48
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kamar jenazah merupakan sumber infeksi nosokomial yang potensial, tidak hanya untuk ahli patologi otopsi, tetapi juga untuk pengunjung dan petugas pemulasaran jenazah. 1 Beberapa studi telah melaporkan bahwa dengan berakhirnya kehidupan, mikro-organisme patogenik tertentu akan dilepaskan dari tubuh, yang jika tidak diwaspadai dapat menular pada seseorang yang menangani jenazah tersebut. 2 Terlebih lagi, setelah meninggal tidak lagi didapatkan sistem retikulo-endotelial dan sawar darah-otak untuk membatasi penyebaran mikro- organisme, sehingga patogen dapat menyebar tanpa halangan didalam tubuh jenazah. 3 Penelitian di laboratorium- laboratorium klinik Britannia Raya selama tahun 1970 – 1989 menemukan bahwa petugas otopsi menempati tempat pertama dalam hal tingginya angka laboratory-acquired infection. Personel yang bertugas menangani jenazah baik secara langsung maupun tidak langsung berisiko terjangkit infeksi blood-borne virus seperti Human Immunodeficiency Virus ( HIV), Hepatitis B, Hepatitis C, dan Hepatitis D, serta infeksi lain seperti Tuberkulosis, Herpes, Variola, Hantavirus Pulmonary Syndrome, Creudztfeldt Jakob disease dan infeksi dari pathogen-patogen lainnya. 4 Petugas pemulasaran jenazah merupakan salah satu personel yang berisiko tinggi untuk tertular infeksi nosokomial, karena merekalah yang bertugas untuk 1

189953979 Refrat Infeksi Nosokomial Pada Pemulasaran Jenazah Doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kamar jenazah merupakan sumber infeksi nosokomial yang potensial,

tidak hanya untuk ahli patologi otopsi, tetapi juga untuk pengunjung dan petugas

pemulasaran jenazah.1 Beberapa studi telah melaporkan bahwa dengan

berakhirnya kehidupan, mikro-organisme patogenik tertentu akan dilepaskan dari

tubuh, yang jika tidak diwaspadai dapat menular pada seseorang yang menangani

jenazah tersebut.2 Terlebih lagi, setelah meninggal tidak lagi didapatkan sistem

retikulo-endotelial dan sawar darah-otak untuk membatasi penyebaran mikro-

organisme, sehingga patogen dapat menyebar tanpa halangan didalam tubuh

jenazah.3

Penelitian di laboratorium- laboratorium klinik Britannia Raya selama

tahun 1970 – 1989 menemukan bahwa petugas otopsi menempati tempat pertama

dalam hal tingginya angka laboratory-acquired infection. Personel yang bertugas

menangani jenazah baik secara langsung maupun tidak langsung berisiko

terjangkit infeksi blood-borne virus seperti Human Immunodeficiency Virus

( HIV), Hepatitis B, Hepatitis C, dan Hepatitis D, serta infeksi lain seperti

Tuberkulosis, Herpes, Variola, Hantavirus Pulmonary Syndrome, Creudztfeldt

Jakob disease dan infeksi dari pathogen-patogen lainnya. 4

Petugas pemulasaran jenazah merupakan salah satu personel yang berisiko

tinggi untuk tertular infeksi nosokomial, karena merekalah yang bertugas untuk

1

merawat mayat sebelum dimakamkan. Salah satu faktor yang meningkatkan risiko

terjadinya infeksi nosokomial selama penanganan jenazah adalah ketidaktahuan

mengenai potensi bahaya yang mungkin terjadi.5 Hal ini menempatkan petugas

pemulasaran jenazah makin rentan untuk terinfeksi karena mereka pada umumnya

kurang memiliki pengetahuan awal yang baik mengenai infeksi nosokomial. 6

Oleh karena itu, pengetahuan mengenai program biosafety otopsi merupakan hal

yang perlu diberikan dan dikuasai bagi setiap petugas pemulasaran . Pada referat

ini akan dibahas lebih lanjut mengenai infeksi nosocomial di kamar jenazah, dan

pengetahuan serta sikap petugas pemulasaran jenazah terhadap program biosafety

otopsi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Masalah yang dibahas dalam penulisan referat ini adalah :

1. Apa itu infeksi nosocomial? Dan bagaimana cara penularan serta

pencegahannya pada proses pemulasaran jenazah?

2. Apa peran dan fungsi petugas pemulasaran jenazah?

3. Apa itu program biosafety otopsi?

4. Bagaimana pengetahuan dan sikap petugas pemulasaran jenazah terhadap

program biosafety otopsi?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

1. Mengetahui apa itu infeksi nosocomial, dan bagaimana cara penularan

serta pencegahannya pada proses pemulasaran jenazah.

2. Mengetahui peran dan fungsi petugas pemulasaran jenazah

2

3. Mengetahui program biosafety otopsi

4. Mengetahui pengetahuan dan sikap petugas pemulasaran jenazah terhadap

program biosafety otopsi

1.4 MANFAAT PENULISAN

Diharapkan melalui penulisan ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat

kepada semua pihak, khususnya kepada teman sejawat dan petugas pemulasaran

jenazah untuk mencegah infeksi nosocomial dan meningkatkan kualitas pelayanan

di kamar jenazah.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi nosokomial pada pemulasaran jenazah

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang

mampu menyebabkan sakit . Berdasarkan uraian diatas infeksi adalah suatu

penyakit yang disebabkan oleh invasi patogen atau mikroorganisme yang

berkembang biak dan bertahan hidup dengan cara menyebar dari satu orang ke

orang lain sehingga menimbulkan sakit pada seseorang. Pada referat kali ini kami

akan membahas tentang infeksi nosokomial, terutama infeksi nosokomial yang

dapat terjadi pada pemulasaran jenazah.

Infeksi Nosokomial sering disebut juga “Infeksi yang di dapat di rumah

sakit”. Infeksi ini biasanya diperoleh ketika seorang dirawat di rumah sakit, tanpa

adanya tanda tanda infeksi sebelumnya dan minimal setelah 48 jam. Instalasi

pemulasaran jenazah merupakan salah satu bagian dari rumah sakit, oleh karena itu

infeksi nosokomial juga dapat terjadi pada saat proses penanganan jenazah .

Banyak bakteri yang berbeda beda, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan

infeksi nosokomial. Bakteri Gram-positif adalah umum penyebab infeksi

nosokomial dengan Staphylo-coccus aureus menjadi dominan patogen.

Sebagian besar infeksi nosokomial dapat dicegah dengan strategi-strategi yang

4

sudah ada:

• Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan,

khususnya cuci tangan dan pemakaian sarung tangan.

• Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor

yang diikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi.

• Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi terjadi

infeksi nosokomial.

2. 1. 1. Patogenesis infeksi nosokomial

Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, dll), agen (mikroorganisme

pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dll)

menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.

Untuk bakteri, virus, dan agen infeksi lainya agar bertahan hidup dan menyebabkan

penyakit tergantung dari faktor-faktor kondisi tertentu harus ada:

5

Pejamu

Agen Lingkungan

AGEN

PEJAMU YANG

RENTANOrang yang dapat

terinfeksi

TEMPATMASUK

Agen meninggalkan pejamu

CARAPENGELUARA

NBagaimana agen berpindah dari tempat lain

PEJAMU

Tempat hidup agen

TEMPAT KELUAR

Agen memasuki pejamu

Sebagaimana tampak pada gambar ini, suatu penyakit memerlukan keadaan

tertentu untuk dapat menyebar ke orang lain:

• Harus ada agen

• Harus ada pejamu : manusia, binatang, tumbuhan-tumbuhan, tanah, udara, dan air.

• Harus ada lingkungan yang cocok di luar pejamu untuk dapat hidup.

