Upload
achmad-muthoillah
View
35
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang 1,2,3
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma yang
mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada
kasus luka bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang
lama, perlu operasi berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan
kecacatan yang menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh
tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah
thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi
medik, psikiatri, dan psikologi.
Prognosis dan penangangan luka bakar terutama tergantung pada dalam
dan luasnya permukaan luka bakar dan penanganan sejak fase awal sampai
penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan
kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN HISTOLOGI KULIT
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari
tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar
2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang
berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis
atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat 2.
2.1.1 EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan
Merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh
ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Fungsi Epidermis : Proteksi
barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi
sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans). Epidermis
terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum Korneum : Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan
berganti.
2. Stratum Lusidum : Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
2
3. Stratum Granulosum : Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum : Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting
untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum
basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum) : Terdapat aktifitas mitosis yang
hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara
konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu
lapis sel yang mengandung melanosit 2.
2.1.2 DERMIS
Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
• Lapisan papiler; tipis : mengandung jaringan ikat jarang.
• Lapisan retikuler; tebal : terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang. Hal ini menyebabkan kulit terjadi kehilangan
kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai
3
banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat
epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas
kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi
Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi .
2.1.3 SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber 2.
2.2 LUKA BAKAR
2.2.1 DEFINISI
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak
langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll)
atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat) 1.
2.2.2 ETIOLOGI 3
Luka bakar berdasarkan penyebab dibedakan atas:
Luka bakar karena api
Luka bakar karena air panas
Luka bakar karena listrik dan petir
Luka bakar karena bahan kimia ( yang bersifat asam atau basa kuat )
Luka bakar karena radiasi
Cedera akibat suhu sangat rendah ( frost bite )
4
Kerusakan jaringan disebabkan oleh api lebih berat dibandingkan dengan
air panas; kerusakan jaringan akibat bahan yang bersifat koloid (misalnya bubur
panas) lebih berat dibandingkan air panas. Luka bakar akibat ledakan juga
menyebabkan kerusakan organ dalam akibat daya ledak (eksplosif). Pada luka
bakar yang disebabkan oleh bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan
yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang
menyebabkan gangguan proses penyembuhan.
2.2.3. PATOFISIOLOGI 6
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang
banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurrang.
Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna
gelap akibat jelaga.
Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual
5
dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali
cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis 3
A. ZONA KERUSAKAN JARINGAN
1. Zona Koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh
panas.
2. Zona Statis
Daerah yang berada langsung di luar zona koagulasi, terjadi kerusakan endotel
pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi
gangguan perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler
dan respons inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca
cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona Hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak
melibatkan reaksi seluler.
B. FASE LUKA BAKAR6
Dalam perjalanan penyakit dibedakan 3 fase pada luka bakar, yaitu :
1. Fase awal
Pada fase ini problem yang berkisar pada gangguan saluran nafas karena
adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini juga terjadi gangguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera termis yang bersifat
sistemik.
2. Fase setelah syok berakhir / diatasi / fase subakut
Fase ini berlangsung setelah syok berakhir / dapat di atasi. Luka terbuka akibat
kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) dapat menimbulkan masalah,
yaitu :
6
a. Proses inflamasi
Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda dengan luka sayat
elektif; proses inflamasi di sini terjadi lebih hebat disertai eksudasi dan
kebocoran protein. Pada saat ini terjadi reaksi inflamasi lokal yang kemudian
berkembang menjadi reaksi sistemik dengan dilepaskannya zat-zat yang
berhubungan dengan proses immunologik, yaitu kompleks lipoprotein (lipid
protein complex, burn-toxin) yang menginduksi respon inflamasi sistemik
(SIRS = Systemic Inflammation Response syndrome).
b. Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis
c. Proses penguapan cairan tubuh disertai panas / energi (evaporative heat loss)
yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbul penyulit dari luka bakar berupa parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan jaringan
atau organ-organ stuktural, misalnya bouttoniérre deformity.
2.2.4. KLASIFIKASI LUKA BAKAR 2,3
1. Luka bakar derajat satu
Ditandai dengan luka bakar superfisial dengan kerusakan pada lapisan
epidermis. Tampak eritema. Penyebab tersering adalah sengatan sinar matahari.
Pada proses penyembuhan terjadi lapisan luar epidermis yang mati akan
terkelupas dan terjadi regenerasi lapisan epitel yang sempurna dari epidermis yang
utuh dibawahnya. Tidak terdapat bula, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Dapat sembuh spontan selama 5-10 hari.
