) bahwa dalam membantu

 pasien mengenal halusinasi adalah menanyakan

 jenis halusinasi, kapan terjadinya dan menanyakan

 perasaan yang timbul pada saat halusinasi terjadi.Berdasarkan hasil penelitian dan teori

terkait, peneliti berpendapat bahwa tidak semua

informan sudah melakukan tahapan dalammembantu pasien mengenal halusinasinya, bila

tahapan dalam membantu pasien mengenal

halusinasi tidak dilakukan sepenuhnya, maka

 pasien akan lambat dalam proses

 penyembuhannya.

5.1.1.3 Melatih Pasien Mengontrol Halusinasi

Berdasarkan hasil wawancara mendalam

yang dilakukan terhadap empat informan dalam

 penerapan strategi pelaksanaan keperawatan pada

tahap melatih pasien untuk mengontrol halusinasi

didapatkan informasi sebagai berikut : satu oranginforman mengajarkan kepada pasien caramengontrol halusinasi dengan cara menghardik 

halusinasi tersebut, bercakap-cakap dengan orang

dan melakukan aktivitas terjadwal, dua informan

mengajarkan untuk mengontrol halusinasi dengan

cara menghardik dan bercakap-cakap dan satu

orang informan hanya mengajarkan untuk 

mengontrol halusinasi dengan cara menghardik 

halusinasi.

Berdasarkan hasil observasi, keempat

informan mengajarkan cara menghardik halusinasi, tiga informan menganjurkan

 berinteraksi dengan orang lain dan satu informantidak menganjurkan pasien berinteraksi dengan

orang lain dan tidak ada informan yang membantu

 pasien membuat aktivitas terjadwal.

Fitria (2009) yang menyatakan tindakan

 perawat dalam melatih pasien mengontrol

halusinasi adalah pasien diajarkan caramenghardik halusinasi dalam upaya

mengendalikan diri terhadap dengan cara menolak 

halusinasi yang timbul. Pasien dilatih untuk 

mengatakan tidak terhadap halusinasi yang

muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya,

menganjurkan pasien berinteraksi dengan orang

lain, dan melakukan aktivitas terjadwal.

Hal ini didukung oleh hasil penelitianAnggriawan (2010) bahwa dalam membantu

 pasien mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan

orang dan melakukan aktivitas terjadwal.

Berdasarkan hasil penelitian dan teori

terkait, peneliti berpendapat bahwa tindakan yang

dilakukan perawat dalam membantu pasien

mengontrol halusinasi adalah hanya dengan

menghardik halusinasi, menganjurkan pasien

 berinteraksi dengan orang lain.Menurut peneliti bila tindakan perawat

dalam melatih pasien tidak dilakukan sepenuhnya

maka halusinasi pasien kurang terkontrol.

5.1.1.4 Melatih Pasien Memanfaatkan Obat

Untuk Mengontrol Halusinasi

Berdasarkan hasil wawancara mendalam

yang dilakukan terhadap empat informan dalam penerapan strategi pelaksanaan pada tahap melatih

 pasien untuk menggunakan obat secara teratur 

untuk mengontrol halusinasinya didapatkan: tiga

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 10/13

informan menjelaskan tentang cara menggunakan

obat dengan 5 benar yaitu benar nama, obat, cara,

dosis dan waktu. Satu informan tidak menjelaskan

5 benar tapi hanya memantau apakah pasien

makan obat/tidak.Dari hasil observasi, hanya dua informan

menjelaskan cara menggunakan obat yang benar,

menjelaskan fungsi obat, menjelaskan efek 

samping obat dan perawat memastikan pasien

minum obat sedangkan dua informan lainnya

hanya menjelaskan fungsi obat dan memastikan

 pasien minum obat.

