17
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Kemampuan Kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam melakukan kegiatan. Semiawan (2001:1) mengemukakan bahwa kemampuan adalah daya untuk suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Menurut Smeth (2004:150) istilah kemampuan didefinisikan dalam arti apa yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Ada tiga komponen penting yang tidak tampak dalam kemampuan diri manusia yaitu; keterampilannya, kemampuannya dan etos kerjanya. (Gomes, 2005:6). Tanpa ketiganya, semua sumber daya tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka. Dari ketiga komponen yang tidak kelihatan tersebut memang berada dalam diri manusia, tersimpan dalam bentuk kemampuan insani operasional (operational human abilities). Sebagaimana digambarkan sebagai berikut: Lowler dan Porter (dalam Hasibuan, 2001:61) mendefinisikan kemampuan (ability) sebagai karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Selain itu kemampuan dinyatakan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh 8

2013-1-86206-151409298-bab2-24072013094413

Embed Size (px)

DESCRIPTION

2013

Citation preview

  • BAB II

    KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

    2.1 Kajian Teoretis

    2.1.1 Pengertian Kemampuan

    Kemampuan dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam

    melakukan kegiatan. Semiawan (2001:1) mengemukakan bahwa kemampuan

    adalah daya untuk suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan.

    Menurut Smeth (2004:150) istilah kemampuan didefinisikan dalam arti

    apa yang diharapkan di tempat kerja, dan merujuk pada pengetahuan, keahlian,

    dan sikap yang dalam penerapannya harus konsisten dan sesuai standar kinerja

    yang dipersyaratkan dalam pekerjaan. Ada tiga komponen penting yang tidak

    tampak dalam kemampuan diri manusia yaitu; keterampilannya, kemampuannya

    dan etos kerjanya. (Gomes, 2005:6). Tanpa ketiganya, semua sumber daya tetap

    terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan potensi belaka.

    Dari ketiga komponen yang tidak kelihatan tersebut memang berada dalam

    diri manusia, tersimpan dalam bentuk kemampuan insani operasional (operational

    human abilities). Sebagaimana digambarkan sebagai berikut: Lowler dan Porter

    (dalam Hasibuan, 2001:61) mendefinisikan kemampuan (ability) sebagai

    karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits yang merupakan

    kekuatan potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya stabil. Selain itu

    kemampuan dinyatakan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung

    jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh

    8

  • masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu

    (Mendiknas, 045/U/2002 dalam Indrayanto, 2004:127).

    Kemampuan pada individu tersebut paling tidak ditentukan oleh tiga aspek

    kondisi dasar yaitu; kondisi sensoris dan kognitif, pengetahuan tentang cara

    respon yang benar, dan kemampuan melaksanakan respon tersebut. Jadi

    kemampuan (ability) merupakan suatu potensi untuk melakukan sesuatu. Atau

    dengan kata lain kemampuan (ability) adalah what one can do dan bukanlah what

    he does do (Hersey, 2002:60).

    2.1.2 Pengertian Karakter

    Menurut Muda (2006: 291) Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak

    atau budi pekerrti yang menjadi ciri khas orang. Karakter meliputi kualitat

    keseluruhan dari seseorang. Kualitat itu akan nampak dalam cara-caranya berbuat,

    cara-caranya berfikir, cara-caranya mengeluarkan pendapat, sikapnya, minatnya,

    filsafat hidupnya dan kepercayaannya. Karakter merupakan keseluruhan dari

    reaksi psikologis dan sosial dari suatu individu, sintesa dari kehidupan emosional

    dan kehidupannya, tingkah laku dan reaksinya terhadap lingkungannya.

    Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter adalh sifat-sifat

    yang terdapat dalam jiwa seseorang dan menjadi cirri khas dari seseorang.

    Karakter merupakan keseluruhan dari rekasi psikologis dalam diri seseorang.

    2.1.3 Macam-Macam Karakter

    Karakter merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada diri seseorang.

    Karakter memiliki berbagai macam diantaranya. Menurut Zulkifli (2007: 1-2)

    Macam-macam karakter sebagai berikut:

  • 1. Karakter dilihat aspek kognitif (pengenalan),yaitu pemikiran, ingatan,

    khayalan, daya bayang, inisiatif, kreativitas, pengamatan dan penginderaan.

    Fungsi aspek kognitif adalah menunjukkan jalan mengarahkan dan

    mengendalikan tingkah laku.

