Upload
garry-gautama
View
63
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT CAIR
DISTILASI DAN TITIK DIDIH
I. Tujuan
1. Menetukan zat yang terdistilasi pada distilasi sederhana, distilasi bertingkat dan
distilasi azeotrop terner.
2. Menentukan kemurnian distilat pada distilasi sederhana, distilasi bertingkat dan
distilasi azeotrop terner.
II. Teori
Distilasi adalah suatu proses untuk memisahkan dan memurnikan suatu
campuran tertentu dari komponen-komponennya karena adanya perbedaan titik didih.
Distilasi dilakukan atas dasar perbedaan tekanan uap komponen murni suatu larutan.
Hukum Dalton tentang tekanan parsial : Ptotal = PA + PB
Hukum Raoult tentang tekanan uap dan fraksi mol dalam campuran :
PA = PA o × XA
PB = PB o × XB
PA= tekanan parsial A; PAo= tekanan uap murni A; XA= fraksi mol A dalam fasa cair
PB= tekanan parsial B; PBo= tekanan uap murni B; XB= fraksi mol B dalam fasa cair
Hukum Raoult tentang komposisi fasa uap di atas permukaan zat cair :
X’A = PA / Ptotal X’A = fraksi mol A dalam fasa uap
X’B = PB / Ptotal X’B = fraksi mol B dalam fasa uap
Distilasi sederhana adalah proses distilasi yang memanfaatkan titik didih yang
berbeda dari tiap komponen campuran. Perbedaan titik didih dari masing-masing
komponen cukup besar minimal 75° C. Distilasi bertingkat adalah distilasi dengan
menggunakan kolom fraksional agar distilat yang dihasilkan memiliki tingkat
kemurnian yang lebih tinggi dan digunakan untuk memisahkan campuran yang terdiri
dari zat-zat yang memiliki titik didih dengan perbedaan yang cukup besar.
Sistem azeotrop adalah campuran zat cair yang memiliki komposisi tertentu,
yang didistilasi pada suhu konstan tetapi memiliki perbandingan yang tetap dari
komponen-komponennya.
III. Data
Kalibrasi Termometer : Titik beku air berada pada skala 0,6 °C
Titik didih air berada pada skala 100 °C
1. Distilasi Sederhana
Zat yang didistilasi = metanol + air (perbandingan 1:1)
Volume total = 40 mL
Suhu tetesan distilat pertama= 60 °C
Tabung distilat Suhu (°C) Indeks Bias
Tabung 1 (5 mL pertama) 70 1,3325
Tabung 2 (5 mL kedua) 74 -
Tabung 3 (5 mL ketiga) 78 -
Tabung 4 (5 mL keempat) 84 -
2. Distilasi Bertingkat
Zat yang didistilasi = sikloheksana + toluena (perbandingan 1:1)
Volume total = 40 mL
Suhu tetesan distilat pertama= 56 °C
Tabung distilat Suhu (°C) Indeks Bias
Tabung 1 (5 mL pertama) 68 1,433
Tabung 2 (5 mL kedua) 82 -
Tabung 3 (5 mL ketiga) 84 -
Tabung 4 (5 mL keempat) 86 -
Tabung 5 (5 mL kelima) 86 -
3. Distilasi Azeotrop Terner
Zat yang didistilasi = 12,5 mL methanol+12,5 mL air+12,5 mL benzena
Volume total = 37,5 mL
Suhu tetesan distilat pertama= 58 °C
Tabung distilat Suhu (°C) Indeks Bias
Tabung 1 (5 mL pertama) 64 -
Tabung 2 (5 mL kedua) 68 -
Tabung 3 (5 mL ketiga) 72 1,3373
IV. Perhitungan
1. Distilasi Sederhana
% pengotor = indeks bias – indeks bias metanol x 100 %
indeks bias metanol
= 1,33250 - 1,32880 x 100 %
1,32880
= 0,27845 %
% Kemurnian = 100 - % pengotor
= 100 – 0,27845
= 99,72155 %
2. Distilasi Betingkat
% pengotor = indeks bias – indeks bias sikloheksana x 100 %
indeks bias sikloheksana
= 1,43300 - 1,42662 x 100 %
1,42662
= 0,44721 %
% Kemurnian = 100 - % pengotor
= 100 – 0,44721
= 99,55279 %
3. Distilasi Azeotrop Terner
% pengotor = indeks bias – indeks bias metanol x 100 %
indeks bias metanol
= 1,33730 - 1,32880 x 100 %
1,32880
= 0,63697 %
% Kemurnian = 100 - % pengotor
= 100 – 0,63697
= 99,36303 %
V. Pembahasan
1. Distilasi Sederhana
Prinsip dari distilasi sederhana adalah pemanasan yang bertujuan untuk
memisahkan campuran zat cair yang perbedaan titik didihnya cukup besar. Pada
percobaan ini, komponen-komponen yang ingin dipisahkan adalah metanol dan
air. Berdasarkan data pada MSDS, titik didih metanol adalah 64,7 oC, sedangkan
titik didih air adalah 100 oC. Kedua komponen tersebut memiliki perbedaan titik
didih yang cukup besar (35,3 oC) sehingga distilasi sederhana digunakan untuk
memisahkan campuran tersebut.
