Upload
s4kuramochi
View
33
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Fenomena Penggusuran di Jakarta oleh Rohani Budi Prihatin
Citation preview
5/20/2018 2014_9 1 Fenomena Penggusuran di Jakarta
1/4
- 9 -
Info Singkat 2009, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)Sekretariat Jenderal DPR RI
www.dpr.go.idISSN 2088-2351
Vol. VI, No. 17/I/P3DI/September/2014KESEJAHTERAAN SOSIAL
Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini
FENOMENA PENGGUSURANDI JAKARTA
Rohani Budi Prihatin*)
Abstrak
Semakin terbatasnya lahan di perkotaan khususnya di Jakarta menyebabkan
pemerintah harus menghancurkan permukiman yang tidak tepat guna. Penggusuran
di Jakarta merupakan cara pemerintah dalam melakukan penataan kota demi
mewujudkan kota yang nyaman dan layak huni. Namun demikian, upaya penataan ini,
dengan pemerintah. Oleh karena itu, upaya pembangunan kota harus dimaknai lebih
dalam mulai dari penyebab tumbuhnya permukiman yang tidak tepat tersebut. Di sisi
lain, pemerintah semestinya menunjukkan sikap transparan dan konsisten agar setiap
yang tidak perlu.
PendahuluanPenggusuran demi penggusuran di
berbagai wilayah ibukota mewarnai bulanSeptember ini. Pertama, pembersihan wargaKampung Pulo di bantaran Kali Ciliwung.Proses yang memakan waktu panjang iniakhirnya diselesaikan dengan memindahkan930 keluarga warga yang menempatibantaran kali. Meskipun sempat terjadi unjukrasa warga kampung pada 1 September 2014
yang menuntut kejelasan pembayaran gantirugi, pada tanggal 9 September PemerintahDKI Jakarta sudah mulai menggunakan alatberat untuk melakukan pengerukan kaliinspeksi Ciliwung. Kedua, pada 2 September Penggusuran menutup mulut dengan lakban
sebagai aksi protes buntunya pembicaraanpembebasan lahan di Kali Mookervartdengan pihak Pemerintah Kota Jakarta Barat.Dan, ketiga, pada tanggal 3 September 2014petugas Satpol PP menggunakan eskavatoruntuk menghancurkan puluhan bangunanpermanen di Jalan Raya Fatmawati, Jakarta.Penggusuran ini dilakukan karena lokasibangunan tersebut masuk dalam proyek
Mass Rapid Transit(MRT). DKI Jakarta setidaknya telah dilakukan16 penggusuran. Penggusuran merupakankegiatan terencana yang dapat diketahuisatu tahun sebelumnya. Oleh karena itu,penggusuran yang terjadi di tahun 2014
*) Peneliti Muda Studi Masyarakat dan Sosiologi Perkotaan pada Bidang Kesejahteraan Sosial Pusat Pengkajian, Pengolahan Datadan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. E-mail: [email protected]
5/20/2018 2014_9 1 Fenomena Penggusuran di Jakarta
2/4
- 10 -
sudah tercantum dalam pembahasan RencanaDetail Tata Ruang (RDTR) Provinsi DKIJakarta (Pemprov DKI) yang disahkan padapertengahan Desember 2013. Dalam RDTRtersebut disebutkan bahwa Pemprov DKIakan melakukan normalisasi empat sungaibesar, yakni bantaran Kali Ciliwung, Kali
Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Sunterserta 10 waduk. Selain upaya normalisasiwaduk dan sungai, Pemprov DKI juga akanmelakukan penertiban bangunan di atassaluran-saluran air karena melanggar PerdaNomor 8 tahun 2007. Di samping itu, PemprovDKI juga akan membuka ruang terbuka hijaubesar-besaran pada 2014 nanti yang tentunyaberdampak pada penggusuran.
