Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Bisnis Ritel
Perkembangan dunia bisnis belakangan ini sangat mendukung
perkembangan bagi para retailer yang berada di pasar, terutama para retailer
besar. Meningkatnya tingkat konsumsi dan hasrat berbelanja masyarakat
membuat industri ini semakin dilirik oleh para pelaku bisnis. Retail adalah
suatu penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada konsumen. Retail
berasal dari Bahasa Perancis diambil dari kata retailer yang berarti
“memotong menjadi kecil-kecil” (Risch, 1991:2). Retailing adalah satu
rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang
dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga (Levy
dan Weitz, 2001:8). Jadi konsumen yang menjadi sasaran dari retailing
adalah konsumen akhir yang membeli produk untuk dikonsumsi sendiri.
Menurut Berman dan Evans (2001:3) , retailing merupakan suatu
usaha bisnis yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada konsumen
akhir yang menggunakannya untuk keperluan pribadi dan rumah tangga.
Produk yang dijual dalam usaha retailing adalah barang, jasa maupun
gabungan dari keduanya. Adapun menurut Kotler (2000:502) retailing
yaitu: “Penjualan eceran meliputi semua aktivitas yang melibatkan
penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk dipergunakan yang
sifatnya pribadi, bukan bisnis”.
Menurut Gilbert (2003), ritel adalah setiap usaha yang mengarahkan
upaya pemasarannya ke arah memuaskan pelanggan berdasarkan organisasi
penjualan barang dan jasa sebagai sarana distribusi. Dalam saluran
distribusi, ritel memegang peranan penting yaitu sebagai penghubung antara
konsumen dan produsen dimana memiliki karakteristik yang berbeda. Ritel
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi bagi pemasok serta meningkatkan
nilai barang yang dijual melalui peningkatan kualitas pelayanan terhadap
konsumen. Retailer tentunya memiliki kesempatan dan posisi yang ideal
untuk membangun pengalaman positif untuk konsumen (Schmitt, 2003).
8 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan definisi-definisi retailing di atas, maka penulis dapat
merumuskan beberapa hal mengenai retailing, yaitu:
1) Retailing atau usaha eceran adalah mata rantai terakhir dari
saluran distribusi.
2) Retailing mencakup berbagai macam aktivitas, namun aktivitas
yang paling pokok adalah kegiatan menjual produk secara langsung
kepada konsumen.
3) Produk yang ditawarkan dapat berupa barang, jasa atau kombinasi
keduanya.
4) Pasar sasaran atau konsumen yang menjadi target adalah
konsumen non bisnis, yaitu yang mengkonsumsi produk atau
kebutuhan pribadi dan rumah tangga.
2.2 Fungsi dan Peran Bisnis Ritel
Produsen dalam menyalurkan produknya kepada konsumen akan
dihadapkan pada dua pilihan, yaitu menggunakan perantara atau
menyalurkan sendiri produknya kepada konsumen. Pengecer (retailer)
merupakan salah satu perantara pemasaran dalam saluran pemasaran.
Perantara pemasaran yang lain : pialang (broker), fasilitator (facilitator),
perwakilan produsen (manufacturers representatives), pedagang
(merchant), agen penjualan (sales agent), armada penjualan (sales force),
dan pedagang besar (wholesaler/ distributor) (Kotler, 1997:140).
Perdagangan eceran adalah mata rantai terakhir dalam penyaluran barang
dari produsen sampai kepada konsumen (Sopiah dan Syihabudhin, 2008:7).
Retail juga berperan sebagai penghimpun berbagai kategori atau
jenis barang yang menjadi kebutuhan konsumen sehingga konsumen
menjadi toko retail sebagai tempat rujukan untuk mendapatkan (to choose,to
find) barang yang dibutuhkannya. Lebih lanjut, bisnis ritel berperan sebagai
penentu eksistensi barang dari manufacture di pasar konsumsi (consumption
market), dan dengan demikian manufaktur dan distributor memiliki
ketergantungan yang besar terhadap entitas bisnis ritel. Fungsi perdagangan
eceran atau ritel menurut Utami (2008:8-9) adalah sebagai berikut:
9 Universitas Kristen Petra
1. Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa. Konsumen selalu
mempunyai pilihan sendiri terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Untuk
itu, dalam fungsinya sebagai peritel, mereka berusaha menyediakan
beraneka ragam produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen.