2. Luka bakar derajat dua
7
Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis
dibawahnya, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada luka
bakar derajat dua ini ditandai dengan nyeri, bercak-bercak berwarna merah muda
dan basah serta pembentukan blister atau lepuh.biasanya disebabkan oleh
tersambar petir, tersiram air panas. Dalam waktu 3-4 hari, permukaan luka bakar
mengering sehingga terbentuklah krusta tipis berwarna kuning kecoklatan seperti
kertas perkamen. Beberapa minggu kemudian, krusta itu akan mengelupas karena
timbul regenerasi epitel yang baru tetapi lebih tipis dari organ epitel kulit yang
tidak terbakar didalamnya. Oleh karena itu biasanya dapat terdapat penyembuhan
spontan pada luka bakar superfisial atau partial thickness burn.
Gambar. 1 bula pada telapak tangan karena memegang dandang panas, luka in i
digolongkan ke dalam luka bakar derajat dua, karena epidermis berada diatas
luka
Dibedakan menjadi 2 (dua):
a. Derajat II dangkal (superfisial)
• kerusakan mengenai sebagian superfisial dari dermis
• apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjer keringat, kelenjer sebasea
masih utuh
• penyembuhan terjasi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b. Derajat II dalam (deep)
8
• kerusakan mengenai hampir saluruh bagian dermis
• apendises kulit sperti folikel rambut, kelenjer keringat, kelenjer sebasea
sebagian masih utuh.
• \Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa.
Biasanya terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Gambar.2 ;luka bakar derajat dua dalam, pada anak yang tersiram kopi panas,
luka berwarna merah muda, lunak pada penekanan, dan tampak basah, sensasi
nyeri sulit ditentukan pada anak.
3. Luka bakar derajat tiga
Terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan kulit. Meskipun tidak seluruh
tebal kulit rusak, tetapi bila semua organ kulit sekunder rusak dan tidak ada
kemampuan lagi untuk melakukan regenerasi kulit secara spontan/ reepitelisasi,
maka luka bakar itu juga termasuk derajat tiga. Penyebabnya adalah api,
listrik,atau zat kimia. Mungkin akan tampak berwarna putih seperti mutiara dan
biasnya tidak melepuh, tampak kering dan biasanya relatif anestetik. Dalam
beberapa hari, luka bakar semacam itu akan membentuk eschar berwarna hitam,
keras, tegang dan tebal.
9
Gambar.3 ;luka bakar derajat tiga, pada anak yang memegang pengeriting
rambut luka kering tidak kemerahan dan berwarna putih
Selama periode pasca luka bakar dini sampai 5 hari, akan sulit untuk
membedakan luka bakar derajat dua atau tiga, tetapi pada minggu kedua sampai
minggu ketiga pasca luka bakar di mana tampak drainase dan eschar yang terpisah
dari luka bakar derajat tiga. Setelah eschar diangkat, sisa jaringan dibawahnya
(biasanya lapisan subkutan) akan membentuk jaringan granulasi, suatu massa
yang terdiri dari sel-sel fibroblas dan jaringan penyambung yang kaya pembuluh
darah kapiler. Permukaan jaringan granulasi yang berwarna merah tua itu
terbentuk setelah 21 hari, dan dalam waktu 1 sampai 2 minggu kemudian
sebaiknya dilakukan skin graft.
10
Tabel 2 Klasifikasi kedalaman luka bakar6
Klasifikasi Penyebab Penampakan luar Sensasi Waktu
penyembuhan
Jaringan parut
Luka bakar
dangkal
(superficial
burn)
Sinar UV,
paparan nyala
api
Kering dan merah;
memucat dengan
penekanan
Nyeri 3 – 6
hari
Tidak terjadi
jaringan parut
Luka bakar
sebagian
dangkal
(superficial
partial-
thickness
burn)
Cairan atau uap
panas (tumpahan
atau percikan),
paparan nyala
api
Gelembung berisi
cairan, berkeringat,
merah; memucat
dengan penekanan
Nyeri bila
terpapar
udara dan
panas
7-20 hari Umumnya tidak
terjadi jaringan
parut; potensial
untuk perubahan
pigmen
Luka bakar
sebagian
dalam (deep
partial-
thickness
burn)
Cairan atau uap
panas
(tumpahan), api,
minyak panas
Gelembung berisi
cairan (rapuh); basah
atau kering berminyak,
berwarna dari putih
sampai merah; tidak
memucat dengan
penekanan
Terasa
dengan
penekanan
saja
>21 hari Hipertrofi, berisiko
untuk kontraktur
(kekakuan akibat
jaringan parut yang
berlebih)
Luka bakar
seluruh
lapisan (full
thickness
burn)
Cairan atau uap
panas, api,
minyak, bahan
kimia, listrik
tegangan tinggi
Putih berminyak sampai
abu-abu dan kehitaman;
kering dan tidak elastis;
tidak memucat dengan
penekanan
Terasa
hanya
dengan
penekanan
yang kuat
Tidak dapat
sembuh (jika
luka bakar
mengenai >2%
dari TBSA)
Risiko sangat
tinggi untuk terjadi
kontraktur
11
2.2.5. PERHITUNGAN LUAS LUKA BAKAR 1,2,3
Walaupun hanya perkiraan saja , the rule of nine, tetap merupakan
petunjuk yang baik dalam menilai luasnya luka bakar: kepala, 7 persen, dan leher,
2 persen sehingga totalnya 9 persen. Setiap ekstrimitas atas, 9 persen : dan bagian
anterior,2 x 9 persen. Badan bagian posterior, 13 persen, dan bokong 5 persen,
sehingga total 18 persen: dan setiap ekstrimitas bawah, 2 x 9 : dan genitalia , 1
persen.
