Upload
helenna-chandra-dichni
View
166
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak 4 abad sebelum masehi, hippokrates sudah menggambarkan gejala penyakit tetanus pada manusia. Pada tahun 1882, dokter ahli penyakit dalam Jerman yaitu Nicolier dan Rosenbach menemukan bahwa penyakit ini disebabkan oleh bakteri. Kemudian pada tahun 1889 kuman Clostridium tetani dan toksinnya dapat diisolasi oleh nicolaier dan kitasato seorang ahli bakteriologi Jerman.1 Selanjutnya pada tahun 1890 Kitasato dan Von behring yang juga seorang ahli bakteriologi Jerman melaporkan keberhasilan imunisasi dan netralisasi toksin menggunakan antiserum spesifik, yang merupakan dasar metode imunologi sebagai tindakan pencegahan dan pengobatan tetanus. Akhirnya pada tahun 1925 seorang ahli bakteriologi Prancis bernama Ramon, memperkenalkan tetanus toksoid untuk imunisasi aktif.1 Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun 1995, tetanus tetap bersifat endemik pada negara-negara sedang berkembang dan WHO memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus diseluruh dunia pada tahun 1992, termasuk didalamnya 580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, dimana 210.000 kematian di Asia Tenggara dan 152.000 di afrika.2 Neonatus (bayi berumur 0 sampai 28 hari) merupakan populasi yang rentan terserang tetanus atau dikenal dengan istilah tetanus neonatorum. Hal ini selain disebabkan karena imunitas neonatus yang masih rendah, terutama disebabkan oleh pelayanan persalinan yang tidak memenuhi standar khususnya perawatan tali pusat yang merupakan port d'entree bakteri Clostridium tetani seperti pemotongan tali pusat dengan bambu atau gunting yang tidak steril, atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan dan sebagainya 3. Di Indonesia tetanus neonatorum merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal, dimana berdasarkan SKRT 2001 penyebab kematian neonatal dini adalah asfiksia neonatorum (33,6%) dan tetanus neonatorum (4,2%), sedangkan penyebab kematian neonatal lambat adalah asfiksia neonatorum (27%) dan tetanus neonatorum (9,5%) dan angka kematian neonatal yang teserang tetanus masih sangat tinggi yaitu 50% atau lebih yang menunjukkan TETANUS NEONATORUM
1
prognosa tetanus neonatorum yang sangat buruk dan permasalahan dalam penanganan tetanus
neonatorum.
4
1.2 Tujuan
Dalam panduan standar kompetensi dokter indonesia, penanganan penyakit tetanus neonatorum termasuk dalam tingkat kemampuan 3b yang artinya dokter umum harus mampu membuat diagnosa klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan atau kecacatan pada paseien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan selanjutnya dan juga mampu menindaklanjuti sesudah pesien kembali dari rujukan. Maka dari itu makalah ini dibuat selain sebagai tugas referat kepaniteraan klinik senior pada bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Langsa, juga untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan dokter muda khususnya penulis tentang penyakit tetanus neonatorum mengingat tingginya angka kejadian dan kematian tetanus neonatorum. Malakah ini mencakup Definisi, gejala, penyebab, penatalaksanaan dan pencegahan tetanus neonatorum. TETANUS NEONATORUM
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk klinis tetanus infeksius yang berat dan terjadi selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak higienis atau kekurangan imunisasi maternal.
5
Definisi tetanus sendiri adalah gangguan neurologis akut yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein
yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus memiliki 4 bentuk klinis yaitu
tetanus generalized, tetanus localized, tetanus cephalic dan tetanus neonatorum.
1,2,6
Pada referensi lain diterangkan bahwa tetanus adalah penyakit dengan tanda utama
kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran yang disebabkan oleh kuman
Clostridium tetani. Sedangkan definisi neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28
3,5,7 hari.
