Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
2
SKRIPSI
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM ONE DISTRICT ONE
COMMODITY (SATU KECAMATAN SATU KOMODITI)
DI KABUPATEN MAROS
SAHABUDDIN
Nomor Stambuk: 105610528515
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
3
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM ONE DISTRICT ONE
COMMODITY (SATU KECAMATAN SATU KOMODITI)
DI KABUPATEN MAROS
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan diusulkan Oleh
SAHABUDDIN
Nomor Stambuk: 105610528515
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
i
4
5
6
7
ABSTRAK SAHABUDDIN (2019). Implementasi Kebijakan Program One District One Commodity (Satu Kecamatan Satu Komoditi) Di Kabupaten Maros (dibimbing oleh Jaelan Usman dan Anwar Parawangi). Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Program one district one commodity Kabupaten Maros berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 06 Nomor 2011 tentang sektor pertanian Kabupaten Maros. Jenis penelitian yang gunakan adalah jenis penelitian diskriptif kualitatif. Penelitian ini menggambarkan secara jelas mengenai masaah berdasarkan situasi lapangan. Aspek yang ingin diteliti adalah implementasi kebijakan program one district one commodity di Kabupaten Maros. Hasil dari penelitian implementasi kebijakan program one district one commodity di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros telah terlaksana dengan baik, dengan melihat dari beberapa aspek, yaitu: Komunikasi dalam implementasi kebijakan program one district one commodity telah terjalin dengan baik. Sumber daya memiliki beberapa indikator di antaranya; (i) staf atau sumber daya manusia telah melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. (ii) wewenang adalah kekuatan para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan secara politik, dan (iii) fasilitas merupakan alat pendukung untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien. Dari program one district one commodity telah mewadahi dari indikator-indikator tersebut. Disposisi atau sikap para pelaksana kebijakan dituntut untuk tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan tetapi harus memiliki kemampuan untuk melakukan kebijakan dengan baik. Struktur organisasi, dalam mengenai berbagai tugas-tugas yang sesuai bidangnya agar lebih mudah dalam mencapai tujuan. Kata kunci: Implementasi One District One Commodity.
v
8
KATA PENGANTAR
“Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala,
karena dengan berkah dan limpahan rahmat serta hidayah Nya, sehingga skripsi
yang berjudul “Implementasi Kebijakan Program One District One
Commodity (Satu Kecamatan Satu Komoditi) Di Kabupaten Maros”, dapat di
selesaikan.
Penulis sangat menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi materinya.
Untuk itu, penulis menerima segala bentuk usul, saran ataupun kritikan yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan berikutnya.
Pada kesempatan yang baik ini pula, penulis tak lupa menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Orang tuaku tercinta, ibunda Rohani. yang telah mencurahkan seluruh cinta,
kasih sayang, cucuran keringat, doa serta pengorbanan tiada henti, yang
hingga kapanpun penulis tidak akan bisa membalasnya. Maafkan jika
ananda sering menyusahkan, merepotkan, serta melukai perasaan ibunda.
Keselamatan Dunia Akhirat semoga selalu untukmu dan untuk ayahanda
semoga mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya.
vi
9
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Rahim, SE., MM, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S1) di salah satu perguruan
tinggi terbesar di Indonesia Timur.
3. Ibunda Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar beserta seluruh
stafnya.
4. Bapak Nasrullah Haq, S.Sos., M.PA selaku Ketua Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar beserta seluruh stafnya.
5. Bapak Dr. Jaelan Usman. M, M.Si selaku Pembimbing I, dan Bapak Dr.
Anwar Parawangi, M.Si selaku Pembimbing II, yang telah mendorong,
membantu, dan mengarahkan penulis hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar, baik dosen maupun asistennya, staf pegawai di
lingkup Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
7. Keluargaku tercinta Saudara(i) Nuraini, Nurliana, Sarinawati, Abdul
Gaffar, Ismail, Abdul Rahman dan Adikku Rosdiana yang telah
mencurahkan kasih sayang, dorongan moril dan materi, serta senantiasa
menemani penulis dalam suka dan duka, canda maupun tawa. Semoga
Allah Subhanahu Wata’ala mengumpulkan kita semua di syurga-Nya
kelak.
vii
10
8. Segenap keluarga kecil sektor54 (kakanda/senior) yang telah memberikan
banyak pelajaran dan pengalamannya dalam mengarungi kehidupan
sebagai mahasiswa, dan juga telah bersama-sama menjalani kehidupan
suka maupun duka di kediaman yang sangat sederhana (kos-kosan).
Semoga kebersamaan kita akan berlanjut hingga ke syurga_Nya Allah
Subhanahu wata’ala.
9. Kawan-kawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, terkhusus kelas B
angkatan 2015 jurusan Administrasi Negara, yang telah banyak membantu
dan memberikan dukungan penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Mengarungi kebersamaan selama menjadi mahasiswa tidak terlepas dari
canda tawa yang mungkin membuat sakit hati, maka dengan itu kiranya
mohon dimaafkan dengan setulus hati. Semoga dengan status mahasiswa
dalam menuntut ilmu terhitung pahala disisi Allah Subhanahu wata’ala
dan memberkahi ilmu yang kita dapatkan selama menjadi mahasiswa di
Universitas Muhammadiyah Makassar. Terima kasih atas dukungan dan
kerjasamanya kawan.
10. Seluruh keluarga, rekan, sahabat dan handai taulan dan semuanya tak bisa
penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam
penyelesaian studi, terutama yang senantiasa memberikan motivasi kepada
penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini, Jazaakumullahu
khairan.
Selain itu, penulis juga mengucapkan permohonan maaf yang sedalam-
dalamnya jika penulis telah banyak melakukan kesalahan dan kekhilafan, baik
viii
11
12
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi ........................................................................... i
Tim Penilai ..................................................................................................... ii
Halaman Persetujuan ...................................................................................... iii
Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................................. iv
Abstrak ........................................................................................................... v
Kata Pengantar ............................................................................................... vi
Daftar Isi....................................................................................................... .. x
Daftar Tabel ................................................................................................... xii
Daftar Gambar ................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Konsep dan Teori .................................................... 9
B. Kerangka Pikir ............................................................................ 27
C. Fokus Penelitian ......................................................................... 29
D. Deskripsi Fokus Penelitian ......................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................... 33
B. Jenis dan Tipe Penelitian ............................................................ 33
C. Sumber Data ............................................................................... 34
D. Informan Penelitian .................................................................... 34
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 35
F. Teknik Analisis Data .................................................................. 36
G. Pengabsahan Data ....................................................................... 37
x
13
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................................... 38
B. Implementasi Kebijakan One District One Commodity ............. 44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 60
B. Saran ........................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
14
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Jenis komoditi .................................................................................. 25
Tabel 2: Informan penelitian ........................................................................ .. 34
Tabel 3: Spesifikasi Kabupaten Maros .......................................................... 40
Tabel 4: Jenis Produksi .................................................................................. 41
xii
15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn .......... 17
Gambar 2: Model implementasi kebijakan George G. Edward III ................ 19
Gambar 3: Peta wilayah ................................................................................. 39
xiii
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pembangunan di Indonesia telah mengalami peningkatan
yang cukup pesat baik dikawasan perkotaan maupun pedesaan. Hal ini disebabkan
telah berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin modern
sehingga membawa kehidupan masyarakat jauh lebih baik. Sejalan dengan
perkembangan sistem pemerintah telah banyak membuat program-program yang
mengarah pada pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Kata
pengembangan adalah suatu cara untuk meningkatkan kemampuan teknis,
konseptual dan moral masyarakat yang sesuai dengan keahliannya. Adapaun
pemberdayaan merupakan suatu proses untuk memperbaiki situasi dan kondisi
yang di alami masyarakat agar jauh lebih baik.
Penyelenggaraan dan pelaksanaan pembangunan Nasional merupakan suatu
proses yang memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang matang. Salah satu
dimensi yang sangat penting dan menunjang adalah kualitas sumber daya manusia
suatu bangsa. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan nasional sangat
tergantung pada kemampuan manusia sebagai pelaksana sebab apapun yang
dimiliki oleh suatu bangsa, kekayaan alam, sosial, budaya misalnya tidak akan
ada artinya bila tidak ditangani oleh orang-orang yang tidak berkompeten dan
kemampuan dibawah rata-rata. Berhasil atau tidaknya suatu program sangat
tergantung pada pihak-pihak terkait dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
1
2
2
17
Kebijakan merupakan solusi dari masyarakat kalangan bawah, terutama
dibidang ekonomi rendah, maka implementasi menjadi sarana terpenting untuk
mencapai tujuan, apabila gagalnya implementasi suatu kebijakan maka
masyarakat akan mengalami kerugian dua kali yaitu, pertama, hilangnya dana
publik yang telah dibelanjakan tersebut. kedua, hilangnya kesempatan yang
mestinya dapat dinikmati oleh masyarakat, dan apabila dana yang terbuang
percuma tersebut dipakai untuk membiayai kebijakan atau program lain.
Pemerintah memegang peranan penting karena pemerintah merupakan
organisasi yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengelola berbagai
urusan Negara untuk kesejahteraan masyarakat, dan pada hakikatnya akan
bersinergi terhadap pembangunan Daerah dan Nasional. Hal tersebut terlihat
melalui banyaknya program pembangunan yang dirancang pemerintah untuk
pembangunan di berbagai daerah. Mulai dari instansi, terutama dibidang
pemerintah daerah yang mengakomodir pembangunan dalam program kerja yang
dilaksanakan. Maka diperlukan berlandaskan pada pemahaman bahwa kecamatan
sebagai kesatuan terdepan yang merupakan tempat sebagian besar penduduk
bermukim.
Demikian juga di Kabupaten Maros, yang telah mengiatkan proses
pembangungan dan pemberdayaan berbagai sektor diberbagai wilayah. Di
antaranya Job Fair, yang merupakan suatu program yang memfasilitasi
masyarakat atau para pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai
spesifikasinya atau kemampuan serta keterampilan yang dimilikinya. Sehingga
munculnya program tersebut, karena melihat kondisi para pencari kerja selalu
2
18
mengalami peningkatan setiap tahunnya dan itu tidak seimbang dengan lapangan
kerja yang tersedia sehingga terjadi persaingan yang ketat untuk mendapatkan
pekerjaan dan seringnya pula terjadi perdebatan dikalangan masyarakat.
Adapun program Inovasi Desa yang di kembangkan oleh pemerintah
kabupaten Maros merupakan solusi mempercepat serta menanggulangi
kemiskinan dengan memanfaatkan Dana Desa guna pengembangan kapasitas
Desa. Dalam pengelolaan program tersebut bertujuan untuk pengembangan
potensi ekonomi lokal dan kewirausahaan, peningkatan kualitas SDM (sumber
daya manusia) serta memfasilitasi penguatan kapasitas desa melalui peningkatan
produktivitas yang tersedia.
Pembangunan disektor pelayanan publik juga di kembangkan pemerintah
daerah dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di antaranya Pustu
(Pukesmas, Poskedes dan Pukesmas Pembantu), Gamacca (Gerakan Minat Baca)
dan One District One Commodity. Dengan adanya program-program tersebut
masyarakat dapat mengembangkan keterampilan yang dimiliki sebagai sarana
untuk mensejahterahkan kehidupan yang lebih baik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1996 tentang sistem
budidaya tanaman maka Pemerintah Kabupaten Maros menetapkan Peraturan
Daerah Nomor 06 Tahun 2011 Tentang Sektor pertanian yang merupakan sektor
unggulan sebahagian besar masyarakat Kabupaten Maros yang bergerak disektor
tersebut maka keberadaannya perlu dioptimalkan dengan memberi dukungan
secara kelembagaan dengan membentuk Perusahaan Daerah Pertanian.
3
19
Dalam memenuhi segala kebutuhan masyarakat di Kabupaten Maros
terkhusus dibidang pertanian, karena mayoritas masyarakat setempat merupakan
petani, sehingga muncul sebuah program one district one commodity atau satu
kecamatan satu komoditas merupakan suatu program yang juga memfasilitasi para
petani atau setiap komoditas yang berada di kabupaten Maros. Program one
district one commodity diharapkan dapat membantu pendapatan para petani demi
kesejahterahan hidup. Sehingga diperlukan upaya dan solusi agar program
tersebut dapat di laksanakan dengan baik.
Adapun tempat pelaksanaan penelitian berada pada Kecamatan Simbang di
sebabkan terdapat balai pembibitan perbenihan dani pusat pelaksanaan program
one district one commodity. Balai pembibitan yang berada di kecamatan simbang
milik pemerintah pusat akan tetapi lahannya tersebut milik pemerintah kabupaten
Maros. Adapun bentuk kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah hanya sebatas pinjam-pakai sehingga diharapkan dapat mensuplai bibit
yang telah di targetkan sebagai alat pendukung agar berhasilnya program tersebut.