2. Memecah (breaking bulk). Memecah (breaking bulk) di sini berarti
memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhirnya
menguntungkan produsen dan konsumen.
3. Penyimpan persediaan. Fungsi utama ritel adalah mempertahankan
persediaan yang sudah ada, sehingga produk akan selalu tersedia saat
konsumen menginginkannya.
4. Penyedia jasa. Dengan adanya ritel, maka konsumen akan mendapat
kemudahan dalam mengkonsumsi produk-produk yang dihasilkan
produsen.
5. Meningkatkan nilai produk dan jasa. Dengan adanya beberapa jenis
barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan dapat ditingkatkan
manfaat yang diperoleh oleh pelanggan dari nilai yang diperoleh dari
produk/jasa tersebut.
Fungsi dasar bisnis ritel dalam saluran pemasaran atau proses
distribusi adalah sebagai perantara antara produsen (atau pedagang besar
dan perantara yang lain) dengan konsumen akhir. Bisnis ritel selain
mempunyai fungsi sebagai perantara dalam saluran pemasaran juga
mempunyai fungsi-fungsi dalam hal informasi, promosi, negosiasi,
pemesanan, pembiayaan, pengambilan risiko, kepemilikan fisik,
pembayaran dan hak milik.
2.3 Pemasaran Ritel
Pemasaran berasal dari kata pasar dimana artinya adalah orang-
orang yang ingin puas, mempunyai uang untuk berbelanja dan ada
kemauan untuk membelanjakannya (Stanton, 1993). Dengan kata lain
tempat bertemunya penjual dan pembeli di mana terdapat daya jual dan
daya beli di antara keduanya. Apa yang dipasarkan berupa barang dan atau
jasa. Tidak hanya menjual dan membeli saja, di dalamnya terdapat berbagai
10 Universitas Kristen Petra
kegiatan seperti transaksi perdagangan, pengangkutan barang, penyortiran,
penyimpanan barang, dan lain sebagainya.
Sedangkan definisi pemasaran itu sendiri menurut Kotler (2009:5)
adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu maupun
kelompok dapat memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan
melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan orang lain.
Menurut Doyle dalam Tjiptono (2008:3) “pemasaran merupakan proses
manajemen yang berupaya memaksimumkan laba (returns) bagi pemegang
saham dengan jalan menjalin relasi dengan pelanggan utama (valued
customers) dan menciptakan keunggulan kompetitif”. Menurut Lamb, dkk
(2001) “pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan menjalankan
konsep, harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang, dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang mampu memuaskan tujuan individu dan
organisasi”. Pada dasarnya pemasaran dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan meneliti kebutuhan dan keinginan konsumen, memproduksi
barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen,
menentukan tingkat harga, mendistribusikan produk ke tempat konsumen,
dan mempromosikan agar produk dikenal konsumen. Begitu pentingnya
peran pemasaran bagi perusahaan sehingga membuat perusahaan merasa
bahwa pemasaran merupakan tolak ukur dari keberhasilan strateginya
dalam menjual barang atau jasa yang diproduksinya.
Menurut Stanton (2001), pemasaran adalah sistem keseluruhan dari
kegiatan usaha yang ditujukkan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan pembeli maupun pembeli potensial. Swastha dan
Handoko (2000), mengartikan pemasaran sebagai suatu sistem dari
kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat
memuaskan kebutuhan baik pembeli yang ada maupun pembeli yang
potensial.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
pemasaran merupakan kegiatan yang tidak sekedar untuk memenuhi
11 Universitas Kristen Petra
kebutuhan dan keinginan konsumen melalui penjualan atau jasa semata,
akan tetapi lebih kepada bagaimana perusahaan mempertahankan loyalitas
pelanggannya dengan memberikan nilai pelanggan (customer value)
kepada para pelanggannya secara terus menerus.
Pemasaran ritel atau biasa disebut bisnis eceran dapat diartikan
sebagai kegiatan menjual barang atau jasa kepada individu untuk
keperluannya sendiri, keluarga, atau rumah tangga. Menurut Handri
Ma’aruf (2005), Para peritel menjual langsung barang atau jasa kepada
konsumen . Tidak jauh berbeda dengan pernyataan diatas, Kotler dan
Amstrong (1999) juga mendefinisikan pemasaran retail sebagai semua
kegiatan yang dilibatkan dalam penjualan barang atau jasa langsung ke
konsumen akhir untuk penggunaan pribadi non-bisnis. Peritel atau retailer
adalah mata rantai terakhir dalam proses distribusi barang atau dan jasa.
