39
PENDAHULUAN Sejarah Anestesi berkembang pesat menjelang tahun 1940, dimana para dokter mulai aktif mempelajari dasar-dasar ilmu anestesi yang menjadi cabang ilmu kedokteran yang disebut Anesthesiologi. Dalam bahasa Yunani, “Anestesia” berarti tanpa rasa sensasi. Pemilihan cara anestesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, status fisik, posisi pembedahan, ketrampilan dan kebutuhan dokter pembedah, keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi, keinginan pasien, bahaya kebakaran dan ledakan, pendidikan. Sebagian besar operasi (70-75%) dilakukan dengan anestesia umum, lainnya dengan anestesia regional atau lokal. Operasi sekitar kepala, leher, intra-torakal, intra abdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum endotrakea. Anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat yaitu secara parenteral, perektal, perinhalasi. Anestesia regional berdasarkan tekhnik pemberian yaitu infiltrasi lokal, blok lapangan (field block), blok saraf (nerve block), analgesia permukaan (topikal), dan analgesia regional intra vena. Penyakit kardiovaskuler—terutama hipertensi, iskemik, dan penyakit katup jantung adalah penyakit medis yang paling sering ditemukan dalam praktek anestesi dan penyebab utama kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) perioperatif. Penatalaksanaan pasien-pasien dengan penyakit-penyakit ini merupakan hal yang menantang kecerdasan dan sumber daya dari anestesiologi. Respon adrenergik terhadap stimulasi pembedahan dan efek sirkulasi dari obat-obat anestesi, endotrakheal 0

228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anestesi jantung

Citation preview

Page 1: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

PENDAHULUAN

Sejarah Anestesi berkembang pesat menjelang tahun 1940, dimana para dokter mulai

aktif mempelajari dasar-dasar ilmu anestesi yang menjadi cabang ilmu kedokteran yang

disebut Anesthesiologi. Dalam bahasa Yunani, “Anestesia” berarti tanpa rasa sensasi.

Pemilihan cara anestesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, status fisik,

posisi pembedahan, ketrampilan dan kebutuhan dokter pembedah, keterampilan dan

pengalaman dokter anestesiologi, keinginan pasien, bahaya kebakaran dan ledakan,

pendidikan. Sebagian besar operasi (70-75%) dilakukan dengan anestesia umum, lainnya

dengan anestesia regional atau lokal. Operasi sekitar kepala, leher, intra-torakal, intra

abdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum endotrakea. Anestesia umum dilihat

dari cara pemberian obat yaitu secara parenteral, perektal, perinhalasi. Anestesia regional

berdasarkan tekhnik pemberian yaitu infiltrasi lokal, blok lapangan (field block), blok saraf

(nerve block), analgesia permukaan (topikal), dan analgesia regional intra vena.

Penyakit kardiovaskuler—terutama hipertensi, iskemik, dan penyakit katup jantung

adalah penyakit medis yang paling sering ditemukan dalam praktek anestesi dan penyebab

utama kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) perioperatif. Penatalaksanaan pasien-

pasien dengan penyakit-penyakit ini merupakan hal yang menantang kecerdasan dan sumber

daya dari anestesiologi. Respon adrenergik terhadap stimulasi pembedahan dan efek sirkulasi

dari obat-obat anestesi, endotrakheal intubasi, ventilasi tekanan positif, kehilangan darah,

perpindahan cairan, dan perubahan-perubahan di dalam suhu tubuh menjadi beban tambahan

pada sistim kardiovaskuler yang bermasalah. Obat-obat anestesi kebanyakan menyebabkan

depresi jantung, vasodilatasi, atau kedua-duanya. Bahkan obat-obat anestesi yang tidak

langsung berefek pada sirkulasi dapat menyebabkan depresi pada sirkulasi pada pasien-pasien

yang tergantung secara kronis pada obat-obat yang meningkatkan aktivitas simpatik.

Interupsi terhadap aktivitas ini sebagai suatu konsekuensi dari kondisi teranestesi dapat

menuju kepada dekompensasi sirkulasi akut.