    2. Karakter dilihat aspek afektif, yaitu bagian kejiwaan yang berhubungan

    dengan kehidupan alam perasaan atau emosi. Sedangkan hasrat, kehendak,

    kemauan, keinginan ,kebutuhan, ,dorongan, dan elemen motivasi lainnya

    disebut aspek konatif atau psiko-motorik (kecenderungan atau niat tindak)

    yang tidak dapat dipisahkan dengan aspek afektif. Kedua aspek itu sering

    disebut aspek finalis yang berfungsi sebagai energi atau tenaga mental yang

    menyebabkan manusia bertingkah laku.

    3. Karakter dilihat aspek motorik yang berfungsi sebagai pelaksana tingkah laku

    manusia seperti perbuatan dan gerakan jasmaniah lainnya.

    Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa macam-macam

    karakter dapat dilihat dari aspek kognitif, afektif, dan aspek motorik.

    2.1.4 Hakekat Bercerita

    Bercerita berasal dari kata cerita. Cerita adalah jenis sastra yang ditulis dan

    ditertibkan untuk anak atau lukisan abadi dalam kanvas kesadaran manusia. Kata

    cerita mengacu pada suatu yang diungkapkan dalam aktivitas bercerita.

    Takdioratun (2005:1) mengatakan bahwa pengertian cerita yaitu: (1) tuturan yang

    membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal peristiwa, kejadian dan

    sebagainya; (2) karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman penderitaan

    orang, kejadian dan sebagainya, baik sungguh-sungguh maupun rekaan belaka; (3)

  • Lakon yang diwujudkan atau dipertunjukan dan digambar hidup seperti

    sandiwara, wayang, dan sebagainya.

    Pengertian bercerita menurut Yusi (2003:40) adalah kegiatan yang

    bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa, berpikir logis,

    pengaturan diri, pertimbangan memori yang mendalam, pertimbangan perilaku

    serta pola umum dan makna cerita, karakter, ide, konsep logis dan peristiwa

    penting yang bermanfaat. Sedangkan menurut Hurlock (2003:2) bahwa bercerita

    adalah salah satu dari beberapa bidang kreativitas yang tidak saja membantu anak

    melakukan penyesusaian sosial yang baik namu bercerita juga membantu mereka

    melatih pribadi yang baik, membantu anak melakukan penyesuaian sosial yang

    baik, membantu siswa melatih pribadi yang baik, membantu siswa meningkatkan

    wawasan diri dengan mengetahui bagaimana reaksi orang lain terhadapnya dan

    caranya bercerita.

    Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan

    kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan

    dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng yang untuk

    didengarkan dengan rasa menyenangkan, oleh karena orang menyajikan cerita

    tersebut menyampaikannya dengan menarik.

    Hendrikus dalam Winangsih (2005:9) mengatakan bahwa bercerita adalah

    proses pengalihan makna antar pribadi manusia atau tukar menukar berita dalam

    sistem informasi. Dijelaskan pula bahwa bercerita adalah suatu proses hubungan

    antara manusia, yaitu terjadinya penyampaian pesan (anjuran atau pembeberan

    lambang) bahan-bahan yang mengandung arti.

  • Mulyana (2005:61) mengkategorikan definisi-definisi tentang bercerita

    dalam tiga konseptual yaitu bercerita sebagai tindakan satu arah, bercerita sebagai

    interaksi dan bercerita sebagai transaksi. Dikatakan pula oleh Mulyana (2005:62)

    bahwa bercerita sebagai tindakan satu arah memiliki pengertian bahwa suatu

    pemahaman cerita sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau

    lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung

    (tatap muka) ataupun melalui media, seperti surat (selebaran), surat kabar,

    majalah, radio, atau televisi.

    Bercerita sebagai interaksi, merupakan suatu pandangan yang

    menyetarakan cerita dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang

    arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal,

    seorang penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau nonverbal,

    kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respon atau umpan balik

    dari orang kedua, dan begitu seterusnya (Mulyana, 2005:62).

    Bercerita sebagai transaksi merupakan pandangan yang menyatakan

    bahwa kegiatan bercerita adalah proses yang dinamis yang secara sinambungan

    mengubah phak-pihak yang bercerita. Berdasrkan pandangan ini, maka orang-

    orang yang bercerita dianggap sebagai komunikator yang secara aktif

    mengirimkan dan menafsirkan pesan. Setiap saat mereka bertukar pesan verbal

    dan atau pesan nonverbal (Mulyana, 2005:62).

