2013 Jurnal Sajak (Puisi Esai)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kumpulan tulisan essay tentang puisi essay.

Citation preview

  • Dalam kurun tak lebih dari satu tahun pasca terbitnya buku Atas Nama Cinta karya Denny JA, telah terkumpul puluhan ulasan maupun resensi mengenai puisi esai, baik yang berkaitan langsung dengan buku di atas maupun yang sifatnya lebih umum. Lebih dari itu, kon-sep puisi esai pun mendapat banyak tanggapan dan menjadi bahan perbincangan, baik netral, pro, maupun kontra. Mereka yang terlibat dalam diskusi mengenai puisi esai pun beragam, ada penyair, kritikus sastra, ilmuwan sosial, intelektual publik, dengan usia dan jam terbang yang juga beragam. Ketika JurnalSajak kemudian menyelenggarakan Lomba Menulis Puisi Esai, ternyata pesertanya pun sangat beragam, baik profesi maupun asal daerahnya. Puisi esai, dalam tempo sing-kat telah menjadi konsep yang ramai dibicarakan di mana-mana, baik dengan antusias maupun skeptis.

    Ibarat hidangan, beragam kalangan sudah mencoba melakukan pen-cicipan secara random terhadap hidangan puisi esai tersebut, baik pencicipan lewat ilmu sosial, ilmu politik, maupun agama. Hasil pen-cicipan yang mereka lakukan nampaknya saling melengkapi satu sama lain. Dengan begitu, setelah melewati tahap-tahap pencicipan yang serius, sekali waktu puisi esai akan mencapai level yang kapa-bel, kredibel, akuntabel, akseptabel, serta elektabel.

    Buku ini menghimpun sejumlah pembicaraan alias pencicipan atas puisi esai. Dengan buku ini, diharap pembaca mengenal lebih jauh berbagai aspek puisi esai, baik teoretis maupun praktis. Buku ini juga memperkaya pemahaman kita atas kemungkinan-kemungkinan baru dalam sastra maupun dalam mengolah persoalan-persoalan sosial di Indonesia.

    Puisi EsaiKemungkinan Baru

    Puisi Indonesia

    Puisi E

    sai Kem

    ungkinan Baru P

    uisi Indonesia

    EditorAcep Zamzam Noor

    Abdul Kadir IbrahimAcep Zamzam NoorAgus R. Sarjono Ahmad GausArie MP TambaD. Zawawi ImronDenny JA Elza Peldi TaherF. X. Lilik Dwi MardjiantoFirman VenayaksaIgnas KledenJamal D. RahmanLeon AgustaMaman S. MahayanaMashuriNenden Lilis AisyahNovriantoni KaharSapardi Djoko DamonoSunu WasonoSutardji Calzoum BachriZuhairi Misrawi

  • iPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Puisi Esai

    Editor

    Acep Zamzam Noor

    Abdul Kadir IbrahimAcep Zamzam Noor

    Agus R. SarjonoAhmad Gaus

    Arie MP TambaD. Zawawi Imron

    Denny JAElza Peldi Taher

    F. X. Lilik Dwi MardjiantoFirman Venayaksa

    Ignas KledenJamal D. Rahman

    Leon AgustaMaman S. Mahayana

    MashuriNenden Lilis AisyahNovriantoni Kahar

    Sapardi Djoko DamonoSunu Wasono

    Sutardji Calzoum BachriZuhairi Misrawi

    Kemungkinan BaruPuisi Indonesia

  • ii PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    PUISI ESAI

    KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Jurnal Sajak

    Hak cipta dilindungi undang-undang.All right reserved.

    EditorAcep Zamzam Noor

    Disain Sampul & Reka LetakAndi Espe

    Cetakan ke-1, Januari 2013138 hlm. 14 x 20,5 cm

    ISBN978-602-17438-2-9

    Diterbitkan pertama kali olehPT JURNAL SAJAK INDONESIA

    Jl. Bhineka Permai Blok T No. 6 Mekarsari, Depok, IndonesiaTelp/Faks. 021-8721244

    Email: [email protected]

  • iiiPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Pengantar EditorDi Sebuah Salon KecantikanAcep Zamzam Noor vii

    Bab SatuPUISI ESAI: SEBUAH KEMUNGKINAN 1

    3Puisi Esai: Sebuah Kemungkinan Sebuah TantanganAgus R. Sarjono 3

    Puisi Esai: Apa dan Mengapa?Denny JA 31

    Bab DuaATAS NAMA CINTA: SEJUMLAH TANGGAPAN 45

    Isu Diskriminasi dalam Puisi EsaiDenny JA 47

    Menghadapi Diskriminasi dengan PuisiIgnas Kleden 57

    Memahami Puisi Esai Denny JASapardi Djoko Damono 75

    Daftar Isi

  • iv PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Satu Tulisan Pendek atas Lima Puisi PanjangSutardji Calzoum Bachri 81

    Catatan Sekilas tentang Puisi Esai Denny JALeon Agusta 89

    Puisi Esai, Puisi Melawan DiskriminasiZuhairi Misrawi 101

    Cinta Dalam Lima Tangkai Sastra AdvokasiNovriantoni Kahar 105

    Politik Sastra PolitikF. X. Lilik Dwi Mardjianto 111

    Puisi, Memori, dan SaputanganMashuri 117

    Semiotika Sapu TanganArie MP Tamba 123

    Ngalor-ngidul Menggemasi Puisi EsaiAtas Nama CintaFirman Venayaksa 129

    Puisi Esai, Kalam Menyerbak KemanusiaanAbdul Kadir ibrahim 139

    Percobaan Seorang Ilmuwan SosialJamal D. Rahman 155

  • vPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Bab TigaPUISI ESAI PEMENANG LOMBADALAM BAHASAN 163

    3 Puisi Esai Pemenang LombaMenggali Ingatan Reformasi dengan PuisiAgus R. Sarjono 165

    5 Puisi Esai Pemenang HiburanMasalah Tema, Intrinsikalitas, dan Catatan KakiJamal D. Rahman 181

    5 Puisi Esai Pemenang HiburanHidayah BerpuisiAcep Zamzam Noor 211

    Alun Biduk Puisi Esai di Laut ZamanNenden Lilis Aisyah 225

    Bersaksi dan Beropini Lewat PuisiSunu Wasono 245

    Bab EmpatDUA ANTOLOGI PUISI ESAI:PENGANTAR DAN BAHASAN 257

    Hukum Bermazhab dalam Sastra danPintu Ijtihad Puisi yang Tidak Pernah DitutupAhmad Gaus 259

  • vi PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Fiksionalisasi Fakta:Masalah Teoritis Puisi Esai Ahmad GausJamal D. Rahman 269

    Pengantar Manusia GerobakElza Peldi Taher 291

    Manusia Gerobak: Catatan KeterpurukanD. Zawawi Imron 307

    Bagian LimaPUISI ESAI DALAM POLEMIK 321

    Posisi Puisi, Posisi EsaiMaman S. Mahayana 323

    Mempersoalkan Legitimasi Puisi EsaiLeon Agusta 329

    Puisi Esai: Fakta dan Fiksi tanpa DiskriminasiAgus R. Sarjono 337

    Kemungkinan-kemungkinan Baru Puisi EsaiJamal D. Rahman 345

    Biodata Penulis 351

    Sumber Tulisan 360

  • viiPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Pengantar Editor

    Di Sebuah Salon Kecantikan

    ACEP ZAMZAM NOOR

    Akhir tahun kadang menjadi anugerah bagi seorangpenyair, namun sekaligus juga siksaan. Meski sayahanya penyair lokal, namun akhir tahun 2012 entah kenapatiba-tiba ikut kecipratan sibuk. Sejak perjalanan bulanmemasuki Oktober (bulan yang dipercaya sebagai bulanbahasa), saya harus meloncat dari satu kecamatan kekecamatan lain, dari satu kabupaten ke kabupaten lain, darisatu provinsi ke provinsi lain, dari satu pulau ke pulau lain,dan di sela-sela semua itu harus pula meloncat ke negaralain. Di rumah paling hanya satu dua hari sesudah itu haruspergi lagi. Untunglah tubuh yang mulai ringkih karenafaktor U masih bisa diajak kompromi, kalaupun terpaksaharus sakit sejauh ini paling hanya masuk angin dan pegal-pegal. Biasanya masuk angin dan pegal-pegal tersebut akanhilang dengan sendirinya setelah dipijat atau creambath disalon. Dalam beberapa hal penyair juga perlu memanjakandiri agar rambut tidak cepat botak seperti para politisi.

  • viii PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Di salon, sambil merasakan tekanan ujung jemari padasaraf-saraf kepala saya menerawang jauh. Tiba-tiba sayateringat pada guru-guru bahasa di Purwakarta, saya teringatpada mahasiswa-mahasiswa di Mataram, saya teringat padaibu-ibu pengajian di pesisir Pangandaran, saya teringat padasiswa-siswa SMA di Cianjur, saya teringat pada pemuda-pemuda di Gorontalo, saya teringat pada santri-santri disejumlah pesantren tua di Jawa Tengah dan Jawa Timur,saya juga teringat pada bule-bule mancanegara di Ubud,mereka semua begitu antusias mendengarkan pembacaanpuisi, begitu semangat memperbicangkan puisi.

    Selain membacakan puisi, memberikan diskusi ataumengisi seminar, akhir tahun ini saya juga disibukkandengan menjadi kurator pada dua perhelatan sastra di Ubuddan Jambi, di samping menjadi juri lomba menulis puisi.Kesibukan tambahan sebagai kurator dan juri membuat sayabertemu dengan ribuan puisi. Di Jambi saja saya harusmembaca dan menyeleksi sekitar 3000 puisi dari berbagaipenjuru Nusantara (termasuk dari Brunei, Singapura,Malaysia, dan Thailand), begitu juga di Ubud. Belum lagipuisi-puisi dari ajang lomba.

    Di salon, dengan iringan musik degung saya terpejamsambil merasakan pijatan yang enak sekali di sekitar tengkukdan punggung, kadang saya meringis karena ada getaranyang menghentak ketika ujung jemari menyentuh uratbelikat. Pikiran saya kembali menerawang. Ketika pemerin-tah menganggap sastra tidak penting dan bermaksud untukmeminggirkannya dari kurikulum pendidikan, puisi ternyatamasih terus ditulis dan dirayakan di mana-mana. Sepanjangtahun 2012 ini acara pembacaan puisi dan diskusi sastra

  • ixPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    hampir setiap minggu digelar komunitas-komunitas diberbagai tempat, acara sastra yang tak kalah serunya jugaberlangsung di kampus-kampus, baik kampus yang punyafakultas sastra maupun tidak.

    Acara-acara sastra berskala nasional maupun inter-nasional juga diselenggarakan di berbagai kota seperti Ubud,Yogyakarta, Magelang, Anyer, Jakarta, Pekanbaru, Kupang,Makassar dan Jambi. Paling tidak, itu yang saya tahu. Disamping itu, pada bulan Desember sejumlah workshop dantemu penyair yang disponsori sebuah departemen berlang-sung di banyak daerah di luar Jawa, meskipun yang terakhirini kesannya mendadak seperti dalam rangka menghabiskansisa anggaran sebelum tutup buku.

    Di salon, saya masih terus merasakan kelembutan jemariyang pada saat-saat tertentu bisa terasa tajam, terutamaketika jemari yang saya bayangkan lentik itu menyentuhtitik paling sensitif. Mata saya terpejam namun pikiran sayaterus menerawang sambil sekali-kali meringis kesakitan.Dari sejumlah perhelatan sastra yang saya ikuti tahun ini,sebagian besar semangatnya masih seputar apresiasi danperayaan, terutama jika di dalamnya melibatkan para siswa,mahasiswa, guru dan dosen. Misalnya, bagaimana caranyamenggemari puisi, memahami puisi, dan memasyarakatkanpuisi. Atau bagaimana caranya menulis puisi dalam kaitan-nya dengan proses kreatif serta bagaimana mengapresiasipuisi jika dihubungkan dengan pembelajaran di sekolah ataukampus.

    Sedang pada perhelatan yang melibatkan sastrawansecara langsung, biasanya menyertakan tema-tema khususyang terkesan lebih serius dan berat, misalnya tentang bumi

  • x PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    manusia di Ubud, tentang sastra dan kepemimpinan diYogyakarta, tentang novel dan sejarah di Magelang, tentangketulusan dalam proses kreatif di Anyer, tentang deklarasiperingatan hari puisi di Pekanbaru, tentang pembentukanorganisasi pengarang profesional di Makassar, tentangkepenyairan masa kini di Jakarta, dan tentang perpuisianNusantara dari hulu sampai hilir di Jambi. Ini untuk sekadarmenyebut beberapa event yang digelar belakangan saja.