Fitria (2009) mengatakan bahwa

tindakan perawat dalam memilih pasien

menggunakan obat secara teratur sesuai dengan

 program, berikut ini tindakan keperawatan yangdilakukan perawat agar pasien patuh

menggunakan obat dalarn mengontrol halusinasi: jelaskan akibat putus obat, jelaskan efek samping

dari obat, cara mendapatkan obat, cara

menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Anggriawan (2010) bahwa dalam melatih pasien

menggunakan obat secara teratur yaitu denganmenjelaskan 5 benar cara dalam memanfaatkan

obat yaitu benar obat, benar pasien, benar cara,

 benar waktu dan benar dosis sehingga

meminimalkan kemungkinan terjadi hal yang

tidak diinginkan.

Berdasarkan hasil penelitian dan teori

terkait, peneliti berpendapat pada dasarnya

 perawat sudah memahami cara melatih pasienmenggunakan obat secara teratur dan bila

tindakan perawat dalam melatih pasien

menggunakan obat secara teratur tidak dilakukan

sepenuhnya maka penyembuhan akan terhambat.

5.1.1.5 Melibatkan Keluarga Dalam Tindakan

Mengontrol Halusinasi

Berdasarkan wawancara mendalam yang

dilakukan terhadap keempat informan untuk 

menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan pada tahap melibatkan keluarga dalam tindakan

mengontrol halusinasi diperoleh informasi bahwa

keempat informan menjelaskan pengertian, tanda,gejala, waktu dan suasana yang dapat

menimbulkan halusinasi. Mengajarkan keluarga

 pasien cara mengontrol halusinasi dan

menjelaskan fungsi obat yang digunakan pasien.

Berdasarkan hasil observasi, duainforman memberi penjelasan tentang halusinasi,

menjelaskan cara mengontrol halusinasi dan

menjelaskan fungsi obat pada keluarga, satu

informan hanya menjelaskan tentang halusinasi

saja sedangkan satu informan lainnya tidak 

melakukan tahapan melibatkan keluarga dalam

tindakan mengontrol halusinasinya.

Yosep (2009) menyatakan bahwadiantara penyebab kambuh yang paling seringadalah faktor keluarga dan pasien itu sendiri.

Keluarga adalah support system terdekat dan 24

 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga yang

mendukung pasien secara konsisten akan

membuat pasien menyadari dan patuh mengikuti

 program pengobatan. Salah satu tugas perawat

adalah melatih keluarga agar mampu merawat

 pasien dengan gangguan jiwa di rumah. Perawat

 perlu memberikan pendidikan kesehatan pada

keluarga, infromasi yang perlu disampaikankepada keluarga adalah sebagai berikut:

menjelaskan pengertian, jenis, tanda dan gejalahalusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara

merawat pasien halusinasi, cara berkomunikasi,

 pengaruh pengobatan dan tata cara pemberian

obat, pemberian aktivitas kepada pasien, sumber 

 pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau,

 pengaruh stigma masyarakat terhadapkesembuhan pasien.

Berdasarkan hasil penelitian Anggriawan

(2010) yang menyatakan bahwa melibatkan

keluarga dalam tindakan mengontrol halusinasi

adalah menjelaskan tentang halusinasi dan

mengajarkan cara mengontrol halusinasi.

Berdasarkan hasil penelitian teori terkait,

 peneliti berpendapat pada dasarnya perawat sudahmengerti bagaimana melibatkan keluarga dalam

mengontrol halusinasi dan bila tindakan tersebut

tidak dilakukan, maka memungkinkan

kekambuhan pada pasien.

5.1.2 Analisis hasil penelitian dengan key

informan

5.1.2.1 Kebijakan Rumah Sakit Ernaldi Bahar 

Palembang

Berdasarkan hasil wawancara mendalamdengan key informan diketahui bahwa kebijakan

rumah sakit tentang penerapan strategi

 pelaksanaan sudah ada dengan adanya SOP pasienhalusinasi. Hal ini sejalan dengan hasil observasi

terlihat adanya SOP penatalaksanaan halusinasi

yang ditandatangani oleh direktur Rumah Sakit

Ernaldi Bahar Palembang.