    Menurut Irawan (2007:1) bahwa bercerita adalah proses komunikasi yang

    melibatkan maklum-balas menggunakan percakapan untuk menyampaikan

    maklumat lengkap kepada penerima. Sedangkan menurut Sunandar (2008:2)

  • bahwa bercerita adalah komunikasi dalam bentuk percakapan atau tertulis. Setiap

    orang dalam suatu komunitas secara verbal dalam menyampaikan pesan atau

    informasi. Kegiatan bercerita dilakukan dengan menggunakan kata-kata untuk

    menyatakan ide. Gaya dalam berkomunikasi disesuaikan dengan situasi dan lawan

    bicara.\

    2.1.5 Unsur-Unsur Cerita Anak

    Dalam suatu cerita terdapat unsur-unsur cerita, sebagaimana pendaoat dari

    Amiruddin (2003:23) bahwa unsur-unsur cerita mencakup beberapa hal berikut.

    a. Tokoh dan penokohan

    Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan dalam

    cerita. Tokoh adalah pelaku yang mengmban peristiwa dalam cerita rekaan

    sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.Tokoh-tokoh dalam cerita

    perlu digambarkan ciri-ciri lahir dan batinnya agar watak juga di kenal oleh

    pembaca. Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita

    baik keadaan lahir dan batin yang berupa pandangan hidup, sikap, keyakinan,

    adat istiadat dan sebagainya.

    b. Latar atau seting

    Latar atau seting yaitu tempat ,petunjuk,pengacuan yang berkaitan dengan

    waktu, ruang suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya satra. Tidak

    semua jenis latar cerita selalu ada dalam sebuah cerita.Mungkin dalam sebuah

    cerita/latar yang mononjol atau latar dan waktu.

  • c. Alur atau Plot

    Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa

    sehingga menjalinsuatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku/tokoh cerita.

    Dalam alur terdapat serangkaian peristiwa dari awal sampai akhir, yang

    terbagi atas : (1) pengenalan tahap peristiwa dalam suatu cerita yang

    mengenalkan tokoh- tokoh atau latar cerita, (2) konflik, adalah ketegangan

    atau pertikaian antara dua kepentingan dalam cerita (3) klimaks adalah titik

    akhir dalam konflik, (4) leraian adalah bagian struktur setelah tercapai

    klimaks, (5) selesaian merupakan tahap akhir dalam sebuah cerita.

    d. Tema dan Amanat

    Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita yang berperan sebagai dasar bagi

    pengarang dalam memaparkan karya fiksi. Amanat adalah gagasan yang

    mendasari karya sastra. Pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada

    pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya

    tersirat, di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.

    2.1.6 Cara-Cara Bercerita

    Menurut Amirudin (2003:24) bahwa ada beberapa hal yang dapat dilakukan

    agar siswa dapat bercerita dengan baik yakni :

    a. Menentukan cerita yang disukai

    b. Membaca berulang kali cerita itu sehingga isi cerita dapat dipahami

    dengan baik

    c. Melakukan latihan bercerita dengan memperhatikan nada, tempo, jeda,

    perubahan wajah, mimik, dan lafal secara tepat

  • d. Memperhatikan urutan cerita yang logis dalam cerita serta menggunakan

    bahasa menarik dan menyenangkan.

    Sehubungan dengan teori di atas dapat dikatakan bahwa cara bercerita

    diawali dengan menentukan cerita yang akan disampaikan, memahami cerita yang

    akan disampaikan dan menyampaikan cerita dengan intonasi, mimik dan bahasa

    yang menyenangkan.

    Menurut Prihadi (2010:1) bahwa cara-cara bercerita meliputi beberapa hal

    sebagai berikut.

    a. Membaca keras, ini adalah cara termudah dalam bercerita, yaitu menggunakan

    cerita yang sudah ada. Kita tinggal membacakannya Boleh kita baca dulu agar

    selanjutnya lebih lancar. Cerita yang sudah dikemas dengan gaya bahasa

    bertutur akan mempermudah. Tapi cerita yang terdapat di buku biasanya butuh

    dikelola ulang agar bisa dibacakan dengan enak. Nah, berarti kita butuh cara

    membaca yang menarik.

    b. Gerak tanpa suara, cara bercerita seperti ini seperti berpantomim. Cara seperti

    ini memang tidak lumrah. Namun karena tidak lumrah itu, biasanya anak

    tertarik memperhatikannya. Di sisi lain, karena tidak biasa, maka kita perlu

    tahu bagaimana caranya.

    c. Mendayagunakan diri secara total. cara bercerita ini yang biasanya dilakukan

    oleh kebanyakan kita dan para profesional. Bercerita dengan cara ini

    menggunakan bahasa verbal dan nonverbal secara total. Menyelaraskan apa

    yang kita ucapkan dengan ekspresi dan gestur adalah kuncinya. Namun,

    bagaimana melakukan cara ini dengan baik.

