11
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157 132 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK AIR DAUN PAITAN (THITONIA DIVERSIFOLIA) SEBAGAI BAHAN INSEKTISIDA BOTANI UNTUK PENGENDALIAN HAMA TUNGAU ERIOPHYIDAE Taofik M, 1*; Yulianti E, 2; Barizi A, 3; Hayati EK, 2. Thesis Journal, Chemistry Department of Science and Technology Faculty Islamic of University (UIN) Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang 2010 ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang isolasi, uji fitokimia dan uji toksisitas ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) terhadap Hama Tungau Eriophyidae. Al-Qur'an surat Al An’am (6), ayat 141 dan surat Al Ankabut (29), ayat 30, yang menunjukkan adanya tanaman yang bermanfaat untuk difikirkan oleh para peneliti supaya dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak air Daun Paitan. Tujuan kedua yaitu untuk mengetahui tingkat toksisitas dari ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) terhadap pertumbuhan Hama Tungau Eriophyidae. Ekstraksi Daun Paitan (Thitonia diversifolia) dilakukan dengan pelarut air. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu ekstraksi maserasi selama 48 jam dan. Ekstrak pekat diuji toksisitasnya terhadap Hama Tungau Eriophyidae, diuji kandungan fitokimia menggunakan reagen dan dianalisa lebih lanjut menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Data kematian Hama Tungau Eriophyidae dianalisis dengan analisis probit untuk mengetahui nilai LC50. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) memiliki tingkat toksisitas terhadap Hama Tungau Eriophyidae, yang ditunjukkan dengan nilai LC50 kurang dari 1000 ppm. Nilai LC50 masing-masing perlakuan adalah 3,9163 ppm, 3,1784 ppm dan 2,2922 ppm, sehingga yang memiliki bioaktivitas tertinggi terhadap Hama Tungau Eriophyidae adalah 2,2922 ppm, yaitu pada perlakuan selama 72 jam. Hasil uji fitokimia menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, alkaloid dan tanin, sedangkan hasil dari analisa HPLC menunjukkan kromatogram dengan 4 puncak yang diduga senyawaan flavonoid, alkaloid dan juga tanin, dengan waktu tambat 9,55; 10,86; 12,16; 17,36 menit. Hal ini menunjukkan adanya manfaat tanaman yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bahwa tumbuhan Paitan (Thitonia diversifolia) berpotensi sebagai bahan insektisida botani yang sangat ekonomis. Kata Kunci: Isolasi, Daun Paitan (Thitonia diversifolia), Insektisida, Tungau Eriophyidae, fitokimia, uji toksisitas, analisis HPLC (High Performancce Liquid Chromatography) 1. PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara yang hijau dan sangat subur, beranekaragam hayati yang ada didalamnya. Hutan, gunung yang luas dan banyak sekali menjadikan Negara Indonesia mempunyai kekayaan alam yang berlimpah. Berbagai macam jenis tumbuhan masih banyak dijumpai diberbagai wilayah Indonesia, seperti di daerah Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Latar belakang Negara Indonesia yang mendukung ini dan dengan kondisi tanah yang sangat subur menyebabkan Indonesia berpotensi untuk melestarikan dan membudidayakan berbagai jenis tanaman dan tumbuhan untuk dimanfaatkan diberbagai bidang. Tumbuhan dan tanaman yang terdapat di bumi tidak terlepas oleh adanya air sebagai sumber utama setiap makhluk hidup. Kerusakan yang terjadi selama ini disebabkan oleh ulah manusia sendiri, dengan contoh penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya sebagai penanggulangan hama pada tanaman. Penerapan di bidang pertanian ternyata tidak semua insektisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran, sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu insektisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian, apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida

1676-4379-1-PB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

far far

Citation preview

Page 1: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

132

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK AIR

DAUN PAITAN (THITONIA DIVERSIFOLIA) SEBAGAI BAHAN

INSEKTISIDA BOTANI UNTUK PENGENDALIAN HAMA

TUNGAU ERIOPHYIDAE

Taofik M, 1*; Yulianti E, 2; Barizi A, 3; Hayati EK, 2.

Thesis Journal, Chemistry Department of Science and Technology Faculty Islamic of

University (UIN) Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang

2010

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang isolasi, uji fitokimia dan uji toksisitas ekstrak air Daun Paitan (Thitonia

diversifolia) terhadap Hama Tungau Eriophyidae. Al-Qur'an surat Al An’am (6), ayat 141 dan surat Al

Ankabut (29), ayat 30, yang menunjukkan adanya tanaman yang bermanfaat untuk difikirkan oleh para

peneliti supaya dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa

aktif yang terkandung pada ekstrak air Daun Paitan. Tujuan kedua yaitu untuk mengetahui tingkat toksisitas

dari ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) terhadap pertumbuhan Hama Tungau Eriophyidae.

