Upload
dangtram
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
14
14
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Landasan Teori
BAB II menyajikan paparan tentang landasan teoritis yang berkaitan
dengan; proses transpormasi keterampilan dalam meningkatkan prilaku
kewirausahaan melaui magang keluarga, serta rangkuman hasil penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
Proses Transformasi Keterampilan Dalam Meningkatkan Prilaku
Kewirausahaan Melalui Magang.
1. Magang
a. Pengertian Magang
Magang merupakan suatu proses pembelajaran yang mengandung
unsur belajar sambil bekerja. Warga belajar sebagai pemagang akan
membiasakan diri mengikuti proses pekerjaan yang diikuti oleh permagang
(pendidik).
Sudjana,D. (2000: 16) berpendapat bahwa, magang merupakan salah
satu unsur belajar tertua di dunia yang sampai era informasi ini masih tetap
bertahan keberadaannya.
Magang, model pembelajaran tertua, masih diperlukan
keberadaannya sebagai metoda pembelajaran individual dalam penyebaran
dan penerimaan informasi yang dapat dilakukan oleh semua tingkatan
manusia dari tingkat kehidupan sederhana sampai dengan tingkat kehidupan
modern. Pada masyarakat sederhana ,pada zaman peradaban kuno, para
perajin dan petani serta penduduk pada umumnya tidak mengenal aksara
15
dan angka. Jaman itu informasi pengetahuan dan keterampilan, kerajinan
tangan, pertukangan dan pertanian, disebarkan oleh penduduk melalui
hubungan langsung. Hubungan langsung antara seorang dengan orang lain
dalam penyampaian dan peneriman informasi disebut dengan istilah
magang, Sudjana, D. ( 2000: 16). Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, di
dalam magang, interaksi pembelajaran terjadi melalui komunikasi antar
pesona secara langsung antara pemberi dan penerima pesan. Bagi yang
memberikan informasi adalah membelajarkan , sementara bagi yang
menerima informasi adalah belajar. Pembelajaran magang dikatakan
berhasil apabila permagang (pendidik) mampu menyadarkan pemagang
(peserta didik) mampu melakukan kegiatan belajar secara mandiri.
Sudjana, D. (2000) mengemukakan lebih lanjut bahwa melalui
magang seseorang yang memiliki pengalaman tertentu menyampaikan
pengetahuan dan keterampilan yang telah ia miliki kepada orang lain yang
belum berpengalaman dan yang lebih dahulu memiliki pengalaman dan
keahlian tertentu sehingga pemagang memiliki pengalaman atau keahlian itu
kemudian setelah terjadi penerimaan pengalaman atau keahlian , pemagang
mampu melakukannya sendiri.
Slamet Raharjo (1989:17) mengemukakan :
Unsur utama dari belajar dengan cara magang ini adalah meniru. Hasil belajar dengan bekerja itu merupakan ukuran keberhasilan magang. Magang dapat dianggap telah selesai manakala pemagang itu telah dapat menyelesaikan hasil belajar secara sendiri dengan hasil yang persis dengan yang dibuat (dihasilkan) oleh sumber belajar dalam waktu yang sama atau lebih cepat dari pada waktu yang digunakan sumber belajar .
16
BPKB Jayagiri Lembang (1990:3) mengemukakan bahwa “ Magang adalah
proses belajar dimana seseorang memperoleh dan menguasai keterampilan
dengan jalan melibatkan diri dalam proses pekerjaan tanpa atau dengan
petunjuk orang yang sudah trampil dalam pekerjaan itu”. Pendapat lain
dikemukankan oleh Ranidar Darwis ,( 1993:71):
“Magang sebagai fenomena pendidikan yang berkaitan dengan pembukaan lapangan kerja, dapat diasumsikan sebagai inti dari pendidikan kewiraswastaan”.
Pengertian magang yang dikemukakan oleh Sudjana (2000), Ranidar Darwis
(1993), BPKB Jayagiri (1990), dan Raharjo (1989); menunjukan bahwa
magang merupakan proses kegiatan pembelajaran dalam mana terjadi suatu
perubahan dan pembentukan prilaku tertentu, dilakukan secara langsung
antara seorang ahli disebut permagang dengan yang belum ahli disebut
pemagang. Tujuan magang untuk memiliki pengalaman atau keahlian
bidang tertentu. Inti dari proses pembelajaran adalah adanya interaksi
edukatif . Pada pembelajaran magang interaksi ini terjadi melalui
komunikasi antar persona secara langsung. Pengalaman atau keahlian
diperoleh melalui belajar sambil bekerja atau bekerja sambil belajar, dimana
unsure peniruan memegang peranan penting, setelah ditunjukkan oleh
permagang. Kemudian pembelajaran magang dikatakan berhasil manakala
pemagang sebagai warga belajar telah menunjukan kemampuan
mengerjakan sesuatu yang relatif sama dengan permagangnya.
b. Prinsip Prinsip Magang
Prinsip magang yang dibahas dalam penelitian ini berkaitan dengan
konsep magang yang dapat menghasilkan tenaga kerja trampil, kompeten
17
dan produktif., khususnya konsep magang secara tradisional (Grassroot)
yang banyak terjadi pada perusahaan industri kecil. Sebagai perbandingan
disajikan pula prinsip magang modern seperti dikemukakan oleh
Departemen Tenaga Kerja Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan
Produktivitas Tenaga Kerja (1994). Target dalam latihan pemagangan
menurut pola Depnaker adalah peserta yang telah menyelesailakn minimal
SLTP dan tidak mampu melanjutkan pendidikan formal, mereka dapat
mengikuti latihan pemagangan bidang tertentu sesuai dengan profesi yang
dikehendaki. Kemampuan yang menjadi bidikannya adalah tenaga trampil
dan kompeten, yang bisa dicapai dalam waktu sekitar 3 (tiga ) tahun. Target
yang lebih tinggi sekitar 3,5 tahun yang ditambah dengan kursus manajerial
adalah menjadi tenaga pengelola atau manajer menengah.