Namun demikian, dokumen RDTR yangtelah disahkan tersebut tidak menampilkan
informasi mengenai lokasi-lokasi permukimanliar dan kios/pedagang kaki lima (PKL) liar,sehingga seolah-olah tidak terlihat siapa sajayang akan terkena dampak penggusuran.Padahal banyak permukiman liar/PKL yangmengambil tempat sementara di lahan negarayang diabaikan oleh Pemprov. Akibatnya,proses penggusuran selalu rentan bagi
Penyebab Penggusuran di
PerkotaanPenggusuran adalah pengusiran paksabaik secara langsung maupun secara tidaklangsung yang dilakukan pemerintah setempatterhadap penduduk yang menggunaan sumberdaya lahan untuk keperluan hunian maupunusaha. Penggusuran dapat terjadi di perdesaanmaupun di perkotaan. Penggusuran yangterjadi di wilayah perdesaan, penggusuranbiasanya terjadi atas nama pembangunanproyek prasarana yang membutuhkan lahanbesar atau luas, seperti bendungan dan
infrastruktur publik lainnya. Sebaliknya,penggusuran di wilayah perkotaan umumnyadisebabkan keterbatasan dan mahalnya lahan.Upaya ini menyebabkan tersingkirnya kawasanpemukiman warga yang biasanya tidak padatempatnya, misalnya perkampungan kumuh.
Sebelum kita berbicara tentangperkampungan kumuh lebih jauh, ada baiknyakita memahami dua istilah yang hampirbermakna sama namun memiliki batasanyang berbeda, yaitu slum (pemukiman
kumuh) dan squatter (pemukiman liar).Perkampungan kumuh yang menjadi sasaranpenggusuran cenderung mengarah kepadasquatter pemukiman liar. Jadi, penggunaan
istilah perkampungan kumuh/ permukimankumuh dalam tulisan ini adalah bermaknapermukiman liar.
Fenomena penggusuran berkaitan eratdengan keterbatasan ruang di kota untukmenyediakan tempat bagi permukiman dantempat usaha. Faktor pendorong terjadinya
fenomena ini antara lain, pertama, adanyaledakan penduduk ibukota. Berdasarkan datadari Dinas Kependudukan, setiap tahun KotaJakarta diserbu sekitar 250 ribu pendatangbaru dari berbagai wilayah di Indonesia.Sebagian besar pendatang tersebut tidakmemiliki pendidikan dan keterampilan yangmemadai, sehingga hanya mampu menjadipekerja kasar dengan tingkat penghasilanyang rendah. Kondisi ini menyebabkanbanyak di antaranya bertempat tinggal di
permukiman liar atau berdagang di lokasiyang tidak semestinya.Kedua, terdapat banyak lahan tidur
yang tidak jelas status dan peruntukkannyadi Jakarta. Ketidakjelasan status iniselanjutnya dimanfaatkan oleh kalangantertentu yang dapat mengatur penguasaanlahan. Hal ini lambat laun mengakibatnyaterjadi penguasaan lahan secara ilegal yangmemicu terjadinya penggusuran.
Ketiga, kemampuan pemerintah yangrendah dalam menyediakan rumah murahdan tempat usaha yang layak bagi masyarakatberpenghasilan rendah. Terbatasnya aksesmasyarakat terhadap perumahan dantempat usaha yang layak tersebutlah yangmenyebabkan mereka terpaksa menempatiwilayah pinggiran sungai atau lahan kosongsecara ilegal.
Penggusuran menghadapkanmasyarakat pada dua posisi berlawanan,pro dan kontra. Bagi kalangan yang kontra,penggusuran menyebabkan rusaknya
jaringan sosial pertetanggaan dan keluarga,rusaknya kestabilan kehidupan keseharianseperti bekerja dan bersekolah, sertamelenyapkan aset hunian. Bagi sebagianpihak, penggusuran merupakan pelanggaranhak tinggal dan hak memiliki penghidupanyang dapat dikategorikan sebagai tindakanyang tidak berperikemanusiaan, bahkandianggap sebagai kejahatan terhadap hakasasi manusia.