    Di salon, setelah sebagian punggung tuntas dipijat, sayamerasa lebih enteng.Sekarang tinggal bagian tangan yangmasih terasa pegal-pegal. Sambil menyandar di kursi sayamenyerahkan tangan ke samping untuk ditelusuri.Maka,dengan posisi seperti ini saya bisa melihat terapis muda yangsedang menjalankan tugas merawat saya. Kulitnya kuning,wajahnya tirus, dan rambutnya lurus. Rambutku lurus aslilho, bukan rebonding, katanya manja. Saya kembalimemejamkan mata sambil menikmati pijatan yangiramanya naik-turun. Entah kenapa saya jadi teringat padaAbdul Hadi W.M. yang pada awal 1980-an membuka diskusitentang puisi sufistik, lalu teringat juga pada Arief Budimandan Ariel Heryanto, dua orang ilmuwan sosial dari Salatiga,yang menawarkan gagasan tentang puisi kontekstual yangkemudian menjadi perbincangan sastra yang hangatsepanjang dekade 1980-an. Baik perbincangan puisi sufistikmaupun puisi kontekstual masing-masing sempat melahir-kan sejumlah buku yang lumayan tebal.

    Pada awal 1990-an, sempat pula muncul polemik tentangpuisi gelap yang diprakarsai Republika, namun polemiktersebut meskipun lumayan seru namun tidak berjalanlama. Begitu juga polemik tentang sastra pedalaman yang

  • xiPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    menjadi kurang greget karena selesai begitu saja. Sejak paruhakhir 1990-an sampai dekade 2000-an, rasanya tidakbanyak atau mungkin tidak ada diskusi maupun polemikyang spesifik baik mengenai konsep, gagasan, maupun genrepuisi, meskipun puisi terus diproduksi dan dirayakansepanjang hari.

    Di salon, kedua tangan saya terasa lemas setelah sendi-sendi pada jemarinya dibunyikan. Lalu terapis muda itumenawarkan refleksi kaki sebagai perawatan berikutnya.Saya setuju saja sambil mengingatkan supaya jangan keras-keras memijatnya karena akan sakit sekali, terutama padatitik-titik saraf yang berkaitan dengan mata dan lambung.Saya kembali memejamkan mata meskipun selalu dikejut-kan rasa sakit yang tiba-tiba. Sambil menikmati pijatantersebut, saya teringat pada Rendra yang belum lamameninggalkan kita. Saya teringat puisi-puisi baladanya yangpanjang dan indah. Saya teringat pada Ajip Rosidi, yangmeskipun sudah lanjut usia namun tetap berkarya.Sayateringat puisi-puisinya yang juga berbentuk balada. Balada-balada Ajip Rosidi meskipun tidak banyak jumlahnya namuntak kalah indahnya. Lalu saya teringat pada Linus SuryadiAG yang menulis puisi naratif tentang perempuan Jawayang amat sangat panjang. Sebenarnya banyak penyair-penyair lain yang juga menulis puisi panjang meskipun tidakselalu dalam bentuk balada atau naratif, misalnya SubagioSastrowardoyo, Goenawan Mohamad, Abdul Hadi W.M.,Leon Agusta serta beberapa yang lebih muda. Namun, sejauhini tak ada perbincangan yang khusyuk mengenai dikotomipuisi panjang dan pendek, puisi lirik dan naratif, atau puisikamar dan mimbar. Penyair-penyair yang saya sebut di atas

  • xii PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    sebenarnya jawara-jawara puisi lirik, yang sama baiknyaketika mereka menulis puisi naratif.

    Sambil menahan sakit saya terus menerawang. Belumlama, seorang teman memberi saya buku Atas Nama Cinta,sebuah kumpulan puisi esai karya Denny JA. Konon bukuini telah memancing perbincangan mengenai genre puisi,terutama pada penamaan puisi esai untuk jenis puisi naratifyang temanya selalu mengaitkan fakta dengan fiksi dengandilengkapi catatan kaki. Selain itu, banyak juga yang mem-permasalahkan penyairnya karena notabene seorang ilmu-wan sosial yang sebelumnya lebih banyak berurusan denganpilkada ketimbang sastra. Meskipun saya kurang seksamamengikuti perbincangan tersebut, namun saya mendengarbahwa lima puisi esai karya Denny JA telah banyak diresponke dalam bentuk kesenian lain seperti film pendek, videoklip,teater, musikalisasi, fotografi, lukisan dan komik. Hal ini bisaterjadi disebabkan puisi esai tersebut memang mengandungcerita, dan ceritanya menarik karena menyangkut isu-isusosial yang seksi seperti masalah trans-gender, diskriminasi,toleransi beragama, hak asasi manusia, dan sejenisnya.Selain itu, lima puisi esai yang sama juga mendapat tang-gapan luas lewat berbagai tulisan di media massa sepertiHorison, Jurnal Sajak, dan Kompas serta koran-korandaerah, lengkap dengan pro maupun kontranya.Tanggapan-tang-gapan sejenis muncul juga di internet.

    Di tengah situasi harus meloncat ke sana meloncat kesini, secara mendadak saya diminta menjadi juri lombapenulisan puisi esai menggantikan penyair senior yangberhalangan. Saya langsung menyatakan setuju karenamenjadi juri lomba yang satu ini merupakan pengalaman

  • xiiiPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    baru. Saya sudah membaca tamat puisi esai Denny JA, sayajuga sudah menyelami puisi esai Ahmad Gaus dan Elza PeldiTaher yang sama-sama ilmuwan sosial. Meski berangkatdari konsep serupa, namun mereka bertiga tetap menunjuk-kan sisi perbedaannya, terutama dalam memainkan unsurfakta dan fiksi. Dengan demikian, saya menjadi penasaraningin membaca puisi esai yang ditulis para peserta lombayang konon jumlahnya mencapai 428. Dari sana tentu akanmuncul banyak keragaman dalam hal tema, sudut pandang,gaya pengungkapan, rancang bangun maupun lain-lainnya.Tentu pula genre puisi yang digagas Denny JA ini akansemakin diperkuat, diperkaya, serta dipersegar denganhadirnya kreativitas dari penyair-penyair lain.

    Tanpa diduga-duga, setelah menjadi juri saya malahditawari mengeditori bunga rampai tulisan mengenai puisiesai yang akan dibukukan. Untuk urusan menjadi editor inisaya tidak langsung setuju namun minta waktu untukmempelajarinya terlebih dahulu. Ternyata, dalam kurun taklebih dari satu tahun paska terbitnya buku Atas Nama Cintatelah terkumpul puluhan ulasan maupun resensi mengenaipuisi esai, baik yang berkaitan langsung dengan buku di atasmaupun yang sifatnya lebih umum. Saya kira tulisan-tulisan tersebut sangat layak untuk dibukukan. Maka sayapun menyatakan oke.

    Sambil bersandar, saya kadang mengerang merasakantusukan-tusukan tajam di telapak kaki. Meski tekanannyapelan namun jika kena pada titik saraf yang bermasalah akansakit sekali. Terapis muda berwajah tirus dan berambut lurusitu hanya tersenyum melihat saya meringis. Saya kembaliterpejam sambil memikirkan susunan tulisan pada buku

  • xiv PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    yang akan saya editori. Beberapa gagasan yang muncul sayaketik dalam ingatan, misalnya mengenai judul-judul bab,pengelompokan tema pada bab, juga tulisan siapa saja yangakan dijadikan bab pembuka maupun penutup. Tulisan yangterkumpul lumayan banyak jumlahnya, namun sebagaieditor saya harus memilihnya sesuai kebutuhan. Beberapatulisan yang esensinya mirip atau sama tak bisa diambilsemua, sedang pada sisi lain saya harus mempertimbangkankeragaman sudut pandang maupun tempat dari manapenulisnya berasal. Jangan sampai semua tulisan berasaldari Jakarta, padahal masih banyak tulisan yang menarikdari Serang, Surabaya, Palembang, Tanjungpinang, Seoul,atau tempat lainnya yang belum terdeteksi.

    Bab satu saya namai Puisi Esai: Sebuah Kemungkinan.Pada bab ini saya hanya memasukkan dua tulisan, yaknisatu tulisan Agus R. Sarjono dan dua tulisan Denny JA.Entah kenapa, ketika menyusun bab ini saya memba-yangkan sebuah kafe. Katakanlah kafe itu masih sepi, hanyamusik instrumentalia yang terdengar sayup-sayup. Agusdatang dan menarik sebuah meja ke ruang tengah. Di atasmeja inilah tulisan Agus yang berjudul Puisi Esai: SebuahKemungkinan, Sebuah Tantangan digelar. Layaknyaseorang ideolog, penyair yang gemar memasak dan hobbyjadi barista ini mencoba merumuskan secara teoritis danpanjang lebar apa itu puisi esai yang digagas Denny JA,kemudian menawarkan berbagai kemungkinan sertatantangannya ke depan. Tulisan yang relatif netral ini(karena tidak mengulas langsung karya Denny JA) sayabayangkan sebagai meja makan. Lalu di atas meja makanyang masih kosong tersebut saya letakan puisi-puisi esaiDenny JA sebagai hidangan utama.

  • xvPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Bab dua saya namai Atas Nama Cinta: SejumlahTanggapan. Bab ini jauh lebih gemuk dibanding babsebelumnya. Sebagai hidangan utama, buku Atas NamaCinta yang telah disajikan di atas meja makan ramai-ramaidicicipi. Para juru cicip yang diundang bukan orang-orangsembarangan. Ignas Kleden yang ilmiah mencoba menelitibahan baku maupun kandungan gizi pada puisi esai tersebut.Ilmuwan sosial sekaligus peneliti senior ini kemudianmelanjutkan risetnya lebih detail lagi, misalnya mengenaiseberapa besar kandungan zat herbal, zat pengawet, maupunzat penyedap dalam puisi esai. Dengan telaten pula iamenganalisis sejauh mana kaitan fakta dan fiksi mampubersenyawa dengan sentuhan personal sang penyair. SelainIgnas, sejumlah juru cicip muda berbakat seperti ZuhairiMisrawi, Noviantoni Kahar, dan F.X. Lilik Dwi Mardjiantomencoba melakukan pencicipan secara random terhadaphidangan puisi esai tersebut, baik pencicipan lewat ilmusosial, ilmu politik, maupun agama. Hasil pencicipan yangmereka lakukan nampaknya saling melengkapi satu samalain. Dengan begitu bisa saya bayangkan bahwa setelahmelewati tahap-tahap pencicipan yang serius, sekali waktupuisi esai akan mencapai level yang kapabel, kredibel,akuntabel, akseptabel, serta elektabel.

    Bab dua menjadi semakin gemuk karena dilengkapi parajuru cicip dari kalangan sastrawan terkemuka seperti SapardiDjoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Jamal D. Rahman,Arie MP Tamba, Anwar Putra Bayu, Abdul Kadir Ibrahim(AKIB), Mashuri dan Firman Fenayaksa. Sebagai juru cicippaling senior Sapardi Djoko Damono tampil duluanmendekati meja makan dengan gaya seorang arsitek, tanpa

  • xvi PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    banyak basa-basi ia langsung mengutak-atik berbagai alat,perangkat, maupun kerangka yang menjadi bagian pentingdari rancang bangun puisi esai, misalnya soal fenomena danfakta sosial serta semangat perlawanan terhadapdiskriminasi yang begitu menonjol. Atau peranan catatankaki yang krusial karena menjadi bagian tak terpisahkandari rancang bangun itu sendiri. Sapardi kemudian melihatpuisi esai yang ditulis Denny JA sebagai sesuatu yang sangatvisual sebagaimana potret atau film, dengan begitu realitasmenjadi terpampang dengan jelas. Ulasan guru besar ilmusastra yang terkesan padat merayap ini kemudian disusulSutardji Calzoum Bachri, yang nampaknya tidak mauketinggalan untuk turut mencicipi hidangan yang disajikanDenny JA. Setelah puas menikmati puisi esai satu demi satu,Sutardji menyatakan dengan lugas bahwa puisi esaimerupakan puisi pintar. Namun, dengan kehati-hatianseorang presiden yang berpengalaman, ia pun menganalisissecara tajam bahwa unsur esai bisa muncul pada puisi jenismana saja, termasuk puisi lirik.

    Sastrawan-sastrawan lain yang turut mencicipihidangan berusaha menganalisis melalui kacamata minusmaupun plus kepenyairannya masing-masing. Jamal D.Rahman, misalnya, memandang apa yang dilakukan DennyJA sebagai eksperimen seorang ilmuwan sosial yang tidakpuas dengan tulisan-tulisan ilmiah yang dingin dan kaku.Menurut penyair kelahiran Madura ini, berbeda denganpuisi pada umumnya, puisi esai menggarisbawahi fakta danfiksi sekaligus. Dalam puisi esai, fakta dan fiksi samapentingnya. Karenanya, ia merupakan media alternatif yangselain akan memberikan informasi juga berpotensi

  • xviiPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    menyentuh hati nurani. Di bagian lain, Arie MP Tambaberusaha meninjau puisi esai yang temanya kontekstualdengan pendekatan semiotika, sementara Mashuri mencobamengamati puisi esai dari segi simbolisasinya.