Prinsip pemagangan menurut Depnaker (1994) , memiliki aspek
yang menjadi cirinya yaitu pencapaian kualifikasi yang jelas, ada kriteria
latihan pemagangan, ada aturan main pelaksanaan, ada uji keterampilan dan
sertifikasi serta kontrak pemagangan. Jenjang pemagangan terdiri atas (a)
sertifikasi perusahaan untuk tingkat dasar. (b) Sertifikat Nasional tingkat III
untuk tingkat menengah. (c) Sertifikasi Nasional Tingkat II untuk tingkat
lanjutan. (d) Sertifikasi uji keterampilan tingkat I untuk tingkat pengelola.
Sudjana, D. menyatakan ( 2000) bahwa, istilah magang tertuju pada
hubungan langsung antara seorang dengan orang lain dalam penyampaian
dan penerimaan informasi. Tersirat ada dua orang atau lebih yang sedang
melakukan aktivitas proses belajar sambil bekerja dalam kegiatan
pembelajaran magang. Menurut Slamet Raharjo (1989:27), “ Kebanyakan
18
magang itu merupakan kelompok produksi”. Sudjana menunjukkan lebih
lanjut bahwa komponen-komponen kegiatan belajar dalam kelompok
produksi ada tiga macam. Petama orang yang memiliki keahlian dalam
meningkatkan kualitas produksi, bahan baku dan alat-alat produksi. Kedua
anggota yang belum memiliki kemampuan peningkatan kualitas produksi,
mereka belajar dari orang kelompok pertama. Ketiga orang-orang yang telah
memiliki kemampuan dari kelompok pertama namun masih dalam tingkatan
yang lebih rendah.
Sudjana, D. (2000:16) menunjukkan arti lainnya dari istilah magang . Pada
magang yang berarti cara penyebaran informasi yang dilakukan secara
terorganisasi, yaitu yang memiliki aturan tertentu, komponen magang
mencakup ; tujuan, bahan yang disampaikan, orang yang berpengalaman,
orang yang belum berpengalaman, fasilitas dan perkakas yang digunakan
,waktu dan lingkungan. Pendapat Sudjana tersebut, menyiratkan adanya
istilah magang yang berarti cara penyebaran informasi yang dilakukan
secara tidak terorganisir dalam arti tidak tersurat namun tetap memiliki
aturan tertentu, seperti banyak terjadi dalam pembelajaran magang secara
tradisional. Penggunaan istilah magang tidak terbatas pada bidang
pertukangan dan kerajinan , namun dalam perkembangannya menyebar ke
dalam berbagai bidang kehidupan yang ada pada masyarakat.
Kamil, M. (2002:48) berpendapat bahwa proses pembelajaran magang
(learning by doing) , memiliki beberapa unsur yang perlu mendapat
perhatian, agar proses tersebut dapat meningkatkan kemandirian warga
belajar (pemagang). Unsur-unsur tersebut adalah :
19
1) Pemagang (orang yang belajar bekerja), pada konteks pemagang ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan diantaranya adalah: a) bakat dan minat. Hal ini perlu diperhitungkan karena mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan magang, sebab seseorang yang mengikuti magang tetapi tidak sesuai dengan bakat yang dimilki serta minat yang dikehendaki, kemungkinan besar akan mengalami kesulitan baik dalam proses belajar bekerja maupun pencapaian tujuan. b) kebutuhan, kebutuhan ini perlu diperhitungkan baik yang berkaitan dengan kebutuhan individu pemagang (need assessment) atau kebutuhan pasar kerja, agar tidak mengalami kesulitan selesai magang. c) kemampuan dimaksudkan di sini adalah kemampuan mengikuti magang untuk menyadap pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang diberikan sumber magang, maupun kemampuan untuk membiayai dirinya dalam mengikuti magang. d) faktor lain yang perlu dipertimbangkan bagi pemagang adalah kesediaan untuk mandiri setelah selesai magang.
2) Sumber magang (orang yang dimagangi atau permagang) Pada
komponen ini ada tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian di antaranya adalah : a) kesediaan, b) kemampuan , dan c) kemauan.
3) Pola magang. Proses pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah,
baik dalam bentuk magang atau dalam bentuklainnya, harus dilakukan melalui berbagai pola yang mendukung terhadap proses dan keberhasilan dari proses tersebut.
Kamil, M (2002), mengemukakan bahwa di dalam pembelajaran magang
ada tiga unsur utama yaitu pemagang dengan karakteristiknya yang unik
memiliki minat yang tinggi dan bakat yang menunjangnya. Permagang yang
memiliki kesediaan untuk dimagangi menularkan pengetahuan sikap dan
keterampilan yang dimilikinya kepada pemagang dengan atau tanpa
imbalan. Kemampuan dalam arti terpercaya pada bidangnya dan bisa
menularkan ilmu yang dimilikinya. Kemauan dalam arti memiliki dorongan
untuk melakukan interaksi edukatif dengan pemagang dalam berbagai
pendekatan .
Pola magang yang dipergunakan dalam proses pembelajaran magang
yang terjadi secara tradisional, tersirat dari adanya program pembelajaran
20
yang tidak tertulis dikembangkan oleh masing-masing satuan pendidikan
keluarga atau permagang sesuai dengan latar pengetahuan dan pengalaman
yang dimilikinya. Implementasi program tersebut secara konvensi, berulang
dalam budaya belajar bekerja yang terjadi dalam kehidupan keseharian.
Pada dasarnya program magang secara tidak tertulis yang berkembang di
dalam magang tradisional berangkat dari identifikasi kebutuhan belajar
pemagang yang memperhatikan minat dan bakatnya. Ada tujuan yang jelas
walaupun tidak tertulis, sebagai arah untuk mengukur keberhasilan belajar.
