Upload
lyduong
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SEMINAR NASIONAL12 September 2012
Menuju Pertanian yang BerdaulatToward Agriculture Souverignity
KONE O MN IA PN EU RP T
M AI NH IR A
E N
P
P R O S I D I N G
Kerjasama
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dengan
PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia) Komda BengkuluPFI (Perhimpunan Fitopatologi Indonesia) Komda Bengkulu
BUKU-BUKU TERBITAN BPFP UNIB
diterbitkan oleh:
ISBN: 9786029071078
ISBN: 9786029071078 9 7 8 6 0 2 9 0 7 1 0 7 8
Tim Penyunting:MarwantoPrasetyo
Septri Widiono
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
Menuju Pertanian yang Berdaulat
BENGKULU, 12 SEPTEMBER 2012
Diterbitkan oleh:
Badan Penerbitan Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu (BPFP UNIB)
Alamat: Gedung Fakultas Pertanian UNIB,
Jl. WR. Supratman, Kandang Limun Bengkulu Kode Pos 38371A
Telp. 0736-21170 ext. 206 Faks. 0736-21290
Email: [email protected]
Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
TIM PENYUNTING.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU.
Menuju Pertanian yang Berdaulat
Badan Penerbitan Fakultas Pertanian UNIB, 2012
xii, 378 hal. 21,5 X 27,6 cm
ISBN: 9786029071078
Tim Penyunting:
Marwanto
Prasetyo
Septri Widiono
Desain Sampul: Nyalira Creativa
Tata Letak Isi: Marwanto dan Septri Widiono
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 Pasal 44
tentang Hak Cipta Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
-v-
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat petunjukNya penyusunan
prosiding ini dapat selesai sesuai jadwal.
Prosiding ini terdiri atas kumpulan artikel ilmiah hasil penelitian maupun hasil telaah
(review paper) dari berbagai bidang ilmu yang berkaitan dengan kedaulatan pertanian baik yang
dipresentasikan maupun tidak pada acara Seminar Nasional pada 12 September 2012 di
Universitas Bengkulu yang bertema Menuju Pertanian yang Berdaulat.
Penerbitan prosiding ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tujuan dilaksanakannya
seminar nasional tersebut, yaitu menyebarluaskan hasil penelitian dan review paper bidang ilmu
yang berkaitan dengan kedaulatan pertanian. Oleh sebab itu, semua makalah baik yang
dipresentasikan maupun tidak namun telah memenuhi ketentuan penulisan makalah yang
ditetapkan oleh panitia penyelenggara seminar dimuat dalam prosiding ini.
Meskipun ketentuan tentang format penulisan makalah telah ditetapkan oleh panitia
penyelenggara, tidak semua makalah yang diterima oleh panitia dari penulis mengikuti ketentuan
tersebut. Untuk itu, tim penyunting memperbaiki makalah-makalah tersebut namun hanya
sebatas pada format penulisannya, bukan pada isinya. Perbaikan format tersebut dilakukan agar
sesuai dengan format yang telah ditentukan oleh panitia penyelenggara. Isi makalah sepenuhnya
tetap menjadi tanggung jawab penulis makalah. Dalam memperbaiki makalah tersebut tim
penyunting telah bekerja semaksimal mungkin. Apabila di dalam prosiding ini masih terdapat
kekurangan, mohon dipahami.
Setelah melalui proses penyuntingan yang melelahkan, akhirnya diperoleh 41 makalah
dan 2 poster yang layak untuk diterbitkan di dalam prosiding ini. Mengingat tidak banyaknya
makalah yang harus diterbitkan, maka makalah tersebut dicetak hanya dalam satu buku.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penerbitan prosiding ini antara lain peserta seminar, penyandang dana, rektor
Universitas Bengkulu (Prof. Dr. Ir. Zainal Muktamar MSc.) dan dekan Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu (Prof. Dr.Ir. Dwinardi Apriyanto MSc). Ucapan terima kasih yang khusus
disampaikan kepada tim penyunting yang telah bekerja secara sungguh-sungguh mulai dari
penyuntingan hingga diterbitkannya prosiding ini.
Semoga informasi dalam prosiding ini bermanfaat bagi kalangan akademisi dan
masyarakat yang berkepentingan untuk memajukan ilmu pertanian di Indonesia.
Bengkulu, 10 September 2012
Ketua panitia,
Dr. Ir. Abimanyu Dipo Nusantara MP
-vii-
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... v
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. vii
Parasitasi Trichogramma sp. (Hymenoptera: Trichogrammatidae) Terhadap Telur
Corcyra cephalonica (Lepidoptera: Pyralidae) Serangga Hama Pascapanen Padi
Agustin Zarkani ..................................................................................................................... 1
Pengaruh Limbah Peternakan Terhadap Pertumbuhan Seledri (Apium graveolens
L.)