0

Page 2: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anestesi Pada Penyakit Jantung

1. Penyakit Jantung Koroner

Iskemia miokardium ditandai oleh kebutuhan oksigen untuk metabolisme

melebihi penyediaan oksigen . Oleh karena itu iskemia dapat diakibatkan oleh

peningkatan kebutuhan metabolisme jantung, pengurangan pasokan oksigen

jantung, atau kombinasi keduanya. Sampai saat ini penyebab iskemia miokardium

yang paling sering adalah aterosklerosis arteri koroner. Penyakit jantung koroner

(PJK) bertanggung jawab atas lebih dari sepertiga kematian pada masyarakat

Barat dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perioperatif. Insidensi

keseluruhan kasus PJK pada pasien bedah diperkirakan antara 5% sampai 10%.

Faktor risiko mayor untuk PJK termasuk hiperlipidemia, hipertensi, kencing

manis, perokok, usia lanjut, laki-laki, dan ada riwayat keluarga. Yang termasuk

faktor risiko lainnya adalah obesitas, terdapat riwayat penyakit pembuluh darah

cerebrovaskuler atau perifer, menopause, penggunaan kontrasepsi estrogen oral

yang tinggi (pada wanita perokok), dan pola hidup yang tidak sehat (jarang

berolahraga). Pada usia 65 tahun, insidensi PJK kurang lebih 37% pada pria

dibandingkan dengan 18% untuk wanita.

Manifestasi klinik PJK dapat berupa gejala-gejala dari nekrosis miokard

(infark),

Unstable Angina

Unstable angina didefinisikan sebagai (1) satu peningkatan dalam beratnya

penyakit, frekuensi (lebih dari tiga kali per hari), atau lamanya serangan (angina

crescendo), (2) angina saat istirahat, atau (3) serangan baru angina (dalam 2 bulan

terakhir) dengan episode yang berat atau sering (lebih dari tiga kali per hari).

Episode angina sering tidak berhubungan dengan faktor pencetus yang ada.

Unstable angina dapat juga terjadi setelah infark miokard atau dipercepat oleh

kondisi-kondisi medis yang tidak berhubungan dengan jantung (termasuk anemia

yang berat, demam, infeksi, thyrotoxicosis, hypoxemia, dan distress emosional)

pada pasien-pasien yang sebelumnya stabil.

1

Page 3: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

Unstable angina, terutama yang berkaitan dengan perubahan signifikan dari

segmen ST saat istirahat, biasanya mencerminkan penyakit koroner yang berat

dan sering mendahului infark miokard. Rusaknya pembuluh darah akibat plak

dengan agregasi trombosit atau thrombus dan vasospasm adalah proses patologis

yang sering berkaitan. Stenosis pada satu atau lebih arteri koroner utama

didapatkan pada lebih dari 80% pasien.

Stable Angina

Nyeri dada paling sering dirasakan substernal, exersional, menyebar ke leher

atau tangan, dan berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin. Variasi yang biasa

ditemukan, nyeri di ulu hati (epigastrium, di punggung, atau leher atau nafas

pendek yang temporer dari disfungsi ventrikel (anginal equivalen). Iskemia non

exersional dan silent iskemia (asimptomatik) sering dijumpai pada kebanyakan

pasien. Insidensi silent iskemia relatif tinggi pada diabetes.

Gejala-gejala biasanya tidak muncul sampai lesi aterosklerotik menyebabkan

oklusi sebesar 50–75% pada sirkulasi koroner. Ketika prmbuluh darah yang

mengalami stenosis mencapai 70% oklusi, dilatasi kompensasi yang maksimum

biasanya terjadi di bagian distal: aliran darah biasanya cukup adekuat saat istirahat

tetapi menjadi tidak adekuat saat kebutuhan metabolik meningkat. Suplai darah

kolateral yang luas membuat beberapa pasien relatif asimptomatik kendati

penyakit yang berat. Prognosis pasien dengan PJK berkaitan dengan jumlah dan

beratnya obstruksi koroner seperti juga fungsi ventrikel.

a. Manajemen Preoperasi

1. Anamnesa

Anamnesa adalah hal yang penting pada pasien dengan penyakit

jantung iskemik. Pertanyaan harus mencakup gejala-gejala, pengobatan yang

sedang berlangsung dan yang sudah, komplikasi dan hasil pemeriksaan

sebelumnya. Informasi ini biasanya cukup untuk memperkirakan beratnya

penyakit dan fungsi ventrikel.

Gejala paling penting yang harus diketahui meliputi nyeri dada, sesak

nafas, toleransi aktifitas yang kurang, sinkope, atau hampir sinkope.