    Di salon, tiba-tiba saya mengaduh. Rupanya ujungjemari terapis telah menyentuh titik saraf yang berhubunganlangsung dengan lambung. Sakitnya sungguh luar biasameski hanya untuk beberapa saat. Sang terapis yang wajah-nya tirus dan rambutnya lurus itu kemudian meminta maaf.Saya menjawabnya sekedar basa-basi. Lalu pijat refleksidilanjutkan kembali sesuai sesi, sekarang giliran kaki sebelahkiri yang akan ditelusuri. Musik dengan unsur lokal yangkental masih terdengar mengalun. Bunyi kecapi danserulingnya begitu menyayat hati.

    Mata saya kembali terpejam memikirkan bab-babberikutnya. Rasanya lebih elok jika perbincangan tidakhanya tertuju pada puisi esai Denny JA, namun melebarpada puisi-puisi esai yang ditulis penyair-penyair lain.

    Bab tiga saya namai Pemenang Lomba Puisi Esai:Sejumlah Bahasan. Bab ini berisi sejumlah tulisan yangberasal dari lima buku kumpulan puisi esai hasil lomba.Perlu diketahui, bahwa selain memilih juara 1, 2 dan 3 serta10 pemenang hiburan, dewan juri juga memilih 12 puisi esaiyang dianggap menarik dan layak untuk diterbitkan. Kelimabuku ini diberi pengantar sekaligus pembahasan oleh AgusR. Sarjono, Jamal D. Rahman, Acep Zamzam Noor, NendenLilis Aisyah, dan Sunu Wasono. Semua pembahasanterkonsentrasi pada puisi-puisi esai yang dihasilkan parapemenang, meski di sana-sini muncul pula pandangan setiappenulis mengenai puisi esai. Para pemenang, selain telah

  • xviii PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    menampilkan betapa beragamnya tema yang bisa digarap,juga mampu menunjukkan pencapaian artistik yang tidakterbayangkan sebelumnya. Dan semua ini tentunya akanmemperkaya genre puisi esai itu sendiri.

    Bab empat saya namai Dua Antologi Puisi Esai: Pengan-tar dan Bahasan. Pada bab ini terdapat empat tulisanpanjang dari dua buku kumpulan esai. Buku pertamaKutunggu Kamu di Cisadane karya Ahmad Gaus. Pada bukuini Gaus memberi kata pengantar yang mengisahkan proseskreatifnya sebagai penulis serta persentuhannya denganpuisi esai. Gaus telah menulis puluhan buku mengenaimasalah sosial dan keagamaan, bahkan buku-buku tentangmotivasi pun ditulisnya pula. Selain dikenal sebagaiintelektual dan peneliti sosial, ternyata santri jebolan PondokPesantren Daar el-Qolam ini kehidupannya tidak jauh-jauhamat dengan sastra. Di masa muda ia punya pengalamanmenulis beragam jenis karya sastra, dan sekarang di saatparuh baya pekerjaannya juga mengajar mata kuliah sastra.Buku kumpulan puisi esai pertamanya ini diapresiasisekaligus dikritisi secara panjang-lebar oleh Jamal D.Rahman

    Buku kedua Manusia Gerobak karya Elza Peldi Taher.Elza menulis pengantar yang menceritakan pertemuannyadengan puisi esai yang ia yakini sebagai hidayah yangditurunkan langsung dari langit. Seperti halnya Gaus, lelakiyang bertampang perenung ini seorang intelektual yangbanyak terlibat dalam penelitian sosial maupun keagamaan.Elza sudah menulis banyak buku serta punya pengalamanmenjadi redaktur di sejumlah jurnal ilmiah. Puisi-puisiesainya banyak mengangkat masalah keterpurukan manusia

  • xixPUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    di tengah arus zaman, yang bahan-bahannya justru iakumpulkan sejak masih aktif sebagai peneliti. D. ZawawiImron, penyair dan kiai kenamaan dari Madura,memberikan ulasan yang luas dan bernas tentang manusia-manusia gerobak yang menjadi penghuni mayoritas negeriini. Zawawi mengapreasi puisi esai Elza dengan cukupmendalam.

    Bab lima saya namai Puisi Esai dalam Polemik. Untukbab terakhir sengaja saya buka dengan tulisan Maman S.Mahayana yang berjudul Posisi Puisi, Posisi Esai. Mamanmemandang posisi puisi tempatnya berlainan dengan esai,begitu juga posisi esai ruangnya berbeda dengan puisi.Maman bahkan menganggap puisi esai bukan sesuatu yangbaru dalam khazanah perpuisian kita. Tulisan guru besarsekaligus kritikus sastra yang belakangan menjadi dosen diHankuk University, Seoul, ini rupanya menarik minat LeonAgusta, Agus R. Sarjono, dan Jamal D. Rahman untukmenanggapinya secara kritis. Leon adalah penyair seniorseangkatan Sapardi dan Sutardji. Empat tulisan dari kritikusserta praktisi sastra tersebut, saya harap akan menjadisemacam pemicu atau pembuka katup bagi lahirnya tulisan-tulisan baru mengenai puisi esai khususnya, atau puisiumumnya. Dengan begitu akan terjadi perbincangan yangsehat dan hangat dalam perpuisian kita.

    Di salon, terpaksa saya harus mengaduh lagi. Ujungjemari terapis kembali menotok saraf yang kali ini berkaitandengan mata. Bagi yang punya masalah penglihatan sepertisaya, sakitnya akan terasa luar biasa. Sang terapis yangwajahnya tirus dan rambutnya lurus itu kembali memintamaaf. Saya manggut-manggut sambil tersenyum. Begitu

  • xx PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    juga ketika ia menawari perawatan lanjutan seperti massage,facial, sauna, lulur, pedicure dan manicure saya menggelengsambil tersenyum. Untuk perawatan hari ini cukup dulu,Mbak. Saya harus pulang untuk menyelesaikan tulisan, katasaya pelan. Masih sambil tersenyum. []

  • 1PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Bab SatuPuisi Esai

    Sebuah Kemungkinan

  • 2 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

  • 3PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Puisi EsaiSebuah Kemungkinan

    Sebuah Tantangan

    AGUS R. SARJONO

    Puisi esai, dilihat dari namanya, merupakan gabungandari dua state of mind dalam tulisan, yakni puisi danesai. Tak perlu dikemukakan lagi bahwa puisi adalah salahsatu genre dalam sastra. Sementara esai, jelaslah bukanbagian dari karya sastra. Memang selama ini di beberapakalangan masih ada anggapan yang salah bahwa esaitermasuk karya sastra. Beberapa esai seringkali puitis, danesai pun kerap menjadi jenis tulisan yang dipilih manakalaseseorang ingin membicarakan suatu isu dalam sastra dan/atau membahas suatu karya sastra. Meskipun esai seringmondar-mandir di rumah tangga sastra, esai tetaplah bukankarya sastra. Ini hampir sejajar dengan kritik sastra.

    Kritik sastra adalah bagian penting dalam sistemkehidup-an sastra, namun kritik sastra jelas bukan karyasastra. Kritik sastra di satu sisi dapat berbentuk karanganesai, dan di sisi lain dapat berupa karangan ilmiah, namunbukan karangan sastra.

    Esai sebagai genre karangan mulai dikenal setelahMichel de Montaigne menerbitkan tulisannya yang berjudul

  • 4 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Essais (1580). Sejak itu, nama essai (Prancis) atau essay(Inggris), yang artinya upaya-upaya atawa percobaan-percobaan dan oleh sebab itu lebih bersifat sementara daripada bersifat final dinisbahkan sebagai nama bagi genrekarangan sebagaimana kurang lebih ditulis Michel deMontaigne. Tak lama kemudian, Francis Bacon mengikutijejaknya dengan menulis esai-esai mengenai berbagai soaldengan ukuran yang cenderung lebih pendek dari umumnyakarangan Montaigne. Esai demikian Bacon (1597)mencoba menje-laskan posisi esai-esainya lebih berupabutir-butir garam pembangkit selera ketimbang sebuahmakanan yang mengenyangkan.

    Sejak diperkenalkan Montaigne, esai telah mengalamiperkembangan sedemikian rupa dan memancing banyakpenulis untuk melibatkan dirinya. Hal ini tidak mengheran-kan mengingat bagi banyak penulis, esai dianggap sebagaibentuk tulisan yang paling fleksibel dan mudah beradapta-si. Pesatnya perkembangan dan popularitas esai membuathampir semua penulis besar kaliber dunia pernah jika tidakdapat dikatakan kerap menulis esai. Di banyak kalangan,bahkan kesastrawanan seseorang dinilai pula dari esai-esainya, karena nyaris semua sastrawan hebat adalah esaishebat dan sastrawan yang menulis esai hebat hampir pastimerupakan penyair, novelis, atau cerpenis yang hebat.

    Popularitas esai yang diawali pada abad XVI mengalamiledakan signifikan pada abad XIX dan terus makin populerdan digemari hingga abad ini. Hampir tak ada media massacetak berbobot yang tidak memuat esai dalam terbitannya.

    Di Indonesia, esai sebenarnya sudah lumayan lamaditulis. Namun, nama esai sebagai sebuah genre menjadi

  • 5PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    populer sejak H.B. Jassin menerbitkan bukunya yangterkenal, yakni Kesusastraan Indonesia Modern dalamKritik dan Esei yang kemudian diterbitkan berjilid-jilid.Sejak itu, karangan esai segera menjadi sesuatu yang biasadalam khazanah karang-mengarang, khususnya sastra, diIndonesia.

    Sekalipun begitu, dengan membaca karangan-karanganyang termuat dalam buku Jassin tersebut, pengertian esaitidak cenderung menjadi jelas bagi pembaca. Hal ini bukansaja disebabkan karena H.B. Jassin tidak menuliskan danmenjelasterangkan apa yang disebut dengan esai, melainkankarena dalam karangan-karangan itu tidak begitu jelasmana yang disebut kritik dan mana yang disebut esai.

    Jika kita berpegang pada pengertian klasik danmendasar dalam kritik sastra yakni karangan bahasan/ulasan yang di dalamnya terdapat upaya penghakiman(judgement) terhadap suatu karya sastra, maka pengertiankritik sastra dalam buku Kesusastraan Indonesia Moderndalam Kritik dan Esei relatif jelas. Yang belum jelas adalahpengertian esai itu sendiri. Karangan-karangan dalam bukuitu tidak menyanggupkan kita untuk dapat memilah atausetidaknya merasai mana karangan yang berupa esai danmana karangan yang bersifat kritik sastra. Apalagi jikadiingat cukup banyaknya kritik sastra yang ditulis dalambentuk esai.

    Tentu saja sebelum H.B. Jassin menerbitkan bukuKesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Eseikarangan esai sudahlah banyak ditulis orang. Karanganmasyhur Ki Hajar Dewantara, Als Ik Netherlanden Was(Andai Aku Seorang Belanda) yang membuat pemerintah

  • 6 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    kolonial berang dan mengirimnya ke penjara, tidak bisa tidakadalah sebuah esai. Demikian pula karangan S.T. Alisyah-bana Semboyan yang Tegas yang memicu terjadinyaPolemik Kebudayaan, jelas karangan esai.

    Tapi apa sebenarnya yang disebut dengan esai?

    Beberapa rumusan tentang esai telah coba dilakukan,misalnya oleh berbagai kamus dan ensiklopedia sepertiWebster Disctionary,1 Oxford Dictionary,2 EnsiklopediIndonesia,3 Encylopediae International,4 EncyclopediaeAmericana,5 Yosep T. Shipley,6 dan J.A. Cuddon.7 Namun,selayang pandang saja segera terlihat bagaimana pengertianesai ternyata dirumuskan dengan cara bermacam-macamdan selain kadang tidak lengkap, tidak jarang juga bertolakbelakang. Tentang ukuran esai, misalnya, ada yang me-nyatakan bebas (Oxford Dictionary), sedang (EncyclopediaeInternational; Shipley), dan ada pula yang menyatakandapat dibaca sekali duduk alias pendek (Webster Dictionary).

    Dilihat dari segi isinya, esai disebut berisi analisis, penaf-siran (Webster Dictionary); uraian sastra, budaya, ilmu danfilsafat (Ensiklopedi Indonesia); sementara yang lain samasekali tidak menyebutkan isi esai.