Ekstraksi Daun Paitan (Thitonia diversifolia) dilakukan dengan pelarut air. Metode ekstraksi yang

digunakan yaitu ekstraksi maserasi selama 48 jam dan. Ekstrak pekat diuji toksisitasnya terhadap Hama

Tungau Eriophyidae, diuji kandungan fitokimia menggunakan reagen dan dianalisa lebih lanjut

menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Data kematian Hama Tungau Eriophyidae

dianalisis dengan analisis probit untuk mengetahui nilai LC50. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak air

Daun Paitan (Thitonia diversifolia) memiliki tingkat toksisitas terhadap Hama Tungau Eriophyidae, yang

ditunjukkan dengan nilai LC50 kurang dari 1000 ppm. Nilai LC50 masing-masing perlakuan adalah 3,9163

ppm, 3,1784 ppm dan 2,2922 ppm, sehingga yang memiliki bioaktivitas tertinggi terhadap Hama Tungau

Eriophyidae adalah 2,2922 ppm, yaitu pada perlakuan selama 72 jam. Hasil uji fitokimia menunjukkan

adanya golongan senyawa flavonoid, alkaloid dan tanin, sedangkan hasil dari analisa HPLC menunjukkan

kromatogram dengan 4 puncak yang diduga senyawaan flavonoid, alkaloid dan juga tanin, dengan waktu

tambat 9,55; 10,86; 12,16; 17,36 menit. Hal ini menunjukkan adanya manfaat tanaman yang telah

disebutkan dalam Al-Qur’an, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bahwa tumbuhan Paitan (Thitonia

diversifolia) berpotensi sebagai bahan insektisida botani yang sangat ekonomis.

Kata Kunci: Isolasi, Daun Paitan (Thitonia diversifolia), Insektisida, Tungau Eriophyidae, fitokimia, uji

toksisitas, analisis HPLC (High Performancce Liquid Chromatography)

1. PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah negara yang hijau dan sangat subur, beranekaragam

hayati yang ada didalamnya. Hutan, gunung yang luas dan banyak sekali menjadikan

Negara Indonesia mempunyai kekayaan alam yang berlimpah. Berbagai macam jenis

tumbuhan masih banyak dijumpai diberbagai wilayah Indonesia, seperti di daerah Pulau

Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Latar belakang Negara Indonesia yang mendukung ini

dan dengan kondisi tanah yang sangat subur menyebabkan Indonesia berpotensi untuk

melestarikan dan membudidayakan berbagai jenis tanaman dan tumbuhan untuk

dimanfaatkan diberbagai bidang. Tumbuhan dan tanaman yang terdapat di bumi tidak

terlepas oleh adanya air sebagai sumber utama setiap makhluk hidup.

Kerusakan yang terjadi selama ini disebabkan oleh ulah manusia sendiri, dengan contoh

penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya sebagai penanggulangan hama pada

tanaman. Penerapan di bidang pertanian ternyata tidak semua insektisida mengenai

sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran, sedangkan 80 persen

lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu insektisida tersebut mengakibatkan pencemaran

lahan pertanian, apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida

Page 2: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

133

dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS

(Chemically Acquired Deficieacy Syndrom), dan sebagainya (Sa‟id, 1994).

Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu

berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahan-bahan kimia tersebut

dipergunakan di lingkungan (Uehara, 1993).

Tanaman Paitan yang akan dijadikan sebagai insektisida botani ini, memakai metode

aplikasi petani yaitu maserasi atau perendaman dengan menggunakan pelarut air. Pelarut

air digunakan karena petani mudah mendapatkannya dan tidak perlu mengeluarkan biaya

tambahan bagi petani. Perlakuan dilaboratorium yang mendukung untuk dilanjutkan ke

petani dalam pengaplikasian.

Untuk uji toksisitasnya menggunakan hama jenis tungau Eriophydae. Hama ini

Tungau Eriophyidae berbentuk kecil memanjang, berwarna kuning sedang pradewasa

bening. Hidup pada permukaan bawah daun dan pucuk yang masih muda, yang

menyebabkan penebalan pada daun. Pada daun teh, tungau ini membentuk gall (bulatan -

bulatan). Di lapangan serangan dapat mencapai 40 % pada musim hujan, sedang pada

musim kemarau dapat berkembang lebih cepat (Asbani, 2007).

Toksisitas (Toxicity) atau daya racun pestisida adalah sifat bahan pestisida yang

menggambarkan potensi pestisida tersebut dalam menimbulkan kematian langsung pada

hewan tingkat tinggi (termasuk manusia). Uji toksisitas suatu bahan dipergunakan untuk

mengetahui efek dari bahan beracun pada suatu hewan percobaan. Ukuran tinggi rendah

toksisitas insektisida ditentukan oleh jumlah insektisida untuk mematikan 50% populasi

yang diuji dalam waktu tertentu. Dalam beberapa hal dosis yang tepat untuk serangga

tidak dapat ditemukan, oleh karena itu ditentukan LC50 (Lethal Concentration) yaitu

konsentrasi insektisida dalam media yang dapat membunuh, sehingga LC¬50 biasanya

diambil sebagai standart untuk membandingkan toksisitas relatif dari berbagai bahan

(Djojosumanto, 2000).

Pada penelitian ini akan dilakukan fraksinasi ekstrak air daun Paitan untuk

mencari senyawa aktif yang berpotensi menekan hama tungau Eriophyidae. Pemisahan

senyawa dari Daun Paitan menggunakan metode KLT, uji fitokimia dan KCKT. KLT

analitik dilakukan dengan pencarian eluen terbaik dari berbagai eluen, dari mulai eluen

tunggal sampai eluen campuran, dari polar-semi polar-non polar.

Uji fitokimia ini dilakukan untuk mencari senyawa golongan alkaloid, flavonoid,

triterpenoid, steroid, dan tanin. Kromatografi Kinerja Tingkat Tinggi (KCKT) dengan

prinsip kromatografi adsorpsi banyak digunakan pada industri farmasi dan pestisida. Zat-

zat dengan kepolaran berbeda, yaitu antara sedikit polar sampai polar dapat dipisahkan

dengan KCKT berdasarkan partisi cair-cair. Luas puncak kromatografi pada kurva elusi

dipengaruhi oleh tiga proses perpindahan massa yaitu difusi Eddy, difusi longitudinal dan

transfer massa tidak setimbang, sedangkan parameter-parameter yang menentukan proses

berlangsungnya proses-prosess tersebut adalah : laju aliran, ukuran partikel, laju difusi

dan ketebalan stasioner.