Karnadi Gozali dan Firdaus Sulaiman ................................................................................... 9
SRI Di Lahan Pasang Surut
Dedik Budianta, Napoleon dan Diah Ristiani ........................................................................ 19
Pengaruh Kombinasi Batang Atas Dan Batang Bawah Beberapa Aksesi Jarak
Pagar (Jatropha curcas L) Terhadap Pertumbuhan Bibit
Andi Wijaya, Anita Siregar dan Achmadiach Tjik Asin ....................................................... 26
Storability Of Mung Bean Seeds Possessing Different Seed Coat Lignin Content
Under Simulated Adverse Conditions
Marwanto ............................................................................................................................... 33
Memacu Pembentukan Dan Pertumbuhan Umbi Kentang Di Dataran Rendah
Bengkulu Dengan Aplikasi Anti-Ga Dan Penyiraman Air Pada Waktu Yang
Berbeda
Usman Kris Joko Suharjo, Fahrurrozi, Sigit Sudjatmiko, dan Popi S ................................... 42
Dinamika Suhu, Biomassa, Unsur Hara, Dan Populasi Bakteri Selama Proses
Pengomposan Jerami Padi Untuk Penyediaan Pupuk Organik Berkualitas
Nuni Gofar dan Marsi ............................................................................................................ 52
Pengurangan Pupuk Urea Yang Disubtitusi Dengan Bahan Organik Serta
Manipulasi Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Padi Gogo
Bilman Wilman Simanihuruk ................................................................................................ 63
Potensi Pengembangan Varietas Unggul Baru (VUB) Padi Sawah Inpari 13 Dan
Mekongga Di Propinsi Kalimantan Barat
Tommy Purba......................................................................................................................... 70
Bokashi Tusuk Konde (Wedelia trilobata, L.) Sebagai Substitusi Pupuk
Anorganik Nitrogen Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
Vonny Yunieta Puteri, Hasanudin, Nanik Setyowati............................................................. 76
Pemaknaan Terhadap Sumberdaya Agraria Pada Dua Desa Sekitar Area
Konservasi Di Provinsi Bengkulu
Septri Widiono, Apri Andani, Mas Agus Firmansyah ........................................................... 85
Pengaruh Program Penguatan Modal Petani Terhadap Pendapatan Dan Efisiensi
Usahatani Padi Sawah Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi
Saidin Nainggolan dan Sa’ad Murdy ..................................................................................... 98
Kelayakan Penerapan Teknologi Usahatani Nilam (Pogostemon Cablin Benth) Di
Lahan Kering Kabupaten Aceh Jaya
Emlan Fauzi, Idawanni
dan Fenty Ferayanti .......................................................................... 121
Analisis Keberagaman Usaha Rumah Tangga Pertanian Pada Beberapa Tipe
Lahan Usahatani Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi
Saad Murdy dan Saidin Nainggolan ...................................................................................... 129
Penggunaan Pengering Energi Surya Model YSD-UNIB12 Untuk Pengeringan
Cabai Merah, Sawi Dan Daun Singkong
Yuwana dan Evanila Silvia .................................................................................................... 145
Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Pada Tanaman Rawa Berpotensi Obat Di
Kalimantan Selatan
Jaka Darma Jaya dan Mufrida Zen ........................................................................................ 153
Perubahan Warna Dan Tekstur Buah Rambutan (Nephelium lappaceum L.)
Varietas Lebak Bulus Pada Berbagai Suhu Penyimpanan Dalam Kemasan
Yessy Rosalina ....................................................................................................................... 161
Respon Suplementasi Mineral Terhadap Sintesis Protein Mikroba Pada Ternak
Sapi Lokal
Evitayani, Maramis, Mella Ramadhona, Srita Yani, Sulastri Afriyani, Dewita
YaniSyakhboel Hafiz ............................................................................................................. 168
Potensi Beranak Kembar Pada Sapi Peranakan Ongole Untuk Mendukung
Percepatan Program
Aryogi, Endang Baliarti, Sumadi dan Kustono ..................................................................... 173
Pengaruh Ekstrak Daun Katuk Sebagai Feed Supplement Terhadap Performa
Ayam Broiler
Urip Santoso........................................................................................................................... 182
Pola Pendampingan Inovasi Pada Program Percepatan Swasembada Daging Sapi
Dan Kerbau Di Propinsi Kalimantan Barat
Tommy Purba dan LM Gufroni ............................................................................................. 188
Identifikasi Sistem Usaha Perikanan Tangkap Di Mukomuko
Zamdial, T. ............................................................................................................................. 195
-ix-
Penerapan Ekologi Untuk Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan
Wiryono ................................................................................................................................. 205
Pemanfaatan Kawasan Dan Hasil Hutan Non Kayu
Ridwan Yahya ........................................................................................................................ 214
Berat Badan, Pertambahan Berat Badan, Konsumsi Ransum Dan Konversi
Ransum Ayam Pedaging Di Kandang Postal Dengan Menggunakan Jenis Alas
Kandang Berbeda
Sadarman, Basrul Ali dan Tantan Rustandi Wiradarya ......................................................... 219
Pemanfaatan Pelepah Sawit Amoniasi Dengan Suplementasi Daun Ubi Kayu Dan
Mineral S, P Pada Ransum Sapi Potong
Nurhaita, Ruswendi , W. Rita , dan Robiyanto ..................................................................... 225
Analisis Aktor Penyimpangan Pemanfaatan Ruang (Studi Kasus Alih Fungsi
Lahan Sawah Beririgasi Teknis Di Kawasan Dusun Besar Kota Bengkulu)
Alimansyah ............................................................................................................................ 234
Bakteri Asam Laktat (BAL) Pada Durian Fermentasi
Hasanuddin ............................................................................................................................ 241
Tanggapan Masyarakat Terhadap Tungku Hasil Modifikasi Dengan Bahan Bakar
Cangkang Kelapa Sawit
Hasan Basri Daulay, Abran Suryadi, Ratna Wulandari Daulay ............................................ 248
Keragaman Morfologi, Antosianin Daun Dan Keragaman Genetik 13 Aksesi
Meniran Berdasarkan Marka Molekuler
Eva Oktavidiati, M. Ahmad Chozin, Munif Ghulamahdi, Nurheni Wijayanto,