• Harus ada orang untuk dapat terjangkit. Untuk dapat terjangkit penyakit infeksi harus

rentan terhadap penyakit itu.

Agen harus punya jalan untuk dapat berpindah dari pejamunya untuk

menulari pejamu berikutnya, terutama melalui: udara, darah atau cairan tubuh,

kontak, fecal-oral, makanan, binatang atau serangga.

2.1.2 Agen penyebab infeksi

Berikut ini yang perlu dipertimbangkan:

■ Agen biologis yang mungkin ada;

■ Virulensi;

■ Rute infeksi;

■ Transmisi;

■ Loading dose.

Agen biologi yang tetap menimbulkan risiko secara signifikan dalam praktek post-

6

mortem:

• Mycobacterium tuberculosis memiliki risiko infeksi serius jika terhirup dan dapat

ditularkan ke pekerja pemulasaraan jenazah. Jika ada di dalam tubuh, penanganan

jenazah dan pemotongan jaringan yang terinfeksi dapat mencetuskan agen aerosol.

• Agen yang dapat menular lewat darah, terutama virus, kemungkinan besar dari

inokulasi melalui kulit. Beberapa patogen, seperti Human Immunodeficiency Virus

(HIV) dan hepatitis B (HBV) dan C (HCV), bertahan untuk waktu yang lama

setelah kematian pasien. Para agen penyebab Acquired Immune Deficiency

Syndrome (HIV), misalnya, telah dilaporkan dapat bertahan hidup hingga enam

belas hari setelah kematian, bahkan pada 4°C. Virus ini juga bisa menimbulkan

bahaya melalui percikan darah, sehingga kontaminasi mata dan selaput lendir dapat

menyebabkan infeksi.

• Beberapa agen biologis yang sering menyebabkan masalah dalam praktek klinis,

seperti: Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan Vancomycin

Resistant Enterococci (VRE), di mana jalur utama penularan adalah melalui kontak

fisik, dan keracunan makanan dari Salmonella spp dan patogen enterik lainnya,

yang dapat dilalui melalui kontak fekal-oral. Prosedur kebersihan yang baik,

termasuk mencuci tangan yang tepat dan penggunaan sarung tangan pelindung,

biasanya akan mencegah penularan agen ini.

• Kasus Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD), menyajikan risiko terkena prion.7

2.1.3. Pejamu infeksi

Siapa saja yang dapat dirugikan dan bagaimana?

7

- Petugas pemulasaraan jenazah

- Pengunjung

- Mahasiswa kedokteran

- Kerabat

- Dan semua yang berpotensi terkena agen biologis menular di kamar mayat.

Infeksi dapat terjadi dengan menghirup droplet atau partikel terkontaminasi, kontak

dengan tangan dan mulut, inokulasi langsung ke dalam aliran darah melalui luka

tusuk atau luka, lecet atau luka terbuka lainnya, atau sebagai akibat dari percikan ke

mata, hidung atau mulut.

Semua orang yang mungkin akan terpengaruh, dan jalur penularan, perlu

dipertimbangkan ketika menilai risiko dan memutuskan tindakan pencegahan yang

diperlukan.8

2.1.4. Transmisi infeksi

Organisme dalam jenazah tidak menulari orang sehat dengan kulit yang intak, tetapi

tetap ada kemungkinan penularan yang akan terjadi melalui:

• Cedera oleh jarum dengan alat yang terkontaminasi atau fragmen tulang yang

tajam

• Patogen usus dari lubang anal dan oral

• Melalui dan dari lecet dan luka pada kulit

• Aerosol yang terkontaminasi dari lubang tubuh atau luka misalnya basil tuberkel

ketika kondensasi mungkin bisa tertekan keluar melalui mulut

• Cipratan atau aerosol ke mata.9

8

2.1.5. Prinsip pencegahan infeksi nosokomial di pemulasaran jenazah

Setiap paparan menimbulkan risiko sendiri tergantung pada virulensi patogen,

ukuran, rute paparan, dan kerentanan terkena pada individu. Karena paparan

tunggal dapat menyebabkan infeksi, cara terbaik untuk mengurangi risiko adalah

untuk mencegah terjadinya paparan. Cara utama untuk melindungi petugas yang

menangani jenazah yang kemungkinan mempunyai penyakit menular adalah :

• Penggunaan alat pelindung diri yang sesuai

• Ketaatan terhadap aturan keselamatan,dan praktek pengendalian infeksi

• penanganan dan pembuangan limbah medis diatur

Pakaian pelindung yang harus dipakai antara lain sarung tangan dan celemek

plastik (apron). Bila terdapak tumpahan darah harus direndam dengan

menggunakan hipoklorit butiran.

2.1.5.1. Pakaian pelindung

Setiap orang yang hadir selama pemeriksaan post-mortem harus memasuki

ruangan dan harus mengenakan pakaian pelindung yang ditentukan dalam

prosedur operasi standart.

Pakaian pelindung bagi mereka yang berpartisipasi dalam pemeriksaan post-

mortem harus didasarkan pada penilaian risiko, dan biasanya terdiri dari:

■ kemeja dan celana bedah;

■ gaun bedah lengan panjang;

9

■ celemek plastik;

■ sepatu bot tahan air dengan tulangan dorsal;

■ sarung tangan cut-tahan, kecuali penilaian risiko menunjukkan, risiko

Infeksi sangat rendah;

■ visor yang meliputi seluruh wajah dan leher.

Pakaian pelindung yang diperlukan untuk mereka yang berpartisipasi pada kasus

berisiko tinggi. Perlindungan tambahan mungkin tersedia dengan gloving ganda,

misalnya meliputi sarung tangan lateks dengan sarung tangan luar tebal yang

melampaui gaun manset. Sarung tangan Heavy-duty siku dan bahu panjang harus

tersedia jika diperlukan, serta penutup lengan plastik dan potong sarung tangan.

Prosedur operasi standar harus menetapkan persyaratan untuk keadaan yang

berbeda.

persediaan sarung tangan sekali pakai yang cocok dalam berbagai ukuran dan

bahan harus siap tersedia.Boots harus diberikan yang mencakup sekitar tingkat

pertengahan betis dan memiliki sol non-slip. Celemek harus memperpanjang luar

sepatu.

Siapa pun memasuki area kotor untuk mengamati pemeriksaan post-mortem harus

mengenakan gaun, sepatu karet, celemek plastik dan visor, meskipun tidak secara

aktif terlibat dalam pekerjaan.

pakaian pelindung dikenakan di area bersih / kotor di kamar mayat dan juga ruang

post-mortem yang telah terkontaminasi. Prosedur operasi standar harus secara

jelas menentukan apa yang dibutuhkan, dan siapa pun yang memasuki daerah

10

tersebut harus mematuhi persyaratan tersebut. Biasanya sarung tangan sudah

cukup, tapi penilaian risiko dapat menunjukkan bahwa pakaian pelindung

tambahan diperlukan. Orang yang menangani badan harus selalu mencuci tangan

mereka setelah itu.

2.1.5.2. Penggunaan pakaian pelindung dan peralatan

Prosedur operasi standart perlu menentukan pengaturan untuk menggunakan

pakaian pelindung dan peralatan, termasuk dekontaminasi yang sesuai, selama dan

setelah pemeriksaan post-mortem. Tindakan-tindakan berikut perlu

diperhatikankan :

1. cuci darah atau cairan tubuh lain dari sarung tangan yang sering selama periode

kerja;

2. mengubah sarung tangan berlubang atau split segera dan menyeluruh mencuci

tangan sebelum memakai sepasang baru;

3. menghapus pakaian pelindung dapat digunakan kembali dipakai di daerah kotor

di sisi yang kotor dari penghalang atau garis demarkasi di kamar ganti dan

menempatkannya dalam wadah cuci berdedikasi dan tepat diberi label;

4. menempatkan digunakan pakaian pelindung sekali pakai, seperti sarung tangan

atau celemek di sisi yang kotor dari penghalang, dalam kantong sampah klinis

untuk pembuangan;

5. prosedur dekontaminasi pakaian pelindung dan peralatan dapat digunakan

kembali .

