Upload
febrima-rahayu
View
245
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aaaa
Citation preview
REFERAT
GLAUKOMA AKUT
Disusun Oleh:
Verra Ancha Perdana
70.2008.047
Preseptor:
dr. Hj. Ratna Juwita, Sp.M
BAGIAN / DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG / RSUD PALEMBANG BARI 2012
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI ................................................................................................................. i
BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................... 2
2.1. Anatomi ………………………………………………….…………. 2
2.2. Definisi ………………………………………………..……………. 5
2.3. Epidemiologi …………………………..……………………………. 5
2.4. Etiologi ................................................................................................. 5
2.5. Faktor Predisposisi ………………….………………………….….. 6
2.6. Gejala dan Tanda ................................................................................. 6
2.7. Diagnosis ……………………..………..……………………….….. 6
2.8. Patofisiologi ......................................................................................... 8
2.9. Diagnosis Banding ............................................................................... 8
2.10.Penatalaksanaan .................................................................................. 9
2.11.Komplikasi ......................................................................................... 14
2.12.Pencegahan ......................................................................................... 14
2.13.Prognosis ............................................................................................ 15
BAB III. RINGKASAN................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan
mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil
saraf optik, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit yang ditandai dengan
peninggian tekanan intraokular ini disebabkan bertambahnya produksi cairan mata
oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan mata didaerah sudut bilik
mata atau celah pupil (glaukoma hambatan pupil). 1
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous
humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. 2 Tekanan intraokular
normal terletak antara 15 – 21 mmHg dengan tonometer Schiotz. 14 Makin tinggi
tekanan intraokular makin cepat terjadi kerusakan pada serabut retina saraf optik.
Glaukoma akut biasanya terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. 1
Glaukoma akut didefinisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita
secara mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman
trabekulum. Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus
diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan tetapi
resiko kebutaan dapat dicegah dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang
tepat.3,4
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi 4,5,6
Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah
bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran
descement dan membran bowman, lalu ke posterior, kemudian ke dalam
mengelilingi kanal schlemn dan trabekula sampai ke bilik mata depan. Akhir dari
membran descement disebut garis schwalbe.
Limbus terdiri dari 2 lapisan, epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali setebal
epitel kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari
arteri siliaris anterior.
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:
1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea dan
menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke
skleralspur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m. siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju
jaringan pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris menuju
depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan
seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus
pandang, sehingga ada darah di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar.
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada
dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat
hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn,
keluar saluran kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena didalam
jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar.
4
Aqueous Humor
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous
humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata.
a. Komposisi aqueous humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli
anterior dan posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada
kornea dan lensa. Volumenya adalah sekitar 250 μL, dan kecepatan
pembentukannya adalah 1,5 – 2 μL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi
daripada plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan
protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. 10
b. Pembentukan dan Aliran Aquoeus Humor
Aquoeus humor diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus
sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, aquoeus
humor mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke jalinan trabekular
di sudut kamera anterior (sekaligus, terjadi pertukaran diferensial komponen –
komponen dengan darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal schlemn
menuju saluran kolektor, kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan
sklera dan episklera juga ke dalam vena siliaris anterior di badan siliar. Saluran
yang mengandung cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan
subkonjungtiva, yang dinamakan aqueus veins. 10
5
Gambar 1. Bilik mata depan normal
Gambar 2. Akuos humor pada Glaukoma
Pada dasarnya, terdapat 2 rute dalam pengeluaran aqueous humor, yaitu 1)
melalui jaringan trabekular, sekitar 90% humor akuos humor dikeluarkan melalui
jaringan trabekular, kemudian akan disalurkan ke kanal schlemm hingga berakhir
di vena episklera, 2) melalui jaringan uveoskleral, mempertanggung jawaban 10%
dari pengeluaran aqueous. 4,7
6
2.2. Definisi
Glaukoma akut didefinisikan sebagai peningkatan tekanan intraocular
secara mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman
trabekulum. Glaukoma akut merupakan suatu kedaruratan mata yang memerlukan
penanganan segera untuk mencegah kerusakan nervus optikus yang dapat
menyebabkan kebutaan. 3,4
Gambar 3. Glaukoma sudut tertutup
2.3. Epidemiologi
Glaukoma akut terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40
tahun dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Perbandingan wanita
dan pria pada penyakit ini adalah 4:1. Pasien dengan glaukoma sudut tertutup
kemungkinan besar rabun dekat karena mata rabun dekat berukuran kecil dan
struktur bilik mata anterior lebih padat. 4
2.4. Etiologi
Glaukoma akut terjadi karena peningkatan tekanan intraokular secara
mendadak yang dapat disebabkan oleh sumbatan di daerah kamera okuli anterior
oleh iris perifer sehingga menyumbat aliran aquoeus humor dan menyebabkan
tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan nyeri hebat. 4
7
2.5. Faktor Predisposisi 8
Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah:
1. Bulbus okuli yang pendek, biasanya pada mata yang hipermetrop. Makin
berat hipermetropnya makin dangkal bilik mata depannya.