Permagang terlibat dalam merencanakan dan melaksanakan interaksi
edukatif dalam kegiatan pembelajaran menggunakan metoda dan teknik
yang lazim ada di dalam pembelajaran, seperti diskusi, pemberian tugas,
demonstrasi, imitasi dan mengerjakan tugas. Bahan yang dipelajari
berhubungan dengan mata pencaharian yang sedang dijalani. Sarana dan
prasarana yang ada dijadikan sebagai media belajar. Evaluasi dilakukan
secara tidak formal dan fleksibel baik yang sifatnya evaluasi diri oleh dan
untuk peserta didik ( pemagang) maupun evaluasi yang dilakukan
permagang (pendidik).
Magang dikaji sebagai suatu sistem yang dapat dilihat dari
komponen – komponen yang berlaku dalam sub sistem pendidikan luar
sekolah. Sudjana, D. (2000:34) menyatakan bahwa pendidikan luar sekolah
sebagai sub sitem pendidikan nasional memiliki komponenkomponen yang
sama dengan pendidikan sekolah. Komponen tersebut satu sama lain saling
mengisi dan pengaruh mempengaruhi.
21
Komponen yang dimaksud adalah masukan lingkungan, masukan
sarana, masukan mentah, proses, keluaran, masukan lain dan pengaruh atau
dampak. Sudjana lebih lanjut menjelaskan (2000: 34-38)
Gambar 1 Hubungan fungsional antara komponen – komponen
Pendidikan Luar Sekolah
Masukan Lingkungan (environmental input) terdiri atas unsur-unsur
lingkungan yang menunjang atau mendorong berjalannya program
pendidikan luar sekolah. Unsur-unsur ini meliputi lingkungan keluarga,
lingkungan social seperti teman bergaul atau teman bekerja, lapangan kerja,
kelompok social dan sebagainya, serta lingkungan alam mencakup sumber
daya hayati (biotic), sumber daya non hayati (abiotik), dengan sumber daya
buatan, sumber daya hayati yaitu flora dan fauna. Sumber daya non hayati
adalah tanah, air, udara energi, mineral. Sumber daya buatan adalah sumber
22
daya alam yang telah diolah oleh sumber daya manusia untuk kepentingan
kehidupan seperti waduk/dam, kota, jalan, pasar, panti pendidikan dan
pemukiman. Kedalam masukan ini termasuk pula lingkungan daerah
(regional), lingkungan nasional, dan bahkan lingkungan internasional.
Lingkungan daerah mencakup pula kebijakan dan perkembangan
pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya,lapangan kerja/usaha,dan potensi
alam sekitar di tingkat local. Lingkungan nasional meliputi peraturan,
kebujakan dan perkembanngan pendidikan nasional, serta aspek-aspek lain
yang terkait dengan pendidikan luar sekolah. Lingkungan internasional
mencakup hubungan antar Negara, ekonomi, teknologi dan kecenderungan
perubahan yang mungkin terjadi di tingkat dunia pada masa depan.
Masukan sarana (instrumental input) meliputi keseluruhan sumber
dan fasilitas yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok dapat
melakukan kegiatan belajar. Kedalam masukan ini termasuk tugas belajar,
belajar pembelajaran, metode serta evaluasi kurikulum (tujuan belajar,
bahan/materi belajar, metode dan teknik, media, dan evaluasi hasil belajar),
pendidik (tutor, pelatih, widyaswara, fasilitator, pamong belajar), tenaga
kependidikan lainnya (pengelola program, teknisi sumber belajar) fasilitas
dan alat, biaya, dan pengelolaan program.
Masukan mentah (raw input) yaitu peserta didik (warga belajar)
dengan berbagai ciri yang dimilikinya, yaitu karakteristik internal dan
karakteristik eksternalnya. Karakteristik internal meliputi atribut fisik,
psikis, dan fungsional. Atribut fisik mencakup jenis kelamin, usia, tinggi
dan berat badan, kondisi alat indera. Atribut psikis meliputi struktur
23
kognitif, pengalaman, sikap, minat, keterampilan, kebutuhan belajar,
aspirasi, dan lain sebagainya. Atribut fungsional mencakup pekerjaan, status
sosial ekonomi,kesehatan. Sedangkan karakteristik eksternal berkaitan
dengan lingkungan kehidupan peserta didik seperti keadaan keluarga dalam
segi ekonomi, pendidikan, status sosial, teman bergaul dan bekerja, biaya
dan sarana belajar,serta cara dan kebiasaan belajar di masyarakat.
Proses menyangkut interaksi edukasi antara masukan sarana,
terutama pendidik, dengan masukan mentah yaitu warga belajar. Proses ini
terdiri atas kegiatan pembelajaran, bimbingan penyuluhan dan atau
pelatihan, serta evaluasi. Kegiatan pembelajaran lebih mengutamakan
peranan pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka aktif
melakukan kegiatan belajar, dan bukan menekankan peranan guru untuk
mengajar. Kegiatan belajar dilakuakan dengan memanfaatkan berbagai
sumber, termasuk perpustakaan, pengalaman manusia sumber, media
elektonika, lingkungan sosial, budaya, dan lingkungan alam. Proses belajar
dilakukan secara mandiri dan berkelompok.
Keluaran (output) merupakan tujuan antara pendidikan luar sekolah.
Keluaran mencakup kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan
tingkah laku yang didapat melalui kegiatan pembelajaran. Perubahan
tingkah laku ini mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang
sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka perlukan. Kinsey (1977)
mengemukakan bahwa perubahan tingkah laku ini mencakup pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude), keterampilan (skills), san aspirasi (aspiration).
24
Masukan lain (other input) adalah daya dukung lainnya yang
memungkinkan warga belajar dan lulusan dapat menggunakan kemampuan
yang telah dimilikinya untuk kemajuan kehidupannya. Masukan lain ini
meliputi dana, modal, bahan baku, proses produksi, lapangan kerja/usaha,
informasi, alat dan fasilitas, pemasaran, pekerjaan, koperasi, paguyuban
warga belajar, latihan lanjutan, bantuan eksternal dan lain sebagainya.