11

2.1.5.2. Vaksinasi

Meskipun vaksin dapat memberikan perlindungan yang baik terhadap virus polio,

difteri, TBC dan hepatitis B, perlindungan ini tidak 100% efektif . Masih ada

infeksi lain yang tidak bisa dicegah dengan vaksin, misalnya HIV / AIDS dan

hepatitis C. Dalam hal ini pencegahan dan pengendalian infeksi sangat penting

dalam mencegah infeksi silang.

Disarankan bahwa petugas pengawetan jenazah dan petugas kamar mayat

sepenuhnya divaksinasi untuk Hepatitis B karena sudah terbukti kekebalannya.

Mereka yang tidak mempunyai kekebalan harus diberi konseling dan

menyarankan untuk menghindari risiko infeksi yang bisa didapatkannya dari

pekerjaannya. Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan meminta bantuan

tenaga ahli kesehatan, untuk memberikan saran bagaimana cara menghindari dari

infeksi yang bisa ditimbulkan dari pekerjaannya.10

2.2.Petugas Kamar Jenazah

Berdasarkan pedoman dari Dinas Kesehatan Republik Indonesia, sumber

daya yang diperlukan pada kamar jenazah terdiri dari:11

a. Dokter Spesialis Forensik

b. Dokter Umum

c. Dokter Gigi khususnya Forensik Gigi

d. Teknisi Forensik

e. Teknisi Laboratorium Forensik

f. Tenaga Administrasi

12

g. Tenaga Pemulasaran Jenazah

h. Supir Kereta Jenazah

i. Pekarya

U.S. Office of Personnel Management membagi tugas dan tanggung jawab

asisten otopsi pada beberapa tingkat, yakni:

a. Tingkat bagi orang-orang tanpa pengalaman sebelumnya atau pelatihan dalam

pekerjaan otopsi. Asisten otopsi ini menerima pengawasan yang ketat dalam semua

tahap pekerjaan mereka, dan sehubungan dengan prosedur otopsi teknis, biasanya

terbatas pada membantu orang lain, dalam kapasitas peserta pelatihan.

b. Asisten otopsi yang melakukan berbagai prosedur teknis terbatas dan di bawah

pengawasan yang ketat. Mereka juga melakukan berbagai tugas persiapan dan tugas

lain-lain di bawah pengawasan umum.

c. Asisten otopsi yang melakukan prosedur teknis, tugas persiapan dan tugas lain-

lain.

d. Asisten otopsi yang membantu dalam pelatihan magang dengan menunjukkan

penggunaan instrumentasi bedah dalam otopsi, memberikan bantuan terkoordinasi

ketika dua atau lebih otopsi dilakukan secara serentak, dan melaksanakan prosedur

teknis yang sangat khusus yang membutuhkan keterampilan dan kemampuan untuk

mencegah cacat dari fitur wajah atau leher jenazah, dan / atau untuk mencegah

kerusakan pada spesimen yang akan diteliti lebih lanjut dan dibedah.2

2.2.1 Tugas

• Tugas petugas kamar jenazah adalah :

13

- Menerima laporan perawat ruangan bahwa ada pasien meninggal dari ruangan

- Menanyakan dan memastikan status jenazah antara lain:

o Ruang perawatan

o Jam meninggal

o Status pasien (Jamkesmas atau umum)

o Menuliskan di buku penerimaan laporan kematian ruangan

- Menelpon petugas garasi bila status pasien adalah Jamkesmas, guna

mempersiapkan pengantaran menggunakan mobil ambulans jenazah Jamkesmas

- Menelpon petugas garasi bahwa jenazah akan segera dipindahkan dari ruangan ke

kamar jenazah dalam waktu 15 menit ke depan

- Segera menuju ruang jenazah sementara pada bangsal yang bersangkutan

- Menandatangani buku ekspedisi penyerahan jenazah

- Menerima kartu AB dari petugas/perawat ruangan (bangsal)

- Memindahkan jenazah dari ruang jenazah sementara bangsal menuju kamar jenazah

- Menawarkan pelayanan pemulasaran untuk memandikan jenazah sesuai tarif yang

berlaku

- Bila keluarga menghendaki pelayanan pemulasaran, maka petugas kamar jenazah

memanggil rohaniawan/rohaniawati sesuai agama jenazah

- Keluarga dipersilakan menyelesaikan administrasi pelayanan kamar jenazah

- Bagi pasien Jamkesmas, maka administrasi kamar jenazah digratiskan. Namun, bila

menghendaki pelayanan maka akan dikenakan biaya sesuai tarif yang berlaku

- Menyerahkan jenazah beserta kartu AB kepada keluarga, bila administrasi telah

diselesaikan

14

- Membantu menaikkan jenazah ke mobil ambulan jenazah.

• Tugas dan lingkup tanggung jawab petugas otopsi:

1. Prosedur Teknik – pada tingkat ini, petugas otopsi bertugas:

a. Membuat insisi primer untuk membuka rongga tubuh, mengeluarkan tulang dada,

dan bersama dengan prosektor atau petugas otopsi lain untuk mengeluarkan isi dari

dada dan perut, membuka dan membersihkan usus.

b. membuka calvaria, otak dan glandula pituitari, mengambil sumsum tulang dari

tulang belakang dan kosta, eksisi gonad.

c. memindahkan organ lain namun di bawah pengawasasn prosektor

d. menutup tubuh, mengganti organ dan melakukan prosedur mumifikasi

2. Tugas Persiapan - asisten otopsi biasanya diperlukan untuk melaksanakan fungsi-

fungsi berikut dalam mempersiapkan otopsi:

a. Menjamin bahwa semua dokumen yang diperlukan tersedia dan mempersiapkan

dokumentasi tambahan, yaitu memverifikasi otopsi dan mencatat semua informasi

yang diperlukan untuk catatan otopsi.

b. Memverifikasi bahwa tubuh almarhum akan diotopsi dan membuat semua

pengaturan untuk jadwal otopsi.

c. Setelah memastikan otopsi, memilih instrumen yang tepat, perangkat,

kontainer, dan peralatan lainnya yang digunakan selama otopsi.

3. Tugas Lain

15

a. Bertanggung jawab untuk pemeliharaan daerah otopsi tetap aseptik, termasuk

instrumen, peralatan, dan pakaian, dan asepsis yang tepat dalam penanganan

spesimen.

b. Bertanggung jawab untuk perakitan yang tepat, memegang spesimen untuk

penelitian di laboratorium, demonstrasi lebih lanjut, atau pengolahan.

c. Mengirimkan instruksi dari prosektor untuk fotografer akan penempatan dan

lokasi untuk mendapatkan foto-foto spesimen.

d. Bertanggung jawab untuk menjaga peralatan (misalnya mengasah pisau),

penyusunan dan menjaga larutan fiksatif, untuk menjaga kecukupan pasokan, dan

untuk mengisi kembali persediaan.

e. Bertanggung jawab untuk pengiriman otopsi dan / atau spesimen bedah ke

laboratorium lain, seperti yang diarahkan oleh prosektor, menggunakan teknik yang

tepat untuk kemasan dan memastikan keaman dari spesimen.

f. Bertanggung jawab untuk merawat pakaian dan barang-barang berharga,

merekam penerimaan

g. Menjemput mayat ketika kematian tidak terjadi di rumah sakit.12

2.2.2. Resiko

Kontak dengan mayat dapat terjadi selama pemindahan mayat,

penyimpanan, pencucian, pembalseman atau mempersiapkan mayat untuk

dikembalikan ke keluarga. Menurut NHS resiko yang berhubungan dengan petugas

kamar jenazah dibagi menjadi: 13

16

• Risiko fisik: kecelakaan dan cedera dapat dikaitkan dengan penggunaan peralatan.