Pengalokasian balai pembibitan di Kecamatan Simbang merupakan suatu
tempat strategi dalam menjalankan program one district one commodity karena
telah didukung berbagai sumber daya dan sarana prasarana yang cukup memadahi
selain itu Kecamatan Simbang juga memiliki potensi unggulan, seperti
pertambangan, peternakan, pertanian dan perkebunan, sehingga sangat tepat
dijadikan pusat tempat pelaksanaan program one district one commodity.
Dengan mengidentifikasi komoditi unggul yang ada diharapkan mampu
mendorong perekonomian masyarakat serta mampu meningkatkan Pendapatan
4
20
Asli Daerah. Kecamatan Simbang sendiri memiliki komoditas unggulan seperti
komoditas padi, jagung, kedelai, bibit pohon dan coppeng. Namun yang menjadi
prioritas pada buah coppeng, karena buah tersebut merupakan buah khas
kabupaten maros sehingga masyarakat ingin melestarikan dan membudidayakan.
Perencanaan di Kecamatan Simbang harus seiring dengan pengembangan
wilayah yang sesuai dengan kondisi geografis. Pengembangan wilayah dengan
melihat komoditi unggul yang ada diwilayah tersebut akan meningkatkan
produksi dan produktivitas dari kawasan pertanian yang ada. Namun hal tersebut
tidak akan terealisasi dan dikembangkan secara maksimal pada wilayah perdesaan
apabila usaha yang dilakukan tidak sesuai dengan kondisi dari wilayah tersebut.
Melihat kondisi geografis di Kabupaten Maros berbeda-beda maka tidak
semua juga jenis tanaman berbeda-beda, seperti kecamatan bantimurung dapat
menghasilkan jagung, padi sawah, palawija, dan cemara gunung. Kecamatan
bontoa (maros utara) dapat menghasilkan sukun, padi sawah, dan rambutan.
Kecamatan camba dapat menghasilkan jambu merah, tomat, jambu putih, kedelai.
Kecamatan maros baru dapat menghasilkan padi sawah, ubi jalar, ubi kayu,
kacang hijau dan jagung, adapun kecamatan simbang dapat menghasilkan jagung,
Markisa, coppeng, dan pisang.
Mengingat program one district one commodity terbentuk sebagai metode
untuk menangani berbagai keluhan masyarakat khususnya dibidang pertanian,
maka dengan adanya satu kecamatan satu komoditas membuat masyarakat merasa
lebih diperhatikan dalam memenuhi segala kebutuhan, dan sebagai rujukan
adanya kebijakan tersebut di sebabkan mayoritas penduduk setempat merupakan
5
21
petani yang menjadikan sumber pencarian utama untuk memenuhi kebutuhan
keluarga serta dapat menjadi sebuah solusi menghadapi era globalisasi.
Implementasi akan diketahui dampaknya ketika kebijakan tersebut dalam proses
pelaksanaan, dan inilah yang menunjukkan bahwa proses pelaksanaan merupakan
tahapan penting atau momentum dalam proses perumusan atau pembuatan
kebijakan.
Namun dalam pelaksnaannya tidak terlepas dari berbagai masalah yang
melingkupinya. Ada beberapa masalah utama dalam program persoalan bibit yang
tidak tersedia seperti bibit pohon dan sayuran sehingga sangat sulit untuk
memperoleh dan mengembangkannya. Masalah ini disebabkan karena balai
pembibitan yang berada di Kecamatan Simbang tidak memenuhi segala jenis
tanaman, yakni kurang dari 40 persen bibit yang tersedia. Hal tersebut terjadi
disebabkan balai perbenihan tanaman tidak merawat dan mengelola dengan baik
sehingga adanya bibit/benih yang mengalami kekeringan, dan itu tidak
sepenuhnya dapat tersalurkan kepada masyarakat. Sehingga dalam
pengimplementasinya menjadi kurang maksimal disebabkan tidak menyeluruhnya
bibit-bibit tersalurkan.
Berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan dapat dijadikan dasar awal
peneliti untuk menganalisis secara lebih mendalam akan implementasi kebijakan
one district one commodity baik dari aspek internal maupun eksternal dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat khusunya dibidang pertanian. Dalam upaya
meningkatkan kinerja implementasi, hendaklah mengetahui hasil-hasil kebijakan
yang diperoleh melalui serangkaian proses implementasi secara nyata.
6
22
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Program One District One
Commodity (Satu Kecamatan Satu Komodity) di Kabupaten Maros”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan masalah utama dalam
penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
“Bagaimana implementasi kebijakan program one district one commodity (satu
kecamatan satu komoditi) di Kabupaten Maros?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan dari rumusan masalah di atas dan
dapat simpulkan untuk mendiskripsikan implementasi kebijakan program one
district one commodity (satu kecamatan satu komoditi) di Kabupaten Maros!
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan studi dan menjadi salah satu
sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-kajian yang mengarah
pada pengembangan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya pada bidang
Administrasi Negara dan untuk memperkaya dan menambah pengetahuan tentang
implementasi kebijakan sebagai studi penulis.
7
23
2. Secara praktis
Sebagai sumber informasi atau bahan masukan bagi pihak-pihak yang
terkait secara langsung guna penetapan konsep selanjutnya khususnya dalam studi
implementasi kebijakan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi semua pihak, khususnya pemerintah Kabupaten Maros sebagai dasar untuk
program pemberdayaan masyarakat berdasarkan fonemena yang dihadapi.
8
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian, Konsep dan Teori
1. Konsep Implementasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi berarti pelaksaan atau
penerapan. Kata implementasi biasanya dikaitkan dengan suatu kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Implementasi juga sering disebut
sebagai suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah sebuah rencana dan
kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan.
Implementasi asal kata dari bahasa inggris, to implement yaitu
mengimplementasikan. Jadi, implementasi merupakan suatu sarana yang
memfasilitasi untuk melaksanakan sesuatu yang mengakibat timbulnya dampak
atau akibat dari sesuatu dan sesuatu tersebut dilakukan jika berupa peraturan
pemerintah, keputusan peradilan, undang-undang, dan kebijakan yang di buat oleh
lembaga pemerintah.
Implementasi dapat di artikan sebagai realisasi atau tindak lanjut dari
pelaksanaan yang mencakup perbuatan dan usaha tertentu. Sehingga lebih
jelasnya, implementasi dapat disimpulkan sebagai usaha atau kegiatan
berkesimbungan yang dapat dilakukan untuk mewujudkan suatu rencana atau
program untuk menjadi menjadi kenyataan (dalam Syam, 2016: 9).
Ripley dan Franklin (Winarno: 2012) mengatakan implementasi adalah apa
yang terlaksana setelah ditetapkan aturan atau undang-undang yang dapat
9
25
memberikan pengaruh terhadap kebijakan, benefit (keuntungan), atau tangible
output (suatu jenis yang keluaran yang nyata). Implementasi mengatasi tindakan-
tindakan dari berbagai pelaksana terkhusus para birokrat, sehingga program
tersebut terlaksana dengan baik.
Sementara itu menurut Ripley & Franklin ada dua hal yang menjadi fokus
perhatian dalam implementasi, yaitu compliance (kepatuhan) dan Whats
happening? (Apa yang terjadi). Kepatuhan disini merujuk kepada pelaksana
kebijakan (implementor), apakah patuh pada standard aturan atau prosedur dalam
pelaksanaan kebijakan (dalam Nurharjadmo 2018: 217).
Mazmanian dan Sebastiar (dalam Wahab, 2001) mendefinisikan bahwa
implementasi sebagai berikut, Implementasi adalah pelaksanaan keputusan
kebijakan dasar, yang biasanya berbentuk undang-undang, adapun dalam bentuk
keputusan-keputusan atau perintah-perintah eksekutif yang penting atau keputusan
dari badan peradilan. Proses implementasi bagian dari kebijakan dasar yang
berlangsung dalam bentuk undang-undang dan dapat juga berbentuk perintah
ataupun keputusan yang penting seperti keputusan badan peradilan.
Proses implementasi tersebut dapat berlangsung setelah melalui sejumlah
tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan peraturan undang-undang, kemudian
output dalam kebijakan adalah pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai
dengan perbaikan dalam kebijakan yang bersangkutan. Implementasi pada
dasarnya untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dilaksanakan
sebagai dampak nyata terhadap keputusan baik yang diharapkan oleh instansi
pelaksana.
10
26
Menurut William (dalam Nawawi, 2009) menyatakan bahwa masalah yang
paling penting dalam implementasi kebijakan memindahkan suatu keputusan ke
dalam kegiatan atau pengoperasian dengan cara tertentu. Adapun cara yang
digunakan yaitu apa yang dilaksanakan mempunyai kesamaan nalar dengan
keputusan dan berguna dengan baik dalam lingkup lembaga tersebut.
Berhasil atau tidaknya suatu program tergantung dari unsur pelaksanaannya.
Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksana merupakan suatu unsur
penting karena, organisasi maupun perorangan bertanggung jawab dalam
pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi suatu kebijakan.
Dalam pelaksanaan kebijakan publik, Implementasi adalah sarana untuk
menyatukan formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang
diharapkan. Menurut Anderson (Mustari, 2013), mengatakan ada empat aspek
yang perlu dikaji dalam implementasi kebijakan yaitu:
a. Siapa yang mengimplementasikan.
b. Hakekat dari proses administrasi.
c. Kepatuhan.
d. Dampak dari pelaksanaan kebijakan.
Dengan demikian, isi dari kebijakan pada program yang bermanfaat
disebabkan adanya kelompok sasaran, terjadinya jangkauan perubahan,
terdapatnya sumber daya, serta adanya pelaksanaan-pelaksanaan program. Hasil
akhir dari kegiatan dalam implementasi nantinya berdampak terhadap masyarakat,
kelompok, individu, ataupun dari tingkat perubahan penerimanya.
11
27
2. Teori Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah suatu aturan atau program yang dibuat oleh
administrasi Negara. Jadi, kebijakan publik merupakan kebijakan untuk mengatur
suatu organisasi, kelompok atau individu .Kebijakan publik mengatur segalanya
yang terjaring di lembaga administrasi publik. Kemudian kebijakan publik juga
mengatur berbagai masalah bersama yang sudah menjadi kebiasaan dari sejumlah
masyarakat di daerah (dalam Dwidjowijoto, 2006).
Menurut David Easton (dalam Anggara, 2014),“Public policy is the
authoritative allocation of values for the whole society” (kebijakan publik adalah
pengalokasian nilai-nilai dengan cara menyeluruh kepada anggota masyarakat).
Dapat diartikan sebagai suatu hukum, akan tetapi tidak sampai disitu, kebijakan
juga harus dipahami secara utuh dan benar. Ketika isu dari kebijakan terkait
dengan kepentingan umum maka diperlukan adanya aturan, sehingga isu tersebut
menjadi kebijakan publik untuk dilakukan dan disusun serta disepakati oleh
pejabat yang berwenang.
Menurut Heglo (dalam Abidin, 2004) mengatakan kebijakan merupakan “a
course of action intended to accomplish some end,” atau suatu tindakan yang
bertujuan dalam mencapai tujuan. Kemudian Heglo melanjutkan bahwa kebijakan
bisa digolongkan dalam suatu alat yang dapa di analisis sebagai suatu rumusan
dari kata-kata yang dibuat. Sebab itu, isi dari kebijakan lebih mudah di pahami
oleh para analisis daripada para perumusan dan pelaksana kebijakan itu sendiri.
Menurut Dye (dalam Anggara, 2014: 35) kebijakan merupakan suatu
pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk menyelesaikan
12
28
berbagai masalah, untuk meningkatkan sumber daya manusia, dan menghentikan
tindakan terorisme, ataupun masalah lainnya. Bahkan pandang lain, Dye
menuliskan kebijakan publik adalah “Anything a government chooses to do or not
to do.” Semua itu adalah pilihan pemerintah apakah dapat melaksanakan ataupun
tidak melaksanakan apapun, dan itu semua adalah kebijakan publik.
Clausewitz (dalam Dwidjowijoto, 2014) kebijakan publik adalah keputusan
politik yang melembaga dari pemerintahan institutionalized political decision.
Kebijakan publik menentukan bentuk dari suatu kehidupan dari setiap bangsa dan
Negara. Semua Negara menghadapi masalah relatif sama, namun yang berbeda
adalah bagaimana respon terhadap masalah tersebut. Respon ini yang disebut
sebagai kebijakan publik. Karena kebijakan publik adalah domain dari Negara
atau pemerintahanan atau kekuasaan pemegang Negara, maka kebijakan publik
adalah bentuk faktual dari upaya dari setiap pemerintah untuk memanajemeni
kehidupan bersama yang disebut sebagai “Negara Dan Bangsa”.