Hubungan antara gejala dan tingkat aktivitas harus ditegakkan. Aktivitas harus

diuraikan dalam kegiatan sehari-hari seperti berjalan atau menaiki tangga.

2

Page 4: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

Kemampuan untuk melakukan pekerjaan ringan di rumah atau menaiki satu

anak tangga dengan lambat merupakan salah satu kriteria penting untuk

menentukan perlu tidaknya pemeriksaan jantung noninvasif. Pasien diabetes

cenderung untuk silent iskemia.

2. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Rutin

Pemeriksaan pasien penyakit jantung koroner serupa dengan pasien

hipertensi. Memang, keduanya sering ditemukan bersamaan pada pasien yang

sama. Pemeriksaan laboratorium untuk pasien yang mempunyai riwayat

angina unstable yang baru dan akan dilakukan operasi emergensi harus

meliputi kadar serum enzim jantung. Kadar serum dari troponin spesifik

jantung (T atau I), kreatine kinase (isoenzim MB), dan laktat dehidrogenase

(isoenzim tipe 1) berguna untuk menyingkirkan infark miokard. Digoksin

serum dan kadar antiaritmia lainnya juga berguna untuk menyingkirkan

toksisitas obat.

EKG awal normal pada 25-50% pasien dengan PJK. Segmen ST yang

datar dikaitkan dengan penyakit jantung koroner. Kelainan yang sering timbul

pada kondisi awal adalah segmen ST non spesifik dan perubahan gelombang

T. Infark yang terjadi sebelumnya sering ditandai dengan gelombang Q atau

tidak adanya gelombang R pada lead yang terdekat dengan infark. Elevasi

segmen ST yang persisten setelah iskemi miokard seringkali menunjukan

adanya aneurisma ventrikel kiri. Koreksi QT interval yang memanjang (QTc >

0,44) mencerminkan adanya iskemia, keracunan obat (biasanya obat

antiaritmia kelas 1a, antidepresan, atau penotiazine), kelainan elektrolit

(hipokalemia atau hipomagnesemia), disfungsi otonom, prolap katup mitral,

atau yang lebih jarang, kelainan kongenital. Pasien-pasien dengan interval QT

memanjang mempunyai risiko terjadinya aritmia ventrikel –terutama takikardi

ventrikel polimorfik (torsade de pointes), yang dapat mengawali timbulnya

fibrilasi ventrikel. Operasi harus ditunda sampai keracunan obat dan

ketidakseimbangan elektrolit dapat diatasi.

3. Premedikasi

Berikut adalah terapi yang harus didapatkan pasien dengan PJK sebelum

menjalani operasi :

a. Semua pasien yang memiliki penyakit jantung koroner, peripheral

vascular disease, atau minimal dua faktor risiko untuk penyakit jantung

3

Page 5: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

koroner (usia ≥ 60 tahun, merokok, diabetes melitus, hipertensi,

kolesterol total ≥ 240 mg/dL) harus mendapatkan terapi β-bloker peri-

operatif, kecuali pasien tersebut memiliki intoleransi terhadap obat -

obatan β-bloker.

b. Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut terhadap obat – obatan β-

bloker, maka pasien dapat diberikan klonidin. Cara pemberiannya,

yaitu :

- Klonidin 0,2 mg PO pada malam sebelum operasi. Jangan berikan

klonidin jika tekanan darah sistolik < 120 mmHg.

- Klonidin 0,2 mg PO pada pagi hari sebelum operasi.

c. Terapi β-bloker harus segera diberikan ketika pasien yang akan

dioperasi terdeteksi memiliki penyakit jantung koroner, peripheral

vascular disease, atau faktor risiko untuk penyakit jantung koroner.

Jika terapi β-bloker baru akan diberikan sebagai perencanaan

premedikasi operasi, maka atenolol 25 mg PO merupakan dosis awal

yang tepat

d. Terapi β-bloker harus dilanjutkan minimal 30 hari setelah operasi.

Pada pasien dengan hanya satu faktor risiko penyakit jantung koroner,

terapi dapat diberikan selama 7 hari setelah operasi.

e. Terapi harus dimulai saat pasien teridentifikasi memiliki faktor risiko

penyakit jantung koroner.

b. Manajemen Intraoperasi

Prioritas utama dalam mengelola pasien dengan penyakit jantung

iskemik adalah memelihara hubungan suplai dan kebutuhan jantung yang baik.

Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah akibat pengaruh otonom harus

dikontrol dengan anestesia yang dalam atau dengan penghambat adrenergik.

Meskipun batasan yang jelas sulit diprediksi, tekanan diastol arteri seharusnya

dijaga pada 50 mmHg atau di atasnya. Tekanan diastol yang lebih tinggi

lebih disukai pada pasien dengan oklusi koroner derajat tinggi. Peningkatan

left ventricular end diastolic pressure harus dihindari sebab meningkatkan

tekanan dinding ventrikel (afterload) dan dapat mengurangi perfusi

subendokard. Konsentrasi hemoglobin darah yang adekuat (> 9-10 mg/dl) dan

tekanan oksigen arteri (> 60 mmHg) seharusnya dijaga.

4

Page 6: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

Monitoring tekanan darah intra arteri disarankan untuk semua pasien

dengan PJK yang berat dan disertai faktor risiko. Central venous pressure atau

pulmonary artery pressure harus dimonitor selama operasi yang lama atau

sulit, yang berisiko kehilangan darah dalam jumlah yang besar. Monitoring

tekanan arteri pulmonal cocok untuk pasien dengan disfungsi ventrikel yang

signifikan (fraksi ejeksi < 40 – 50%). Transesofageal ekokardiografi (TEE)

dapat memberikan informasi yang berguna, baik kualitatif maupun kuantitatif,

mengenai kontraktilitas dan ukuran rongga ventrikel (preload).

Monitoring juga dapat dilakukan dengan pemasangan EKG. Iskemia

yang lebih jelas dapat dilihat pada bentuk depresi segmen ST. Perlu

diperhatikan bahwa ST elevasi minor yang hanya terdapat di mid-precordeal

lead (V3 dan V4) dapat merupakan variasi normal pada pasien muda. Idealnya

paling sedikit 2 lead harus terus meneru dimonitor. Biasanya, lead II untuk

memonitor iskemia pada dinding inferior dan aritmia dan V5 untuk iskemia

dinding anterior. Ketika hanya satu chanel yang dapat dimonitor, lead V5 yang

dimodifikasi mempunyai sensitivitas paling tinggi

Kelainan hemodinamik yang paling sering ditemukan selama episode

iskemik adalah hipertensi dan takikardia. Hipotensi adalah manifestasi akhir

dan tidak menyenangkan dari disfungsi ventrikel. Hemodinamika paling

sensitif yang berkaitan dengan hal ini berasal dari monitoring tekanan arteri

pulmonal. Kemunculan yang tiba-tiba dari gelombang v yang jelas pada

wedge waveform biasanya menunjukan regurgitasi mitral akut disfungsi otot

papillary yang iskemik atau pelebaran ventrkel kiri akut.

Anestesi regional sering menjadi pilihan yang baik prosedur operasi di

ekstremitas, perineum, dan abdomen bawah. Penurunan tekanan darah

setelah anestesi spinal atau epidural harus cepat diatasi dengan dosis kecil

fenilefrin (25 – 50 μg) atau obat sejenis untuk mengembalikan tekanan perfusi

koroner sampai cairan intravena yang cukup diberikan. Dosis kecil efedrin (5

– 10 μg) dapat diberikan saat timbul bradikardi. Hipotensi biasanya dapat

dihindari engan memberikan loading cairan sebelumnya. Hipotensi yang

tidak berespon terhadap fenilefrin atau efedrin dapt diatasi dengan epinefrin

(2 – 10 μg).

5

Page 7: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

Merubah anestesi regional menjadi anestesi umum adalah langkah

yang sesuai untuk beberapa contoh kasus dan mengoreksi beberapa kondisi

yang sering terjadi seperti hipertensi, takikardi, hipoksia dan hiperkapnia.