Resiko juga berhubungan dengan mengangkat tubuh jenazah yang obesitas,

tergelincir dan jatuh karena adanya cairan di lantai dan luka baik karena benda

tajam atau fragmen tulang.

• Risiko infeksi: timbul dari paparan agen infeksi. Bahan infeksius dapat tersebar

dalam bentuk aerosol dan / atau cairan tubuh. Infeksi dapat terjadi sebagai akibat

dari mengisap, menelan, inokulasi atau percikan agen infeksius ke dalam mata.

Infeksi yang dapat terjadi seperti Viral Haemorrhagic Fever Grup 4 yaitu, Demam

Lassa, Crimean / Kongo Haemorrhagic Dengue, Ebola, Marburg virus, Virus

Hendra, Nipah Virus, Rabies, M. tuberculosis, virus Hepatitis B, Hepatitis C virus,

dan Human Immunodeficiency Virus.

• Resiko elektrik: timbul dari alat kelengkapan yang salah atau kurang terpelihara.

Bahaya listrik dapat timbul dari kontak air dengan listrik dan juga ketika

menyiapkan peralatan listrik.

• Risiko kimia: terkait dengan bahan kimia berbahaya dan / atau bahan kimia yang

mudah terbakar, bisa berupa larutan fiksatif, pelarut, dan disinfektan yang banyak

digunakan di kamar mayat. Uap yang muncul dari larutan formalin terkena udara

sehingga menyengat dan menyebabkan iritasi untuk mata dan saluran pernapasan

bahkan pada konsentrasi yang sangat rendah. Paparan pada kulit dapat

menyebabkan iritabilitas. The Control of Substances Hazardous to Health

Regulations 1999 (COSHH) mensyaratkan bahwa paparan formaldehid

17

dikendalikan serendah mungkin di bawah batas paparan maksimum 2 ppm (2,5 mg

m-3) di udara atau menurut referensi selama 15 menit.

• Resiko radiasi: bahan radioaktif untuk diagnosis dan / atau perawatan yang masih

ada dalam tubuh jenazah atau dari peralatan pencitraan yang digunakan dalam

kamar mayat. Mayoritas investigasi diagnostik dilakukan dengan radioaktif isotop

dikenal sebagai Teknesium 99m, Iodine-131 untuk mengobati kanker tiroid dan

Strontium 89 untuk metastase tulang. Hampir semua memiliki waktu paruh yang

relatif panjang, kecuali Teknesium 99m yang memiliki masa yang singkat hanya

enam jam dan dengan demikian jenazah mendapat perlakuan setelah 48 jam dari

pemberian substansi. Sedangkan bahaya yang terkait dengan radiasi eksternal untuk

investigasi diagnostik relatif kecil dan tidak memerlukan persiapan khusus.

Hinsen mencatat bahwa lamanya waktu sejak kematian dan jumlah

organisme bakteriologis berkorelasi positif. Terutama mayat yang tidak diobati

menyebabkan jumlah bakteri semakin tinggi. Hal ini diperparah oleh kenyataan

bahwa setelah kematian terjadi peningkatan, tidak hanya dalam jumlah sel mikroba,

tetapi juga dari virulensi (potensi menular). Hanzlick juga mencatat bahwa

kelangsungan hidup organisme menular setelah kematian dalam host manusia

bervariasi dan tergantung pada faktor-faktor lingkungan seperti suhu dan

kelembaban.14

Sebagaimana proses kematian berlangsung, berbagai perubahan terjadi

dalam tubuh. Invasi cairan serebrospinal oleh agen bakteri endogen yang berkaitan

dengan usus besar terjadi dalam 4 sampai 6 jam setelah kematian. Isolasi organisme

indikator (yang berasal dari usus besar), serta organisme non-indikator dari lokasi

18

pengambilan sampel seperti paru-paru dan kandung kemih, menunjukkan sejauh

mana agen mikroba dapat mentranslokasi seluruh tubuh dalam waktu yang relatif

singkat, dalam interval post mortem 4 sampai 8 jam. Organisme muncul dalam

waktu 4 jam dari kematian somatik dan mencapai puncak kepadatan 3,0-3,5 x 106

organisme per mililiter cairan tubuh atau per gram jaringan tubuh dalam waktu 24

sampai 30 jam (Rose dan Hockett, 1971) . Organisme dapat keluar dari lubang

tubuh ke lingkungan atau sebaliknya, dan mencemari permukaan yang berdekatan.

Mereka juga dapat menjadi partikulat udara dalam bentuk aerosol (partikel droplet)

atau partikel kering (droplet nuklei) dan meningkatkan potensi risiko infeksi.14

Pembalseman bertujuan untuk mencegah penyebaran agen infeksi baik

sebelum dan sesudah pemakaman. Gerson et al, 1998 membahas mengapa para

pekerja rumah duka beresiko tuberkulosis, hal ini dikarenakan prosedur

pembalseman rutin termasuk aspirasi darah dan cairan tubuh lainnya dari organ

berongga dan infus pengawet ke dalam arteri. Prosedur ini dapat mengakibatkan

aerosol. Singkatnya, selama proses kematian berlangsung, mikro-organisme hadir

dalam mayat berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. Ini dapat

meningkatkan virulensi dan mikro-organisme. Mengingat bahwa proses

pembalseman itu sendiri berpotensi dapat mengekspos karyawan untuk agen

infeksi, karena itu penting untuk melakukan proteksi diri.14

2.3. Langkah-langkah pencegahan infeksi :

Penularan penyakit menular mematikan yang berkaitan dengan perawatan kamar

jenazah telah dilaporkan. Namun demikian, aspek budaya dan agama masyarakat

setempat juga harus dihormati .Risiko yang dihadapi selama proses perawatan

19

kamar jenazah harus dinilai, dengan memberikan penjelasan yang rinci kepada

keluarga. Bila diperlukan, APD harus diberikan kepada keluarga tersebut setelah

diberi petunjuk mengenai cara penggunaannya. Setiap keluarga harus dihadapi

sesuai kasusnya, dengan menyeimbangkan hak mereka dengan risiko pajanan

terhadap infeksi.15

Pemulasaraan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu

menerapkan kewaspadaan Universal tanpa mengabaikan budaya dan agama yang

dianut. Setiap petugas kesehatan harus dapat memberikan nasehat dan mengambil

tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko penularan

penyakit menular seperti AIDS, kolera, TBC, demam tipoid.