Saat pemanasan, batu didih dimasukkan ke dalam campuran metanol – air
untuk mempercepat proses pendidihan, karena batu didih mempunyai banyak
pori-pori yang dapat menyerap panas. Selain itu, penambahan batu didih pun
bertujuan untuk menghindari bumping atau letupan yang dapat merusak alat
distilasi. Bumping terjadi karena saat pemanasan, yang bawah panas lebih dahulu
lalu mendorong (memberi tekanan) pada cairan di atasnya yang lebih dingin
sehingga terjadi letupan di permukaan zat cair.
Suhu saat tetesan pertama keluar pada proses distilasi adalah titik didih dari
distilat yang diperoleh. Berdasarkan literatur, zat yang pertama keluar sebagai
distilat adalah metanol karena titik didih metanol lebih rendah daripada air. Pada
percobaan ini, suhu saat tetesan pertama keluar adalah 60 °C. Suhu ini mendekati
titik didih metanol, walaupun tidak terlalu tepat. Hal lain yang dapat diukur untuk
menentukan zat yang terdistilasi adalah indeks bias. Berdasarkan hasil
pengukuran, indeks bias distilat adalah 1,3325. Indeks bias metanol dalam CRC
adalah 1,3288. Perbedaan indeks bias hasil percobaan dengan literatur tidak
terlalu besar. Oleh karena itu, tetesan pertama yang keluar berupa metanol.
Berdasarkan hasil perhitungan, kemurnian distilat (metanol) yang diperoleh
adalah 99,72155 %. Nilai ini menandakan bahwa distilat cukup murni dan
mengandung sedikit pengotor yaitu sebesar 0,27845 %. Pengotor inilah yang
menyebabkan indeks bias distilat berbeda dengan literatur. Indeks bias senyawa
murni dengan senyawa tak murni berbeda dalam jumlah elektronnya sehingga
pengukuran indeks biasnya pun berbeda.
Semakin berkurangnya kemurnian metanol karena adanya pengotor
menyebabkan semakin meningkatnya titik didih metanol. Tetapi hal yang berbeda
terjadi pada percobaan ini. Metanol yang dihasilkan tidak murni, tetapi tetesan
pertama terjadi pada suhu 60 °C, di bawah titik didih metanol pada literatur.
Perbedaan suhu saat tetesan pertama dengan titik didih metanol pada literatur ini
dapat disebabkan oleh adanya pengaruh tekanan ruang dan ketinggian tempat
dilakukannya percobaan. Bandung adalah dataran tinggi, hal ini berpengaruh
pada penurunan tekanan udara luar sehingga suhu untuk mendidih dapat lebih
rendah. Selain itu, keterbatasan praktikan dalam mengamati suhu pada
thermometer dan kekurangtelitian praktikan pun mempengaruhi perbedaan ini.
2. Distilasi Bertingkat
Percobaan kedua yaitu melakukan pemisahan campuran sikloheksana –
toluene. Berdasarkan data pada MSDS, titik didih sikloheksana adalah 80,7 oC
sedangkan titik didih toluena adalah 110,8 oC. Perbedaan titik didih kedua zat
tersebut tidak terlampau jauh (30,1oC) sehingga pemisahan sikloheksana - toluene
dilakukan dengan distilasi bertingkat.
Berdasarkan literatur, sikloheksana akan keluar sebagai distilat pada suhu
sekitar 80,7 oC. Tetapi berdasarkan hasil percobaan, tetesan distilat pertama
terjadi pada suhu 56 °C. Suhu ini sangat jauh dari titik didih sikloheksana
sebenarnya. Namun bila dilihat dari hasil perbandingan indeks bias, pada tetesan
pertama indeks bias distilat adalah 1,433 dan pada literatur indeks bias
sikloheksana adalah 1,42662. Perbedaan indeks bias hasil percobaan dengan
literatur tidak terlalu besar. Oleh karena itu, dapat dikatakan tetesan pertama yang
keluar berupa sikloheksana.
Perbedaan titik didih antara hasil percobaan dengan data pada literatur yang
sangat jauh dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam memasang
termometer. Selain itu, praktikan menambahkan air pada penangas air tanpa
mempetimbangkan suhunya sehingga suhu campuran menjadi turun.
