32
Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor BAB II PENGEMBANGAN MODEL CGE B A B 2.1 Dasar Pemikiran Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang dimulai tahun 2001 selain ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi juga untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis wilayah dengan memperhatikan keterkaitan antarsektoral, antardaerah dan antarpelaku pembangunan. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dengan memberikan kewenangan dan sumberdaya kepada pemerintah daerah memberi ruang yang cukup luas bagi peningkatan produktivitas dan efesiensi alokasi sumberdaya. Kebijakan alokasi yang baik akan menghasilkan tingkat produktivitas dan efisiensi yang tinggi sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal juga berpeluang meningkatkan pemerataan antarkelompok masyarakat dan antarwilayah. Dengan demikian, pelaksanaan desentralisasi fiskal mempercepat pengurangan kemiskinan, pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah yang akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional (World Bank, 2000; Mahi 2000; Ebel dan Yilmav dalam Sumedi, 2005). Beberapa studi menunjukkan desentralisasi fiskal meningkatkan secara nyata investasi pemerintah daerah dan kinerja fiskal daerah (Sartiyah, 2001; Titi Yuliati, 2002; Riyanto, 2003; Pakasi, 2005; Sumedi, 2005). Peningkatan kinerja fiskal, di satu sisi meningkatkan kinerja perekonomian daerah walaupun sebagian besar tidak secara signifikan (Wuriyanto dkk dalam Sariyah, 2001; Titi Yulianti, 2002; Riyanto, 2003; Pakasi, 2005; Sumedi, 2005), dan di sisi lain memperbesar kesenjangan antarwilayah (Riyanto, 2003; Pardede, 2004; Sumedi, 2005). Hal ini disebabkan sebagian besar APBD dialokasikan untuk anggaran rutin dan bukan investasi pembanguan (Riyanto, 2003; Pardede, 2004; Sumedi, 2005), dan juga dalam alokasi anggaran pembangunan belum mempertimbangkan sektor unggulan (Pardede, 2004). Hasil simulasi menunjukkan bahwa realokasi anggaran pemerintah yang lebih besar untuk investasi (belanja modal) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun peran investasi pemerintah relatif kecil. Dari hasil studi Pardede (2004) ditemukan peranan investasi swasta lebih dominan dibandingkan pengeluaran pemerintah terhadap penciptaan output, pendapatan dan kesempatan kerja. Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 7

2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

  • Upload
    ngokhue

  • View
    231

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB II

PENGEMBANGAN MODEL CGE

B A B

2.1 Dasar Pemikiran

Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang dimulai tahun 2001 selain ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi juga untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis wilayah dengan memperhatikan keterkaitan antarsektoral, antardaerah dan antarpelaku pembangunan. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dengan memberikan kewenangan dan sumberdaya kepada pemerintah daerah memberi ruang yang cukup luas bagi peningkatan produktivitas dan efesiensi alokasi sumberdaya. Kebijakan alokasi yang baik akan menghasilkan tingkat produktivitas dan efisiensi yang tinggi sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal juga berpeluang meningkatkan pemerataan antarkelompok masyarakat dan antarwilayah. Dengan demikian, pelaksanaan desentralisasi fiskal mempercepat pengurangan kemiskinan, pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah yang akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional (World Bank, 2000; Mahi 2000; Ebel dan Yilmav dalam Sumedi, 2005).

Beberapa studi menunjukkan desentralisasi fiskal meningkatkan secara nyata investasi pemerintah daerah dan kinerja fiskal daerah (Sartiyah, 2001; Titi Yuliati, 2002; Riyanto, 2003; Pakasi, 2005; Sumedi, 2005). Peningkatan kinerja fiskal, di satu sisi meningkatkan kinerja perekonomian daerah walaupun sebagian besar tidak secara signifikan (Wuriyanto dkk dalam Sariyah, 2001; Titi Yulianti, 2002; Riyanto, 2003; Pakasi, 2005; Sumedi, 2005), dan di sisi lain memperbesar kesenjangan antarwilayah (Riyanto, 2003; Pardede, 2004; Sumedi, 2005). Hal ini disebabkan sebagian besar APBD dialokasikan untuk anggaran rutin dan bukan investasi pembanguan (Riyanto, 2003; Pardede, 2004; Sumedi, 2005), dan juga dalam alokasi anggaran pembangunan belum mempertimbangkan sektor unggulan (Pardede, 2004). Hasil simulasi menunjukkan bahwa realokasi anggaran pemerintah yang lebih besar untuk investasi (belanja modal) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun peran investasi pemerintah relatif kecil. Dari hasil studi Pardede (2004) ditemukan peranan investasi swasta lebih dominan dibandingkan pengeluaran pemerintah terhadap penciptaan output, pendapatan dan kesempatan kerja.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 7

Page 2: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Mengingat pentingnya peran investasi di suatu wilayah sebagi pendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan menjamin pemerataan hasil pembangunan, peningkatan aktivitas penanaman modal di daerah harus ditangani secara serius. Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ekonomi daerah, keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh kegiatan investasi di daerah, tetapi juga oleh investasi pemerintah pusat melalui alokasi dana dekonsentrasi kepada sektor industri dan kebijakan lain yang terkait dengan penciptaan iklim investasi. Dengan demikian, tantangan yang perlu dijawab adalah merumuskan alokasi investasi dan maupun pemerintah baik secara sektoral maupun regional yang mampu memberikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan. Di samping itu, perlu diketahui pola aliran barang dan jasa yang terjadi antarwilayah dan antarsektor. Kebijakan investasi pemerintah pusat tidak selalu berdampak positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektoral di daerah. Kepekaan setiap variabel pertumbuhan sekonomi terhadap penanaman modal dan aliran barang dan jasa antarwilayah dan antarsektor sangat diperlukan dalam merumuskan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperkecil kesenjangan antarwilayah secara akurat. Oleh karena itu, kajian untuk menganalisis dampak kebijakan investasi pemerintah terhadap kinerja ekonomi wilayah sangat diperlukan.

2.1.1 Tujuan pengembangan model CGE

Tujuan pengembangan model CGE dalam kaitannya dengan kegiatan studi Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor adalah:

Membangun model CGE dengan pendekotan “top-down” untuk menganalisis kebijakan ekonomi nasional yang berkaitan dengan ekonomi regional;

Menganalisis dampak kebijakan investasi swasta dan pemerintah terhadap kinerjaekonomi makro Indonesia seperti GDP riil, penyerapan tenaga kerja,konsumsi rumah tangga, investasi, inflasi dan kinerja sektoral seperti output, harga, penyerapan tenaga kerja dan perkembangan konsumsi rumah tangga pada daerah daerah otonom terpilih;

Merumuskan kebijakan untuk sektor-sektor yang akan dikembangkan dalam rangaka penongkatan penanaman modal dan kebijakan investasi yang tepat di masing-maing daerah otonom.

2.2 Metodologi Pengembangan Model CGE

2.2.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam kajian ini sebagian besar merupakan data sekunder, antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat nasional tahun 2000, Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) di tingkat nasional tahun 2000,

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 8

Page 3: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

dan Transaksi Tabel Input-Output Inter-regional (IRIO) pada tahun 2000. Data statistik lain yang digunakan adalah data ekonomi makro dan sektoral bersumber dari publikasi resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Model ini juga menggunakan parameter estimasi dari sistem persamaan yang didapat dari berbagai kajian sebelumnya yang dianggap relevan.

2.2.2 Metode Pengolahan Data

Untuk mengukur dampak perubahan kebijakan investasi, model computable general equilibrium (CGE) digunakan sebagai alat analisis utama. Model CGE yang digunakan adalah model CGE recursive dynamic pendekatan top-down yang diperoleh dengan cara mengkombinasikan model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000). Unsur dinamis dalam model ditunjukan oleh akumulasi kapital setiap tahun. Untuk lebih jelasnya tentang permodelan dan pilihan peubah terikat (endogeneous variables) dan peubah penjelas (exogenous variables) dapat dilihat di Oktaviani (2000).

Model ini diberi nama dengan Model CGE-Investasi Regional disingkat dengan CGE-IR. Model CGE-IR tersebut disusun dan selanjutnya dilakukan pembangunan data yang sesuai dengan kebutuhan matriks data yang terdapat pada persamaan yang ditelah ditentukan. Dengan menggunakan pendekatan top-down dampak perubahan kebijakan investasi pemerintah dan swasta terhadap wilayah (wilayah sampel) dapat diketahui dan dikuantifikasi dengan benar.

Sebelum dianalisis lebih lanjut, dalam CGE diperlukan beberapa penyesuaian data yang tersedia. Penyusunan data dasar diawali dengan pemilihan komoditi, industri, rumah tangga, sumber komoditi (ekspor atau impor), jenis tenaga kerja dan input-input lainnya. Untuk memadukan agregasi sektor yang digunakan dalam Tabel Input-Output dan SNSE dilakukan pemetaan antara sektor yang terdapat pada dua sumber data utama tersebut. Data tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan program GEMPACK.