Latifah K. Darusman, Sunaryadi ........................................................................................... 254
Kinerja Prototipe Pengering Energi Surya Model YSD-UNIB12 Dalam
Mengeringkan Singkong
Evanila Silvia dan Yuwana .................................................................................................... 263
Curahan Waktu Kerja Wanita Pada Usahatani Sayur Di Kelompok Tani Rinjani
Kota Bengkulu
Novitri Kurniati, Ririn Harini dan Dwi Fitriani .................................................................... 271
Pengendalian Plutella xylostella (L.) Dengan Menggunakan Bioinsektisida Cair
Haperidah Nunilahwati, Chandra Irsan, Yulia Pujiastuti, Khodijah, Dewi
Meidalima, Siti Herlinda ....................................................................................................... 278
Pertumbuhan Koloni Dan Viabilitas Konidia Jamur Entomopatogen Asal Tanah
Lebak Dan Pasang Surut Sumatera Selatan
Rosdah Thalib, Redi Fernando, Sunar Samad, Khodijah, Haperidah
Nunilahwati, Siti Herlinda ................................................................................................... 287
-x-
Keanekaragaman Spesies Dan Kelimpahan Serangga Entomofaga Pada Tanaman
Cabai Yang Diaplikasikan Beauveria bassiana Untuk Mengendalikan Aphis
gossypii
Siti Herlinda, Deri Hertati, Chandra Irsan, Yulia Pujiastuti, Triani Adam,
Khodijah ................................................................................................................................ 294
Eksplorasi Gejala Penyakit , Patogen Dan Mikoriza Arbuskular Pada Pertanaman
Bawang Daun (Allium fistulosum) Di Sentra Hortikultura Kabupaten Rejang
Lebong Provinsi Bengkulu
Yenny Sariasih ...................................................................................................................... 305
Penggunaan Dan Produktifitas Tenaga Kerja Serta Efisiensi Usaha Tani Jagung
Di Kelurahan Padang Serai Kota Bengkulu
Sri Sugiarti ............................................................................................................................ 315
Pengaruh Beberapa Dosis Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Dan Produktivitas
Jagung
Sution dan Zul Efendi ........................................................................................................... 320
Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru Padi Sawah Di Kabupaten Sanggau
Sution, Serom dan Zul Efendi ............................................................................................... 328
Pemilihan Alat Dan Lama Fermentasi Pada Proses Pembuatan “Lemea” Makanan
Tradisional Suku Rejang
Kurnia Harlina Dewi, Meizul Zuki dan Erni Sustrianti ........................................................ 337
Teknologi Pengolahan Tanaman Jahe (Zingiber officinale) Untuk Meningkatkan
Umur Simpan Dan Nilai Tambah Produk
Yessy Rosalina ....................................................................................................................... 353
Penerimaan Konsumen Terhadap Produk “Lemea” Makanan Tradisional Suku
Rejang Pada Berbagai Tempat Dan Lama Fermentasi
Kurnia Harlina Dewi, Meizul Zuki dan Erni Sustrianti ........................................................ 359
Analisis Respon Penawaran Petani Padi Sawah Di Kecamatan Muara Bulian
Kabupaten Batanghari
Edison .................................................................................................................................... 369
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu | 205
PENERAPAN EKOLOGI UNTUK MEWUJUDKAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN
(THE IMPLEMENTATION OF ECOLOGICAL PRINCIPLES TO ACHIEVE
SUSTAINABLE AGRICULTURE)
Wiryono
Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
ABSTRACT
Agricultural revolution that started ten thousand years ago has changed drastically the
surface of the earth. Many natural ecosystems have been converted into farm lands or
agroecosystems. The fundamental change brought about by agriculture is the simplification of
ecosystem structure which in turn causes the reduction of ecosystem functions or services. High
diversity of plants and animals in natural ecosystems has drastically reduced into several, even
single species plantation. The abundance of one species of crop in monoculture and the absence
of predators increase the number of pests, so farmers have to use synthetic pesticides to control
them. The disruption of material cycle in monoculture reduces the replenishment soil nutrient, so
farmers must use inorganic fertilizers. Applying a large amount of synthetic pesticides and
inorganic fertilizers to the crops and the soil, agriculture is the main source of environmental
pollution. The use of water excessively for irrigation and the clearence of forest in steep land for
farm land cause detrimental hydrological impacts. Agriculture also causes soil degradation. The
agricultural practices that drastically change ecosystem structure are not sustainable and must
therefore be replaced by sustainable agriculture based on ecological principles. Agroecosystem
must be brought back closer to natural ecosystem by: (1) increasing ecosystem structure through
increasing the diversity of species and growth form of plants and increasing landscape
heterogeniety, (2) improving material cycles and (3) conserving soil and water. Bringing back
agroecosystems to natural ecosystems will bring back ecosystem functions and reduce the
detrimental environmental impacts of agriculture.
Keywords: ecological principles, sustainable agriculture.
PENDAHULUAN
Manusia adalah salah satu komponen biotik dari ekosistem yang tergolong dalam
kategori konsumen atau heterotrof. Sebagaimana organisme yang lain, manusia mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh komponen lain dalam ekosistem. Namun, dibandingkan dengan organisme
yang lain, manusia memiliki kemampuan yang jauh lebih besar dalam memanipulasi ekosistem
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Revolusi atau evolusi pertanian yang dimulai sekitar
10.000 tahun yang lalu merupakan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan pangannya
dengan mengubah ekosistem alami menjadi ekosistem pertanian, atau agroekosistem. Jika dalam
era berburu dan mengumpulkan (hunting and gathering) manusia memenuhi kebutuhan
makannya dari berburu hewan dan mengumpulkan hasil tumbuhan di alam liar, maka di dalam
206 | Bengkulu, 12 September 2012. Tema: Menuju Pertanian yang Berdaulat.
era pertanian manusia beternak hewan dan membudidayakan tanaman. Pertanian meningkatkan
produksi pangan sehingga memungkikan manusia hidup menetap, membentuk komunitas desa
dan akhirnya komunitas kota atau komunitas madani (beradab). Pertanian merupakan fondasi
bagi peradaban manusia.