2.2 Epidemiologi Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum menyerang seluruh dunia dengan angka kesakitan dan kematian yang masih tinggi terutama di negara berkembang. Di indonesia, angka insiden tetanus di daerah perkotaan sekitar 6-7/1000 kelahiran hidup, sedangkan di pedesaan angkanya lebih tinggi sekitar 2-3 kalinya yaitu 11-23/1000 kelahiran hidup dengan jumlah kematian kira-kira 60.000 bayi setiap tahunnya. Alasan yang paling mungkin adalah karena adanya perbedaan kemudahan menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan, dan kesadaran masyarakat untuk cepat merujuk anak ke puskesmas, serta kesulitan geografis antara perkotaan dan pedesaan.
7
Menurut SKRT 1995, angka kematian bayi (AKB) di indonesia masih cukup tinggi yaitu
58/1000 kelahiran hidup. Tetanus menyumbang 50% kematian bayi baru lahir dan sekitar 20%
kematian bayi, serta menempati urutan ke-5 penyakit penyebab kematian bayi di Indonesia.
7
Sedangkan pada tahun 2007, menurut SKDI 2007 AKB indonesia telah menurun menjadi
34/1000 kelahiran hidup, namun tetanus neonatorum masih merupakan penyebab utama
TETANUS NEONATORUM
3
kematian bayi. Karena kontribusinya yang besar pada AKB, maka penyakit ini masih merupakan
masalah besar bagi dunia kesehatan.
8
Pada tahun 2008 WHO Memperkirakan 59.000 bayi baru lahir meninggal akibat tetanus
neonatorum, terdapat penurunan 92% dari situasi pada akhir 1980 an dan awal 1990 an. WHO
dan UNICEF mengajak seluruh negara anggotanya untuk mengeliminasi tetanus neonatorum
sejak tahun 2000 namun pada tahun 2008 masih terdapat 46 negara yang masih belum eliminasi
tetanus neonatorum di seluruh kabupaten, salah satunya adalah indonesia. Eliminasi tetanus
tercapai bila kasus tetanus neonatorum di tiap kabupaten atau kota adalah 7 hari Kadang-kadang Mulut mencucu, trismus kadang-kadang, kejang rangsang(+) Tetanus Neonatorum Berat
0-7 hari Sering Mulut mencucu, trismus terus- menerus, kejang rangsang (+) Posisi Badan
Opistotonus kadang-kadang
Selalu Opistotonus
Kesadaran
Tanda infeksi
Masih sadar
Tali pusat kotor, lubang
telinga bersih/kotor
Masih sadar
Tali pusat kotor, lubang telinga
bersih/kotor
TETANUS NEONATORUM
10
2.6 Diagnosa Tetanus Neonatorum
Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat tanda dan gejala klinis yang ada sebagaimana yang telah dibahas pada bagian manifestasi klinis. Tali pusat bayi dapat ditemui dalam kondisi kotor dan berbau merupakan tanda port d'entree clostridium tetani. Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini. Hasil positif ditunjukan ketika spatula disentuhkan ke orofaring lalu terjadi spasme pada otot maseter dan bayi menggigit spatula lidah. Uji spatula memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi 2,11 (94%). Gambar 6. Uji Spatula
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus, beberapa hasil
pemeriksaan penunjang dibawah ini dapat ditemui pada kasus tetanus, antara lain
11,12
:
1. Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus, namun
demikian, kuman Clostridium tetani dapat ditemukan di luka pada orang yang tidak
mengalami tetanus dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.
2. Nilai hitung leukosit dapat tinggi
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal
4. Kadar antitoksin didalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai imunisasi
bukan tetanus.
5. Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.
6. EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus menerus dan
pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati setelah
potensial aksi.
7. Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.
TETANUS NEONATORUM
11
2.7 Komplikasi Tetanus Neonatorum
Komplikasi yang ditemui pada tetanus neonatorum dapat ditemui saat terjadinya tetanus dan memperburuk keadaan bayi atau dapat pula berupa komplikasi jangka panjang, adapun komplikasi yang dapat ditemui pada tetanus neonatorum antara lain
2,6,11
:
1. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan atau otot pernapasan menyebabkan
gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada kasus tetanus
neonatorum.
2. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot berlebihan
yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan kepadatan
tulang masih belum sempurna
3. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat
menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti
jantung (cardiac arrest). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah
distabilkan jalan napasnya.