2.2.3 Daerah Otonom Terpilih

Sesuai dengan tujuan kajian, daerah otonom yang dipilih adalah provinsi terutama didasarkan pada indikator besaran nilai investasi dan PDRB dengan mempertimbangkan daerah yang mewakili Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur, serta mewakili pulau-pulau besar. Dengan pertimbangan tersebut provinsi terpilih adalah provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur sebagai provinsi yang mewakili daerah dengan nilai investasi yang relatif besar (lebih besar dari nilai rata-rata investasi provinsi di Indonesia), kemudian Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, dan Provinsi Sulawesi Selatan yang mewakili daerah dengan nilai investasi dan PDRB yang relatif kecil dipilih karena ketersediaan Tabel Input-Output provinsi.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 9

Page 4: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Dengan mengacu pada model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000), tahap awal dalam menjalankan model inter-regional adalah pemilahan barang-barang dan jasa-jasa yang diperdagangkan antar-region dan barang-barang yang tidak diperdagangkan atau barang-barang lokal.

2.2.4 Model CGE-IR

Struktur Model CGE-IR yang digunakan mengandung sistem persamaan non-linear tentang permintaan tenaga kerja, permintaan terhadap input primer, permintaan terhadap input antara, permintaan terhadap input gabungan (composite), komposit output dari suatu industri, permintaan terhadap barang modal (investment goods), permintaan rumah tangga, ekspor dan permintaan akhir lainnya, margin permintaan, persamaan keseimbangan pasar, harga di tingkat pembeli, dan pajak tak langsung, GDP dari sisi pendapatan dan pengeluaran, rates of return serta persamaan investasi, akumulasi modal dan utang. Pada model CGE-IR solusi model ditentukan dengan cara melakukan linearisasi setiap persamaan yaitu dengan menyatakan semua variabel dalam bentuk pertumbuhan (percentage change). Persamaan yang linier mengandung sekumpulan koefisien yang ekuivalen dengan persamaan non linier. Penawaran pada model CGE-IR menggunakan empat faktor produksi primer, yaitu: tanah, tenaga kerja, modal, dan kelompok biaya lainnya. Tenaga kerja dibagi menjadi empat, yaitu pertanian, operator, administratif dan profesional. Jenis faktor lainnya tidak didisagregasi lagi.

Salah satu asumsi penting dalam CGE menyangkut mobilitas faktor produksi. Jika faktor produksi bersifat mobile antarindustri, maka perbedaan harga faktor antarindustri mencerminkan perbedaan dalam tingkat pajak dan subsidi. Jika tingkat pajak dan subsidi sama, maka harga faktor produksi juga akan sama. Sedangkan jika faktor produksi bersifat spesifik (hanya bisa dipakai oleh satu jenis industri tertentu), harganya faktor produksi akan berbeda-beda.

2.2.5 Struktur Model

Penulisan notasi dalam model ini mengikuti sistem model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000) dalam perubahan persentase. Sistem persamaan permodelan secara rinci, dan pemilihan variabel terikat (endogeneous variables) dan variabel penjelas (exogenous variables) dapat dilihat di Oktaviani (2000).

Model yang digunakan dalam kajian ini, mengasumsikan bahwa seluruh industri beroperasi pada pasar dengan kondisi competitive baik di pasar input maupun di pasar output. Hal ini mengimplikasikan bahwa tidak ada sektor atau rumah tangga yang dapat mengatur pasar, sehingga seluruh sekor dalam ekonomi diasumsikan menjadi penerimaan harga (price-taker). Pada tingkat output, harga-harga dibayar oleh

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 10

Page 5: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

konsumen sama dengan marginal cost dari memproduksi barang. Hal yang sama, dimana input dibayar sesuai dengan nilai produk marginalnya (value marginal productivity). Sebagai tambahan, persamaan permintaan dan penawaran untuk pelaku swasta diturunkan dari prosedur optimasi (optimization).

Mengacu pada Horridge et al. (1993), Wittwer (1999), Oktaviani (2000) and Horridge et al. (2002), sistem persamaan disusun kedalam 18 Blok. Adapun inti dari 18 Blok persamaan yang dimaksud diuraikan dibawah ini:

1. Permintaan tenaga kerja (demands for labour); 2. Permintaan faktor primer (demands for primary factors); 3. Permintaan input barang antara (demands for intermediate inputs); 4. Permintaan faktor primer komposit dan input barang antara (demands for

composite primary factors and intermediate inputs); 5. Komposit komoditi dari output industri (commodity composites of industry outputs); 6. Permintaan barang untuk investasi (demands for investment goods); 7. Permintaan rumah tangga (household demands); 8. Permintaan ekspor dan permintaan akhir lainnya (export and other final demands); 9. Permintaan margin (demands for margins); 10. Harga pembelian (purchaser’s prices) 11. Kondisi keseimbangan pasar (market clearing conditions); 12. Pajak tidak langsung (indirect taxes); 13. GDP dari sisi pendapatan dan pengeluran (GDP from the income and expenditure

sides); 14. Keseimbangan perdagangan dan agregat lainnya (trade balance and other

aggregates); 15. Tingkat pengembalian dan indeks (rates of return, indexation); 16. Akumulasi investasi-modal (investment-capital accumulation); 17. Akumulasi hutang (debt accumulation); 18. Perluasan wilayah (regional extension).

Struktur produksi dari suatu industri ditampilkan dalam Gambar 2.1. Dalam setiap proses produksi, masing-masing industri dapat memproduksi beberapa komoditi. Industri menggunakan faktor produksi primer dan input antara. Setiap input antara dapat diperoleh baik dari pasar domestik maupun impor. Faktor primer yang digunakan adalah tenaga kerja, lahan dan modal.

Penyederhanaan asumsi kunci model produksi ini dibuat dalam beberapa tahap (multi-stage) termasuk pemisahan input-output, struktur hirarki didasarkan pada fungsi produksi constant elasticities of substitution (transformation) kecuali untuk tahapan kombinasi barang-barang antara (intermediate goods) dan agregat faktor primer (primary factors),

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 11

Page 6: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

yang menggunakan fungsi teknologi Leontief (fixed proportions technology). Fungsi produksi dapat didefinisikan sebagai berikut:

F(input,output) = 0 dan dapat dituliskan kembali seperti: G(input)= X1TOT =H(outputs) dimana X1TOT adalah sebuah indeks atau tingkat aktivitas industri. Asumsi pemisahan input output dalam fungsi transformasi diartikan bahwa komobinasi produksi dari produk-produk yang dihasilkan suatu industri tidak secara langsung dihubungan dengan komobinasi penggunaan input tertentu, tetapi hanya melalui indeks antara (intermediary index) dari aktivitas dalam industri (Blackorby et al., 1978).

Hal yang sama, harga produk tidak memiliki pengaruh terhadap kombinasi input melaikan melalui pengaruh mereka pada tingkat aktivitas dalam industri. Gambaran ini merupakan substansial dalam penyederhanaan empiris. Sementara fungsi transformasi H(outputs) diasumsikan hanya memiliki tahap tunggal, fungsi G(inputs) secara hirarki memiliki percabagangan sampai pada tiga tahap. Pemisahaan dan penyederhanaan selanjutnya berimpilikasi pada fungsi permintaan. Terutama pada beberapa permintaan input pada tingkat tertentu dapat digambarkan sebagai fungsi dari harga input pada tingkat tersebut dan tidak perlu digambarkan sebagai fungsi dari harga input pada tingkat terendah dalam hirarki.

Pada Gambar 2.1, pada level paling atas dari fungsi input, komoditi komposit, faktor primer komposit dan input “biaya lain” dikombinasikan menggunakan fungsi produksi Leontief, atau fixed proportions. Pada fungsi produksi ini, tidak ada substitusi antara input. Pada level kedua, permintaan terhadap faktor produksi primer mengikuti fungsi produksi CES. Pada level ini dengan mengikuti fungsi produksi CES tersebut dimungkinkan substitusi antar faktor produksi primer.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 12

Page 7: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Pasar Lokal

Barang C Barang 1

Domestik Barang 1

Impor Barang 1

Domestik Barang C

Impor Barang C

CET

CES CES

12σ c2σ

idomX ""1 idomcX "" iimpcX ""iimpX ""1

11TOTX

Pasar Ekspor

Pasar Lokal

Pasar Ekspor

CET

iTOTX1

CET OUT1σ

Level Aktivitas

Leontief

Barang 1

siX _1

Barang C

sciX _

Faktor Primer

Biaya lain

iOCTX1

CESS PRIM1σ

Lahan Tenaga Keja Modal

CES

TK type 1 TK Type 2 TK Type O

11 iLABX 21 iLABX 31 iLABX

iLAB1σ

iLNDX1 oiLABX _1 iCAPX1

Gambar 2.1. Struktur Produksi Model CGE-IR

Sedangkan permintaan terhadap input antara mengikuti asumsi yang digunakan pada model Armington, dimana barang impor dan barang domestik diasumsikan tidak bersubstitusi sempurna. Sedangkan pada level paling bawah, permintaan faktor produksi tenaga kerja juga berdasarkan pada fungsi produksi CES. Fungsi CES secara umum dapat dirumuskan sebagai:

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 13

Page 8: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

[ ] gvgg xbbxAy /21 )1( −−− −+=

dimana: y = Output x1 = Input 1 x2 = Input 2 A = Parameter efisiensi

g = parameter substitusi

σ = parameter elastisitas, dimana (g+

=1

1σ ).