2. METODE PENELITIAN

a) Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, gunting, pipet tetes,

mikroskop, pipet ukur, botol kaca, blender, tabung/toples plastik, sendok plastik, mortar

marmer, mortar besi, lampu, petridish, spray halus, mikroskop, lampu, vaccum, pipet

volum, botol plastik, bola hisap, erlenmeyer, corong glass, seperangkat alat KLT tabung

reaksi, beaker glass, corong pisah, rotary evaporator, sentrifuge, timbangan analitik

(Mettler AE 25), seperangkat alat HPLC merk konik 500B.

b) Bahan Penelitian

Bahan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Paitan (Thitonia

diversifolia) yang diambil dari perkebunan BALITTAS Karang Ploso, Malang.

Page 3: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

134

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah aquades (air), silika gel GF254, pelet KBR,

etil asetat (p.a), kloroform (p.a), toluena (p.a), heksana (p.a), etanol (p.a), reagen

dragendroff, reagen meyer, HCl pekat ( dan 2%), methanol 50%, Mg, kloroform, asam

asetat anhidrat, H2SO4 pekat dan kertas whatman no.51.

c) Pelaksanaan Penelitian

1. Preparasi Sampel Daun Paitan

Daun paitan diambil dari perkebunan Balittas Malang, dan ditimbang sebanyak 1 Kg.

Daun Paitan yang sudah ditimbang tadi, dimasukkan ke dalam cawan dan dihaluskan

dengan cara digerus sampai halus.

2. Ekstraksi Maserasi

Daun paitan sebanyak 1 kg yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam toples plastik

yang berdiameter sekitar 8,5 cm2 dan ditambahkan pelarut air sebanyak 1 liter, kemudian

dilakukan perendaman (maserasi) selama 48 jam sambil dikocok sesekali dan ditutup

rapat (Tukimin,2002). Ekstrak air yang didapat, dipakai untuk perlakuan uji hama dan

diuapkan dengan menggunakan rotari evaporator hingga didapatkan ekstrak pekat. Hasil

dari eksrak pekat tersebut diuji fitokimia.

3. Uji Toksisitas Terhadap Hama Tungau Eriophyidae

Perlakuan insektisida nabati ini, dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan

Acak Kelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Sebelum dilakukan perlakuan,

dipersiapkan terlebih dahulu petridish sejumlah tiga kali perlakuan, dihitung populasi

hama di dalam Daun Jarak yang setelah itu di masukkan ke dalam petridish, kemudian

dilakukan penyemprotan ke petridish - petridish yang berisi hama tungau.

Perlakuan yang dicoba menggunakan variasi perbandingan 1 air:2 larutan insektisida dan

kontrol (disemprot air tanpa insektisida). Pelaksanaan penyemprotan dilakukan pada daun

jarak pagar yang terserang hama Tungau Eriophyidae. Tungau tersebut disemprot dengan

alat sprayer untuk memperoleh sebaran titik pestisida yang merata. Parameter

pengamatan meliputi mortalitas tungau, waktu pengamatan dilakukan setiap hari (tiap 24

jam). Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan, 1

perlakuan insektisida dan 1 kontrol (di semprot air).

4. Uji Kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

4.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analitik

Pemisahan isolat dengan menggunakan Plat Silika Gel GF254 dengan ukuran 1x10cm2,

dengan cara ekstrak pekat ditotolkan (10-15 totolan) pada jarak 1 cm2 ditepi bawah plat

KLT analitik menggunakan pipa kapiler, kemudian dianginkan dan dielusi sampai jarak 8

cm2 dalam chamber yang berdiameter 6 cm2, serta dilakukan pengembangan dengan

pelarut tunggal dan campuran, yaitu;

a. Eluen Tunggal

Eluen tunggal menggunakan etonal, etil asetat, dan heksana.

b. Eluen Campuran

Pelarut campuran eluennya adalah campuran dari; toluena-kloroform = 1:1 (Obafemi,

et.al, 2006), heksana-etil asetat = 4:1 (Sulistijowati dan Gunawan, 2001), butanol:etil

asetat:air (6:2:1), etil asetat:metanol:air (100:13,5:10), kloroform:metanol (3:1),

toluena:etil asetat (3:1), butanol:asam asetat:air (4:1:5), etil asetat:toluena (3:7),

benzen:etil asetat (40:60), etanol:kloroform (9:2), heksana:etil asetat (8:2), metanol:etil

asetat (4:1), etil asetat:metanol (7:3), heksana:etil asetat (8:2), etil asetat:metanol (9:1),

kloroform:heksana (6:5),

Plat hasil elusi dikeringkan, dan diamati dengan lampu UV pada panjang gelombang 254

dan 366 nm, selanjutnya plat diuapkan dalam amoniak. Hasil ini kemudian dianalisa

dengan cara melihat jumlah spot dan pemisahan spot yang dihasilkan.

Page 4: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

135

5. Uji Fitokimia

5.1 Alkaloid

Ekstrak pekat hasil dari penentuan pelarut dan konsentrasi terbaik sebesar 0,5 g

ditambahkan 0,5 mL HCl 2 %. Larutan dibagi dalam 2 tabung. Tabung 1 ditambahkan 2-

3 tetes reagen Dragendorff, tabung 2 ditambahkan 2-3 tetes reagen Mayer, jika tabung 1

terbentuk endapan jingga dan pada tabung 2 terbentuk endapan putih menunjukkan

adanya alkaloid.

