9
www.parlemen.net RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:.......................TAHUN.............. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka yang dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; b. bahwa Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24 A, Pasal 24 B, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3879); 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

RUU tentang Mahkamah Agung-RUU MA

Citation preview

Page 1: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR:.......................TAHUN..............

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka yang dilaksanakan oleh

sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;

b. bahwa Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Mengingat: 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24 A, Pasal 24 B, dan Pasal 25 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3879);

3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 2: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

PASALI Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3316) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

Untuk dapat diangkat menjadi Hakim Agung harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. warganegara Indonesia; b. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. berijazah Sarjana Hukum atau Sarjana lain dan mempunyai pengalaman dalam bidang

profesi hukum dan/atau akademisi, atau Hakim Tinggi yang berpengalaman sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun sejak diangkat menjadi Hakim tingkat pertama;

d. berumur serendah-rendahnya 45 (empat puluh lima) tahun; e. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5

(lima) tahun penjara, kecuali jika dipidana dengan alasan pertentangan politik dan ideologi.

2. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 8

(1) Hakim Agung diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2) Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah daftar calon sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diterima Presiden, telah diterbitkan surat pengangkatannya. (3) Ketua dan Wakil-wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh Hakim Agung dan

diangkat oleh Presiden. (4) Ketua Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden diantara Hakim Agung yang

diajukan oleh Pimpinan Mahkamah Agung. (5) Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah Ketua dan Wakil-wakil Ketua, dan Ketua

Muda terpilih diterima Presiden, telah diterbitkan surat pengangkatannya. (6) Calon Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia dari calon-calon yang diajukan oleh Komisi Yudisial. 3. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 3: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

Pasal11 (1) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung diberhentikan

dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas usul Mahkamah Agung karena: a. permintaan sendiri; b. sakit jasmani atau rohani; c. telah berumur 70 (tujuh puluh) tahun; d. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

(2) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung yang meninggal

dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden. 4. Ketentuan Pasal 26 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 26

Tugas dan tanggung jawab, susunan organisasi, dan tata kerja serta administrasi dan finansial di lingkungan Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di semua tingkatan peradilan ditetapkan dengan Keputusan Mahkamah Agung. 5. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal30

(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan

Pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena: a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang undangan

yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. (2) Selain alasan-alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Agung dalam

tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan Pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan yang tidak memenuhi hukum dan rasa keadilan sesuai dengan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

(3) Putusan Mahkamah Agung wajib memuat perbedaan pendapat hakim dalam perkara

yang bersangkutan (dissenting opinion), apabila terdapat perbedaan pendapat di antara anggota majelis hakim yang memutus perkara tersebut.

6. Setelah Pasal 79 disisipkan Pasal 79A yang berbunyi sebagai berikut

Pasal 79A

(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi atau dalam peninjauan kembali mengadili

perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi atau peninjauan kembali, kecuali perkara-perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 4: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

(2) Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. perkara dengan mengajukan permohonan; b. perkara cerai, biaya pemeliharaan anak, tanpa digabungkan dengan perkara

lainnya; c. perkara gugatan yang berhubungan dengan:

(1) cidera janji dengan nilai paling banyak Rp. 50.000.000; (lima puluh juta rupiah); (2) perbuatan melawan hukum dengan ganti rugi yang telah diputus oleh

Pengadilan tingkat banding dengan jumlah tidak lebih dari Rp. 50.000.000; (lima puluh juta rupiah);

(3) perkara pidana yang ancaman pidananya berupa denda dan/atau pidana paling lama 1(satu) tahun;

(4) putusan tentang pra peradilan. d. penyampaian pernyataan kasasi dan alasan-alasan kasasi (memori kasasi) atau

permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang tidak memenuhi syarat-syarat formal.

(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika diajukan kasasi atau peninjauan

kembali dapat dinyatakan tidak dapat diterima oleh keputusan Ketua Pengadilan tingkat pertama dan tidak diteruskan ke Mahkamah Agung.

(4) Tata cara penerbitan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sepanjang

dipandang perlu diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung. 7. Setelah Pasal 80 disisipkan Pasal 80A yang sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 80A

Sebelum dibentuk Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) pencalonan Hakim Agung dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal II

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal.................................... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ................................................ Diundangkan di Jakarta pada tanggal................................... MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.................. NOMOR....................

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 5: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

RANCANGAN PENJELASAN

ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR....................TAHUN.............

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985

TENTANG MAHKAMAH AGUNG I. UMUM Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 24 dan Pasal 24A telah mengatur lebih rinci hal-hal yang mengenai kekuasaan kehakiman, khususnya tentang Mahkamah Agung. Kemudian Pasal 24B mengatur pembentukan Komisi Yudisial yang salah satu tugasnya adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung. Bunyi pasal-pasal dimaksud sebagai berikut: Pasal 24 (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan

yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Pasal 24A (1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. (5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan

peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII/MPR/2000 Tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara Pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000, antara lain kepada Mahkamah Agung direkomendasikan bahwa perlu membuat peraturan untuk membatasi masuknya perkara kasasi.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 6: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

Dalam rangka melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia tersebut, sekaligus untuk menjaga kemandirian kekuasaan kehakiman dalam penyelenggaraan peradilan dihubungkan dengan pengalihan organisasi, administrasi, dan keuangan dari departemen pemerintahan ke Mahkamah Agung, perlu disempurnakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang ini terdiri atas a. syarat untuk menjadi hakim agung, khususnya dari hakim karier dipersamakan dengan

non karier, walaupun dengan tambahan syarat khusus sudah menjadi hakim tingkat banding;

b. umur pensiun menjadi 70 (tujuh puluh) tahun dengan tetap mengingat sehat rohani dan jasmani yang bersangkutan. Batas umur pensiun ini mengingat jabatan hakim agung memerlukan pengalaman dalam mengemban jabatan tersebut;

c. adanya penetapan jangka waktu setiap proses pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian hakim agung;

d. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung; e. adanya pembatasan perkara-perkara yang dapat diajukan kasasi atau peninjauan

kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; f. permohonan kasasi atau peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap yang tidak memenuhi syarat formal tersebut dapat langsung dinyatakan tidak dapat diterima oleh Pengadilan tingkat pertama dan tidak perlu dikirim berkasnya kepada Mahkamah Agung.

