35
II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keterampilan Sosial (Social Skill) Keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena memungkinkan individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau negatif Cartledge dan Milburn (1986: 143-149). Karena itu keterampilan sosial merupakan kompetensi yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang termasuk di dalamnya peserta didik, agar dapat memelihara hubungan sosial secara positif dengan keluarga, teman sebaya, masyarakat dan pergaulan di lingkungan yang lebih luas. Menurut Maryani (2011: 18) keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk menciptakan hubungan sosial yang serasi dan memuaskan berbagai pihak, dalam bentuk penyesuaian terhadap lingkungan sosial dan memecahkan masalah sosial. Tim Broad-Based Education menyatakan keterampilan sosial sebagai keterampilan berkomunikasi dengan empati dan keterampilan bekerjasama. Komunikasi bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi di dalamnya ada keinginan menimbulkan kesan yang baik untuk menumbuhkan keharmonisan maupun kesinambungan hubungan, serta solusi terhadap suatu permasalahan. Selanjutnya Cadler menjelaskan pentingnya keterampilan sosial dikembangkan di kelas sebagai berikut.

21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

  • Upload
    phambao

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

21

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Keterampilan Sosial (Social Skill)

Keterampilan sosial merupakan perilaku yang perlu dipelajari, karena

memungkinkan individu dapat berinteraksi, memperoleh respon positif atau

negatif Cartledge dan Milburn (1986: 143-149). Karena itu keterampilan

sosial merupakan kompetensi yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap

orang termasuk di dalamnya peserta didik, agar dapat memelihara hubungan

sosial secara positif dengan keluarga, teman sebaya, masyarakat dan pergaulan

di lingkungan yang lebih luas. Menurut Maryani (2011: 18) keterampilan

sosial merupakan kemampuan untuk menciptakan hubungan sosial yang serasi

dan memuaskan berbagai pihak, dalam bentuk penyesuaian terhadap

lingkungan sosial dan memecahkan masalah sosial. Tim Broad-Based

Education menyatakan keterampilan sosial sebagai keterampilan

berkomunikasi dengan empati dan keterampilan bekerjasama.

Komunikasi bukan hanya menyampaikan pesan, tetapi di dalamnya ada

keinginan menimbulkan kesan yang baik untuk menumbuhkan keharmonisan

maupun kesinambungan hubungan, serta solusi terhadap suatu permasalahan.

Selanjutnya Cadler menjelaskan pentingnya keterampilan sosial

dikembangkan di kelas sebagai berikut.

Page 2: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

22

Keterampilan sosial sangat diperlukan dan harus jadi prioritas dalammengajar. Mengajar bukan hanya sekedar mengembangkan keterampilanakademik. Hak yang sangat penting dalam mengembangkanketerampilan sosial adalah mendiskusikan sesama guru atau orang tuatentang keterampilan sosial apa yang menjadi prioritas, memilih satuketerampilan sosial, mempraktikan, merefleksi dan ahirnya mereviewserta mempraktikannya kembali setelah diperbaiki, merefleksi danseterusnya sampai betul-betul terkuasai oleh peserta didik (Maryani,2011: 19).

Chaplin dalam Suhartini (2004: 18) berpendapat bahwa keterampilan sosial

merupakan bentuk perilaku, perbuatan dan sikap yang ditampilkan oleh

individu ketika berinteraksi dengan orang lain disertai dengan ketepatan dan

kecepatan sehingga memberikan kenyamanan bagi orang yang berada

disekitarnya. Peningkatan perilaku sosial cenderung paling menyolok pada

masa kanak-kanak awal. Hal ini disebabkan oleh pengalaman sosial yang

semakin bertambah pada anak-anak mempelajari pandangan pihak lain

terhadap perilaku mereka dan bagaimana pemandangan tersebut

mempengaruhi tingkatan penerimaan kelompok teman sebaya akan tetapi, ada

beberapa bentuk perilaku yang tidak sosial atau antisosial. Sejauh mana

terjadinya peningkat-an perilaku sosial akan bergantung pada tiga hal.

Pertama, seberapa kuat keinginan anak untuk di terima secara sosial; kedua

pengetahuan mereka tentang cara memperbaiki perilaku; dan ketiga,

kemampuan intelektual yang semakin berkembang yang memungkinkan

pemahaman hubungan antara perilaku mereka dengan penerimaan sosial.

Keterampilan sosial atau disebut juga prososial behavior mencakup perilaku-

perilaku sebagai berikut.

(a) Empati yang didalamnya anak-anak mengekspresikan rasa harudengan memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang tertekan

Page 3: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

23

karena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yangsedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadariperasaan yang dialami orang lain; (b) kemurahan hati ataukedermawanan di dalamnya anak-anak berbagi dan memberikan suatubarang miliknya pada seseorang; (c) kerjasama yang didalamnyaanakanak mengambil giliran atau bergantian dan menuruti perintahsecara sukarela tanpa menimbulkan per-tengkaran; dan (d) memberibantuan yang di dalamnya anak-anak membantu seseorang untukmelengkapi suatu tugas dan membantu seseorang yang membutuhkan(Beaty, 1998: 147).

Keterampilan sosial dapat dikelompokan dalam empat bagian, namun

keempat bagian tersebut saling berkaitan. Keempat bagian tersebut sebagai

berikut.

1. Keterampilan dasar berinteraksi: berusaha untuk saling mengenal, adakontak mata, berbagai informasi atau material.

2. Keterampilan komunikasi: mendengar dan berbicara secara bergiliran,melembutkan suara (tidak membentak), menyakinkan orang untukmengemukakan pendapat, mendengarkan sampai orang tersebutmenyelesaikan pembicaraannya.

3. Keterampilan membangun tim/kelompok: mengakomodasi pendapatorang, bekerjasama, saling menolong dan saling memperhatikan.

4. Keterampilan menyelesaikan masalah: mengendalikan diri, empati,memikirkan orang lain, taat terhadap kesepakatan, mencari jalan keluardengan berdiskusi, respek terhadap pendapat yang berbeda (Maryani,2011: 20).

Keterampilan sosial di Amerika Serikat dirumuskan oleh ASCD (Association

for Supervicion Curriculum Development) meliputi keterampilan hidup

(lifeskill) antara lain sebagai berikut.