5.1.2.2 Program Pelatihan strategi pelaksanaankeperawatan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam

dengan key informan, Untuk program pelatihan

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 11/13

mengenai strategi pelaksanaan, didapatkan

informasi bahwa program pelatihan sudah

dilakukan, tetapi digabung dengan pelatihan

Clinical Instructure (CI), dan yang diutamakan

yang berpendidikan minimal DIII keperawatan.

5.2 Keterbatasan penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah

subjektif penelitian dalam menginterpretasikan

informasi yang diperoleh dengan teknik waancara

mendalam dan observasi. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif sehingga hasil

 penelitian tergantung pada pemahaman dan

 penafsiran peneliti, dimana peneliti berulang kali

mendengarkan dan membaca hasil wawancara

untuk menelaah dan mengerti makna-makna yangterkandung didalam hasil penelitian, adapun

kesulitan lainnya adalah membandingkan hasilobservasi dan hasil wawancara mendalam untuk 

melihat sejauh mana pelaksanaan strategi

 pelaksanaan keperawatan yang dilakukan

informan sehingga diperlukan pemahaman dan

analisis yang baik oleh peneliti.

Dalam penelitian ini pengumpulaninformasi dilakukan sendiri oleh peneliti dengan

menggunakan recorder untuk pedoman

wawancara mendalam, sedangkan observasi

dilakukan di ruang rawat inap dimana perawat

menerapkan strategi pelaksanaan keperawatan

 pada pasien halusinasi. Beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi hasil penelitian ini seperti

mencari celah waktu untuk wawancara mendalamdengan perawat dan kepala ruangan, dikarenakan

 peneliti melakukan pada saat jam kerja, sehingga

 peneliti dapat dengan mudah menggali informasi

yang diinginkan dan lebih leluasa dalam

memberikan informasi kepada peneliti.

Sedangkan pada pelaksanaan observasi, faktor 

yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini

suasana lingkungan yang kurang kondusif dengan

adanya suara-suara gaduh yang berasal dari

 pasien-pasien yang berada didalam ruangansehingga bisa terjadi faktor lupa atau bias.

6. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan peneliti, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :1. Dalam membina hubungan saling

 percaya peneliti berpendapat bahwa pada

dasarnya informan sudah mengerti dan

memahami tahapan dalam membina

hubungan saling percaya yang dilakukan

oleh perawat terhadap pasien tapi tidak 

dilakukan secara maksimal sesuai dengan

teori yang ada.2. Dalam membantu pasien mengenal

halusinasi, peneliti berpendapat bahwa

tidak semua informan sudah melakukan

tahapan dalam membantu pasien

mengenal halusinasinya, bila tahapan

dalam membantu pasien mengenal

halusinasi tidak dilakukan sepenuhnya,

maka pasien akan lambat dalam proses

 penyembuhannya.

3. Dalam membantu pasien mengontrol

halusinasi peneliti berpendapat bahwatindakan yang dilakukan informan dalam

membantu pasien mengontrol halusinasitidak dilakukan secara optimal karena

tidak sesuai dengan teori yang ada,

informan hanya mengajarkan cara

menghardik halusinasi dengan

mengucapkan ”pergi-pergi”, dan

menganjurkan pasien berinteraksi denganorang lain.

4. Dalam melatih pasien memanfaatkan

obat, peneliti berpendapat pada dasarnya

 perawat sudah memahami cara melatih

 pasien menggunakan obat secara teratur 

untuk mengontrol halusinasinya dan bila

tindakan perawat dalam melatih pasien

menggunakan obat secara teratur tidak dilakukan sepenuhnya maka

 penyembuhan akan terhambat.

