25
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk (Peck, 2013). Diperkirakan 195.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh luka bakar dan sebagian besar terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2012). Dan hampir separuh terjadi di wilayah Asia Tenggara.Menurut Riset Kesehatan Dasar Depkes RI (2007) prevalensi kejadian luka bakar di Indonesia adalah sebesar 2,2%. Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sebesar 3,8%. Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidajat, 2005). Pada luka bakar sering terjadi infeksi baik berasal dari endogen dan eksogen (Pruit, 1998). Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-25%), anaerob dan virus (5-10%)(Capoor et al, 2010). Pada penelitian Saaiq (2012) organisme yang ditemukan pada luka bakar adalah Pseudomonas aeruginosa (n=23), Klebsiella (n=4), Staphylococcus aureus(n=3),methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

1Proposal Penelitian Dr. Ronny

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bedah

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangLuka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk (Peck, 2013). Diperkirakan 195.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh luka bakar dan sebagian besar terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2012). Dan hampir separuh terjadi di wilayah Asia Tenggara.Menurut Riset Kesehatan Dasar Depkes RI (2007) prevalensi kejadian luka bakar di Indonesia adalah sebesar 2,2%. Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sebesar 3,8%.Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidajat, 2005). Pada luka bakar sering terjadi infeksi baik berasal dari endogen dan eksogen (Pruit, 1998). Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-25%), anaerob dan virus (5-10%)(Capoor et al, 2010). Pada penelitian Saaiq (2012) organisme yang ditemukan pada luka bakar adalah Pseudomonas aeruginosa (n=23), Klebsiella (n=4), Staphylococcus aureus(n=3),methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (n=3), Candida albicans (n=3), E. coli (n=2), and Proteus (n=2). Skin graft adalah penempelan kulit dengan operasi dari satu area tubuh dan ditransplantasikan, atau melekat, ke daerah lain (Semer, 2001). Skin graft digunakan dalam berbagai situasi klinis termasuk rekonstruksi luka bakar. Skin grafts dapat dilkasifikasikan split-thickness dan fullthickness (Thome, 2007). Split Thickness Skin Graft (STSG) terdiri dari lapisan atas kulit (epidermis dan bagian daridermis) (Semer, 2001).Tingkat keberhasilan STSG tergantung beberapa faktor salah satunya adalah infeksi (Guo, 2010).Patogen yang paling umum yang menyebabkan kegagalan graft adalah coagulase-positive staphylococcus, Pseudomonas dan beta-haemolytic Streptococcus (Magliacani, 1990). Berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi, infeksi luka terjadi apabila djumpai koloni kuman lebih dari 100.000 (105) organisme atau koloni per gram jaringan atau mm3pus (Healy, 2006). Data Departemen Mikrobiologi RSUP H. Adam Malik melaporkan kuman yang paling banyak dijumpai pada pasien rawat inap pada tahun 2013 yaitu Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeroginosa dan staphylococcus aureus.Dari data - data di atas tampak bahwa adanya hubungan antara infeksi kuman dengan tingkat keberhasilan STSG. Di RSUP H. Adam Malik belum ada penelitian mengenai hubungan koloni kuman dengan tingkat keberhasilan Split Thickness Skin Graft (STSG) belum ada, termasuk pasien luka bakar. Oleh karena itu, peneliti perlu meneliti hubungan koloni kuman dengan tingkat keberhasilan Split Thickness Skin Graft (STSG) pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2.Rumusan MasalahApakah ada hubungan koloni kuman dengan tingkat keberhasilan Split Thickness Skin Graft (STSG) pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.HipotesaAda hubungan koloni kuman dengan tingkat keberhasilan Split Thickness Skin Graft (STSG) pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4.Tujuan1.4.1.Tujuan umumMengetahui hubungan koloni kuman dengan tingkat keberhasilan Split Thickness Skin Graft (STSG) pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4.2.Tujuan Khusus1. Mengetahui angka keberhasilan STSG pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.2.Mengetahui prevalensi kegagalan Split Thickness Skin Graft (STSG) pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan Split Thickness Skin Graft (STSG) pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.4. Mengetahui koloni maksimal kuman sebagai syarat keberhasilan untuk dilakukan STSG terdapat pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan

1.5.Manfaat1.5.1. Bidang Akademik/IlmiahMeningkatkan pengetahuan peneliti di bidang bedah plastik, khususnya Mengetahui hubungan koloni kuman dengan tingkat keberhasilan STSG pada pasien luka bakar di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.5.2.Bidang Pelayanan Masyarakat Meningkatkan keberhasilan penanganan penderita luka bakar, khususnya pelayanan di bidang bedah plastik.