4. Sepsis akibat infeksi nosokomial, infeksi sekunder (cth: Bronkopneumonia)
5. Pneumonia aspirasi, sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun minuman
yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung.
Komplikasi jangka panjang dapat ditemukan defisit neurologis pada sebagian penderita
tetanus neonatorum yang selamat. Gejala yang muncul dapat berupa cerebral palsy, gangguan
perkembangan intelektual maupun gangguan perilaku. Gejala tersebut didapatkan pada anak-
anak berusia 7-12 tahun. Hal ini diperkirakan terjadi akibat anoksia yang terjadi semasa kejang
yang terjadi. Namun demikian presentasi terjadinya sequalae pada penyakit ini belum dapat
2,6,11 dipastikan.
TETANUS NEONATORUM
12
2.8 Diagnosa Banding Tetanus Neonatorum
Tetanus neonatorum memilki ciri khas, namun demikian, beberapa kelainan lainnya dapat menyebabkan kejang pada neonatus dan harus dapat dibedakan dari tetanus neonatorum. Secara umum penyebab kejang pada neonatus dapat dibagi menjadi 3 kategori
1. Kongenital (anomaly cerebral)
11,12
:
2. Perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal, anoxia, perdarahan intracranial).
3. Postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme)
Kerusakan otak oleh karena gangguan kongenital atau perinatal dapat menyebabkan
spasticity, gerakan tubuh yang jerky, dan kejang. Cerebral contusion, umumnya berhubungan
dengan trauma pada saat persalinan atau kesulitan obstetrik lainnya, dan terjadi pada bayi cukup
bulan. Sindrom kerusakan otak sering menyebabkan laxness of mouth and tongue; refleks hisap
hilang, dan bayi tidak dapat menelan sejak lahir. Tidak ada kondisi yang menyebabkan trismus
11,12 seperti tetanus.
Infeksi terpenting saat neonatus adalah meningitis, umumnya berhubungan dengan
septicemia. Meningitis neonatorum dapat disebabkan oleh Streptococcus grup B, Escherichia
coli, Lysteria monocytogenes, atau Klebsiella-Enterobacter-Serratia. Dua infeksi pertama
mencakup 70% penyebab infeksi sistemik oleh bakteri pada neonatus. Bayi dengan meningitis
datang dengan letargi, kejang, episode apneu, sulit minum, hipotermi atau hipertermi, dan,
kadang, respiratory distress pada minggu pertama. Gejala yang sering ditemukan adalah ubun-
ubun besar yang tegang.
11,12
Infeksi streptococcus grup B dapat mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Onset gejala dapat awal, dalam 48 jam pertama kehidupan, atau telat, antara 10 hari
sampai 4 bulan. Apneu merupakan gejala pertama yang sering ditemukan dan pneumonia dengan
gagal napas dapat terjadi. Trismus tidak terdapat pada penyakit-penyakit di atas, dan sifat kejang
berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus. Kejang pada kondisi di atas umumnya terjadi
dengan gerakan yang lebih lambat dalam waktu yang lebih singkat dan umumnya hanya
mengenai satu bagian tubuh. Pada tetanus neonatorum, tidak ditemukan ubun-ubun tegang.
11,12
Gangguan metabolik meliputi hipoglikemi terutama pada bayi BBLR atau bayi dari ibu
dengan diabetes dan hipokalsemi. Insidens hipokalsemi pada neonatus tinggi pada hari pertama,
kedua, atau ketiga kehidupan, dan akhir minggu pertama. Hypocalcemic tetany pada bayi baru
lahir dapat menimbulkan kejang dan laringospasme. Kejang berbeda dengan yang disebabkan
TETANUS NEONATORUM
13
oleh tetanus, dan umumnya disertai tremor dan muscle twitching, sedangkan hipokalsemi tidak
menimbulkan trismus atau rigiditas seluruh tubuh yang dilihat pada tetanus. Bayi dengan
hypocalcemic tetany kelihatan normal di antara episode kejang.