Jenkins memandang kebijakan publik sebagai sebuah proses, tidak seperti
Dye yang menilainya sebagai pilihan pemerintah. Untuk lebih jelasnya, Jenkins
mengungkapkan kebijakan publik merupakan sekumpulan keputusan-keputusan
yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain. Dalam hal ini, Jenkins
menjelaskan suatu kebijakan merupakan proses pembuatan keputusan yang
komperehensif menyertakan banyak stakeholders.
Sementara itu, Anderson mendefinisikan kebijakan publik sebagai “A
purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a
problem or matter of concern.” Dalam bahasa yang sederhana, kebijakan publik
13
29
adalah serangkaian kegiatan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan
permasalahan atau sesuatu hal yang diperhatikan. Lebih lanjut, kebijakan adalah
“purposive or goals oriented action rather than random or change behavior”
selain itu, “policy consist of courses or patterns of action by governmental
officials rather than their separate discrete decision.” Dan, “policy is what
government actually do in regulating, not what they intend to do or say they are
going to do.” Pengertian di atas, menurut penulis, setidaknya memperkaya
definisi kebijakan yang disampaikan oleh Jenkins. Pertama, dilihat dari aspek
aktor; kebijakan merupakan keputusan yang diambil oleh beberapa aktor pembuat
kebijakan. Kebijakan seringkali merupakan hasil dari diskusi panjang para aktor
yang melibatkan para stakeholder. Kedua, dilihat dari aspek antara ‘aksi
kebijakan’ dan ‘persepsi para pembuat kebijakan (Agustino, 2017: 17).
Menurut Bridgman dan Davis (dalam Nawawi, 2009) mengatakan
banyaknya definisi kebijakan publik menjadikan kita sulit untuk menentukan
secara tepat sebuah definisi kebijakan publik. Oleh karenanya, untuk
memudahkan pemahaman kita terhadap kebijakan publik, kita dapat meninjaunya
dari lima karakteristik kebijakan publik yaitu:
a. Memiliki tujuan yang didesain untuk dicapai atau tujuan yang dipahami.
b. Melibatkan keputusan beserta dengan konsekuensinya.
c. Terstruktur dan tersusun menurut aturan tertentu.
d. Pada hakikatnya adalah politisi.
e. Bersifat dinamis.
14
30
Tujuan kebijakan publik merupakan seperangkat tindakan dalam pemerintah
yang didesain agar dapat mencapai hasil yang di harapkan. Kebijakan publik
sebagai pilihan tindakan yang legal dan sah karena kebijakan publik dibuat dalam
lembaga yang memiliki legitimasi sistem pemerintahan. Di katakan bahwa
kebijakan publik adalah suatu keputusan untuk mengatasi permasalahan tertentu
dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan negara dan pembangunan.
pada umumnya kebijakan sering digunakan untuk kepentingan pribadi dalam
menunjukan pilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi atau
privat. (dalam Anggara, 2014).
3. Konsep Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan langkah lanjutan berdasarkan suatu
kebijakan formulasi. Definisi yang sering digunakan dari implementasi ialah
perbuatan yang dapat dilaksanakan oleh individu, kelompok atau para pejabat
pemerintah maupun swasta yang terarah demi mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan sebelumnya. (dalam Mustari, 2013: 127).
Implementasi kebijakan publik bisa dipahami setiap aktivitas dari
adminitrasi publik sebagai birokrasi (institusi) dalam proses kebijakan publik.
Proses pelaksanaan kebijakan adalah suatu tahapan penting dan momentum dalam
proses perumusan kebijakan selanjutnya, sebab dalam mencapai tujuan ditentukan
dalam pelaksanaanya apakah berhasil atau gagal.
Menurut Hoogerwerf (dalam Mustari, 2013: 130) mengatakan pelaksanaan
kebijakan itu harus selalu disesuaikan dengan kondisi lapangan. Hal itu
disebabkan karena tujuan dirumuskan terlalu umum, sarana tidak dapat diperoleh
15
31
pada waktunya dan faktor waktu dipilih terlalu optimis, semua ini berdasarkan
gambaran situasi yang kurang tepat. Dengan perkataan lain pelaksanaan kebijakan
didalam prakteknya sering terjadi suatu proses yang berbelit-belit, yang menjurus
kepada permulaan baru dari pada seluruh proses kebijakan atau menjadi buyar
sama sekali.
Keberhasilan atau kegagalan suatu implementasi kebijakan dapat diukur dari
sudut kemampuannya secara nyata dalam meneruskan dan mengoperasionalkan
program-program yang telah dirancangkan sebelumnya. Dengan munculnya
implementasi kebijakan dalam bentuk nyata maka secara otomatis mendapatkan
garansi dari terlaksananya program dengan baik. Kebijakan implementasi sama
peliknya dengan kebijakan formulasi, maka perlu diperhatikan berbagai faktor
yang akan mempengaruhinya (dalam Mustari, 2013: 131).
Setelah membahas mengenai konsep implementasi kebijakan publik maka
pada bagian selanjutnya diuraikan model-model implementasi kebijakan publik
yang diperkenalkan oleh: Donal van Metter & Carl van Horn, Goerge C. Edward
III, Daniel H. Mazmanian & Paul A. Sabatier, Charles O. Jones. (Agustino, 2017).
a. Implementasi kebijakan Model Van Meter dan Van Horn
Terdapat enam variabel yang memengaruhi implementasi kebijakan publik
menurut Meter dan Horn (dalam Mustrai, 2013), yaitu: (1) Ukuran dan tujuan
kebijakan; (2) Sumber daya; (3) Komunikasi antarorganisasi dan agen pelaksana;
(4) Karakteristik agen pelaksana; (5) Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik;
serta (6) Disposisi pelaksana.
16
32
Gambar: 1 Model Implementasi Kebijakan Publik
Van Meter dan Van Horn
Variabel-variabel yang dikemukakan oleh Meter dan Horn tersebut, adalah:
1) Ukuran dan tujuan kebijakan
Ukuran dan tujuan kebijakan haruslah memiliki kejelasan dan terukur
sehingga dengan mudah dilaksanakan. Apabila ukuran dan tujuan dari kebijakan
tidak memiliki kejelasan akan menyebabkan banyak konflik.
2) Sumber daya
Proses implementasi sangat tergantung dari kemampuan dalam
menggunakan sumber daya dengan baik dan benar, baik sumber daya manusia
ataupun sumber daya non-manusia.
3) Karakteristik agen pelaksana
Karakteristik agen pelaksana bagian dari birokrasi, atau pola hubungan yang
terjadi, semuanya dapat mempengaruhi implementasi kebijakan dari suatu
program. Untuk mengetahui cakupan implementasi diperhitungkan dengan
Komunikasi antar organisasi dan aktivitas
pelaksana
Ukuran dan tujuan kebijakan
Sumber daya
Karakteristik agen
pelaksana
Disposisi pelaksana
Kinerja Kebijakan
Publik
Lingkungan ekonomi, sosial, dan
politik
17
33
menentukan agen pelaksana karena semakin luas cakupannya, maka banyak juga
agen yang dibutuhkan.
4) Disposisi pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja impelementasi kebijakan
publik. Kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan dari atas
(top down) yang mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui
kebutuhan, keinginan, atau permasalahan warga yang ingin diselesaikan.
5) Komunikasi antarorganisasi dan agen pelaksana
Implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain. Diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
6) Lingkungan sosial, politik, dan ekonomi
Variabel ini mencakup lingkungan eksternal yang turut mendorong
keberhasilan kebijakan yang telh ditetapkan. Lingkungan yang tidak kondusif
dapat menjadi biang keladi dari kegagalan implementasi kebijakan. Maka dalam
upaya dalam menentukan keberhasilan harus juga memperhatikan kekondusifan
kondisi lingkungan eksternal.
b. Implementasi kebijakan Model Edwards III
Model ini berperspektif top-down yang dikembangkan oleh Edward III.
Kemudian model diistilahkan dengan direct and indirect impact on
implementation. Edward menilai bahwa masalah utama administrasi publik adalah
rendahnya perhatian terhadap implementasi. Dalam pendekatan yang diutamakan
18
34
oleh Edward III, terdapat empat variabel yang sangat menetukan keberhasilan
implementasi kebijakan, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur
birokrasi. (dalam Suratman, 2017)
Model implementasi dari Edward III menggunakan faktor yang berfokus di
dalam struktur pemerintahan untuk menjelaskan proses implementasi. Penekanan
pada proses ini dilandasi asumsi bahwa para implementor mengikuti sepenuhnya
standar pelaksanaan yang telah ditentukan oleh pembuat kebijakan maka dengan
sendirimya output dan outcomes kebijakan yang diinginkan akan tercapai.
Menurut George Edward III ada empat variabel dalam kebijakan publik yang
menjadi syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil, yaitu sebagai berikut:
1) Komunikasi
Implementasi akan terlaksana dengan baik ketika ukuran-ukuran dan tujuan-
tujuan kebijakan dapat di pahami setiap individu-individu yang bertanggungjawab
dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan dari ukuran dan tujuan kebijakan
sangat perlu dikomunikasikan secara tepat dan benar kepada para pelaksana.
Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu
Communication
Disposition
Bureaucratic Structure
Implementation
Resources
Gambar: 2 Model Implementasi Kebijakan Publik Edwards III
19
35
dikomunikasikan sehingga implementor mengetahui secara tepat dan tepat ukuran
maupun tujuan kebijakan itu.
Menurut Edwards III (dalam Nawawi, 2009) harus ditransmisikan kepada
personel yang tepat, harus jelas, akurat, dan konsisten. Pembuat
keputusan/decision maker yang berharap agar implementasi kebijakan sesuai
dengan yang dikehendakinya, haruslah memberikan informasi secara tepat.
Komunikasi yang tepat akan terhindar dari penyimpangan sesama implementor.
2) Sumber Daya
Komponen sumberdaya ini meliputi staf yang memiliki keahlian dari para
pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk melaksanakan kebijakan dan
memenuhi kebutuhan sumber-sumber yang terkait dalam pelaksanaan program,
adanya kewenangan yang dapat menyakinkan bahwa program dapat diarahkan
sebagaimana yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang
dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dan dan sarana
prasarana.
Sumberdaya yang tidak memadahi atau kurangnya jumlah dan kemampuan
yang dimiliki, maka bisa di pastikan program tersebut tidak dapat di laksanakan
secara maksimal di sebabkan tidak melakukan pengawasan dengan baik. Apabila
jumlah para pelaksana kebijakan terbatas maka dapat memilih opsi lain yaitu
meningkatkan kemampuan atau skil para pelaksana dalam melaksanakan setiap
program. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan
individu terhadap peraturan pemerintah yang telah di tetapkan. Sumberdaya lain
yang juga penting untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan
20
36
untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyedian uang, pengadaan uang,
maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan kebijakan harus terpenuhi seperti kantor, peralatan serta dan yang
mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan dengan baik.
3) Disposisi
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementor. Implementor atau para pelaksana setuju dengan aturan-
aturan isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati
tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses
implementasi akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikap
implementor terhadap kebijakan, kesadaran pelaksana, petunjuk atau arahan
pelaksana untuk merespon program kerarah penerimaan atau penolakan, dan
intensitas dari respon tersebut. Jika ketiga poin tersebut dilakukan maka kebijakan
publik akan mudah mencapai sasaran yang diinginkan.
Disamping itu dorongan atau dukungan para pejabat pelaksana juga di
perlukan untuk menuju sasaran dengan baik dan benar. Adapun bentuk dorongan
dari atasan adalah mengutamakan kebijakan menjadi program unggulan yang
telah di dukung banyaknya orang-orang sekitar, memperhatikan keseimbangan
daerah, agama, suku, jenis kelamain dan karakteristik yang ada.
4) Struktur Birokrasi
Membahas tentang badan pelaksana suatu kebijakan, maka tidak bisa di
lepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi merupakan kerakteristik,
norma-norma dan pola yang hubungannya terjadi berulang-ulang dalam badan-
21
37
badan eksekutif dan memiliki hubungan, baik potensial maupun nyata. Apabila
sumberdaya telah mewadahi untuk melakukan suatu kebijakan dan para pelaksana
telah mengetahui dan memahami apa yang harus dilakukan, tetapi jika struktur
birokrasi terhambat dan menghalangi koordinasi maka implementasi tidak
berjalan dengan baik dalam melaksanakan kebijakan.
Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang, serta
pemborosan sumberdaya akan mempengaruhi hasil implementasi kebijakan. Ada
dua sub variabel yang dapat memberikan dampak pada implementasi di antaranya;
Standard Operating Procedures dan fragmentasi. SOP adalah suatu yang muncul
dari implementor dalam mengatasi masalah dalam pekerjaan, yang disebabkan
kurangnya sumber daya dan kemauan untuk selalu menjaga keseragaman dalam
organisasi. Sedangkan fragmentasi untuk menyebar tanggung jawab di berbagai
aktivitas, kegiatan atau program beberapa unit kerja yang sesuai dengan
bidangnya masing-masing.
c. Implementasi Kebijakan Model Mazmanian dan Sabatier
Terdapat tiga kelompok variabel yang memengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan publik menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Anggara,
2014: 258), yaitu:
1) Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap (tractability of the
problem), meliputi:
22
38
Kategori tractability of the problem mencakup variabel-variabel: (a) Tingkat
kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, (b) Keberagaman perilaku yang
diatur, (c) Persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran.
2) Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki.
Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh kebijkan,
maka semakin sulit para pelaksana mencapai keberhasilan. Artinya, ada sejumlah
masalah yang jauh dapat kita kendalikan jika tingkat dan ruang lingkup perubahan
yang dikehendaki tidak terlalu besar.
3) Kemampuan kebijakan menstrukturisasikan proses implementasi secara
tepat (ability of statute to structure implementation).
Kategori ability of statute to structure implementation mencakup variabel-
variabel: (a) Kecermatan dan kejelasan tujuan yang ingin dicapai, (b) Teori
kaulitas yang diperlukan, (c) Ketepatan alokasi sumber dana, (d) Seberapa besar
adanya keterpautan dan dukungan antar instansi pelaksana, (e) Kejelasan dan
konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana, (f) Tingkat komitmen aparat
terhadap tujuan kebijakan, dan (g) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar
untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.
4) Variabel di luar Undang-undang yang mempengaruhi implementasi
(nonstatutory variables affecting implementation)
Kategori nonstatutory variables affecting implementation mencakup
variabel-variabel: (a) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan
teknologi, (b) Dukungan publik terhadap kebijakan, (c) Komitmen dan kualitas
kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
23
39
d. Implementasi kebijakan Model Charles O. Jones
Menurut Jones dalam melaksanakan aktivitas implementasi program atau
pelaksanaan kebijakan, terdapat tiga macam aktivitas yang perlu diperhatikan
secara seksama, yaitu:
1) Organisasi.
Organisasi yang dimaksud adalah pembentukan atau penataan ulang sumber
daya, unit, dan metode agar kebijakan dapat memberikan hasil yang lebih baik.
2) Interpretasi.
Yaitu menafsirkan bahasa kebijakan menjadi rencana dan pengarahan yang
tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan oleh para pelaksana.
3) Penerapan.
Penerapan adalah ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya
yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.
Secara lebih rinci mengenai organisasi, interpretasi dan penerapan, penulis
memaknai sebagai berikut; (i) Aktivitas organisasi, merupakan suatu upaya
menetapkan dan menata kembali sumber daya, unit-unit dan metode-metode yang
mengarah pada upaya untuk mewujudkan (merealisasikan kebijakan yang menjadi
hasil sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan). (ii) Aktivitas
interpretasi merupakan aktivitas penjelasan substansi dan suatu kebijakan dapat
dilaksanakan dan diterima oleh para pelaku dan sasaran kebijakan. (iii) Aktivitas
aplikasi atau penerapan merupakan aktivitas penyediaan pelayanan secara rutin,
pembayaran atau lainnya sesuai dengan tujuan dan sasaran kebijakan yang ada.
24
40
4. Konsep One District One Commodity
One district one commodity adalah suatu upaya dari pemerintah untuk
mengembangkan potensi masyarakat dalam menghadapi era globalisasi. Di
antaranya adalah suatu program yang dapat memfasilitasi para petani dengan
tersedia berbagai benih dan bibit yang di berikan secara gratis, sehingga para
petani dengan mudah dalam bercocok tanam dan program tersebut telah berjalan
cukup lama dan memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat.
Tujuan diselenggarakannya program tersebut, pertama untuk menjamin
kualitas dan kuantitas benih dan bibit tanaman secara memadai dan
berkesinambungan, kedua adalah untuk menjamin kelestarian sumber daya
genetik dan pemanfataannya (dalam bpth).
Adapun jenis tanaman yang diproduksi, yaitu:
a. Jenis tanaman yang digunakan untuk kayu pertukangan (perumahan.
Meubeler dll).
b. Tanaman MPTS, yaitu tanaman yang memiliki banyak kegunaan (buah-
buahan dan sayuran).
c. Jenis tanaman yang umum digunakan (penghijauan lingkungan).
No Jenis Tanaman Batang
1 Jambu putih dan merah 540.000
2 Markisa 1.200
3 Tomat 6.000
4 Mangga 3.000
5 Sengon 5.000
25
41
6 Ubi jalar 2.000
7 Sukun 3.100
8 Cemara gunung 1.000
9 Rambutan 3.000
10 Ubi kayu 2.000
11 Kacang hijau 1.000
12 Pisang 4.000
13 Jagung 2.000
14 Kedelai 3.000
15 Coppeng 4.000
Untuk menjamin kualitas dan kuantitas bibit dan benih secara memadai dan
berkesinambungan dalam mendukung program pemerintah maka BPT
menetapkan prosedur dalam pengambilan benih / bibit tanaman, di antaranya:
a. Membutuhkan bibit 1-100 batang dengan membawa kartu identitas.
b. Membutuhkan bibit 101-2.000 batang, dengan mengajukan surat
permohonan dan kartu identitas.
c. Surat permohonan dilampiri dengan proposal kegiatan penanaman, sket
lokasi jumlah bibit, dan tidak untuk diperjualbelikan.
Sumber: Balai Perbenihan Tanaman, 2017
26
42
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan judul implementasi Kebijakan One District One Commodity di
Kecamatan Simbang Kabupaten Maros maka penelitian ini akan dianalisis
menggunakan model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh
Edward III yakni, komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur organisasi.
Komunikasi merupakan langkah awal dalam menentukan keberhasilan suatu
program. Dalam pencapaian tujuan maka dalam melaksanakan kebijakan publik
harus adanya komunikasi yang baik antara pihak terkait dalam menentukan apa
saja yang harus dikerjakan. Apabila komunikasi berjalan dengan baik maka pada
tahap selanjutnya pun akan dengan mudah dilaksanakan dengan cepat dan tepat.
Sumber daya adalah salah satu variabel yang di kemukakan oleh Edward III
dalam menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Sumber daya meliputi staff,
informasi, wewenang, dan fasilitas. Dari beberapa indikator tersebut staff (sumber
daya manusia) merupakan faktor utama dalam variabel ini, dan bukan berarti
faktor lain tidak penting akan tetapi yang paling berpengaruh dalam menentukan
keberhasilan dan kegagalan disebabkan oleh implementor yang tidak memadai
atau tidak kompeten dibidangnya.
Disposisi adalah sikap dari para pelaksana. Mendapatkan hasil yang baik
merupakan keinginan semua para pembuat kebijakan. Maka para pembuat
kebijakan/policy maker harus memperhatikan orang-orang yang akan ditunjuk
dalam melaksanakan tugas, yang memiliki keahlian sesuai bidangnya.
Struktur organisasi merupakan variabel yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan implementasi kebijakan publik. Struktur organisasi menuntut adanya
27
43
kerjasama yang baik sehingga masalah-masalah yang ada dengan mudah teratasi.
Birokrasi sebagai pelaksana dari sebuah kebijakan yang dapat membantu dan
mendukung kebijakan yang sudah di tetapkan secara politik dengan melaksanakan
koordinasi dengan baik.
Uraian yang telah dikemukakan diatas mendasari lahirnya kerangka pikir
penelitian sebagai berikut:
Bagan Kerangka Pikir
Sumber: George C. Edward III
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini pada pada pelaksanaan program one district one
commodity, yang menitikberatkan pada komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur organisasi di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
Implementasi Kebijakan Program One District One Commodity
Efektifitas Program One District One Commodity
1. Komunikasi
2. Sumber Daya
3. Disposisi
4. Struktur Organisasi
28
44
D. Deskripsi Fokus Penelitian
Model implementasi kebijakan yang berperspektif top-down dikembangkan
oleh George C. Edwart III. Dalam pendekatan yang diutamakan oleh Edwart III,
terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan impementasi suatu
kebijakan, yang apabila keempat variabel itu tidak dilakukan dengan baik maka
mustahil kebijakan publik akan terlaksana, di antaranya adalah:
1. Komunikasi
Komunikasi hubungan antara atasan dan bawahan yang tepat, akurat dan
konsisten. Sehingga apa yang disampaikan mudah dipahami dan dapat
dilaksanakan dengan baik. Komunikasi sangat menetukan keberhasilan
pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi menjadi
efektif apabila pembuat keputusan telah memahami apa yang ingin dilaksanakan
dan kebijakan yang di komunikasikan pun harus tepat, akurat dan konsisten.
Terdapat tiga indikator dari komunikasi yang dapat digunakan untuk menentukan
keberhasilan, yaitu:
a) Transmisi; menyambungkan komunikasi dengan baik dan benar sehingga
mendapatkan hasil yang maksimal terutama kepada masyarakat sebagai
target grup.
b) Kejelasan; memberikan informasi pada setiap pelaksana dan target grup
harus kongkrit dan mudah dipahami (tidak ambigu). Ketidakjelasan pesan
kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu,
namun para pelaksana membutuhkan kejelasan informasi dalam
29
45
melaksanakan kebijakan agar tujuan yang hendak dicapai dapat diraih
sesuai konten kebijakan.
c) Konsisten; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah konsisten (untuk diterapkan dan dijalankan).
2. Sumber Daya
Sumber daya merupakan faktor salah satu indikator terpenting dalam
implementasi kebijakan. Sumber daya bisa juga bisa dikatakan sarana prasarana
untuk mendukung berbagai program. Adapun indikator dari sumber daya terdapat
beberapa elemen, yaitu:
a) Staf, adalah sumber daya paling utama dalam menentukan implementasi
kebijakan. Untuk mendapatkan sumber daya manusia (staf) maka
diupayakan menetapkan para pelaksana yang memiliki kompoten di
bidangnya dan memiliki latar belakang yang baik.
b) Informasi, mengenai data kepatuhan terhadap peraturan pemerintah harus
dilaksanakan dengan sebaik mungkin agar tujuan dari program one district
one commodity mencapai tujuan. Implementasi kebijakan informasi
mempunyai dua bentuk yaitu, informasi yang terhubung untuk
melakukannya dan informasi mengenai data ketaatan oleh para pelaksana
pada aturan pemerintah yang sudah direncanakan.
c) Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar
perintah dapat dilaksanakan dengan mudah. Wewenang adalah suatu
otoritas terhadap implementor untuk melakukan kebijakan yang diterapkan
dengan cara politik. Tentunya dengan wewenang tidak serta merta dalam
30
46
menentukan aturan, semua itu tidak terlepas dari regulasi pemerintah dan
perundang-undangan.
d) Fasilitas, adalah faktor pendukung yang berupa sarana dan prasarana
dalam pencapaian tujuan. Fasilitas meliputi kantor, balai perbenihan,
tempat produksi dan lain sebagainya.
3. Disposisi
Sikap dari pelaksana kebijakan. Adapun untuk mendapatkan keefektifan
dalam implementasi ialah para implementor harus memiliki kemampuan dalam
melaksanakan kebijakan tersebut. Selanjutnya yang harus diperhatikan pada
variabel ini sebagai berikut;
a) Efek disposisi, akan terjadi rintangan nyata terhadap implementasi
kebijakan apabila personil tidak melakukan kebijakan sesuai aturan yang
telah ditetapkan.
b) Pengaturan Birokrasi (staffing the bureaucracy), dalam konteks ini
menyatakan dalam mengatur program one district one commodity harus;ah
orang-orang yang memiliki dedikasi pada program tersebut dan lebih
khusus kepada kepentingan masyarakat. Implementasi kebijakan harus
dilihat juga dalam pengaturan birokrasi. Merujuk pada penunjukan dan
pengangkatan staf dalam birokrasi yang sesuai dengan kemampuan,
kapabilitas, dan kompetensinya.
c) Insentif, suatu cara untuk mencegah kecenderungan dari para pelaksana
dengan merekayasa upah atau insentif. Adapun teknik tersebut adalah
menambahkan keuntungan (award) kepada para pelaksana yang memiliki
31
47
catatan terbaik sehingga para pelaksana dengan semangat melaksanakan
tugasnya dengan baik.