Beberapa cara penentuan derajat luka bakar:
• Palmar surface
Luas permukaan pada telapak tangan pasien (termasuk jari-jari) secara
kasar adalah 0,8% dari seluruh luas permukaan tubuh. Permukaan telapak
tangan dapat digunakan untuk mengukur luka bakar yang kecil. Untuk
luka bakar dengan ukuran sedang, pengukuran dengan cara ini tidak
akurat.
Gambar 4. Palmar surface
• Wallace Rule of Nines
Merupakan cara yang baik dan cepat untuk mengukur luas luka bakar pada
orang dewasa. Tubuh dibagi menjadi area sembilan persen, dan total
daerah yang terkena luka bakar dapat dihitung. Tetapi cara ini tidak akurat
pada anak-anak.pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas
relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan
12
kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak
kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk
anak.
Gambar 5. Perhitungan luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine oleh Wallace
• Lund and Bowder Chart
Tabel ini apabila digunakan dengan benar merupakan cara yang paling
akurat. Tabel ini mengkompensasi variasi bentuk tubuh dengan umur,
sehingga dapat memberikan perhitungan luas luka bakar yang akurat pada
anak-anak.
13
Gambar 6. Lund and Bowder Chart
2.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Terutama untuk luka bakar yang berat
• Lab darah
o Hitung jenis
o Kimia darah
o Analisa gas darah dengan carboxyhemoglobin
o Analisis urin
o Creatinin Phosphokinase dan myoglobin urin ( Luka bakar akibat
listrik)
14
o Pemeriksaan factor pembekuan darah ( BT, CT)
• Radiologi
o Foto thoraks : untuk mengetahui apakah ada kerusakan akibat luka
bakar inhalasi atau adanya trauma dan indikasi pemasangan
intubasi
o CT scan : mengetahui adanya trauma
• Tes lain : dengan fiberoptic bronchoscopy untuk pasien dengan luka bakar
inhalasi. 5
2.2.8. PENATALAKSANAAN 10
Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang
diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey
sekunder
Airway and Breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi
(pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk
menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas
kesehatan yang lengkap dengan cara intubasi endotrakeal, kemudian beri oksigen
melalui face mask atau endotrakeal tube.
Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada
kondisi pasien sadar. Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal
yang adekuat, memposisikan pasien dengan baik, dan pemberian oksigen dengan
baik. Pemberian opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik, tetapi
obat sedatif harus hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat
memperburuk kondisi jalan nafas. Teknik intubasi yang ideal adalah dengan
menggunakan fiberoptik fleksibel, meskipun teknik terbaik tergantung
kemampuan dan pengalaman anestesiolog yang ada. Apabila jalan nafas bagian
15
atas sudah sangat rusak atau intubasi trakheal tidak bisa dilakukan, perlu
dilakukan tindakan penanganan jalan nafas dengan pendekatan pembedahan
(krikotiroidotomi jarum, krikotiroidotomi pembedahan, atau trakheostomi).
Circulation
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan. Akses intravena yang
adekuat harus ada, baik secara akses vena perifer maupun akses vena sentral.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan
terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum
edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian
cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang
pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh Cairan infus yang diberikan adalah
cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline). Kristaloid dengan
dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan
luka bakar.
Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland
yaitu: [3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA] + cairan rumatan (maintenance per 24
jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10
kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula
parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama
dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan
yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 0,5-1cc/kgBB/jam.