1.5.3. Bidang Pengembangan Penelitian Memberikan data awal terhadap departemen bedah plastik tentang kebehasilan STSG berdasarkan koloni maksimal kuman pada pasien luka bakar di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka BakarLuka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidayat, 2005).

2.2Patofisiologi Luka BakarPanas tidak hanya merusak kulit secara lokal tetapi memiliki banyak efek umum pada tubuh. Perubahan ini khusus untuk luka bakar dan umumnya tidak mengalami pada luka yang disebabkan oleh cedera lainnya (Vartak A, 2010).Ada peningkatan dalam permeabilitas kapiler karena efek panas dan kerusakan. Hal ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke interstitial. Hasil dari peningkatan permeabilitas kapiler dan plasma kebocoran berlanjut sampai 48 jam dan maksimum pertama 8 jam pertama. Dengan 48 jam baik permeabilitas kapiler kembali menjadi normal atau trombosis dan tidak lebih bagian dari sirkulasi. Hilangnya plasma ini adalah penyebab syok hipovolemik pada luka bakar. Berikut ini adalah penyebab dari kehilangan darah pada luka bakar:1. Sel darah merah yang hilang dalam pembuluh mendasari kulit terbakar pada fase akut. Oleh karena itu, lebih dalam luka bakar lebih banyak kehilangan darah. Darah yang akan ditransfusikan setelah 48 jam kecuali dinyatakan seperti pada anemia yang sudah ada atau kehilangan darah secara keseluruhan karena penyebab lainnya.2. Masa hidup sirkulasi sel darah merah berkurang karena dengan efek langsung dari panas dan mereka hemolysed awal. Bakar yang luas juga menyebabkan sumsum tulang depresi yang mengarah ke anemia.3. Pada tahap kronis luka bakar, kehilangan darah dari granulasi luka, dan infeksi bertanggung jawab untuk anemia. Tidak seperti kebanyakan luka lain, luka bakar yang biasanya steril pada saat cedera. Panas menjadi agen penyebab, juga membunuh semua mikro-organisme pada permukaan. Itu hanya setelah minggu pertama luka bakar yang luka permukaan ini cenderung terinfeksi, sehingga membuat membakar sepsis luka sebagai penyebab utama kematian diluka bakar. Di sisi lain, luka lain misalnya, menggigit luka, luka tusuk, luka dan lecetyang terkontaminasi pada saat penderitaan belum mereka jarang penyebab sepsis sistemik.

2.3Derajat Luka BakarKedalaman luka bakar penting untuk menilai bertanya luka bakar, merencanakan perawatan luka, dan memprediksi hasil dari segi fungsional maupun kosmetik. Derajat luka bakar dibagi menjadi 3 bagian yaitu: 1. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari.2. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari. 3. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).

2.4Fase Penyembuhan Luka BakarPenyembuhan luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar. Jackson(1959) menggambarkan tiga zona dirusak jaringan dibakar (A rturson, 1996) : Zona pusat koagulasi ini adalah bagian tengah dari membakar dengan nekrosis coagulative lengkap. Zonastasis-zona stasis adalah di pinggiran zona koagulasi. Sirkulasi adalah lamban dalam zona ini tetapi dapat pulih setelah awal dan memadai resusitasi, dan perawatan lukayang tepat. Zona terluar dari hiperemi Ini adalah perangkat untuk zonastasis. Ini adalah hasil dari vasodilatasi intens seperti yang terlihat dalam fase inflamasi setelah trauma.Hal ini akhirnya pulih sepenuhnya.