1. Keterampilan berfikir dan bernalar.

2. Keterampilan bekerja dengan orang lain.

3. Keterampilan pengendalaian diri.

4. Keterampilam dalam memanfaatkan peluang kerja (Maryani, 2011: 20).

Page 4: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

24

Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk mengenal bahasa-bahasa

simbol, antri di tempat-tempat umum, membuang sampah pada tempatnya,

berkomunikasi dengan baik dengan orang lain, berejasama dengan kelompok

yang majemuk, menjadi konsumen yang selektif, membuat keputusan,

berpartisipasi sebagai warga negara, mengakui kemajemukan, menggali,

mengolah dan memanfaatkan informasi (Supriatna, 2007: 130).

2.2 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Sudjana

(2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah

perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas

mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono

(2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil suatu interaksi

tindak belajar dan tindak mengajar. Menurut Suryosubroto (1997: 2) hasil

belajar adalah penilaian tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang

dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang

dinyatakan sesudah penilaian. Menurut Hamalik (2005: 43) hasil belajar

adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan, yang nantinya dimiliki siswa

setelah dilaksanakannya kegiatan belajar mengajar. Jika dilihat dari sisi guru,

tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Sebaliknya jika

dilihat dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari

puncak proses belajar.

Page 5: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

25

Bloom menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif sebagai berikut.

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telahdipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan denganfakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentanghal yang dipelajari.

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untukmenghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakanprinsip.

d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnyakemampuan menyusun suatu program.

f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapahal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasilulangan (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27).

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan

evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan

menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif IPS

yang mencakup dua tingkatan yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2).

Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek

kognitif adalah tes.

Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di

kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu

Page 6: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

26

sendiri. Sugihartono, dkk, (2007: 76-77) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut.

a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar. Faktor internal meliputi, faktor jasmaniah dan faktor psikologis.

b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal

meliputi, faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas, peneliti

menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan metode bermain peran (role

playing). Pelaksanaan metode bermain peran (role playing) ini menuntut

keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial

(IPS).

2.3 Metode Bermain Peran (Role Playing Method)

Bermain peran (role playing) adalah metode pembelajaran yang diarahkan

untuk bermain peran dan menciptakan situasi tertentu sesuai dengan peristiwa

yang ingin disimulasikan (Maryani, 2011: 38). Sedangakan Sanjaya (2008:

161) mendefinisikan bermain peran (Role playing) merupakan metode

pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi

peristiwa sejarah, peristiwa aktual atau kejadian yang akan datang. Metode

bermain peran (role playing) ini dikategorikan sebagai metode belajar yang

berumpun kepada metode perilaku yang diterapkan dalam kegiatan

pengembangan. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan

tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, konkret dan dapat

diamati. Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura,

Page 7: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

27

khayalan, fantasi, make belive, atau simbolik. Menurut Piaget, awal main

peran dapat menjadi bukti perilaku anak. Beliau menyatakan bahwa bermain

peran ditandai oleh penggunaan cerita pada objek dan mengulang perilaku

menyenangkan yang diingatnya. Piaget menyatakan bahwa keterlibatan anak

dalam main peran dan upaya anak mencapai tahap yang lebih tinggi

dibandingkan dengan anak lainnya disebut sebagai collective symbolism.

Beliau juga menerangkan percakapan lisan yang anak lakukan dengan diri

sendiri sebagai idiosyncratic soliloquies.

Bermain peran adalah mendramatisasikan cara bertingkah laku orang-orang

tertentu dalam posisi yang membedakan peranan masing-masing dalam suatu

organisasi atau kelompok di masyarakat (Nawawi, 1993: 295). Jadi, secara

singkat metode bermain peran adalah cara atau jalan untuk mendramatisasikan

cara bertingkah laku orang-orang tertentu didalam posisi yang membedakan

peranan masing-masing. Apabila ditinjau secara istilah, metode bermain peran

adalah bentuk metode mengajar dengan mendramakan memerankan cara

bertingkah laku dalam hubungan sosial, yang lebih menekankan pada

kenyataan-kenyataan dimana para murid diikutsertakan dalam memainkan

peranan di dalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial. Metode ini

kadang-kadang disebut dengan dramatisasi (Zuhairini, dkk, 1983: 101-102).

Metode bermain peran (role playing) anak diberi kesempatan untuk

mengembangkan imajinasinya dalam memerankan seorang tokoh atau benda-

benda tertentu dengan mendapat ulasan dari guru agar mereka menghayati

sifat-sifat dari tokoh atau benda tersebut. Bermain peran dalam prosesnya anak

Page 8: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

28

diberi kebebasan untuk menggunakan benda-benda sekitarnya dan

mengkhayalkannya jika benda tersebut diperlukan dalam memerankan tokoh

yang dibawakan. Contoh kegiatan ini misalnya anak memerankan bagaimana

Bapak tani mencangkul sawahnya, bagaimana kupu-kupu yang menghisap

madu bunga, bagaimana gerakan pohon yang ditiup angin, dan sebagainya

(Kartini, 2007: 32). Dawson mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu

istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu

model yang mereplikasi proses-proses perilaku (Dimyati dan Mudjiono, 1992:

80). Sedangkan Ali mengemukakan bahwa metode simulasi adalah suatu cara

pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan (Ali, 1996:

83).

Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut.

Sosiodrama: semacam drama sosial berguna untuk menanamkankemampuan menganalisa situasi sosial tertentu, Psikodrama: hampirmirip dengan sosiodrama. Perbedaan terletak pada penekannya. Sosiadrama menekankan kepada permasalahan sosial, sedangkan psikodramamenekankan pada pengaruh psikologisnya dan Role-Playing: roleplaying atau bermain peran bertujuan menggambarkan suatu peristiwamasa lampau (Ali, 1996: 83).

Moedjiono & Dimyati juga membagi metode pengajaran simulasi menjadi 3

kelompok sebagai berikut.