  • Langkah-langkah bercerita menurut Prihadi (2010:1) meliputi beberapa hal

    yakni : menentukan topik, menyusun kerangka cerita, mengembangkan kerangka

    cerita, menyusun teks cerita. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam bercerita:

    keruntutan cerita, alur cerita disampaikan haruslah runtut, cerita disampaikan

    denganm urutan yang baik, sehingga pendengar akan mudah memahami isi cerita,

    harus menggunakan suara, lafal, intonasi, gestur dan mimik yang tepat agar

    pendengar tertarik pada cerita yang disampaikan. Suara yang jelas maksudnya

    suara yang dikeluarkan terdengar jelas di telinga pendengar. Lafal adalah cara

    seseorang mengucapkan bunyi bahasa. Intonasi merupakan tinggi rendah/keras

    lembutnya suara. Gestur dan mimik, gestur adalah gerakan badan yang digunakan

    dalam bercerita. Kalian dapat menggunakan gerak tangan, kepala, maupun badan

    untuk mempertegas isi cerita. Adapun mimik adalah ekspresi wajah (air muka)

    untuk menunjukkan perasaan yang terkandung.

    2.1.7 Tujuan dan Manfaat Bercerita

    Tujuan bercerita adalah agar siswa mampu mendengarkan dengan seksama

    terhadap apa yang disampaikan pada siswa lain, siswa dapat bertanya apabila

    tidak memahaminya, siswa dapat menjawab pertanyaan, selanjutnya siswa dapat

    mengidentifikasi dan mengekspresikan terhadap apa yang didengarkan dan

    diceritakannya, sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun

    didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan dan diceritakannya pada orang lain.

    Menurut Fatimah (2008:23) bahwa ada beberapa tujuan bercerita yakni

    sebagai media untuk menyampaikan peran moral, sebagai sarana pendidikan

    emosi bagi siswa, sebagai sarana pendidikan fantasi, imajinasi dan kreatifitas

  • siswa, sebagai sarana pendidikan bahasa siswa, sebagai sarana pendidikan daya

    pikir siswa, sebagai sarana memberikan pengalaman batin dan hasanah

    pengetahuan siswa dan sebagai sarana hiburan dan pencegahan kejenuhan.

    Manfaat kegiatan bercerita terdiri dalam beberapa kategori. Menurut

    Mulyana (2005:63) bahwa kategori manfaat bercerita dibagi menjadi empat, yaitu

    bercerita secara sosial, bercerita secara ekspresif, bercerita secara ritual dan

    bercerita secara instrumental. Manfaat bercerita sebagai komunikasi sosial

    setidaknya mengisyaratkan bahwa kegiatan bercerita itu penting untuk

    membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk

    memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain

    lewat cerita yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang

    lain. Melalui kegiatan bercerita kita bekerja sama dengan anggota masyarakat

    untuk mencapai tujuan bersama.

    Manfaat kegiatan bercerita secara ekspresif yakni untuk menyampaikan

    perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama diceritakan

    melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira,

    sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun

    bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal (Mulyana,

    2005:64).

    Dijelaskan pula oleh Mulyana (2005:63) bahwa manfaat kegiatan bercerita

    instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan,

    mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga

  • menghibur. Sebagai instrumen, cerita tidak saja kita gunakan untuk menciptakan

    dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut.

    Kegiatan bercerita bermanfaat sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-

    tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka

    panjang. Tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian,

    menumbuhkan kesan yang baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan

    material, ekonomi, dan politik, yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan

    kesan (impression management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti

    berbicara sopan, mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya

    yang pada dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti

    yang kita inginkan.

    Berkenaan dengan manfaat kegiatan bercerita ini, terdapat beberapa

    pendapat dari para ilmuwan yang bila dicermati saling melengkapi, misalnya

    pendapat Effendy (2006:10), bahwa manfaat kegiatan bercerita adalah

    menyampaikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Dijelaskan

    pula oleh Nuruddin (dalam Effendy, 2006:12) bahwa manfaat bercerita yakni

    untuk penjajagan/pengawasan lingkungan (surveillance of the information) yakni

    penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat,

    menghubungkan bagian-bagian yang terpisahkan dari masyarakat untuk

    menanggapi lingkungannya; dan menurunkan warisan sosial dari generasi ke

    generasi berikutnya.