Gambar 2.1.Luka Bakar pada Anak dengan 3 zona kerusakan jaringan menurut, contoh (a) zona koagulasi, (b) zona stasis, (c) zona hiperemia

Pada tingkat pertama dan kedua derajat luka bakar ringan, penyembuhan adalah dengan tujuan utama. Tingkat dua dan jikal luka bakar sembuh dari epitel folikel rambut sisa-sisa, yang berada dibanyak dalam dermis superfisial. Penyembuhan selesai dalam waktu 5-7 hari dan hampir bekas luka kurang. Ditingkat dua dalam dan luka bakar tingkat tiga, penyembuhan adalah dengan niat sekunder, yang melibatkan proses epithelisasi dan kontraksi. (Gambar 2) Inflamasi (reaktif), proliferasi (reparatif) dan pematangan (renovasi) merupakan tiga fase dalam penyembuhan luka. Ini adalah sama untuk semua jenis luka, yangsatunya perbedaan adalah dalam durasi setiap tahap.

Gambar 2.2: Penyembuhan luka bakar dengan secondary intentiondengan kontraksi dan scar hipertrofi

2.4.1 Fase InflamasiIni adalahs ama di semua luka traumatis segera setelah cedera, respon inflamasi tubuh yang dimulai memiliki pembuluh darah dan komponen seluler (Werner S, 2003). Respon Vascular : Segera setelah luka bakar ada sebuah vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi cairan diruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas meningkat permeabilitas kapiler dapat digeneralisasi terkemuka ekstravasasi besar cairan plasma membutuhkan pengganti. Respon seluler : Neutrofil dan monosit adalah sel pertama yang bermigrasi di lokasi peradangan. Kemudian pada neutrofil mulai menurun dan digantikan oleh makrofag. Migrasi sel ini di inisiasi olehfaktor chemotactic seperti kalikrein dan peptida fibrin dilepaskan dari proses koagulasi dan zat dilepaskan dari sel mast seperti tumor necrosis faktor, histamin, protease, leukotreins dan sitokin. Respon seluler membantu dalam fagositosis dan pembersihan jaringan yang mati dan racun yang dikeluarkan oleh jaringan terbakar.

2.4.2 Fase ProliferasiPada luka bakar ketebalan parsial re-epitelisasi dimulai dalam bentuk migrasi keratinosit dari layak kulit unsur tambahan dalam dermis beberapa jam setelah cedera, inibiasanya meliputi luka dalam waktu 5-7 hari. setelah reepithelialization bentuk zona membran basement antara dermis dan epidermis. angiogenesis dan fibrogenesis bantuan dalam dermal pemulihan. Penyembuhan setelah luka bakar eksisi dan grafting.

2.4.3Fase RemodellingFase Remodelling adalah fase ketiga dari penyembuhan dimana pematangan graft atau bekas luka terjadi. Pada tugas akhir ini fase penyembuhan luka pada awalnya ada peletakan protein struktural berserat yaitu kolagen dan elastin sekitar epitel, endotel dan otot polos sebagai matriks ekstraseluler. Kemudian dalam fase resolusi matriks ekstra seluler ini remodels menjadi jaringan parut dan fibroblast menjadi fenotip myofibroblast yang bertanggung jawab untuk bekas luka kontraksi.Di tingkat dua dermal mendalam dan ketebalan penuh luka bakar yang tersisa untuk menyembuhkan sendiri dari fase resolusi ini mereka adalah berkepanjangan dan waktu bertahun-tahun dan bertanggung jawab untuk jaringan parut hipertrofik dan kontraktur. Hiperpigmentasi terlihat pada luka bakar ringan adalah karena respon terlalu aktif melanosit untuk membakar trauma dan hipopigmentasi terlihat pada luka bakar dalam adalah karenapenghancuran melanosit dari pelengkap kulit. Didaerah kulit-dicangkokkan sekali inervation dimulai, tumbuh dengan saraf mengubah kontrol melanosit yang biasanya mengarah untuk hiperpigmentasi pada individu berkulit gelap dan hipo pigmentasi pada individu berkulit putih.