Prinsip umum yang sama seperti yang diterapkan pada pasien dengan

hipertensi juga digunakan pada sebagian pasien dengan penyakit jantung

koroner.. Tindakan induksi harus memiliki efek hemodinamik yang minimal,

menghasilkan penurunan kesadaran yang diinginkan, dan kedalaman anestesi

yang sesuai untuk mencegah respon vasopresor terhadap tindakan intubasi

(jika intubasi diperlukan). Terlepas dari obat anestesi yang digunakan, tujuan-

tujuan ini dapat dicapai dengan lebih konsisten dengan teknik lambat yang

terkontrol. Induksi dengan obat terpilih dalam dosis kecil yang ditambah

perlahan biasanya menghindarkan penurunan tekanan darah yang dapat terjadi

pada pemberian dengan bolus besar. Tekanan darah, denyut jantung, dan

EKG harus selalu dinilai di setiap langkah selama tindakan induksi.

Pemilihan obat yang spesifik tidak diperlukan bagi sebagian besar

pasien. Propofol, barbiturat, etomidat, benzodiazepine, opioid, dan kombinasi

dari obat-obat ini biasanya sering digunakan. Ketamin adalah kontraindikasi

relatif jika digunakan secara tunggal karena memiliki efek simpatomimetik

indirek yang dapat mempengaruhi keseimbangan kebutuhan dan suplai

oksigen miokardium. Namun jika dikombinasikan dengan benzodiazepin atau

propofol, ketamin tidak terlalu meningkatkan aktivitas simpatis dan kemudian

akan menghasilkan hemodinamik yang relatif stabil dengan depresi

miokardium yang minimal.

Anestesi dengan opioid dosis tinggi telah digunakan lebih dulu secara

luas pada pasien dengan disfungsi ventrikular yang bermakna. Kecuali

meperidin (dalam dosis besar), penggunaan opioid tunggal umumnya

dikaitkan dengan depresi jantung yang minimal atau bahkan tidak ada.

Kombinasi dengan obat intravena lainnya (terutama benzodiazepin),

bagaimanapun, menghasilkan depresi jantung yang tergantung dosis secara

bermakna. Depresi jantung yang nyata juga dapat timbul pada induksi dengan

opioid murni dosis tinggi. Pasien dengan fungsi ventrikel yang buruk

seringkali tergantung pada peningkatan tonus simpatis untuk

mempertahankan curah jantung dan tidak dapat mengkompensasi bahkan

dengan penggunaan anestesi opioid murni dosis tinggi. Selain itu, opioid yang

6

Page 8: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

digunakan sebagai obat tunggal dapat tidak berperan sebagai anestesi secara

utuh karena tingginya kejadian pasien yang sadar (recall) intraoperatif dan

hipertensi.

Pada umumnya teknik anestesi yang digunakan pada sebagian besar

pasien adalah teknik opioid-volatil. Pasien dengan fraksi ejeksi kurang dari

40% dapat sangat sensitif pada efek depresan dari obat volatil yang poten atau

opioid dosis besar (bolus). Nitrit oksida, terutama dalam penggunaan opioid,

juga dapat menghasilkan depresi jantung yang bermakna. Seluruh obat volatil

umumnya memiliki efek menguntungkan pada keseimbangan oksigen

miokardium, lebih menurunkan kebutuhan daripada suplai oksigen.

Deteksi iskemia intraoperatif  harus langsung diikuti dengan pencarian

faktor presipitasi dan inisiasi intervensi untuk mengatasinya. Oksigenasi dan

kadar hematokrit (atau hemoglobin) harus diperhatikan dan abnormalitas

hemodinamik (hipotensi, hipertensi, atau takikardi) harus diatasi. Hematokrit

kurang dari 28% sering dikaitkan dengan iskemia perioperatif  dan komplikasi

postoperatif, terutama pada pasien yang menjalani operasi vaskuler.

Kegagalan untuk mengidentifikasi penyebab atau mengatasi manifestasi

iskemik merupakan indikasi untuk memulai pemberian nitrogliserin intravena.

Agar optimal, nitrogleserin biasanya membutuhkan insersi jalur arteri, dan

pada beberapa pasien (yang memiliki gangguan ventrikular sedang hingga

berat), membutuhkan insersi kateter pulmonal. Pasta nitrogliserin dapat

digunakan jika nitrogliserin intravena tidak dapat digunakan, tetapi hal ini

biasanya menunjukkan adanya onset yang lebih lambat dan absorpsi yang

bervariasi.