Cara lain adalah cara Evans :
l. luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
2. luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24 jam
(no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk
mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis
16
hingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah
keluar)
3. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat
penguapan )
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter yaitu :
% x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan
RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari
pertama. Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 %
permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari
pertama dan 2000 cc pada hari kedua.9
Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri, adalah 25
kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.
Petunjuk perubahan cairan
• Pemantauan urin output tiap jam
• Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
• Kecukupan sirkulasi perifer
• Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
• Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa
Analgetik
17
Rasa sakit merupakan masalah yang signifikan untuk pasien yang
mengalami luka bakar untuk melalui masa pengobatan. Pada luka bakar yang
mengenai jaringan epidermis akan menghasilkan rasa sakit dan perasaan tidak
nyaman. Dengan tidak terdapatnya jaringan epidermis (jaringan pelindung kulit),
ujung saraf bebas akan lebih mudah tersensitasi oleh rangsangan. Pada luka bakar
derajat II yang dirasakan paling nyeri, sedangkan luka bakar derajat III atau IV
yang lebih dalam, sudah tidak dirasakan nyeri atau hanya sedikit sekali. Saat
timbul rasa nyeri terjadi peningkatan katekolamin yang mengakibatkan
peningkatan denyut nadi, tekanan darah dan respirasi, penurunan saturasi oksigen,
tangan menjadi berkeringat, flush pada wajah dan dilatasi pupil.
Pasien akan mengalami nyeri terutama saat ganti balut, prosedur operasi,
atau saat terapi rehabilitasi. Dalam kontrol rasa sakit digunakan terapi farmakologi
dan non farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan biasanya dari golongan
opioid dan NSAID. Preparat anestesi seperti ketamin, N2O (nitrous oxide)
digunakan pada prosedur yang dirasakan sangat sakit seperti saat ganti balut.
Dapat juga digunakan obat psikotropik sepeti anxiolitik, tranquilizer dan anti
depresan. Penggunaan benzodiazepin dbersama opioid dapat menyebabkan
ketergantungan dan mengurangi efek dari opioid. 8
Antimikroba
Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit
sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila
jumlah kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat
menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke
pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat menyebabkan
kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara topikal atau sistemik.
Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam.
Contoh antibiotik yang sering dipakai :
Salep : Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-iodine,
Bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B,
Nysatatin, mupirocin , Mebo.
18
Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran
dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa
sakit yang minimal.
Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka
ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi
luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau
jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien
tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar
pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit. Pilihan penutupan
luka sesuai dengan derajat luka bakar.
Luka bakar derajat I
Merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan
kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep
antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu
dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa
sakit dan pembengkakan
Luka bakar derajat II (superfisial )
Perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi
dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut
lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup
luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau
Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane,
transcyte, integra)
Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III
Perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and
grafting ) 6,8 Dengan metode ini eschar di angkat secara operatif dan
kemudian luka ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft ),
setelah terjadi penyembuhan, graft akan terkelupas dengan sendirinya.
19
E&G dilakukan 3-7 hari setelah terjadi luka, pada umumnya tiap harinya
dilakukan eksisi 20% dari luka bakar kemudian dilanjutkan pada hari
berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah yang sekaligus melakukan eksisi
pada seluruh luka bakar, tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar
yaitu : dapat terjadi hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat
eksisi.
Metode ini mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan
luka dini, mencegah terjadinya infeksi pada luka bila dibiarkan terlalu
lama, mempersingkat durasi sakit dan lama perawatan di rumah sakit,
memperingan biaya perawatan di rumah sakit, mencegah komplikasi
seperti sepsis dan mengurangi angka mortalitas. Beberapa penelitian
membandingkan teknik E&G dengan teknik konvensional, hasilnya tidak
ada perbedaan dalam hal kosmetik atau fungsi organ, bahkan lebih baik
hasilnya bila dilakukan pada luka bakar yang terdapat pada muka, tangan
dan kaki.