1. Permintaan Tenaga Kerja

Persamaan permintaan terhadap tenaga kerja oleh suatu industri dirumuskan sebagai berikut:

X1LABi_o = CES οεOCC (X1LABio | σ1LABi ; S1LABio )

dimana : X1LABi_o = Permintaan tenaga kerja oleh industri i pada semua jenis

pekerjaan. CES οεOCC = Fungsi CES σ1LABi = Elastisitas substitusi berdasarkan jenis pekerjaan di setiap industri S1LABio = Pangsa berdasarkan jenis pekerjaan terhadap upah total yang

dibayar oleh industri i

Pada suatu model recursive dynamic tenaga kerja diasumsikan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, sedangkan pada model statis tenaga kerja dalam periode analisis diasumsikan konstan. Karena kajian ini menggunakan model recursive dynamic maka pertumbuhan tenaga kerja per tahun dimasukan ke dalam model dengan mengikuti model pertumbuhan tenaga kerja yang terdapat dalam model ORANIGRD (Horridge, 2002). Dalam model ini besarnya upah riil tergantung pada pertumbuhan tenaga kerja periode awal dengan periode yang akan datang. Adapun hubungan antara tenaga kerja pada masa yang akan datang dengan tenaga kerja pada periode sebelumnya dapat ditulis sebagai:

ΔW/W0 = γ[(L0/T0)-1] + γΔ(L/T)

ΔW/W0 - γ[(L0/T0)-1] = γΔ(L/T)

L = T(ΔW/W0 - γ[(L0/T0)-1] ) + L0

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 14

Page 9: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

dimana :

L = tenaga kerja aktual (actual employment) T = trend tenaga kerja (trend employment)

W = upah riil (real wage)

2. Permintaan Faktor Produksi Primer

Total permintaan faktor produksi diperoleh dengan cara minimisasi biaya faktor, sehingga permintaan terhadap input primer dituliskan sebagai;

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛= iioi

iioii LNDSCAPSLABSPRIM

LNDACAPALABACES 1;1;1;1

1,

1,

1 __

σiii_o X1LNDX1CAPX1LABX1PRIM

dimana: X1PRIMi = Permintaan faktor produksi primer oleh industri i

iX1CAP = Permintaan kapital industri i

iX1LND = Permintaan lahan industri i

oiLABA _1 = Produktivias tenaga kerja industri i pada semua jenis pekerjaan

iCAPA1 = Produktivitas kapital industri i

iLNDA1 = Produktivitas lahan industri i

PRIM1σ = Elastisitas substitusi antar faktor produksi

oiLABS _1 = Nilai pangsa pada semua jenis pekerjaan terhadap upah total yang

dibayar oleh industri i

iCAPS1 = Nilai pangsa kapital industri i

iLNDS1 = Nilai pangsa lahan industri i

3. Permintaan Input Antara

Dalam pemakaian input antara, suatu industri melakukan minimasi biaya total berdasarkan fungsi produksi CES, sehingga persamaan permintaan input antara dapat dirumuskan sebagai berikut:

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

∈ csiccsi

SRCsS

ACES 1;1

1σcsi

ci_sX1

X1 c ∈COM , i ∈ IND

dimana:

ci_sX1 = Permintaan input antara oleh setiap komoditi, setiap industri pada

semua sumber

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 15

Page 10: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

csiX1 = Permintaan input antara oleh setiap komoditi, setiap industri dan

setiap sumber

csiA1 = Produktivitas input antara pada setiap komoditi, setiap industri dan

setiap sumber

c1σ = Elastisitas substitusi input antara

csiS1 = Pangsa input antara pada setiap komoditi, setiap industri dan setiap

sumber

4. Permintaan Komposit Input Antara dan Komposit Faktor Produksi Primer

Dari sisi input, komposit komoditi, komposit faktor primer dan faktor yang termasuk kategori biaya lain-lain digabungkan ke dalam suatu fungsi produksi Leontief untuk menentukan tingkat produksi dari suatu industri. Spesifikasi fungsi ini adalah:

INDiOCTAPRIMAA

MINMINTOTA iisci

COMci

∈⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

∈ 1,

1,

111

_

iici_si

X1OCTX1PRIMX1X1TOT

dimana: X1TOTi = Permintaan input gabungan industri i

TOTiA1 = Produktivitas input gabungan industri i

sciA _1 = Produktivitas input antara pada setiap komoditi, setiap industri pada

semua sumber

iPRIMA1 = Produktivitas input primer industri i

iX1OCT = Permintaan input other cost industri i

iOCTA1 = Produktivitas input other cost industri i

5. Komposit Output dari Industri

Komposisi komoditi yang diproduksi oleh suatu industri ditentukan berdasarkan pada prinsip maksimisasi penerimaan untuk setiap tingkat produksi dengan kendala fungsi teknologi CES:

)_;11( ciiciCOMcMAKESOUTQCET σ

∈=iX1TOT

dimana:

iX1TOT = Komposit output industri i

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 16

Page 11: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

iOUT1σ = Elastisitas transformasi pada industri i

ciMAKES _ = Pangsa produksi total komoditi c pada industri i

Dari fungsi maksimisasi tersebut, transformasi antar komoditi akan mengarah pada komoditi yang harga relatifnya meningkat.

6. Permintaan Barang Investasi

Proses pembentukan investasi dan barang modal ditampilkan dalam Gambar 2.2. Sebagaimana halnya barang konsumsi, proses pembentukan barang modal bersifat multi tingkatan (multi-stage), dengan karakterisasi fungsi CES dalam tingkat awal dan fungsi Leontief pada tingkatan yang lebih tinggi. Pada tahap awal penggunaan barang impor dan domestik ditentukan berdasarkan minimasi biaya dengan fungsi produksi CES.

Fungsi minimasi untuk suatu tingkat output tertentu dirumuskan sebagai berikut:

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

∈ csiccsi

SRCsS

ACES 2;2

2σcsi

ci_sX2

X2 c ∈COM , i ∈ IND

dimana:

ci_sX2 = Permintaan barang kapital setiap komoditi, setiap industri pada

semua sumber

csiX2 = Permintaan barang kapital setiap komoditi, setiap industri dan

setiap sumber

csiA2 = Produktivitas barang kapital setiap komoditi, setiap industri dan

setiap sumber

c2σ = Elastisitas Armington pada setiap komoditi

csiS2 = Pangsa nilai kapital setiap komoditi, setiap industri dan setiap

sumber

Pada tahap berikutnya, minimisasi fungsi biaya Leontief dirumuskan sebagai:

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛=

∈sci

COMci A

MINTOTA _221 ci_s

i

X2X2TOT i ∈IND

dimana:

iX2TOT = Permintaan total barang kapital pada industri i

iTOTA2 = Produktivitas barang kapital industri i

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 17

Page 12: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Barang Modal

Barang C Barang 1

Domestik Barang 1

Impor Barang 1

Domestik Barang C

Impor Barang C

Leontief

CES CES

12σ c2σ

idomX ""12 idomcX ""2 iimpcX ""2iimpX ""12

siX _12 sciX _2

Gambar 2.2. Struktur Pembentukan Investasi Dan Barang Modal

7. Permintaan Rumah Tangga

Rumah tangga dianggap sebagai konsumen tunggal yang memaksimumkan utilitas. Fungsi kepuasan konsumen dapat dilihat pada Gambar 2.3. Pada tingkatan yang paling tinggi, pilihan konsumen diantara berbagai jenis komoditas berdasarkan pada fungsi linear expenditure demand system (LES). Pada tingkat kedua konsumen mengkombinasikan barang-barang dari berbagai sumber (domestik dan impor) berdasarkan mekanisme CES.

Pada model CGE-IR analisis permintaan didasarkan pada fungsi utilitas agregat Stone-Geary, yaitu;

TOTALUTILITY = Pc X3LUXc S3LUXc

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 18

Page 13: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

dimana: TOTALUTILITY = Kepuasan total rumah tangga X3LUXc = Komposit agregat dari barang mewah.

Utillitas Rumah Tangga

Barang C Barang 1

Domestik Barang 1

Domestik Barang 2

Domestik Barang C

Impor BarangC

Stone Geary

CES CES

13σ c3σ

""13 domX ""3 domcX ""3 impcX""13 impX

sX _13 scX _3

Gambar 2.3. Spesifikasi Konsumsi Rumah tangga

Dengan bentuk fungsi di atas, utilitas diperoleh hanya dari konsumsi di atas tingkat subsisten. Sedangkan konsumsi barang mewah dapat dirumuskan:

X3LUXc = X3c_s - X3SUBc

dimana; X3c_s = Konsumsi agrgegat barang mewah

X3SUBc = Konsumsi subsisten barang c

Pada setiap level rumah tangga, utilitas dirumuskan sebagai;

UTILITY = TOTALUTILITY / Q

= 1/ Q * ’c X3LUXc S3LUXc

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 19

Page 14: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Sedangkan pangsa pengeluaran bagi setiap barang ditentukan berdasarkan: P3c_s * X3LUXc = S3LUXc* V3LUX _c

dimana V3LUX_c merupakan pengeluaran total atas semua barang mewah.