5.2 Flavonoid

Ekstrak pekat Daun Paitan 0,5 g ditambahkan 1-2 mL HCl 37 % dan sedikit serbuk Mg.

Dikocok, apabila timbul warna merah muda, maka ekstrak positif mengandung flavonoid.

5.3 Steroid dan Triterpenoid

Ekstrak pekat Daun Paitan dimasukkan dalam tabung reaksi, dilarutkan dalam 0,5 mL

kloroform lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat.Campuran ini selanjutnya

ditambah dengan 1-2 tetes mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung tersebut. Jika hasil

yang diperoleh berupa cincin kecoklatan/violet pada perbatasan dua pelarut menunjukkan

adanya triterpenoid, sedangkan jika terbentuk warna hijau kebiruan menunjukan adanaya

steroid.

5.4 Tanin

3.5.4.1 Uji dengan FeCl3

Ekstrak tanaman anting-anting ditambahkan dengan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%. Jika

larutan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua, maka bahan tersebut

mengandung tanin.

3.5.4.2 Uji dengan Larutan Gelatin

Ekstrak tanaman anting-anting dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah dengan larutan

gelatin. Jika terbentuk endapan putih, menunjukkan adanya tanin.

3.5.4.3 Uji Tanin Katekol dan Tanin Galat

Ekstrak tanaman anting-anting ditambahkan dengan larutan formaldehid 3%: asam

klorida pekat (2:1) dan dipanaskan dalam air panas dengan suhu 90º C. Jika terbentuk

endapan merah, menunjukkan adanya tanin katekol. Filtrat dijenuhkan dengan Na-asetat

dan ditambahan larutan FeCl3 1%. Jika terbentuk warna biru tinta/hitam, menunjukkan

adanya tanin galat.

3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC)

Ekstrak pekat sampel Daun Paitan diidentifikasi menggunakan kromatografi cair kinerja

tinggi (HPLC). Sampel disuntikan dengan memakai suntikan mikro melalui septum

elastomer yang menyegel sendiri (mengendap sendiri). Identifikasi dengan HPLC ini,

memakai merk dari KONIK B 500, detektor UV-VIS 280 nm dengan memakai sistem

gradien yaitu pada 3 menit awal memakai fase gerak metanol:air (10:90) dan pada sampai

ke menit 20 memakai fase gerak metanol:air (90:10), dengan kolom Rp 18, flow 1

ml/menit.

3.ANALISIS DATA

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan cara mendiskripsikan data-

data yang diperoleh dalam bentuk tabel dan hasil kromatografi cair kinerja tinggi untuk

mengetahui kandungan daun paitan. Analisis ini berdasarkan atas uji fitokimia, uji

toksisitas, dan untuk analisa data dari uji LC50 menggunakan analisis probit pada

program MINITAB 14 dengan tingkat kepercayaan 95% dan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi dilakukan dengan memperhatikan pola dan puncak serapan spektrum dari sampel.

Page 5: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

136

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Preparasi Sampel Daun Paitan

Tanaman Paitan yang diambil dijadikan sampel pada penelitian ini adalah ditepi sungai

milik Balai Penelitian di daerah Karang Ploso. Tanaman Paitan sangat bermanfaat dalam

bidang pertanian, yaitu dijadikan sebagai insektisida botani. Sampel dari tanaman Paitan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari Daun Paitan (Thitonia diversifolia) yang

diambil dari kebun Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karang

Ploso, Malang. Sampel Daun Paitan ini, bisa dimanfaatkan sebagai bahan aktif insektisida

botani dalam penanggulangan hama penyakit tanaman. Daun Paitan di petik dari mulai

nomor 3 sampai 7 dari ujung tangkai atau batang, karena diperkirakan bahwa pada nomor

tersebut kandungan pada daun sudah banyak dan mencukupi untuk dipakai sebagai bahan

insektisida. Daun yang sudah di dapat, ditimbang sebesar 1 Kg kemudian dicincang atau

dipotong kecil-kecil, setelah itu dimasukkan ke dalam mortal besi untuk digerus dan

ditumbuk-tumbuk. Perlakuan ini bertujuan untuk memperluas permukaan sehingga

memudahkan dalam ekstraksi maserasi nanti. Sampel yang diperoleh berwarna hijau dan

lembek-basah.

b. Ekstraksi Maserasi Daun Paitan

Maserasi Daun Paitan menggunakan pelarut air memungkinkan untuk menarik dan

mendorong kandungan sel yang ada pada Daun Paitan untuk dapat larut dalam air.

Sampel Daun Paitan yang sudah ditumbuk dimasukkan ke dalam wadah tabung plastik

untuk dilakukan ekstraksi maserasi. Perbandingan untuk melakukan maserasi ini sebesar

1:2, yaitu 500 gram untuk sampel Daun Paitan dan 1 Liter untuk pelarut air. Ekstraksi

maserasi ini adalah pengambilan senyawa zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai yaitu air, dalam penelitian ini menggunakan

perendaman selama 48 jam pada temperatur kamar yang terlindung dari cahaya. Pelarut

air akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut air dengan konsentrasi

rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan

pengadukan dan pengocokan sesekali.