Pengaruh (outcome atau impact) merupakan tujuan akhir program
pendidikan luar sekolah. Pengaruh ini meliputi :
a. Perubahan taraf hidup lulusan yang ditandai dengan perolehan
pekerjaan, atau berwirausaha, perolehan atau peningkatan
penmdapatan, kesehatan, dan penampilan diri
b. Membelajarkan orang lain terhadap orang lain terhadap hasil belajar
yang telah dimiliki dan dirasakan manfaatnya oleh lulusan, dan
peningkatan partisipasinya dalam kegaiatan social dan pembangunan
masyarakat, baik partisipasi buah pikiran, tenaga, harta benda, dan
dana. Intinya subsistem pendidikan luar sekolah memiliki
komponenn, proses, tujuan pendidikan yang saling berhubungan
secara fungsional, meliputi komponen (masukan sarana, masukan
mentah, masukan lingkungan, masukan lain) proses dan tujuan
(keluaran dan pengaruh).
Raharjo (1998:18) mengemukakan pendapatnya tentang factor magang yang
paling penting sebagai suatu system terbuka yaitu :
Apabila kita boleh memandang magang sebagai sistem yang terbuka,
maka ia akan menerima pengaruh baik dari dalam system itu mapun dari
25
luar atau lingkungan sistem itu. Faktor-faktor itu bias bersifat psikologis,
sosiologis, fisis dan ekonomis. Faktor-faktor itu bisa berpengaruh positif
ataupun negatif terhadap komponenkomponen magang. Rincian faktor itu
tentu cukup banyak, sehingga tak mungkin dicakup semuanya. Untuk
kepentingan penelitian ini hanya akan disoroti faktor-faktor kognisi,
motivasi, interpersonal,behaviour trait, komunikasi dan efisisiensi kerja.
Enam faktor yang menjadi sorotan Raharjo dalam system magang
secara terbuka adalah faktor kognisi, motivasi, interpersonal, behaviour
traits, komunikasi dan efisiensi kerja. Raharjo (1989 32-76) mengemukakan
bahwa, kognisi adalah pengetahuan seseorang yang timbul karena adanya
stimulus yang merangsang pada diri orang itu.
Kognisi seseorang itu bersifat unik. Merujuk pada pendapat Bloom
dkk, kemampuan seseorang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga domain
yaitu domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor. Masing-
masing domain memiliki strukturnya. Ranah kognitif terdiri dari enam sub
ranah yang secara sekuensial dan berkaitan dengan kemampuan seseorang
mulai dari pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.
Sub ranah afektif mencakup minat, sikap, nilai-nilai, penghargaan dan
penyesuaian diri. Sub ranah psikomotor terdiri dari persepsi, kesiapan,
imitasi, penyempurnaan, dan penciptaan. Kognisi merupakan tindakan
seseorang dipandu oleh kemampuan-kemampuan potensial dan aktual di
dalam apa yang dipikirkan,, dipercayai dan yang diharapkannya.
Motivasi berasal dari kata motif yang berarti dorongan, kebutuhan,
keinginan dan harapan. Suryabrata dalam Kamil (2002:62) mendefinisikan
26
motif sebagai keadaan dalam pribadi yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan. Arkinson
dalam Raharjo (1989:41) menganggap motif sebagai disposisi laten pada
diri seseorang yang berusaha dengan kuat untuk memenuhi keinginan atau
suatu tujuan tertentu dalam mendapatkan prestasi atau kekuasaan. Motivasi
menurut Arkinson adalah keadaan individu yang terangsang yang terjadi
jika suatu motif telah dihubungkan dengan suatu harapan yang sesuai. Motif
seperti yang disebut Artkinson disebut sebagai motivasi potensial dan
motivasi dinamakan sebagai motivasi aktual. Istilah motif ada yang
menyebutnya sebagai “n Ach” (Mc Clelland (1967) dalam bahasa Indonesia
disebut sebagai “dorongan hati”. N Ach singkatan dari need for achievement
yakni kebutuhan untuk meraih prestasi.
Interpersonal digambarkan sebagai tanggapan pergaulan antar
pribadi, di dalamnya ada tiga dimensi yang menggambarkan manusia
sebagai mahluk berpikir, manusia sebagai mahluk berkeinginan, dan
manusia sebagai mahluk berbuat. Setiap orang melalui berbagai kesempatan
mengembangkan seperangkat kecenderungan menanggapi orang lain dalam
cara yang berbeda dan khas. Dengan ciri-ciri tanggapan dalam pergaulan
antar persona, kita akan memperoleh bantuan dalam memberikan citra
manusia social memahami prilakunya dan memprediksi perbuatannya.
Behavioral traits oleh Raharjo (1989:43) digambarkan sebagai
kegiatan belajar sebagai proses dan sebagai hasil. Kegiatan belajar mengajar
melalui suatu interaksi edukatif antara wagra belajar di satu pihak dengan
sumber belajar di pihak lain. Kegiatan belajar dilakukan oleh warga belajar
27
sementara kegiatan mengajar dilakukan oleh pendidik yang dalam PLS
diberi sebutan berbeda misalnya sumber belajar, fasilitator, instruktur,
permagang. Masing-masing pihak harus mampu menampilkan peranya
masing-masing dengan penuh kesadaran, kesungguhan dalam intensitas
yang tinggi. Aspek-aspek belajar merupakan perolehan yang diharapkan
dari kegiatan belajar, tentu saja dilalui melalui suatu proses. Komponen
belajar dalam suatu proses belajar terdiri dari tujuan, warga belajar yang
dimotivasi, hambatan, stimulus dari lingkungan, persepsi dan Respon.
Sudjana, D. (1983:40). Pemagang sebagai warga belajar, melakukan
kegiatan belajar berorientasi pada tujuan. Dia bergerak untuk mencapai
tujuan itu dengan usaha yang baik dan harus mempelajari hambatan yang
akan ditemui dalam kegiatannya itu. Dia harus mampu berupaya mengatasi
atau memecahkan masalah hambatan dan menyesuaikan tingkah laku dalam
kegiatan belajarnya sehingga tujuan bias tercapai. Tingkat kesulitan dan
peningkatan usaha mutlak perlu di dalam belajar. Manakala di dalam
mencapai tujuan itu tanpa ada kesulitan dan tanpa peningkatan usaha maka
kegiatan itu tidak dapat disebut belajar.