8. Ekspor dan Permintaan Akhir Lainnya

Dalam model ini ekspor dibagi menjadi dua kategori yaitu tradisional dan non-tradisional sehingga spesifikasi fungsi bagi masing-masing grup dapat dibuat berbeda. Perbedaan spesifikasi terutama dalam hal elastisitas harga sendiri, dimana untuk ekspor tradisional volume ekspor sangat tergantung pada perubahan harga. Untuk jenis ekspor lainnya, ekspor diperlakukan sebagai residual dan merupakan proporsi dari ekpor total dalam grup tersebut. Ekspor tradisional dirumuskan sebagai berikut:

X4c = F4Q c [P4c/PHI/ P4c]EXP_ELASTc

dimana: X4c = Volume ekspor tradisional berdasarkan komoditi P4c = Harga komoditi (rupiah)

PHI = Nilai tukar (rupiah per dolar US) EXP_ELASTc = Elastisitas ekspor berdasarkan komoditi

F4c = Demand shifter

Bagi kelompok non tradisional, volume ekspor dirumuskan sebagai;

X4c = S4Q_”NTRAD” * X4_”NTRAD”

dimana: X4c = Volume ekspor non tradisional berdasarkan komoditi S4Q_”NTRAD” = Rasio ekspor komoditi c terhadap total ekspor non tradisional X4_”NTRAD” = Volume ekspor seluruh komoditi non tradisional

9. Permintaan Barang Margin

Penggunaan komoditi atau barang baik oleh produsen maupun konsumen pada umumnya memerlukan pelayanan jasa selanjutnya. Jenis jasa lanjutan ini dalam

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 20

Page 15: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

fungsi CES, LES dan Leontief belum dispesifikasi. Jenis jasa ini disebut barang margin dan contohnya adalah transportasi dan telekomunikasi. Jumlah barang margin yang dipergunakan oleh setiap agen diasumsikan sebagai suatu proporsi terhadap produksi dan konsumsi. Sebagai contoh, permintaan barang margin oleh suatu industri dapat dirumuskan sebagai berikut:

X1MARcsim = A1MARcsim * X1csi )

dimana: X1MARcsim = Permintaan barang margin pada setiap komoditi, setiap sumber,

setiap industri dan setiap margin A1MARcsim = Produktivitas barang margin pada setiap komoditi, setiap sumber,

setiap industri dan setiap margin

10. Harga Barang di Tingkat Pembeli

Input margin menimbulkan biaya yang harus dibayar oleh pengguna. Biaya tersebut akan menyebabkan harga di tingkat produsen (sumber komoditas) berbeda dengan harga ditingkat pengguna. Harga di tingkat pengguna akhir disebut harga pembeli (purchasers price).

Purchasers price = “harga dasar” komoditi + biaya margin dan pajak

Sedangkan harga barang impor dalam mata uang Indonesia dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P0IMPcsi = PF0CIFc * PHI * T0IMPc

11. Persamaan Market Clearing

Dalam prakteknya, model CGE memerlukan ratusan kondisi keseimbangan pasar yang memuat hubungan antara harga dan jumlah komoditi, faktor produksi primer, dan faktor produksi antara. Pada prinsipnya, kondisi kesetimbangan merupakan titik pertemuan antara penawaran dengan permintaan untuk berbagai komoditi. Sebagai contoh, kondisi keseimbangan kuantitas suatu faktor produksi secara agregat dapat dirumuskan sebagai berikut:

∑∈

×=INDi

iii

i facxFACVFACV

facx 111

11_

_

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 21

Page 16: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

dimana: x1fac_i = Persentase perubahan faktor produksi secara agregat

x1faci = Persentase perubahan faktor produksi pada industri i

V1FAC_i = Total pembayaran faktor produksi pada semua industri

V1FACi = Pembayaran faktor produksi oleh industri i

12. Pajak Tak langsung

Pajak penjualan dinyatakan dalam bentuk ad valorem tax dan masing-masing jenis komoditi yang dibedakan atas sumber dan jenis penggunaannya memiliki tingkat pajak yang berbeda-beda. Bentuk umum nilai pajak dari suatu komoditi yang diproduksi secara domestik dapat dirumuskan sebagai:

T1csi = F0TAXc_s * F1TAX_csi

dimana: T1csi = Nilai pajak dari suatu komoditi yang diproduksi oleh

domestik

F0TAXc_s dan F1TAX_csi = Variabel shifter

13. GDP dari Sisi Pendapatan dan Pengeluaran

Komponen dasar dari model CGE berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh oleh pemilik faktor produksi dengan pengeluaran pemilik faktor produksi tersebut. Oleh karena itu GDP dari sisi pengeluaran harus sama dengan GDP dari sisi penerimaan. Persamaan-persamaan nilai tambah atau dari sisi penerimaan mencakup total pembayaran berbagai macam input, nilai biaya lainnya dan penerimaan total dari pajak komoditas dan GDP secara agregat. GDP dari sisi pengeluaran mencatat pembayaran agregat yang dilakukan oleh berbagai kelompok permintaan akhir, yaitu investasi total, konsumsi, ekspor bersih, permintaan lainnya (others demands) dan inventori, semua persamaan tersebut dalam bentuk perubahan persentase.

14. Neraca Perdagangan dan Agregat Lainnya

Persamaan nilai terms of trade (nilai tukar).dirumuskan: P0TOFT = P4TOT / P0CIF_c

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 22

Page 17: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

dimana; P0TOFT = Terms of Trade P4TOT = Harga komoditi domestik P0CIF_c = Harga CIF semua komoditi

Sedangkan balance of trade (dalam mata uang domestik) dirumuskan sebagai berikut:

BTD = V4TOT - V0CIF_c

dimana: BTD = Balance of trade V4TOT = Nilai ekspor total V0CIF_c = Nilai total impor

15. Tingkat Pengembalian Modal

Dalam model ini, modal dibedakan dengan input lainnya, kerena modal memiliki dua sifat, yaitu; dapat diproduksi dan dapat juga dihabiskan. Harga untuk membuat (menambah atau mengganti modal yang ada) (P2TOTi) berhubungan dengan harga

dari penggunaan capital (P1CAPi) dan berdasarkan atas keinginan dari investor

untuk berinvestasi.

Pada kajian ini, model investasi mengikuti model ORANI-F, dimana investasi kondisikan sebagai berikut: untuk setiap industri tertentu semakin tinggi stok capital relative terhadap kapital stok agregat, akan semakin tinggi juga tingkat pengembalian modal bersih pada pembentukan modal baru relatif terhadap rata-rata tingkat pengembalian pada pembentukan modal (diantara semua industri). Lebih jauh, model ini juga mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian modal secara relatif berhubungan dengan tingkat stok kapital industri dengan elastisitas diasumsikan tetap. Rumus tingkat pengembalian modal yang digunakan dalam model CGE-IR adalah;

R1CAPi / R1CAPFi = ((X1CAPFi / X1CAPi)/ X1GROW_i)BETA_Ri

Sedangkan X1GROW_i dirumuskan sebagai berikut;

X1GROW_i = Σi (V0CAPi /V0CAP_i) * X1GROWi

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 23

Page 18: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

dimana: R1CAPi = Net Rate of Return (Tingkat pengembalian modal bersih) R1CAPFi = Tingkat pengembalian modal periode yang akan datang BETA_Ri = Parameter investasi pada industri i

X1GROW_i = Tingkat pertumbuhan bersih agregat (seluruh industri)

V0CAPi = Nilai stok kapital tetap pada periode awal di industri i

V0CAP_i = Nilai stok kapital tetap pada periode awal semua industri X1GROWi = Tingkat pertumbuhan bersih di industri i

16. Persamaan Akumulasi Investasi-Kapital

Dalam suatu proses dinamik, tingkat kapital stok merupakan faktor yang sangat penting. Berbeda dengan model keseimbangan umum statis yang mengasumsikan kapital tetap, dalam model keseimbangan dinamik permintaan dan penawaran kapital mengalami perubahan. Perubahan kapital stok memberikan implikasi yang penting terhadap pendapatan, alokasi sumberdaya dan kebijakan pemerintah (Francois, McDonald ad Nordström, 1997). Dengan demikian pada model keseimbangan dinamik proses akumulasi kapital perlu dimasukan ke dalam model berdasarkan pendekatan sequental, dimana dalam hal ini tingkat kapital stok antar periode selalu mengalami perubahan.