Pada luka bakar yang luas (>80% TBSA), akan timbul kesulitan
mendapatkan donor kulit. Untuk itu telah dikembangkan metode baru
yaitu dengan kultur keratinocyte. Keratinocyte didapat dengan cara biopsi
kulit dari kulit pasien sendiri. Tapi kerugian dari metode ini adalah
membuthkan waktu yang cukup lama (2-3 minggu) sampai kulit
(autograft) yang baru tumbuh dan sering timbul luka parut. Metode ini
juga sangat mahal 6
FLOWCHART DARI PENANGANAN LUKA
• EARLIER PERIOD ( 1 – 6 HARI )
Blister di pungsi , kulitnya dibiarkan utuh. Beri MEBO pd luka setebal
0,5-1 mm. Ganti dan beri lagi MEBO tiap 6 jam hari ke 3-5 kulit penutup
bulla diangkat
• LIQUEFACTION PERIOD ( 6-15 HARI )
Angkat zat cair yg timbul diatas lukaBersihkan dgn kasa, beri mebo lagi
setebal 1 mm
• PREPARATIVE PERIOD ( 10-21 HARI )
20
Bersihkan luka seperti sebelumnyaBeri MEBO dengan ketebalan 0,5 – 1
mmGanti dan beri lagi MEBO tiap 6 -8 jam
• REHABILITATIONBersihkan luka yg sembuh dengan air hangatBeri
MEBO 0,5 mm, 1X-2X /hariJangan cuci luka yg sudah sembuh
berlebihanLindungi luka yg sembuh dari sinar matahari
1. Untuk luka bakar grade 2 superficial :Pada hari 6-15 : luka sembuh ,
mebo tetap diberi untuk 2 minggu2X /hari
2. Untuk luka bakar grade 2 deep / grade 3 :Pada hari ke 6 – 15 terjadi
pencairan jaringan necrotic. Cairan rendam : 0.5% silver nitrate, 5%
mafenide acetate, 0.025% sodium hypochlorite, 0.25% acetic acid 6,8
Penggantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel
darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan
terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi
melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi
waktu paruh dari sel darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang
pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia
terjadi pertama kali. Oleh sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam
pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari
tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan 7
Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan
hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi
hipermetabolik yang ada adalah:
• Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa
bebas lemak.
21
• Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit
ginjal dan lain-lain.
• Luas dan derajat luka bakar
• Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui
evaporasi)
• Aktivitas fisik dan fisioterapi
• Penggantian balutan
• Rasa sakit dan kecemasan
• Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa
metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimualinya
pemberian nuftrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi,
dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal
dengan formula HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur.
Sedangkan untuk kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula
dengan menambahkan faktor aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) – (6.8 X U) X AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS
Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian
khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang
lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain,
kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati.
Komposisi Makronutrien
• Karbohidrat
Konsekuensi pasca luka bakar berat adalah keadaan hiperglikemia. Kadar
gula darah yang tinggi pada fase shock akibat dari menurunnya fungsi insulin
terhadap peningkatan kadar gula darah. Intoleransi glukosa ini akan tetap bertahan
pada fase flow yang sekarang terutama disebabkan resistensi insulin di jaringan
dan peningkatan glukoneogenesis. Pada pasien luka bakar berat sangat diperlukan
22
pemantauan terhadap hiperglikemia dan glukosuria. Pemberian insulin kadan
dibutuhkan untuk meningkatkan kadar glukosa serum dan memaksimalkan
utilisasi glukosa. Anjuran pemberian karbohidrat adalah 60-65% kalori total atau
tidak melebihi 4-5mg/kgBB/menit.
• Protein
Pasca luka bakar, metabolisme protein akan berubah cepat dimana pada
fase akut asam amino akan dijadikan sumber energi. Status protein tubuh
dipengaruhi oleh pelepasan nitrogen melalui eksudat luka dan urin, kemampuan
hati untuk membentuk protein dan adekuatnya nutrisi. Asam amino merupakan
substrat untuk penyembuhan luka. Dalam usaha untuk meningkatkan sintesis
protein viseral, menjaga balance nitrogen +, dan meningkatkan mekanisme
pertahahan tubuh, maka pada luka bakar berat dianjurkan pemberian protein
sebesar 23-25% kalori total dengan perbandingan kalori : nitrogen = 80 : 1 atau 2,
5 - 4 g protein/kgBB. Perlu juga diperhatikan jenis protein yang diberikan,
sebaiknya adalah protein bernilai biologis tinggi. Pemberian diet protein tinggi
dapat menjadi beban bagi ginjal, oleh karena itu dibutuhkan pemantauan seperti
status cairan, kadar ureum, dan kreatinin serum.