2. Tumbuhnya lensa, menyebabkan bilik mata depan menjadi lebih dangkal.
Pada umur 25 tahun, dalamnya bilik mata depan rata-rata 3,6 mm,
sedangkan pada umur 70 tahun 3,15 mm.
3. Kornea yang kecil, dengan sendirinya bilik mata depannya dangkal.
4. Tebalnya iris. Makin tebal iris, makin dangkal bilik mata depan.
Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa jadi lebih dekat ke iris, sehingga
aliran cairan bilik mata dari bilik mata belakang ke bilik mata depan terhambat,
inilah yang disebut dengan hambatan pupil. Hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan di dalam bilik mata belakang dan medorong iris ke depan.
Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah sempit, adanya dorongan ini
menyebabkan iris menutupi jaringan trabekula, sehingga cairan bilik mata tidak
dapat atau sukar untuk keluar dan terjadilah glaukoma sudut tertutup.
2.6. Gejala dan Tanda
Tajam penglihatan kurang (kabur mendadak), mata merah, bengkak, mata
berair, kornea suram karena edema, bilik mata depan dangkal dan pupil lebar dan
tidak bereaksi terhadap sinar, melihat halo (pelangi di sekitar objek), nyeri hebat
periorbita, pusing, bahkan mual-muntah. 4,6,7
2.7. Diagnosis
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diagnosis dapat ditegakan dari
anamnesis, pemeriksaan status umum dan oftalmologis, serta penunjang.
Berdasarkan ananmnesis, pasien akan mengeluhkan pandangan kabur,
melihat pelangi atau cahaya di pinggir objek yang sedang dilihat (halo), sakit
kepala, sakit bola mata, pada kedua matanya, muntah – muntah.
Pada pemeriksaan dapat dilakukan dengan:
1. Slit-lamp Biomikroskopi8
- Konjungtiva bulbi: hiperemia kongestif, kemotis dengan injeksi silier,
injeksi konjungtiva, injeksi epislera.
- Kornea: edema dengan vesikel epithelial dan penebalan struma, keruh,
insensitif karena tekanan pada saraf kornea.
- Bilik mata depan: dangkal dengan kontak iridokorneal perifer. Flare
dan sel akuos dapat dilihat setelah edem kornea dapat dikurangi.
- Iris: gambaran corak bergaris tak nyata karena edema, berwarna
kelabu, dilatasi pembuluh darah iris.
- Pupil: oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi, kadang-kadang
didapat midriasis yang total, warna kehijauan, tidak ada reaksi
terhadap cahaya dan akomodasi
2. Tonometri Schiotz: ( Normal TIO : 15-21 mmHg) pada glaukoma akut
dapat mencapai 50-100 mmHg.