Ekstraksi maserasi dilakukan selama 48 jam dengan pengocokan sesekali dengan

tujuan untuk mempercepat kontak antara sampel dengan pelarut. Menggunakan metode

ekstraksi maserasi ini dikarenakan mengacu pada waktu melakukan percobaan

laboratorium yang pernah dilakukan oleh pihak BALITTAS dan uji langsung pemakaian

ke Petani. Hasil ekstrak maserasi selama 48 jam, endapan yang diperoleh dipisahkan

dengan kain kasa putih dan menghasilkan ekstrak kasar sebesar 1162 mL serta

menghasilkan warna hijau tua. Warna hijau tua pada ekstrak Daun Paitan tersebut

disebabkan oleh banyaknya klorofil.

c.Uji Toksisitas Ekstrak Air Daun Paitan Terhadap Haman Tungau Eriophyidae

Uji toksisitas ini dilakukan dengan dua perlakuan yaitu perbandingan 1:2 (Daun

Paitan:air) ekstrak air Daun Paitan yang direndam selama 48 jam dan satu kontrol air.

Pada perbandingan perlakuan kontrol hari pertama didapat nilai mortalitas rata-rata

sebesar 2,4%, hari ke dua didapat 9,4%, dan pada hari ke tiga didapat nilai mortalitas

sebesar 21,7%, ini menunjukkan bahwa hama tungau Eriophyidae tidak bisa hidup lama

di cawan petridish.

Berdasarkan kurva mortalitas Hama Tungau Eriophyidae diperoleh nilai LC50 sebesar

3,1784 ppm, 3,9163 ppm dan 2,2922 ppm yang dapat dilihat dari nilai median pada

masing-masing kurva di atas. Hasil LC50 ketiga perlakuan tersebut menunjukkan bahwa

tingkat toksisitas senyawa dalam perlakuan selama 24, 48 dan 72 jam. Ketoksikan selama

72 jam lebih toksik daripada perlakuan selama 24 dan 48 jam. Kandungan senyawa yang

Page 6: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

137

berpotensi dalam ketiga ektrak perlakuan tanaman ini dapat diketahui berdasarkan hasil

uji fitokimia.

d. Pemisahan Pelarut dengan Evaporator

Sampel hasil ekstraksi maserasi yang diperoleh dipisahkan pelarutnya dengan

menggunakan vacum rotary evaporator dengan suhu 60-80 °C. Digunakan suhu 60-80 oC

mempunyai tujuan mempercepat dan mempermudah dalam pemisahan pelarutnya, yaitu

pelarut air. Vacum dalam rotary evaporator berfungsi untuk mempermudah proses

penguapan pelarut dengan memperkecil tekanan dalam vacum dari pada di luar ruangan,

sehingga temperatur di bawah titik didih pelarut dapat menguap. Filtrat yang diperoleh

berwarna hitam pekat. Warna hitam pekat terbentuk karena pelarut yang digunakan tidak

hanya mengekstrak satu senyawa saja, melainkan juga mengekstrak senyawa-senyawa

lainnya yang ada dalam tumbuhan tersebut yang memilki sifat polar, karena pelarutnya

adalah air yang bersifat polar.

e. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Sampel ekstrak air Daun Paitan yang didapat dari hasil rotary evaporator di ambil dan

dipisahkan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Plat yang digunakan

sebelumnya di panaskan dulu dalam oven pada suhu 30-40˚C selama 10-15 menit. Tujuan

perlakuan ini adalah untuk menghilangkan kadar air yang ada pada plat tersebut. Sampel

di ambil kira-kira sebanyak 0,01-10 µg, dan ditotolkan pada plat silika gel GF254. Plat

KLT ini dilengkapi dengan indikator fluorosensi pada sinar UV yang bergelombang

pendek. Pengamatan plat di bawah lampu UV yang dipasang panjang gelombang emisi

254 nm atau 366 nm untuk menampakkan komponen senyawanya sebagai bercak yang

gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam.

Sampel yang ditotolkan beberapa kali (10-15 kali pada tempat yang sama), dimasukkan

dalam bejana yang sudah diberi eluen. Eluen yang menggunakan campuran, sebelumnya

dijenuhkan dulu dalam bejana. Perlakuan ini bertujuan untuk mempercepat reaksi yang

nantinya dapat bercampur sempurna. Plat yang sudah ditotol dengan sampel dan

dimasukkan dalam bejana, dilihat dan diawasi prosesnya. Plat bisa diangkat atau diambil

dari bejana jika eluennya sudah naik sampai batas garis. Plat didiamkan sebentar dan

diangin-anginkan biar cepat kering, setelah itu baru dideteksi dengan menggunakan

lampu UV dan memakai reagen yang sesuai dengan eluennya atau senyawa yang dicari.

Beberapa hasil kromatogarfi lapis tipis menunjukan bahwa sampel yang ditotolkan pada

plat tidak menunjukkan pemisahan yang sempurna. Sampel ekstrak air yang ditotolkan

dan diberi beberapa eluen, mulai eluen tunggal sampai eluen campuran tetap tidak

menunjukkan hasil pemisahan. Penyebab yang memungkinkan tidak nampaknya noda

pemisahan pada plat hasil kromatografi lapis tipis ini adalah, sampel yang digunakan

dalam kromatografi lapis tipis ini, merupakan ekstrak kasar yang tidak dipisah-pisahkan

lagi dan menggunakan pelarut air.

f. Uji Fitokimia

1. Alkaloid

Uji kualitatif alkaloid dilakukan dengan menggunakan reagen dragendorff dan mayer.

Reagen dragendorff akan menghasilkan endapan berwarna jingga, sedangkan reagen

mayer akan menghasilkan endapan berwarna putih kekuning-kuningan.

2. Uji Flavonoid

Uji flavonoid dilakukan dengan penambahan magnesium dan asam klorida pekat. Reaksi

antara magnesium dengan asam klorida pekat menghasilkan warna merah muda,

membentuk senyawa kompleks.