Komunikasi dan efisiensi kerja digambarkan oleh Raharjo (1989:71)
sebagai salah satu alat untuk mengendalikan kemajuan zaman pengetahuan
dan teknologi yang semakin canggih. Rogers (1983) mengatakan bahwa
komunikasi adalah proses dimana pesanpesan dioperkan dari sumber kepada
penerima, sedang difusi adalah suatu tipe khusus komunikasi yang
merupakan proses dimana inovasi tersebar kepada anggota suatu system
sosial. Inovasi itu sendiri bias berarti suatu pembaharuan sesuatu baik ide,
28
gagasan atau benda yang kongkrit, yang dianggap baru oleh penerima.
Difusi dapat mempengaruhi perubahan sisial yang diinginkan oleh
pembangunan. Masuk dan menyebarnya inovasi ke dalam system sosial bisa
melalui anggota sistem baik secara individual maupun kolektif atau melalui
otoritas penguasa sistem. Jalan manapun yang ditempuh arus inovasi itu
harus melewati proses keputusan, apakah keputusan itu menerima atau
keputusan itu menolak inovasi.
c. Pembelajaran Magang
Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta
didik melakukan kegiatan belajar. Strategi diperlukan dalam melaksanakan
pembelajaran, dia itu merupakan suatu pola yang direncanakan dan
ditetapkan dengan sengaja untuk melakukan
kegiatan atau tindakan agar tujuan pembelajaran bisa dicapai. Sudjana
(2000:6-7). Lebih lanjut mengemukakan bahwa magang sebagai salah satu
strategi pembelajaran paling tua yang dipergunakan umat manusia untuk
menyampaikan dan menerima informasi tentang keterampilan, pengetahuan
dan nilai. Dia sudah ada sebelum system persekolahan secara formal
berkembang. Keberadaan magang sebagai strategi pembelajaran terus
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi pendidikan.
Magang dalam arti proses dikemukakan oleh Dirjen Diklusepora
(1990:5) dalam Kamil, M. (2002:48) memiliki ciri sebagai berikut :
1. Proses magang adalah permagang dan pemagan (sumber magang
atau orang yang dimagangi) berada dalam tempat permagang
bekerja. Pemagang melihat dan mencoba menggunakan alat yang
29
dipergunakan sehingga tahu, bisa dan biasa bagaimana
mempergunakannya, bagaimana memperbaikinya kalau rusak
bagaimana merawatnya, dimana disimpannya, dimana dibelinya
serta dibuatnya.
2. Proses magang adalah para pemagang sebaiknya bekerja dan belajar,
belajar bekerja sesuai dengan urutan pekerjaan yang dikerjakan
pemagang. Pemagang dapat memulai belajarbekerja dari mana saja
dari awal, di tengah atau di ujung proses pekerjaan ini.
3. Bahwa pemagang belajar-bekerja dan bekerja belajar tidak diawali
oleh teori, melainkan langsung praktek, langsung bekerja.
4. Dilihat dari sudut sumber magang (permagang), sumber magang
tidak perlu orang yang mengetahui teori. Sumber magang atau
permagang adalah orang yang pintar dan biasa melaksanakan
pekerjaan yang dimagangi.
5. Dilihat dari sudut pemagang, pemagang bukan hanya memperoleh
pengetahuan, keterampilan, kemahiran dan sikap mental saja,
melainkan dapat terampil melaksanakan pekerjaan.
Sudjana , D. (2000:22) mengatakan bahwa “Magang dapat dilakukan di
berbagai tempat dan situasi serta memanfaatkan berbagai fasilitas yang
cocok dan tersedia”. Pembelajaran magang sebagai pendekatan
pembelajaran kewirausahaan di dalam kerangka pendidikan luar sekolah,
didukung oleh ketentuan yuridis, falsafah, konsep dan teori yang relevan.
Dukungan tersebut menyebabkan pembelajaran magang ada pada posisi
30
yang kokoh terlindungi oleh undang-undang dan peraturan yang berakar
pada budaya bangsa Indonesia.
2. Konsep Kewirausahaan
Definisi wirausaha (entrepreneur) atau kewirausahaan (entrepreneurship)
yang dikemukakan oleh para ahli relatif beragam. Wirausaha adalah, sifat
mental yang inovatif, antisipatif, inisiatif, pengambil resiko dan berorientasi
laba”. Sampai batas-batas tertentu keberhasilan sebagai wirausaha
tergantung pada kesediaan diri sendiri untuk bertanggung jawab atas
pekerjaan sendiri. Kekuatan faktor dari tindakan-tindakan diri sendiri bukan
dari tindakan orang lain. Resiko kegagalan selalu ada namun seorang
wirausaha mengambil resiko dengan jalan menerima tanggung-jawab atas
tindakannya sendiri.
Kegagalan diterimanya sebagai pengalaman belajar. Seorang wirausaha
bersikap pragmatis. Meredith dalam Asparsayogi (2000 : 5) mengemukakan
jiwa wirausaha , bahwa:
Para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan ,bisnis; mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Para wirausahawan adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil resiko dalam mengejar tujuannya. Ciri-ciri berikut memberikan sebuah profil dari wirausaha :
Ciri-Ciri Watak
Percaya Diri Keyakinan, Ketidak tergantungan,
individualitas, Optimisme
31
Berorientasi Tugas dan hasil Kebutuhan akan prestasi Berorientasi
laba, ketekunan dan ketabahan, tekad
kerja keras, mempunyai dorongan
kuat, energetik, dan inisiatif.
Pengambil resiko Kemampuan
mengambil resiko, suka pada
tantangan.
Kepemimpinan Bertingkah laku sebagai pemimpin
Dapat bergaul dengan orang lain.
Menanggapi saran-saran dan kritik.
Keorisinilan Inovatif dan Kreatif Fleksibel
Punya banyak sumber Serba bisa, mengetahui banyak hal
Berorientasi ke masa depan Pandangan ke depanPerspektif.