3. Funduskopi: papil saraf optik menunjukan penggaungan dan atrofi, seperti
pada glaukoma simpleks. Sehingga cup disk ratio membesar. Sering juga
ditemukan optic-disk edema dan hiperemis.
4. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik
mata dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat
langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal
yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan
gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah
glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan mungkin dapat
menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.
Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai edem kornea berkurang,
salah satunya dengan obat yang dapat menurunkan tekanan intraocular,
misalnya dengan gliserin topical atau saline hipertonik salap mata.
9
5. Pemeriksaan lapang pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti
perjalanan penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan
selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan
juga sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.
Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga
memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal
atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah
yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat melalui
teropong untuk kemudian menjadi buta. 9
2.8. Patofisiologi
Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa jadi lebih dekat ke iris,
sehingga aliran cairan bilik mata dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
terhambat, inilah yang disebut dengan hambatan pupil. Hal ini dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam bilik mata belakang dan medorong
iris ke depan. Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah sempit, adanya
dorongan ini menyebabkan iris menutupi jaringan trabekula, sehingga cairan bilik
mata tidak dapat atau sukar untuk keluar. 8
2.9. Diagnosis Banding
1. Iritis akut, menimbulkan fotofobia lebih besar daripada glaukoma.
Tekanan intraokular biasanya tidak meningkat, pupil konstriksi, dan
kornea biasanya tidak edematosa. Di kamera anterior tampak jelas sel –
sel, dan terdapat injeksi siliaris dalam.
2. Konjungtivitis akut, nyerinya ringan atau tidak ada dan tidak terdapat
gangguan penglihatan. Terdapat tahi mata dan konjungtiva yang meradang
hebat tetapi tidak terdapat injeksi siliaris. Respon pupil dan tekanan
intraokular normal, dan kornea jernih. 10
2.10. Penatalaksanaan10
Glaukoma hanya bisa diterapi secara efektif jika diagnosa ditegakkan
sebelum serabut saraf benar-benar rusak. Tujuannya adalah menurunkan tekanan
intraokular, dapat dilakukan dengan minum larutan gliserin dan air bisa
mengurangi tekanan dan menghentikan serangan glaukoma. Bisa juga diberikan
inhibitor karbonik anhidrase (misalnya asetazolamid 500 mg iv dilanjutkan dgn
oral 500 mg/1000mg oral). Tetes mata pilokarpin menyebabkan pupil mengecil
sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat. Untuk mengontrol
tekanan intraokular bisa diberikan tetes mata beta bloker (Timolol 0.5% atau
betaxolol 0.5%, 2x1 tetes/hari) dan kortikosteroid topical dengan atau tanpa
antibiotik untuk mengurangi inflamasi dan kerusakan saraf optik.
Setelah suatu serangan, pemberian pilokarpin dan beta bloker serta
inhibitor karbonik anhidrase biasanya terus dilanjutkan. Pada kasus yang berat,
untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui
pembuluh darah).
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi
humor akueus dan meningkatkan sekresi dari aquoeus humor sehingga dapat
menurunkan tekanan intra okuler sesegera mungkin. Obat – obat yang dapat
digunakan, yaitu :
- Menghambat pembentukan aquoeus humor
Penghambat beta andrenergik adalah obat yang paling luas digunakan.
Dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang
tersedia antara lain Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%,
levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%. Apraklonidin adalah suatu
agonis alfa adrenergic yang baru yang berfungsi menurunkan produksi humor
akueous tanpa efek pada aliran keluar. epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek
yang serupa. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetazolamid digunakan
apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut
dimana tekanan intraokuler sangat tinggi dan perlu segera dikontrol. Obat ini
mampu menekan pembentukan humor akueous sebesar 40-60%.
- Fasilitasi aliran keluar aquoeus humor
11
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueous
dengan bekerja pada jalinan trabekuler melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan
adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel
4% yang dioleskan sebelum tidur. Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan
miosis disertai meredupnya penglihatan, terutama pada pasien dengan katarak,
dan spasme akomodatif yang mungkin mengganggu bagi pasien muda.
- Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga
air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum.
Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan glaukoma akut
sudut tertutup. Gliserin 1ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur
dengan sari lemon, adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian
pada pasien diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral atau
manitol intravena.
- Miotik, Midriatik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting
dalam penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior. Apabila
penutupan sudut diakibatkan oleh pergeseran lensa ke anterior, atropine atau
siklopentolat bisa digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis.
Bila tidak dapat diobati dengan obat – obatan, maka dapat dilakukan tindakan
pembedahan sebagai berikut:
1. Bedah Laser
a. Laser Iridektomi
Terapi ini digunakan untuk mengurangi tekanan dangan mengeluarkan bagian
iris untuk membangun kembali outflow aqueus humor.
Indikasi
Iridektomi diindikasikan untuk glaukoma sudut tertutup dengan blok pupil,
iridektomi juga diindikasikan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata
yang beresiko yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi. Laser iridektomi juga
12
dilakukan pada serangan glaukoma akut dan pada mata kontra-lateral dengan
potensial glaukoma akut.
Kontraindikasi
Iridektomi laser tidak dapat dilakukan pada mata dengan rubeosis iridis karena
dapat terjadi perdarahan. Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang
menggunakan anti-koagulan sistemik, seperti aspirin. Walaupun laser iridektomi
tidak membantu dalam kasus glaukoma sudut tertutup yang disebabkan oleh
mekanisme blok pupil, tetapi kadang-kadang laser iridektomi perlu dilakukan
unutk mencegah terjadinya blok pupil pada pasien dengan sudut bilik mata
tertutup.
Pertimbangan sebelum operasi
Pada glaukoma sudut tertutup akut sering mengalami kesulitan saat
melakukan
iridektomi laser karena kornea keruh, sudut bilik mata dangkal, pembengkakan
iris. Sebelum dilakukan laser harus diberikan inisial gliserin topikal untuk
memperbaiki edema kornea agar mudah untuk mempenetrasi kripta iris.
Teknik
Pada umumnya iridektomi menggunakan argon laser tetapi pada keadaan
kongesti, edem dan inflamasi akibat serangan akut, teknik ini sulit dilakukan.
Setelah dilakukan identasi gonioskopi, kekuatan inisial diatur dalam 0,02-0,1
detik dan kekuatan 500- 1000 mW. Biasanya teknik yang digunakan adalah teknik
pewarnaan iris. Argon laser dan Nd: YAG laser sama- sama dapat digunakan
untuk iridektomi. Namun, pemakaian Nd: YAG laser lebih disukai. Karena lebih
cepat, lebih mudah, dan energy yang dibutuhkan lebih sedikit daripada argon
laser. Lebih lanjut lagi, keefektifan dari Nd: YAG laser ini tidak berpengaruh pada
keadaan iris dan lubang iridektomi yang dihasilkan lebih jarang tertutup kembali
daripada argon laser.
Perawatan setelah operasi
Perdarahan dapat terjadi ditempat iridektomi. Pada perdarahan ringan dapat
diatasi dengan terapi anti-koagulasi. Namun pada pasien yang mengalami
kelainan pembekuan darah dapat diatasi dengan argon laser karena argon laser
13
dapat membantu proses koagulasi pembuluh darah. Peningkatan tekanan
intaokular dapat terjadi setelah operasi. Apabila terjadi inflamasi maka dapat
disembuhkan dengan menggunakan kortikosteroid topikal.