Namun sebaliknya, kalangan yang
pro meyakini bahwa penggusuran harusdilakukan karena hasil dari penggusurantersebut adalah terciptanya suasana kotayang nyaman dan layak huni. Penggusuran
5/20/2018 2014_9 1 Fenomena Penggusuran di Jakarta
3/4
- 11 -
diyakini sebagai bentuk lain pelayanankepada masyarakat kota dan penegakanaturan hukum dengan tujuan mengembalikanhak-hak warga kota yang selama ini terampas kasus, penggusuran dilakukan dengan tujuanmengembalikan hak-hak pemilik lahan yang
di daerah perkotaan, tidak hanya berkaitandengan lahan milik pemerintah. Di sampingitu, banyak sekali warga yang tinggal di lahan-lahan tidur atau kosong sebenarnya bukanberpenduduk Jakarta sehingga keberadaanmereka bukan tanggung jawab Pemprov DKIJakarta.
Dampak Permukiman liar dan KiosLiar
Pemukiman liar acap kali dipandangsebagai sarang dari berbagai perilakusosial menyimpang seperti kriminalitas,penyalahgunaan narkoba, dan sumberpenyakit sosial lainnya. Berbagai prilakumenyimpang sering dijumpai di sini yangtentunya bertentangan dengan normasosial, tradisi, dan kelaziman yang berlakusebagaimana kehendak sebagian besar menyimpang di permukiman liar ini berupaperbuatan tidak disiplin lingkungan, antaralain membuang sampah dan kotoran disembarang tempat, tidak memiliki kartutanda penduduk, atau menghindari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti gotongroyong dan kegiatan sosial lainnya.
Bagi kalangan remaja dan pengangguranbiasanya penyimpangan perilakunya berupamabuk-mabukan, menggunakan obatterlarang, pelacuran, adu ayam, dan perbuatanmengganggu ketertiban umum lainnya.Akibat lebih lanjut dari perilaku menyimpang
ini mengarah kepada tindakan kejahatanseperti pencurian, pemerkosaan, penipuan,penodongan, pembunuhan, pengrusakanfasilitas umum, tawuran, melakukan pungutanliar, mencopet, dan tindakan kekerasanlainnya.
Keluhan yang paling sering disampaikanmengenai permukiman liar tersebut adalahrendahnya kualitas lingkungan yang dianggapsebagai bagian kota yang semestinyadisingkirkan. Kondisinya lingkungan
yang kotor sering membuat masyarakatperkotaan memperlakukan permukimanliar sebagai kotak sampah raksasa. Tidakmengherankan bila selain berasal dari dalam
permukiman, sampah yang menggunung dipermukiman liar juga sering berasal dari luarpermukiman. Sering ditemui lahan kosongpada permukiman liar yang dijadikan tempatpembuangan sampah liar oleh masyarakatdi sekitarnya. Permukiman liar jugaidentik dengan lokasi Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) sampah oleh pengelolasampah kota. Pada akhirnya permukimanliar tumbuh menjadi sumber pencemaranudara, tanah, dan air serta menjadi tempatberkembangbiaknya berbagai jenis penyebabpenyakit.
Permukiman liar tidak memilikilegalitas sehingga pembangunan saranadan prasarana penunjang, seperti jaringanjalan, air bersih, air limbah, persampahan,dan saluran drainase oleh pemerintah tidak
menjangkau kawasan ini. Tidak jarangmasyarakat permukiman liar melakukanaktivitas mandi-cuci-kakus (MCK) di sungai-sungai yang membelah kota. Mereka tidaklagi memedulikan kualitas air sungai tersebutyang umumnya sudah tercemar limbahrumah tangga ataupun limbah industri.Begitu pula dengan kios-kios liar, keberadaanmereka yang tidak tertata dengan baik seringmenjadi penyebab kemacetan laluintaskarena menyebabkan penyempitan jalandan konsentrasi massa di lokasi yang tidaksemestinya.
Menyelesaikan MasalahPenggusuran
Memperhatikan fenomena penggusuranperkampungan kumuh dan kaki lima diJakarta maka diperlukan analisa kebijakanyang menyeluruh sehingga dapat diselesaikandengan baik. Sudah saatnya Pemprov DKIJakarta menyadari bahwa meningkatnyajumlah penduduk miskin di kota-kota
besar merupakan indikator meningkatnyaketimpangan sosial dan ketidakberesanmanajemen kota. Oleh karena itu, diperlukanupaya preventif sehingga fenomenamunculnya perkampungan kumuh danlokasi kaki lima dapat dicegah, diantaranyamemperketat masuknya pendatang keibukota, meningkatkan akses pendudukterhadap pekerjaan sehingga merekamemiliki kemampuan untuk mendapatkanpemukiman yang layak.