Peradaban manusia dimulai oleh bangsa yang memiliki pertanian yang maju, misalnya
bangsa Mesopotamia. Memiliki sungai Eufrat dan Tigris, bangsa Mesopotamia membangun
jaringan irigasi yang memungkinkan penanaman tanaman pangan pada lahan-lahan yang
sebelumnya kering. Namun, karena daerah hulu sungai mengalami penggundulan hutan maka
terjadilah erosi tanah yang menyebabkan sedimentasi pada sungai dan juga menyumbat saluran
irigasi. Dasar sungai semakin lama semakin bertambah tinggi, sehingga tanggul sungai juga
semakin ditinggikan. Ketika terjadi banjir, air meluap dan menggenangi dataran rendah di
sekitarnya. Lama-kelamaan permukaan air tanah (water table) semakin tinggi juga. Karena air
di dalam tanah tidak mengalami drainase dengan baik, sementara penguapan tinggi karena
daerah ini beriklim panas dan kering, maka lama-lama kelamaan kandungan garam di dalam
tanah menjadi semakin tinggi, atau terjadi salinisasi. Sedimentasi pada saluran irigasi dan
salinisasi ini menurunkan produksi pangan dan akhirnya menghancurkan pertanian. Runtuhnya
pertanian menyebabkan runtuhnya peradaban Mesopotamia (Hillel, 2009).
Pada zaman modern, peningkatan produksi pertanian dicapai melalui revolusi hijau
(green revolution) yang memanfaatkan genetika untuk menciptakan varietas-varietas unggul.
Namun peningkatan produksi tersebut tidak terlepas dari penggunaan pupuk inorganik untuk
meningkatkan ketersediaan hara dan pestisida sintetis untuk memberantas hama dan penyakit.
Varietas tanaman pertanian hasil pemuliaan tanaman dalam revolusi hijau biasanya tidak
memiliki kemampuan untuk bertahan menghadapi serangan hama dan penyakit (Nichols and
Altieri, 2007). Penggunaan pupuk inorganik dan pestisida sintetis dalam pertanian menyebabkan
pertanian menjadi sumber utama pencemaran lingkungan (Chiras and Reganold, 2005).
Kerusakan fisik tanah dan pencemaran lingkungan oleh pertanian terjadi karena praktek
pertanian kurang memperhatikan ekologi. Yang selama ini diperhatikan oleh pertanian barulah
ekologi individual, autoecology, yaitu factor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, namun praktek pertanian konvensional (pada umumnya) belum
memperhatikan ekologi komunitas dan ekologi ekosistem. Prinsip-ptinsip ekologi komunitas dan
ekosisyem perlu diperhatikan untuk mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, yang akan
menjamin ketersediaan pangan. Sebagai bangsa dengan penduduk yang sangat besar, Indonesia
tidak boleh menggantungkan diri pada bangsa lain dalam memenuhi kebutuhan pangannya.
Ketergantungan pangan pada bangsa lain akan membuat suatu bangsa tidak berdaulat.
Oleh karena itu bangsa Indonesia harus mewujudkan pertanian yang berkelanjutan, yang menjad
dasar bagi pertanian yang berdaulat. Penerapan prinsip-prinsip ekologi merupakan keharusan
bagi terwujudnya pertanian berkelanjutan.
Dampak Pertanian Terhadap Struktur Dan Fungsi Ekosistem
Sejak awal kemunculannya di muka bumi, manusia telah melakukan perubahan terhadap
lingkungannya, terutama sejak manusia dapat mengendalikan api. Revolusi pertanian yang
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu | 207
dimulai sekitar 10.000 tahun yang lalu memperbesar dampak pertanian terhadap lingkungan.
Pada zaman pertanian, petani mengkonversi hutan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Jenis
tumbuhan yang ditanaman terbatas pada jenis-jenis yang dibutuhkan manusia, terutama tanaman
pangan. Perubahan dari hutan alam menjadi lahan pertanian monokultur menyebabkan
penyederhanaan struktur ekosistem yang drastis. Hutan alam memiliki komposisi jenis
tumbuhan yang tinggi, di mana masing-masing jenis tumbuhan memiliki jenis-jenis hewan yang
memakannya atau yang bersimbiosis mutualisme dengannya. Masing-masing jenis hewan,
kecuali top predator, memiliki predator yang memakannya. Hutan alam juga memiliki struktur
vertical yang kopmpleks, yang memungkinkan pembagian ruang hidup bagi banyak jenis hewan
(Whitmore, 1984). Ada jenis hewan yang hidup bawah tanah, di permukaan tanah, di dahan-
dahan pohon, dan ada juga yang di pucuk-pucuk pohon. Hutan alam juga memiliki heterogenitas
horisontal. Ada rumpang (gap) di dalam hutan dengan kelembaban dan suhu yang berbeda dari
sekitarnya sehingga ditumbuhi oleh tumbuhan yang berbeda pula, yang menciptakan relung
(niche) bagi jenis-jenis hewan yang berbeda. Hutan alam yang memiliki struktur yang kompleks
dan keragaman hayati yang tinggi dikonversi menjadi lahan pertanian monokultur yang
strukturnya sederhana (satu lapisan vegetasi yang tingginya seragam dan dalam wilayah yang
luas) dan keragaman jenisnya sangat rendah.