Tingkat kapital stok periode yang akan datang (t+1) pada suatu proses produksi periode (t+1) sama dengan tingkat depresiasi dari kapital stok tersebut dikalikan dengan stok kapital dan investasi pada periode sebelumnya. Adapun persamaan akumulasi kapital dirumuskan sebagai berikut :

11 21)1(1 −− +−= ttt TOTXCAPXDEPCAPX

di mana DEP adalah tingkat depresiasi X1CAP adalah stok kapital agregat dan X2TOT adalah besarnya investasi pada periode sebelumnya. Stok kapital pada periode sekarang tidak hanya dipngaruhi oleh stok kapital pada periode satu tahun sebelumnya, tetapi juga dipengaruhi oleh stok kapital pada periode-periode sebelumnya (t-2, t-3, t-n). Berdasarkan kondisi tersebut maka persamaan di atas dapat dibuat ke dalam bentuk umum (Beghin, 1996) menjadi persamaan berikut :

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 24

Page 19: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

122 221)1()1(1 −−− +⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+−−= tttt TOTXTOTXCAPXDEPDEPCAPX

∑=

−−

− −+−=n

jjt

jnt

nt TOTXDEPCAPXDEPCAPX

1

1 2)1(1)1(1

Pada model keseimbangan umum yang standar model tidak memiliki persamaan yang menghubungkan secara langsung investasi dengan stok kapital. Dengan hanya berdasarkan pada kondisi tingkat pertumbuhan atau sebaliknya hanya menekankan pada kondisi keseimbangan tingkat pengembalian modal, akan menyebabkan investasi dan stok kapital tidak akan pernah saling berhubungan. Dalam hal ini, maka model yang digunakan dalam kajian ini berbeda dengan model standar lainnya, dimana pada model ini sudah mencakup persamaan yang menghubungkan secara langsung kapital stok pada periode 0 terhadap stok kapital periode yang akan datang. Model ini juga sudah memasukan hubungan langsung antara investasi dan stok kapital pada periode T.

Berbeda dengan model standar lainnya, pada model CGE-IR persamaan akumulasi investasi-kapital sudah mencakup persamaan yang menghubungkan secara langsung pada waktu stok kapital periode awal dengan stok kapital periode selanjutnya (periode T):

X1CAPi - X1CAP0i =[ (X1CAP0i * (DEPRATiT - 1) + X2TOT0i * N] *

delFudge+(X2TOTi - X2TOT0i)*M]*F_ACCUM )

dimana: X1CAPi = Pembentukan kapital pada masa sekarang

X1CAP0i = Pembentukan kapital periode awal

DEPRATiT = Depresiasi

X2TOT0i = Investasi pada periode awal

Angka "0" dalam penamaan menunjukkan bahwa variabel tersebut dan nilainya dapat diaplikasikan secara langsung sebelum periode waktu sekarang. Variabel-variabel yang memiliki nama yang standard secara aktual berhubungan dengan periode T dibandingkan periode sekarang (periode 1). Variabel T dapat dihilangkan untuk tujuan penyederhanaan karena variabel tersebut bernilai sama pada semua persamaan lain di dalam model. Dengan demikian dalam menginterpretasikan variabel tersebut pada model CGE-IR, variable tersebut selalu berhubungan dengan periode T, dimana T tidak dibuat secara eksplisit. Ketika T dimasukkan dalam

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 25

Page 20: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

persamaan, agar persamaan tersebut menjadi efektif, maka perlu ditambahkan restriksi pada tingkat keseimbangan investasi dan modal. M dan N merupakan konstanta yang muncul ketika terjadi penjumlahan koefisien investasi pada semua tahunT:

M =tTt=0

T −1

∑ DT−t−1 =t −1Tt=1

T

∑ DT−1

N = DT− t−1 = DT− t

t=1

T

∑t= 0

T−1

17. Akumulasi Hutang Luar Negeri (Foreign Debt Accumulation)

Akumulasi hutang terhadap GDP, dirumuskan sebagai: DEBT_RATIO = DEBT * P_GLOBAL/ V0GDPEXP

dimana: DEBT_RATIO = Rasio hutang terhadap GDP DEBT = Hutang luar negeri riil P_GLOBAL = Nilai tukar/exchange rate (‘000 Rupiah / US$) antara periode T

(diukur dalam nilai domestik) dengan periode dasar yang diukur dalam US dollar.

V0GDPEXP = GDP nominal dari sisi pengeluaran

18. Perluasan Model Regional

Beberapa pembuat model CGE menggunakan pendekatan “bottom-up” dalam hal memodelkan multi-regional (Madden, 1990; Navqi and Peter, 1994). Penggunaan model pendekatan bottom-up membutuhkan data arus perdagangan inter-regional dan data parameters substitution perdagangan inter-regional. Untuk mendapatkan arus perdagangan inter-regional dan parameter substitusi merupakan kesulitan dasar para pembuat model multi-regional.

Karena alasan keterbatasan-keterbasaan data tersebut, dalam kajian ini digunakan pendekatan “top-down”. Keuntungan utama menggunakan pendekatan ”top-down” yaitu data yang diperlukan secara relatif lebih sederhana, khususnya tidak memerlukan data arus perdagangan inter-regional. Pendekatan ini juga membuat modifikasi model menjadi lebih sederhana.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 26

Page 21: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Dengan mengacu pada Model model ORANI-F (Horridge et al. (1993) dan INDOF (Oktaviani, 2000), tahap awal dalam menjalankan model inter-regional dibutuhkan data tentang dikotomi antara barang-barang dan jasa-jasa yang diperdagangkan secara regional (nasional) dan barang-barang yang tidak diperdagangkan (local). Industri dibagi ke dalam industri nasional dan industri lokal. Komoditi dibagi kedalam non-margin komoditi lokal, margin komoditi lokal, dan komoditi nasional. Masing-masing share region dari output perekonomian adalah eksogen. Sebagai tambahan, share masing-masing komoditi yang digunakan di dalam region r bersumber dar region s yang sama untuk seluruh r.

Seluruh tambahan database yang diperlukan untuk pegembangan model CGE-IR adalah untuk masing-masing industri di seluruh region, kita membutuhkan share regional awal dari output dan investasi. Untuk masing-masing komoditi, kita perlu mengetahui share ragional ekspor dan share regional permintaan pemerintah. Tidak ada tambahan data yang diperlukan untuk menghitung share regional konsumsi rumah tangga. Hal tersebut diasumsikan bahwa nilai share awal regional konsumsi rumah tangga untuk seluruh komoditi adalah sama dengan share dari pendapatan upah yang diterima tenaga kerja dari perekonomian tersebut dikalikan dengan pendapatan tenaga kerja perekonomian.

Berikut ini adalah beberapa tambahan persamaan yang diperlukan untuk pengembangan model CGE-IR, antar lain:

1. Permintaan Input Barang Antara berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region

X1CSI_REGcsir = X1csi * RGSHR1ir dimana: X1csi = Permintaan input antara berdasarkan komoditi, sumber dan industri. RGSHR1ir = Share input antara regional berdasarkan industri dan region

2. Permintaan Investasi berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region

X2CSI_REGcsir = X2csi * RGSHR2ir

dimana: X2csi = Permintaan investasi berdasarkan komoditi, sumber dan industri. RGSHR2ir = Share investasi regional input antara berdasarkan industri dan region

3. Permintaan Konsumsi Barang berdasarkan Komoditi, Sumber, Region dan Rumah Tangga

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 27

Page 22: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

X3CS_REGcsrh = X3csh * RGSHR3cr

dimana: X3csh = Permintaan konsumsi berdasarkan komoditi, sumber dan industri

rumahtangga. RGSHR3cr = Share permintaan konsumsi regional berdasarkan komoditi dan region

4. Permintaan Ekspor berdasarkan Region

X4_REGcr = X4c * RGSHR4cr

dimana: X4c = Permintaan ekspor berdasarkan komoditi RGSHR4cr = Share regional ekspor berdasarkan komoditi dan region

5. Permintaan “Other” berdasarkan Komoditi, Sumber dan Region

X5CS_REGcsr = X5cs * RGSHR5cr dimana: X5cs = Permintaan input berdasarkan komoditi dan sumber RGSHR5cr = Share input lain regional berdasarkan komoditi dan region

6. Permintaan Margin Input Antara berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region

X1MARG_REGcsimr = X1csim * RGSHR1ir dimana: X1csim = permintaan margin input barang antara berdasarkan komoditi, sumber dan industri.

7. Permintaan Margin Investasi berdasarkan Komoditi, Sumber, Industri dan Region

X2MARG_REGcsimr = X2csim * RGSHR2ir dimana X2csim = permintaan margin investasi berdasarkan komoditi, sumber, dan industri.

8. Margin Konsumsi Swasta berdasarkan komoditi, sumber, region dan kelompok

rumahtangga

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 28

Page 23: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

X3MARG_REGcsmrh = X3csmh * RGSHR3cr

dimana X3csmh = margin konsumsi swasta berdasarkan komoditi, sumber, dan rumah tangga.