  • Menurut Musfiroh (2005:83) bahwa manfaat bercerita antara lain untuk

    mengasah imajinasi siswa, mengembangkan aspek sosial emosi, mengembangkan

    kemampuan berbahasa, mengembangkan aspek moral, mengembangkan

    kesadaran beragama, menumbuhkan semangat berprestasi dan melatih konsentrasi

    siswa.

    2.1.8 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

    a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

    Model jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika

    materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi

    tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah

    dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar sekaligus mengajarkan kepada

    orang lain (Zaini. 2005:59).

    Menurut Asma (2006) bahwa model pembelajaran jigsaw adalah sebuah

    tehnik pembelajaran kooperatif dimana siswa, bukan guru, yang memiliki

    tanggung jawab lebih besar dalam pelaksanaan pembelajaran. Adapun tujuan dari

    medel pembelajaran jigsaw ini adalah untuk mengembangkan kerja tim,

    ketrampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam

    yang tidak mungkin diperoleh bila mereka mencoba untuk mempelajari semua

    materi sendirian.

    b. Langkah-Langkah Model Jigsaw

    Suprijono (2009:89) menjelaskan bahwa pembelejaran model jigsaw

    diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Kemudian guru

    menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik

  • tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan schemata

    atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran

    yang baru.

    Selanjutnya guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok-kelompok

    lebih kecil. Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada

    topik yang dipelajari. Setelah kelompok asal tersebut terbentuk, guru membagikan

    materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok

    bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Sesi

    berikutnya membentuk kelompok ahli. Jumlah kelompok ahli diatur sedemikian

    rupa yang berasal dari masing-masing kelompok asal.

    Kelompok ahli setelah terbentuk diberikan kesempatan kepada mereka

    untuk berdiskusi. Melalui diskusi di kelompok ahli diharapkan mereka

    memahami topik model pelajaran. Setelah diskusi kelompok ahli selesai,

    selanjutnya peserta didik kembai ke kelompok asal dan mendiskusikan

    pengetahuan yang mereka dapatkan dari kelompok ahli. Setel;ah semua langkah

    dilaksanakan, guru menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap

    topik yang dipelajari.

    c. Keunggulan dan Kelemahan Model Jigsaw

    Model jigsaw dapat pengelompokkan homogen maupun pengelompokkan

    heterogen. Namun kedua cara ini memiliki keunggulan dan kelemahan (Sunarto,

    2009:2). Kelebihan model jigsaw yakni pengelompokan semacam ini

    memungkinkan peserta berbagi perspektif yang berbeda tantang bacaan yang

    sama, yang secara potensial diakibatkan oleh pemahaman yang lebih mendalam

  • terhadap salah satu bab. Potensi yang lebih besar untuk memunculkan proses

    analisis daripada hanya sekedar narasi sederhana. Memungkinkan peer

    instruction dan pengumpulan pengetahuan, memberikan peserta informasi dari

    bab-bab yang tidak mereka baca.

    Sedangkan kekurangan model jigsaw yakni fokusnya sempit (satu bab)

    dan kemungkinan akan berlebihan. Selain itu apabila satu peserta tidak membaca

    tugasnya, informasi tersebut tidak dapat dibagi/didiskusikan. Potensi untuk

    pembelajaran yang naratif (bukan interpretatif) dalam berbagi informasi.

    Menurut Hasmiati dkk. (2008) bahwa kelebihan model jigsaw adalah (a)

    meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan

    juga pembelajaran orang lain. (b) Siswa tidak hanya mempelajari materi yang

    diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi

    tersebut pada anggota kelompoknya yang lain, sehingga pengetahuannya jadi

    bertambah. (c) Meningkatkan bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari

    materi yang ditugaskan

    Dijelaskan pula oleh Hasmiati dkk. (2008) bahwa kekurangan model

    jigsaw adalah (a) jika guru tidak mengingatkan agar siswa selalu menggunakan

    keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka

    dikhawatirkan kelompok akan macet dalam pelaksanaan diskusi. (b) Jika jumlah

    anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah. (c) Membutuhkan waktu

    yang lebih lama, apalagi bila penataan ruang belum terkondisi dengan baik

    sehingga perlu waktu untuk merubah posisi yang dapat menimbulkan kegaduhan.