2.5Manajemen Luka Bakar2.5.1 Kebutuhan Cairan Pada Luka BakarTidak ada satu formula yang diterima secara universal untuk menghitung kualitas dan kuantitas cairan yang diperlukan dalam luka bakar yang luas. Semua unit luka bakar besar di seluruh dunia menggunakan rumus sendiri atau modifikasi dari satu formula diterima (Caisons JS, 1989). Hal ini jelas menunjukkan bahwa semua formula ini adalah panduan kasar untuk menghitung cairan diperlukan pada luka bakar yang luas untuk 24-48 jam pertama. Sebenarnya kualitas dan kuantitas harus diubah sesuai dengan output urine per jam dan parameter penting lain dari pasien. Berikut ini adalah beberapa rumus populer dan internasional yang dapat diterima:1. Evan Formula adalah 2 ml/kg/% luka bakar untuk 24 jam pertama selain kebutuhan sehari-hari pasien. Setengah dari cairan ini ditransfusikan dalam pertama 8 jam dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Sejauh jenis adalah setengah bersangkutan cairan ini akan kristaloid yaitu, Ringer laktat setengah akan plasma.2. Brookes Formula-Ini adalah sama dengan rumus Evan. Berikut tiga-empat dari cairanyang digunakan adalah kristaloid dan seperempat adalah plasma.3. Parkland Formula-Kuantitas dihitung sebagai 4 ml/kg/% dari luka bakar termasuk kebutuhan harian cairan. Semua cairan diberikan dalam bentuk kristaloid.Kami menggunakan rumus Brooke dimodifikasi di mana jumlah cairan dihitung diberikan dalam bentuk kristaloid dan koloid umumnya tidak digunakan kecuali diindikasikan secara klinis.

2.5.3Nutrisi Pada Pasien Luka BakarLuka bakar yang luas adalah cedera parah katabolik ditopang oleh tubuh yang meluas selama periode waktu yang panjang sampai semua luka bakar sembuh seperti trauma lain di manafase katabolik berlangsung untuk jangka waktu yang lebih pendek karena luka paling sering tidak begitu luas dan penutupan dicapai. Gizi merupakan aspek yang sangat penting untuk akan melihat ke dalam manajemen luka bakar. Itu kebutuhan protein dan kalori yang sangat tinggi dan suplemen harus dilakukan sesuai.

2.6Skin GraftSkin graft (cangkok kulit) adalah mengambil sepotong kulit dari tubuh (disebut donor) dan digunakan untuk menutupi luka terbuka. Ketika penutupan primer tidak mungkin karena kehilangan jaringan lunak dan penutupan sekunder merupakan kontraindikasi, cangkok kulit merupakan pilihan selanjutnya.

2.6.1Split-thickness Skin GraftSplit-thickness Skin Graft (STSG) terdiri dari lapisan atas kulit (epidermis dan dermis bagian dari). Cangkok ditempatkan di atas luka terbuka untuk menyediakan cakupan dan proses penyembuhan. Letak donor STSG pada dasarnya adalah luka bakar tingkat dua karena hanya bagian dari dermis termasuk dalam cangkok. Letak donor akan sembuh dengan sendirinya karena beberapa elemen dermal tetap.STSG diindikasikan pada banyak luka yang tidak dapat ditutup terutama dan ketika secondary intention merupakan kontraindikasi. Hal ini juga diindikasikan untuk luka yang relatif besar (> 5-6 cm diameter) yang akan memerlukan beberapa minggu untuk menyembuhkan sekunder. Cangkok kulit memberikan cakupan yang lebih stabil untuk luka besar daripada bekas luka yang dihasilkan dari penutupan sekunder. Luka dengan luas yang besar juga lebih cepat sembuh dengan cangkok kulit dibandingkan dengan penyembuhan sendiri. Luka harus bersih. Semua jaringan nekrotik harus dilepaskan sebelum pencangkokan kulit, dan tidak boleh ada tanda-tanda infeksi pada jaringan sekitarnya. Graft take pada hari ke 14 karena epitelisasi sudah terbentuk.