9. Margin Ekspor Luar Negeri berdasarkan Komoditi dan Region

X4MARG_REGcmr = X4cm * RGSHR4cr dimana: X4cm = Margin Ekspor Luar Negeri berdasarkan Komoditi

10. Margin “Other” Berdasarkan komoditi, sumber, dan Region

X5MARG_REGcsmr = X5csm * RGSHR5cr

dimana: X5csm = permintaan margin input lain berdasarkan komoditi dan sumber

11. Share Regional dari Produksi Industri

RGSHR1ir = i

ir

TOTXRTOTX

1_1

dimana: X1TOT_Rir = total output regional berdasarkan industri dan region X1TOTi = total output berdasarkan industri

12. Share Regional dari Investasi Industri yang berhubungan pada share produksi regional

RGSHR2ir = RGSHR1ir * FREG2ir * FFREG2i dimana: FREG2ir = komplemen dari komoditi spesifik berdasarkan industri dan region FFREG2i = pergeseran share investasi industri yang sama di setiap region

13. Upah total seluruh Populasi dalam perekonomian sama dengan penjumlahan dari

upah total populasi seluruh region

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 29

Page 24: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

∑∑ =s

ssr

r REGQLABREGTOTQNATLABREGTOT _**

dimana: LABREGTOTr = Total upah tenaga kerja berdasarkan region QNAT = Total populasi dalam perekonomian LABREGTOTs = Total upah tenaga kerja berdasarkan sumber Q_REGs = Total populasi regional berdasarkan sumber

14. Share konsumsi swasta regional berubah searah dengan perubahan share

pendapatan tenaga kerja

RGSHR3cr = ( )

ccr

HEPSr FFREGFREG

IOLABWREGLABREV c

3*3*_1

_*0.1_

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

dimana: EPS_Hc = Elastisitas rata-rata pengeluaran rumah tangga LABREV_REGr = Upah berdasarkan region W1LAB_IO = total upah untuk seluruh industri dan pekerja FREG3cr = komplemen dari komoditi spesifik berdasarkan industri dan region FFREG3cr = pergeseran share konsumsi yang sama berdasarkan industri di

setiap region

15. Share Ekspor Luar Negeri Regional berdasarkan Komoditi dan Region

RGSHR4cr = FREG4cr * FFREG4c dimana: RGSHR4cr = Share Ekspor Luar Negeri Regional berdasarkan Komoditi dan Region FREG4cr = komplemen dari komoditi ekspor spesifik berdasarkan industri dan

region FFREG4c = pergeseran share ekspor yang sama di setiap region berdasarkan

komoditi

16. Share regional permintaan “other”

RGSHR5cr = FREG5cr * FFREG5c dimana: RGSHR5cr = Share permintaan “other” Regional berdasarkan komoditi dan Region FREG5cr = komplemen dari komoditi “other” spesifik berdasarkan industri dan

region

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 30

Page 25: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

FFREG5c = pergeseran share komoditi “other” yang sama di setiap region berdasarkan komoditi

17. Output Komoditi Lokal Non Margin

( )( )

{ }

⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪

+

+

+

+

= ∑∑∑

rdomiirdomi

iriri

jhrdomihdomiir

jrjdomijdomiir

jrjdomijdomiir

irir

REGCSXREGSHAREBASV

REGXREGSHAREBASV

REGCSXBASVREGSHARE

REGCSIXBASVREGSHARE

REGCSIXBASVREGSHARE

TOTDEMREGREGX

_5*5*5

_4*4*4

_3*3*3

_2*2*2

_1*1*1

1_0

18. Penggunaan Komoditi Lokal Margin

( )( )

{ }

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪⎪

+

+

+

+

+

+

+

+

+

=

∑∑

∑∑∑

∑∑∑

usicrusicir

usicri

usicir

suscrurusc

s huscrhuschur

uucruruc

rdomccrdomc

crcrc

hhrdomchdomccr

iridomcidomcir

iridomcidomcir

crcr

REGMARGXMARVREGSHARE

REGMARGXMARVREGSHARE

REGMARGXREGSHAREMARV

REGMARGXMARVREGSAHRE

REGMARGXREGSHAREMARV

REGCSXREGSHAREBASV

REGXREGSHAREBASV

REGCSXBASVREGSHARE

REGCSIXBASVREGSHARE

REGCSIXBASVREGSHARE

TOTDEMREGREGX

_2*2*2

_1*1*1

_5*5*5

_3*3*3

_4*4*4

_5*5*5

_4*4*4

_3*3*3

_2*2*2

_1*1*1

1_0

19. Penawaran Komoditi Lokal yang berhubungan pada Produksi dari Industri Lokal

irj c

cjcr RTOTX

IMAKEMAKE

REGX _1*_

_0⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

= ∑

20. Output dari Industri Nasional

X1TOT_Rir = X1TOTi * F_X1TOT_Rir * FF_X1TOT_Ri Dimana: X1TOT_Rir = permintaan input gabungan industri seluruh region berdasarkan

industri dan region F_X1TOT_Rir = deviasi spesifik regional dari keragaan industri nasional FF_X1TOT_Ri = deviasi regioanl yang sama dari keragaan industri nasional

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 31

Page 26: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

21. Keseimbangan output industri seluruh region dengan industri nasional

∑ =r

iiirir NATRSUMTOTXRTOTXREGSHARE _*1_1*1

Dimana RSUM_NATi = Total share produksi regional dari industri nasional

22. Total Upah Berdasarkan Region

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛= ∑ ∑

))1*1*1(

*1*1(1_ioioir

i oioir

rr

LABXLABPRGSHR

LABVREGSHARELABREGTOT

REGLABREV

Dimana: LABREV_REGr = pembayaran upah berdasarkan region LABREGTOTr = total upah tenaga kerja berdasarkan region

23. GDP Riil Regional (Gross Region Products)

∑=i

irr REGZCONiPRIMXREGZTOT _*_1_

Dimana ZTOT_REGr = GDP riil regional ZCON_REGir = deviasi total output region dari GDP nasional

24. Perbedaan Kontribusi pada total output region dari GDP Nasional

[ ]

i

ir

kk

iir

kk

i

i

ir

ir TOTXTOTX

PRIMVPRIMV

iPRIMXRTOTX

PRIMVVIPRIM

VALUADDTOTVALUADD

REGZCON11

*1

1_1

_1*

1

_∑

+

⎪⎪⎪

⎪⎪⎪

⎪⎪⎪

⎪⎪⎪

=

Dimana: VALUADDir = Pembayaran faktor berdasarkan industri dan region VALUADDTOTir = Total pembayaran faktor berdasarkan region

25. Tenaga Kerja Agregat Regional

( )∑=i

irirr

r REGPERSONLABINDREGLABREGTOT

REGPERSONTOT _*1_

Dimana: PERSONTOT_REGr = jumlah tenaga kerja agregat (orang)

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 32

Page 27: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

LABINDREGir = upah tenaga kerja berdasarkan industri dan region LABREGTOTr = total upah tenaga kerja berdasarkan region PERSON_REGir = Pekerja berdasarkan industri dan region (orang)

26. Tenaga Kerja Berdasarkan Region dan Industri

iriir RGSHRoLABXREGPERSON 1*_1_ =

2.2.6 Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE

Terdapat beberapa model ekonomi yang dapat digunakan untuk melihat dan menganalisis dampak perubahan variabel-variabel ekonomi terhadap perkembangan sektor industri. Selain model CGE, model ekonometrika sering digunakan untuk analisis keseimbangan partial (partial Equilibrium), model Input-Output dan model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE).

Kajian ini akan menggunakan model CGE dimana terdapat beberapa keunggulan dan keterbatasan dibandingkan dengan model ekonomi lainnya. Keunggulan dari model CGE yang akan digunaan dalam kajian ini antara lain: 1. Dibandingkan dengan model keseimbangan parsial, model CGE sudah memasukkan

semua transaksi antara pelaku-pelaku ekonomi secara keseluruhan, baik di pasar faktor produksi maupun pasar komoditi. Sehingga dampak dari suatu kebijakan akan dapat dianalisis pengaruhnya secara kuantitatif terhadap kinerja ekonomi baik secara makro maupun secara sektoral (Horison, 1997).

2. Model CGE sudah memasukkan kemungkinan substitusi antar faktor produksi, sehingga jika terjadi perubahan harga relatif suatu faktor produksi, maka produsen akan merubah komposisi penggunaan faktor produksi ke arah faktor produksi yang harganya relatif lebih murah. Pada model CGE dampak kebijakan dapat dianalisis pada tingkat institusi, distribusi pendapatan diantara golongan rumah tangga, distribusi pendapatan diantara faktor produksi primer, neraca perdagangan dan sebagainya (Horison, 1997). Lebih lanjut, Wobs (2001) menyatakan bahwa pada model CGE harga sudah dimasukkan sebagai variabel endogen.

3. Dibandingan dengan Social Accountinng Matrix (SAM) atau Sisem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE), model CGE sudah memasukkan persamaan non linier. Disamping itu, pada model CGE harga sudah dimasukkan sebagai variabel endogen.

4. Dibandingkan dengan model makro ekonometrika, model CGE dapat mengacu pada tahun tertentu (particular benchmark years), sedangkan pada model makro ekonometrika data yang digunakan merupakan data deret waktu, sehingga tidak dapat diaplikasikan pada tahun tertentu. Disamping itu dengan menggunakan model CGE hubungan antara makro ekonomi dangan mikroekonomi dapat

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 33

Page 28: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

diketahui, sementara pada model makro ekonometrika analisis dan dampak hanya dapat dilakukan di tingkat makro (Horison, 1997).