Cara perawatan jenazah pengidap penyakit menular harus menerapkan prinsip

kewaspadaan universal. Prinsip Kewaspadaan Universal adalah memperlakukan

setiap cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh sebagai bahan infeksius. Selain itu

petugas pemulasaraan jenazah wajib mengenakan universal precaution (UP),

yakni standar perlengkapan kesehatan yang terdiri atas penutup kepala, masker,

goggle (penutup hidung), sarung tangan, pakaian steril, dan sepatu bot .16

2.3.1 Hal- hal yang perlu diperhatikan selama proses pemulasaran jenazah 17

2.3.1.1. Mempraktekkan kewaspadaan universal

• Perlakukan semua darah manusia dan material lain yang berpotensi untuk

menularkan penyakit seperti jaringan, telah terkontaminasi oleh pathogen

• Gunakan alat pelindung diri yang sesuai:

20

*Sarung tangan untuk semua yang akan menangani jenazah

*Gaun pelindung

* Masker

* Kacamata

* Kain bersih penutup jenazah

* Gunting

* Plester kedap air

* Kapas atau kasa

* Pembalut

* Wadah barang berharga

* Tempat barang bekas/ kotor

• Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas

sarung tangan

• Segera cuci tangan setelah terkena percikan darah atau material infeksius lainnya

• Melakukan handrub sebelum memakai sarung tangan jika fasilitas cucitangan

tidak tersedia

2.3.1.2. Menghindari kontak kulit dan membran mukosa

• Hindari menyentuh kulit,mulut, hidung, mata, dan lesi dikulit dengan sarung

tangan,atau jari yang terkontaminasi,serta segala benda atau permukaan yang

terkontaminasi

21

• Menutup tiap luka atau lesi dikulit dengan plester sebelum menangani jenazah

2.3.1.3. Hindari pajanan terhadap material yang berpotensi menyebarkan

infeksi

• Meluruskan tubuh jenazah dan meletakkanya dalam posisi terlentang.

• Menutup kelopak mata dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut, hidung dan

telinga

• Memberi alas kepala pada kepala jenazah dengan kain handuk untuk

menampung bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya

• Menutup anus jenazah dengan kasa dan plester kedap

• Bila terdapat sisa jaringan atau potongan tubuh, masukkan kedalam kantong

khusus

• Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan dalam kantong plastik

• Hindari atau minimalisasi segala tindakan yang berpotensi menimbulkan

percikan atau pembentuikan aerosol

2.3.1.4. Kelola benda tajam dengan benar

• Hati-hati terhadap benda –benda yang tajam, seperti tulang, pisau, jarum,

pecahan kaca, besi, dll

• Simpan pisau atau jarum ditempat yang terlindung untuk meminimalisasi risiko

luka

22

• Jangan menggunakan tangan untuk membersihkan pecahan kaca atau benda-

benda tajam lainnya

2.3.1.5. Disinfeksi setiap perlengkapan, peralatan, lingkungan kerja dan segala

area yang terkontaminasi

• Disinfeksi semua perlengkapan,peralatan dan wadah sesudah digunakan

• Membuat jadwal untuk membersihkan area kerja, peralatan, dan tempat sampah :

o Setelah menyelesaikan suatu prosedur

o Segera atau secepat mungkin ketika terkontaminasi

o Pada akhir dari jam kerja atau shift kerja

2.3.1.6. Tangani perlengkapan dan peralatan yang terkontaminasi dengan

benar

• Gunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, gaun pelindung, apron,

kaca mata, pelindung kepala, sepatu boot ketika menangani perlengkapan dan

peralatan yang terkontaminasi

• Tidak menggunakan alat pelindung diri atau pakaian yang terkontaminasi di

luar area kerja

• Ganti alat pelindung diri begitu rusak atau tertembus darah atau material yang

berpotensi menyebarkan infeksi

23

• Taruh perlengkapan atau peralatan yang terkontaminasi dalam kantong atau

wadah khusus

• Gunakan kantong atau wadah dengan warna atau label khusus untuk segala

perlengkapan atau peralatan yang terkontaminasi

• Cuci alat pelindung diri yang terkontaminasi dengan laundry khusus

• Cuci dan keringkan perlengkapan atau peralatan sesuai dengan instruksi pada

labelnya, pada air panas setidaknya 700 Celcius dan detergen selama 25 menit,

atau menggunakan bahan –bahan kimia dengan konsentrasi yang tepat untuk

proses pencucian menggunakan suhu yang rendah.

• Gunakan disinfektan yang telah disetujui oleh Badan Perlindungan

Lingkungan untuk membersihkan perlengkapan dan peralatan yang

terkontaminasi

• Gosok sepatu boot dan bahan- bahan kain yang terkontaminasi dengan

menggunakan sabun dan air panas.

2.3.1.7. Bersihkan tumpahan dari material yang berpotensi menyebarkan

infeksi

• Bersihkan tumpahan segera

• Bersihkan material yang tampak dengan kain lap atau handuk disposable

24

• Dekontaminasi area tumpahan dengan kain lap atau handuk bersih dengan disinfektan,

seperti larutan pemutih dan air ledeng dengan konsentrasi 1 : 100 (kurang lebih ¼ gelas

pemutih untuk tiap gallon air)

• Keringkan area tumpahan

• Buang kain lap dan bahan-bahan yang berpotensi infeksius lainnya pada wadah

pembuangan khusus

• Gunakan alat pelindung diri yang sesuai

• Gunakan sarung tangan

• Gunakan pelindung mata dan kepala, serta gaun atau apron apabila risiko percikan cukup

besar

• Gunakan sepatu boot

2.3.1.8. Praktikkan higinie individu yang baik

• Jangan mengkonsumsi makanan atau minuman di area yang terpapar bahan-

bahan yang berpotensi menyebarkan infeksi

• Jangan menyimpan makanan atau minuman di area yang terkontaminasi

bahan-bahan yang berpotensi untuk menyebarkan infeksi

• Tahan diri untuk menyentuh barang-barang milik pribadi seperti bolpoin, sisir,

dll untuk mencegah kontaminasi

2.3.1.9. Gunakan bahan-bahan kimia dengan aman

25

• Ikuti petunjuk atau manual dari pabrik yang memproduksi untuk penggunaan,

penyimpanan dan penaganan yang aman.

2.3.1.10. Pemindahan jenazah dari ruang isolasi 18

• Sesuai dengan Kewaspadaan Standar, penggunaan APD harus dilakukan untuk

menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh.

• Aspek budaya dan agama harus diperhatikan. Bila keluarga pasien ingin melihat jenazah

setelah dipindahkan dari ruang isolasi, mereka dapat diizinkan untuk melihatnya, dan

Kewaspadaan Standar harus dilakukan .

2.3.1.11. Perawatan jenazah18

• Staf kamar jenazah dan tim pemakaman harus melakukan Kewaspadaan Standar,

yaitu melakukan kebersihan tangan yang benar dan menggunakan APD yang sesuai

(menggunakan gaun pelindung, sarung tangan, pelindung wajah, bila ada risiko

percikan dari cairan tubuh/ sekret pasien ke badan dan wajah staf) Pembalseman

dapat dilakukan menurut prosedur biasa, sesuai dengan peraturan/undangundang

setempat dan dilakukan sesuai Kewaspadaan Standar.

• Pemulasaraan jenazah secara higienis (misalnya, membersihkan badan, merapikan

rambut,memotong kuku, dan mencukur) harus dilakukan dengan menerapkan

Kewaspadaan Standar.

2.3.1.12. Supervisor harus :

• Menyediakan fasilitas cuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, air hangat dan tissue

• Membuat ketentuan mengenai langkah-langkah penanganan perlengkapan dan peralatan

yang terkontaminasi

26

• Memastikan pasokan perlengkapan dan peralatan yang cukup

• Mengawasi apakah pekerja sudah mengikuti langkah – langkah kerja yang benar dan

aman serta mematuhi ketentuan yang berlaku

2.3.2 Prosedur dekontaminasi untuk disinfektan kimia

Dekontaminasi merupakan pembersihan dan disinfeksi rutin dari setiap instrument,

alat, dan permukaan lingkungan untuk meminimalisasi risiko terkontaminasi oleh

bahan-bahan yang berpotensi menyebarkan infeksi. Prosedur dekontaminasi

meliputi pembersihan dari material yang tampak dengan menggunakan sabun dan

air hingga prosedur disinfeksi dan sterilisasi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan

ketika melakukan prosedur dekontaminasi adalah derajat pembersihan mikro-

organisme yang diharapkan , tipe permukaan yang akan didekontaminasi, biaya,

dan kemudahan dalam penggunaan.