Peritel adalah perpanjangan tangan akhir dari agen atau distributor.
2.4 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “Mengapa
konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan”. Schiffman dan
Kanuk (2008:6) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen adalah
suatu studi mengenai bagaimana seorang individu membuat keputusan
untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia (waktu, uang, usaha, dan
energi). Konsumen memiliki keragaman yang menarik untuk dipelajari
karena ia meliputi seluruh individu dari berbagai usia, latar belakang
budaya, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Definisi perilaku
konsumen menurut Kotler dan Keller (2008:214), merupakan studi
bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau pengalaman untuk
memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.
Dari dua pengertian tentang perilaku konsumen di atas dapat
diperoleh dua hal yang penting, yaitu:
(1) sebagai kegiatan fisik.
(2) sebagai proses pengambilan keputusan.
12 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas dapat
disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan,
serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat
sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk
dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
2.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah kegiatan - kegiatan
individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang - barang dan jasa - jasa tersebut di dalam proses
pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan - kegiatan
tersebut (Dharmesta dan Handoko, 2000).
Keberhasilan perusahaan dalam pemasaran perlu didukung
pemahaman yang baik mengenai perilaku konsumen, karena dengan
memahami perilaku konsumen perusahaan dapat merancang apa saja yang
diinginkan konsumen. Menurut Kotler (2000), keputusan konsumen dalam
pembelian dipengaruhi oleh karakteristik konsumen dan rangsangan
pemasaran (marketing stimuli) yang terdiri dari :
1. Produk (Product), yaitu produk apa yang secara tepat
diminati oleh konsumen, baik kualitas maupun kuantitasnya.
2. Harga (Price), yaitu seberapa besar harga sebagai
pengorbanan konsumen dalam memperoleh manfaat produk
yang diinginkan.
3. Distribusi (Place), yaitu bagaimana pendistribusian barang
sehingga produk dapat sampai ke tangan konsumen dengan
mudah.
4. Promosi (Promotion), yaitu pesan-pesan yang
dikomunikasikan sehingga keunggulan produk dapat
disampaikan kepada konsumen.
Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh keadaan dan situasi
lapisan masyarakat dimana ia dilahirkan dan berkembang. Ini berarti
konsumen berasal dari lapisan masyarakat atau lingkungan yang berbeda
13 Universitas Kristen Petra
akan mempunyai penilaian, kebutuhan, pendapat, sikap, dan selera yang
berbeda-beda, sehingga pengambilan keputusan dalam tahap pembelian
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen menurut Kotler (2008:25) terdiri dari:
1. Faktor Kebudayaan.
Faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam terhadap
perilaku konsumen. Faktor kebudayaan terdiri dari: budaya,
subbudaya, kelas sosial.
2. Faktor Sosial.
Selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga serta status
sosial.
3. Faktor Pribadi.
Faktor pribadi yang memberikan kontribusi terhadap perilaku
konsumen terdiri dari: usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan dan
lingkungan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.
4. Faktor Psikologis.
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi
utama yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan
dan pendirian.
Peneliti mengambil faktor psikologis sebagai objek yang
diteliti yang dipengaruhi oleh motivasi, persepsi, dan sikap, yang
mempengaruhi perilaku konsumen.
2.6 Konsep Minat Beli
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007:201) mengemukakan bahwa
minat merupakan salah satu aspek psikologis yang memliki pengaruh cukup
besar terhadap sikap perilaku. Minat beli dapat diartikan sebagai suatu sikap
senang terhadap suatu objek yang membuat individu berusaha untuk
mendapatkan objek tersebut dengan cara membayarnya dengan uang atau
pengorbanan. Schiffman dan Kanuk (2006:206) juga menjelaskan bahwa
minat beli juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk pikiran yang nyata dari
refleksi rencana pembeli untuk membeli beberapa unit dalam jumlah
14 Universitas Kristen Petra
tertentu dari beberapa merek yang tersedia dalam periode waktu tertentu
Dalam proses pembelian, minat beli konsumen ini berkaitan erat dengan
motif yang dimilikinya untuk memakai ataupun membeli produk tertentu.