4. Struktur Organisasi
Suatu kelompok yang memiliki tugas masing-masing dan bekerja sama
dalam pencapaian tujuan. Ada dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja
struktur birokrasi, yaitu:
a) Membuat Standar Operating Procedures (SOPs) yang lebih fleksibel.
SOPs adalah suatu prosedur atau aktivitas terencana rutin yang
memungkinkan para pengawai (atau pelaksana kebijakan seperti aparatur,
administrator, atau birokrat) untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya
setiap hari (days-to-days politics) sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
b) Melaksanakan fragmentasi, tujuannya untuk menyebar tanggung jawab
berbagai aktivitas, kegiatan, atau program pada beberapa unit kerja yang
sesuai dengan bidangnya masing-masing. Dengan terfragmentasinya
struktur birokrasi, maka implementasi akan lebih efektif karena
dilaksanakannya oleh organisasi yang kompeten dan kapabel (dalam
Agustino, 2017: 141).
32
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan selama dua bulan setelah pelaksanaan seminar
proposal, yaitu tanggal 29 Juni sampai dengan 29 Agustus 2019 dan lokasi
penelitian dilakukan di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Peneliti mengambil lokasi tersebut karena Kecamatan Simbang merupakan pusat
pelaksanaan dan terdapat balai pembibitan program one district one commodity.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Baswori dan Suwandi, 2009),
mengemukakan kualitatif adalah cara penelitian untuk mendapatkan data dari
hasil catatan di lapangan, wawancara, observasi dan beberapa dokumen penting
yang dibutuhkan. Peneliti ingin menggambarkan suatu konteks, untuk melakukan
studi berdasarkan metode tersebut.
2. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif, dengan pendekatan kualitatif
untuk memberi gambaran secara jelas mengenai masalah-masalah yang diteliti
berdasarkan situasi yang telah terjadi dengan melakukan metode yang sesuai
dalam obeservasi, pengumpulan data-data, menganalisis informasi, serta
pelaporan hasil.
33
C. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah sumber data utama yang digunakan untuk menjaring
berbagai data dan informasi yang terkait dengan fokus yang dikaji. Data yang
diperoleh secara langsung dari obyek penelitian baik melalui observasi maupun
melalui wawancara dengan informan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber data pendukung yang diperlukan untuk
melengkapi data primer yang dikumpulkan. Hal ini dilakukan sebagai upaya
penyesuaian dengan kebutuhan data lapangan yang terkait dengan objek yang
dikaji dan data diperoleh melalui dokumentasi.
D. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi selama proses
penelitian, dalam penelitian ini informan yang memberikan informasi mengenai
program One District One Commodity di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros
sebagai berikut:
No Informan Keterangan
1 Balai Perbenihan Tanaman
Untuk mendapatkan data tentang penyediaan bibit-bibit sayuran dan lain-lain
2 Staf UPT Pertanian Kecamatan Simbang
Untuk mendapatkan informasi atau data tentang pelaksaan kebijakan one district one
commodity 3 Masyarakat Tani atau
komoditas setempat Untuk mendapatkan data sejauh mana
program tersebut berjalan
34
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi Merupakan pengamatan dan pencatatan sistematik tentang
fenomena yang diamati. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara observasi langsung (direct observation). Dalam penelitian ini peneliti
mengamati bagaimana kegiatan one district one commodity dalam melaksanakan
program tesebut.
2. Wawancara
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara melakukan tanya jawab antara informan dan peneliti.
Wawancara tidak hanya dilakukan dalam satu kali atau dua kali melainkan
dilakukan secara berulang-ulang.
Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan bersifat terbuka kepada
informan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan program one district
one commodity. Peneliti tidak membatasi jawaban yang diberikan oleh informan
sehingga informasi yang didapatkan lengkap dan mendalam. Setiap jawaban yang
diberikan informan akan direkam atau dicatat agar data yang didapatkan benar-
benar bisa dipertanggung jawabkan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik mengumpulkan data yang berbentuk
tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian ini
peneliti mengumpulkan arsip atau foto yang berhubungan dengan One District
One Commodity di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
35
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan cara menyusun data secara sistematis yang
telah diperoleh melalui wawancara, catatan lapangan, serta dokumentasi dengan
memasukkan data ke dalam kategori, menyusun ke dalam pola, serta memilih
yang penting untuk membuat kesimpulan agar mudah dipahami. Teknik analisis
data juga salah satu cara untuk memperoleh temuan dari hasil penelitian. Menurut
Miles dan Huberman (dalam Baswori dan Suwandi, 2009) ada aktivitas dalam
menganalisis data kualitatif, yaitu:
1. Reduksi Data
Data yang didapatkan di lapangan memiliki jumlah yang cukup banyak,
sehingga diperlukan untuk dicatat secara terperinci. Mereduksi data adalah cara
pemilihan yang terbaik, pemusatan perhatian, dan perubahan data kasar dari
lapangan.
Proses ini berlangsung dari salama penelitian dilakukan. Data yang telah
direduksi menjelaskan data yang valid serta mempermudahkan peneliti untuk
melaksanakan pengumpulan data yang selanjutnya, serta mudah mencarinya bila
ingin diperlukan.
2. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan/gambar, dan kutipan wawancara. Tujuannya agar mudah
dipahami oleh pembaca dan untuk menarik kesimpulan. Tahapan ini peneliti
menggunakan display (penyajian data) dengan sistematis, untuk lebih mudah
dipahami.
36
3. Verifikasi Data dan Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan pada waktu pengumpulan data, dengan membuat
asumsi yang terhubung dengan kondisi lapangan, selanjutnya akan dikaji secara
berulang-ulang terhadap data yang diterima. Kemudian hasil yang didapatkan
masih bersifat sementara dan akan berubah bila mendapatkan bukti-bukti yang
valid untuk mendukung pengumpulan data selanjutnya.
G. Pengabsahan Data
Pengabsahan data ialah bentuk batasan yang memiliki suatu kepastian,
bahwa data yang dihasilkan benar-benar merupakan variabel yang ingin diteliti.
Untuk menetapkan keabsahan (truth warthiness) data diperlukan teknik
pemeriksaan. Pelaksanaannya didasarkan pada sejumlah kriteria tertentu salah
satunya adalah derajat kepercayaan (credibility) dengan teknik triangulasi.
Triangulasi adalah cara pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan
sesuatu yang lain di luar dari data itu, sebagai pengecekan terhadap pembanding
data yang ada. Adapun yang dipakai penulis adalah triangulasi dengan sumber
untuk membandingkan dan mengecek kembali kepercayaan informasi yang
diperoleh dengan waktu yang berbeda.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Profil Kabupaten Maros
Kabupaten Maros adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Ibukota dari kabupaten maros terletak di Kota Makassar
jaraknya sekitar 45,71 km. Maros merupakan sebuah kabupaten yang terletak di
Provinsi Sulawesi Selatan Indonesia dengan luas wilayah 1.619,12 km² dan
terbagi dalam 14 wilayah Kecamatan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros
terus mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,21 % pertahun, sektor pertanian
masih menjadi sektor unggulan yang menjadi dominan peranannya dalam struktur
perekonomian Kabupaten Maros, kontribusi sektor pertanian sebesar 35 % di
susul sektor jasa-jasa sebesar 24 % dan sektor industri sebesar 20 %.
a. Administrasi Pemerintah
Kabupaten Maros adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibukota
Provinsi Sulawesi Selatan yaitu, Kota Makassar. Maka jarak kedua dari kedua
kota tersebut berkisar 30 km dan sekaligus terintegrasi dengan kawasan
Metropolitan Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar).
Dalam strukturnya, Kabupaten Maros memegang peranan penting terhadap
pembangunan Kota Makassar, dan sebagai wilayah perlintasan yang sekaligus
sebagai pintu gerbang Kawasan Mamminasata bagian utara yang dengan
sendirinya memberikan peluang yang sangat besar terhadap pembangunan di
38
Kabupaten Maros. Demikian pula sarana transportasi udara terbesar di kawasan
Indonesia Timur berada di Kabupaten Maros sehingga menjadi tempat masuk dan
keluar daerah Sulawesi Selatan. Kabupaten Maros secara administrasi wilayah
berbatasan dengan:
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Bone
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kota Makassar
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar
39
b. Pembagian Administratif
Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Maros terdiri dari 14
Kecamatan terdapat 80 Desa dan 23 Kelurahan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik
Kecamatan Tompobulu tercatat wilayah paling luas yakni, 287,66 km², sedangkan
Kecamatan Turikale memiliki wilayah paling kecil dengan luas 29,93 km² dan
sebagai pusat pemerintahan.
Tabel 1: Spesifikasi Kabupaten Maros
No
Kecamatan
Luas (km²)
Jumlah
Desa
Jumlah
kelurahan
Potensi
1 Turikale 29,93 - 7 Pertanian
2 Maros Baru 53,73 4 3 Pertanian dan perikanan
3 Lau 73,83 2 4 Pertanian dan perikanan
4 Bontoa 93,52 8 1 Pertanian dan peternakan
5 Mandai 49,11 4 2 Peternakan
6 Marusu 53,73 7 - Pertanian dan perikanan
7 Tanralili 89,45 7 1 Pertanian
8 Moncongloe 46,87 5 - Pertanian dan peternakan
9 Tompobulu 287,66 8 - Pertanian dan peternakan
10 Bantimurung 173,70 6 2 Pertanian dan Peternakan
11 Simbang 105,31 6 - Pertanian dan peternakan
12 Cenrana 180,97 7 1 Kehutanan / pertambangan
13 Camba 145,36 6 2 Pertanian dan peternakan
14 Mallawa 235,92 10 1 Pertanian
Maros 1 619,12 80 23
40
c. Jenis Produksi
Sulawesi selatan merupakan daerah penghasil tanaman pangan terbesar di
Kawasan Indonesia Timur. Maka di perlukan usaha dalam mengembangkan
potensi tersebut. Adapun jenis komoditi sebagai berikut:
No Komoditi Luas (km²) Produksi
1 Pertanian 111.073 98.818
2 Peternakan 6.802 5.072
3 Perikanan 9.621,51 9.536,6
4 Kehutanan 14.611 6.434
d. Jumlah Penduduk
Hasil proyeksi menunjukkan penduduk kabupaten maros sebanyak 346.383
jiwa, dengan penduduk terbanyak di 14 kecamatan Kabupaten Maros terdapat
pada wilayah Turikale yakni 43.783 jiwa. Secara umum, keterbandingan antara
penduduk laki-laki dengan perempuan (sex-ratio), perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan laki-laki dengan perbandingan 96 laki-laki dibanding
dengan 100 perempuan. Adapun tingkat kepadatan penduduk tertinggi ditemukan
di kecamatan Turikale sebanyak 1.491 jiwa, sedangkan yang terendah di
kecamatan Mallawa, 49 jiwa.
e. Jumlah Penduduk Petani
Berdasarkan Badan Statistik Pusat Kabupaten Maros jumlah penduduk yang
merupakan petani sebanyak 33.057 jiwa, di antaranya penduduk laki-laki
sebanyak 26.150 dan penduduk perempuan sebanyak 6.907 jiwa.
41
f. Visi Misi
1) Visi Kabupaten Maros adalah “Maros lebih sejahtera 2021”. Visi adalah
suatu gambaran yang menantang tentang masa depan yang inginkan
dengan melihat potensi dan kebutuhan yang dimiliki suatu daerah atau
instansi. Dengan demikian pengelolaan pemerintah harus perparsisipatif
atau ada kebersamaan dengan masyarakat, dengan tujuan utama adalah
membangun bersama kesejahteraan masyarakat.
2) Misi
Misi adalah cara yang ditempuh untuk bisa mencapai visi yang di
inginkan. Dalam penyusunan misi menggunakan pendekatan
partisipatif, pertimbangan potensi dan kebutuhan tiap-tiap wilayah.
Adapun Misi Kabupaten Maros sebagai berikut:
a) Meningkatkan perekonomian daerah.
b) Meningkatkan kualitas pelayanan publik.
c) Meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
d) Meningkatkan pembangunan wilayah dan kawasan.
e) Meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya alam.
f) Meningkatkan pembangunan infrastruktur dan teknologi.