2.7Infeksi pada Luka BakarLuka yang disebabkan oleh energi panas merupakan lokus minoris resistentiae, yang sampai pengembangan efektif pada agen kemoterapi topikal antimikroba pada pertengahan 1960-an merupakan lokasi yang paling umum infeksi yang menyebabkan morbiditas dan meningkatkan angka kematian hampir secara universal pada pasien luka bakar. Insiden sepsis luka bakar sebanding dengan luasnya luka bakar dan dipengaruhi oleh kedalaman luka bakar dan usia pasien. Infeksi luka bakar jarang terjadi pada cedera parsial, mereka terjadi dengan frekuensi terbesar pada anak-anak,selanjutnya orang tua, dan dengan frekuensi terendah pada dewasa muda (15 - 40 tahun). Infeksi luka bakar luka merupakan efek gabungan dari adanya gumpalan protein dan nutrisi mikroba lainnya dalam luka dan tidak adanya vaskularisasi, yang mencegah pengiriman sel imunologis aktif, faktor humoral, dan antibiotik.Flora luka bakar juga mempengaruhi risiko infeksi dan potensi invasif infeksi yang terjadi. Populasi mikroba luka segera setelah luka bakar jarang (bakteri dalam kulit pelengkap biasanya bertahan luka bakar) dan dominan gram positif. Dengan berjalannya waktu organisme gram - negatif menjadi eschar , dan pada akhir minggu pertama setelah traumakuman menjadi dominan pada luka bakar. Sebelum penemuan antibiotik , streptokokus grup A beta hemolytic adalah penyebab paling sering mengancam jiwa luka bakar dan infeksi sistemik, tetapi terapi penisilin dasarnya telah menghilangkan angka kematian tersebut. Penggunaan penisilin menyebabkan munculnya Staphylococcus aureus yang paling umum gram - positif dari luka bakar. Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-25%), anaerob dan virus (5-10%).Infeksi luka bakar dapat diklasifikasikan atas dasarorganisme penyebab, kedalaman invasi, dan respon jaringan (Capoor et al, 2010).Adanya infeksi jamur pada luka bakar adalahbanyak dilaporkan oleh Becker WK et al. dalam penelitian mereka di1991 dan Candida albicans ditemukan menjadi utamaorganisme penyebab. Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan pada tahun 2012 olehSarabahi et al., pada perubahan pola membakar jamurluka infeksi pada luka bakar, C. albicans telah digantidengan Candida nonalbicans, terutama C. krusei dan C. glabratadan Aspergillus. Pada infeksi jamur studi yang sama jugaditemukan terkait dengan kematian yaitu sangat tinggi, lebih dari 40% dan tahan terhadap azol konvensional.Organisme hanya sensitif terhadap echinocandins dan Amphoteracin B.Penyebab utama dari invasif sepsis luka bakar adalah imuno supresi mendalam. Luka bakar mempengaruhi baik komponen non spesifik dan spesifik dari sistem kekebalan tubuh. Pertahanan non spesifik terdiri dari beredar dan sel fagosit tetap dan jumlah protein plasma yang memediasi respon inflamasi. pada ekstensif pasien luka bakar, fagosit polimorfonuklear adalah menjadi tidak efektif dalam chemotactic mereka, fagositosis dan intraseluler membunuh tindakan. Demikian pula mononuklear sistem fagositosis juga tidak mampu menjalankan fungsinya fagositosis dan sitokinin rilis (Zembola, 1984). Komponen sistem kekebalan tubuh, sel-dimediasi kekebalan respon nyata tertekan sebagai terbukti dengan berkepanjangan kelangsungan hidup pada pasien homograft dibakar. Respon imun humoral juga tertekan seperti yang jelas terlihat dengan penurunan yang signifikan dalam konsentrasi serum dari semua kelas imunoglobulin pada pasien luka bakar parah (Daniels JC, 1974).Tidak hanya adalah jatuhnya kuantitatif immunoglobulin tingkat dicatat dalam membakar pasien, sisanya beredar imunoglobulin juga kualitatif tidak efisien. Produksi antibodi T-cell-dependent ditekan untuk waktu yang lama pada pasien luka bakar luas karena kekurangan sekresi interleukin-2-diatur dan penindasan penolong T-sel yang diturunkan faktor yang diperlukan untuk diferensiasi sel-B menjadi sel antibodi mensekresi (Teodorczyk JA, 1989). Insiden tertinggi septikemia pada luka bakar terjadi pada10 hari pertama ketika titer serum immunoglobulin sangat tinggi.