11,12
Tabel 2. Diagnosa Banding Tetanus
TETANUS NEONATORUM
14
2.9 Penatalaksanaan Tetanus Neonatorum
Penatalaksanaan tetanus neonatorum pada dasarnya sama dengan tetanus lainnya, yaitu meliputi terapi suportif (sedasi, pelemas otot, dsb) selama tubuh berusaha memetabolisme neurotoxin, menetralisir atau mencegah bertambahnya toxin yang mencapai CNS dan berusaha membunuh kuman yang masih dalam bentuk vegetatif untuk mencegah produksi tetanospasmin yang berkelanjutan. Perawatan di NICU mutlak diperlukan. Adapun tindakan atau pengobatan pada pasien tetanus neonatorum sebagai berikut
4,16
:
1. Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan
2. Berikan diazepam 10mg/kgbb/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV
setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1 - 0,2 mg/kgbb/kali pemberian), maksimum 40
mg/kgbb/hari.
-
-
-
-
-
-
Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan beri diazepam melalui
pipa atau melalui rektum (dosis sama dengan dosis IV)
Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kgbb tiap 6 jam
Bila frekuensi nafas kurang dari 20 kali/ menit dan tidak tersedia fasilitas
penunjang nafas dengan ventilator, diazepam dihentikan meskipun bayi masih
mengalami spasme.
Bila bayi mengalami henti nafas selama spasme atau sianosis sentral setelah
spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang, bila belum bernafas
lakukan resusitasi, bila tidak berhasil dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas NICU.
Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara bertahap 5-10 mg/hari
dan diberikan melalui rute orogastrik.
Pada kondisi tertentu, mungkin diperlukan vencuronium dengan ventilasi
mekanik untuk mengontrol spasme.
3. Berikan bayi Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau antitoksin tetanus (equine
serum) 5000 U IM sebelumnya dilakukan tes kulit terlebih dahulu.
4. Tetanus toksoid 0,5 ml IM diberikan pada tempat yang berbeda dengan tempat
pemberian antitoksin.
5. Pemberian antibiotik
-
-
Lini 1: Metronidazol 30 mg/kgbb/hari dengan interval setiap 6 jam
(oral/parenteral) selama 7-10 hari.
Lini 2 : Penisilin Procain 100.000 U/kgbb/hari IV dosis tunggal 7-10 hari.
TETANUS NEONATORUM
15
-
Jika terdapat sepsis atau bronkopneumonia, berikan antibiotik yang sesuai.
6. Bila terjadi kemerahan dan atau pembengkakan pada kulit sekitar pangkal tali pusat,
atau keluar nanah dari permukaan tali pusat, atau bau busuk dari area tali pusat,
berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.
7. Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 ml untuk melindungi ibu dan bayi yang
dikandung berikutnya dan minta datang kembali satu bulan kemudian untuk
pemberian dosis kedua
8. Perawatan lanjut bayi tetanus neonatorum:
-
-
-
-
-
Rawat bayi di ruang yang tenang dan gelap untuk mengurangi rangsangan
yang tidak perlu, tetapi harus yakin bayi tidak terlantar.
Lanjutkan pemberian cairan IV dengan dosis rumatan dan antibiotik
dilanjutkan
Pasang pipa lambung bila belum terpasang dan beri ASI perah diantara
periode spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan perhari dan
naikkan secara perlahan hingga mencapai kebutuhan penuh dalam dua hari.
Nilai kemampuan minum dua kali sehari, dan anjurkan untuk menyusu ASI
secepatnya begitu terlihat bayi siap untuk menghisap
Bila sudah tidak terjadi spasme dalam 2 hari, bayi dapat minum baik, dan
tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan dirumah sakit, maka bayi
dapat dipulangkan.
Banyak obat yang telah dipergunakan sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk
mengobati spasme otot pada tetanus. Pemberian muscle-relaxant atau sedative dengan tujuan
mengurangi spasme otot sekaligus melebarkan jalan napas. Obat yang terbukti cukup efektif
adalah benzodiazepine (cth: diazepam, midazolam). Diazepam memiliki efek pelemas otot, anti
anxietas dan sedasi. Hal itu menyebabkan diazepam efektif digunakan dalam penanganan tetanus
neonatorum, terlebih lagi diazepam dapat diberikan melalui rute yang bervariasi, murah dan
dipergunakan secara luas. Namun perlu diperhatikan bahwa hasil metabolit dari diazepam
(oksazepam dan desmetildiazepam) dapat terakumulasi dan berakibat koma berkepanjangan.