2. Profil Kecamatan Simbang
Kecamatan Simbang merupakan Ibu Kota dari Kabupaten Maros dan salah
satu dari empat belas Kecamatan yang berada di Kabupaten Maros. Kata simbang
sendiri memiliki arti yaitu pembatas, karena Kecamatan simbang merupakan
42
pembatas antara dua kerajaan pemegang hegemoni politik yaitu Gowa untuk
Makassar dan Bone untuk Bugis sehingga menjadi sebuah Kecamatan yang saat
ini bernama Kecamatan Simbang, yang ibukota kecamatannya terletak di Desa
Je’netaesa. Adapun dasar hukum terbentuknya Kecamatan Simbang, berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 30 Tahun 2000.
a. Keadaan Geografis dan Topografi
Keadaan topografi Kecamatan Simbang merupakan daerah berbentuk
dataran rendah dan bukan pantai. Dari enam wilayah administrasi yang ada,
kesemuanya berstatus desa dengan topografi dataran rendah, sehingga ketinggian
rata-rata tiga puluh delapan meter di atas permukaan laut.
Luas Kecamatan Simbang sekitar 105,31 Km² sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Turikale, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Cenrana, sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bantimurung dan sebelah
Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanralili.
b. Demografi
Berdasarkan data badan pusat statistik Kabupaten Maros penduduk
Kecamatan Simbang sebanyak 23.667 jiwa yang terdiri dari 11.405 laki-laki dan
perempuan 12.262 jiwa dengan jumlah rumah tangga 5.445. Adapun mayoritas
penduduk setempat berasal dari suku Bugis-Makassar atau biasa disebut Bugisi-
Mangkasara.
c. Komposisi Wilayah Administrasi
Kecamatan Simbang termasuk dalam wilayah Kabupaten Maros Provinsi
Sulawesi Selatan. Ibukota kecamatan terletak sekitar kurang lebih 15 km dari
43
ibukota Kabupaten Maros dan batas terdekat kurang lebih 3 km dari ibukota
Kabupaten Maros. Hingga tahun 2019 wilayah administrasi Kecamatan Simbang
terdiri dari 6 Desa dan 24 Dusun . Tercatat Desa Samangki memiliki wilayah yang
paling luas yakni, 43,62 km², sedangkan Desa Bonto Tallasa tercatat memiliki
wilayah yang paling kecil dengan luas 7,56 km².
d. Karakteristik
a. Tanah
Adapun jenis tanah di Kecamatan Simbang termasuk jenis tanah
Aluvial dengan pH tanah lahan kering 5,8 – 7 dan lahan sawah 5,5 – 6.
b. Iklim
Berdasarkan data curah hujan lima tahun terakhir, Kecamatan Simbang
memiliki iklim tropis, menurut Oldeman terdapat dua tipe yaitu:
1) Tipe C.2 adalah bulan basah 2-5 bulan dan bulan kering 2-3 bulan.
2) Tipe C.3 adalah bulan basah 5-6 bulan dan bulan kering 3-5 bulan.
Bulan basah umumnya jatuh pada bulan Oktober sampai bulan Maret.
Sedangkan bulan kering jatuh pada bulan April sampai bulan September.
Puncak curah hujan tertinggi di bulan Januari dan akan berakhir di bulan
Mei. Temperatur udara berkisar antara 25 oC sampai 30 oC. Temperatur
terendah pada musim hujan dan tertinggi pada musim kemarau.
44
B. Implementasi Kebijakan Program One District One Commodity (Satu
Kecamatan Satu Komoditi) Di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros
Implementasi kebijakan secara sederhana dapat diartikan sebagai proses
menerjemahkan peraturan ke dalam bentuk tindakan. Dalam praktiknya
implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan
jarang bermuatan politis karena wujudnya intervensi berbagai kepentingan. Jadi,
implementasi kebijakan adalah menjalankan konten atau isi kebijakan ke dalam
aplikasi yang diamantkan oleh kebijakan itu sendiri.
Sementara itu, keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau
dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu: tercapai atau
tidaknya tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, implementasi kebijakan
dapat dilihat dari prosesnya dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan
program sesuai dengan yang ditentukan, yaitu melihat pada action program dari
individual projects dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.
Adapun implementasi kebijakan one district one commodity sebagai
kegiatan sosial yang diperuntukkan untuk masyarakat, khususnya kepada
masyarakat petani. Demi kelancaran implementasi kebijakan one district one
commodity haruslah didukung dengan organisasi-organisasi terkait sebagai sarana
untuk pencapaian tujuan, di antaranya dinas pertanian, balai perbenihan tanaman
dan unit pelaksana teknis pertanian. Tanpa didukung dari organisasi tersebut
mustahil kebijakan tersebut berhasil. Berdasarkan model implementasi kebijakan
yang dikembangkan oleh George C. Edwart III, terdapat empat variabel yang
sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu:
45
1. Komunikasi
Hal yang paling mendasar dalam sebuah implementasi adalah terjalin
komunikasi yang baik, artinya harus memberikan informasi secara tepat dan jelas
agar terhindar dari penyimpangan antar sesama implementor dan setiap kebijakan
dan peraturan implementasi harus di komunikasi kepada personalia secara tepat
dan benar. Tetapi apabila sejak awal implementasi, komunikasi tidak berjalan
dengan baik maka akan sulit untuk mencapai tujuan. Hasil observasi peneliti yang
diamati pada saat turun ke lapangan melihat hubungan atau komunikasi yang
begitu baik antara atasan dengan bawahan maupun dengan beberapa pengawai
lainnya. Itu pun dikuatkan dengan pernyataan seorang pengawai balai perbenihan
tanaman yang mengungkapkan bahwa:
“..adapun komunikasi yang terjadi dalam pelaksanaan one district one commodity telah terjalin cukup baik antara atasan dan bawahan. Meskipun demikian tidak jarang ditemukan adanya perbedaan pendapat dalam melaksanakan tugas tetapi dengan adanya komunikasi yang baik kendala-kendala tersebut bisa teratasi dengan cepat..”
(Wawancara RS, 09 Juli 2019).
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa komunikasi yang terjalin
pada kantor balai perbenihan tanaman cukup baik. Menurut Edward III tidak
cukup dengan komunikasi saja untuk melaksanakan suatu kebijakan, akan tetapi
dari komunikasi itu terbagi beberapa indikator untuk menentukan apakah benar-
benar hubungan telah terjalin dengan baik. Adapun indikatornya sebagai berikut.
a. Transmisi
Dimensi transmisi adalah suatu usaha agar kebijakan tersebut disampaikan
kepada semua pihak, tidak hanya kepada pelaksana (implementors) kebijakan
tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang
46
berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. Demikian halnya
dengan kebijakan one district one commodity, transmisi nya telah terlaksana
dengan baik karena setelah peneliti melakukan observasi beberapa hasil dari
kebijakan tersebut telah tercapai diantaranya terbaginya beberapa komoditi
diberbagai kecamatan termasuk di kecamatan simbang itu sendiri.
Berkaitan dengan hal diatas maka peneliti wawancara salah satu seseorang
staf Unit Pelaksana Teknik Pertanian Kecamatan Simbang yang menyatakan
bahwa;
“..segala urusan yang terkait dengan program one district one commodity telah di komunikasikan dengan seluruh pihak yang terkait dan juga kami mengadakan sosialisasi kepada masyarakat tentang program tersebut agar terjadinya transparansi antara pemerintah terkait dengan masyarakat..” (Wawancara SYRD, 09 Juli 2019).
Mencermati wawancara di atas maka dengan hal tersebut transmisi atau
cara menyambungkan kebijakan yang telah dirancang telah terjalin dengan baik,
hal itu juga dikuatkan dengan beberapa komiditi telah menerima bantuan secara
langsung. Untuk membuktikan hal itu maka peneliti wawancara salah seorang
komoditi tentang program one district one commodity yang mengungkapkan
bahwa;
“..iya, memang benar program tersebut telah sampai kepada kami, hal
itu terjadi pada saat diadakannya sosialisasi di kantor unit pelaksana teknis pertanian dan itu sangat membantu kami para petani dalam menghasilkan tanaman-tanaman untuk dijual dan dikonsumsi sendiri sebagai makanan sehari-hari..”. (Wawancara RS, 09 Juli 2019).
Dengan wawancara di atas sebagai target grup dari program one district
one commodity telah membuktikan bahwa cara menghubungkan kepada
masyarakat telah terjalin dengan baik.
47
b. Kejelasan
Dimensi kejelasan (clarity) menghendaki agar kebijakan yang di trasmisikan
kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang berkepentingan diberikan
secara jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud,
tujuan, sasaran, serta substansi dari kebijakan tersebut sehingga masing-masing
akan mengetahui apa yang harus dipersiapkan serta dilaksanakan untuk
mensukseskan kebijakan tersebut secara efektif dan efisien.
Berkaitan dengan hal tersebut maka hasil wawancara peneliti dengan salah
seorang staf unit pelaksana teknis pertanian kecamatan simbang dengan jabatan
program penelitian lapangan (PPL) yang mengungkapkan bahwa;
“..kami selaku para pelaksana program one district one commodity telah melaksanakan tugas sebaik mungkin dan itu tidak terlepas dari informasi dan arahan yang kami terima dari atasan sehingga dengan mudah menjalankan program tersebut dan disampaikan kepada masyarakat sebagai target grup..” (Wawancara MSR, 11 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa dalam kejelasan
dan pemberitahuan tugas-tugas atau program yang ingin di kerjakan telah cukup
baik, dan itu juga sangat berpengaruh dari dukungan masyarakat sebagai target
grup yang ingin bekerja sama dalam mewujudkan program one district one
commodity.
Kemudian, hal senada juga di ungkapkan dengan salah seorang
masyarakat sebagai komoditi kacang kedelai yang mengungkapkan bahwa;
“..benar adanya, kami sangat mendukung program tersebut karena itu
membantu kami untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok kami dari hasil tanaman seperti membiayai sekolah anak-anak kami. Lanjutnya, semoga pemerintah meneruskan dan membuat program-program seperti itu lagi karena sangat membantu kami khususnya kalangan bawah..” (Wawancara UNG, 11 Juli 2019).
48
c. Konsisten
Dimensi konsistensi (consistency) diperlukan agar kebijakan yang diambil
tidak simpang siur sehingga membingungkan pelaksana kebijakan, target grup dan
pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan ini pihak terkait yaitu unit pelaksana
teknik pertanian kecamatan simbang menerapkan suatu konsep yang disebut top-
down. Top down adalah teori yang menyatakan bahwa proses pengenalan suatu
objek untuk diamati agar mudah dilaksanakan. Hal itu menyangkut segala
informasi dan arahan dari atasan kemudian diteruskan oleh bawahan dan
dilaksanakan sesuai arahan sehingga program tersebut bisa berjalan dengan baik.
Sebagaimana mana pernyataan informan dari staf unit pelaksana teknik pertanian
kecamatan simbang yang mengungkapkan bahwa;
“..semua tugas dan arahan dari atasan telah di laksanakan sebaik
mungkin, dan memberikan kepada masyarakat diprioritaskan kepada berpenghasilan rendah. Di tambahkan lagi dengan masyarakat yang memang mayoritas petani yang menjadi sumber pencarian utama meskipun ada juga petani yang memiliki penghasilan tinggi tapi itu bukan target utama kami..” (Wawancara SBR, 11 Juli 2019).
Bersadarkan uraian tersebut dapat dianalisa bahwa suatu arahan atau
program dapat mencapai tujuan apabila komunikasi antara sesame terjalin dengan
baik dan benar. Sehingga program yang dinginkan benar-benar sampai kepada
masyarakat sebagai target grup, meskipun dalam pelaksana terjadi kendala-
kendala tetapi semua itu bisa teratasi dengan adanya komunikasi yang baik antara
atasan, pihak pelaksana dan masyarakat sebagai target grup dari kebijakan
program one district one commodity.
49
Unit pelaksana teknis pertanian kecamatan simbang telah membuat suatu
kebiasaan yaitu dengan berkumpul bersama pada saat istirahat, diwaktu tertentu.
Dengan adanya hal seperti itu membuat seluruh pengawai semakin dekat sehingga
sangat rentan terjadi perselisihan pada saat pembagian tugas maupun pada saat
malaksanakannya karena telah terdapat didiri masing-masing sistem kekeluargaan
meskipun tidak mempunyai keturunan biologis.
2. Sumber Daya
Sebuah keberhasilan akan mudah didapatkan apabila di dukung berbagai
sumber daya yang mempuni. Karena hal itu dapat memudahkan para pelaksana
implementor mengimplementasi kebijakan yang telah diformulasikan sebelumnya.
Diantara sumber daya yang dikemukakan oleh Edward III memiliki empat
indikator, yaitu staf, informasi, wewenang dan fasilitas.
Keempat poin diatas juga dimiliki balai perbenihan tanaman dalam
melaksanakan program one district one commodity agar program tersebut berjalan
dengan maksimal, meskipun pada saat pelaksanaannya tidak menutup
kemungkinan akan terjadi hambatan-hambatan. Pada saat peneliti wawancara
salah seorang informan yang mengungkapkan bahwa;
“..kita hanya menjalankan tugas sebaik mungkin, kalau pun nanti ada
masalah kita akan hadapi bersama. yang penting sekarang bagaimana caranya agar program one district one commodity tetap berjalan sesuai yang diinginkan..” (Wawancara RS, 09 Juli 2019).