  • 2.1.9 Langkah-langkah Mengidentifikasi Karakter Tokoh Dalam Cerita

    Melalui Metode Jigsaw

    Dijelaskan pula oleh Zaini (2005:59) bahwa langkah-langkah

    mengidentifikasi karakter tokoh dalam cerita melalui metode jigsaw yakni:

    a) Pilihlah materi pelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa segmen

    (bagian).

    b) Bagilah siswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen

    yang ada.

    c) Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi

    pelajaran yang berbeda-beda.

    d) Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk

    menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompok.

    e) Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranya

    ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.

    f) Sampaikan beberapa pertanyaan kepada siswa untuk mengecek

    pemahaman mereka terhadap materi.

    2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

    Kajian penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya adalah

    hasil penelitian dari Holifatul Fitri (2012) yang berjudul Penerapan Media

    Permainan Monopoli untuk Meningkatkan Kemampuan Mengidentifikasi Unsur

    Cerita Pada Siswa Kelas VI SDN Karangbesuki I Malang.

    Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan media

    permainan monopoli mampu meningkatkan proses mengidentifikasi unsur cerita

    yang meliputi tokoh, watak, latar, tema dan amanan cerita. Pada aspek

  • mengidentifikasi tokoh cerita terjadi peningkatan yang semula 64% pada

    pratindakan menjadi 70% di siklus I dan menjadi 90% di siklus II. Aspek

    mengidentifikasi watak tokoh mengalami peningkatan yang awalnya 54% pada

    pratindakan menjadi 71% pada siklus I dan meningkat menjadi 88% pada siklus

    II. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan media permainan

    monopoli mampu meningkatkan kemampuan siswa mengidentifikasi unsur cerita

    pada siswa kelas VI SDN Karangbesuki 1 Malang.

    Hasil penelitan dari Holifatul Fitri (2012) memiliki persamaan dengan

    penelitian yang akan dilaksanakan yakni pada kompentensi yang akan

    ditingkatkan namun metode pembelajaran yang digunakan berbeda. Pada

    penelitian sebelumnya menggunakan metode permainan monopoli dan pada

    penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan metode jigsaw.

    Selain penelitian di atas, ada juga kajian relevan lainnya dari Dwika

    Wulandari (2011) yang berjudul Kemampuan Mengidentifikasi Tokoh, Watak,

    Latar, Tema dan Amanat dari Cerita Anak yang Dibacakan Pada Siswa Kelas VI

    SDN 10 Pondok Tinggi Kota Sungai Penuh.

    Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa salah satu kompetensi dasar yang

    harus dikuasai oleh siswa SD yakni kemampuan dalam mengidentifikasi unsur-

    unsur karya sastra, dimana cerita anak merupakan salah satu unsur karya sastra

    yang dipelajari pada sisswa kelas VI Sekolah Dasar. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa nilai rata-rata kemampuan siswa kelas VI SDN 10 Pondok

    Tinggi Kota Sungai Penuh dalam mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau

    amanat cerita anak yang dibacakan yaitu sebesar 75.83%. Hal ini menunjukkan

  • bahwa kemampuan siswa kelas VI SDN 10 Pondok Tinggi Kota Sungai Penuh

    dalam mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat cerita anak yang

    dibacakan tergolong baik.

    Penelitian yang dilaksanakan oleh Dwika Wulandari (2011) memiliki

    kemiripan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis yakni pada

    variabel penelitian yakni mengidentifikasi tokoh, watak, latar, tema atau amanat

    cerita anak. Sedangkan perbedaannya dengan penelitian yang akan dilaksanakan

    terletak pada jenis penelitiannya dan subyek penelitian. Penelitian sebelumnya

    berbentuk kualitatif sedangkan penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas

    (PTK).

    2.3 Hipotesis Tindakan

    Berdasarkan landasan teori sebelumnya maka hipotesis yang dapat diajukan

    yakni jika guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw maka

    kemampuan mengidentifikasi tokoh dalam cerita pada siswa kelas V SDN 8

    Telaga Kabupaten Gorontalo dapat ditingkatkan.

    2.4 Indikator Kinerja

    Indikator kinerja keberhasilan dalam penelitian ini adalah dapat

    meningkatkan kemampuan mengidentifikasi karakter tokoh dalam cerita melalui

    model pembelajaran jigsaw pada siswa kelas V SDN 8 Telaga Kabupaten

    Gorontalo yang mendapat nilai 70 keatas