Permainan simulasi (simulation games) yakni suatu permainan di manapara pemainnya berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindakseperti jika mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi yangsebenarnya, dan / atau berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentusesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka, Bermain peran (roleplaying) yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pastiberdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakankembali situasi sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang akan datang, menciptakan peristiwamutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu

Page 9: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

29

tempat dan/ atau waktu tertentu, dan Sosiodrama (sociodrama) yaknisuatu pembuatan pemecahan masalah kelompok yang dipusatkan padasuatu masalah yang berhubungan dengan relasi kemanusiaan.Sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukanalternatif pemecahan masalah yang timbul dan menjadi perhatiankelompok (Dimyati dan Mudjiono, 1992: 80).

Tahapan-tahapan pembelajaran dengan model bermain peran (role playing)

meliputi beberapa tahap sebagai berikut.

a. Penjelasan umumb. Memilih para pelakuc. Menentukan observerd. Menentukan jalan ceritae. Pelaksanaan (main)f. Diskusi dan penilaiang. Permainan ulangh. Diskusi dan penelaahani. Generalisasi (Hidayati, dkk. 2008: 37).

Selain tahapan-tahapan di atas yang telah dikemukakan oleh Hidayati, dkk.

Maryani juga menjelaskan tahapan-tahapan yang dapat diterapkan dalam

pembelajaran bermain peran (role playing) sebagai berikut.

a. Menentukan peristiwa/topik yang akan dijadikan tema kegiatan bermainperan (role playing) dan apa tujuannya.

b. Guru membuat skenario bermain peran (role playing), termasuk didalamnya ruang dan waktu.

c. Guru memberikan gambaran situasi yang ingin disimulasikan bila perluputarkan film tentang peristiwa tertentu.

d. Membentuk kelompok dan menetapkan pemain yang akan terlibat dalamsimulasi.

e. Setiap anak membaca dan menghayati skenario, serta meyakini kapanperan tokoh harus muncul dan bagaimana penghayatan nilai sertaperilakunya.

f. Membuat setting ruang sesuai peristiwa yang akan dikreasikan.g. Melaksanakan simulasi.h. Melakukan penilaian.i. Membuat kesimpulan (Maryani, 2011: 38).

Page 10: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

30

Kelebihan metode bermain peran (role playing) antara lain sebagai berikut.

1. Siswa merasa tertarik perhatiannya pada ajaran, karena masalah-masalahsosial sangat berguna bagi mereka.

2. Siswa dengan berperan seperti orang lain, maka ia dapat menempatkan diriseperti watak orang lain itu.

3. Siswa dapat merasakan perasaan orang lain dan dapat menghargaipendapat orang lain sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian,tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih terhadap orang lain (Roestiyah,2001: 92).

Kekurangan metode bermain peran (role playing) antara lain sebagai berikut.

1. Jika guru tidak menguasai tujuan instruksional pembelajaran, maka modelbermain peran tidak akan berhasil.

2. Apabila guru tidak memahami langkah-langkah pelaksanaan model ini,maka akan mengacaukan berlangsungnya bermain peran, karena yangmemegang peranan atau penonton tidak tahu arah bersama.

3. Dengan adanya model bermain peran, dapat menumbuhkan prasangkaburuk, ras diskriminasi, balas dendam, sehingga menyimpang dari tujuansemula (Roestiyah, 2001: 92).

Kelebihan dan kekurangan dari motode bermain peran (role playing) tersebut

dapat dijadikan bahan acuan peneliti untuk menerapkan motode bermain peran

(role playing) pada penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kutipan

tersebut, berarti metode bermain peran adalah metode pembelajaran yang di

dalamnya menampakkan adanya perilaku pura-pura dari siswa yang terlihat

dan/ atau peniruan situasi dari tokoh-tokoh sejarah sedemikian rupa. Metode

bermain peran dengan demikian dapat diartikan sebagai metode yang

melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan peran/ tokoh yang terlibat

dalam proses sejarah. Pembelajaran akan lebih menyenangkan bila didukung

oleh seorang guru yang aktif. Strategi pembelajaran yang digunakan guru yang

aktif itu sangat berivariasi, dinamis, tidak monoton, senantiasa disesuaikan

dengan materi ajaran,situasi, kondisi, serta proses pembelajarannya.

Page 11: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

31

Pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan berbagai cara/

metode oleh karenanya guru tidak mempunyai alasan guna mencapai tujuan

pembelajaran.

2.4 Belajar dan Pembelajaran

Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan

tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar (Tasrif, 2008:

103). Sedangkan menurut Trianto yang mengutip dari Anthony Robbins

belajar adalah proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan)

yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru (Trianto, 2009:

15). Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai kompetensi,

keterampilan dan sikap. Gagne memberikan beberapa definisi tentang belajar

yaitu (1) belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. (2) belajar adalah

pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi (Gagne, 1988:

66).

Sedangkan menurut Hilgrad dan Bower dalam Gredler (1997: 13) belajar (to

learn) memiliki arti 1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of

trough experience or study, 2) to fix in the mind or memory; memorize, 3) to

acquire trough experience; 4) to become in forme of to find out. Menurut

definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau

menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai

pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Belajar dengan

Page 12: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

32

demikian memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan

tentang sesuatu.

Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti bahan yang dipelajari, faktor

instrumental, lingkungan dan kondisi individual si pelajar. Faktor-faktor

tesebut sebaiknya diatur sedemikian rupa, agar mempunyai pengaruh yang

membantu tercapainya hasil dan kompetensi secara optimal. Pada dasarnya,

belajar merupakan masalah bagi setiap orang. Ketika anak belajar maka

pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan, nilai, sikap dan tingkah laku dan

semua semua perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan.

Peneliti menyimpulkan dari berbagai pandangan para ahli bahwa belajar selalu

melibatkan tiga hal pokok yaitu adanya perubahan tingkah laku, perubahan

relatif, bersifat permanen dan perubahan tersebut disebabkan oleh interaksi

dengan lingkungan.