• Lemak
Pemberian lemak berkontribusi untuk meminimalkan katabolisme protein
endogen dengan jalan memenuhi kebutuhan energi. Asam lemak omega-3
khususnya asam ekosapentanoat (EPA) yang dapat diperoleh dari minyak ikan
merupakan precursor dari ekosanoid prostaglandin seri 3 (PGE-3) dan leukotrien
seri 5. Keduannya berefek antiinflamasi dan meningkatkan sistem imunitas tubuh,
demikian pula PGE-3 berperan sebagai vasodilator. Omega-3 akan berkompetisi
dan menginhibisi pembentukan PGE-1 dan PGE-2 dari asam linoleat, sehingga
omega-3 ini sangat dianjurkan pada pasien luka bakar. Penelitian menunjukan
dalam usaha untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh, maka pemebrian asam
lemak omega-6 dan omega-3 dalam perbandingan yang ideal adalah 2-3 : 1 dan
akan berefek mengurangi kondisi imunosupresan pasca luka bakar. Pemberian
lemak pasca trauma sebesar 5-15% dari total kalori.
23
Suplemen Mikronutrien
Mikronutrien diperlukan sebagai koenzim dan kofaktor untuk reaksi
fisiologis dalam sel, metabolisme makronutrien dan energi. Dengan meningkatnya
kebutuhan energi dan protein, kehilangan melalui luka, perubahan metabolisme,
absorpsi, eskresi, dan utilisasi maka kebutuhan mikronutrien ini perlu
ditingkatkan.
Vitamin berpotensi untuk sintesis protein, penyembuhan luka,
meningkatkan fungsi imunitas dan anti oksidan pada penderita luka bakar dalam
kondisi sakit berat dan hipermetabolisme, maka kebutuhan vitamin ini meningkat.
Dianjurkan peningkatan suplementasi 50-100 kali RECOMENDET DAILY
ALLOWANCE (RDA) untuk vitamin larut air dan vitamin E. Sedangkan dosis
aman untuk vitamin larut lemak dan vitamin B6 sampai 10 kali RDA.
Mineral juga memainkan peranan penting dalam penyembuhan luka,
fungsi imunitas dan anti oksidan. 1
Early Exicision and Grafting (E&G)
Dengan metode ini eschar diangkat secara operatif dan kemudian luka
ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft), setelah terjadi
penyembuhan, graft akan terkelipas dengan sendirinya. E&G dilakukan setelah 3-
7 hari setelah terjadi luka, pada umumnya tiap hari dilakukan eksisi 20% dari luka
bakar kemudian dilanjutkan pada hari berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah yang
sekaligus melakukan eksisi pada seluruh luka bakar, tapi cara ini memiliki resiko
yang lebih besar yaitu dapat terjadi hipotermi, atau terjadi perdatrahan masif
akibat eksisi. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan
luka dini, mencegah terjadinya infeksi pada luka bila dibiarkan terlalu lama,
mempersingkat durasi sakit dan lama perawatan di rumah sakit, memperingankan
biaya perawatan di rumah sakit, mencegah komplikasi dan mengurangkan angka
mortalitas.
Pada luka bakar yang luas (>80% TBSA), akan timbul kesulitan
mendapatkan donor kulit. Untuk itu dikembangkan metode baru yaitu kultur
keratinosyte.
24
Escharotomy
Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat menyebabkan
iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat resusitasi
cairan, dan saat adanya pengerutan keropeng. Iskemi dapat menyebabkan
gangguan vaskuler pada jari-jari tangan dan kaki. Tanda dini iskemi adalah nyeri,
kemudian kehilangan daya rasa sampai baal pada ujung-ujung distal. Juga luka
bakar menyeluruh pada bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan
gangguan respirasi, dan hal ini dapat dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan
insisi memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.
Permasalahan Pasca Luka Bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali
sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan
diri.Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
• Infeksi dan sepsis
• Oliguria dan anuria
• Oedem paru
• ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
• Anemia
• Kontraktur
• Kematian
2.2.9 KOMPLIKASI
1. Syok hipovolemik 1,6
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula
25
dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume
cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk ke bula
pada luka bakar derajat II dan pengeluaran cairan dari kropeng pada luka bakar
derajat III .
Bila luas luka bakar < 20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bisa mengatasi tetapi bila > 20 % terjadi Syok hipovolemik dengan gejala yang
khas seperti gelisah, pucat, dingin , berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan
lahan dan maksimal pada delapan jam.
2. Udem laring 1,6
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka,.
Dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas , asap, uap panas yang
terhisap, udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan
napas karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga.
Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah . ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
3. Keracunan gas CO 1,6
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas,
bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila
> 60 % hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat meninggal.
4. SIRS (systemic inflammatory respone syndrome) 1,6
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
26
infeksi. Infeksi ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak terjangkau
oleh pembuluh darah kapiler yang mengalami trombosis. Kuman penyebab infeksi
berasal dari kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman dari saluran nafas atas
dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya berbahaya karena banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik.
Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan
mediator – mediator, yang kemudian diikuti oleh :
• gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium,
gangguan sirkulasi dan redistribusi aliran.
• perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan,
mikroemboli, dan maldigesti aliran.
• gangguan oksigenasi jaringan. Ketiganya menyebabkan hipoksia
seluler dan menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai
dengan meningkatnya kadar limfokin dan sitokin dalam darah.
5. MOF (Multi Organ Failure) 1,6
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan
gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan
metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses perubahan metabolisme anaerob
yang diikuti peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat menimbulkan
asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk
mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan
nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan –
jaringan organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, ginjal, yang
selanjutnya mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme
pertahanan tubuh, terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh
(homeostasis), maka organ yang dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan
adanya penurunan atau disfungsi ginjal ini, beban tubuh semakin berat.
Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan berjalannya
proses sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi kelebihan pemberian
27
cairan (overload) sementara sirkulasi dan perifer tidak atau belum berjalan
normal, atau pada kondisi syok; cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang
manifestasi klinisnya tampak sebagai edema paru yang menyebabkan kegagalan
fungsi paru sebagai alat pernafasan, khususnya pertukaran oksigen dengan
karbondioksida, kadar oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik
mengalami degenerasi yang bersifat irreversible. Sel – sel otak adalah organ yang
paling sensitive; bila dalam waktu 4 menit terjadi kondisi hipoksik, maka sel – sel
otak mengalami kerusakan dan kematian; yang menyebabkan kegagalan fungsi
pengaturan di tingkat sentral.
Sementara edema paru juga merupakan beban bagi jantung sebagai suatu
pompa. Pada mulanya jantung menjalankan mekanisme kompensasi, namun
akhirnya terjadi dekompensasi.
6. Kontraktur 12,13
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka,
terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit
yang sehat di sekitar luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur yang
terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya
pergerakan.
Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4
dimana proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler
dari penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan
lapisan superfisial dari kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut
yang tidak elastik ini akan menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali.
Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung kolagen
akan meliputi neurovascular bundles dan ensheathed flexor tendons, juga
permukaan volar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan sehingga
akan membatasi range of motion. Kontraktur yang disebabkan oleh hilangnya
kulit atau luka bakar derajat III pada daerah persendian harus segera dilakukan
skin grafting.
28
2.2.10 PROGNOSIS 1
Prognosis pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor, dan
menyangkut mortalitas dan morbiditas atau burn illness severity and prediction of
outcome ; yang mana bersifat bersifat kompleks.
Beberapa faktor yang berperan antara lain faktor penderita ( usia, gizi,
jenis kelamin, dan kelainan sistemik), faktor trauma ( jenis, luas, kedalaman luka
bakar, dan trauma penyerta), dan faktor penatalaksanaan (prehospital and
inhospital treatment).
Prognosis luka bakar umumnya jelek pada usia yang sangat muda dan usia
lanjut. Pada usia yang sangat muda (terutama bayi) beberapa hal mendasar
menjadi perhatian, antara lain sistem regulasi tubuh yang belum berkembang
sempurna ; komposisi cairan intravaskuler dibandingkan dengan cairan
ekstravaskuler, interstitial, dan intraselular yang berbeda dengan komposisi pada
manusia dewasa, sangat rentan terhadap suatu bentuk trauma. Sistem imunologik
yang belum berkembang sempurna merupakan salah satu faktor yang patut
diperhitungkan, karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat
imunosupresi.
29
BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien : RJ, Pria, umur 34 tahun,
Keluhan Utama : luka bakar pada tungkai bawah kanan dan kiri, serta kaki
kanan dan kiri
Anamnesis : alloanamnesis
Telaah : Hal ini dialami pasien 16 jam SMRS. Awalnya pasien
bermain dengan mancis sehingga mancis terjatuh dan api menyambar tempat
tidur, kemudian pasien berusaha untuk memadamkan api dengan memijak tempat
tidur tersebut. Tetapi api tidak padam, justru menyambar celana pasien, saat itu os
memakai celana panjang dan apinya dipadamkan oleh orang sekitar dengan
menyiram air. Pasien langsung dibawa ke RSUP.HAM setelah kejadian tersebut.
Riwayat pingsan (-), riwayat muntah (-), riwayat kejang (-), nyeri (+).