Ketentuan-ketentuan baru dimaksud dalam rangka untuk lebih meningkatkan peran Mahkamah Agung dalam mencapai daya guna dan hasil guna sebesar-besarnya. Penumpukan perkara di Mahkamah Agung selama ini telah terjadi disebabkan antara lain bukan saja belum memadainya jumlah hakim agung dan fasilitas yang diwakili, akan tetapi juga disebabkan tidak adanya pembatasan perkara yang dapat diajukan ke Mahkamah Agung. Namun demikian, Mahkamah Agung tetap memerlukan modernisasi di bidang administrasi dengan memanfaatkan teknologi tinggi, antara lain dengan menerapkan sistem komputerisasi. Apalagi dengan adanya penyatuatapan organisasi, administrasi, dan keuangan badan-badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung. Dalam Undang-undang ini diatur pula bahwa selama Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pencalonan hakim agung tetap diproses oleh DPR seperti yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Agung. Dengan demikian tidak berlakunya ketentuan tentang pencalonan hakim agung dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dimaksud baru efektif berlaku setelah diangkatnya anggota Komisi Yudisial. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I

Angka 1

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 7: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

Pasal 7 Cukup Jelas

Angka 2

Pasal 8 Cukup Jelas

Angka 3

Pasal 11

Ayat (1) Batas umur 70 (tujuh puluh) tahun dengan tetap memperhatikan bahwa Hakim Agung yang bersangkutan tidak sakit jasmani atau rohani terus menerus dan/atau cakap dalam menjalankan tugasnya. Apabila yang bersangkutan tidak mampu lagi memerlukan tugasnya, dapat saja mengajukan permohonan berhenti dengan tetap diberi hak pensiun.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Angka 4

Pasal 26 Mahkamah Agung diberi wewenang sepenuhnya untuk mengatur susunan organisasi, tata kerja, administrasi, dan keuangan, bukan saja di lingkungan Mahkamah Agung sendiri, akan tetapi juga pada badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam rangka tugas dan tanggung jawabnya setelah penyatuatapan Mahkamah Agung. Untuk itu Mahkamah Agung dapat mengeluarkan Surat Keputusan atau Peraturan Mahkamah Agung. Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia Nomor III/MAR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan disebutkan antara lain bahwa Peraturan atau Keputusan Mahkamah Agung tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata urutan peraturan perundang-undangan ini (Pasal 4 ayat 2). Dengan demikian diharapkan Mahkamah Agung dapat mengatur hal-hal yang berkenaan dengan tugas kewenangannya itu dapat lebih leluasa mengatur menurut kebutuhannya.

Angka 5

Pasal 30

Ayat (1) Cukup Jelas

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 8: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

Ayat (2) Jika ayat (1) lebih dikenal dengan judex iures, dengan adanya ketentuan pada ayat (2) ini, Mahkamah Agung dapat menyimpang dari alasan-alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu untuk memperbaiki putusan atau penetapan Pengadilan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Misalnya mengenai berat ringannya hukuman yang dijatuhkan dalam perkara pidana.

Ayat (3)

Cukup jelas

Angka 6

Pasal 79 A

Ayat (1) Cukup Jelas

Ayat (2)

Huruf a Perkara permohonan dimaksud adalah permohonan yang diberikan dengan Penetapan Pengadilan tingkat pertama tanpa ada para pihak. Tidak termasuk dalam pengertian ini permohonan cerai talak yang diajukan seorang suami pada Pengadilan di lingkungan Peradilan Agama.

Huruf b Perkara cerai dimaksud meliputi permohonan cerai talak dan gugatan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, baik diajukan sendiri maupun digabung dengan biaya pemeliharaan anak. Hal tersebut mengingat kebutuhan yang mendesak dan penting adanya kepastian hukum yang cepat untuk kedua hal tersebut. Akan tetapi jika permohonan atau gugatan dimaksud digabungkan dengan ketentuan lainnya, misalnya harta bersama dalam perkawinan, perkara tersebut tidak termasuk dalam pengecualian ini.

Huruf c Cukup Jelas

Huruf d Syarat-syarat formal dimaksud disini adalah mengenai tenggang waktu dalam menyampaikan pemyataan kasasi dan alasan-alasan (memorie) kasasi. Demikian pula meneliti persyaratan tenggang waktu yang diatur dalam Pasal 67sampai dengan Pasal 71 Undang-Undang Mahkamah Agung mengenai peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

Page 9: 161003-RUU Tentang Mahkamah Agung-RUU MA

www.parlemen.net

memperoleh kekuatan hukum tetap. Misalnya, tenggang waktu permohonan kasasi 14 (empat belas) hari dihitung sejak sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon dilampaui, Ketua Pengadilan tingkat pertama dapat langsung mengeluarkan keputusannya dilengkapi pertimbangan atas alasan fakta dan ketentuan undang-undang, memutuskan menyatakan permohonan kasasi tidak dapat diterima. Keputusan tersebut disampaikan kepada para pihak dengan tindasan kepada Mahkamah Agung.

Angka 7

Pasal 80A

Cukup Jelas Pasal II

Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...................

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net