Perubahan dari struktur ekosistem alami yang kompleks menjadi struktur agroekosistem
yang sangat sederhana menyebabkan tereduksinya fungsi-fungsi ekosistem. Menurunnya
keragaman hayati menyebabkan hilangnya fungsi pengaturan populasi suatu jenis organisme
sehingga memungkinkan terjadinya ledakan populasi hama atau penyakit. Di dalam ekosistem
alami yang kaya jenis terdapat keseimbangan dinamis antara populasi jenis mangsa (prey) dan
pemangsa (predator). Kenaikan jumlah individu mangsa akan menyebabkan kenaikan jumlah
individu pemangsa yang selanjutnya akan menekan pertumbuhan populasi mangsa. Di dalam
agroekosistem banyak jenis pemangsa (karnivora) yang hilang sehingga terjadi ledakan populasi
jenis hewan mangsa yang merupakan herbivore, yang memakan tanaman pertanian.
Di dalam ekosistem alami terdapat siklus materi dari produsen ke konsumen, ke pengurai
lalu kembali lagi ke produsen. Siklus materi yang tertutup ini, dibarengi dengan simbiosis antara
mikroorganisme dengan jenis-jenis tumbuhan, memungkinkan pohon-pohon tumbuh tinggi besar
di hutan hujan tropis yang sesengguhnya miskin hara (Terborgh, 1992). Di dalam agroekosistem,
siklus materi ini terputus karena biomassa tanaman (produsen) di ambil keluar dari ekosistem
sehingga tanah menjadi miskin hara, maka diperlukan pemupukan untuk memulihkan
kesuburannya.
Ekosistem alami merupakan sistem yang memiliki kemampuan untuk mendukung diri
sendiri dengan sumber energy berupa sinar matahari yang diikat oleh tumbuhan melalui
fotosintesis. Agroekosistem masih mengandalkan energy sinar matahari, namun agroekosistem
bukanlah sistem yang mampu mendukung diri sendiri, melainkan harus mendapatkan input
energi tambahan dari luar. Tambahan energi tersebut berupa perawatan tanaman yang harus
dilakukan oleh petani, misalnya memupuk, dan memberantas hama, penyakit dan gulma.
208 | Bengkulu, 12 September 2012. Tema: Menuju Pertanian yang Berdaulat.
Dampak Pertanian Terhadap Lingkungan
Pencemaran udara dan air
Sektor pertanian merupakan penyumbang utama (75%) pencemaran lingkungan (Chiras
and Reganold, 2005). Penggunaan pestisida sintetis dan pupuk inorganik secara berlebihan telah
mencemari air tanah dan sungai. Dampak pestisida inilah yang memicu lahirnya gerakan
lingkungan modern di Amerika pada awal 1960an. Karena sumber pencemaran air dari sector
pertanian tidak terpusat di satu titik (non-point source water pollution) melainkan terpencar,
maka pengendaliannya sulit dilakukan.
Pencemaran dari pestisida sintetis menimbulkan efek biomagnifikasi atau pembesaran
biologis. Karena zat kimia yang digunakan tersebut larut dalam lemak maka zat itu akan terbawa
ke dalam jaringan (daging) hewan. Ketika hewan tersebut dimakan oleh hewan besar, maka zat
pencemar tersebut akan masuk ke jaringan hewan besar.
Bukan saja masuk ke tubuh hewan, tetapi pestisida juga masuk ke tubuh manusia. Di
Amerika Serikat, pada tahun 2004 Center for Disease Control melakukan uji terhadap 9.282
orang, dan menemukan bahwa semua orang yang diuji mengandung pestisida atau produk
turunannya di tubuh mereka. Rata-rata setiap orang mengandung 13 macam pestisida. Pestisida
masuk ke tubuh manusia melalui air minum. (Gleissman, 2007). Di Inggris, banyak air tanah
yang menjadi sumber air minum juga mengandung pestisida melebih ambang batas yang
diizinkan oleh Komisi Eropa. Air minum di Inggris juga tercemar oleh nitrat dari pertanian
(Merrington et al., 2002).
Penggunaan pestisida dengan spektrum luas juga telah menyebabkan munculnya
resistensi hama, matinya organisme lain yang di luar target, munculnya hama sekunder (Horne
and Page, 2008). Hama yang tidak mati oleh pestisida dengan cepat berkembang biak kembali
sehingga menciptakan serangan balik. Meningkatnya resistensi ini menyebabkan petani
meningkatkan dosis pestisida atau menggantinya dengan racun yang lebih kuat. Tetapi ini tidak
efektif dalam waktu lama, karena akan muncul lagi resistensi, sehingga kembali diberikan dosis
yang lebih tinggi atau racun yang lebih kuat. Lingkaran setan ini disebut pesticide treadmill.
Dampak hidrologis
Konversi dari hutan alam menjadi lahan pertanian mempengaruhi hidrologi. Di hutan
dengan lantai hutan tertutup seresah dan tumbuhan bawah, air hujan yang turun memiliki
kesempatan untuk masuk ke dalam tanah. Tanah yang kaya bahan organik dari seresah hutan
juga mampu menahan air dengan baik. Dengan kondisi vegetasi yang rapat, air hujan tidak
langsung terbuang ke sungai dan laut, tetapi sebagian tersimpan dalam tanah, sehingga pada
musim kemarau masih ada cadangan air. Ketika hutan ditebang habis, maka aliran permukaan
akan bertambah sementara infiltrasi air ke tanah menyusut. Di Ivory Coast (Pantai Gading,
Afrika), sungai-sungai yang mengalir dari hutan primer memiliki debit air dua kali lebih besar
pada pertengahan musim kemarau dan lima kali lebih besar pada akhir musim kemarau daripada
sungai dari kebun kopi (Dooso et al., 1981 yang dikutip Myers, 1997).
Sektor pertanian merupakan pemakai air yang sangat besar. Seringkali petani menanam
jenis tanaman yang membutuhkan banyak air di daerah yang curah hujannya rendah. Maka
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu | 209
petani menyedot air tanah secara berlebihan sehingga mengancam ketersediaannya di masa
depan. Misalnya, di daerah yang disebut High Plain di Amerika Serikat, irigasi pertanian
menggunakan air tanah yang diambil dari aquifer bernama Ogalala, yang merupakan cadangan
air tanah terbesar di dunia. Karena pengambilan air tanah melebihi kecepatan isi ulang, maka
permukaan air tanah di aquifer Ogalala telah menurun sebesar 30 m (Raven and Berg, 2004).