2.3.2.1. Prinsip- prinsip penggunaan disinfektan kimia

• Selalu gunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan tangan, mata,

wajah , dan permukaan tubuh lainnya ketika menggunakan disinfektan kimia.

• Gunakan disinfektan pada area yang ventilasinya baik.

• Bersihkan material yang tampak (darah, cairan tubuh, dan bahan-bahan lain yang

berptensi menyebarkan infeksi) dengan meyeluruh sebelum dibersihkan dengan

disinfektan kimia.

27

• Pilih disinfektan yang sesuai dengan kegiatan dan selalu baca label dan Material Safety

Data Sheet (MSDS).

• Ikuti petunjuk atau manual dari pabrik yang memproduksi untuk penggunaan,

penyimpanan dan penaganan yang aman.

• Buka, bongkar dan rendam instrument untuk memastikan kontak langsung antara semua

permukaan dengan disinfektan.

• Bilas dengan menyeluruh dan keringakan semua perlengkapan dan peralatan setelah

prosedur disnfeksi.

2.3.2.2. Macam-macam disinfektan kimia

1. Chlorine

• Karakteristik

o Aktif secara universal terhadap semua jenis mikroorganisme

oEfektif untuk mendisinfeksi tumpahan darah yang mengandung HIV atau virus

hepatitis B (HBV)

• Aplikasi :

Larutan dengan konsentrasi 1 : 100 atau 500 ppm (parts per million) pemutih

dan air ledeng (kurang lebih ¼ gelas pemutih untuk tiap gallon air) dapat

digunakan untuk mendisinfeksi peralatan, perlengkaoan dan permukaan kerja

yang terkontaminasi

• Konsentrasi: Sebanyak 3% konsentrasi senyawa aktif

28

• Umur simpan: 1 minggu

• Bahaya kesehatan : Toksik dan korosif pada konsentrasi 10.000 ppm

• Proteksi diri : kacamata,sarung tangan

• Contoh : Clorox, Purex, dan Chloros

2. Iodine

• Aplikasi :

o Disinfektan umum ketika dicampur dengan senyawa lainya

oPada umumnya digunakan untuk disinfeksi kulit

• Konsentrasi: Sebanyak 2% konsentrasi senyawa aktif

• Umur simpan: Lebih dari 1 minggu

• Proteksi diri : tidak dibutuhkan

• Contoh : Wescodyne

3. Alkohol

• Aplikasi :

Disinfektan permukaan umum (General surcafe disinfectan)

• Konsentrasi:

29

o 70% konsentrasi senyawa aktif ethyl alcohol

o 85% konsentarsi senyawa aktif isopropyl alcohol

• Umur simpan: lebih dari 1 minggu

• Bahaya kesehatan : iritasi mata dan membrane mukosa

• Proteksi diri : kacamata,sarung tangan, pelindung wajah

4. Senyawa Fenol

• Karakteristik

o Efektif untuk berbagai macam bakteri, termasuk Mycobacterium tuberculosis

oTidak segera dinetralisasi oleh senyawa organic

oStabil pada larutan yang digunakan untuk disinfeksi

oRelatif murah

• Aplikasi :

Disinfeksi peralatan, perlengkapan dan permukaan kerja

• Konsentrasi: Sebanyak 1-2% konsentrasi senyawa aktif

• Umur simpan: Lebih dari 1 minggu

30

• Bahaya kesehatan : Toksik dan korosif

• Proteksi diri : kacamata,sarung tangan

• Contoh : Clorox, Purex, dan Chloros

5. Senyawa ammonium kuartener

• Karakteristik

o Relatif non-toksik

oSenyawa antibakteri dengan sifat detergen

• Aplikasi :

Umum digunakan untuk rumah tangga dan mendisinfeksi permukaan

lingkungan

• Kontraindikasi : Jangan digunakan untuk mendisinfeksi instrumen

• Konsentrasi: Sebanyak 2% konsentrasi senyawa aktif

• Umur simpan: lebih dari 1 minggu

• Bahaya kesehatan : Iritasi hidung, dan dapat menimbulkan dermatitis kontak

• Proteksi diri : sarung tangan

• Contoh : A-33, Benzalkonium chloride, Roccal

31

6. Senyawa Aldehida

• Aplikasi :

Umumnya digunakan untuk sterilisasi dingin dari instrumen.

• Konsentrasi:

o Sebanyak 6-8% konsentrasi senyawa aktif untuk formaldehida

o Sebanyak 2% konsentrasi senyawa aktif untuk glutarlaldehida

• Umur simpan: Lebih dari 1 minggu

• Bahaya kesehatan :

o Formaldehida merupakan iritan saluran pernafasan dan suspek karsinogen

o Glutarlaldehida merupakan iritan kulit dan membrane mukosa, serta dapat

menyebabkan dermatitis kontak alergi

• Proteksi diri : kacamata,sarung tangan, pelindung wajah

• Contoh : Cidex

32

2.3.3 Tatalaksana jenazah khusus19

2.3.3.1 Tatalaksana jenazah flu burung

Penatalaksanaan terhadap jenazah pasien flu burung dilakukan secara khusus

sesuai dengan UU Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah

Penyakit Menular :

a. Memperhatikan norma agama atau kepercayaan dan perundangan yang berlaku.

b. Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.

c. Perlakuan terhadap jenazah dan penghapus-hamaan

bahan dan alat yang digunakan dalam penatalaksanaan jenazah dilakukan oleh

petugas kesehatan.

1. Kamar Jenazah

Seluruh petugas pemulasaraan jenazah telah mempersiapkan kewaspadaan umum

(universal precaution). Sebelumnya mencuci tangan dengan sabun, serta sebelum

dan sesudah sarung tangan dilepas. Perlakuan terhadap jenazah : luruskan tubuh,

tutup mata, telinga, dan mulut dengan kapas / plester kedap air, lepaskan alat

kesehatan yang terpasang, setiap luka harus diplester dengan rapat.

Jika diperlukan untuk memandikan jenazah (air pencuci dibubuhi bahan

desinfektan) atau perlakuan khusus terhadapjenazah maka hanya dapat dilakukan

oleh petugas khusus dengan tetap memperhatikan universal precaution. Jenazah

pasien flu burung ditutup dengan kain kafan / bahan dari plastik (tidak dapat

tembus air). Dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang

33

tidak mudah tercemar. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung di Rumah Sakit

Jenazah tidak boleh dibalsem, atau disuntik pengawet. Jika akan diautopsi hanya

dapat dilakukan oleh petugas khusus, autopsi dapat dilakukan jika sudah ada izin

dari pihak keluarga dan direktur rumah sakit. Jenazah yang sudah dibungkus tidak

boleh dibuka lagi. Jenazah sebaiknya hanya diantar / diangkut dengan mobil

jenazah. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan di dalam

pemulasaraan jenazah.

2. Tempat Pemakaman Umum :

Setelah semua prosedur jenazah dilaksanakan dengan baik, maka pihak keluarga

dapat turut dalam penguburan jenazah tersebut. Penguburan dapat dilaksanakan di

tempat pemakaman umum.

2.3.3.2 Tatalaksana jenasah pada penderita hiv aids

Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam tubuh

manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal,

virus pun akan mati.Pertemuan pembahasan “prosedur tetap” pemulasaran jenazah

pasien hiv-aids pokja care support treatment komisi penanggulangan aids (kpa)

propinsi jawa tengah dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2010, bertempat di

Aula RSUP Dr Kariadi Semarang dengan hasil sebagai berikut :

34

1. Prinsip: Selalu menerapkan Kewaspadaan Universal (memperlakukan

setiap cairan tubuh, darah dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan yang

infeksius), tanpa mengabaikan Budaya dan Agama yang dianut keluarga, tindakan

petugas mampu mencegah penularan.

2. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam perawatan jenasah : Ruang

perawatan, Pengangkutan ke kamar jenazah, Pengelolaan di kamar jenazah,

Persiapan pemakaman.

3. Ketentuan Umum Penanganan jenasah : Semua petugas yang menangani

jenazah harus mendapatkan vaksinasi hepatitis B, Dokter yang merawat pasien

menggolongkan kategori jenazah, Hindari kontak langsung dengan darah atau

cairan tubuh lainnya, Luka dan bekas suntikan didesinfektan, Semua orifisium

( lubang” tubuh ) ditutup dengan kasa absorben dan di plester kedap air, Badan

jenazah harus bersih dan kering, Pasang label pada kaki atau ibu jari sesuai

kategorinya.

4. Prosedur Pemulasaran jenasah : Mencuci tangan, yang menangani jenazah

memakai sarung tangan, gaun, masker, lepas selang infus dll, buang pada wadah

infeksius, bekas luka di plester kedap air, lepaskan pakaian tampung pada wadah

khusus, Kasa pembalut pada perineum dilekatkan dengan plester kedap air,

letakkan jenazah pada posisi terlentang, letakkan handuk kecil di belakang kepala,

tutup kelopak mata dengan kapas lembab, tutup telinga dan mulut, dengan kapas /

kasa, Bersihkan jenazah, tutup jenazah dg kain bersih disaksikan keluarga, pasang

label sesuai kategori di pergelangan kaki / ibu jari kaki, beritahu petugas KM,

bahwa pasien meninggal adalah penderita penyakit menular, masukkan jenazah ke

35

dalam kantong jenazah, tempatkan jenazah ke dalam brankart tertutup dan dibawa

ke KM, cuci tangan dan lepas gaun untuk direndam pada tempatnya, buang bahan

yang sekali pakai pada tempat khusus.

5. Yang harus diperhatikan pada saat pemulasaran jenasah : Jenazah tidak

boleh di balsem atau diawetkan, Otopsi terhadap jenazah hanya dapat dilakukan

oleh petugas khusus yang sudah terlatih dan sudah mendapatkan ijin dari keluarga

dan Direktur RSDK( RS setempat),Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh

dibuka lagi.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3. 1 Metode Survey

Sampel yang kami gunakan untuk survey adalah petugas pemulasaran

jenazah yang bekerja di instalasi Forensik dan Pemulasaran Jenazah RSUP Dokter

Kariadi, Semarang. Survey di laksanakan pada tanggal 9 hingga 12 Mei 2013.

Petugas yang menjadi sampel dari survey ini berjumlah 6 orang, sedangkan

prosedur pemulasaran yang diamati berjumlah satu . Instrumen yang kami

gunakan untuk survey ini berupa kuesioner mengenai pengetahuan petugas

pemulasaran jenazah terhadap infeksi nosokomial di instalasi pemulasaran

jenazah, dan kuesioner dan checklist mengenai pengetahuan dan perilaku petugas

36

pemulasaran jenazah terhadap langkah-langkah pencegahan infeksi di Instalasi

Pemulasaran Jenazah.

3.1.1 Checklist perilaku petugas pemulasaran jenazah terhadap langkah-

langkah pencegahan infeksi di Instalasi Pemulasaran Jenazah

No Langkah-langkah pencegahan infeksi Ya Tidak1 Mencuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung

tangan Melakukan handrub sebelum memakai sarung tangan jika

fasilitas cucitangan tidak tersedia2 Memakai alat pelindung diri

Sarung tanganMaskerGaun pelindung/apronKacamataSepatu bootPelindung kepala atau helm

3 Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi

terlentang 4 Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau

kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga5 Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung

bila ada rembesan darah atau cairan tubuh lainnya 6 Tutup anus dengan kasa dan plester kedap air 7 Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan

dalam kantong plastik8 Sesudah menangani jenazah,lepaskan semua perlengkapan

dan letakkan perlengkapan tersebut dalam wadah yang

aman 9 Disinfeksi semua perlengkapan dan wadah sesudah

digunakan10 Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan

37

darah dan/ atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan

larutan klorin 0,5%11 Tidak menggunakan alat pelindung diri atau pakaian yang

terkontaminasi di luar area kerja12 Mencuci tangan dengan sabun sesudah melepas sarung

tangan Melakukan handrub sesudah melepas sarung tangan jika

fasilitas cucitangan tidak tersedia

3.1.2. Kuesioner pengetahuan petugas pemulasaran jenazah terhadap

langkah-langkah pencegahan infeksi di Instalasi Pemulasaran Jenazah

No Pertanyaan Ya Tidak1 Anda memperlakukan semua darah manusia dan material

lain yang berpotensi untuk menularkan penyakit seperti

jaringan, telah terkontaminasi oleh pathogen

2 Wajib untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum

memakai sarung tangan Lakukan handrub sebelum memakai sarung tangan jika

fasilitas cucitangan tidak tersedia?3 Alat pelindung diri yang perlu digunakan adalah sebagai

berikut :Sarung tanganMaskerGaun pelindung/apronKacamataSepatu bootPelindung kepala atau helm

4 Jika anda mengalami luka atau lesi dikulit,maka perlu

ditutup dengan plester sebelum menangani jenazah

38

5 Penting untuk meluruskan tubuh jenazah dan

meletakkannya dalam posisi terlentang6 Kelopak mata jenazah perlu ditutup dengan kapas atau kasa;

begitu pula mulut, hidung dan telinga.7 Alas kepala perlu diberikan pada jenazah dengan kain

handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau

cairan tubuh lainnya 8 Tutup anus jenazah dengan kasa dan plester kedap air 9 Hindari menyentuh kulit,mulut, hidung, mata, dan lesi

dikulit dengan sarung tangan,atau jari yang

terkontaminasi,serta segala benda atau permukaan yang

terkontaminasi?10 Sampah dan bahan terkontaminasi lainnya ditempatkan

dalam kantong plastik atau wadah khusus11 Sesudah menangani jenazah,semua alat pelindung diri perlu

dilepaskan dan diletakkan dalam wadah yang aman 12 Semua perlengkapan, peralatan dan wadah perlu

didisinfeksi sesudah digunakan13 Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan

darah dan/ atau cairan tubuh lain segera dibersihkan dengan

larutan klorin 0,5%14 Tidak menggunakan alat pelindung diri atau pakaian yang

terkontaminasi di luar area kerja15 Mencuci tangan dengan sabun sesudah melepas sarung

tangan Melakukan handrub sesudah melepas sarung tangan jika

fasilitas cucitangan tidak tersedia

39

3.1.3 Kuesioner pengetahuan petugas mengenai infeksi nosocomial

1. Apakah anda mengetahui bahwa jenazah berpotensi untuk menyebarkan

penyakit infeksi atau menular ?

2. Infeksi atau penyakit apa saja yang dapat menyebar melalui jenazah ?

3. Apakah anda mengetahui akibat dari infeksi tersebut ? Jika ya, apa saja ?

4. Apakah anda tahu cara penyebaran infeksi tersebut ?

5. Apakah anda mengetahui cara mencegah infeksi tersebut ?

3.1.4. Kuesioner mengenai vaksinasi

• . Apakah anda mendapat vaksinasi untuk mencegah infeksi selama anda bekerja

sebagai petugas jenazah ?

• Jika iya, vaksinasi apa saja ?

3.2 Hasil Survey

Berdasarkan survey yang telah kami lakukan didapatkan bahwa:

a. perilaku petugas pemulasaran jenazah terhadap langkah-langkah pencegahan

infeksi di Instalasi Pemulasaran Jenazah adalah sebagai berikut :

1. semua petugas yang disurvey tidak mencuci tangan dengan sabun

sebelum memakai sarung tangan.