Page 7: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

138

3. Steroid dan Triterpenoid

Ekstrak pekat Daun Paitan dimasukkan dalam tabung reaksi, dilarutkan dalam 0,5 mL

kloroform lalu ditambah dengan 0,5 mL asam asetat anhidrat. Campuran ini selanjutnya

ditambah dengan 1-2 tetes mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung tersebut. Hasil untuk

triterpenoid adalah negatif, karena yang diperoleh tidak adanya cincin yang berwarna

kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut, karena triterpenoid tersusun dari

rantai panjang hidrokarbon C30 yang menyebabkan sifatnya non-polar sehingga sulit

terekstrak dalam pelarut air (polar). Steroid tersusun dari isopren-isopren dari rantai

panjang hidrokarbon yang menyebabkan sifatnya non-polar, dan ini menyebabkan sulinya

terekstrak dalam pelarut polar (air). Uji steroid in juga menunjukkan hasil negatif karena

tidak terbentuk warna hijau kebiruan.

4. Tanin

Sebagaimana senyawa fenol lainnya, tanin menghasilkan warna hijau kebiruan dengan

besi (III) klorida. Terjadinya pembentukan warna ini disebabkan karena terbentuknya

senyawa kompleks antara logam Fe dan tanin. Senyawa kompleks terbentuk karena

adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom logam dengan atom non-logam.

Pengujian tanin tidak hanya dengan FeCl3 1% tetapi juga dengan menambahkan larutan

gelatin yaitu akan terbentuk endapan putih. Jika tidak terbentuk endapan putih pada

pengujian dengan gelatin maka hanya mengandung senyawa polifenol, tetapi bukan

senyawaan tanin.

Gelatin mengandung protein sehingga terbentuk senyawa tanin-protein, dikarenakan

adanya ikatan hidrogen antara tanin dan protein pada gelatin sehingga dapat terbentuk

endapan putih (Lemmens dan Soetjipto, 1991). Ikatan hidrogen terjadi apabila atom H

terikat oleh dua atom lain atau lebih (pada umumnya hanya dua atom) yang memiliki

keelektronegatifan tinggi seperti atom N, O dan F. Atom hidrogen dari gugus hidroksil

pada tanin membentuk ikatan hidrogen dengan atom O dan atom N pada struktur gelatin.

Tabel 1. Hasil pengamatan uji fitokimia

No. Ekstrak Uji Fitokimia Hasil

1 Ekstrak Air Daun Paitan Alkaloid ++

2 Ekstrak Air Daun Paitan Flavonoid +++

3 Ekstrak Air Daun Paitan Steroid/Triterpenoid -

4 Ekstrak Air Daun Paitan Tanin +

Hasil identifikasi senyawa aktif berdasarkan uji fitokimia pada ekstrak air Daun Paitan

ditunjukkan adanya senyawa flavonoid, alkaloid dan tanin. Flavonoid termasuk dalam

golongan senyawa fenol yang memiliki banyak gugus –OH dengan adanya perbedaan

keelektronegatifan yang tinggi, sehingga sifatnya polar. Golongan senyawa ini mudah

terekstrak dalam pelarut air yang memiliki sifat polar karena adanya gugus hidroksil,

sehingga dapat terbentuk ikatan hidrogen.

g. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi HPLC ini menggunakan merk KONIK B 500, detektor UV-VIS 280 nm,

dan menggunakan sistem gradien dengan eluen campuran A=methanol : air (10:90), B=

methanol : air (90:10). Kolom pada Kromatografi HPLC menggunakan kolom RP 18

dengan kecepatan alir (flow) 1ml/menit dan volume injeksi 20µl.

Penelitian ini menggunakan panjang gelombang 280 nm, karena panjang gelombang ini

merupakan panjang gelombang yang mendekati panjang gelombang maksimum dan

Page 8: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

139

memberikan kondisi analisis yang baik (bebas dari gangguan pelarut), tetapi intensitas

serapan menjadi lebih lemah yang mengakibatkan berkurangnya kepekaan.

Kondisi analisis pada penelitian ini menggunakan variasi komposisi eluen (gradien). Pada

kondisi awal digunakan eluen metanol:air (10:90) yaitu pada menit pertama sampai menit

ke tiga, dan pada waktu menggunakan eluen metanol:air (90:10) pada menit ke tiga

sampai menit ke 20.

Hasil spektra dari Kromatografi HPLC menunjukkan terdapat 11 puncak atau senyawa

yang dapat dipisahkan. Hasil puncak kromatografi HPLC ini, tidak semuanya merupakan

suatu senyawa yang dapat dipisahkan, karena dimungkinkan juga itu hasil dari pengotor-

pengotor yang dibawa oleh sampel. Hasil gambar di atas dapat diduga bahwa yang

menunjukkan pemisahan yang sempurna itu ada 4 puncak, yaitu pada waktu tambat 9.55

menit (no.2), 10.86 menit (no.3), 12.16 menit (no.4), dan pada waktu tambat 17.36 menit

(no.11). Eluen yang dipakai pada menit pertama sampai menit ke tiga memakai eluen

metanol:air (10:90) menunjukkan tidak menghasilkan puncak, karena mungkin ini diduga

disebabkan oleh sifat dari eluen itu sendiri yang cenderung sangat polar. Menit

selanjutnya, yaitu pada menit ke tiga sampai menit ke 20 menunjukkan hasil bahwa

sampel ekstrak air Daun paitan tersebut dapat dipisahkan, ini dapat diketahui dari

munculnya beberapa puncak pada spektra hasil HPLC di atas.