Kerusakan tanah
Sebagian besar erosi terjadi di lahan pertanian. Besarnya erosi tanah di dunia mencapai
75 milyard ton. China dan India menempati ranking yang tinggi yaitu masing-masing 5,5
milyard ton dan 6,6 milyard ton per tahun (Raven and Berg, 2007). Besarnya erosi dipengaruhi
antara lain oleh curah hujan dan kemiringan tanah. Di Indonesia yang memiliki curah hujan
tinggi, petani-petani di pegunungan menebang hutan di bukit-bukit yang terjal kemudian
menanamnya dengan tanaman pertanian. Banyak di antara mereka yang menanam dengan baris
tanam yang memotong garis kontour, atau dari atas ke bawah, sehingga tidak ada yang menahan
aliran alir dari atas, mengakibatkan erosi. Karena kesuburan tanah yang paling tinggi terdapat
pada lapisan permukaan tanah (topsoil), maka dalam waktu cepat tanah akan kehilangan
kesuburannya.
Selain mengalami erosi, lahan pertanian di dunia juga mengalami kerusakan lainnya,
antara lain polusi, desertifikasi dan salinisasi. Menurut studi dari badan dunia untuk lingkungan
(UNEP = United nations Environmental Program), pada tahun 1991 terdapat 1,9 milyard tanah,
atau 17% dari total lahan bervegetasi yang telah mengalami degradasi sejak Perang Dunia ke
dua. Selanjutnya pada tahun 2001 International Food Policy Research Institute mengeluarkan
laporan bahwa dari seluruh lahan pertanian di dunia, hanya 16% yang tidak mengalami
persoalan kesuburan tanah. Sebagian besar tanah pertanian mengalami masalah seperti buruknya
drainase, tingkat kemasaman yang tinggi, ketersediaan unsur hara yang rendah dan susutnya
bahan organik (Raven and Berg, 2007).
Penurunan keragaman hayati
Praktek pertanian yang selama ini dipraktekkan bukan saja menurunkan keragaman hayati dalam
tingkatan jenis, tetapi juga keragaman genetik. Pemuliaan tanaman yang dilakukan dalam sektor
pertanian selama ini mementingkan varietas-varietas tanaman dengan sifat tertentu (cepat
tumbuh, hasil tinggi, rasa manis, dsb) sehingga banyak varietas lokal yang punah karena
ditinggalkan petani. FAO (2012) memperkiran bahwa sejak tahun 1900an sampai tahun 1990an,
sebanyak 75% keragaman genetis tanaman hilang.
Ketergantungan pertanian pada sedikit varietas tanaman akan sangat membahayakan
ketahanan pangan. Salah satu kasus yang sangat terkenal adalah bencana kelaparan yang
melanda Irlandia pada tahun 1845 sd 1852. Bangsa Irlandia menggantungkan sumber makanan
pokoknya, karbohidrat, hanya pada dua varietas kentang yang ditanam secara luas di seluruh
negeri. Ketersediaan tanaman dalam jumlah yang melimpah mengundang serangan jamur yang
merusakkan setengah dari tanaman kentang di seluruh negeri. Akibatnya, terjadilah kelaparan
hebat, yang menyebabkan seperempat dari penduduk Irlandia harus meninggalkan negerinya.
Sebenarnya, jamur yang menyerang kentang tersebut juga terdapat di kawasan Andes, Amerika
210 | Bengkulu, 12 September 2012. Tema: Menuju Pertanian yang Berdaulat.
Latin, tempat asal kentang yang ditanam di Irlandia. Namun di daerah aslinya terdapat banyak
varietas kentang sehingga serangan jamur tersebut tidak merusak banyak tanaman, yang telah
mengembangkan resistensi terhadap serangan jamur (Gleissman, 2007).
Penerapan Prinsip-Prinsip Ekologi Dalam Pertanian Berkelanjutan
Mendekatkan agroekosistem ke ekosistem alami
Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pertanian adalah akibat dari
penyederhanaan struktur dari ekosistem alami menjadi lahan pertanian atau agroekosistem.
Hilangnya sebagian komponen ekosistem alami di dalam lahan pertanian menyebabkan
hilangnya sebagian fungsi ekosistem atau dalam bahasa ekonomi, jasa ekosistem. Akibatnya,
manusia harus membayar mahal untuk mengganti jasa ekosistem yang hilang. Pada tingkat
kerusakan struktur yang ekstrem, ongkos yang harus dibayar menjadi terlalu mahal. Akibatnya
lahan pertanian itu ditinggalkan orang, menjadi ekosistem yang rusak (degraded ecosystem) yang
harus direstorasi.
Untuk mencegah degradasi ekosistem agar terwujud pertanian berkelanjutan (dari aspek
lingkungan) kita perlu mendekatkan struktur agroekosistem ke struktur ekosistem alami. Tentu
saja tidak seratus persen kembali ke alam liar, seperti kondisi dalam zaman berburu dan
mengumpulkan, tetapi paling tidak kita harus memasukkan kembali komponen-komponen yang
hilang.