    1 Webster Encyclopedic Dictionary of the English Language. Chicago: ConsolidatedBook Publisher, 1877.

    2 The Oxford English Dictionary (vol. III). Oxford at the Clarendon Press: OxfordUniversity Press, 1997

    3 Ensiklopedi Indonesia (Jilid 2). Jakarta: Ichtiar BaruVan Hoeve, 19804 Encylopediae International. New York: Glorier Incorporated, 19865 Encyclopediae Americana. New York: Scholastic, 20016 Joseph T. Shipley, The Dictionary of World Literature. New York: Holt, Rinehart,

    and Winston, 1962.7 J.A. Cuddon, Dictionary of Literary Terms and Literary Theory. London: Penguin

    Books, 1992

  • 7PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Gaya dan metode esai dirumuskan dengan berbeda pula.Webster Dictionary menyebut metode dan gaya esai bebas,sementara Ensiklopedi Indonesia menyebut esai ditulisdengan gaya dan metode yang teratur. Sumber lain tidakmenyinggung sama sekali masalah gaya dan metode.

    Ada yang membagi esai menjadi esai formal dan non-formal8 (Shipley; Ensiklopedi Indonesia; EncyclopediaeInternational, Cuddon), ada pula yang tidak (EncyclopediaeAmericana; Webster Disctionary; Oxford Disctionary).

    Sebagai contoh, kita simak rumusan EnsiklopediIndonesia9 berikut:

    Esai adalah jenis tulisan prosa yang menguraikan masalahdalam bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, ilmupengetahuan, dan filsafat; berdasarkan pengamatan,pengupasan, penafsiran fakta yang nyata atau tanggapan yangberlaku dengan mengemukakan gagasan dan wawasanpengarangnya sendiri. Dalam essay penga-rang melontarkansuatu sudut pandang tertentu, sikap pribadi, membawakanpenemuannya sendiri, mendekati bahan subjek dengansistematika uraian yang teratur yang terang yang dituang-kan dalam bahasa Indonesia tahun 1930-an, terutama dalammajalah Pujangga Baroe, kemudian berkembang di jamansesudah perang.

    Jelas rumusan Dalam essay pengarang melontarkansuatu sudut pandang tertentu, sikap pribadi, membawakanpenemuannya sendiri, mendekati bahan subjek dengan

    8 Pembedaan esai ke dalam kategori formal dan nonformal diikuti pula oleh parapenulis Indonesia, antara lain: Panuti Sudjiman, Kamus Istilah Sastra. Jakarta:Sinar Harapan, 1982; H.G. Tarigan, Menulis Sebagai Suatu KetrampilanBerbahasa. Angkasa: Bandung, 1983; Saini KM dan Jakob Sumardjo, ApresiasiSastra: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia, 1985.

    9 Ensiklopedi Indonesia (Jilid 2). Jakarta: Ichtiar BaruVan Hoeve, 1980

  • 8 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    sistematika uraian yang teratur yang terang yang dituangkandalam bahasa Indonesia tahun 1930-an, terutama dalammajalah Pujangga Baroe, kemudian berkembang di jamansesudah perang dengan mudah dapat dibantah. Dalam esaipengarang dapat melontarkan lebih dari satu pandangantertentu, dapat membawakan penemuannya sendiri maupunpenemuan orang lain, mendekati dengan sistematika teraturmaupun tidak teratur, terang maupun gelap. Lebih-lebihlagi, tidaklah benar bahwa esai hanya dituangkan dalambahasa Indonesia tahun 1930-an dan terutama terdapatdalam majalah Pujangga Baroe.

    Mari kita abaikan (sekurang-kurangnya menunda)sejenak rumusan-rumusan mengenai esai sebagaimanadikemukakan di atas. Penundaan ini bukan disebabkan olehmudahnya kita menunjukkan bukti bahwa rumusan di ataskurang meyakinkan seperti rumusan bahwa dilihat darisegi isinya esai disebut berisi analisis, penafsiran; uraiansastra, budaya, ilmu dan filsafat yang dengan mudahdapat ditunjukkan bahwa hampir tak ada esai yang berisianalisis sebagaimana dikemukakan Webster Dictionary dandemikian banyaknya esai yang tidak melulu berisi uraiansastra, budaya, ilmu dan filsafat sebagaimana dikemukakandalam Ensiklopedi Indonesia; melainkan karena perlunyadiperoleh kejelasan mengenai esai dalam perbandingannyadengan karangan lain, seperti karangan ilmiah dan sastra.

    Perbandingan semacam ini dibuat untuk melihat per-bedaan hubungan subjekobjek dalam ketiga jenis karangantersebut serta kaidah-kaidah yang menjadi acuan penulisanketiga karangan tersebut. Hal ini perlu dilakukan karenaShipley,10 misalnya, membuat rentang esai dengan meletak-

  • 9PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    kan formal objektif dengan perhatian pada intelektualitaspada satu sisi dan informal subjektif dengan perhatian padapengalaman subjektif pada sisi sebaliknya. Di dalam rentangitulah ia membagi-bagi kecenderungan esai. Rumusan initerlihat cukup meyakinkan dan mudah digunakan untukmemilah esai, namun sebenarnya membuat esai justru takdapat dikenali bebas dari jenis karangan lainnya karenamenjadikan makalah dan monograf hingga sketsa danhumor sama-sama esai, dan hanya dibedakan dari kecen-derungannya. Dengan membandingkan hubungan subjek-objek dalam karangan ilmiah, karangan sastra dan karanganesai akan terlihat bahwa pembagian esai menjadi formalobjek-tif vs informal subjektif sebagaimana dilakukan olehShipley11 dan diikuti para pengutipnya di Indonesia samasekali tidak relevan.

    Sejumlah unsur yang dibicarakan dalam upaya menge-nali esai ini dilakukan dengan memanfaatkan kepus-takaanyang sudah sangat dikenal dan populer di Indonesia; hanyajika terpaksa saja, dapat digunakan kepustakaan yang tidakbegitu populer di Indonesia. Hal ini sengaja untuk me-mudahkan dan mengingatkan kembali pengertian-penger-tian yang telah baku dalam cakrawala harapan dan cakra-wala pemahaman kita sehingga kajian ulang dan upayamendiskusikannya menjadi lebih terbuka.

    Karangan Esai, Sastra, dan Ilmiah

    Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melaluiproses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode

    10 Joseph T. Shipley, Ibid. op.cit.11 Ibid. loc.cit.

  • 10 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    ini lah yang membedakan ilmu dengan buah fikiran yanglain. Stanley M. Honer dan Thomas C. Hunt12 mengemu-kakan bahwa kerangka dasar metode keilmuan terbagimenjadi enam langkah, yaitu:

    (1) Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah;(2) Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan;(3) Penyusunan atau klasif ikasi data;(4) Perumusan hipotesis;(5) Deduksi dan hipotesis;(6) Tes dan pengujian kebenaran (verif ikasi) dari hipotesis.13

    Dari kerangka di atas dapat disimpulkan bahwakarangan ilmiah memiliki kaidah-kaidah tertentu sesuaidengan kerangka/metode ilmiah yang mendasarinya. Dalampenulisannya pun karangan ilmiah memiliki kaidah-kaidahsendiri yang ditandai dengan adanya pengajuan masalah,penyusunan kerangka teoretis, laporan hasil penelitian,ringkasan dan kesimpulan, abstrak dan daftar pustaka.14

    Penulisan karangan ilmiah dengan demikian harusmematuhi kaidah tertentu, yakni kaidah ilmiah yang diharapdapat menjamin objektivitas suatu ilmu. Objektif, demikianSenn,15 artinya data dapat tersedia untuk penelaahan keilmu-

    12 Yuyun Suriasumantri (ed.), Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia, 1982, h. 9.13 Keenam langkah ini merupakan standar umum metode ilmiah yang lazim. Untuk

    sementara kita abaikan dulu pandangan berbeda yang dikemukakan oleh ThomasKuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions. Chicago: Universityof Chicago Press, 1962, di satu sisi dan Karl Popper dalam The Logic of ScientificDiscovery. London: Routledge. 1959 di sisi lain.

    1 4 Untuk gambaran mengenai masalah ini, bacaan populer yang cukup jelas sertaenak adalah Yuyun Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer,Jakarta: Sinar Harapan, 1985, khususnya h. 309-344.

    1 5 Senn, dalam Yuyun Suriasumantri (ed.) op. cit., hal. 115.

  • 11PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    an tanpa ada hubung-annya dengan karakteristik individualseorang ilmuwan.

    Dari isi objektifnya, demikian Cassirer,15 ilmu mengabai-kan dan tidak menonjolkan ciri-ciri individual karena salahsatu tujuan pokoknya ialah meniadakan semua unsur perso-nal dan antropomorfis. Sebab, menurut kodratnya, ilmupengetahuan berusaha seobjektif mungkin, pengukurannyadiusahakan semakin eksak. Karena itu si ilmuwan akanmengambil jarak terhadap dunia. Setiap gangguan daripihak subjek akan disingkirkan.16

    Dari penjelasan sekilas mengenai ciri-ciri karanganilmiah tersebut, maka dapat digambarkan hubungansubjekobjek yang melandasi modus operandi penulisankarangan ilmiah diskemakan pada gambar 1.

    1 5 Ernst Cassirer, Menusia dan Kebudayaannya: Sebuah Esai tentang Manusia(terj. Alouis A. Nugroho). Jakarta: Gramedia, 1987, h. 345.

    1 6 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX (Jilid II). Jakarta: Gramedia, 1985.

    S = Subjek

    O = Objek

    X = Kaidah Ilmiah

    OX = Karangan Ilmiah

  • 12 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Dari gambar 1, tampak dengan jelas hubungan subjekyang mengamati (S) dengan objek yang diamati (O). Smengamati O, kemudian O diolah/disusun berdasar padakaidah-kaidah ilmiah (X). S mengambil jarak dengan Osehingga kehadiran S sedapat mungkin ditiadakan. Yangtinggal adalah deskripsi O berdasarkan X (OX), yang disebutsebagai karangan ilmiah.

    Berbeda dengan tulisan ilmiah, karangan sastramempunyai kaidahnya sendiri. Dalam menulis karangansastra, seorang sastrawan mengacu pada kaidah penulisansastra yang relatif baku, seperti: tema, alur, penokohan, latar,sudut pandang, dan sebagainya, bagi prosa (novel dancerpen) serta tema, diksi, irama, enjabemen, majas, rancangbangun dan sebagainya, untuk puisi.

    Pengelolaan kaidah tersebut dituliskan sastrawan denganmengacu pada konvensi sastra yang berlaku pada zaman-nya, baik konvensi tersebut akan diikuti maupun justrudiberontaki. Maka membaca sastra, demikian Culler,17 tidaklain merupakan tindakan menghayati suatu proses yangdikuasai oleh seperangkat aturan yang menghasilkanmakna-makna tertentu.

    Dalam pada itu, banyak peneliti sastra berpen dapat bah-wa perbedaan fiksi dan nonfiksi paralel dengan perbedaanantara teks sastra dengan teks nonsastra, misalnya Luxem-burg.18 Fiksionalitas dijadikan tolok ukur untuk menentukanapa yang termasuk sastra dan apa yang tidak.

    1 7 Jonathan Culler, Structuralis Poetics: Structuralism, Linguistic and the Study ofLiterature. London: Routledge and Kegan Paul, 1975, h. 126.

    1 8 Jan van Luxenburg (et. al.), Pengantar Ilmu Sastra (saduran Dick Hartoko).Jakarta: Gramedia, 1984, h. 22. Pandangan bahwa fiksionalitas merupakan unsurpenting sastra dianut juga oleh A. Teeuw. Lihat misalnya, A. Teeuw, Sastra danIlmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya, 1988.

  • 13PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    S = Subjek

    O = Objek

    Y = Kaidah Sastra

    SY = Karangan Sastra

    Dari gambar 2 terlihat jelas bahwa hubungan subjek(sastrawan) yang mengamati (S) dengan realitas atau objekyang diamati (O). S mengamati O, kemudian O diabaikandan S membuat rekaan-rekaan yang dapat berkenaandengan O dapat juga tidak. Jikapun rekaannya berkaitandengan O, keberadaan O tidak lagi penting karena yang ada

    Hubungan sastrawan dengan realitas adalah hubungankemungkinan, yakni boleh jadi realitas yang dituliskanseorang sastrawan memiliki kesesuaian dengan dunia nyata,atau kenyataan fiksional dalam sastra memiliki kemungkin-an untuk terjadi (juga) dalam kenyataan.

    Karena karya sastra dicirikan oleh fiksionalitas makakarya sastra bergantung pada hasil rekaan pengarang. Jikadibuat gambar mengenai hubungan pengamat denganrealitas yang mendasari modus operandi seorang sastra-wandalam menulis karya sastra, akan diskemakan dalamgambar 2.

  • 14 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    adalah Subjek (S) yang menyusun rekaan dan menuliskan-nya sesuai kaidah sastra (Y) sehingga menghasilkan SY(karya sastra).