Daftar di atas meliputi watak-watak wirausaha dan tidak perlu
seluruh sifat ini secara utuh dimiliki seseorang, namun paling tidak banyak
dari sifat di atas dimilikinya dimana satu dan lainnya saling berhubungan.
Suparman (1980) dalam Siman (1997:50), mengemukakan bahwa
pengertian wiraswasta mencakup di berbagai bidang kehidupan seperti
pertanian, pendidikan, pegawai, perdagangan dan politik. Di tinjau dari sisi
psikologis, wirausaha lebih luas dari wiraswasta karena di dalam diri
wirausaha terdapat mental wiraswasta. Wirausaha khusus membicarakan
tentang kemampuan seseorang melakukan aktivitas di bidang usaha (
industri dan perdagangan). Hirrich & Peters (1992:9) dalam Siman
32
(1997:51), mengemukakan bahwa: jika berbicara wirausaha berarti
berbicara tentang “perilaku” yang meliputi pengambilan inisiatif,
mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme faktor dan ekonomi
terhadap sumber dan situasi ke dalam praktek, dan penerimaan resiko atau
kegagalan. Para ahli ekonomi mengemukakan bahwa wirausaha adalah
orang yang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap sumber, tenaga kerja,
alat, bahan, dan asset yang lainnya, dan orang yang memperkenalkan
perubahan, inovasi dan cara-cara yang baru. Berwirausaha berarti
memadukan kepribadian, peluang, keuangan dan sumber daya yang ada di
lingkungannya guna mengambil keuntungan. Kepribadian ini mencakup
pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku.
Menurut Bygrave dalam Permatasari (1996:2): “seorang
wirausahawan adalah seseorang yang memperoleh peluang dan menciptakan
organisasi untuk mengejarnya. Proses kewirausahaan menyangkut segala
fungsi, aktivitas, dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang
dan penciptaan organisasi untuk mengejarnya”.
Wirausaha yang berhasil merupakan pemimpin yang berhasil, baik
melalui dirinya maupun melalui orang lain. Seorang pemimpin yang efektif
akan selalu mencari cara-cara yang lebih baik. Para Inovasi Kejadian
Pemicu Implementasi Pertumbuhan wirausaha adalah individu-individu
yang mampu mengembangkan gaya kepemimpinannya sendiri dimana
kepribadian yang dimiliki akan mempengaruhi gaya kepemimpinannya yang
dikembangkan. Berusaha memandang suatu keadaan dari sudut pandang
orang lain akan ikut mengembangkan sebuah sikap “tepo seliro” yang akan
33
membantu keberhasilan dalam memimpin. Seorang pemimpin harus
mengerti tugas keseluruhan yang harus dicapai dan mampu membuat
keputusan mengenai cara-cara baru dan inovatif untuk mencapainya.
Tindakan kepemimpinan tertuju pada kegiatan aktif yang produktif dimana
hasil-hasil kegiatannya menurut hasil yang sesungguhnya, berwujud dan
dapat diamati. Oleh karena itu dia akan mengenali betul apa yang ingin
dicapai menurut sasaran yang akan memberikan arah pada tindakan yang
dilakukan.
3. Konsep Industri Kecil
Definisi Industri Kecil menurut beberapa ahli berbeda, khususnya
untuk Industri kecil yang ada di Indonesia. Fluktuasi perbedaan yang
menyolok jika dilihat dari jumlah modal yang dimiliki masing-masing
industri. Kriteria perusahaan kecil berdasarkan mkuantitas modal lebih
dinamis jika dibandingkan dengan definisi kuantitas tenaga kerja. Jadi
berbicara tentang perusahaan atau industri kecil lebih dominan dilihat dari
sisi ekonomi atau modalnya. Martami (1993:151) dalam Siman (1997:36)
mengemukakan bahwa di Indonesia, belum ada ketentuan baku yang
mengatur batasan tentang industri kecil. Definisi yang jelas mengenai apa
itu perusahaan skala kecil masih belum seragam. Ada klasifikasi yang biasa
digunakan yaitu industri besar, industri menengah, industri kecil dan
kerajinan rumah tangga . Dawan dan Fakhri, (1992:16) dalam Siman
(1997:36).
Instilah Industri kecil yang digunakan relatif beragam seperti
industri kecil, industri rumah tangga, usaha kecil, usaha informal, usaha
34
subsistem yang kesemuanya selalu dipertukarkan. Usaha kecil meliputi
kegiatan yang sangat luas , terdiri dari (1)Kegiatan Manufaktur, misalnya
logam, karet, plastik, tekstil, pakaian jadi, kulit, makanan, perabotan rumah
tangga, dan percetakan. (2) Kegiatan perdagangan misalnya warung atau
kios dan pedagang asongan. (3) Kegiatan pertanian, misalnya bersawah,
berkebun, berternak. (4) Kegiatan jasa, misalnya tukang becak, ojek, parkir,
kernet angkot, dan calo.
Kegiatan Industri kecil lebih menekankan pada pengolahan, yaitu
mengubah input menjadi output dengan menggunakan teknologi dan proses
tertentu. Industri rumah tangga juga menekankan pada kegiatan pengolahan
, tetapi dengan menggunakan teknologi sederhana. Jika dilihat dari sisi
pengolahannya , industri rumah tangga dapat dikelompokkan ke dalam
industri kecil, namun jika dilihat dari sisi omset atau jumlah tenaga kerja
yang tertampung mungkin tidak termasuk industri kecil.
Konsep Industri kecil, yang lebih fokusnya usaha kecil, relative
beragam. Ada yang mengemukakan bahwa usaha kecil itu memiliki
beberapa karakteristik, yaitu (1) relatif lebih kecil dari firma. (2) Dimiliki
secara independent. (3) Kawasan operasionalnya terbatas. (4)
Opreatornya, pemiliknya. Definisi tersebut dilihatnya dari sisi
kondisi dan proses operasi bukan melihat dari sisi ekonomi secara langsung.