Selain itu, Pemprov DKI juga haruskonsisten dalam mewujudkan RuangTerbuka Hijau (RTH) di wilayahnya. Sebagaicontoh, sesuai dengan Peraturan Daerah
5/20/2018 2014_9 1 Fenomena Penggusuran di Jakarta
4/4
- 12 -
Nomor 6 tahun 1999 tentang Rencana Tata RTH yang harus dipenuhi sebanyak 13,94persen dari luas DKI Jakarta yang 661,62kilometer persegi, atau sekitar 90,6 kilometerpersegi, namun realisasi pemenuhan RTHsampai saat ini baru mencapai 9,9 kilometer
persegi. Pemerintah perlu menggunakanlahan yang rawan disalahgunakan agartidak mengundang tumbuhnya permukimankumuh.
PenutupPenggusuran menjadi masalah klasik
ditimbulkan dalam setiap usaha menataulang kota merupakan cermin lemahnyaperencanaan tata ruang kota. Pemprov perlu
menekankan upaya menjadikan Ibukotasebagai kawasan yang nyaman dan mampumendukung kehidupan warganya.
Untuk itu, Pemprov harusmengedepankan transparansi dalammengkomunikasikan setiap rencana tataruang kota. Pejabat pemerintah harusmemaparkan rencana tata ruang wilayahagar masyarakat mengerti dan memahamimengapa diperlukan upaya penggusurantersebut.
Selain itu, Pemprov DKI perlumenunjukkan konsistensi pengaturanlahan, agar tidak ada pembiaran lahan-lahan kosong yang rawan disalahgunakansebagai permukiman kumuh. Di sampingitu, Pemprov DKI juga dapat bekerja samadengan daerah-daerah penyuplai kaum urbanuntuk mencegah bertambahnya pendatangtidak berketerampilan, misalnya denganpemberdayaan usaha kecil daerah yang dapatmemasarkan produknya di Jakarta
ReferensiUndang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Undang-UndangNomor 26 Tahun 2007 tentang PenataanRuang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentangPengadaan Tanah bagi Pembangunanuntuk Kepentingan Umum.
Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentangPenyelenggaraan Pengadaan TanahBagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum.Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 1999
Provinsi DKI Jakarta.
A.Herwanto, Menyimak Penggusuran PKL,http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=3268&coid=3&caid=22&gid=1,diakses tanggal 9 September 2014
Sri Palupi, Penggusuran dan Krisis Orientasi
Kota, http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=3304&coid=4&caid=4&gid=1, diakses tanggal 8 September2014.
Mei-Juni, hal: 2.
16 Penggusuran di Zaman Jokowi, https://id.berita.yahoo.com/16-penggusuran-di-zaman-jokowi-073546985.html, diaksestanggal 8 September 2014
Fenomena Perkampungan Kumuh diTengah Perkotaan, http://www.academia.edu/6189333/Fenomena_Perkampungan_Kumuh_di_Tengah_Perkotaan,diakses tanggal 9 September2014
Jokowi dan PKL, http://nasional.sindonews.com/read/739767/16/jokowi-dan-pkl,diakses tanggal 9 September 2014
Jokowi: Kawasan Kumuh Ditata, BukanDigusur, http://nasional.kompas.com/
read/2012/06/25/17535944/Jokowi.Kawasan.Kumuh.Ditata.Bukan.Digusur,diakses tanggal 9 September 2014
jakarta/warga-rawa-buaya-demo-tolak-penggusuran.html, diakses tanggal 10September 2014
com/foto/j akar ta/pe mbon g kar an -
puluhan-bangunan-untuk-jalur-mrt-di-fatmawati.html, diakses tanggal 10September 2014
foto/peristiwa/ganti-rugi-tak-jelas-warga-kampung-pulo-tolak-penggusuran.html,diakses tanggal 10 September 2014.