Mencermati pernyataan diatas menunjukkan bahwa segala aspek dalam
melaksanakan suatu kebijakan itu tidak terlepas dari berbagai faktor yang
50
mendukung dan diantaranya itu adalah sumber daya. Menurut Edwart III sumber
daya sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu;
a. Staf
Staf atau sumber daya manusia merupakan dimensi penting dalam
menentukan segala aspek yang berkaitan dengan program yang ingin di
implementasikan. Keberhasilan suatu program akan sangat berpengaruh pada
dimensi sumber daya manusia karena apabila para pelaksana tidak mempunyai
keahlian dalam menentukan maupun melaksanakan suatu kebijakan maka bisa
dipastikan hanya setengah perjalanan atau gagal. Maka dengan itu balai
perbenihan tanamanan bekerja sama dengan unit pelaksana teknis pertanian
kecamatan simbang dalam memperhatikan sumber daya manusia atau staf yang
memadai dan berkompeten dibidangnya. Diantaranya adalah melihat berbagai
pengalaman yang baik dan latar belakang seorang staf sebelum memberikan tugas,
karena dengan seperti itu besar kemungkinan tujuan bisa tercapai.
Adapun hasil wawancara dengan informan sebagai staf balai perbenihan
tanaman yang mengungkapkan bahwa;
“..membangun dasar-dasar manajemen dalam diri masing-masing membuat sesuatu tugas yang ingin dikerjakan akan mudah dan menanamkan kesadaran diri terhadapa amanah yang diberikan. Karena ada juga seseorang yang memiliki kemampuan dibidangnya tapi tidak memiliki kesadaran diri maka akan sulit juga melaksanakan tugasnya. Maka itu perlu ditanaman rasa malu terhadap diri sendiri atau dikenal dalam bahasa makassar siri’..” (Wawancara JMD, 17 Juli 2019).
Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa balai perbenihan
tanaman dalam memilih staf atau para pelaksana dengan selektif, meskipun
terkadang ditemukannya keganjalan dalam pelaksanaan program one district one
51
commodity tetapi dengan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki para
pelaksana maka keganjalan tersebut bisa teratasi.
b. Informasi
Terkait dengan informasi dalam implementasi kebijakan mempunyai makna
tentang hubungan dengan masyarakat (target grup) dan cara malaksanakan
kebijakan tersebut. Balai perbenihan tanaman selaku penyedia bibit dan benih
tanaman memberikan informasi mengenai data kepatuhan terhadap peraturan dan
regulasi pemerintah yang telah ditetapkan kepada unit pelaksana teknit pertanian
kecamatan simbang sebagai pelaksana kebijakan one district one commodity,
maka dengan itu harus mentaati aturan-aturan yang telah ditetapkan.
Adapun wawancara dengan staf balai perbenihan tanaman yang
mengungkapkan bahwa;
“...bibit-bibit yang kami produksi itu bisa diterima masyarakat dengan gratis apabila memenuhi syarat, diantaranya bibit yang diambil tidak diperjual belikan kembali dan apabila mengambil lebih dari 100 bibit/batang maka membuat surat permohonan yang disertai sketsa lahan yang akan ditanami. Hal ini dilakukan untuk menjaga masyarakat agar tidak salah guna terhapat program, one district one commodity..” (Wawancara NSR, 17 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara diatas balai perbenihan tanaman dalam
memberikan rujukan instruksi kepada para pelaksana sangatlah selektif hal
tersebut dilakukan untuk menjaga kelestarian, kualitas dan kuantitas bibit/benih
secara memadahi dan berkesinambungan.
Selanjutnya wawancara dengan salah satu masyarakat sebagai komoditi
tertentu yang mengungkapkan bahwa:
“..kami berterima kasih kepada pemerintah dengan adanya program
ini karena dengan itu kami bisa lagi bertani, tidak seperti dulu selalu
52
mogok dalam bertani karena tidak adanya modal. Tetapi dengan adanya program one district one commodity kami sangat terbantu meskipun terkadang bibit atau benih yang kami inginkan tidak tersedia karena habis atau lain sebagainya..” (Wawancara FRM, 18
Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut bahwa masyarakat sebagai target
grup dari kebijakan one district one commodity telah meneerima dan mengelola
dengan baik. Sehingga dalam penyempurnaan kebijakan tersebut maka
diperlukannya bibit benih yang lebih sehingga pada saat masyarakat
membutuhkan telah tersedia.
c. Wewenang
Kewenangan menjadi penting ketika para pelaksana dihadapkan suatu
masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatu keputusan.
Balai perbenihan tanaman selaku pelaku utama dalam kebijakan one district one
commodity diberi wewenang yang cukup untuk membuat keputusan dalam
melaksanakan kebijakan tersebut. Tentunya dengan wewenang yang dimiliki itu
tidak serta merta dalam menentukan aturan, itu semua tidak terlepas dari regulasi
pemerintah dan perundang-undangan.
Wawancara informan selaku direktur kantor balai perbenihan tanaman yang
mengungkapkan bahwa:
“..aturan-aturan yang di terapkan telah pertimbangkan kembali dengan seksama dengan beberapa pihak termasuk unit pelaksana teknis dan semua itu juga masih dalam tataran aturan pemerintah, jadi mengenai wewenang yang diberikan, kami sangat berterima kasih dan berserta staf yang telah melaksanakan tugas dengan semaksimal mungkin..”
(Wawancara NSR, 17 Juli 2019).
Dengan pernyataan wawancara diatas bahwa dalam menanggapi
wewenang yang diberikan balai perbenihan tanaman tidak serta merta membuat
53
aturan dalam melaksanakan kebijakan. Karena wewenang merupakan otoritas atau
legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan
secara politik. Maka dengan wewenang yang telah diberikan harus di pertanggung
jawabkan karena itu merupakan amanah terhadap masyarakat.
d. Fasilitas
Fasilitas atau dengan kata lain sarana dan prasarana yang digunakan untuk
operasional implementasi kebijakan one district one commodity yang meliputi
ruangan, balai perbenihan, tempat produksi tanaman, mesin pengembur tanah dan
lain sebagainya. Dengan adanya fasilitas yang tersedia sebagai alat pendukung
maka bisa dipastikan implementasi suatu kebijakan dengan mudah untuk
dilaksanakan.
Wawancara staf kepala balai perbenihan tanaman mengungkapkan bahwa:
“..fasilitas yang ada disini itu sepenuhnya disediakan oleh kantor untuk mendukung kelancaran dalam bekerja dan setiap tahunnya akan dicek kelayakan pakai dan apabila dalam satu tahun kondisi masih bagus maka anggarannya yang seharusnya di pakai untuk mengganti nya kita gunakan untuk menambah fasilitas lain yang dapat mendukung sepenuhnya program tersebut, seperti komputer atau laptop sabagai alat program penyediaan bibit benih..” (Wawancara
RN, 17 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
fasilitas merupakan faktor pendukung yang paling penting dalam melaksanakan
suatu program khususnya program one district one commodity, karena dalam
mencapai sasaran tidak sebatas hanya implementor yang berkompeten tetapi harus
juga didukung dengan fasilitas yang lengkap. Sehingga implementor dengan
mudah dalam pencapaian tujuan.
54
3. Disposisi
Disposisi adalah sikap dari para pelaksana yang dapat mempengaruhi
efektifitas implementasi kebijakan, apabila sikap yang dimiliki para pelaksana
tidak sesuai dengan keinginan pembuat kebijakan maka diperlukan adanya
kerjasama team dan kesadaran dalam mencapai tujuan. Mengingat sikap yang
dimiliki para pelaksana kebijakan yang merupakan dimensi penting dalam
implementasi kebijakan maka dengan itu balai perbenihan tanaman mengadakan
pelatihan khusus termasuk didalam pada bidang pelaksana. Dengan mengikuti
pelatihan tersebut diharapkan dapat membuat pengawai atau para pelaksana
memiliki rasa tanggung jawab dan kesadaran diri dalam setiap amanah yang di
emban, karena para pelaksana kebijakan tidak sekedar dituntut untuk mengetahui
apa yang harus dilakukan tapi memiliki kemampuan untuk melakukan kebijakan
tersebut dengan baik dan benar termasuk didalamnya bentuk tanggung jawab dan
kesadaran diri. Adapun yang mempengaruhi disposisi sebagai berikut:
a. Efek Disposisi
Efek disposisi adalah dampak buruk yang tejadi terhadap para pelaksana
yang tidak menjalankan tugasnya sesuai aturan yang ditetapkan. terlebih lagi
kebijakan one district one commodity diperuntukkan pada kepentingan
masyarakat. Maka itu diperlukan untuk memilih seseorang sebagai implementor
yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap tugas yang di emban.
Wawancara dengan salah seorang staf balai perbenihan tanaman yang
mengungkapkan bahwa:
“..seiring berjalannya program one district one commodity tidak terlepas dari berbagai macam kendala, dan salah satu penyebabnya
55
apabila kita kekurangan air, bibit yang tidak disirami dengan rutin akan mengalami kekeringan bahkan sampai mati, apalagi dengan cuaca yang begitu panas karena lama tidak turun hujan. Maka itu kita terus mencari solusi bagaimana cara agar air untuk penyiraman selalu tersedia demi menjaga kesuburan dan ketahanan bibit benih..”
(Wawancara RN, 17 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa
meskipun aturan-aturan yang ditetapkan sedetail mungkin, tetap saja terjadi
hambatan dalam pelaksanaanya. maka diperlukan para pelaksana yang
mempunyai keahlian dalam segala hal, tidak hanya dapat melaksanakan tugas
akan tetapi dapat mengatasi masalah atau hambatan yang ada.
b. Pengaturan Birokrasi
Pengangkatan dan pemilihan para pelaksana kebijakan haruslah orang-orang
yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang ingin dilaksanakan, dan lebih khusus
kepada kepentingan masyarakat. Kebijakan yang telah ditetapkan haruslah
dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku maka yang menjadi perhatian
khusus disini adalah unit pelaksana teknis pertanian kecamatan simbang sebagai
penyambung antara pemerintah daerah terhadap masyarakat.
Adapun hasil wawancara dengan salah seorang staf unit pelaksana teknis
pertanian kecamatan simbang yang mengungkapkan bahwa:
“..kami dari satuan pemerintah daerah ditugaskan untuk meneruskan
kebijakan yang telah dibuat, dan semua itu langsung diberikan kepada masyarakat sebagai sasaran dari kebijakan tersebut..” (Wawancara
RKH, 25 Agustus 2019).
Dengan adanya hasil wawancara diatas maka dalam pembentukan
birokrasi atau istilah lain perpanjangan tangan dari pemerintah daerah kepada
masyarakat telah terjalin, dan itu memudahkan implementor dalam melaksanakan
56
tugasnya masing-masing karena telah berhadapan langsung pada masyarakat
sehingga apa yang dibutuhkan masyarakat mudah tersampaikan.
c. Insentif
Secara sederhana insentif dapat diartikan sebagai suatu teknik yang
dilakukan untuk mendorong para pelaksana agar lebih giat lagi dalam
melaksankan tugasnya. Salah satu cara yang dilakukan adalah menambahkan
keuntungan (penghargaan) bagi pengawai yang memiliki catatan terbaik selama
melaksanakan tugas, termasuk didalamnya tepat waktu ketika masuk jam bekerja.
Wawancara informan dalam hal ini mengungkapkan bahwa:
“..setiap dari staf yang memiliki catatan terbaik setiap tahunnya akan
mendapat penghargaan berupa tambahan penghasilan yang diberikan langsung oleh atasan. Dengan adanya hal tersebut membuat lebih semangat lagi dalam bekerja karena apabila mendapatkan catatan terbaik seperti itu lumayan jadi ada tambahan pembeli susu buat anak..” (Wawancara SRYD, 17 Juli 2019).
Mencermati pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu cara
yang dilakukan untuk meningkatkan semangat etos kerja adalah memberikan
insentif atau tambahan penghasilan (award) kepada staf yang memiliki catatan
terbaik dalam menjalankan tugas.