Komplikasi
Komplikasi dari argon laser adalah sinekia posterior, katarak lokal,
meningkatnya tekanan intraokular, iritis, lubang iridektomi lebih cepat tertutup
kembali dan terbakarnya kornea dan retina. Pada umumnya komplikasi yang
sering terjadi meliputi kerusakan lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina,
pendarahan, gangguan visus dan tekanan intraokular meningkat.
b. Laser iridoplasti
Merupakan tindakan alternatif jika tekanan intraokular gagal diturunkan
secara intensif dengan terapi medika mentosa bila tekanan intraokularnya tetap
sekitar 40 mmHg, visus jelek, kornea edema, dan pupil tetap dilatasi. Pada laser
iridoplasti ini pengaturannya berbeda dengan pengaturan pada laser iridektomi. Di
sini pengaturannya dibuat sesuai untuk membakar iris agar otot sfingter iris
berkonraksi sehingga iris bergeser kemudian sudut pun terbuka. Agar laser
iridoplasti berhasil maka titik tembakan harus besar, powernya rendah, dan
waktunya lama.
2. Bedah insisi
Iridektomi insisi dilakukan pada pasien yang tidak berhasil dengan tindakan
laser iridektomi seperti:
- Pada situasi iris tidak tidak dapat dilihat dengan jelas karena edema
kornea, hal ini sering terjadi pada pasien glaukoma akut berat yang
berlangsung 4-8 minggu.
- Sudut bilik mata depan dangkal, dengan kontak irido-korneal yang luas
- Pasien yang tidak kooperatif
- Tidak tersedianya peralatan besar.
14
a. Iridektomi Bedah Insisi
Dikerjakan pada kasus glaukoma sudut tertutup sebagai tindakan pencegahan.
Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran aquoeus
humor dari kamera posterior ke kamera anterior. Diindikasikan pada penanganan
glaukoma dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak berhasil atau
tidak tersedia. Pupil dibuat semiosis mungkin dengan menggunakan miotik tetes
atau asetilkolin intra kamera. Kemudian dilakukan insisi 3mm pada korneosklera
1 mm dibelakang limbus. Insisi dilakukan agar iris prolaps. Bibir insisi bagian
posterior ditekan sehingga iris perifer hampir selalu prolaps lewat insisi dan
kemudian dilakukan iridektomi. Bibir insisi posterior ditekan lagi diikuti dengan
reposisi pinggir iridektomi. Luka insisi kornea ditutup dengan satu jahitan atau
lebih, dan bilik mata depan dibentuk kembali. Setelah operasi selesai, fluoresen
sering digunakan untuk menentukan ada tidaknya kebocoran pada bekas insisi.
Oleh karena kebocoran dapat meningkatkan komplikasi seperti bilik mata depan
dangkal.
b. Trabekulektomi
Dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sclera dengan
melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-tickness) sclera dengan engsel di
limbus. Satu segmen jaringan trabekula diangkat, flap sklera ditutup kembali dan
konjungtiva dijahit rapat untuk mencegah kebocoran cairan aqueus.
Trabekulektomi meningkatkan aliran keluar aquoeus humor dengan memintas
struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini,
akan terbentuk bleb (gelembung). Dapat diobservasi pada pemeriksaan
konjungtiva.
Persiapan sebelum operasi yaitu pembahasan ditujukan untuk memperbaiki
penglihatan dan biasanya dikerjakan secara berencana, kecuali pada kasus-kasus
yang tidak biasa, misalnya lensa hipermature yang sejak awal telah memberikan
ancaman terjadinya ruptura.
15
Indikasi
Tindakan trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat
atau setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer.
Komplikasi
Setelah prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal),
hifema (darah di kamera anterior mata), infeksi dan kegagalan filtrasi. 4,6,11
2.11. Komplikasi
Pada kerusakan saraf retina akan mengakibatkan gangguan pada fungsi
retina. Bila proses berjalan terus, maka lama-kelamaan penderita akan mengalami
buta total. 1 Selain itu komplikasi dari glaukoma akut adalah sinekia anterior
perifer, atrofi papil dan katarak komplikata.