2,6,11
Pemberian Human tetanus imunoglobulin (HTIG) atau antitoksin tetanus (ATS)
bertujuan untuk menetralisir tetanospasmin yang dihasilkan Clostridium Tetani. Pemberian
HTIG ataupun ATS harus dilakukan secepatnya yaitu maksimal 24 jam setelah didiagnosis,
karena toksin tidak dapat lagi dinetralisir oleh HTIG atau ATS apabila sudah mencapai medula
spinalis. Maka dari itu faktor yang berperan besar dalam menentukan keberhasilan terapi tetanus
TETANUS NEONATORUM
16
adalah kecepatan pemberian terapi netralisasi toksin.
2,6,11
Tidak banyak studi yang membahas perbandingan penggunaan ATS dan HTIG. ATS
berasal dari serum kuda sedangkan HTIG berasal dari serum manusia. Beberapa penelitian
menggambarkan bahwa angka kematian pada penggunaan HTIG sama atau lebih rendah
dibandingkan ATS. Pemberian HTIG juga memberikan resiko efek samping reaksi hipersensitif
sistemik dan reaksi lokal yang lebih kecil dibandingkan ATS.
17
Maka pada kasus tetanus disarankan untuk memberikan HTIG sebagai pilihan utama
terapi netralisasi toksin pada kasus tetanus. Pemberian ATS dilakukan hanya apabila HTIG tidak
dapat diberikan pada pasien tersebut. Pemberian imunisasi aktif tetanus toksoid pada pasien
tetanus neonatorum mungkin perlu ditunda hingga 4-6 minggu setelah pemberian tetanus
imunoglobulin.
4,11,17
Pada literatur lain dapat berbeda tentang dosis dan cara pemberian ATS maupun HTIG,
dimana dalam buku HTA Depkes tentang Penatalaksaan tetanus pada anak, tertulis pemberian
ATS pada Tetanus neonatorum adalah 10000 U dan diberikan secara Intravena.
11
Pemberian antibiotik bertujuan untuk membunuh kuman Clostridium Tetani sehingga
produksi Tetanospasmin dapat dihentikan. Studi terbaru menemukan bahwa penicillin
merupakan suatu antagonis GABA sehingga dapat meningkatkan efek dari tetanospasmin, oleh
2,6,11 karenanya saat ini antibiotik pilihan adalah Metronidazole.
Tabel 3. Perbandingan Penisilin dan Metronidazol
Penisilin
Spektrum luas, bakteri Gram (+),
anaerob
Spektrum
Mekanisme Kerja
Stabilitas
Reaksi Alergi
Resistensi
Penetrasi ke abses
Menghambat sintesis dinding sel
Tidak stabil
Sering
Sering
Rendah
Metronidazol
Spektrum sempit, obligat
anaerob, tidak dapat
menginduksi superinfeksi
Menghambat sintesis DNA
Stabil
Jarang
Jarang
Baik
TETANUS NEONATORUM
17
Pemberian cairan harus diberikan untuk menggantikan cairan dan elektrolit. Pemberian
makanan secara oral dilarang, karena dapat menyebabkan aspirasi, oleh karena itu, nutrisi
diberikan secara parenteral atau via nasogastric tube (NGT). Pada kasus neonatus dengan jalan
napas yang tidak berhasil distabilkan atau intubasi yang melebihi 10 hari, trakeostomi dapat
dilakukan.
2,6,11
Bayi yang dapat bertahan hidup perlu pemantauan tumbuh kembang, terutama untuk
asupan gizi yang seimbang dan stimulasi mental, bayi juga mungkin membutuhkan penanganan
rehabilitasi medik seperti fisioterapi terdapat kekakuan atau spastisitas yang menetap.