Sedangkan keterbatasan model CGE pada kajian ini adalah struktur pasar yang diaplikasikan pada model dalam kajian ini, terutama untuk komoditas listrik cenderung merupakan struktur pasar monopoli. Padahal asumsi utama dalam model CGE mengenai struktur pasar adalah pasar persaingan sempurna dengan kondisi constant return to scale. Namun demikian berdasarkan hasil kajian Abayasiri-Silva dan Horridge (1996), model CGE dapat juga diterapkan pada struktur pasar monopoli dengan kondisi increasing returun to scale. Abayasiri-Silva dan Horridge (1996) menemukan bahwa hasil simulasi yang diperoleh dengan menggunakan asumsi PPS atau monopoli adalah relatif sama.

2.2.7 Simulasi Kebijakan

Beberapa alternatif simulasi kebijakan yang dilakukan dalam kajian ini berasal dari data historis sesungguhnya dan dianggap akan terjadi pada masa yang akan datang. Simulasi yang akan dilakukan berhubungan dengan: 1. Peningkatan pengeluaran pemerintah untuk investasi pada semua sektor 2. Peningkatan pengeluaran swasta untuk investasi pada semua sektor.

Dikarenakan data investasi dalam Tabel I-O hanya menunjukkan investasi di masing-masing sektor yang berasal dari sektor tersebut, maka beberapa sektor yang outputnya tidak dapat dijadikan barang investasi tidak ada nilai investasinya (nol). Dengan demikian nilai investasi tersebut belum dapat menunjukkan nilai investasi secara keseluruhan dalam perekonomian. Oleh karena itu, simulasi kebijakan investasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan simulasi peningkatan produktivitas output sebagai dampak dari adanya peningkatan investasi. Produktivitas merupakan ukuran perubahan teknologi yang merupakan respon terhadap perubahan iklim ekonomi, dalam hal ini investasi.

Nilai besaran produktivitas output diduga dari fungsi produksi output dimana produksi output tersebut merupakan fungsi dari tenaga kerja, investasi pemerintah dan investasi swasta. Pendugaan fungsi dilakukan dengan menggunakan analisis ekonometrik khususnya metode Ordinary Least Square (OLS). Data yang digunakan dalam menduga fungsi produksi adalah data PDRB dan data investasi pemerintah serta swasta menurut sektor PDRB dan menurut Provinsi tahun 2000. Data merupakan cross-section terdiri dari 30 Provinsi (tidak termasuk Provinsi Kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat). Secara umum model persamaan fungsi produksi yang digunakan dalam menduga produktivitas adalah sebagai berikut:

Ln Yn = a + b Ln TKYn + c Ln IDYn + d Ln ISYn + e

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 34

Page 29: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Dimana: n = nama sektor 1,2,.....,9. Yn = Nilai output di sektor n TKYn = Penyerapan tenaga kerja di sektor n IDYn = Nilai investasi pemerintah di sektor n ISYn = Nilai investasi swasta sektor n Hipotesis: c, d > 0 ; dimana c dan d adalah koefisien parameter yang menunjukan produktivitas output dari adanya investasi. Secara lengkap hasil analisis ekonometrik ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai investasi pemerintah maupun swasta masing-masing provinsi yang diregresikan ke dalam model persamaan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Data investasi pemerintah dan swasta yang tersedia, tidak secara detail menurut lapangan usaha seperti yang terdapat pada Tabel Input-Output, melainkan hanya terdisagregasi menurut sembilan sektor perekonomian atau berdasarkan pada PDRB sektortal yaitu sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel, dan restoran; transportasi dan komunikasi; keuangan; dan jasa-jasa seperti yang terlihat pada Tabel 2.2. Dengan demikian, pangsa investasi untuk masing-masing lapangan usaha dalam kajian ini (semuanya 33 lapangan usaha) diperoleh dengan mengasumsikan bahwa tidak ada perbedaan pangsa investasi diantara subsektor-subsektor yang tercakup dalam suatu sektor tertentu. Jadi nilai pangsa investasi untuk seluruh subsektor yang ada dalam sektor tertentu mempunyai nilai produktivitas yang sama dengan nilai produktivitas sektor yang bersangkutan seperti yang terlihat pada Tabel 2.3. Nilai dan pangsa investasi tersebut merupakan data dasar yang digunakan untuk melakukan shock atau simulasi.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 35

Page 30: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Tabel. 2.1. Nilai Investasi Pemerintah dan Swasta di Indonesia dalam Tahun 2000 dalam

Millar Rupiah

bel 2.2. Nilai dan Pangsa Investasi Pemerintah dan Swasta Tahun 2000 menurut Sektor

ProvinsiPemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta

NAD 84.49 56.51 1.19 10.64 0.34 1059.80 20.42 1.26 369.21 0.78 20.06 5.61 128.33 31.04 0.22 3.35 170.59 14.71Sumatera Utara 105.81 27.96 0.61 5.26 0.43 524.40 210.77 0.62 154.83 0.39 7.82 2.78 94.36 15.36 0.04 1.66 91.89 7.28Sumatera Barat 269.91 28.98 0.62 5.46 0.51 543.56 71.04 0.65 111.15 0.40 4.92 2.88 95.89 15.92 0.03 1.72 97.09 7.54Riau 53.87 1612.45 0.31 303.48 0.37 30240.11 4.69 35.97 417.31 22.37 3.12 160.10 91.65 885.67 0.07 95.54 56.83 419.60Jambi 62.31 59.28 0.46 11.16 0.24 1111.82 7.34 1.32 95.23 0.82 1.92 5.89 45.96 32.56 0.05 3.51 39.52 15.43Sumatera Selatan 171.92 2.75 0.38 0.52 0.28 51.66 601.82 0.06 145.89 0.04 4.52 0.27 145.77 1.51 0.01 0.16 76.33 0.72Bangka Belitung 1.59 0.48 0.00 0.09 0.00 8.95 1.54 0.01 44.95 0.01 0.00 0.05 0.04 0.26 0.00 0.03 34.69 0.12Bengkulu 60.34 5.56 0.71 1.05 0.46 104.31 4.84 0.12 82.99 0.08 1.83 0.55 65.54 3.05 0.12 0.33 53.33 1.45Lampung 365.81 11.65 0.42 2.19 0.74 218.46 8.88 0.26 107.37 0.16 3.74 1.16 93.90 6.40 0.05 0.69 59.39 3.03Banten 1.59 232.11 0.00 43.69 0.00 4353.02 1.54 5.18 44.95 3.22 0.00 23.05 0.04 127.49 0.00 13.75 34.69 60.40DKI Jakarta 434.67 168.00 34.47 31.62 113.15 3150.67 226.30 3.75 627.79 2.33 32.64 16.68 1344.77 92.28 2.73 9.95 4537.66 43.72Jawa Barat 271.54 217.77 5.79 40.99 23.16 4084.15 40.08 4.86 372.29 3.02 2.28 21.62 1046.18 119.62 0.15 12.90 704.86 56.67Jawa Tengah 250.34 73.42 2.84 13.82 8.67 1376.84 433.63 1.64 258.89 1.02 1.77 7.29 480.62 40.32 1.15 4.35 148.97 19.10DI Yogya 93.74 5.72 0.29 1.08 0.95 107.26 8.98 0.13 73.36 0.08 0.39 0.57 49.11 3.14 0.03 0.34 252.10 1.49Jawa Timur 467.13 133.59 0.00 25.14 0.71 2505.32 239.18 2.98 301.79 1.85 12.66 13.26 264.12 73.38 0.34 7.92 190.41 34.76Kalimantan Barat 56.10 1.27 1.01 0.24 0.35 23.82 9.36 0.03 155.16 0.02 2.20 0.13 62.58 0.70 0.03 0.08 57.21 0.33Kalimantan Tengah 43.29 68.06 0.88 12.81 0.26 1276.39 1.70 1.52 130.26 0.94 1.75 6.76 87.21 37.38 0.02 4.03 39.55 17.71Kalimantan Selatan 65.30 148.83 1.30 28.01 0.22 2791.20 10.83 3.32 118.52 2.07 3.46 14.78 75.13 81.75 0.04 8.82 77.80 38.73Kalimantan Timur 38.05 59.83 0.63 11.26 0.35 1122.12 226.07 1.33 283.95 0.83 2.28 5.94 112.08 32.86 0.05 3.55 145.18 15.57Sulawesi Utara 35.54 71.01 0.47 13.37 0.23 1331.81 9.94 1.58 106.25 0.99 2.27 7.05 190.54 39.01 0.03 4.21 73.83 18.48Gorontalo 1.59 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.54 0.00 44.95 0.00 0.00 0.00 0.04 0.00 0.00 0.00 34.69 0.00Sulawesi Tengah 78.10 13.01 0.28 2.45 0.16 244.07 12.45 0.29 120.41 0.18 1.05 1.29 84.48 7.15 0.14 0.77 59.75 3.39Sulawesi Selatan 380.68 1432.56 0.34 269.62 0.61 26866.32 260.44 31.96 254.74 19.88 5.89 142.24 188.16 786.86 0.03 84.88 86.53 372.78Sulawesi Tenggara 70.71 7.97 0.08 1.50 0.15 149.43 3.85 0.18 145.43 0.11 1.30 0.79 79.14 4.38 0.02 0.47 64.59 2.07Bali 24.82 2.82 0.04 0.53 0.16 52.82 17.33 0.06 211.74 0.04 0.44 0.28 278.23 1.55 0.18 0.17 50.99 0.73NTB 192.63 39.00 0.65 7.34 0.16 731.40 0.48 0.87 130.26 0.54 4.14 3.87 32.67 21.42 0.08 2.31 54.80 10.15NTT 164.51 0.07 0.24 0.01 0.20 1.34 8.54 0.00 232.60 0.00 2.91 0.01 65.62 0.04 0.12 0.00 65.71 0.02Maluku 23.94 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.21 0.00 58.91 0.00 0.86 0.00 37.75 0.00 0.02 0.00 29.07 0.00Maluku Utara 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00Papua 68.52 2.03 0.55 0.38 0.27 38.05 30.74 0.05 365.10 0.03 4.39 0.20 142.20 1.11 0.04 0.12 72.39 0.53Total 3938.82 4482.69 54.53 843.71 153.15 84069.10 2474.50 100.00 5566.30 62.20 130.59 445.10 5382.13 2462.21 5.76 265.61 7460.45 1166.51