    Jika pada karangan ilmiah subjek diminimalisir danobjek menjadi utama, maka pada karangan sastra justrusubjek yang mengemuka sementara objek (boleh) diabaikan.Hal ini berbeda dengan dalam karangan esai. Pada karanganesai, baik subjek maupun objek sama-sama penting dan sama-sama mengemuka. Gambar 3 menskemakan hubungantersebut.

    S = Subjek

    O = Objek

    OS = Karangan Esai

    Dari gambar 3, terlihat jelas bagaimana hubungan subjek(esais) yang mengamati (S) dengan kenyataan atau objekyang diamati (O). Pengamat melihat kenyataan sebagai-mana kenyataan tersebut hadir dan menggejala di latarkesadaran pengamat. Pengamat langsung menuliskan begitusaja kehadiran objek yang menggejala di latar kesadarannyatersebut. Kemenggejalaan tersebut bergantung pada sikap,watak, temperamen, minat, perhatian, cakrawala penga-

  • 15PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    laman dan cakrawala pemahaman pengamat. O dipersepsiS sebagaimana O hadir di latar kesadaran S, sehinggamenggejala dialektika OS. OS lah yang kemudian dituliskanoleh S dan disebut esai.

    Oleh sebab itu, kepribadian S senantiasa membayangdalam tulisan-tulisan esai S mengenai O. Keberadaan O tidakdapat diabaikan oleh S sebagai-mana keberadaan S pun takdihilangkan. Jika S dihilangkan atau direlativisir maka iacenderung menjadi karangan ilmiah, jika ditulis berdasarkaidah ilmiah. Sementara jika O yang diabaikan, ia cende-rung menjadi karangan sastra jika kaidah sastra yangdigunakan untuk menuliskannya.

    Hasil dialog O-S tersebut dapat berupa kesan-kesan,renungan, dan sebagainya. Sifatnya pun dapat santai ataupun serius serta dapat imajinatif maupun intelektualistis.Sementara mengenai topik yang dibicarakan ia terbuka bagimasalah apa saja, baik budaya, seni, filsafat, sosial politik,sains, ekonomi, religi, atau apa saja. Keseriusan, kesantaian,keintelektualan dan sebagainya akan sangat bergantungpada kepribadian esais dan bergantung pula pada meng-gejalanya kehadiran objek di latar kesadaran sang esais.Maka, sekali lagi, pembagian esai menjadi esai formal danesai nonformal menjadi tidak relevan karena keformalan danketidakfor-malan sebuah karangan esai tidak ditentukanoleh ciri karangan esai tersebut melainkan sebagai hasilperjumpaan antara kepribadian subjektif sang esais denganmenggejalanya fenomena objek yang dibicarakannya di latarkesadaran esais bersangkutan.

    Pembedaan di atas merupakan pembedaan karanganilmiah, karangan sastra, dan karangan esai berdasarkan

  • 16 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    hubungan subjek (penulis) dengan objek (yang ditulis).Perbedaan antara karangan esai dengan karangan ilmiahdan karangan sastra juga terdapat pada penalaran serta jeniskarangan yang kerap digunakan. Namun, untuk kepentingantulisan ini, cukuplah pembedaan ini menandai perbedaanantara karangan ilmiah, karangan sastra, dan karangan esai19.

    Dilihat dari segi penalaran yang digunakan maupunjenis karangan paling dominan, karangan esai memilikiperbedaan dengan karangan ilmiah maupun karangansastra.

    Dalam perspektif ini, dapat dipahami adanya esai yangberukuran pendek, sedang, maupun sangat panjang. Ukuranlazim sebuah esai maksimal sekitar 2.000-an kata. Ukuranyang dianggap ideal adalah ukuran kolom-kolom di mediamassa, baik koran maupun majalah. Meskipun demikian,esai dapat dibedakan menjadi esai sebagai sebuah bentukkarangan dengan esai sebagai sebuah sikap penulisan. Esaisebagai sebuah bentuk karangan mengikuti kelazim dalamukuran yang cenderung pendek hingga sedang. Namun esaisebagai sebuah sikap penulisan tidaklah terbatas halaman-nya, misalnya buku John Locke Essay Concerning HumanUnderstanding, atau buku Ernst Cassirer An Essay on Man.Kedua penulis tersebut menamai buku mereka esai bukanterutama karena mereka menulis dalam bentuk esai, melain-kan menulis dalam disiplin esai, yakni tidak harus selalu

    1 9 Bagi mereka yang berminat, bahasan lengkap mengenai masalah ini dapat dilihatpada Agus R. Sarjono, Sebuah Bukan Esai tentang Esai, yang menjadi pengantarHorison Esai Indonesia (jilid 1). Lihat juga Kata Penutup oleh Ignas KledenEsai: Godaan Subjektivitas, dalam Horison Esai Indonesia (jilid 2). Jakarta:Horison. 2004

  • 17PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    berfikir vertikal melainkan dapat pula berpikir lateral20 sertamemiliki hubungan subjekobjek yang tidak salingmeniadakan.

    Dilihat dari perspektif ini, pada dasarnya, semua percoba-an (baca: upaya) baru dalam wacana pemikiran cenderungditulis dengan menggunakan bentuk esai. Karangan EdwardSaid Orientalism, misalnya, termasuk dalam karangan esaikarena kepribadian dan subjek(tivitas) penulis tetap memba-yang hampir di semua halaman, sementara objek yangdibicarakan tidak pernah diabaikan atau berubah menjadirekaan.21 Ia dengan leluasa bermain-main dengan model,eksperimen, catatan-catatan dan gagasan. Sebagaimanalazimnya berfikir lateral yang mencoba ke luar dari kebekuansuatu sistem tertentu, karangan Edward Said juga mencobakeluar dari kebekuan sistem wacana orientalis. Contoh inidapat diperpanjang dengan misalnya buku-buku FranzFanon yang mengilhami kajian Postkolonial serta buku-buku Benedict Anderson mengenai nasionalisme22 yangmenantang pandangan baku (dan beku) mengenai nasional-

    2 0 Untuk pengertian berpikir Lateral dan vertikal, lihat Edward de Bono. BerfikirLateral (terj. Sutoyo, editor Herman Sinaga). Jakarta; Erlangga. 1987.

    2 1 Dalam pendahuluan bukunya, Edward Said dengan tegas menyatakan bahwa iasebagai subjek pengamat tidak pernah hendak meniadakan diri sebagaimanalazim dalam penulisan ilmiah. Sedikit contohnya adalah Sebagian besar darisaham pribadi dalam kajian ini berasal dari kesadaran saya sebagai seorang Timur,sebagai seorang anak yang tumbuh di dua koloni Inggris. Seluruh pendidikansaya, di dua koloni tersebut dst. Lihat Edward W. Said. Orientalisme (terj.Asep Hikmat). Bandung: Penerbit Pustaka, 1994, h. 33.

    2 2 Buku ini dibuka dengan Perhaps without being much noticed yet, a fundamentaltransformation in the history of Marxism and Marxist movements is upon usdst. Tidaklah lazim buku ilmiah dibuka dengan kata mungkin atau boleh jadi.Lihat Benedict Anderson, Imagined Communities. London, New York: Verso, 1991

  • 18 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    isme selama ini. Di Indonesia, buku Tan Malaka Madilog23

    termasuk dalam jenis buku yang ditulis dalam penyikapanesai. Demikian pula dengan buku tipis Mochtar Lubis,Manusia Indonesia.

    Karena topik esai bebas, maka publik esai pun dapatdikatakan bersifat umum. Hal inilah yang membedakan esaisebagai bentuk karangan dengan esai sebagai sikap penuli-san. Publik esai sebagai bentuk karangan bersifat umum,sedangkan publik esai sebagai sikap penulisan cenderungtidak bersifat umum. Buku John Locke Essays ConcerningHuman Understanding, Ernst Cassirer An Essay on Man,Edward Said Orientalism, Benedict Anderson ImaginedCummunities, misalnya, bagaimanapun tidaklah ditujukanpada publik umum. Sementara itu, boleh jadi buku Madilogkarangan Tan Malaka sengaja ditujukan untuk publikumum, tapi hampir pasti bahwa buku itu tidak akan dibacadan dipahami umum melainkan hanya akan dibaca sertadipahami oleh kalangan tertentu.

    Puisi Esai: Spirit atau Pengertian?

    Puisi esai adalah gabungan puisi dan esai. Denganmenyebut puisi esai terbuka dua kemungkinan:1) Puisi yang ditulis dengan menggunakan spirit esai; atau,2) Esai yang ditulis menggunakan kaidah puisi.

    Pertama-tama, dalam kaitan subjek-objek sejauhmengacu pada karya-karya Denny JA24 maka unsur esai.2 3 Tan Malaka, Madilog: Materialisme Dialektika Logika. Jakarta: Pusat Data

    Indikator, 1999.24 Lihat Denny JA, Atas Nama Cinta: Sebuah Puisi Esai. Jakarta: Rene Book,

    2012. Lihat juga tulisan Denny JA Puisi Esai: Apa dan Mengapa dalam JurnalSajak edisi 3, 2012.

  • 19PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    sangat kuat pada puisi esai. Objek yang ditulis semuanyaadalah fakta (sosial). Baik Sapu Tangan Fang Yin maupunRomi dan Juli dari Cikeusik dan Minah Tetap Digantung,jelas mengacu pada kejadian faktual. Kefaktualan itu diperje-las dengan kehadiran catatan kaki yang menunjukkan kapan,di mana, bagaimana, kejadian itu dan siapa saja yang terli-bat, dengan menunjuk pada sumber yang memberitakanfakta itu. Balada Cinta Batman dan Robin lebih cair fak-tualitasnya menyangkut pelaku peristiwa, namun peristiwa-nya setidaknya fenomenanya sendiri benar-benar ber-dasarkan fakta sosial dan untuk menekankan kefaktualanini sekali lagi catatan kaki lah penandanya.

    Semua fakta itu jika dikaji secara ilmiah akan menjadikarangan ilmiah. Namun, karangan ilmiah, sebagaimanadikemukakan di muka, menghendaki subjek pengarang sirnaseparipurna mungkin. Sirnanya subjek pengarang dengansegala keterlibatan dan ketergetaran pengarang atas objekyang ditulisnyalah yang mendorong penulis, dalam kasusini Denny JA, berkeberatan. Isu-isu sosial yang ditang-guknya sebagai ilmuwan sosial dan peneliti sedemikianmenggundahkan pengarang dan justru keterlibatan aktifsubjeklah yang didambakan. Keterlibatan subjek secarapenuh dengan menghilangkan entitas objek sebagai faktakeras, sebagaimana lazim dalam karya sastra, di sisi lainjuga tidak dikehendaki. Fakta keras itulah yang ingin ditang-gapi oleh pengarang dengan subjektivitasnya. Kedua hal ini,fakta objektif dan keterlibatan subjektif, yang justru ingintetap dipertahankan oleh pengarang. Mempertahankankeduanya, mau tidak mau mengharuskan pengarang memi-lih esai sebagai bentuknya. Namun, takaran subjektivitas

  • 20 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    itu ingin ditambahkan ke tingkat keterlibatan lahir-batin,maka sastra dalam hal ini puisi lah yang dianggapmewadahi takaran keterlibatan pengarang. Untuk menjagaagar fakta tidak dilesapkan menjadi fiksi maka dibutuhkancatatan kaki untuk menjaga faktualitas peristiwa tetap ber-tahan sebagai fakta dan bukan fiksi.

    Kesastraan itu juga dipilih berkait-an dengan hubungansubjek dengan objek. Pada pendekatan ilmiah, objek kajiandilakukan seditel mungkin untuk menemukan kesimpulanumum atas fenomena tertentu. Sementara dalam karangansastra, kesimpulan umum itu dihindari. Semua kesimpulan,pandangan, sikap, dan pendekatan yang umum atas suatufenomena dihindari oleh sastra karena pada dasarnya sastrayang baik justru menguji dan menolak segala yang umum.Fenomena umum dan pandangan generalisasi atas sesuatuakan diuji lewat partikularitas. Kategori umum akan ditu-runkan dan dibumikan menjadi pengalaman partikularseseorang dalam situasi dan kondisinya yang juga partikular.