4
TETANUS NEONATORUM
18
2.10 Pencegahan Tetanus Neonatorum
Pencegahan terjadinya tetanus neonatorum pada bayi yang akan dilahirkan meliputi hal- hal berikut ini
11,12,14
;
1. Proses persalinan yang steril yang didukung tenaga medis dan peralatan medis yang
mendukung
2. Perawatan tali pusat yang benar, jangan membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan
atau bahan apapun ke dalam tali pusat. Mengoleskan alkohol atau povidon iodine
diperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab.
3. Perawatan luka, dilakukan dengan pemberian hidrogen peroksida untuk oksigenasi luka
di jaringan tubuh.
4. Pendidikan dan pengarahan tentang pentingnya persalinan yang steril dan sosialisasi
vaksinasi tetanus pada ibu hamil khususnya yang belum mendapat vaksinasi atau dengan
riwayat vaksinasi yang belum jelas.
5. Imunisasi pada ibu hamil merupakan fokus primer dalam pencegahan tetanus neonatorum
Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak sebagai
antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan protein spesifik. Pemberian
vaksin tetanus toksoid dilakukan untuk profilaksis jika riwayat vaksin tidak diketahui atau
kurang dari 3 kali imunisasi TT.
11,12,14
Imunisasi tetanus pada wanita masa subur (12 atau 15 tahun sampai 45 tahun) atau
sedang mengandung merupakan cara pencegahan tetanus neonatorum yang paling mudah dan
efektif. Melalui imunisasi tetanus lengkap, proteksi terhadap infeksi tetanus mencapai lebih dari
90%. Dimana imunisasi dikatakan lengkap apabila Wanita usia subur (WUS) sudah
mendapatkan suntikan toksoid sebanyak 5 kali sebelum ia hamil, yang akan memberikan
perlindungan terhadap tetanus selama 25 tahun atau dapat dikatakan semua bayi yang akan
11,12,14 dilahirkan terlindungi dari tetanus neonatorum.
Wanita tanpa adanya riwayat imunisasi tetanus harus diberikan minimal dua dosis tetanus
toxoid (TT) atau difteri tetanus toxoid (Td) atau DPT (difteri pertusis tetanus) dengan jarak antar
dosis minimal 4 minggu. Dosis ke 3 diberikan 6-12 bulan kemudian, dosis ke 4 satu tahun
sesudah pemberian dosis ke 3, dan dosis ke 5, 1 tahun setelah pemberian dosis ke 4.
11,12,14
Pada wanita hamil dengan riwayat imunisasi telah memperoleh 3-4 dosis TT/Td/DPT
pada masa anak-anak, cukup diberikan 2 dosis vaksin , pertama secepatnya dan disusuli oleh
TETANUS NEONATORUM
19
dosis ke 2 maksimal 3 minggu sebelum melahirkan.
11
Wanita yang sudah mendapat 2 dosis vaksin pada kehamilan sebelumnya harus diberikan
dosis ke 3 pada kehamilan berikutnya. Dosis ke 3 ini dapat memberikan perlindungan hingga 5
11 tahun.
Tabel 4. Rekomendasi Jadwal Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan Tetanus Difteri Toxoid (Td) untuk Wanita Usia Subur yang Belum Divaksinasi Dosis
TT1 atau Td1
TT2 atau Td2
TT3 atau Td3
TT4 atau Td4
TT5 atau Td5
Jadwal Pemberian
Pada kontak pertama atau sedini mungkin saat kehamilan Paling sedikit 4 minggu setelah dosis pertama 6-12 bulan setelah dosis kedua atau pada kehamilan berikutnya 1-5 tahun setelah dosis ketiga atau saat kehamilan berikutnya 1-10 tahun setelah dosis keempat atau saat kehamilan berikutnya Tabel 5. Efikasi Vaksin Tetanus Toxoid Berdasarkan Dosis
Dosis
Interval minimum
antar dosis
-
4 minggu 6 bulan 1 tahun 1 tahun Percent protected
Durasi proteksi
TT1
TT2
TT3
TT4
TT5
-
80% 95% 99% 99% -
3 tahun 5 tahun 10 tahun Mungkin seumur hidup Apabila ditemukan neonatus lahir dari ibu yang tidak pernah diimunisasi, tanpa
perawatan obstetrik yang adekuat, neonatus tersebut diberikan 250 IU human tetanus
immunoglobulin atau pemberian 750 U serum anti tetanus terhadap bayi beresiko tinggi dapat
11,14 memberikan perlindungan, dan pada ibu juga harus diberikan imunisasi aktif dan pasif .