Pemisahan ekstrak air Daun Paitan ini menggunakan sistem gradien, dengan memakai

kolom RP 18 yang memiliki sifat nonpolar, karena ekstrak air Daun Paitan yang

mempunyai sifat polar, maka digunakanlah eluen yang bersifat polar yaitu, metanol:air

(90:10) dengan harapan komponen-komponen akan terpisah baik dan mempunyai nilai

yang kuat pada hasil kromatogram. Berdasarkan hasil kromatogram pada gambar 4.9,

diduga bahwa puncak nomor 2,3,4, dan 11 adalah senyawa-senyawa yang bersifat polar,

dan hal ini diuji fitokimia yang menunjukkan positif mengandung flavonoid, alkaloid, dan

tanin. Ke tiga senyawa itu merupakan sifat polar.

5. KESIMPULAN

Uji fitokima dari ekstrak air Daun Paitan adalah positif mengandung flavonoid, alkaloid,

tanin dan negatif mengandung steroid, triterpenoid. Sedangkan hasil kromatografi HPLC

menunjukkan 11 puncak, tetapi yang diperkirakan pemisahan senyawa yang baik

ditunjukkan 4 puncak, yaitu pada waktu tambat 9.55 menit, 10.86 menit, 12.16 menit, dan

pada waktu tambat 17.36 menit, yang diperkirakan 4 senyawa itu adalah senyawa

golongan flavonoid, alkaloid, dan tanin.

Untuk uji toksisitas dari ekstrak air Daun Paitan (Thitonia diversifolia) terhadap Hama

Tungau Eriophyidae adalah, pada perlakuan selama 48 jam < 24 jam < 72 jam, yaitu

dengan nilai LC50 3, 9163 ppm, 3,1784 ppm, 2,2922 ppm.

6. DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. Tithonia diversifolia (hemsl) A. Grey. http://www.iptek.net. 3-149[1],

Diakses tanggal 25 Maret 2008.

Ari. 2010. Penelitian Laboratorium (Praktikum). Tidak diterbitkan. Malang: Universitas

Muhammadiyah.

Arsyad. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Asbani, N. 2007. Infotek Jarak Pagar.

http://www.perkebunan.litbang.deptan.go.idarchivesinfotek_JP.Vol 1 np.5.2006.pdf.

Diakses tanggal 30 November 2007.

Benson, L. 1963. Plant Clacification. Boston: D. C. Heath and company.

Page 9: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

140

Clark, J. 2007. High Performance Kromatografi Cair-HPLC.

http://www.chemguide.co.uk/analysis/chromatography/hplc.html. Diakses tanggal 09 Mei

2010.

Daintith, J. 1994. Kamus lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga.

Darwis, D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan Alam

Hayati, Workshop Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Kimia Organik

Bahan Alam Hayati. Padang: FMIPA Universitas Andalas Padang.

Day, J.R.R.A. dan Underwood, A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif, edisi ke enam.

Jakarta: Erlangga.

Djojosumanto. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius: Yogyakarta.

Dzulkarnain, B. 1996. Tanaman Obat Bersifat Antibakteri di Indonesia. Jakarta: Cermin

Dunia Kedokteran.

Ghulsyani, M. 1989. Filsafat-Sains Menurut Al Qur‟an. Bandung: Mizan Media Utama.

Ghulsyani, M. 2003. Filsafat-Sains Menurut Al Qur‟an. Bandung: Mizan Media Utama.

Gojali, N. 2004. Manusia, Pendidikan & Sains-dalam Perspektif Tafsir Hermeneutik.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hadi. 1996. Pengaruh Ekstrak Bunga dan Daun Paitan (Tithonia diversifolia Grey)

Terhadap Sifat Anti Makan dan Indeks Nutrisi Larva Instar Heliothis armigera Hubner

(Lepidoptera: Noctuidae). http://digilib.bi.itb.ac.id/go.php?id=jbtitbbi-gdl-s2-1996-

mochamadha-704. Di akses tanggal 21 November 2007.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern menganalisis

Tumbuhan, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB.

Hoesien, M. 1995. Prospek Insektisida Nabati Untuk Penanggulangan Resistensi Hama,

“Risalah Seminar Regional Resistensi Serangga Terhadap Insektisida dan Upaya

Penanggulanganya”. Malang: Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Malang. hlm.

97-103.

Hukmah, S. 2008. Aktivitas Antioksidan Katekin dari Teh Hijau (Camellia

Sinensis O.K. Var. Assamica (mast)) Hasil Ekstraksi Dengan Variasi

Pelarut dan Suhu. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Maliki Malang.

Jamal, Y. dan Agusta, A. 1995. Komponen Kimia Dan Uji Daya Antibakteri Ekstrak

Daun Kirinyu (Tithonia diversifolia). Bogor : Laboratorium Treub, Puslitbang Biologi-

LIPI, http://www.warintek.ristk. Diakses tanggal 21 November 2006.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-

Press).

Lenny, S. 2006. Skripsi; Isolat dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding

Merah dengan Metode Uji Brine Shrimp. Sumatera: USU.

Mahran, J. dan Mubasyir, A.A.H. 2006. Al Qur‟an Bertutur Tentang Makanan & Obat-

Obatan. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Mahdi, G. 2003. Filsafat Sains Menurut Al qur‟an. Bandung : Mizan Media Utama.

Markom, M. 2009. Penyaringan Bahan Fitokimia Pada Tanaman Ekor Kucing (Cabomba

furcata) Sebagai Sumber Allelopatik. Bandung: Disampaikan dalam Seminar Nasional

Teknik Kimia Indonesia (SNTKI).

Morallo, B. dan Rejesus. 1984. Botanical Insecticides Againts the Diamondbak Moth.