Istilah pembelajaran merupakan padanan dari kata dalam bahasa Inggris in-

struction, yang berarti proses membuat orang belajar. Tujuannya adalah

membantu orang belajar, atau memanipulasi (merekayasa) lingkungan

sehingga memberikan kemudahan bagi orang yang belajar. Gagne

mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kejadian,

peristiwa, kondisi, dan sebagainya) yang sengaja dirancang untuk

mempengaruhi siswa (pembelajar), sehingga proses belajarnya dapat

berlangsung dengan mudah (Tasrif, 2008: 104). Menurut Dimyati dan

Mujiono (2006: 175) pembelajaran adalah suatu kegiatan agar proses belajar

mengajar seseorang atau kelompok orang dapat terjadi sehingga proses belajar

Page 13: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

33

dapat tercapai secara efektif dan efesien. Pembelajaran akan menghasilkan

suatu kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran dengan

demikian adalah kegiatan aplikatif dari belajar, sebagai usaha untuk

menghasilkan tujuan belajar, yaitu perubahan perilaku manusia berdasarkan

pengetahuan, pemahaman yang telah diperolehnya.

Menurut Trianto (2009: 17) pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari

seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa

dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang

diharapkan. Pendapat di atas menunjukan bahwa pembelajaran adalah sebuah

proses interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar lainnya yang beritrekasi

secara intens untuk memperoleh pengetahuan sebagai tujuan belajar.

Pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang dirancang untuk

mendukung proses belajar yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku

individu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ciri-ciri pembelajaran

adalah kegiatannya mendukung proses belajar siswa, adanya interaksi antara

individu dengan sumber belajar, serta memiliki komponen-komponen tujuan,

materi, proses dan evaluasi yang saling berkaitan. Peneliti menyimpulkan dari

berbagai defenisi yang dikemukakan oleh ahli bahwa pembelajaran

merupakan penerapan prinsip serta teori belajar.

2.4.1 Teori Belajar Konstruktivisme

Penelitian ini dilandasi oleh suatu pendekatan konstruktivistik, menurut

pandangan konstruktivistik belajar adalah menekankan pada peran aktif

si belajar (learner) dalam membangun pemahaman dan memaknai suatu

Page 14: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

34

informasi. Constructivim approach is a view that emphasizes the active

role of learner in building understanding and making sense of

information (Woolfolk, 2004: 313).

Konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan

bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi diri kita sendiri. Pandangan

konstruktivisme dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak

diberi kesempatan agar menggunakan strategi sendiri dalam belajar

secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat

pengetahuan yang lebih tinggi (Suparno, 1997: 29).

Prinsip-prinsip teori konstruktivisme menurut driver sebagai berikut.

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personilmaupun secara sosial.

2. Pengetahuan tidak dapat dipendahkan dari guru ke siswa, kecualidengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar.

3. Secara aktif melakukan konstruksi terus-menerus, sehingga selaluterjadi perubahan menuju konsep yang lebih rinci, lengkap sertasesuai dengan konsep ilmiah.

4. Guru hanya sekedar menyediakan sarana dan situasi agar proseskonstruksi siswa berjalan dengan mulus (Suparno, 1997: 49).

Implikasi dari teori konstruktivisme dalam pendidikan anak sebagai

berikut.

1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalahmenghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuanberfikir untuk menyelesaikan setiap persolan yang dihadapi.

2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yangmemungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksioleh peserta didik. Selain itu, latihan memecahkan masalahseringkali dilakukan melalui belajar kelompok denganmenganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan carabelajar sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator(Poedjadi, 1999: 63).

Page 15: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

35

Berdasarkan teori konstruktivisme tugas guru adalah guru tidak hanya

sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi melakukan

kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri

pengetahuannya, menginterpretasikan, mencari kejelasan dan bersikap

kritis sesuai dengan dunia nyata siswa. Teori konstruktivisme sesuai

dengan strategi pembelajaran bermain peran (role playing), dimana

peran guru sebagai fasilitator dan motivator pada siswa bukan sebagai

pemberi informasi saja. Kemudian siswa diharapkan mampu

membangun atau mengkonstruksikan dirinya sesuai dengan dunia nyata

siswa.

2.4.2 Teori Belajar Kognitif

Aliran kognitif mulai muncul pada tahun 60-an sebagai gejala

ketidakpuasan terhadap konsep manusia menurut behaviorisme.

Menurut teori kognitivisme manusia tidak memberikan respon secara

otomatis kepada stimulus yang dihadapkan kepadanya karena manusia

adalah mahluk yang aktif yang dapat menafsirkan lingkungan dan dapat

merubahnya (Herpratiwi, 2009: 19). Ciri-ciri aliran kognitif adalah

mementingkan apa yang ada di dalam diri manusia, mementingkan

keseluruhan dari pada bagian-bagian, mementingkan peranan kognitif,

mementingkan waktu sekarang, dan mementingkan pembentukkan

struktur kognitif.

Page 16: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

36

Implikasi teori kognitivisme terhadap proses pembelajaran adalah untuk

meningkatkan kemampuan berfikir siswa, dan membantu siswa menjadi

pembelajar yang sukses, maka guru yang menganut paham

kognitivisme banyak melibatkan siswa dalam kegiatan dimana faktor

motivasi, kemampuan problem solving, model belajar sering

ditekankan. Proses belajar dalam kognitivisme tidak lagi dipandang

sebagai pembentukan perilaku yang diperoleh dari hubungan S-R secara

kaku, dan adanya penguatan-penguatan, tetapi mencakup fungsi

pengalaman perseptual dan proses kognitif yang meliputi ingatan,

pengolahan informasi dan sebagainya.

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut sebagai pelopor

aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang

banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan

kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu.

Menurut Piaget dalam Suparno (2001: 56) bahwa perkembangan

kognitif individu meliputi empat tahap antara lain sebagai berikut. (1)

Sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4)

formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses

rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi.

Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap

perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaknya diberi kesempatan

untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh

interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dari guru.

Page 17: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

37

Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar

mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan

menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Pembelajaran kognitif pada dasarnya mempunyai kelebihan sebagai

berikut. (a) Siswa sebagai subjek belajar menjadi faktor yang paling

utama; (b) mengutamakan pembelajaran dengan interaksi sosial untuk

menambah khasanah perkembangan kognitif siswa; (c) menerapkan apa

yang dimiliki siswa agar siswa mempunyai pengalaman dalam

mengeksplorasi kognitifnya lebih dalam; (d) siswa melakukan hal yang

benar harus diberikan hadiah untuk menguatkan untuk terus berbuat

dengan tepat, hadiah tersebut dapat berupa pujian, dan sebagainya; (e)

materi yang diberikan akan sangat bermakna jika saling berkaitan

karena dengan begitu seseorang akan lebih terlatih untuk

mengeksplorasi kemampuan kognitifnya.