TETANUS NEONATORUM
20
Perawatan persalinan dan pasca persalinan yang bersih dan steril secara signifikan dapat
menurunkan jumlah infeksi perinatal, termasuk di dalamnya tetanus neonatorum. Persalinan
yang bersih didefinisikan sebagai suatu persalinan yang dibantu oleh tenaga medis di dalam
suatu institusi medis atau dilakukan di rumah dengan bantuan bidan dengan prosedur persalinan
yang higienis (memastikan kebersihan tangan, tali pusat, perineum, dan semua substans yang
digunakan).
11,18
Tali pusat merupakan port d'entree kuman clostridium tetani maka dari itu petugas
kesehatan harus menjelaskan cara perawatan tali pusat yang benar kepada ibu yang baru
melahirkan. Cara perawatan tali pusat yang benar adalah
11,18
:
1. Jangan membungkus pusar atau perut ataupun mengoleskan bahan atau ramuan
apapun ke puntung tali pusat, nasehati keluarga untuk tidak memberikan apapun pada
tali pusat bayinya.
2. Menutup luka tali pusat dengan dibalut kassa steril dan kering
3. Beri nasehat pada keluarganya sebelum penolong meninggalkan bayinya, yaitu lihat
popok dibawah puntung tali pusat. Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati
dengan air matang (DTT/Desinfeksi Tingkat Tinggi) dan sabun. Keringkan secara
seksama dengan air bersih. Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan
perawatan jika tali pusat menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah. Jika
pusat menjadi merah atau keluar nanah maupun darah, segera rujuk bayi tersebut ke
fasilitas yang mampu untuk menangani dan memberikan asuhan pada bayi baru lahir
secara lengkap.
Menurut rekomendasi WHO, cara merawat tali pusat yaitu cukup membersihkan pangkal
tali pusat menggunakan air dan sabun, lalu kering anginkan hingga benar-benar kering.
Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih
cepat puput (lepas) dari pada tali pusat yang dibersihkan menggunakan alkohol. Meski demikian,
praktek membersihkan tali pusat dengan alkohol juga tidak sepenuhnya dilarang karena bahkan
di beberapa negara maju pun masih diterapkan. Pertimbanganya, tali pusat yang dirawat tanpa
menggunakan alkohol terkadang menimbulkan aroma yang menyengat.
11,18
TETANUS NEONATORUM
21
2.11 Prognosis Tetanus Neonatorum
Prognosis bergantung pada masa inkubasi, waktu yang dibutuhkan dari inokulasi spora hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala hingga spasme tetanik yang pertama. Statistik terbaru menunjukkan tingkat mortalitas pada tetanus ringan-sedang mencapai 6%. Sedangkan tetanus berat memiliki tingkat mortalitas 60%.
2,11,12,15
Pada tabel dibawah ini terdapat suatu sistem penilaian untuk menilai prognosis dari
tetanus. Semakin tinggi nilai yang didapat, semakin buruk prognosisnya.
15
Tabel 6. Sistem Score Bleck untuk Menentukan Prognosis Tetanus
Nomor Faktor Prognosis
1 Masa Inkubasi
1 point
< 7 hari
0 point
>7 hari
2
Masa Onset
< 2 hari
>2hari
3
Situs masuk kuman (port of entry)
Umbilikus,
uterus, Situs lain atau tidak
luka bakar, fraktur diketahui
terbuka,
intramuskular
Spasme yang muncul mendadak, Ya
dan bertambah buruk (paroxysm)
injeksi
4
Tidak
5
Suhu (diukur melalui rectal)
o
>38,4 C o
(38,4 C 6
Nadi : pada dewasa :
pada neonatus :
> 120x/menit
> 150x/ menit