Efek samping pada sirkulasi yang minimal umumnya menyebabkan

rokuronium, vekuronium, pipekuronium, dan doksakurium menjadi pelemas

otot yang baik pada pasien dengan penyakit jantung iskemik. Bradikardia

berat pernah dilaporkan pada pemakaian vekuronium (dan atrakurium),

namun pada hampir seluruh kasus hal ini dikaitkan dengan penggunaan opioid

sintetik. Jika digunakan dengan tepat, pelemas otot lainnya juga dapat

digunakan dengan aman pada pasien dengan PJK. Efek sirkulasi dari suksinil

kolin disebabkan oleh stimulasi ganglia otonom dan reseptor muskarinik

jantung dan dapat menghasilkan efek yang bervariasi pada denyut jantung dan

tekanan darah. Efek utamanya dipengaruhi oleh tonus simpatis dan para

7

Page 9: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

simpatis, premedikasi dengan antikolinergik, dan blokade β-adrenergik.

Bradikardi dapat terjadi setelah penggunaan suksinil kolin pada pasien  yang

mengkonsumsi obat penghambat β-adrenergik.

c. Manajemen Post-Operatif

Pemulihan dari anestesi dan periode sesaat postoperative masih dapat

menyebabkan stres pada miokardium. Pasien harus mendapatkan tambahan

oksigen hingga oksigenasi adekuat telah tercapai. Pasien biasanya dapat

mengigil pada penggunaan meperidin, 20-30 mg intravena; obat lain yang

pernah dilaporkan diantaranya clonidin 75 mg, atau butorfanol, 1-2 mg

intravena. Hipotermi harus diatasi dengan penggunaan penghangat. Jika

terdapat kecurigaan adanya overload cairan, atau jika pasien memiliki riwayat

fungsi ventrikular yang buruk, foto thoraks postoperatif dapat membantu.

Bendungan paru dapat dengan segera diterapi dengan furosemid, 20-40 mg

intravena, atau dengan terapi vasodilator intravena (biasanya nitrogliserin).

Risiko postoperatif terbesar pada pasien-pasien seperti ini adalah

iskemia yang tidak terdeteksi. Walaupun sebagian besar gelombang Q pada

infark miokardium perioperatif timbul dalam 3 hari pertama setelah operasi

(biasanya setelah 24-48 jam), sejumlah bermakna dari infark non- gelombang

Q timbul dalam 24 jam pertama. Karena kurang dari 50% pasien mengeluhkan

nyeri dada, pemeriksaan EKG penting untuk mendeteksi kejadian ini.

Manifestasi yang sering ditemukan adalah hipotesi yang tidak dapat

dijelaskan. Manifestasi lain, diantaranya gagal jantung kongestif dan

perubahan status mental. Hampir seluruh pasien yang mengalami komplikasi

ini berusia lebih dari 50 tahun. Diagnosis biasanya berdasarkan pada

penemuan EKG dan pemeriksaan enzim jantung, atau ,jarang, dengan

pemeriksaan radionuklida. Ekokardiografi transthorakal atau transesofageal

(TEE)  juga dapat dipergunakan.

2. Penyakit Katup Jantung

a. Manajemen Preoperasi

1. Anamnesa

Anamnesa preanestesi lebih difokuskan pada gejala yang berkaitan dengan

fungsi ventrikel dan dihubungkan dengan data laboratorium. Perlu ditanyakan

juga mengenai toleransi saat latihan, kelelahan (fatigue), dan edema kaki dan

nafas yang pendek-pendek (dyspneu) saat berbaring (ortopneu), atau pada

8

Page 10: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

malam hari (paroxysmal nocturnal dyspneu). Klasifikasi fungsional penyakit

jantung dari The New York Heart Association Functional Classification dapat

digunakan untuk menentukan derajat keparahan gagal jantung secara klinis,

membandingkan pasien, dan menilai prognosis. Pasien juga harus ditanya

mengenai nyeri dada dan gejala neurologis. Beberapa kelainan katup dikaitkan

dengan fenomena tromboemboli. Prosedur yang pernah dialami sebelumnya

seperti valvotomi atau penggantian katup dan efeknya juga harus ditanyakan

dengan teliti.

 

The New York Heart Association Functional Classification

Kelas Deskripsi

I Tidak ada gejala kecuali saat aktivitas berat

II Gejala timbul saat aktivitas sedang

III Gejala timbul saat aktivitas ringan

IV Gejala timul saat istirahat

 

Riwayat pengobatan juga perlu ditanyakan, bagaimana efek dan efek

samping yang ditimbulkannya, obat yang banyak digunakan diantaranya

digoksin, diuretik, vasodilator, penghambat ACE, antiaritmia, dan antikoagulan.