2. Kelengkapan alat pelindung diri,

40

a. semua petugas telah menggunakan handscoon atau sarung

tangan.

b. Tidak ada petugas yang menggunakan masker, kacamata, dan

pelindung kepala

c. Petugas yang menggunakan apron berjumlah 2 orang

d. Petugas yang menggunakan sepatu boot berjumlah 2 orang

3. Petugas sudah meluruskan tubuh jenazah dan meletakkanya dalam

posisi terlentang.

4. Petugas tidak menutup kelopak mata dengan kapas atau kasa; begitu

pula mulut, hidung dan telinga

5. Petugas tidak memberi alas kepala pada kepala jenazah dengan kain

handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan tubuh

lainnya

6. Petugas jenazah tidak menutup anus dengan kasa dan plester kedap

air

7. Petugas sudah menaruh sampah dan bahan terkontaminasi lainnya

dalam wadah khusus

8. Petugas sudah menaruh perlengkapan dan peralatan ketempatnya

setelah dipakai. Namun alat pelindung diri sekali pakai seperti apron

tetap dipakai ulang.

41

9. Petugas tidak melakukan disinfeksi perlengkapan dan wadah

sesudah digunakan. Untuk mebersihkan peralatan yang telah

digunakan, petugas mencucinya hanya dengan sabun detergen.

10. Permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan/ atau

cairan tubuh lain tidak dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%,

melainkan hanya dibersihkan menggunakan air dan pemutih

Bayclean.

11. Petugas tidak menggunakan alat pelindung diri atau pakaian yang

terkontaminasi di luar area kerja

12. Petugas sudah mencuci tangan dengan sabun sesudah melepas

sarung tangan

b. Pengetahuan petugas pemulasaran jenazah terhadap langkah-langkah

pencegahan infeksi di Instalasi Pemulasaran Jenazah adalah sebagai berikut :

1. Sebanyak 4 dari 6 petugas yang disurvey tahu bahwa perlu untuk

mencuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan.

2. Semua petugas tahu alat pelindung diri yang harus dipakai

3. Semua petugas tahu untuk meluruskan tubuh jenazah dan

meletakkanya dalam posisi terlentang.

42

4. Semua petugas tahu untuk menutup kelopak mata dengan kapas atau

kasa; begitu pula mulut, hidung dan telinga

5. Semua petugas tahu untuk memberi alas kepala pada kepala jenazah

dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau

cairan tubuh lainnya

6. Semua petugas tahu untuk menutup anus dengan kasa dan plester

kedap air

7. Semua petugas tahu untuk menaruh sampah dan bahan

terkontaminasi lainnya dalam wadah khusus

8. Semua petugas tahu untuk menaruh perlengkapan dan peralatan

ketempatnya setelah dipakai.

9. Semua petugas tahu untuk melakukan disinfeksi perlengkapan dan

wadah sesudah digunakan. Untuk membersihkan peralatan yang

telah digunakan, disinfektan yang baik adalah klorin 0,5%

10. Semua petugas tahu untuk membersihkan permukaan yang terkena

percikan atau tumpahan darah dan/ atau cairan tubuh lain tidak

dibersihkan dengan disinfektan

11. Semua petugas tahu untuk tidak menggunakan alat pelindung diri

atau pakaian yang terkontaminasi di luar area kerja

43

12. Semua petugas tahu bahwa perlu mencuci tangan dengan sabun

sesudah melepas sarung tangan

c. Pengetahuan petugas pemulasaran jenazah mengenai infeksi nosokomial di

Instalasi Pemulasaran Jenazah adalah sebagai berikut :

1. Semua petugas tahu bahwa proses pemulasaran jenazah berpotensi

untuk menyebarkan penyakit menular

2. Sebanyak 4 dari 6 petugas tidak mengetahui penyakit apa saja yang

dapat menular melalui proses pemulasaran jenazah. Petugas yang

mengetahui menjawab sebagai berikut :

Petugas 1: Flu burung

Petugas 2: Flu burung, AIDS, Hepatitis, gangren, TBC

3. Sebanyak 5 dari 6 petugas tidak mengetahui akibat dari penyakit

yang dapat menular melalui proses pemulasaran jenazah. Petugas yang

mengetahui menjawab bahwa flu burung dan TBC menyebabkan batuk

dan gangguan pernapasan, dan gangren dapat menyebabkan luka dikulit

yang membusuk.

4. Semua petugas tidak tahu bagaimana cara penyebaran infeksi

tersebut.

5. Semua petugas mengetahui cara untuk mencegah infeksi nosocomial,

yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap dan

mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.

44

d. Pertanyaan mengenai vaksinasi

1. Semua petugas tidak pernah mendapat vaksinasi selama bekerja

sebagai petugas pemulasaran jenazah

3.3 Pembahasan

Dari hasil diatas kami simpulkan bahwa petugas pemulasaran jenazah

masih belum melakukan semua langkah-langkah yang ditujukan untuk

mencegah penularan infeksi nosokomial di kamar jenazah. Untuk pengetahuan

petugas mengenai pencegahan infeksi menular pada proses pemulasaran

jenazah pada umumnya sudah baik. Mereka telah mendapat pelatihan dan

pembekalan sebelum bekerja sebagai staff pemulasaran jenazah. Alasan

petugas untuk tidak mengikuti langkah-langkah yang telah dianjurkan adalah

tidak efeisiennya waktu apabila menggunakan alat pelindung diri yang lengkap

dan ketidaknyamanan ketika menggunakan alat pelindung diri lengkap di ruang

jenazah akibat gerah.

Hal yang melatarbelakangi perilaku petugas jenazah tidak mengikuti

langkah-langkah yang dianjurkan untuk mencegah infeksi adalah kurangnya

pengetahuan petugas mengenai infeksi nosokomial di kamar jenazah. Saat

diwawancarai, mayoritas petugas tahu bahwa proses pemulasaran jenazah

dapat menyebarkan infeksi, namun tidak mengetahui infeksi apa saja yang

dapat menular.Hanya dua orang di survey ini yang mampu untuk menyebutkan

45

infeksi-infeksi yang mampu menyebar melalui proses pemulasaran jenazah.

Begitu pula untuk proes penularannya, dan pencegahan dari infeksi tersebut.

Dari survey kami, didapatkan bahwa hanya beberapa jenazah dengan keadaan

khusus seperti jenazah orang yang meninggal akibat flu burung yang

diperlakukan dengan mengikuti langkah-langkah pencegahan infeksi yang

dianjurkan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

46

4.1. Kesimpulan

Petugas pemulasaran jenazah belum mengikuti langkah-langkah yang

dianjurkan untuk mencegah infeksi nosokomial, walaupun sudah memiliki

pengetahuan yang baik mengenai langkah-langkah pencegahan infeksi

nosokomial. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan

petugas mengenai infeksi nosokomial.

4.2. Saran :

Untuk meningkatkan kesadaran petugas pemulasaran jenazah terhadap

pentingnya langkah-langkah pencegahan infeksi, kami menyarankan hal-hal

sebagai berikut :

• Edukasi mengenai infeksi nosokomial di kamar jenazah, cara – cara

penularan dan pencegahanya.

• Peningkatan pengawasan terhadap kepathuan petugas terhadap

langkah-langkah pencegahan infeksi nosokomial

• Pemberian vaksinasi untuk mencegah penyakit menular

• Penelitian lebih lanjut untuk dengan sampel yang lebih luas dan durasi

yang lebih lama agar hasil lebih merepresntasikan keadaan yang

sesungguhnya.

47

48