Meningkatkan kompleksitas struktur agroekosistem
Untuk mendekatkan agroekosistem ke ekosistem alami, pertama-tama, kita harus
meningkatkan keragaman jenis organisme penyusun agroekosistem. Penambahan jenis ini
memungkinkan terjadinya interaksi antar jenis, termasuk kompetisi, predasi dan parasitisme,
yang dapat mencegah meledaknya populasi suatu jenis tertentu sehingga menjadi hama atau
penyakit. Di ladang anggur California, peningkatan keragaman jenis tanaman selama musim
tumbuh dengan tanaman bunga matahari (Helliantus annus) dan buckwheat (Fagopyrum
esculentum), secara signifikan mengurangi kelimpahan hama tanaman anggur yaitu wereng
daun (Erythoneura elegantula) dan thrips (Frankliniella occidentalis) (Nichols and Altieri,
2007).
Selanjutnya kita juga perlu menambah keragaman habitus (growth form) tanaman. Di
antara tanaman herba perlu juga ditanam tanaman berkayu yang berusia panjang atau perennial,
misalnya perdu dan pohon. Pola ini disebut agroforestry. Dengan adanya perdu dan pepohonan
maka akan tercipta stratifikasi tajuk secara vertikal. Hal ini menciptakan relung (niche) bagi
jenis-jenis hewan. Masing-masing jenis akan menempati relung atau stratum tajuk yang berbeda.
Jenis-jenis tersebut selain ada yang bisa menjadi musuh alami hama, ada juga hewan-hewan
yang berfungsi sebagai penyerbuk.
Tanaman tahunan berupa perdu dan pohon juga dapat melindungi permukaan tanah dari
hembusan angin yang menimbulkan erosi atau merusak tanaman pokok. Tajuk perdu dan pohon
yang lebat dapat melindungi tanah dari pukulan air hujan dan akar mereka yang dalam dapat
mengambil air jauh di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah dan mengambil nutrisi yang
tercuci dari tanah bagian atas
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu | 211
Selain peningkatan keragaman jenis dan habitus, perlu juga ditingkatkan keragaman tipe
tutupan lahan dalam skala lansekap (Nichols and Altieri, 2007). Yang dimaksud dengan
lansekap atau bentang alam adalah wilayah permukaan bumi yang terdiri dari beberapa tipe
ekosistem dimana antar ekosistem terjadi aliran energi dan materi. Suatu wilayah yang luas
sebaiknya tidak semuanya dijadikan satu tipe tutupan lahan, misalnya jadi sawah semua, tetapi
dibuat mosaik beberapa tipe agroekosistem. Heterogenitas lansekap ini dapat mencegah risiko
kegagalan panen menyeluruh karena jika ada satu jenis tanaman gagal panen, jenis lain masih
berproduksi. Sama seperti dengan stratifikasi vertikal, heterogenitas lansekap juga memperbaiki
pengendalian hama.
Memulihkan siklus materi
Dalam ekosistem alami terdapat siklus materi. Berkat siklus materi yang cepat inilah,
hutan hujan tropis yang sebenarnya memiliki tanah miskin hara merupakan salah satu tipe
ekosistem yang memiliki produktifitas tertinggi didunia (Terborgh, 1992; Whitmore, 1984).
Praktek bertani harus juga mengembalikan siklus materi untuk mengurangi penggunaan pupuk
inorganik. Di ekosistem alam, unsur hara dari tanah yang diambil tanaman akan dikembalikan
lagi melalui dekomposisi biomassa. Siklus hara ini dapat difungsikan lagi dalam lahan pertanian
dengan pengembalian seresah tanaman dan kotoran hewan kembali ke tanah. Bagian tumbuhan
yang tidak diambil dalam panen, misalnya batang padi, dapat ditinggalkan langsung di lahan
untuk dibiarkan terdekomposisi.
Bahan organik ini mengundang hewan-hewan pemakan seresah dan mikroba pengurai.
Mereka akan mengembalikan unsur hara kembali ke tanah. Selain itu mereka juga akan
meperbaiki struktur tanah. Misalnya cacing tanah yang membuat lubang-lubang di tanah akan
meningkatkan pori-pori tanah makro, memperbaiki struktur tanah dengan membentuk agregat
tanah yang stabil. Kotoran cacing tanah dapat menyediakan unsur hara yang kaya.
Pengurangan pupuk inorganik dapat dilakukan dengan pemberian kompos atau pupuk
organic, dengan mencampur seresah tumbuhan dengan kotoran hewan. Sejak ribuan tahun yang
lalu orang sudah mengenal pupuk organik. Bukan saja kotoran hewan, bahkan kotoran manusia
sudah sejak dulu digunakan petani sebagai pupuk. Bahkan kotoran hewan dan manusia dapat
juga digunakan sebagai bahan pembuat biogas untuk energi, kemudian limbahnya, berupa
lumpur kotoran bersama bakteri yang sudah mati baru dijadikan bahan pupuk. Tentu saja perlu
dilakukan pemberantasan bakteri dengan disinfektan agar pemakaiannya tidak menyebabkan
gangguan kesehatan.
Mengkonservasi tanah dan air
FAO (2010) memberikan tiga prinsip pertanian konservasi yaitu meminimalisir gangguan
tanah secara mekanis, mempertahankan penutupan lahan secara terus menerus dan meningkatkan
keragaman jenis tanaman, secara bergantian atau bersamaan. Pengolahan tanah secara
konvensional dengan membajak dan menggaru dalam jangka pendek dapat meningkatkan
kesuburan, tetapi dalam jangka panjang dapat merusak tanah. Kerusakan pada tanah akan
menurunkan hasil panen dan akhirnya meruntuhkan pertanian. Dalam pertanian konservasi,
pembajakan tanah dikurangi sampai seminimal mungkin, dan lahan dibiarkan tertutup oleh mulsa
212 | Bengkulu, 12 September 2012. Tema: Menuju Pertanian yang Berdaulat.
maupun tumbuhan penutup tanah (cover crop). Selain melindungi tanah dari kerusakan fisik,
pembajakan tanah secara minimal dan penutupan tanah secara terus menerus juga memperbaiki
lingkungan bagi organisme tanah, yang selanjutnya akan memperbaiki sifat fisik dan kimia
tanah.