Digoksin umumnya paling efektif untuk mengontrol denyut ventrikel pada

pasien dengan fiblrilasi atrial. Denyut ventrikel harus kurang dari 80-90

kali/menit saat istirahat dan tidak boleh lebih dari 120 kali/menit saat stres atau

latihan.

2. Pemeriksaan Fisik

Tanda yang paling penting yang harus dicari pada pemeriksaan fisik adalah

tanda-tanda gagal jantung kongestif. Tanda gagal jantung kiri (S3 gallop atau

ronkhi paru) dan juga tanda gagal jantung kanan (distensi vena jugular, refluks

hepatojugular, hepatosplenomegali, atau edema pedis) dapat ditemukan.

Auskultasi dapat mengkonfirmasi disfungsi katup namun pemeriksaan EKG

dapat lebih dipercaya. Defisit neurologis, yang biasanya terjadi sebagai akibat

sekunder dari fenomena emboli juga harus dicatat.

3. Pemeriksaan Laboratorium

9

Page 11: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

Sebagai tambahan dari pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan

hipertensi dan PJK, pemeriksaan fungsi hati dapat digunakan untuk menilai

disfungsi hati yang disebabkan oleh bendungan hati pasif pada pasien dengan

gagal jantung kanan yang berat atau kronis. Analisa gas darah arteri juga perlu

diperiksa pada pasien dengan gejala paru yang bermakna. Revers pada pasien

yang menggunakan antikoagulan harus dinilai dengan protrombin time dan

partial tromboplastin time sebelum operasi.

Pemeriksaan EKG umumnya kurang spesifik. Hasil pemeriksaan diantaranya

menunjukkan perubahan gelombang T atau segmen ST, aritmia, abnormalitas

konduksi, atau deviasi aksis QRS yang menunjukkan hipertrofi ventrikel.

Interval P-R yang memanjang dapat menunjukkan adanya toksisitas digoksin.

Aritmia yang dikaitkan dengan toksisitas digoksin termasuk (dalam urutan

frekuensi yang semakin jarang) ektopi ventrikel, takikardi atrial paroksismal,

takikardi dengan 2:1 blok AV, blok AV, sinus bradikardi menetap, ritme atrial

atau junctional  AV yang rendah, dan disosiasi AV.

Foto thoraks dapat membantu untuk menilai ukuran jantung dan bendungan

pembuluh darah paru. Pembesaran ruang jantung secara spesifik juga dapat

dinilai.

4. Premedikasi

Pasien dengan fungsi ventrikel yang buruk, di sisi lain, cenderung untuk lebih

sensitif terhadap sebagian besar obat, dan dosis premedikasi harus dikurangi

tergantung pada gangguan ventrikel yang dideritanya. Pasien harus tetap

mendapat obat-obat yang biasanya dikonsumsi pada pagi hari sebelum operasi.

Tambahan oksigen dapat berguna bagi pasien dengan hipertensi pulmonal atau

pasien yang memiliki penyakit paru.

Pasien yang mendapat terapi antikoagulan umumnya dapat menghentikan

pengobatannya selama 1-3 hari perioperatif. Insidensi komplikasi

tromboembolik meningkat dengan riwayat emboli dan adanya trombus, fibrilasi

atriel, atau katup mekanis prostetik. Risiko tromboemboli tertinggi pada

penggunaan prostetis mekanis caged-ball (Starr-Edward), terutama pada posisi

mitral atau trikuspid, risiko menengah pada katup tiltingdisc (St. Jude), dan

risiko yang terendah pada penggunaan bioprostesis (katup dari jaringan babi

atau sapi). Sebagian besar pasien dapat dengan aman menghentikan pemakaian

warfarin 3 hari sebelum operasi dan memulai kembali pemakaiannya 2-3 hari

10

Page 12: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

post operasi. Jika risiko tromboemboli sangat tinggi, maka antikoagulasi dapat

dihentikan sehari sebelum operasi dan diganti dengan vitamin K atau fresh

frozen plasma; terapi heparin intravena dapat dimulai 12-24 jam postoperasi

saat hemostasis telah adekuat.