Minat beli diperoleh dari suatu proses belajar dan proses pemikiran yang
yang membentuk suatu persepsi. Minat beli ini menciptakan suatu motivasi
yang terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu keinginan yang
sangat kuat yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi
kebutuhannya akan mengaktualisasikan apa yang ada didalam benaknya itu.
Minat beli merupakan pernyataan mental konsumen yang
merefleksikan rencana pembelian suatu produk dengan merek tertentu
pengetahuan tentang niat beli konsumen terhadap produk perlu diketahui
oleh para pemasar untuk mendeskripsikan perilaku konsumen pada masa
yang akan datang. Minat beli terbentuk dari sikap konsumen terhadap
suatu produk hal tersebut berasal dari keyakinan konsumen terhadap
kualitas produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu
produk akan menyebabkan menurunkan minat beli konsumen.
Minat (Interest) digambarkan sebagai situasi dimana konsumen
belum melakukan suatu tindakan, yang dapat dijadikan dasar untuk
memprediksi perilaku atau tindakan tersebut. Minat merupakan perilaku
yang muncul sebagai respon terhadap suatu objek yang menunjukkan
keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian (Kotler 2005:15).
2.7 Faktor Intern dan Perilaku Konsumen
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu
yang bersangkutan, sering disebut dengan faktor psikologis. Faktor ini
sangat berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen. Faktor
psikologis yang menjadi faktor dasar dalam mempelajari perilaku
konsumen adalah sebagai berikut :
a. Motivasi dan Minat Beli
Motivasi yang ada pada seorang (konsumen) akan mewujudkan
suatu tingkah laku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran
15 Universitas Kristen Petra
kepuasan. Setiap manusia memiliki needs, wants and desires. Tiap
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi needs, wants
dan desires mereka itu didorong oleh sesuatu kekuatan dalam diri orang
tersebut, kekuatan pendorong inilah yang kita sebut motivasi.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) “Motivation can be described
as the driving force within individuals that impels them to action”.
Artinya motivasi adalah kekuatan pendorong dalam diri seseorang yang
memaksanya untuk melakukan suatu tindakan. Sedangkan Handoko
(1987) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam pribadi
yang mendorong keinginan individu untuk melakukan keinginan
tertentu guna mencapai tujuan.
Tujuan adalah hasil yang dicari dari perilaku termotivasi. Ada 2 jenis
tujuan yaitu :
● Tujuan Umum : adalah kategori umum tujuan yang dapat
memenuhi kebutuhan tertentu.
● Tujuan Produk : adalah produk bermerek atau berlabel
khusus yang dilihat oleh individu sebagai cara untuk
memenuhi kebutuhan.
Kebutuhan ada 2 jenis :
● Innate needs (kebutuhan bawaan) : dari awal yang
diperlukan oleh individu sejak lahir dan bersifat fisiologis.
Secara alami ; semua tentang faktor yang memenuhi
kehidupan sehari – hari. Contoh : makanan, air, pakaian,
tempat tinggal, dll.) . Kebutuhan ini dianggap sebagai
primary needs.
● Acquired needs : berkembang setelah bertahun – tahun.
Cendenrung ke kebutuhan psikologi. Contoh : cinta,
penerimaan, harga diri dan pemenuhan diri. Kebutuhan ini
dianggap sebagai secondary needs.
Secara umum motivasi yang dominan dari seseorang untuk
memenuhi kebutuhan dapat berbeda satu dengan yang lain, meskipun
16 Universitas Kristen Petra
obyek pemenuhannya sama. Demikian pula urutan pentingnya
pemenuhan kebutuhan yang dapat menimbulkan motivasi itu .
Setiadi (2003) mendefinisikan motivasi konsumen adalah keadaan
di dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan - kegiatan guna mencapai suatu tujuan. Dengan
adanya motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku
yang diarahkan pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan.
Dalam bidang pemasaran, motif pembelian adalah pertimbangan -
pertimbangan dan pengaruh yang mendorong orang untuk melakukan
pembelian (Sigit, 1978). Motivasi pembelian terbagi menjadi motivasi
rasional dan emosional. Motivasi rasional adalah pembelian yang
didasarkan kepada kenyataan-kenyataan yang ditunjukkan oleh produk
kepada konsumen dan merupakan atribut produk yang fungsional serta
objektif keadaannya misalnya kualitas produk, harga produk,
ketersediaan barang, efisiensi kegunaan barang tersebut dapat diterima.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008:78), “istilah rasionalitas dalam
pengertian ekonomi tradisional, yang menganggap bahwa para
konsumen berperilaku rasional jika mereka secara teliti
mempertimbangkan semua alternatif dan memilih alternatif yang
memberikan kegunaan yang terbesar kepada mereka.” Prasetijo dan
Ihalauw (2005:29) juga mengemukakan bahwa, dalam konteks
pemasaran, konsumen memilih (produk) tujuan berdasarkan kriteria
objektif seperti ukuran, harga, berat, dan sebagainya.