BAB 3METODE PENELITIAN

3.1Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan desain penelitian crossectional.

3.2 Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Plastik RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Februari sampai April 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian3.3.1 Populasi PenelitianPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita luka bakar baru yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada kurun waktu Februari sampai April 2014 yang dilakukan Split Thickness Skin Graft (STSG).

3.3.2 Sampel PenelitianSampel penelitian adalah seluruh penderita luka bakar baru yang memenuhi kriteria inklusi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan yang dilakukan Split Thickness Skin Graft (STSG).

3.4 Besar SampelBesar sampel dihitung dengan menggunakan rumus:n =Z2 PQd2n = 1,962. 0,3. 0,7 n = 20,19 dibulatkan 21 orang0,22

Keterangan:n:Jumlah sampelZ:Tingkat kepercayaan, yaitu sebesar 95% maka nilai Z = 1,96P:Proporsi penderita luka bakar yang mengalami infeksiQ:1-Pd:besar penyimpangan sebesar 10%

3.5 Kriteria Inklusi dan EksklusiYang termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: Penderita luka bakaryang akan dilakukan STSG Usia penderita anak-anak dan dewasa Luka bakar yang sudah bergranul Luas defectyang akan dilakukan STSG< 10% BSAYang termasuk dalam kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah: Luka bakar pada sendi Luka bakar pada daerah genitalia Penderita dengan penyakit diabetes mellitus

3.6 Cara Kerja

Penderita Luka Bakar

DewasaAnak

Kriteria Inklusi dan Eklusi

Dilakukan swab sebelumtindakan STSG

Melakukan penilaian take STSG pada hari ke-5 dan ke-7 dan 7

Gambar 3.1 Cara Kerja 3.7 Analisa dataData yang sudah dikumpulkan, diolah, dan disajikan secara deskriptif.

3.8Defenisi Operasional1. Usia adalah usia kronologis seseorang yang didata berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau kartu keluarga2. Jenis kelamin ditetapkan dengan menilai langsung jenis kelamin penderita dan melihat tanda pengenal3. Luka bakar adalahkerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi.4. Derajat luka bakar adalah tingkat keparahan luka bakar. Derajat luka bakar dibagi atas:a. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari.b. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari. c. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).5. Kolonisasi pola kuman adalah jumlah kuman yang diperoleh dari kultur. Koloni kuman diperiksa melalui kultur dari swab. Hasil dari koloni kuman diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu >105 CFU dan < 105 CFU.6. Split Thickness Skin Graft (STSG) merupakan penempelankulitdengan operasi dari satu area tubuh dan ditransplantasikan, atau melekat, ke daerah lain terdiri dari lapisan atas kulit (epidermis dan bagian daridermis). Penilaian take STSG dilakukan pada hari ke-5 dan ke-7.

3.9Pertimbangan EtikKarena peneliti menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik yaitu: responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia bersedia untuk menjadi subjek atau tidak tanpa sanksi apapun, Responden juga mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya nama (anonimity) dan confidentiality.

3.10Persetujuan Setelah PenjelasanSemua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari pasien dan keluarga pasien setelah diberi penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan3.11 Kerangka Konsep

Koloni Kuman:>105 CFU< 105 CFUKeberhasilan Split Thickness Skin Graft (STSG)

Faktor lingkunganClose contactImmobile contactTidak adekuat drainase limfatik dan venaFaktor immunogenikAllograft dan xenograft menimbulkan reaksi penolakanFaktor Graft:Ketebalan graftVaskularisasi area donorMeshing Graft bed factors:VaskularisasiInfeksiJaringan nekrotikIrradiated graft bedreaksi penolakan

Gambar 3.2 Kerangka Konsep