Siman mengungkap definisi yang dikemukakan Vernon et al
(1994:136), yang mendefinisikan industri kecil lebih luas lagi yaitu; (1)
umumnya dikelola oleh pemiliknya sendiri. (2) Struktur organisasinya
sederhana. (3) Pemiliknya mengetahui secara dekat para karyawannya. (4)
35
Persentaseu kegagalan usaha tinggi. (5) Pengelolaannya dilakukan secara
konvensional. (6) modalnya sulit didapat. Dari definisi ini diketahui bahwa
industri kecil dilihat dari berbagai sisi yaitu pengelolaan, proses produksi,
dan finansial.
Definisi lain seperti yang dikemukakan oleh biro pusat statistic yang
ditinjau dari kuantitas tenaga kerja, dikelompokkan ke dalam lima bagian
yaitu (1) kerajinan rumah tangga ( jumlah tenaga kerjanya 1 s/d 4 orang ).
(2) Industri kecil (jumlah tenaga kerjanya 1 s/d 19 orang). (3) Industri
sedang (jumlah tenaga kerjanya 20 s/d 99 orang ). (4) Industri besar jumlah
tenaga kerjanya 100 orang atau lebih.
Industri kecil merupakan bidang potensial yang banyak menyerap
tenaga kerja, karena memiliki sifat padat karya, rasio modal pertenaga kerja
relatif rendah dan dapat menjangkau daerah pedesaan, adaptabilitas dan
fleksibilitas tinggi (Tungki Ariwibowo, 1992:XI). Industri kecil relevan
dengan desentralisasi, merupakan basis kemandirian ekonomi, dapat
didirikan dengan investasi yang relative kecil, meningkatkan, memobilisasi
tabungan domestik, komplemen terhadap perusahaan besar. (Irsan Azhari,
1991:43, dalam Siman, 1977:44).
Penulis memilih definisi industri kecil dari biro pusat statistik untuk
mengkaji perusahaan tas yang ada di Kelurahan Nagarasari Kecaatan
Cipedes Kota Tasikmalaya yang dijadikan sebagai subjek penelitian,
dimana di perusahaan itu terdapat pembelajaran magang kewirausahaan.
Industri kecil pembuatan tas yang memiliki tenaga kerja antara 5 s/d 19
orang. Pemilihan definisi ini berdasarkan atas pertimbangan penulis yang
36
ingin mengungkapkan tentang pengembangan sumber daya manusia
khususnya tentang proses transformasi keterampilan dalam meningkatan
prilaku kewirausahaan melalui magang keluarga pada individu pemagang
dan sikap mental kewirausahaan anggota keluarga pengusaha industri kecil
bidang produksi tas yang diperoleh melalui pembelajaran magang.
Sumber daya manusia diasumsikan sebagai faktor yang dominant
dalam menentukan dinamika kelangsungan dan perkembangan perusahaan
industri kecil tas.
4. Konsep Perilaku
Merupakan cara bertindak, ia merupakan tingkah laku seseorang.
Pola perilaku adalah model tingkah laku yang dipakai seseorang dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Perilaku merupakan perbuatan atau
tindakan seseorang individu sebagai pencerminan sikapnya. Dijelaskan
Trisnamansyah, (1984:148) bahwa perilaku (perbuatan/tindakan) seseorang
individu merupakan pencerminan dari sikapnya. Dalam hal ini perilaku
yang menyangkut tindakan fisik di sebut perilaku pada tingkat senyatanya
(overt behavior) atau perilaku yang nampak, yakni perilaku sebagai
perwujudan interaksi seseorang individu dengan lingkungannya yang dapat
diobservasi. Sedangkan perilaku yang menyangkut aktivitas mental disebut
perilaku pada tingkat pemikiran (covert behavior), yaitu proses-proses yang
tersembunyi di dalam diri seseorang individu yang sering mempengaruhi
perilaku yang nampak. Melalui tindakan dan belajar, seseorang akan
mendapatkan kepercayaan dan sikap terhadap sesuatu yang pada gilirannya
akan mempengaruhi perilakunya.
37
Gambar 2 Bagan Motivasi sebagai Proses Psikologis
Sumber: Wahjosumidjo (1992:175)
38
B . Tinjauan Hasil Penelitian Yang Relevan
1. Anizar Ahmad (1996), Kegiatan Magang Dalam Pengembangan Kewiraswastaan Wanita Tasikmalaya, PPS UPI, Tidak Diterbitkan.
Temuan Penelitian dari Thesis yang berjudul “ Kegiatan Magang Dalam
Pengembangan Kewiraswastaan Wanita Tasikmalaya” ditemukan :
Merujuk pada data-data penelitian yang berhasil dijaring Anizar
Ahmad selama penelitian berlangsung, maka dapat dikemukakan beberapa
temuan penelitian sebagai berikut :
a) Munculnya kegiatan magang dalam pengembangan kewiraswastaan
di kalangan wanita perajin bordir, tidak hanya karena adanya
kebutuhan, tetapi juga pengaruh lingkungan dan tradisi turun
temurun dalam keluarga dan masyarakat desa Tanjung. Keadaan
tersebut tergambarkan dari hasil penelitian , dimana subjek
penelitian yang relatif mencukupi kebutuhannya ternyata ingin
berwiraswasta di bidang Bordir untuk melanjutkan usaha orang
tuanya.
b) Pola pembelajaran magang secara mikro merupakan pewarisan
keterampilan secara turun temurun. Proses pembelajaran magang
dilakukan kepada anak-anak di dalam keluarga secara intensif mulai
pada usia sepuluh tahunan.
c) Terdapat pola pembelajaran beranting yang dilakukan permagang
kepada pemagang pada perusahaan bordir.
d) Hasil belajar magang ternyata tidak hanya dapat memperoleh
keterampilan dan peningkatan pendapatan tetapi dapat
mengembangkan sikap mental kewiraswastaan. Hasil penelitian
39
menunjukkan pemagang setelah selesai magang, berusaha
mengumpulkan modal yang diutamakan untuk usaha membuka
usaha bordir, dan apabila usaha itu telah terbentuk mereka berusaha
mengembangkan usaha itu dengan cara perluasan tempat usaha,
pembelian kendaraan yang digunakan untuk memasarkan hasil
usaha.