Department of Entomology, College of Agriculture, University of the Philippines at Los

Banos, College, Laguna, Philippines.

Moronkola, D.C. Ogunwande, I.A. Walker, T.M. Setzer, W.N dan Oyewole, I.O. 2006.

Identification of The Main Volatile Compounds in The Leaf and Flower of Tithonia

diversifolia (Hemsl) Grey. Journal of Natural Medicines. Japan: The Japanese Society of

Pharmacognosy and Springer-Verlag.

Page 10: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

141

Muhajirin. 2008. Konsep Keimanan dalam Fenomena Tumbuhan.

http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com/dalwa.bangil/cgi-

bin/dalwa.cgi/al_bashiroh/tafsir/06-jan07-tafsir_iman_tumbuhan.single

Di akses tanggal 15 Desember 2008.

Murson, J.W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Erlangga.

Naim, M. 2001. Kompendium Himpunan Ayat-Ayat Al Qur‟an yang berkaitan dengan

Botani & Zoologi. Jakarta: CV. Hasanah.

Obafemi, C.A. Sulaimon, T.O. Akinpelu, D.A. dan Olugbade, T.A. 2006. Antimicrobial

Activity of Extracts And a Germacranolide-type Sesquiterpene Lactone From Thitonia

diversifolia Leaf Extract. African Journal of Biotechnology vol. 5 (12), pp. 1254-1258.

Oka, I.N. 1994. Penggunaan, Permasalahan Serta Prospek Pestisida Nabati Dalam

Pengendalian Hama Terpadu, “Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka

Pemanfaatan Pestisida Nabati”. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm.

1-9.

Pasya, A.F. 2004. Dimensi Sains al Qur‟an. Jakarta: Tiga Serangkai.

Painter, R.H. 1951. Insect Resistence in Crop Plants. New York: The Mac Milan

Company, 520pp.

Poedjiadi, A. dan Supriyanti, F.M.T. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Prakash, A. dan Jagadiswari. 1997. Botanical Pesticidies In Agriculture. India: Lewis

Publishers. hlm. 226-227.

Prarifitriya, R. 2006. Uji Kerja Bersama (Joint Action) Ekstrak Daun Johar (Cossiana

siamea) dan Paitan (Tithonia diversifolia) Serta Potensi Daya Racunya Dibandingkan

Dengan Insektisida Piretroid Terhadap Ulat Kubis (Plutella xylostella). Skripsi Tidak

Diterbitkan. Malang: Jurusan Hama Dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya.

Puspita, D.C. 2007. Makalah Kromatografi, HPLC, GC, Elektroforesis. Yogyakarta:

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

Rejessus, dan Morello, B. 1983. Botanical Insecticidies Against The Diamondback Moth.

Los Banos: Department of Entomology, College of Agricultur, University of The

Philippines.

http://www.avrdc.org/pdf/86dbm/86DBM23. Diakses tanggal 03 Februari 2007.

Samsudin, H. 2008. Resistensi Tanaman Terhadap Serangga Hama. Artikel Departemen

Pertanian, tanggal 11 November 2008.

Sa‟id, E.G. 1994. Dampak Negatif Pestisida, sebuah catatan bagi kita semua. Agrotek,

Vol. 2(1). Hal, 71-72. IPB: Bogor.

Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis Bahan Alam. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

Schimmel, A. 2005. Mengurai Ayat-Ayat Allah. Depok: Inisiasi Press.

Shihab, M.Q. 2002. Tafsir Al Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.

Silverstien, R.M. 1991. Spectrometric of Organic Compounds, edisi ke-5. Jhon willey &

Sons

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: ITB.

Sudjadi, Drs. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM-Press.

Sulistijowati, A dan Gunawan, D. 2001. Efek Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia

diversifolia A. Gray) terhadap Candida albicans serta Profil Kromatografinya.

Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. hlm. 32-36.

Sumarno. 1992. Pemuliaan Untuk Ketahanan Terhadap Hama. Proseding symposium

Pemuliaan Tanaman I. Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah

Jawa Timur.

Soebagio, Drs. 2003. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang-Press.

Taketa, A.T.C. Eberhard, B. and Eloir P.S. 2004. Triterpenes and triterpenoidal

glycosides from the fruits of Ilex paraguariensis (Maté).

http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext. Journal of the Brazilian Chemical

Page 11: 1676-4379-1-PB

ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2010, hal 104-157

142

Society Print version ISSN 0103-5053 J. Braz. Chem. Soc. vol.15 no.2 São Paulo

Mar./Apr. 2004. diakses tanggal 16 Januaro 2010.

Tarumingkeng, R.C. 2001. Pestisida dan Penggunaanya. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

http:/www./tumoutou.net/TOX/PESTISIDA.htm. Diakses tanggal 03 Februari 2007.

Teetes, G.L. 1996. Plant Resistence to Insects. A Fundamental Component of IPM.

http://ipmworl.umn.edu/chapters/teetes.htm. Diakses Januari 2008.

Ton, S.W. 1991. Environmental Considerations With Use of Pesticides in agriculture.

Paper pada Lustrum Ke-VIII Fakultas pertanian USU, Medan.

Uehara, K. 1996. The Present State of Plant Protection in Japan-Safety Countermeasures

for Agriculture Chemicals, Japan Pesticide Information, NO. 61. Japan Plant Protection

Association, Tokyo: Japan, pp 3-6.

Untari, S. 2004. Penyamakan Kulit Kelinci dengan Teknologi Tepat guna sebagai Bahan

Kerajinan Kulit dan Sepatu dalam Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci. Yogyakarta:

Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik, Jl. Sokonandi No. 9.