    Untuk mengambil contoh pada Denny JA, fenomenakerusuhan Mei 1998 yang mengambil korban etnik peranak-an Cina, diangkat dalam pengalaman partikular seorangtokoh bernama Fang Yin. Pembumian fenomena sosial kedalam kehidupan tokoh dan situasi tokoh yang partikularitu menghendaki pendekatan sastra. Sengketa dua keluargabesar turun-temurun (bisa menjadi sengketa turun-temurundua kampung, dua etnik, dua kebudayaan, dua agama dsb.)itu diturunkan ke dalam pengalaman partikular dua muda-mudi yang saling mencinta oleh Shakespeare. Dengan itu,tragedi yang dialami Romeo dan Juliet menjadi tragedi yangmenghancurkan hati para pembaca dan penonton drama

  • 21PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Romeo and Juliet. Risalah mengenai sebab-sebab sosiologisdan psikologis persengketaan dua kubu, lengkap denganpaparan teoretis, data statistik, dan saran pemecahan masa-lah, tidak akan membuat masyarakat dengan sendirinyamenghayati tragedi sebuah persengketaan absurd turun-temurun itu. Justru penghadiran dua remaja saling men-cinta Romeo dan Juliet sejak dipentaskan Shakes-pearedi zaman Elizabethan melintas abad sampai sekarang ini,tetap mengoyak jiwa pembaca yang peka.

    Karena berangkat dari kehendak memasuki secarapribadi fenomena-fenomena sosial yang cukup krusial diIndonesia dan mengangkatnya ke dalam bentuk puisi agardapat terlibat secara emosional dan masuk ke dalam psi-kologi pelaku dalam hal ini korban situasi sosial tertentu,maka tidak mengherankan kalau unsur komunikasi menjadipertim-bangan penting. Pilihan atas puisi akan tidak bergunajika masalah yang diangkat dalam puisi tidak dapat diko-munikasikan pada seluas mungkin pembaca. Dengan begitu,diksi puisi cenderung dipilih sekomunikatif mungkin. Komu-nikatif sendiri adalah pengertian yang relatif karena sepenuh-nya bergantung pada sang penerima pesan. Makin sederhanapembaca sebagai penerima pesan maka makin sederhanadan mudah penggunaan bahasa yang disebut komunikatif.Sementara semakin canggih pembaca sebagai penerimapesan, maka kecanggihan juga menjadi bagian dari yangdisebut komunikatif.

    Pembaca Indonesia, nyaris dari berbagai tingkat pen-didikan, bukanlah pembaca yang memiliki tradisi membacasastra untuk akrab dengan berbagai teknik dan konvensibahasa dalam sastra. Pada titik tertentu, dapatlah diandaikan

  • 22 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    bahwa hal ini menunjukkan kelemahan tradisi intelektualIndonesia, karena lazimnya tradisi intelektual mengandaikanpengenalan yang relatif baik atas bacaan sastra. Namun,menyalahkan kaum terdidik Indonesia dalam kelemahanmereka yang tidak tumbuh dengan tradisi membaca danmemahami sastra, juga bukan sebuah tindakan bijak-sana.Apalagi jika diingat cukup banyak sarjana sastra yang belajarbersemester-semester ilmu sastra hingga mendapat gelardoktor di bidang sastra juga ternyata tidak terlalu mampumemahami bacaan sastra, meski telah menerbitkan beberapabuku teori sastra rangkuman berbagai teori sastra asing.

    Puisi, di satu sisi kerap menghendaki penyair untuk meng-olah dan memanfaatkan kata dan bahasa seoptimal mungkin.Chairil Anwar memilih kata dan mengejarnya hingga keputih tulang kata-kata. Sutardji Calzoum Bachri mengujibahasa umum dan memporakporandakan konvensi bahasaumum untuk membebaskan kata dari konvensi umum yang sarat muatan itu hingga kata diharap dapat berdiribebas dari muatan-muatan sosial-ideologis-psikologis dsb.Pendeknya, pada puisi kadang ada kebutuhan pada penyairuntuk menguji konvensi bahasa. Dalam pada itu, untuk ber-oleh peluang komunikasi sebesar-besarnya, Denny JA justruharus memilih bahasa yang sudah menjadi konvensimasyarakat dan memanfaatkannya sebagai cara termungkinuntuk berkomunikasi dengan seluas mungkin masyarakat.

    ***

    Jurnal Sajak menyelenggarakan Lomba Menulis PuisiEsai. Denny JA telah bergabung dengan Jurnal Sajak danmenjadi warga Jurnal Sajak sebagai pemimpin umum.Dialah yang menggagas Lomba Menulis Puisi Esai, dan

  • 23PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    disepakati bersama. Dengan begitu, Lomba Menulis PuisiEsai menjadi gerakan yang dengan sadar dipilih oleh JurnalSajak.

    Sebelumnya, seorang redaktur Jurnal Sajak, BertholdDamshuser, menulis tajuk mengenai kerinduannya akansajak sebagai sebuah bentuk puisi yang padu dengan metrumterjaga dan melagu. Kerinduan ini juga menjadi kerinduanJurnal Sajak. Di tengah situasi perpuisian Indonesia yangprosais dengan pertimbangan yang tidak terlalu mendalamatas diksi dan metrum, kerinduan ini menjadi bermakna.Kini hadirnya rubrik Puisi Esai dan Lomba Puisi Esaimenawarkan sebuah ekstrem berbeda: puisi murni danpuisi terlibat.

    Di atas telah dikemukakan beberapa prinsip dasar ataskarangan ilmiah, karangan esai, dan karangan sastra, ter-masuk puisi. Dengan menimbang pengertian karangan esaidan karangan sastra, dapat sedikit-banyak dibayangkangabungan keduanya: puisi esai. Mungkin akan ada yang lebihtertarik pada istilah puisi esai dan berkutat untuk mengujidan mempermasalahkan kesahihan istilah puisi esai tersebut.Kami sendiri lebih tertarik untuk menggaris-bawahi spirityang dibawa oleh puisi esai tersebut dibanding memperma-salahkan secara ketat istilah puisi esai.

    Puisi esai sebagaimana ditunjukkan karya Denny JAdalam Atas Nama Cinta dalam beberapa hal dapat disebutdengan puisi naratif, puisi epik, balada, dan sejenisnya,mengingat kehadiran alur dan penokohan serta latar yangtegas.

    Namun, penamaan puisi naratif akan membuat orangmenggarisbawahi segi naratif alias penceritaannya. Penama-

  • 24 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    an puisi epik akan membuat orang menggarisbawahi segikeeposan sajak bersangkutan, dan seterusnya. Baik puisinaratif maupun puisi epik, misalnya, dapat sepenuhnya fiksiseperti epos Mahabharata. Dalam pada itu, yang inginditekankan dan digarisbawahi dalam puisi esai adalah justruketerkaitannya yang ketat dan solid dengan fakta, dan yangoleh karenanya membutuhkan catatan kaki atas fakta yangdirujuk. Oleh sebab itu, saya lebih tertarik pada spirit yangdibawa oleh puisi esai dibanding mempermasalahkankeketatan istilah puisi esai itu sendiri.

    Beberapa spirit itu antara lain:

    1) Keterlibatan penyair dengan masalah krusial yang hidupdan menjadi bagian penting dari masalah masyarakat;

    2) Rasa hormat atas fakta dengan tidak buru-buru me-nyimpulkannya secara umum suatu fakta atau feno-mena (apalagi menerima begitu saja pemberitaanumum) lantas memfiksikannya;

    3) Rasa hormat atas riset untuk mengenali dengan baik danrelatif objektif masalah yang hendak ditulis sebagai puisi;

    4) Membumikan secara partikular fenomena sosial dengansegala anggapan stigmatis yang hidup di masyarakatsebagai anggapan-anggapan umum ke dalam peno-kohan dan latar yang spesifik; dan

    5) Menyadari bahwa pada hakikatnya sebuah puisi adalahaparat komunikasi. Puisi yang tidak dapat berkomu-nikasi dengan pembacanya kehilangan kebermaknaan-nya, baik kegagalan komunikasi itu akibat dari kega-galan penyair (obskur, misalnya) maupun akibat kegagalanpembaca (kekurangan wawasan dan pengalamanmembaca puisi, misalnya).

  • 25PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Di tengah situasi perpuisian Indonesia yang cenderungmembayangkan bahwa pembacanya adalah sesama penyair(siapa pun penyair yang diandaikan itu), maka gerakan inimenjadi signifikan. Tidaklah bijaksana hanya membayang-kan segelintir penyair saat seorang penyair menulis puisi dinegeri berpenduduk 200 juta lebih dengan permasalahansosial yang demikian banyak, bertubi-tubi, dan kadangkarut-marut. Oleh sebab itu, adalah perlu untuk selalumengingatkan diri sendiri bahwa seorang penyair Indonesiamenjadi bagian dari 200 juta penduduk Indonesia yangsebagian besar menderita dan tidak beruntung baik karenakesalahan mereka sendiri maupun terutama karena kedegil-an elit politiknya yang cakrawala hidupnya tidak bisa lebihjauh dari syahwatnya sendiri, baik syahwat ekonomi, syah-wat politik, maupun syahwat badani.

    Sudah berkali-kali di Indonesia terjadi bencana, baikbencana sosial (Kerusuhan Mei 1998, Kerusuhan Sambas,Kerusuhan Maluku, Kerusuhan Poso, Kerusuhan Mesuji, danlain-lain) maupun bencana alam (Tsunami Flores dan Aceh,Gempa Jogya dan Sumatera Barat, Meletusnya Merapi, dansebagainya). Sudah banyak pula sajak ditulis mengenainya.Namun, seberapa partikular semua itu ditulis dalam sajak,atau sajak-sajak itu masih berupa tanggapan bersifat umum?Partikularitas membuat masalah menjadi tidak mudahuntuk disimpulkan sekaligus menguji kembali generalisasibahkan stigma-stigma yang hidup di masyarakat selama ini.

    Atas gempa Yogya atau tsunami Aceh, misalnya, adakecenderungan kita untuk terluka dan berduka atas bencanaitu. Namun, sastra tidak cukup hanya berbekal airmata dankalimat-kalimat keprihatinan. Hasilnya akan jauh berbeda

  • 26 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    jika penyair menghadirkan satu sosok partikular dalamsituasinya yang spesifik. Sosok itu bisa berupa korbanbencana dengan situasinya yang khas dan spesifik dan tidakselalu mewakili generalisasi umum yang bernama korbanbencana. Bahkan, tidak kalah menantang bagi sajak me-ngenai gempa untuk menghadirkan sosok seorang petualangtengkulak atau orang partai, misalnya yang tampil kemuka dengan spanduk dan papan nama di lokasi-lokasi yanggampang terlihat di setiap sudut lokasi bencana, tampil kemuka mengumpulkan semua bantuan dari berbagai pelosokIndonesia kemudian menyalurkan sebagian kecil bantuanitu dan menelan sisanya bulat-bulat tanpa berkedip. Dengansajak yang memotret secara partikular, pembaca disuguhigambaran yang otentik sehingga memiliki peluang untukmerenungi suatu fenomena dari hati ke hati, bukan darikategori ke kategori.

    Ada anggapan luas di masyarakat bahwa puisi adalahlamunan dan khayal. Lamunan dan khayal ini pun kemudi-an dikenakan atas fiksi. Dengan begitu, suatu puisi tidaklebih tidak kurang adalah hasil khayalan dan lamunan. Jelasanggapan umum semacam ini tidaklah benar. Celakanya,ada juga sastrawan yang percaya bahwa puisi adalah khayal-an dan lamunan. Semua puisi (yang baik) berakar pada fakta,baik fakta sosial maupun fakta psikologis. Seorang penyairsejati pada dasarnya adalah seorang peneliti, kare-nasebelum menulis puisi ia akan meriset dengan sungguh-sungguh apa yang akan ditulisnya. Tanpa riset, tanpa peng-amatan yang teliti atas objek yang ditulisnya, puisi akanmenjadi sekedar otak-atik bahasa dan kerja pertukangantanpa makna, karena bahkan tukang kursi terikat pada fakta

  • 27PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    bahwa kursi yang dibuatnya diuji kebermaknaannya dalamkehidupan praktis. Maka, spirit untuk mengembalikan ri-set dan pengamatan ke haribaan puisi menjadi penting ditengah masyarakat dan penyair yang cenderung percayabahwa puisi adalah semata hasil khayal dan lamunan belaka.

    Sastra terpencil dari masyarakat oleh dua hal. Pertama,membaca sas-tra tidak ditradisikan sebagai bagian pentingproses pendidikan untuk menghasilkan kaum terdidik yangliterat.25 Kedua, sastrawan tidak terlibat dalam tema-temazaman26 dan masalah-masalah krusial yang dihadapimasyarakatnya.

    Chairil Anwar dikenal luas oleh masyarakat Indonesiajuga oleh dua hal itu: sajak-sajaknya diajarkan dalam prosespendidikan dan ia menulis dari lubuk revolusi Indonesiayang menjadi tema zaman masyarakat saat itu.