Aplikasi teori pembelajaran kognitif terhadap pembelajaran adalah

sebagai berikut. (a) Perlunya arahan dari guru agar siswa tidak banyak

melakukan kesalahan, guru harus memberikan kesempatan sebaik-

baiknya agar siswa memperoleh pengalaman optimal dalam proses

belajar dan meningkatkan kemauan belajar; (b) pemberian hadiah dan

hukuman dalam pembelajaran harus memperhatikan aspek kuantitas

dan kualitas; (c) saat mengawali pembelajaran guru menggunakan

kemampuan awal sehingga pembelajaran akan lebih bermakna; (d)

Page 18: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

38

memberikan materi kepada siswa diperlukan penstrukturan baik dalam

materi yang disampaikan maupun metode yang dipergunakan.

Berdasarkan uraian di atas metode bermin peran (role playing) selain

berusaha untuk merekonstruksi kemampuan siswa untuk terampil dalam

interaksi sosial metode ini juga bersifat kognitivisme, karena

pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role

playing) merupakan salah satu cerminan filsafat kognitif yang

menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan

pembelajaran yang efektif dan optimal untuk memudahkan keberhasilan

tujuan pembelajaran. Aplikasi teori pembelajaran kognitif terhadap

pembelajaran sesuai dengan aplikasi metode bermain peran (role

playing) dalam pembelajaran, dimana aplikasi teori kognitif dalam

pembelajaran guru perlu mengarahkan siswa untuk meningkatkan

kemauan belajar, penggunaan kemampuan awal dalam pembelajaran,

guru harus memberikan kesempatan sebaik-baiknya kepada siswa agar

memperoleh pengalaman optimal, dan adanya pemberian reward, hal

ini sesuai dengan kerangka rancangan metode bermain peran (role

playing) yang juga mengedepankan hal tersebut dalam pelaksanaannya.

2.5 Pembelajaran Afektif

Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan

untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk

mencapai dimensi yang lainnya (Kurniawan, 2001: 12) yaitu sikap dan

Page 19: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

39

keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit diukur karena

menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat

muncul dalam kejadian behavioral yang di akibat dari proses pembelajaran

yang dilakukan oleh guru.

Belajar dipandang sebagai upaya sadar seorang individu untuk memperoleh

perubahan perilaku secara keseluruhan, baik aspek kognitif, afektif dan

psikomotor. Namun hingga saat ini dalam praktiknya, proses pembelajaran di

sekolah tampaknya lebih cenderung menekankan pada pencapaian perubahan

aspek kognitif (intelektual), yang dilaksanakan melalui berbagai bentuk

pendekatan, strategi dan model pembelajaran tertentu. Sementara,

pembelajaran yang secara khusus mengembangkan kemampuan afektif

tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Kalaupun dilakukan mungkin

hanya dijadikan sebagai efek pengiring (nurturant effect) atau menjadi hidden

curriculum yang disisipkan dalam kegiatan pembelajaran yang utama yaitu

pembelajaran kognitif atau pembelajaran psikomotor.

Secara konseptual maupun emprik, diyakini bahwa aspek afektif memegang

peranan yang sangat penting terhadap tingkat kesuksesan seseorang dalam

bekerja maupun kehidupan secara keseluruhan (Kurniawan, 2001: 14). Meski

demikian, pembelajaran afektif justru lebih banyak dilakukan dan

dikembangkan di luar kurikulum formal sekolah. Pembelajaran afektif berbeda

dengan pembelajaran intelektual dan keterampilan, karena segi afektif sangat

bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang

harus dipelajari. Hal-hal diatas menuntut penggunaan metode mengajar dan

Page 20: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

40

evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan

keterampilan.

2.6 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang juga dikenal dengan nama sosial studies

adalah kajian mengenai manusia dengan segala aspeknya dalam sistem

kehidupan bermasyarakat. Ilmu pengetahuan sosial (IPS) mengkaji bagaimana

hubungan manusia dengan sesamanya di lingkungan sendiri, dengan tetangga

yang dekat sampai jauh. ilmu pengetahuan sosial (IPS) juga mengkaji

bagaimana manusia bergerak dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan

demikian, ilmu pengetahuan sosial (IPS) mengkaji tentang keseluruhan

kegiatan manusia. Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi siswa

nantinya bukan hanya akibat tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi saja,

melainkan juga kompleksitas kemajemukan masyarakat Indonesia. Oleh

karena itu, ilmu pengetahuan sosial (IPS) mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan yang berhubungan dengan manusia dan juga tindakan-tindakan

empatik yang melahirkan pengetahuan tersebut.

Sebutan ilmu pengetahuan sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia

pendidikan dasar dan menengah di negara kita, secara historis muncul

bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun

1975. Ilmu pengetahuan sosial (IPS) memiliki kekhasan dibandingkan dengan

mata ajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat

terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-

diciplinary (Soemantri, 2001: 101). Karakteristik ini terlihat dari

Page 21: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

41

perkembangan ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai mata ajaran di sekolah

yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu

dapat dipahami mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan

sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu

sosial, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan

sistem kepercayaan. Pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dengan cara

demikian pula diharapkan terhindar dari sifat ketinggalan zaman, di samping

keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan perkembangan sosial

yang terjadi.

Berkaitan dengan pengertian ilmu pengetahuan sosial (IPS), Barth

mengemukakan sebagai berikut. “Sosial studies was assigned the mission of

citizenship education, that mission included the study of personal/sosial

problems in an interdiciplinary integrated school curriculum that would

emphasize the practice of decision making” (Barth, 1990: 360). Maksudnya

adalah ilmu pengetahuan sosial membawa misi pendidikan kewarganegaraan

termasuk di dalamnya pemahaman mengenai individu atau masalah sosial

yang terpadu secara interdisipliner dalam kurikulum sekolah yang akan

menekankan pada praktek pengambilan keputusan.