5. Dalam melibatkan keluarga untuk 

membantu pasien dalam mengontrol

halusinasi, peneliti berpendapat pada

dasarnya perawat sudah mengerti

 bagaimana melibatkan keluarga dalam

mengontrol halusinasi dan bila tindakan

tersebut tidak dilakukan, maka

memungkinkan kekambuhan pada pasien.

6.2 SaranBerdasarkan kesimpulan di atas, penulis

mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit Ernaldi Bahar 

Diharapkan hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan kajian oleh rumahsakit untuk dapat meningkatkan mutu

 pelayanan keperawatan khususnya dalam

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 12/13

 penerapan strategi pelaksanaan pada pasien

halusinasi pendengaran

2. Bagi Bidang Perawatan khususnya Ruang

Merpati

Diharapkan agar perawat lebih meningkatkanskill atau keterampilan dengan mengadakan

 pelatihan-pelatihan dan seminar mengenai

strategi pelaksanaan keperawatan pada pasien

halusinasi pendengaran.

3. Bagi penelitian lain

Perlu dilakukan lagi penelitian lanjutan

tentang penerapan strategi pelaksanaan

keperawatan pada pasien halusinasi untuk 

menilai kinerja yang dilakukan oleh perawat

dalam menangani pasien jiwa terutama

masalah halusinasi dengan desain penelitianyang berbeda dan menggunakan sampel yang

lebih banyak.4. Bagi STIK Bina Husada Palembang

Diharapkan hasil penelitian dapat

ditindaklanjuti terutama bagi mahasiswa agar 

dapat mengaplikasikan ilmu keperawatan

khususnya keperawatan jiwa dalam

membantu pasien mengatasi halusinasi.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2008.

 Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta :

EGC

Azwar, Asrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan.

Jakarta : Salemba Medika

Anggriawan, Rendra, 2010

 Pengalaman Perawat Dalam

 Keberhasilan Penerapan Strategi

 Pelaksanaan Pada Klien Halusinasi

 Pendengaran Di Ruang Bangau Rumah

Sakit Dr. Ernaldi Bahar Palembang 

Tahun 2010

Dalami, Ermawati. 2010.

 Konsep Dasar Keperawatan Jiwa,Jakarta : Trans Info Media

Fitria, Nita. 2009.

 Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan

 Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Pada Tindakan

 Keperawatan (LP Dan SP) Untuk 7 

 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi

 Program Si Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika

Hawari, Dadang, 2006 Pendekatan Holistik Pada Gangguan

 Jiwa Skizofrenia. FKUI : Jakarta

Herdiansyah, Haris, 2010

 Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk 

 Ilmu-Ilmu Sosial . Jakarta: Salemba

Medika

Hidayat, A.A. 2007

 Pengantar Konsep Dasar Keperawatan,

 Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika

Keliat, B.A.1996. Perawatan Penderita Skizofrenia. Jakarta

: EGC

Kusumawati. 2010.

 Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Maleong, L. 2010

Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung : PT Remaja Rosdakarya

 Notoatmodjo, Soekidjo. 2010

 Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta

Potter, Patricia A. 2005.

 Buku Ajar Fundamental Keperawatan,

 Konsep, Proses dan Praktik, ed. 4.

Jakarta : EGC

Rekam Medik RS Ernaldi Bahar Palembang,

2011. Profil Rumah Sakit Ernaldi Bahar 

Provinsi Sumatera Selatan tahun 2011.Palembang

Saryono, 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam

 Bidang Kesehatan. Yogjakarta : Nuha

Medika

Stuart & Sudden, 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta :

EGC

7/16/2019 118954763-Jurnal-Ilmiah

http://slidepdf.com/reader/full/118954763-jurnal-ilmiah 13/13

Suliswati, dkk. 2005.

 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan

 Jiwa, Jakarta : EGC

Tim MPKP RS Ernaldi Bahar, 2007

 Modul Pelatihan Asuhan Keperawatan

 Jiwa. Palembang

Yosep, Iyus. 2007.

Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba

Medika