    Terakhir, puisi pada hakekatnya adalah suatu bentukkomunikasi. Komunikasi dalam sastra cenderung difahamidengan dua cara: komunikasi murni puitik dan komunikasiumum. Dengan mengandaikan komunikasi sastra sebagaikomunikasi murni puitik, penyair kerap tergoda untuk meng-utak-atik caranya berbahasa dengan anggapan makin tidaklazim makin baik, makin menyalahi tata bahasa makin ber-cahaya. Ada penyair yang menyatukan kata ulang menjadisatu kata (dan menghilangkan unsur kata ulang dengan maknasertaanya); ada juga penyair yang menghilangkan imbuhan

    2 5 Penjelasan yang bagus dan komprehensif mengenai literacy dan orality terdapatdalam Walter J. Ong, Orality and Literacy: The Technologizing of the Word (2nded.) New York: Routledge, 2002.

    2 6 Istilah tema-tema zaman mengacu pada pengertian yang diajukan oleh PauloFreire dalam Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan. Jakarta: Gramedia, 1984.

  • 28 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    pada kata kerja sehingga menjadi kata dasar belaka padahalyang dimaksud adalah kata kerja. Misalnya, rembulan pucat/angin pun gigil. Padahal jelas yang benar adalah Rembulanpucat/angin pun menggigil. Atau Rembulan pucat di gigilangin. Jelas Rembulan pucat angin pun menggigil denganRembulan pucat di gigil angin berbeda maknanya.

    Sementara itu, dengan mengandaikan komunikasi sastrasebagai komunikasi umum penyair cenderung memilih katayang verbal dan mudah dipahami dalam kata itu sendiri.

    Padahal, dalam komunikasi puitik banyak peluang dankemungkinan dapat dilakukan dan dimanfaatkan, mulai daridiksi alias pilihan kata, pilihan bentuk, rancang bangun,metrum, asosiasi, gaya bahasa (metafora, metonimi, repetisidan sebagainya). Bahkan, penyair dapat memanfaatkanbentuk nonpuitik untuk melakukan komunikasi puitik, seba-gaimana bentuk pamflet dipilih Rendra untuk membangunkomunikasi puitik pada sajak-sajak kritik sosialnya. Bebe-rapa pembaca percaya bahwa itu adalah benar-benar pamflet,tanpa melihat kemungkinan bahwa bentuk pamflet itu diman-faatkan oleh Rendra secara lihai untuk keluar sejenak daribangun kelaziman puisi liris dan masuk kem-bali menghen-tak pembaca dengan plesetan bentuk pamflet tersebut.

    Diksi maupun bentuk puitik dituntun oleh keterlibatanintens seorang penyair dengan objek puisinya. Intensitas itumenuntut kesungguhan penyair untuk menemukan bentukkomunikasi yang tepat, yakni bentuk yang dapat mengko-munikasikan dengan memadai apa yang menggejala di latarkesadarannya.

    Spirit untuk menjadikan puisi sebagai bagian aktif dalampermasalahan krusial masyarakat dan mengolah tema-tema

  • 29PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    zaman; spirit untuk menghadirkan puisi bukan sebagaiperpanjangan dari pandangan umum atau stigma umumyang hidup di masyarakat melainkan menguji semuanyadalam kehidupan partikular mereka yang terlibat; spirituntuk mengenali dengan sebaik-baiknya objek atau temayang hendak ditulis sebagai puisi, baik melalui riset maupunpengamatan intensif; spirit untuk terlibat dengan fakta kerasdalam fenomena sosial yang diderita masyarakat Indonesiayang terpinggirkan oleh berbagai kedegilan; dan spirit bahwapuisi pada awal dan akhirnya adalah komunikasi; merupa-kan dasar utama mengapa puisi esai menjadi bagian dangerakan dalam Jurnal Sajak.

    Kami percaya, para penyair Indonesia dapat memberi-kan sumbangan terbaik mereka yang mungkin menghasilkancapaian-capaian tak terduga, hingga puisi Indonesia menjadibagian inheren dalam pedih luka dan degup harapanmasyarakat Indonesia. []

    Kepustakaan

    Anderson, Benedict. 1991. Imagined Communities. London, New York: Verso

    Bacon, Francis. 2000 (1985). Kiernan, Michael. ed. The Essayes or Counsels,Civill and Morall. New York: Oxford University Press

    Bertens, K. 1985. Filsafat Barat Abad XX (Jilid II). Jakarta: GramediaCassirer, Ernst. 1987. Menusia dan Kebudayaannya: Sebuah Esai tentang

    Manusia (terj. Alouis A. Nugroho). Jakarta: GramediaCuddon, J.A. 1992. Dictionary of Literary Terms and Literary Theory. London:

    Penguin BooksCuller, Jonathan. 1975. Structuralis Poetics: Structuralism, Linguistic and the

    Study of Literature. London: Routledge and Kegan Paulde Bono, Edward. 1987. Berf ikir Lateral (terj. Sutoyo, editor Herman Sinaga).

    Jakarta; Erlangga.Denny JA, Atas Nama Cinta: Sebuah Puisi Esai. Jakarta: Rene Book, 2012.

  • 30 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Encyclopediae Americana. 2001. New York: ScholasticEncylopediae International. 1986. New York: Glorier IncorporatedEnsiklopedi Indonesia (Jilid 2). 1980. Jakarta: Ichtiar BaruVan HoeveFreire, Paulo. 1984. Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan. Jakarta: GramediaKleden, Ignas. 2004. Esai: Godaan Subjektivitas, Kata Penutup Horison Esai

    Indonesia (jilid 2). Jakarta: Horison.Kuhn, Thomas. 1962. The Structure of Scientif ic Revolutions. Chicago:

    University of Chicago PressLuxenburg, Jan van (et. al.). 1984. Pengantar Ilmu Sastra (saduran Dick

    Hartoko). Jakarta: GramediaMalaka, Tan. 1999. Madilog: Materialisme Dialektika Logika. Jakarta: Pusat

    Data IndikatorMontaigne, Michel de. 1993. The Complete Essays (Transl. by M.A. Screech).

    London: Penguin Classics.Ong, Walter J. 2002. Orality and Literacy: The Technologizing of the Word

    (2nd ed.) New York: RoutledgePopper, Karl, 1959. The Logic of Scientif ic Discovery. London: RoutledgeSaid, Edward W. 1994. Orientalisme (terj. Asep Hikmat). Bandung: Penerbit

    PustakaSaini KM dan Jakob Sumardjo. 1985. Apresiasi Sastra: Sebuah Pengantar.

    Jakarta: GramediaSarjono, Agus R. 2004. Sebuah Bukan Esai tentang Esai, Kata Pengantar

    Horison Esai Indonesia (jilid 1). Jakarta: HorisonShipley, Joseph T. 1962. The Dictionary of World Literature. New York: Holt,

    Rinehart, and WinstonSudjiman, Panuti. 1982. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Sinar HarapanSuriasumantri, Yuyun (ed.). 1982. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: GramediaSuriasumantri, Yuyun. 1985. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:

    Sinar HarapanTarigan, H.G. 1983. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Angkasa:

    BandungTeeuw, A.1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka JayaThe Oxford English Dictionary (vol. III). 1997. Oxford at the Clarendon Press:

    Oxford University PressWebster Encyclopedic Dictionary of the English Language. 1877. Chicago:

    Consolidated Book Publisher

  • 31PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Puisi EsaiApa dan Mengapa?

    DENNY JA

    Tahun 2006, Poetry, A Magazine of Verse, menerbitkantulisan John Barr, pemimpin Foundation of Poetry.Judul tulisannya: American Poetry in New Century. Tulis-an tersebut merupakan kritik tajam atas perkembangan puisidi Amerika Serikat saat itu. Namun kritiknya juga relevandialamatkan kepada dunia puisi Indonesia saat ini.

    Menurut John Barr, puisi semakin sulit dipahami publik.Penulisan puisi juga mengalami stagnasi, tak ada perubahanberarti selama puluhan tahun. Publik luas merasa semakinberjarak dengan dunia puisi. Para penyair asyik masyukdengan imajinasinya sendiri, atau hanya merespon penyairlain. Mereka semakin terpisah dan tidak merespon persoalanyang dirasakan khalayak luas. Dalam bahasanya sendiri iamengatakan: Poetry is nearly absent from public life, andpoets too often write with only other poets in mind, failingto write for a greater public.

    John Barr merindukan puisi dan sastra seperti di eraShakespeare. Saat itu, puisi menjadi magnet yang dibicara-

  • 32 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    kan, diapresiasi publik dan bersinerji dengan perkembanganmasyarakat yang lebih luas. Saat itu puisi juga memotretaura dan persoalan zamannya.

    Saya sendiri pernah melakukan riset terbatas mengenaipuisi yang berkembang di Indonesia di tahun 2011. Sayamendirikan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), yang me-lakukan riset ratusan kali. Riset yang saya buat di LSI bahkanmampu memprediksi apa yang belum terjadi, seperti peme-nang pemilu legislatif dan presiden 2009 tempo hari. Kaliini saya mencoba melakukan riset dengan sampel dan tujuanyang lebih terbatas di dunia puisi.

    Sebagai sampel, saya pilih secara random lima puisi yangdimuat koran paling ternama Indonesia, untuk rentangwaktu bulan Januari 2011Desember 2011. Saya tidakmengklaim itu representasi puisi seluruh Indonesia. Namun,sampel itu representasi dari puisi yang diseleksi oleh koranyang paling besar oplahnya saja. Lalu puisi tahun 2011 inisaya berikan kepada tiga kelom-pok pembaca: pendidikantinggi (sarjana ke atas: S1,S2,S3), pendidikan menengah (ha-nya tamat SMU dan SMP), dan pendidikan rendah (hanyatamat SD). Masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang.Kepada mereka juga diberikan perbandingan puisi karyaChairil Anwar (Aku, 1943) dan WS Rendra (Khotbah,1971).

    Cukup mengagetkan, bahkan mereka yang tamat pendi-dikan tinggi sekalipun tidak mengerti dan tidak memahamiapa isi puisi tahun 2011 yang dijadikan sampel itu. Merekayang pendidikannya menengah dan bawah lebih sulit lagimemahaminya. Mereka menilai bahasa dalam puisi ini ter-lalu menjelimet. Jika bahasanya saja tidak dimengerti,

  • 33PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    mereka juga sulit untuk tahu apa yang ingin disampaikanpuisi itu.

    Responden yang diteliti masih bisa memahami danmenebak pesan puisi Chairil Anwar atau Rendra. Kesimpul-an responden mengenai puisi Chairil dan Rendra memangberagam. Namun mereka lancar menyampaikan apa yangmereka duga menjadi pesan puisi tersebut.Namun, respon-den sangat berjarak dengan aneka puisi tahun 2011 yangdijadikan sampel. Sekitar 90 persen dari responden bahkantidak bisa berkomentar sama sekali soal pesan puisi.

    Ketika responden diminta menganalisa mengapa merekasulit memahami puisi itu, komentarnya beragam. Yanglebih toleran berkomentar bahwa puisi itu sama sepertilukisan. Ada lukisan realis yang mudah dipahami. Ada jugalukisan abstrak yang membuat kita harus mengernyitkandahi keras sekali untuk mengerti isinya. Itu hanya masalahpilihan berekspresi. Yang sinis menyatakan, itu karena(bahasa diedit) penyair masa kini hanya sibuk dengan imaji-nasi dan kesepiannya sendiri. Penyair itu menuliskannyadengan bahasa yang susah dipahami, dan itu kemudiandiberi label pencapai estetik bahasa. Seolah semakin sulitdipahami, semakin tinggi mutu dan kualitas puisi. Merekamemiliki komunitas yang saling memuji bahasa rumit itu.Lengkaplah mereka semakin terasing dari masyarakatnyayang lebih luas.

    Namun, baik yang toleran ataupun yang sinis meng-idealkan puisi seharusnya bisa dinikmati masyarakat luasdan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.

    Kutipan di atas adalah dua sumber yang layak didengar.Sumber pertama adalah pakar puisi. John Barr memimpin

  • 34 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    yayasan yang menerbitkan majalah puisi ternama, yangkini majalah itu sudah berusia seratus tahun. Sumber keduaadalah publik luas yang diriset melalui sampel. Dua sumberitu sampai pada kesimpulan sama, dan harapan yang sama.Mereka merindukan puisi yang lebih peduli kepada publikluas, di luar diri dunia para penyair itu sendiri. Mereka rindujuga dengan bahasa puisi yang lebih mudah dipahami publikluas.

    Ini memang era kebebasan berekspresi. Keberagamantak terhindari dan hadir di semua wilayah. Mulai dari agama,ideologi, sampai pada kesenian, selalu hadir spektrum warnawarni. Adalah hak setiap insan, juga setiap penyair, untukmemilih bentuk ekspresinya sendiri. Setiap penyair, apapunbentuk bahasa yang dipilih, sah hadir di era postmodern saatini. Tapi kutipan dua sumber di atas yang merindukankedekatan puisi dengan masyarakat luas menarik juga untukdirespon.

    ***

    Maret 2012, saya menerbitkan buku puisi Atas NamaCinta. Di samping versi cetak, buku itu juga dibuatkan versimobile web, sehingga dapat diakses dari handphone dantwitter sekalipun. Oleh sebagian, buku itu dianggap sebagaitonggak yang membawa sastra ke era sosial media.