Sedangkan motivasi emosional dalam pembelian berkaitan dengan
perasaan, kesenangan yang dapat ditangkap oleh panca indera misalnya
dengan memiliki suatu barang tertentu dapat meningkatkan status sosial,
peranan merek menjadikan pembeli menunjukkan status ekonominya
dan pada umumnya bersifat subyektif dan simbolik. Schiffman dan
Kanuk (2008:78) mengemukakan mengenai motivasi emosional bahwa,
“motif emosional mengandung arti bahwa pemilihan sasarannya
menurut kriteria pribadi atau subyektif, seperti kebanggaan, ketakutan,
kasih sayang, atau status. Diasumsikan bahwa para konsumen selalu
17 Universitas Kristen Petra
berusaha memilih berbagai alternatif yang menurut pandangan mereka
membantu memaksimukan kepuasan. Pada saat seseorang akan
mengambil keputusan untuk membeli suatu produk tentunya akan
dipengaruhi oleh kedua jenis motivasi tersebut yaitu motivasi rasional
dan emosional.
Sebagai bagian dari aspek psikologis manusia, pengukuran motivasi
dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran yang
disesuaikan dengan teori yang mendasari penelitian yang dilakukan.
Selain melalui pendekatan secara kualitatif, motivasi konsumen juga
dapat diketahui dengan pendekatan secara kuantitatif, yaitu dengan
melakukan kegiatan survei melalui penyebaran angket kepada
konsumen. Pemilihan skala pengukuran ini sekali lagi, tergantung pada
teori motivasi yang dipakai.
Hasil penelitian Ling (2013), mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi minat beli di Changsha, China pada celebrity endorsed
apparel, dan hasilnya ditemukan bahwa motivasi berpengaruh positif
terhadap minat beli konsumen pada celebrity endorsed apparel.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan suatu hipotesis :
H1. Motivasi berpengaruh positif terhadap minat beli
b. Persepsi dan Minat Beli
Disamping motivasi mendasari seseorang untuk melakukan
keputusan pembelian akan dipengaruhi juga oleh persepsinya terhadap
apa yang diinginkan. Persepsi memiliki implikasi strategi bagi pemasar,
karena konsumen membuat keputusan berdasarkan apa yang mereka
rasakan, daripada berdasarkan realitas obyektif. Persepsi terhadap
kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan dari suatu produk atau jasa
layanan yang berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan
(Zeithaml dalam Muafi dan Effendi, 2001). Sedangkan menurut
Durianto, et al. (2004) pembahasan perceived quality pelanggan
18 Universitas Kristen Petra
terhadap produk dan atau atribut yang dimiliki produk (kepentingan tiap
pelanggan berbeda).
Persepsi terhadap kualitas keseluruhan dari suatu produk atau jasa
dapat menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut dan berpengaruh
secara langsung kepada keputusan pembelian konsumen dan loyalitas
mereka terhadap merek (Durianto, et al., 2004). Konsumen sering
menilai produk atau service atas dasar berbagai informasi. Sebagian
bersifat intrinsik terhadap produk menyangkut karakteristik fisik produk
(warna, ukuran, rasa, aroma, dll), sebagian bersifat ekstrinsik (harga,
citra toko, citra merek, lingkungan pelayanan, dll). Citra yang dirasakan
dari suatu produk atau jasa (yaitu, makna simbolisnya) mungkin lebih
penting bagi keberhasilan akhir daripada bentuk karakteristiknya.
Persepsi kualitas yang baik akan mendorong keputusan pembelian dan
menciptakan loyalitas terhadap produk tersebut. Selanjutnya mengingat
persepsi konsumen dapat diramalkan maka jika persepsi kualitasnya
negatif, produk tidak akan disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar.