Sementara itu, menurut National Council for Sosial Studies (NCSS)

mendefinisikan IPS (sosial studies) sebagai berikut.

Sosial studies is the integrated study of sosial science and humanities topromote civic competence. Within the school pogram, sosial studiesprovides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines asanthropology, archeology, economics, geography, history, law,philosophy, political science, psychology, religion, and sociology as well

Page 22: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

42

as appropriate content from humanities, mathematics and naturalsciences (NCSS: 2003).

Ilmu Pengerahuan Sosial (IPS) merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu

sosial untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan yang dikoordinasikan

dalam program sekolah sebagai pembahasan sistematis yang dibangun dalam

beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi,

sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi, dan

juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu alam. Senada dengan pendapat

Barth di atas, Pusat Kurikulum mendefinisikan ilmu pengetahuan sosial

sebagai integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi,

sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan

Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan

suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu

sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya

(Pusat Kurikulum, 2006: 5).

Sementara itu, dalam Kurikulum 2006, mata pelajaran ilmu pengetahuan

sosial (IPS) disebutkan sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan

mulai dari SD/MI sampai SMP/MTs. Mata pelajaran ini mengkaji seperangkat

peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) memuat

materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Keterampilan dasar ilmu

pengetahuan sosial (IPS) dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori

(1) work-study skills; contohnya adalah membaca, membuat out-line,

membaca peta, dan menginterpretasikan grafik; (2) group-process skills;

Page 23: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

43

contohnya adalah berpikir kritis dan pemecahan masalah; serta (3) sosial–

living skills; contohnya adalah tanggung jawab, bekerjasama dengan orang

lain, hidup dan berkerjasama dalam suatu kelompok.

Tabel 2.1 Konsep Kunci Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

TraditionChangeContinuityCausationConflictCooperationNasionalismLeadershipColonalialismImperalismReivolution

BehaviourGroup processIntergroup relationPerceptionIndividual FunctionDiiversityDeivelopment

SpatialorganizationLocationSpatial InteractionSpatial PatternDistanceInterdepedenceRegionDistributionEnivironmentSpatial changeCultural difution

CultureTraditionBeliefAcculturationKinshipAdaptationRitualCultural changeRites of passageEthnocentrism

HISTORY PSYCHOLOY GEOGRAPHY ANTHROPOLOGYSOSIAL EDUCATION

POLITICS SOCIOLOGY ECONOMICRightsDecision makingAuthorityPowerStatePressure groupConflictJusticeHuman rightsResponsibilitiesRevolutionDemocracayRepresentation

SocietySosializationRolesStatusSosial stratificationNorms and sanctionsValuesSosial conflictSosial mobilityAuthoritySubculture

ProductionDistributionSpecializationDiivision of labourConsumptionScarcitySupplyDemandInterdependencetechnology

Sumber: NCSS, 1992 dalam Jurnal Penelitian UPI Bandung Vol. 9 No. 1April 2009

Kurikulum pendidikan IPS tahun 1994 sebagaimana yang dikatakan oleh

Hamid Hasan (1990: 102) merupakan fusi dari berbagai disiplin ilmu,

Martoella (1987: 187) mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih

menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada “transfer konsep”, karena

dalam pembelajaran pendidikan IPS mahasiswa diharapkan memperoleh

pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih

Tabel 3. Lanjutan

Page 24: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

44

sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah

dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus

diformulasikannya pada aspek kependidikannya. Ada 10 konsep sosial studies

dari NCSS sebagai berikut.

(1) culture; (2) time, continuity and change; (3) people, places andenvironments; (4) individual deivelopment and identity; (5) individuals,group, and institutions; (6) power, authority and govermance; (7)production, distribution and consumption; (8) science, technology andsociety; (9) global connections, dan; (10) civic ideals and practices.(NCSS http://www.sosial studies.org/standard/exec.html).

Melalui mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) peserta didik disiapkan

dan diarahkan agar mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis,

dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Sejalan dengan

pengertian umum tersebut, ilmu pengetahuan sosial (IPS) sebagai mata

pelajaran di tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi

utuh dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk

merealisasikan tujuan pendidikan di tingkat sekolah. Implikasinya, berbagai

tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial,

aspek metode, maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu

sosial, dikemas secara psikologis, pedagogis, dan sosial budaya untuk

kepentingan pendidikan.

Berdasarkan perspektif di atas, secara umum ilmu pengetahuan sosial (IPS)

dapat dimaknai sebagai seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu

sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk

mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan

nasional yang berdasarkan Pancasila (Soemantri, 2011: 103). Pengertian

Page 25: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

45

umum ini mengimplikasikan adanya penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan

modifikasi dari berbagai disiplin akademis ilmu-ilmu sosial. Kaidah-kaidah

akademis, pedagogis, dan psikologis tidak bisa ditinggalkan dalam upaya

pengorganisasian dan penyajian upaya tersebut. Dengan cara demikian,

pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) diharapkan tidak kehilangan

berbagai fungsi yang diembannya, apalagi jika dikaitkan secara langsung

dengan pencapaian tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam

kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2.6.1 Pembelajaran IPS Sekolah Dasar (SD)

Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam

pendidikan. Keberhasilan suatu pendidikan bergantung pada bagaimana

proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Secara umum,

pembelajaran merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan

dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pembelajaran IPS di

sekolah dasar mengintegrasi konsep dasar dari berbagai cabang ilmu-

ilmu sosial, ilmu pengetahuan dirumuskan atas dasar realita dan

fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari

aspek dan cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi,

ekonomi, politik, hukum, dan budaya). Sedangkan tujuan pembelajaran

IPS di sekolah dasar sebagai berikut.

1. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi,sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.

2. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri,memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.

Page 26: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

46

3. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosialdan kemanusiaan.

4. Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan berkompetisi dalammasyarakat yang majemuk, baiuk secara nasional maupun global(Hidayati dkk, 2008: 124).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, disimpulkan

pengertian IPS SD adalah mata ajaran yang bersifat terpadu dan

diajarkan pada jenjang SD yang mengkaji fakta, konsep, dan

generalisasi yang berkaitan dengan kehidupan siswa serta ruang

lingkupnya disesuaikan dengan karakteristik perkembangan siswa dan

bersifat interdisipliner dengan tujuan membekali siswa untuk mampu

menghadapi perubahan tantangan global.

Pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) di sekolah dasar saat ini

menunjukkan indikasi bahwa pola pembelajarannya makin bersifat

teacher centered. Kecenderungan pembelajaran demikian,

mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi diri siswa dalam

pembelajaran sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Kesan

menonjolnya verbalisme dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

di kelas masih terlalu kuat. Persoalan-persoalan tersebut tentunya

memerlukan suatu model pembelajaran yang diharapkan dapat

mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran.

2.6.2 Dimensi Keterampilan (Skill) Dalam Pembelajaran IPS SD

Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan suatu kajian pengetahuan

yang mencakup empat dimensi sebagai berikut.

a. Dimensi Pengetahuan (Knowledge)

Page 27: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

47

Dimensi pengetahuan mencakup beberapa aspek antara lain.a) Fakta;b) Konsep; danc) Generalisasi yang dipahami oleh siswa.b. Dimensi Keterampilan (Skill)Dimensi keterampilan yang diperlukan dalam IPS, antara lain sebagaiberikut.a) Keterampilan meneliti.b) Keterampilan berpikir.c) Keterampilan partisipasi sosial.d) Keterampilan berkomunikasi.c. Dimensi Nilai dan Sikap (Values And Attiudes)Dimensi nilai dan sikap ini mencakup nilai-nilai antara lain nilaisubstansif dan nilai prosedural.d. Dimensi Tindakan (Action)Dimensi tindakan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS)meliputi tiga model aktivitas, sebagai berikut.a) Percontohan kegiatan dalam memecahkan masalah di kelas seperti

cara bernegosiasi dan bekerja sama.b) Berkomunikasi dengan anggota masyarakat dapat diciptakan.c) Pengambilan keputusan dapat menjadi bagian kegiatan kelas,

khususnya pada saat siswa diajak untuk melakukan kegiatan inkuiri(Sapriya, 2009: 49-55).

Keempat dimensi ilmu pengetahuan sosial (IPS) sekolah dasar memiliki

karakteristik yang berbeda satu sama lain, namun keempat dimensi ini

saling melengkapi dan saling berkaitan satu sama lain. Dalam proses

kepentingan akademik, empat dimensi ilmu pengetahuan sosial (IPS)

ini dibedakan agar dapat membantu guru dalam merancang model

pembelajaran yang sistematis dan mencakup semua kawasan domain

hasil belajar. Penelitian ini mencakup dimensi ilmu pengetahuan sosial

(IPS) yaitu keterampilan (Skill) yang berkaitan berfikir, partisipasi

sosial dan berkomunikasi.

Page 28: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

48

2.6.3 Tujuan Pembelajaran IPS SD

Secara umum tujuan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS)

sekolah dasar harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional pasal 3

UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagai

berikut.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan danmembentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnyapotensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yangdemokratis serta bertanggung jawab (Gunawan, 2011: 21).

Tujuan pembelajaran IPS SD harus diselaraskan dan disesuaikan

dengan tujuan pendidikan nasional. Mata pelajaran IPS merupakan

salah satu mata pelajaran yang mengarahkan siswa agar menjadi warga

negara yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang

cinta damai.

Berdasarkan panduan KTSP SD/ MI Tahun 2006 mata pelajaran IPS

bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa

ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam

kehidupan sosial.

Page 29: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

49

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,

nasional, dan global.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan tujuan pembelajaran IPS

sekolah dasar adalah memberikan bekal dan wawasan kepada siswa

berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kesadaran-kesadaran

nilai-nilai sosial kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat.

2.6.4 Ruang Lingkup Pembelajaran IPS SD

Gunawan (2011: 39) menyebutkan ruang lingkup ilmu pengetahuan

sosial (IPS) sekolah dasar meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1. Manusia, tempat, dan lingkungan.2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan.3. Sistem sosial dan budaya.4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.5. IPS SD sebagai pendidikan global (global education), yakni

mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradabandi dunia; menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa;menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dantransportasi antar bangsa di dunia; mengurangi kemiskinan,kebodohan dan perusakan lingkungan.

Berdasarkan panduan KTSP SD/ MI Tahun 2006 ruang lingkup mata

pelajaran IPS kelas V SD/ MI sebagai berikut.

a. Peta.

b. Kenampakan alam dan keragaman sosial budaya.

c. Sumber daya alam.

Page 30: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

50

d. Suku bangsa dan budaya Indonesia.

e. Berbagai bentuk peninggalan sejarah.

f. Kepahlawanan dan patriotisme.

g. Kegiatan ekonomi berdasarkan potensi daerah.

h. Koperasi dalam perekonomian Indonesia.

i. Perkembangan teknologi.

j. Masalah sosial di lingkungan setempat.

Ruang lingkup yang menjadi fokus penelitian ini adalah materi IPS SD

kelas V Semester ganjil yaitu kepahlawanan dan patriotisme.

2.7 Penelitian Yang Relevan

2.7.1 Penelitian yang dilakukan oleh Yulia Siska Mahasiswa S2 Program

Studi Pendidikan Sekolah Dasar Pascasarjana Universitas

Pendidikan Indonesia dengan judul penerapan metode bermain

peran (role playing) dalam meningkatkan keterampilan sosial dan

keterampilan berbicara anak usia dini (penelitian tindakan kelas di

kelas B taman kanak-kanak al-kautsar Bandar Lampung tahun

ajaran 2010-2011) dilaksanakan dengan tiga siklus. Peningkatan

yang cukup besar terjadi pada siklus dua dan siklus tiga, yaitu pada

indikator anak dapat merespon pembicaraan ,dapat memulai

percakapan dengan media bermain perannya.

2.7.2 Penelitian yang dilakukan oleh Tien Kartini dalam “JURNAL,

Pendidikan Dasar“ Nomor 8 bulan Oktober 2007 dengan judul

penggunaan metode role playing untuk meningkatkan minat siswa

Page 31: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

51

dalam pembelajaran pengetahuan sosial di kelas V SDN Cileunyi I

Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Hasil yang diperoleh

dari penelitian ini adalah bahwa penggunaan metode bermain peran

sangat efektif digunakan dalam pembelajaran IPS. Siswa tampak

lebih berminat dan antusias untuk melaksanakan belajar. Tingkat

partisipasi siswa lebih baik serta kemampuan mengemukakan

pendapat dan saran juga menjadi lebih baik.