Bangunan Dagang, Htl & Rest Jasa - JasaLembaga KeuanganPengangkutanPertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listirk Gas dan Air

Tadalam Milyar Rupiah

Sektor Pemerintah Swasta Total Nilai Share Nilai Share Nilai Share

Pertanian 4482.69 0.53 3938.82 0.47 8421.51 1.00 Pertambangan 3 1 4 54.5 0.06 843.7 0.94 898.2 1.00 Industri Pengolahan 8 84222.25 1.00 153.15 0.00 4069.10 1.00 Listrik Gas & Air Bersih 24 274.50 0.96 100.00 0.04 574.50 1.00 Bangunan 5566.30 0.99 62.20 0.01 5628.50 1.00 Perdagangan Hotel dan Restoran 130.59 0.23 445.10 0.77 575.69 1.00 Pengangkutan 5382.13 0.69 2462.21 0.31 7844.34 1.00 Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 5.76 0.02 265.61 0.98 271.37 1.00 Jasa - Jasa 7460.45 0.86 1166.51 0.14 8626.96 1.00

Pangsa Investasi Peme da w rh T ve di Masing-Tabel 2.3. rintah n S asta te adap otal In stasi

Masing Sektor Tahun 2000 (persen) No Sektor Share Pemerintah Swasta 1 Padi 0.46770966 0.53229033215 785 2 Tanaman bhn makanan lain 0 0.5 85 .46770966215 322903373 Kelapa sawit 0.46770966215 0.53229033785 4 Tanaman perkebunan 0.46770966215 0.53229033785 5 Peternakan dan hasilnya 0.46770966215 0.53229033785 6 Kehutanan 0.46770966215 0.53229033785 7 Perikanan 0.46770966215 0.53229033785 8 Pertambangan batu bara, biji logam dan lainnya 0.06071074308 0.93928925692 9 Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 0.06071074308 0.93928925692

10 Industri makanan minuman dan tembakau 0.00181837939 0.93928925692

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 36

Page 31: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

No Sektor Share Pemerintah Swasta 11 Ikan Olahan 0.00181837939 0.93928925692 12 minyak sawit 0.00181837939 0.93928925692 13 Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 0.00181837939 0.93928925692 14 Industri barang dari kayu,hasil hutan lainnya 0.00181837939 0.93928925692 15 Industri kertas dan barang dari cetakan 0.00181837939 0.93928925692 16 Industri pupuk, kimia,brg karet,mineral non logam 0.00181837939 0.93928925692 17 Pengilangan minyak bumi 0.00181837939 0.93928925692 18 Industri semen 0.00181837939 0.93928925692 19 Industri dasar besi,baja,logam dasar bukan besi 0.00181837939 0.93928925692 20 Industri barang dari logam 0.00181837939 0.93928925692 21 Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya 0.00181837939 0.93928925692 22 Industri lainnya 0.00181837939 0.93928925692 23 Listrik, gas dan air bersih 0.96115747614 0.03884252386 24 Bangunan 0.98894909245 0.01105090755 25 Perdagangan 0.22683680542 0.77316319458 26 Hotel dan Restoran 0.22683680542 0.77316319458 27 Angkutan darat 0.68611639907 0.31388360093 28 Angkutan Air 0.68611639907 0.31388360093 29 Angkutan Udara 0.68611639907 0.31388360093 30 Komunikasi 0.68611639907 0.31388360093 31 Lembaga keuangan 0.02121841927 0.97878158073 32 Pemerintahan umum dan pertahanan 0.86478311293 0.13521688707 33 Jasa-jasa lainnya 0.86478311293 0.13521688707

esaran simulasi pada masing-masing agregasi sektor terhadap model

engingat model yang digunakan merupakan model recursive dynamic, maka dampak

bel 2.4. Besaran Shock Investasi Pemerintah dan Investasi Swasta, Pendekatan

No Sektor Koefisien Parameter Shock

Shock atau bterlihat pada Tabel 2.4. Besaran shock pada model tersebut dicari dengan mengalikan besaran produktivitas output atau koefisien parameter investasi (pemerintah atau swasta) dengan share rata-rata investasi pemerintah atau swasta terhadap total investasi di masing-masing sektor. Jika diasumsikan nilai dari produktivitas per tahun sama sampai sepuluh tahun ke depan, maka nilainya tersebut dikalikan dengan 10 (sepuluh). Besaran shock pada Tabel 2.4 yang dimasukkan ke dalam model sebagai guncangan pada variabel eksogen a1tot (Shifter for "exogenous" productivity rule). Koefisien parameter yang menunjukkan besarnya produktivitas modal dan besarnya shock pada masing-masing sektor terlihat pada Tabel 4.4. Mkebijakan dari tahun ke tahun dapat tertangkap dari model. Dalam kajian ini simulasi kebijakan dianalisis dalam 10 tahun ke depan. Ta

Produktivitas Output

Pe Pemerint Swasta merintah Swasta ah 1 Padi 0.0890096 1.327304 0.016722 6.2079291 2 Tanaman bhn makanan lain 1.327304 0.016722 6.2079291 0.0890096 3 Kelapa sawit 1.327304 0.016722 6.2079291 0.0890096 4 Tanaman perkebunan 1.327304 0.016722 6.2079291 0.0890096 5 Peternakan dan hasilnya 1.327304 0.016722 6.2079291 0.0890096 6 Kehutanan 1.327304 0.016722 6.2079291 0.0890096 7 Perikanan 1.327304 0.016722 6.2079291 0.0890096

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 37

Page 32: 2.1 Dasar Pemikiran - Kementerian PPN/Bappenas · antara lain: Tabel Input-Output (I-O) untuk masing-masing wilayah terpilih dan tingkat ... Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi

Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

No Sektor Koefisien Parameter Shock Pemerintah Swasta Pemerintah Swasta

8 Pertambangan batu bara, biji logam dan lainnya 0.155791 0.376811 0.0945819 3.5393452 9 Pertambangan minyak, gas dan panas bumi 0.155791 0.125485 0.0945819 3.5393452

10 Industri makanan minuman dan tembakau 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 11 Ikan Olahan 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 12 minyak sawit 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 13 Industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 14 Industri barang dari kayu,hasil hutan lainnya 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 15 Industri kertas dan barang dari cetakan 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 16 Industri pupuk, kimia,brg karet,mineral non logam 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 17 Pengilangan minyak bumi 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 18 Industri semen 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 19 Industri dasar besi,baja,logam dasar bukan besi 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 20 Industri barang dari logam 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 21 Industri alat angkutan, mesin dan peralatannya 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 22 Industri lainnya 0.092898 0.125485 0.0016892 1.2525682 23 Listrik, gas dan air bersih 0.286488 0.253941 2.7536008 0.0986371 24 Bangunan 0.739620 0.018254 7.3144653 0.0020172 25 Perdagangan 0.295462 0.150010 0.6702166 1.1598221 26 Hotel dan Restoran 0.295462 0.150010 0.6702166 1.1598221 27 Angkutan darat 0.206827 0.032190 1.4190740 0.1010391 28 Angkutan Air 0.206827 0.032190 1.4190740 0.1010391 29 Angkutan Udara 0.206827 0.032190 1.4190740 0.1010391 30 Komunikasi 0.206827 0.032190 1.4190740 0.1010391 31 Lembaga keuangan 0.566409 0.053485 0.1201830 0.5235013 32 Pemerintahan umum dan pertahanan 0.312292 0.013382 2.7006485 0.0180947 33 Jasa-jasa lainnya 0.312292 0.013382 2.7006485 0.0180947

Sumber: Koefisien Paremeter di estimasi dengan OLS.

Direktorat Kewilayahan I, Bappenas 38