Mempertahankan tanah tertutup mulsa dan tanaman penutup tanah (cover crop) dapat
melindungi permukaan tanah dari angin dan pukulan tetesan air hujan. Penutup tanah tersebut
juga menurunkan suhu permukaan tanah, meningkatkan kelembaban, dan meningkatkan bahan
organik sehingga meningkatkan aktivitas organisme tanah. Makro fauna tanah, misalnya cacing
tanah, memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan pori-pori makro sehingga meningkatkan
infiltrasi air hujan ke dalam tanah dan karena itu dapat mengurangi erosi. Aktifitas organisme
tanah dalam memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah ini disebut juga sebagai olah tanah biologis
atau biological tillage, yang dapat berperan menggantikan olah tanah mekanis secara lebih baik.
Untuk mempertahankan aktivitas organisme tanah tersebut, penggunaan pestisida sintetis dan
pupuk mineral harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mematikan organisme tanah tersebut.
Kita juga dapat menghemat air melalui pemilihan jenis tanaman. Masing-masing jenis
tanaman memiliki efisiensi penggunaan air yang berbeda. Jagung, sorgum, dan millet memiliki
efisiensi yang tinggi, sehingga mereka menggunakan lebih sedikit air daripada legum seperti
alfafa (Gleissman, 2007). Untuk daerah kering sebaiknya dipilih tanaman yang toleran terhadap
kekeringan sehingga kebutuhan untuk irigasi tidak ada atau kecil. Kadang-kadang petani
menanam jenis tanaman yang memerlukan banyak air, meskipun lahan yang mereka garap
berada di daerah kering.
Membiarkan tanah bera untuk sementara waktu dapat juga menghemat air. Berkurangnya
transpirasi selama masa bera mengurangi kehilangan air, sehingga air tanah akan tersedia pada
musim tanam berikutnya. Pemberian mulsa organik yang berguna untuk melindungi tanah dari
terpaan air hujan dan angin juga berguna untuk menjaga kelembaban tanah.
Perlakuan ekologis untuk mengkonservasi air perlu dibarengi dengan pemanfaatan
metoda irigasi yang menghemat air. Salah satu metodanya dikenal sebagai irigasi tetes dengan
berbagai variasi yang disebut juga sebagai irigrasi mikro. Metoda baru ini menghemat
penggunaan air. Selain itu, dengan metoda yang baru ini petani tidak lagi mengandalkan
kemampuan tanah dalam menyimpan air. Tanah yang sebelumnya tidak cocok untuk irigasi,
misalnya tanah berpasir atau berkerikil yang kapasitas penyimpannan airnya sangat rendah,
sekarang dapat dijadikan lahan yang produktif (Hillel, 2010).
PENUTUP
Manausia adalah organisme heterotrof, yang memperoleh makanan dari organisme lain
yaitu tumbuhan dan hewan, yang diproduksi oleh sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor
pertanian merupakan sektor yang paling vital bagi keberlanjutan hidup manusia di muka bumi.
Tanpa pertanian, peradaban manusia, bahkan eksistensi manusia terancam. Praktek pertanian
yang selama ini dilakukan telah mengubah struktur ekosistem terlalu drastis sehingga
menghilangkan sebagian fungsi ekosistem. Bukan saja terjadi kerusakan lingkungan, tetapi
keberlanjutan pertanian itu sendiri juga terancam. Untuk mengatasi kerusakan lingkungan dan
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu | 213
mewujudkan pertanian kita perlu mendekatkan kembali agroekosistem ke ekosistem alami
dengan cara: (1) meningkatkan kompleksitas struktur ekosistem melalui peningkatan keragaman
jenis, keragaman habitus dan heterogenitas landsekap, (2) memulihkan siklus materi dan (3)
mengkonservasi tanah dan air.
DAFTAR PUSTAKA
Chiras D. and Reganold JP. 2005. Natural Resource Conservation. Management For A
Sustainable Future. Pearson Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey.
FAO. 2010. Conservation Agriculture: http://www.fao.org/ag/ca/1a.html. [diakses 10 November
2010.]
FAO. 2012. What is agrobiodiversity? ftp://ftp.fao.org/docrep/fao/007/y5609e/y5609e00.pdf.
[diakses 15 Agustus 2012.]
Gleissman SR. 2007. Agroecology. The Ecology of Sustainable Food Systems. Second ed. CRC
Press.
Hillel D. 2010. Soil in the Environment. Crucible of Terrestrial Life. Academic Press.
Amsterdam.
Horne P, Page J. 2008. Integrated Pest Management for Crops and Pastures: Land Links.
Collingwood. Victoria.
Merrington G, Winder L, Parkinson R. Redman M.. 2002. Agricultural Pollution. Environmental
Problems and Solutions. Spon Pres. London.
Myers N. 1997. The world‟s forest and their ecosystem services. Hlm. 215-236 in Daily
GC.(editor). Nature’s Services. Societal Dependence on Natural Ecosystems. Island Press.
Washington, D.C.
Nichols CI, Altieri M.A. 2007. Agroecology: contributions towards a renewal ecological
foundation for pest management. Hlm. 431-468 di dalam Kogan M and Jepson P (editor).
Perpective in Ecological theory and Integrated pest Management. Cambridge University
Press. Cambridge.
Raven P H, Berg LR. 2004. Environment. John Wiley and Sons. Inc.
Terborgh J. 1992. Diversity and the Tropical Rain Forest. Scientific American Library. New
York.
Whitmore TC. 1984. Tropical Forest of the Far East. Clarendon Press.