2.12. Pencegahan
Pencegahan terhadap glaukoma akut dapat dilakukan Pada orang yang
telah berusia 20 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata
berkala secara teratur setiap 3 tahun, bila terdapat riwayat adanya glaukoma pada
keluarga maka lakukan pemeriksaan setiap tahun. Secara teratur perlu dilakukan
pemeriksaan lapang pandangan dan tekanan mata pada orang yang dicurigai akan
timbulnya glaukoma. Sebaiknya diperiksakan tekanan mata, bila mata menjadi
merah dengan sakit kepala yang berat, serta keluarga yang pernah mengidap
glaukoma. 3,11
Kita dapat mencegah terjadi nya dengan edukasi yaitu :
- Emosi (bingung dan takut) dapat menimbulkan serangan akut
- Membaca dekat yang mengakibatkan miosis akan menimbulkan serangan
pada glaukoma dengan blok pupil.
- Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya. 1
2.13. Prognosis
Prognosa baik atau bonam apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan
mendapat terapi
16
yang sesegera mungkin. Sering diagnosa dibuat pada stadium lanjut, dimana
lapang pandang telah hilang secara progresif, iris menjadi atrofi dan midriasis
pupil telah menetap. Penanganan episode akut yang terlambat akan menyebabkan
sinekia sudut tertutup permanent dan bahkan menyebabkan kebutaan permanen
dalam 2-3 hari. 12,13
17
BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera
ditangani dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah
terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi
kerusakan penglihatan progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat
mengakibatkan buta permanen. 3,4
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola
mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang. 1 Glaukoma akut
terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40 tahun dengan angka
kejadian yang bertambah sesuai usia. Perbandingan wanita dan pria pada penyakit
ini adalah 4:1. Glaukoma akut hanya timbul pada orang-orang yang mempunyai
sudut bilik mata yang sempit. Jadi hanya pada orang-orang dengan predisposisi
anatomis. 4
Pada glaukoma akut akan terjadi penurunan penglihatan mendadak disertai
rasa sakit yang hebat dimata dan kepala diserta mata merah. Pemeriksaan
glaukoma akut yaitu : pemeriksaan slit-lamp, pemeriksaan tekanan bola mata
(tonometri Schiot), gonioskopi, funduskopi, dan pemeriksaan lapang pandang. 14
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi
akuos humor dan meningkatkan sekresi dari aqueous humor sehingga dapat
menurunkan tekanan intraokular sesegera mungkin. Glaukoma dapat dirawat
dengan obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan
tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh
karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat
kesuksesan pencegahan kerusakan mata. 3,4
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidartha. 2010. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3,
Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
2. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2000. Glaukoma. dalam :
Oftalmologi Umum, ed. Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika.
3. http://www.surabaya-eye-clinic.com/content/view/39/47/ (diakses Agustus
2015)
4. Shock JP, Harper RA, Vaughan D, Eva PR. 1996. Lensa, Glaukoma. In:
Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 14 ed.
Jakarta. Widya Medika.
5. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. 2002. Ophtalmology. Philadelphia.
Elsevier Saunders.
6. http://id.wikipedia.org/wiki/Glaukoma (diakses tanggal Agustus 2015)
7. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2007. Ophtalmology a short
textbook. Second edition. Thieme Stuttgart : New York.
8. Wijaya, Nana. 1993. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya
Nana, cet.6, Jakarta, Abadi Tegal.
9. Ilyas S. 2000. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata,
Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
10. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2010. Glaukoma. dalam :
Oftalmologi Umum, edisi Bahasa Indonesia: Diana Susanto, .edisi 17,
Jakarta, EGC.
11. Gondowihardjo T, Simanjuntak G. editor. Glaukoma Akut dalam Panduan
Manajemen Klinis Perdami. PP Perdami: Jakarta. 2006.
12. Ruthanne BS, Duane’s. 2000, Primary Angle-Closure Glaucoma, chapter
13-21. In Clinical Ophthalmolgy, vol 3, received editor.
13. A. Lee Daud, 2000. Diagnosis And Management of Clinical Guide to
Comprehensure. Ophthalmology, Mosby.
14. Ilyas S. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga, Jakarta, Balai
Penerbit FKUI.
19