Sebaliknya, jika persepsi kualitas pelanggan positif maka produk
akan disukai. Banyak konteks menyebutkan persepsi sebuah merek
menjadi alasan penting pembelian serta merek yang mana akan
dipertimbangkan pelanggan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi
pelanggan dalam memutuskan merek yang akan dibeli (Durianto, et al.,
2004). Selain itu persepsi kualitas yang terkait erat dengan keputusan
pembelian maka persepsi kualitas dapat mengefektifkan semua elemen
program pemasaran khususnya program promosi (Durianto, et al.,
2004). Konsumen bergantung pada referensi internal dan eksternal
ketika menilai suatu produk. Gambar – gambar yang ada di toko ritel
mempengaruhi kualitas produk yang mereka bawa, serta keputusan
konsumen tentang dimana mereka berbelanja.
Persepsi merupakan realitas yang dinyatakan oleh konsumen dalam
membuat keputusan, hal ini disebutkan Cleland dan Bruno dalam
Simamora (2002) bahwa kualitas ada bila telah masuk ke dalam persepsi
konsumen (quality only as is perceived by customers) yang berarti bila
19 Universitas Kristen Petra
konsumen telah mempersepsikan kualitas sebuah produk sebagai
bernilai rendah, maka kualitas produk itu rendah dan sebaliknya apapun
kualitasnya. Maka disini persepsi menjadi lebih penting dari pada
realitas karena konsumen membuat keputusannya berdasarkan persepsi
bukan realitas.
Persepsi adalah proses dimana orang memilih, mengatur dan
menafsirkan manfaat, kemudian, berfokus pada apa yang kita perbuat
dalam menambahkan suatu yang mentah untuk memeberi meeka makna
(Solomon, 2007). Harga merupakan salah satu bagian dari bauran
pemasaran, pengertian harga sendiri menurut Swastha dan Irawan
(2005) adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapat sejumlah
kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Harga suatu produk atau
jasa bersifat relatif, karena tiap individu memiliki daya beli yang
berbeda-beda. Dapat dikatakan, persepsi terhadap harga antara individu
satu dengan yang lain berbeda-beda. Persepsi harga adalah pandangan
mengenai persepsi atau harga mengenai harga bagaimana pelanggan
memandang harga tertentu (tinggi, rendah, wajar) mempengaruhi
pengaruh yang kuat terhadap maksud memebeli dan kepuasan memebeli
(Schiffman dan Kanuk, 2008).
Sarmad (2015) melakukan penelitian di Labore, Pakistan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen pada merek
pakaian multinasional, dan hasilnya ditemukan bahwa perceived quality
memiliki pengaruh positif terhadap minat beli pada merek pakaian
multinasional. Menurut Bilal dan Ali (2013) yang melakukan penelitian
di Karachi, Pakistan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat
beli konsumen terhadap private brands, dan hasilnya adalah perceived
price merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi minat beli
konsumen pada private brands di Pakistan. Berdasarkan uraian di atas,
maka dapat diambil hipotesis :
H2. Persepsi berpengaruh positif terhadap minat beli
20 Universitas Kristen Petra
c. Sikap dan Minat Beli
Selain persepsi akan muncul pula sikap seseorang dalam menilai
suatu objek yang akan diminati dan untuk dimiliki. Sikap sebagai suatu
evaluasi yang menyeluruh dan memungkinkan seseorang untuk
merespon dengan cara yang menguntungkan atau tidak terhadap objek
yang dinilai. Sikap adalah pernyataan-pernyataan atau penilaian
evaluatif berkaitan dengan objek, orang atau suatu peristiwa (Robbins
dan Judge, 2002). Ada 4 kategori luas model sikap : model sikap
tricomponent (cognitive,affective,conative component), model sikap
multi-attribute (attitude-toward-object, attitude-toward-behaviour, the
theory of reasoned action), model sikap trying-to-consume dan model
attitude-toward-ad.
Simamora (2002: 14) Mengatakan bahwa di dalam sikap terdapat
tiga komponen yaitu :
● Cognitive component
Kepercayaan konsumen dan pengetahuan tentang obyek.
Yang dimaksud obyek adalah atribut produk, semakin positif
kepercayaan terhadap suatu merek suatu produk maka
keseluruhan komponen kognitif akan mendukung sikap
secara keseluruhan.
● Affective component
Emosional yang merefleksikan perasaan seseorang terhadap
suatu obyek, apakah obyek tersebut diinginkan atau disukai.
● Behavioral component
Merefleksikan kecenderungan dan perilaku aktual terhadap
suatu obyek, yang mana komponen ini menunjukkan
kecenderungan melakukan suatu tindakan.