Kemurnian sikloheksana berdasarkan hasil perhitungan 99,55279 %. Hal ini
berarti masih terdapat pengotor di dalam campuran sikloheksana – toluene
sehingga distilatnya tidak murni. Selain itu, kesalahan dalam perancangan alat
distilasi bertingkat dapat mempengaruhi hasil percobaan. Alat yang praktikan
rancang kurang sempurna, tabung kondensasi tidak terisi penuh oleh air sehingga
proses kondensasi kurang sempurna.
3. Distilasi Azeotrop Terner
Campuran azeotrop adalah suatu campuran zat cair dengan komposisi
tertentu yang mengalami distilasi pada temperatur konstan tanpa adanya
perubahan dalam komposisinya. Beberapa zat dapat membentuk azeotrop apabila
zat-zat tersebut saling larut. Zat-zat tersebut tercampur tetapi tidak bereaksi,
sehingga komposisinya akan tetap.
Distilasi campuran azeotrop menggunakan metode distilasi bertingkat
karena komponen-komponen campurannya memiliki titik didih yang berdekatan.
Perbedaannya, dalam distilasi azeotrop campuran yang dipisahkan bersifat
azeotrop (komposisi pada zat cair sama dengan pada fasa gasnya), sehinga sulit
dipisahkan secara sempurna. Untuk membantu, pada proses distilasinya harus
disertai penambahan zat ketiga. Pada percobaan ini, campuran azeotrop metanol –
air ditambahkan larutan benzene sebagai zat pembantu. Benzen diharapkan dapat
membentuk azeotrop terner metanol-air-benzen, yang lebih mudah dipisahkan
dari campuran daripada campuran azeotrop biner metanol-air. Benzen dalam
campuran ini berperan untuk memecah sistem dari metanol-air, sehingga dapat
mengganggu atau merusak interaksi antara komponen air dengan metanol.
Benzen akan mengikat salah satu dari metanol atau air, dan membentuk benzen-
air atau benzen-metanol. Azeotrop benzen-air dan benzen-metanol mempunyai
titik didih berbeda. Perbedaannya pun cukup tinggi sehingga dapat dipisahkan
menjadi metanol, air, dan benzena melalui distilasi bertingkat.
Distilat yang terlebih dulu keluar berupa azeotrop, karena campuran
azeotrop memiliki titik didih yang lebih rendah daripada zat murninya. Oleh
karena itu, suhu distilat yang diukur per 5 mL turun (lebih rendah) dibandingkan
dengan suhu distilat campuran metanol – air pada distilasi sederhana. Pada
tabung pertama, distilat yang keluar keruh dan terdiri dari beberapa fasa. Hal ini
menunjukkan bahwa distilat yang keluar pertama adalah azeotrop. Barulah
setelah tabung ke-3, distilatnya sudah sefasa. Hal ini berarti distilat tersebut
merupakan zat murni (bukan campuran lagi). Berdasarkan literatur, kemungkinan
zat murni yang pertama keluar adalah metanol karena titik didih metanol paling
rendah dibandingkan komponen-komponen lainnya. Berdasarkan hasil
pengukuran, indeks bias distilat adalah 1,3373. Indeks bias metanol dalam CRC
adalah 1,3288. Perbedaan indeks bias hasil percobaan dengan literatur tidak
terlalu besar. Oleh karena itu, tetesan pertama yang keluar berupa metanol.
Kemurnian metanol hasil distilasi adalah 99,36303 %. Kekurangmurnian ini
dapat disebabkan oleh adanya benzen yang ikut terdistilasi lebih awal,
dikarenakan sifat benzen yang mudah menguap.
VI. Simpulan
1. Zat yang terdistilasi pada distilasi sederhana adalah metanol, pada distilasi
bertingkat adalah sikloheksana dan pada distilasi azeotrop terner adalah metanol.
2. Kemurnian distilat pada distilasi sederhana adalah 99,72155%, pada distilasi
bertingkat adalah 99,55279% dan pada distilasi azeotrop terner adalah
99,36303%.
VII. Daftar Pustaka
Weast, Robert C. 1978. CRC Handbook of Chemistry and Physics. Florida: CRC
Press, Inc. Hal C376, C518.
Fessenden, Fessenden. 1992. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Hal 69.
LAMPIRAN
A. Data Fisik dan Kimia
Nama ZatTitik Didih
(oC)
Titik Leleh
(oC)Indeks Bias
Massa Jenis
(gr/mL)
Metanol
(CH3OH)64,7 -98 1,3288 0,79
Air
(H2O)100 0 1,3330 1
Sikloheksana
(C6H12)80,7 7 1, 42662 0,78
Toluena
(C5H5CH3)110,8 -95 1,4940 0,866
Benzena
(C6H6)80,1 5,5 1,5011 0,88