2.7.3 Penelitian yang dilakukan oleh Rika Evalia Arianti mahasiswa S1

PGSD Universitas Negeri Malang dengan judul penerapan role

playing untuk meningkatkan pemahaman teks cerita rakyat pada

pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V SDN Tegalweru

Kabupaten Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan model pembelajaran role playing mampu meningkatkan

aktivitas dan pemahaman teks cerita rakyat siswa kelas V SDN

Tegalweru. Peningkatan rata-rata aktivitas belajar siswa dari siklus

1 ke siklus 2 sebesar 13,6%, peningkatan prosentase ketuntasan

belajar kelas yang menunjukkan tingkat pemahaman siswa

terhadap teks cerita rakyat dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 20,7%.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah bahwa

penelitian ini berusaha untuk melihat seluruh aspek tindakan secara

komprehensif yang terdapat dalam bagan prosedur penelitian tindakan

kelas Kurt Lewins yang terdiri dari:

Page 32: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

52

a. Perencanaan yaitu perencanaan tindakan, perencanaan pelaksanaan

tindakan, perencanaan observasi dan evaluasi, perencanaan refleksi,

serta perencanaan rekomendasi.

b. Pelaksanaan tindakan.

c. Observasi dan evaluasi.

d. Refleksi yaitu refleksi perencanaan tindakan, refleksi pelaksanaan

tindakan, refleksi observasi dan evaluasi, refleksi rekomendasi.

e. Rekomendasi yaitu rekomendasi perencanaan tindakan, rekomendasi

pelaksanaan tindakan, rekomendasi observasi dan evaluasi, serta

rekomendasi refleksi.

2.8 Kerangka Fikir

Masih terdapatnya banyak anak kesulitan untuk mengembangkan

keterampilan sosial di lingkungan sekolah antara lain keterampilan dalam

menyesuaikan diri, keterampilan dalam berinteraksi, keterampilan dalam

mengontrol diri, keterampilan dalam berempati, keterampilan dalam menaati

aturan, keterampilan dalam menghargai orang lain, keterampilan membantu

teman, keterampilan berkomunikasi dengan baik dengan orang lain,

keterampilan bekerjasama dengan kelompok yang majemuk

Pada bagian ini diuraikan secara ringkas hakekat dari metode bermain peran

(role playing) yang dapat menumbuh kembangkan keterampilan sosial siswa

kelas V di SDN 1 Gedung Gumanti. Pengembangan metode ini merupakan

upaya mengembangkan keterampilan sosial siswa. Langkah-langkah yang

dilakukan dalam metode bermain peran (role playing) ini adalah sebagai

Page 33: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

53

berikut; guru mengkondisikan siswa kearah pembelajaran dengan memberi

salam dan memeriksa kehadiran siswa, selanjutnya menumbuhkan minat

siswa dengan memberikan yel-yel ”kita adalah saudara” dan mengajak siswa

untuk mengulang yel-yel, selanutnya memberikan apersepsi dengan

mengajukan pertanyaan ”siapa yang tahu tentang proklamasi kemerdekaan

Indonesia dan sebagainya, selanjutnya guru meminta siswa yang telah

ditunjuk untuk maju ke depan dan ikut dalam bermain peran (role playing),

selanjutnya guru memberikan naskah skenario kepada murid yang telah

ditunjuk untuk bermain peran (role playing), selanjutnya guru mengawasi

serta mengarahkan jalannya cerita yang diperagakan oleh siswa, selanjutnya

siswa yang menjadi observer mengamati dan mencatat hal-hal penting yang

terdapat dalam peristiwa tersebut, Setelah selesai, guru mempersilahkan murid

yang telah ikut dalam bermain peran (role playing) untuk duduk kembali ke

tempatnya., selanjutnya kemudian guru mempersilahkan seluruh murid untuk

menyampaikan apa yang telah dicatat dari hasil observasi yang telah

dilakukan, setelah seluruh siswa menyampaikan apa yang telah mereka amati,

maka guru membimbing siswa untuk menyimpulkan nilai – nilai sosial apa

saja yang terdapat dalam materi ajaran yang telah dimainkan dalam proses

bermain peran (role playing), selanjutnya guru memberikan hadiah (reward)

kepada siswa yang yang terlibat dalam proses bermain peran (role playing),

baik sebagai pemeran maupun observer (pengamat) dan terakhir guru

memberikan tindak lanjut dengan menginformasikan bahwa untuk pertemuan

selanjutnya akan diadakan evaluasi tentang materi sebelumnya serta menutup

pelajaran dengan mengucapkan salam.

Page 34: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

54

Dari penerapan metode pembelajaran ini diharapkan siswa terbiasa untuk

menumbuh kembangkan keterampilan sosia yang dimilikinya, baik dengan

teman yang ada di sekolahnya maupun kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Page 35: 21 II. KAJIAN PUSTAKAdigilib.unila.ac.id/16132/13/BAB II.pdfkarena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak menyadari

55

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir

KONDISIAWAL

TINDAKANdi Kelas

KONDISIAKHIR

Guru/ peneliti :

Belum memanfaatkan metodebermain peran (role playing)

Memanfaatkan metodebermain peran (role playing)

Diharapkan melaluipemanfaatanmetode bermainperan (role playing)dapat meningkatkanketerampilan sosialdan hasil belajarsiswa

Siswa/ yang diteliti :

Keterampilan sosial dan hasilbelajar siswa rendah

Siklus I :Memanfaatkan metode bermainperan (role playing) yangcontohkan guru dandidemonstrasikan oleh siswa,siswa masih kaku

Siklus II :Memanfaatkan metode bermainperan (role playing) yangdidemonstrasikan oleh siswadan siswa terlihat lebihmenguasai, meskipun masihsedikit kaku

Siklus III :Memanfaatkan metode bermainperan (role playing) yangdidemonstrasikan oleh siswadan siswa menguasai sertamemahami jalan cerita bermainperan