    Hanya dalam waktu sebulan, HITS di web buku puisiitu melampaui satu juta. Ini tak pernah terjadi sebelumnyadalam sejarah buku puisi, buku sastra bahkan buku umumsekalipun. Tak hanya membaca, sebagian mereka juga mem-beri komentar, seperti yang bisa dilihat di www.puisi-esai.com.

  • 35PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Saya juga terkaget. Ternyata publik luas membaca danmerespon puisi dalam waktu cepat dan massif. Saya men-duga mereka akan memberikan respon yang sama kepadapuisi lain. Asalkan mereka dihidangkan puisi dengan bahasayang mudah. Asalkan mereka disajikan tema yang jugamenjadi kegelisahan mereka sendiri. Asalkan mereka diberi-kan pula kemudahan akses untuk membaca puisi itu melaluijaringan yang kini hot, social media: twitter, smartphone,internet.

    Saya sendiri sebenarnya tidak berpretensi menjadi pe-nyair, seperti yang saya tulis di bagian pengantar buku puisiitu. Saat itu saya sedang mencari bentuk lain agar kegelisah-an sosial dan komitmen saya itu sampai ke publik dalambentuk yang pas. Dalam perjalanan saya selaku penulis, sayapernah sampai ke aneka puncak gunung. Namun anekapuncak gunung itu masih tak memadai untuk mengekspre-sikan anak batin saya yang satu ini.

    Saya sudah mengekspresikan aneka isu sosial dalambentuk makalah riset. Temuan riset melalui LSI itu sayapublikasi. Hasilnya sudah luar biasa. Di tahun 2011 sampai2012, misalnya 10 hasil riset saya itu menjadi headlinehalaman 1 koran nasional juga 10 kali berturut-turut. Iapernah menjadi headline halaman 1 di Kompas, KoranTempo, Media Indonesia, Republika, Jakarta Post, SeputarIndonesia, Rakyat Merdeka, dan sebagainya. Tak pernahterjadi sebelumnya dalam sejarah indonesia sejak berdiri,hasil riset mendapatkan perhatian media sedemikian besar,dan diletakan di headline halaman satu berturut-turut.

    Saya sudah pernah mengekspresikan aneka isu sosialdalam kolom. Hasilnya juga sudah maksimal. Aneka kolom

  • 36 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    saya total jumlahnya tak kurang dari seribu (1986-2004)pernah dimuat di semua media nasional. Saya sudah pulamengekspresikan isu sosial itu ke dalam program talk show.Hasilnya juga sudah maksimal. Selama tiga tahun sayamenjadi host talk show di Metro TV dan Delta Radio. Opinisemua itu sudah dibukukan. Total semua opini sosial itu takkurang dari dua puluh buku. Tak pernah terjadi pulasebelumnya terbit sekitar dua puluh buku sekaligus hasilopini isu sosial yang pernah diterbitkan di media nasional.

    Namun, aneka bentuk opini itu tak lagi pas untuk mewa-dahi anak batin saya kali ini. Kepada kawan dekat seringsaya katakan saya sedang hamil tua. Namun saya belumkunjung berjumpa medium untuk melahirkannya. Sejaktahun 2004, saya break dengan dunia tulis menulis di media.Sampai tahun 2012, selama delapan tahun itu mungkin hanyasekali atau dua kali saja saya menulis untuk media. Sayamencari medium baru. Saya merindukan medium baru.

    Medium tulisan yang saya idamkan adalah yang bisamenyentuh hati. Namun medium itu juga membuat pembacamendapatkan pemahaman tentang sebuah isu sosial, walausecuplik. Beberapa kriteria saya susun:1) Ia harus menyentuh hati dengan cara mengeksplor sisi

    batin, dan mengekspresikan interior psikologi manusiakongkret.

    2) Ia harus memotret manusia kongkret itu dalam suatuevent sosial, sebuah realitas kongkret juga yang terjadidalam sejarah. Tak terhindari sebuah riset dibutuhkanuntuk memahami realitas sosial itu. Tak terhindari jugacatatan kaki menjadi sentral dalam medium itu.

    3) Ia harus dituliskan dalam bahasa yang mudah dime-ngerti publik luas, tapi tersusun indah.

  • 37PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    4) Ia harus menggambar suatu dinamika sosial atau dina-mika karakter pelaku. Tak terhindari medium itu men-jadi panjang dan berbabak.

    Empat kebutuhan itu tak bisa dipenuhi dengan mediumyang ada sekarang. Esai atau makalah atau kolom jelas tidakmengeksplor sisi batin manusia. Sementara puisi yang adajuga tidak bercatatan kaki hasil riset layaknya sebuah maka-lah. Saya mengembangkan medium sendiri yang kemudiandisebut puisi esai. Ini adalah puisi bercita rasa esai. Atauesai yang dituliskan dalam bentuk puisi. Saya menyebutnyapuisi esai. Lahirlah anak batin saya dalam format puisi esai.

    Apakah ini sebuah genre baru dalam puisi Indonesia?Itu bukan urusan saya lagi. Di bawah langit di era sekarangmemang tak ada apapun yang sepenuhnya baru. Namunramuan empat kriteria yang saya masak itu memang lain.Catatan kaki yang ada di puisi itu layaknya seperti catatankaki sebuah makalah ilmiah.

    Yang saya tak duga adalah sambutan publik atas puisiesai itu. Di web resmi www.puisi-esai.com, HITSnya melam-paui sejuta dalam waktu kurang dari sebulan. Di dunia sosialmedia, twitter, buku ini diperdebatkan. Seniman papan atasbersedia bekerja sama ikut menggaungkan puisi esai ini.Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri dan IgnasKleden bersedia memberi catatan penutup. Putu Wijaya,Sutardji Calzoum Bachri, Niniek L Karim, Sudjiwo Tedjo danFatin Hamama membuat video klip pembacaan puisinya.Hanung Brahmantyo, sutradara penerima citra itu, jugamembuat video klip, dan merencanakan membuat film layarlebar. Jika semuanya lancar, ini puisi pertama yang dibuatke dalam film layar lebar.

  • 38 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Saya menemukan format tulisan yang bisa mewakilikegelisahan saya saat itu. Dilihat dari tingginya HITS diwebsite puisi, saya merasa format tulisan itu juga diterimapublik dengan antusias. Banyak rekan lain yang juga akanmenuliskan opini dan puisi dalam format tulisan serupa.

    ***

    Mei 2012, saya berjumpa dengan para penyair dan seni-man satu generasi. Sudah lebih dari dua puluh tahun merekahidup di dunia kepenyairan. Sebuah majalah puisi yang diberijudul Jurnal Sajak mereka kembangkan. Mereka adalahpenyair Agus R. Sarjono, Acep Zamzam Noor, AhmadSubhanuddin Alwy, Jamal D. Rahman, dan pendisain grafisTugas Supriyanto. Dedikasi mereka pada puisi sudah ditesoleh waktu.

    Saya menceritakan apresiasi saya atas Jurnal Sajakyang mereka buat. Saya juga membandingkannya denganPoetry, A Magazine of Verse yg didirikan oleh Harriet Monroedi tahun 1912. Majalah Poetry bisa hidup panjang sampai100 tahun dan dianggap penting tentu karena banyak hal.Salah satunya, Poetry ikut menyerap dan mendinamisasianeka movement dunia puisi yang hadir di aneka zaman.Mengikuti dinamika evolusi puisi di Amerika Serikat bisadilakukan dengan membaca majalah itu dari waktu ke wak-tu, karena majalah itu memantulkan apa yang riel berkem-bang dalam evolusi puisi.

    Saya berargumen selayaknya di Indonesia, Jurnal Sajakmemilih jalan seperti Poetry di Amerika Serikat. Satu yangbisa dilakukan, Jurnal Sajak juga menampung dan ikutmendinamisasi movement serupa. Idealnya Jurnal Sajakversi Indonesia tak hanya memuat karya terbaik penyair

  • 39PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    pemula ataupun senior. Tapi Jurnal Sajak juga ikut aktifmendinamisasi kegairahan dan penyegaran dunia perpuisianIndonesia.

    Saya membayangkan, puisi esai ini dapat menjadi awaluntuk disentuh oleh Jurnal Sajak. Puisi esai potensialuntuk dikemas menjadi sebuah movement juga. Sebelum-nya dengan Ciputat School, saya dan kawan-kawan di sanajuga bergerak di arah yang sama. Zuhairi, Gaus, Novri,Anick, Jon, Elza, Ihsan, Neng Dara, Buddhy dan kawan laindi Ciputat School sudah terlebih dahulu ikut merintismenjadikan puisi esai sebagai movement cara baru beropinidan cara baru berpuisi.

    Gayung bersambut. Pertemuan dengan Agus R. Sarjonodan kawan-kawan membuat puisi esai berkelana ke tahaplanjut, menjadi sebuah movement. Kesepakatan dibuat.Jurnal Sajak ikut mendinamisasi movement itu denganmembuatkan lomba penulisan puisi esai untuk kalanganpenyair dan publik luas.

    Ada kebutuhan baru. Saya selaku penggagas awal puisiesai harus merumuskan lebih detail apa yang puisi esaidan apa yang bukan pusi esai. Sebuah manifesto dan plat-form yang lebih tegas dibutuhkan. Platform puisi esai iniakan menjadi kriteria panitia dalam lomba itu.

    Bagi saya pribadi dan kawan-kawan, lomba itu hanyasimulasi untuk mengembalikan puisi kepada khalayak luas.Lomba itu hanya simulasi untuk mengajak publik memotretrealitas sosial dan mempuisikannya. Lomba itu hanyasimulasi untuk mengajak publik beropini lewat puisi. Bagussekali, Jurnal Sajak bersedia mengambil bagian denganmemberi ruang rubrik permanen bagi puisi esai itu.

    ***

  • 40 PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    Apa itu puisi esai dan apa yang bukan puisi esai? Inilahplatform puisi esai. Pertama, puisi esai mengeksplor sisi batinindividu yang sedang berada dalam sebuah konflik sosial.Jika Budi jatuh cinta kepada Ani, itu saja belum cukup untukmenjadi sebuah puisi esai. Topik itu hanya menjadi puisi esai,jika kondisinya diubah menjadi: Budi jatuh cinta kepada Ani,tapi mereka berbeda agama, atau berbeda kasta, atau ber-beda kelas sosialnya sehingga menimbulkan satu problemadalam komunitas tertentu.

    Ayah dan anak yang saling bertengkar saja tak cukupuntuk menjadi bahan sebuah puisi esai. Untuk menjadi puisiesai, kasus ayah dan anak itu harus masuk dalam sebuahsetting sosial. Misalnya sang ayah pembela Orde Baru,sementara anaknya pembela Orde Reformasi. Mereka salingmenyayangi namun harus berhadapan frontal karena memi-lih jalan politik yang saling bertentangan.

    Kedua, puisi esai menggunakan bahasa yang mudahdipahami. Semua perangkat bahasa seperti metafor, analogi,dan sebagainya justru bagus untuk dipilih. Namun diupaya-kan anak SMA sekalipun cepat memahami pesan yang hen-dak disampaikan puisi. Puisi Chairil Anwar atau Rendradapat dijadikan referensi dalam berbahasa. Puisi juga adalahmedium komunikasi.

    Prinsip puisi esai, semakin sulit puisi itu dipahami publikluas, semakin buruk puisi itu sebagai medium komunikasipenyair dan dunia di luarnya.

    Jika kisah itu ditulis dalam bahasa yang sulit, walaupundengan atas nama pencapaian estetik bahasa, ia melawanspirit puisi esai. Sejak awal puisi esai justru ingin mengem-balikan puisi agar mudah dipahami publik luas. Pencapaianestetik tidak harus dengan bahasa yang sulit. Jika bahasanya

  • 41PUISI ESAI KEMUNGKINAN BARU PUISI INDONESIA

    sulit dipahami itu bukan pencapaian estetik tapi ketidakmam-puan penyair berkomunikasi dengan baik.

    Saya sendiri juga bisa menikmati lukisan yang tidakrealis, seperti aliran surealisme. Lukisan surealis SalvadorDali, The persistence of memory, sangat saya nikmati.Ketika kuliah di Amerika Serikat, sempat saya beli reproduksi-nya dan sering saya tatap ketika lelah membuat makalahilmiah. Namun untuk ekspresi berbahasa, saya menganutpaham: lebih mudah dipahami lebih baik.

    Ketiga, puisi esai adalah fiksi. Boleh saja puisi esai itumemotret tokoh riel yang hidup dalam sejarah. Namunrealitas itu diperkaya dengan aneka tokoh fiktif dan drama-tisasi. Yang dipentingkan oleh puisi esai adalah renungandan