4. Struktur Birokrasi
Terkait dengan struktur birokrasi yang merupakan tahapan terakhir yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan. Meskipun sumber
daya telah tersedia dengan baik atau para pelaksana kebijakan telah mengetahui
apa yang harus dilakukan tetapi terdapat kelemahan dalam struktur organisasi,
kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terealisasi dengan baik. Maka itu
57
diperlukan membentuk struktur organisasi dalam menangani berbagai tugas-tugas
yang sesuai bidangnya dan menghadapi masalah pun juga sesuai bidangnya agar
tidak terjadi bias. Ada dua poin terkait dengan hal itu, yakni:
a. Membuat Standart Operating Procedures (SOPs)
Dengan adanya standar operasional prosedur membuat implementasi suatu
kebijakan menjadi sistematis dan terarah. Hal tersebut juga dapat memudahkan
para pengawai dalam penyeragaman organisasi kerja yang kompleks, luas dan
sesuai aturan yang berlaku.
Adapun hasil observasi peneliti melihat adanya kendala-kendala yang terjadi
pada program one district one commodity, diantaranya tentang standar operasional
prosedur. Karena yang menjadi suatu rujukan dari SOP tersebut tidak sesuai
dengan program yang ingin dilaksanakan, terdapat SOP yang menjadi rujukan
bukan SOP khusus tentang kebijakan one district one commodity akan tetapi SOP
dari program lain.
Wawancara dengan salah seorang pengawai unit pelaksana teknik yang
mengungkapkan bahwa:
“..SOP yang digunakan memang bukan khusus untuk program one
district one commodity, akan tetapi tentang pelaksanaan masih sesuai aturan yang berlaku karena meskipun SOP khusus tidak kami miliki program tersebut telah banyak menghasilkan manfaat bagi masyarakat. Lanjutnya, yang menentukan keberhasilan bukan tentang SOP nya tapi bagaimana cara melaksanakannya..” (Wawancara RKH,
25 Agustus 2019).
Berdasarkan hasil wawancara diatas bahwa SOP merupakan salah satu
sarana untuk mencapai tujuan dengan mudah, tetapi yang menjadi catatan penting
bagaimana cara dalam melaksanakan program tersebut. Meskipun memiliki SOP
58
yang khusus tentang suatu program tetapi para pelaksana tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik maka besar kemungkinan kebijakan tersebut gagal.
b. Fragmentasi
Secara sederhana fragmentasi adalah salah satu cara dalam pembagian tugas
dan tanggung jawab terhadap kebijakan yang ingin dilaksanakan. Pembagian
tugas tersebut terdiri dari beberapa bagian yang memiliki kompeten dibidangnya
sehingga adanya koordinasi yang membuat implementasi akan lebih efektif.
Adapun wawancara dengan salah seorang staf unit pelaksana teknis
pertanian kecamatan simbang mengungkapkan bahwa:
“.. itu salah satu cara untuk memudahkan kita dalam bekerja, seorang staf diberikan tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing, meskipun terkadang kita menemukan para staf yang lalai dengan tugasnya disebabkan kurangnya tenaga ahli, karena program yang kita laksanakan tidak sesuai dengan banyaknya staf sehingga ada sebagian yang merangkap tugas lain demi memaksimalkan program tersebut..” (Wawancara AMLH, 11 Juli 2019).
Berdasarkan hasil wawancara diatas terdapat adanya kekurangan pada
pembagian tugas, sehingga pembagian tugas di peruntukkan untuk memudahkan
implementasi kebijakan sehingga menutup kemungkinan terjadinya bias. Tetapi
melihat kondisi yang kekurangan staf atau para pelaksana membuat tugas semakin
berat meskipun bisa dikatakan dapat teratasi.
59
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi kebijakan one district
one commodity maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan program one district one commodity di Kecamatan
Simbang Kebaputen Maros merupakan kebijakan yang diperuntukkan untuk
membantu masyarakat khususnya dalam bidang pertanian. Kebijakan
tersebut lahir disebabkan melihat kondisi masyarakat khususya dibidang
pertanian yang merupakan sector unggulan maka keberadaannya
dioptmalkan dengan memberikan dukungan dalam bentuk perusahaan
daerah pertanian.
2. Komunikasi yang terjalin dalam implementasi kebijakan program one
district one commodity sangat baik. Hal tersebut dapat dilihat dari kerja
sama implementor dalam melaksanakan tugas. Sebuah komunikasi terjalin
dengan baik maka akan berdampak positif terhadap kebijakan yang
dilaksanakan. Karena, komunikasi merupakan tahap pertama yang
dikemukakan dalam menentukan keberhasilan suatu kebijakan.
3. Sumber daya yang meliputi staf, informasi, wewenang dan fasilitas telah
cukup mewadahi dalam implementasi kebijakan program one district one
commodity dikecamatan simbang kabupaten maros. Hal tersebut didukung
dengan lengkpanya sumber daya, yang merupakan salah satu dimensi
terpenting dalam implementasi kebijakan.
60
4. Disposisi atau sikap dari para pelaksana (implementor) terdapat dua bagian.
Di antaranya dampak positif dan negatif. Dampak positif dapat
mempengaruhi atau meningkatkan semangat kerja para implementor, di
karenakan adanya insentif atau menanmbah keuntungan (award) yang
diberikan kepada para pelaksana yang memiliki catatan terbaik. Sedangkan
dampak negatifnya ketika para pelaksana tidak melaksanakan kebijakan
sesuai aturan yang telah ditetapkan yang disebabkan adanya kepentingan-
kepentingan pribadi.
5. Sturuktur Organisasi adalah sebuah cara untuk memudahkan dalam
pencapaian tujuan. Maka unit pelaksana teknis pertanian kecamatan
simbang membagi tugas kepada para pelaksana sesuai dengan keahliannya
masing-masing sehingga lebih memudahkan para pelaksana dalam
pencapaian tujuan .terkait dengan kebijakan program one district one
commodity.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan
saran untuk lebih meningkatkan kelancaran dalam implementasi kebijakan
program one district one commodity di Kecamatan Simbang Kabupaten Maros di
antaranya sebagai berikut:
1. Balai perbenihan tanaman hendaklah lebih memperhatikan tanaman dan
operasional prosedur yang telah ditetapkan yang telah diproduksi agar tidak
mengalami kekeringan yang mengakibatkan bibit benih tersebut mati.
61
2. Terkait dalam menentukan sumber daya manusia ataupun sarana prasanara
hendaklah memperhatikan dengan seksama, dengan melihat kemampuan
yang dimiliki sesuai bidangnya dan bermanfaat untuk digunakan.
3. Para pelaksana (implementor) lebih mematuhi aturan-aturan dalam
implementasi kebijakan program one district one commodity agar
masyarakat benar-benar menikmati apa yang menjadi tujuan kebijakan
tersebut lahir.
4. Pada stuktur organisasi lebih diperhatikan lagi karena terdapat pada bagian
pengawai yang melaksanakan dua tugas berbeda disebabkan kurangnya
sumber daya manusia yang dimiliki.
5. Meningkatkan pengawasan dalam setiap kegiatan sehingga para pelaksana
dapat bekerja dengan baik, sehingga program one district one commodity
sampai kepada masyarakat sebagai tujuan utama program tersebut lahir.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal, 2004. Kebijakan Publik, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah.
Agustino, Leo, 2017. Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta.
Anggara, Sahya, 2014. Kebijakan Publik, Bandung: Pustaka Setia.
Basrowi & Suwandi, 2009. Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros Dalam Angka Tahun 2018. Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros Kecamatan Simbang Dalam Angka
Tahun 2017. Bungin, 2015. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo.
Dinas Pertanian dan Ketanahanan Pangan Kabupaten Maros 2018. Dwidjowijoto, Riant Nugroho, 2006. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara
Berkembang. Jakarta: Elex Media Komputindo. Dwidjowijoto, Riant Nugroho, 2014. Public Politicy Teori, Manajemen,
Dinamika, Analisis, Konvergensi, Dan Kimia Kebijakan, Jakarta: Elex Media Komputindo.
Mustari, Nuryanti, 2013. Implementasi Kebijakan Publik, Makassar: Membumi
Publishing. Nawawi, Ismail, 2009. Public Politicy Analisis, Strategi Advokasi Teori Dan
Praktek, Surabaya: Putra Median Nusantara. Nurdin, Asrul, 2013. Implementasi Kebijakan Peraturan No 2 Tahun 2008
Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis Dan Pengamen Di Kota Makassar. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Nurharjadmo, Wahyu, 2008. Evaluasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem
Ganda Di Sekolah Kejuruan. Jurnal Spirit Publik, Vol 4 No. 2. Purwanto, Erwan Agus & Sulistyastuti, Dyah Ratih, 2015. Implementasi
Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gava Media.
Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R&D, Bandung: Alfabeta
Syam, Nurul Azizah, 2016. Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam
Pembinaan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima Di Kelurahan Paropo Kecamatan Panakukang Kota Makassar). Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Suratman, 2017. Generasi Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik.
Surabaya: CAPIYA Publishing. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1996 Tentang Sistem Budidaya Tanaman. Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 2011 Tentang Sektor Pertanian Yang
Merupakan Sektor Unggulan Kabupaten Maros. Wahab, Solichin Abdul, 2001. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Askara. Widodo, Joko, 2010. Analisis Kebijakan Publik (Konsep dan Aplikasi Analisis
Proses Kebijakan Publik). Malang: Bayu Media Publishing. Winarno, Budi, 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, Dan Study Kasus),
Yogyakarta: C A P S
L
A
M
P
I
R
A
N
Pedoman Wawancara
A. Komunikasi
1. Tranmisi; bagaimana menyambungkan komunikasi dengan baik dan
benar sehingga tercapainya tujuan?
2. Kejelasan; bagaimana cara memberikan informasi kepada bawahan
dalam melaksanakan suatu program?
3. Konsisten; bagaimana pelaksanaan program one commodity one district?
B. Sumber Daya
1. Staf; apa saja yang dilakukan pengawai balai perbenihan tanaman
dalam melaksanakan program one district one commodity?
2. Informasi; bagaimana pemahaman masyarakat tentang adanya program
one district one commodity?
3. Wewenang; bagaimana sikap atasan terhadapat bawahan dalam
memberikan tugas?
4. Fasilitas; apa saja faktor pendukung dalam pelaksanaan program one
district one commodity?
C. Disposisi
1. Efek disposisi; apa saja upaya yang dilakakukan dalam mengatasi
permasalahan yang ada?
2. Pengaturan Birokrasi; bagaimana sistem pengawasan yang dilakukan
dalam pelaksanaan program one district one commodity?
D. Struktur Organisasi
1. Apakah pelaksanaan program one district one commodity telah sesuai
dengan SOP yang berlaku?
2. Fragmentasi; bagaimana cara dalam pembagian tugas dalam
pelaksanaan program one district one commodity?
Menyerahkan surat izin penelitian sekaligus wawancara dengan Sekretaris Kecamatan Simbang Kabupaten Maros (SRDN, 09 Juli 2019).
Wawancara dengan staf pelaksana teknis pertanian Kecamatan Simbang Kabupaten Maros (AMRL, 11 Juli 2019).
Perawatan bibit benih dibalai perbenihan tanaman Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
Bibit benih yang kekeringan (rusak) akibat kekurangan air dibalai perbenihan tanaman Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
Wawancara dengan koordinator BP3K Kecamatan Simbang Kabupaten Maros (RKH, 25 Agustus 2019).
Wawancara dengan kepala balai perbenihan tanaman Kecamatan Simbang Kabupaten Maros (RS, 09 Juli 2019).
Ruangan produksi balai perbenihan tanaman Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
Balai perbenihan tanaman Kecamatan Simbang Kabupaten Maros.
Wawancara dengan pengawas Kecamatan Simbang Kabupaten Maros (HRS, 29 Agustus 2019).
Wawancara dengan masyarakat komoditi kacang kedelai dan padi Kecamatan Simbang Kabupaten Maros (UNDG, 11 Juli 2019).
RIWAYAT HIDUP
Sahabuddin, lahir pada tanggal 07 Juni 1993 di
Tarakan, Kalimantan Utara. Anak ketujuh dari
delapan bersaudara dari pasangan Rohani dan
Sanusi. Penulis menempuh pendidikan pertama
selama enam tahun di SDN No. 027 Karungan,
Tarakan dan selesai pada tahun 2005. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan tingkat
menengah pertama di MTS Negeri Tarakan dan
selesai pada tahun 2008. Pada tahun berikutnya yakni 2009 penulis
melanjutkan pendidikan di salah satu sekolah menengah atas di SMK
Nusantara Tarakan dan selesai pada tahun 2012. Setelah Tamat sekolah menengah
atas penulis bekerja hingga tahun 2014 dan setahun kemudian memutuskan untuk
melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Swasta yaitu Universitas
Muhammadiyah Makassar (Unismuh) pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Angkatan 2015. Selama empat tahun
menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Makassar, Alhamdulillah penulis
dapat menyelesaikan studi pada tahun 2019 dengan gelar Stara satu (S1).