RPT : skizophrenia paranoid (2002)
RPO : tidak jelas
Pemeriksaan Fisik:
Primary survey
Airway : clear, crowing (-), gargling (-), snoring (-), smoke inhalation (-), C-spine
stabil
Breathing : spontan, RR= 22x/i, SP= vesicular, ST= (-)
Circulation : akral hangat, merah, kering, TD= 120/80mmHg, HR=82x/I, regular,
T/V cukup
Disability : sens= CM, GCS=15, RC (+/+), 3mm/3mm
Exposure : luka bakar di tungkai bawah kanan dan kiri, serta kaki kanan kiri
30
Secondary survey
Kepala : dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorax :
Inspesksi: Simetris fusiformis
Palpasi : stem fermitus Kanan = kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi: SP: vesikuler;
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : soepel (+), Nyeri tekan (-),bulging (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : Peristaltik normal
Ekstremitas superior : dalam batas normal
Ekstremitas inferior : calf and foot (R) bula (+) 5 %
calf and foot (L) bula (+) 5 %
Laboratory Finding :
Test (10-8-2013) Results Normal Value
Darah Lengkap
Hemoglobin (Hb) 17,80g % 13.2 – 17.4 g %
Leukocyte (WBC) 16,82 x 103/mm3 4.5 – 11.0 x103/mm3
Hematocrite 50,6 % 43 - 49 %
Trombocyte (PLT) 335 x 103/mm3 150 – 450 x103/mm3
31
Laboratory Findings:
Parameters Value Normal Value
KGD ad random 150.00 mg/dl < 200 mg/dl
Ureum 32,10 mg/dl < 50 mg/dl
Creatinin 0,75 mg/dl 0,7- 1,2 mg/dl
Natrium (Na) 134 mEq/L 135 – 155
Kalium (K) 3.8 mEq/L 3,6 – 5,5
Chloride (Cl) 105 mEq/L 96 – 106
Foto Thorax
Hasil: cor dan pulmo dalam batas normal.
Diagnosa: flame burn 10 % grade IIa dan IIb o/t (R and L) calf and foot +
skizophrenia paranoid
Pengobatan : IVFD RL 20 tts/menit
Inj. Ceftriaxone 1gr/12j
Inj. Ranitidin 50mg/12j
Inj. Ketorolac 30mg/8j
Debridement local
ATS 3000 IU IM (skin test)
32
BAB 4
KESIMPULAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi.Luka bakar dibagi menjadi 4 grade dan ada 3 cara penentuan derajat
luka bakar yaitu Palmar surface, Wallace rules of nine serta Lund and Bowder
Chart.
Luka bakar dapat disebabkan oleh api, luka bakar kontak (terkena rokok,
solder atau alat-alat memasak), air panas, uap panas, gas panas, listrik, semburan
panas dan ter.Pemeriksaan penunjang mencakup pemeriksaan darah, radiologi, tes
dengan fiberoptic bronchoscopy terutama untuk luka bakar inhalasi.
Penanganan luka bakar dapat secara konservatif seperti resusitasi cairan,
penggantian darah, perawatan luka bakar, pemberian antimikroba serta analgetik,
perbaikan nutrisi sampai tindakan pembedahan seperti Early Exicision and
Grafting (E&G), Escharotomy.
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi dan
kecepatan pengobatan medikamentosa
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Moenadjat, Yefta, Dr, Sp.BP; Luka Bakar – Pengetahuan Klinik Praktis;
Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003.
2. Mansjoer, Arif, dkk (editor); Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, edisi III –
Luka Bakar; Jakarta, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2000.
3. Hansbrough JF, Hansbrough W. Pediatrics Burns. Pedriatics in Review.
Vol 20;1999
4. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :
Surabaya Plastic Surgery. http://surabayaplasticsurgery.blogspot.com
5. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
6. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
7. Marzoeki, Djohansjah. Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya, Airlangga
University Press, Surabaya 1993 : 10 - 19.
8. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns,
Thermal. November 2006
9. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Januari 2008
10. American College of Surgeons. Guidelines for the Operation of Burn
Units. Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient,
Chapter 14: Committee on Trauma, 1999. Available in
website:http://www.ameriburn.org/guidelinesops.pdf
11. Prayitno, W. B., 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan
Luka Bakar Masa Kini. Seminar Luka Bakar. Pp 48- 53
12. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
34
13. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus.
Januari 2008
14. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
15. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com.
Agustus 2008
16. Morgan, G. E. and Mikhail, M. S. 2002. Clinical Anesthesiology, 3rd
edition., Appleton and Lange. London
17. American Burn Association. Burn modules. Available in website:
http://www.ameriburn.org
18. Bisono. Reksopradjo, Soelarto (ed.).Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Cet.I.
Jakarta: Binarupa Aksara.1999
35