Sikap menggambarkan evaluasi, perasaan, dan kecenderungan yang
relatif konsisten, yang menempatkan seseorang ke dalam kerangka
pikiran menyukai atau tidak menyukai sesuatu hal yang kemudian dapat
mendekatkan atau menjauhkannya terhadap hal tersebut (Kotler dan
Amstrong, 2001:220). Schiffman dan Kanuk (2008: 205-206)
21 Universitas Kristen Petra
menyebutkan dua jenis sikap, yaitu sikap terhadap objek dan sikap
terhadap perilaku. Sikap terhadap objek mengacu pada sikap terhadap
produk atau merek tertentu. Umumnya konsumen menyukai produk
atau merek yang mereka yakini memiliki unggulan. Model ini sangat
cocok untuk mengukur sikap terhadap kategori produk atau jasa merek
tertentu. Menurut model ini, sikap konsumen terhadap produk atau
merek tertentu suatu produk adalah fungsi dari kehadiran atau
ketidakhadiran dan evaluasi keyakinan atau stribut spesifik produk
tertentu. Dengan kata lain, konsumen umumnya memiliki sikap yang
favorable terhadap merek – merek yang mereka yakini memiliki tingkat
atribut yang baik sehingga mereka mengevaluasi produk tersebut secara
positif dan akan mengevaluasi produk secara negatif jika suatu produk
tidak memiliki tingkat atribut yang baik atau memiliki terlalu banyak
atribut yang tidak diinginkan.
Sikap terhadap perilaku mengacu pada sikap seseorang akan
perilaku atau tindakan terhadap suatu objek, daripada sikap terhadap
objek itu sendiri, seperti sikap terhadap membeli produk. Daya tarik
model sikap ini adalah bahwa model ini kelihatannya sesuai apa yang
lebih dekat dengan perilaku yang sebenarnya daripada model sikap
terhadap objek.
Hasil penelitian dari Jin dan Kang (2011) yang meneliti mengenai
minat beli konsumen China terhadap merek pakaian Amerika,
menyatakan bahwa sikap berpengaruh secara positif terhadap minat beli
konsumen China terhadap merek pakaian Amerika. Berdasarkan uraian
diatas, dapat diambil hipotesa :
H3. Sikap berpengaruh positif terhadap minat beli
22 Universitas Kristen Petra
2.8 Kerangka Penelitian
KONSEP UMUM RETAIL
Retailing adalah satu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna
barang dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau
rumah tangga.
Ritel memegang peranan penting yaitu sebagai penghubung antara
konsumen dan produsen dimana memiliki karakteristik yang berbeda.
PEMASARAN RITEL
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu maupun
kelompok dapat memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan orang lain.
PERILAKU KONSUMEN
Merupakan studi bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih,
membeli, menggunakan dan menempatkan barang, jasa, ide atau
pengalaman untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.
Motivasi:
Rasional Emosional
Persepsi:
Harga Kualitas
Sikap
Sikap terhadap
suatu objek
Minat Beli
Proses Pengambilan Keputusan
23 Universitas Kristen Petra
2.9 Hipotesa
Hipotesa dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
H1: Motivasi berpengaruh terhadap minat beli konsumen di Pull and Bear
Surabaya
H2: Persepsi berpengaruh terhadap minat beli konsumen di Pull and Bear
Surabaya
H3: Sikap berpengaruh terhadap minat beli konsumen di Pull and Bear
Surabaya
2.10 Regresi Linier Berganda
Analisis regresi merupakan salah satu analisis statistik yang sering digunakan
untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Drapped dan
Smith (1992) analisis regresi merupakan metode analisis yang dapat digunakan
untuk menganalisis data dan mengambil kesimpulan yang bermakna tentang
hubungan ketergantungan variabel terhadap variabel lainnya. Hubungan yang
didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika yang
menyatakan hubungan antara variabel bebas (independent variable) x dan variabel
tak bebas (dependent variable) y dalam bentuk sederhana. Secara umum model
regresi linier berganda adalah sebagai berikut:
Y= βo + β1X1 + β2X2 + β3X3 + ε
Dimana βo , β1, β2, β3 = parameter regresi berganda.
Variabel bebas X1, X2, X3, variabel dependent Y
Diduga dengan :
y= bo +b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Model ini akan diselesaikan menggunakan software SPSS (Statistical Product
and Service Solutions.) for window version.