2. Ranidar Darwis. (1993). Disertasi, Transformasi Nilai-Nilai Tradisi
Kekeluargaan Dalam Pendidikan Kewiraswastaan. Bandung PPS-UPI.
Penelitian ini berangkat dari fenomena yang berkembang dalam
masyarakat yang menilai adanya kecenderungan melemahnya kualitas
pendidikan Nasional. Sedangkan dalam pembangunan ini sumber daya
manusia yang berkualitas sangat diperlukan. Sementara itu para pakar
pendidikan cenderung memperkuat fungsi pendidikan sebagai wahana
pengembangan sumber daya manusia. Di lain pihak kesenjangan antara
proses dan hasil pendidikan dengan tuntutan dan perubahan masyarakat
semakin melebar. Kecenderungan menguatnya pendekatan formalistik
dalam mengaktualisasikan sistem pendidikan nasional, memungkinkan PLS
sebagai asset pendidikan nasional, menghadapi kesulitan untuk diperankan
sebagai salah satu upaya transformasi pengembangan sumber daya manusia.
Oleh karena itu pada saat ini PLS sering dihadapkan kepada hambatan
konseptual untuk dijadikan unggulan dalam mengatasi kesenjangan
pendidikan.
40
Kajian historis, empirik dan antisipatoris memunculkan masalah
yang menjadi tema sentral penelitian yang berkisar pada “ Bagaimana
transformasi nilai-nilai tradisi kekeluargaan dalam lingkup budaya
majemuk terefleksi pada pendidikan kewiraswastaan untuk pengembangan
sumber daya manusia yang terintegrasi dalam pengelolan Rumah Makan
Padang (RMP) ?”.
Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini, dengan menempatkan
lembaga RMP : Restoran Simpang Raya” sebagai pusat kajian kasus dalam
penelitiannya. Penelitian berhasil merumuskan transformasi nilai-nilai
tradisi kekeluargaan serta beberapa temuan dan saran alternatif yang
berbentuk hipotetik untuk memberikan sumbangan konseptual sebagai
transferabilitas dalam pengembangan PLS yang berakar budaya bangsa.
Penelitian menemukan prinsip-prinsip manajemen yang tumbuh dan
berkembang dalam pengelolaan RMP, yang ternyata berakar kuat pada nilai
sosial budaya tradisional dari masyarakat Minangkabau. Nilai yang merekat
pola hubungan manajerial tersebut diturunkan dari pola hubungan mamak
dan kemenakan yang teraktualisasikan dalam pengelolaan RMP sebagai
pola hubungan “Induk Semang- Anak Semang”. Ternyata keunggulannya
secara sosial budaya telah teruji dalam implementasinya pada keluarga
(kekerabatan), masyarakat dan dalam pengelolaan RMP. Pola hubungan
tersebut merupakan keunikan yang ditemukan dalam penelitian ini. Pola
tersebut kemudian dipromosikan sebagai hubungan Sistem Induk Semang-
Anak Semang (SISAS).
41
Pola hubungan SISAS ini melahirkan pola hubungan pendidikan, dimana
induk semang bertindak sebagai sumber belajar, dan anak semang sebagai
warga belajar, sedangkan pengelolan RMP sebagai latar dan tempat
berlangsungnya pendidikan tersebut. Unsur-unsur tersebut terintegrasi dan
direkat dengan tradisi kekeluargaan pada budaya Minangkabau yang
sekaligus sebagai acuan nilai pendidikannya. Penelitian berhasil
merumuskan sejumlah temuan dan rekomendasi sebagai saran
implementasinya secara kontekstual dalam pengembangan PLS , berupa
prinsip-prinsip pendidikan yang berakar budaya bangsa. Prinsip-prinsip
tersebut terlembaga dalam prinsip bekerja sambil belajar, prinsip
kebersamaan, kekeluargaan, sikap rasa memiliki, senasib sepenanggungan,
keterbukaan, system bagi hasil, dan kehidupan beragama.
3. Jeanette Lesly Lomban, (2000) Sistem Magang Dalam Pengembangan
Kewirausahaan Perajin Kerawang. Tesis. Bandung: PPS UPI.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah latar belakang proses
munculnya sistem magang dalam pengembangan kewirausahaan wanita
perajin kerawang, proses penyelenggaraan magang, hasil belajar magang,
dan wujud kewirausahaan wanita perajin kerawang.
Tujuan umum penelitian adalah mengetahui apakah melalui system magang
dapat mengubah seseorang yang semula tidak tahu menjadi mengerti, dan
tadinya belum bisa, menjadi trampil membuat kerrawang sehingga dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melibatkan orang lain dalam
42
pengembangan usahanya, serta bermanfaat sebagai masukan bagi pamong
belajar SKB untuk merencanakan pelatihan yang lebih efisien dan efektif.
Teori pendukung penelitian ini adalah teori motivasi.
Metode Penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
dalam bentuk studi kasus, Teknik pengumpulan data berupa observasi,
wawancara, studi dokumentasi dan studi kepustakaan, dengan subjek yang
diteliti adalah tiga kasus yang terdiri dari dua mantan peserta magang yang
berhasil dalam berwirausaha, peserta magang yang sedang melaksanakan
magang dan mantan perserta magang yang tidak berhasil menjalankan
usahanya dengan dilengkapi oleh informan lain yang relevan sebagai
triangulasi. Wilayah penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang berada
di Kota Madya Manado.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang munculnya kegiatan
magang dalam pengembangan kewirausahaan adalah pemenuhan kebutuhan
melalui pengetahuan dan keterampilan yang mulanya diperoleh secara turun
temurun. Proses penyelenggaran magang terjadi karena antara permagang
dan pemagang saling membutuhkan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa sistem magang pada usaha
kerajinan kerawang dalam perwujudannya merupakan suatu proses yang
mampu mengubah seseorang yang semula tidak tahu menjadi mengerti,
menjadi trampil dan mampu mengembangkan usaha secara mandiri.