2.1. Kelainan Katup Khusus

1. Stenosis Mitral

a. Manajemen Preoperatif

Stenosis mitral hampir selalu muncul sebagai komplikasi lambat dari

demam rematik akut. Dua pertiga pasien dengan stenosis mitral adalah

perempuan. Gejala biasanya timbul setelah 20-30 tahun kemudian, saat

orifisium katup mitral berkurang dari normalnya 4-6 cm2 menjadi kurang dari

2 cm2. Kurang dari 50% pasien memiliki stenosis mitral yang terisolasi;

sisanya juga memiliki mitral regurgitasi, dan sampai 25% pasien juga

memiliki keterlibatan rematik pada katup aorta (stenosis atau regurgitasi).

b. Manajemen Intraoperasi  

Pasien dapat sangat sensitif terhadap efek vasodilatasi dari anestesi

spinal dan epidural. Epidural lebih dipilih daripada anestesi spinal karena

onset blokade simpatisnya yang lebih gradual. Ketamin sebagai obat tunggal

umumnya merupakan induksi yang kurang memuaskan karena stimulasi

simpatisnya. Begitu juga dengan takikardi yang disebabkan oleh

pankuronium juga harus dihindari. Dalam pertimbangan pemilihan obat

anestesi, opioid mungkin merukapan pilihan yang lebih baik dibanding obat

volatil. Volatil dapat menyebabkan vasodilatasi yang tidak diinginkan atau

mempresipitasi ritmik. Di antara seluruh obat volatil, mungkin halotan

adalah obat yang paling dipilih karena memiliki efek menurunkan tekanan

darah dan memiliki efek vasodilatasi yang paling minimal, akan tetapi obat

volatil lainnya pun telah digunakan dengan aman. Pengunaan nitrit oksida

harus lebih hati-hati karena nitrit oksida dapat meningkatkan tahanan

vaskuler pulmonal pada beberapa pasien.

Takikardia intraoperatif dapat dikontrol dengan menambah kedalaman

anestesi dengan opioid (kecuali meperidin) atau penghambat-â (esmolol atau

propanolol). Pada pasien dengan fibrilasi atrial, denyut ventrikel dapat

dikontrol dengan diltiazem atau digoksin. Verapamil tidak menjadi pilihan

11

Page 13: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

karena efek vasodilatasi yang dihasilkan. Deteorasi hemodinamik yang nyata

dari takikardi supraventrikular akut menunjukan cardioversi. Fenilefrin lebih

dipilih sebagai vasopresor dibanding efedrin karena fenilefrin memiliki

aktivitas agonis âadrenergik yang lebih sedikit. Terapi untuk hipertensi akut

atau reduksi afterload dengan vasodilator poten hanya boleh dilakukan

dengan monitoring hemodinamik secara menyeluruh.

 

2. Regurgitasi Mitral

a. Manajemen Preoperatif

Regurgitasi mitral dapat timbul dengan akut maupun perlahan sebagai

hasil dari banyaknya kelainan yang diderita. Reguritasi mitral yang kronik

biasanya merupakan akibat dari demam rematik (seringkali disertai dengan

stenosis mitral), kelainan kongenital atau gangguan pertumbuhan aparatus

katup, atau dilatasi, destruksi, atau kalsifikasi anulus mitral. Regurgitasi

mitral akut biasanya disebabkan oleh iskemia atau infark miokardium

(disfungsi otot papiler atau ruptur chorda tendinea), infeksi endokarditis, atau

trauma thoraks.

b. Manajemen Intraoperatif

Pasien dengan fungsi ventrikel yang relative baik cenderung

memberikan hasil yang baik pada penggunaan sebagian besar teknik anestesi.

Anestesi epidural dan spinal dapat ditoleransi dengan baik, selam abradikardi

dapat dihindarai. Pasien dengan gangguan ventrikel sedang hingga berat

seringkali sangat sensitif pada efek depresan dari obat volatile. Anestesi

berbasis opioid tampaknya lebih sesuai untuk pasien-pasien ini, juga apabila

bradikardi dapat dihindari. Pemilihan pankuronium sebagai pelemas otot

pada tindakan anestesi dengan opioid dapat berguna untuk kepentingan ini.

3. Prolaps Katup Mitral

a. Manajemen Preoperatif

Prolaps katup mitral dikarakterisasi secara klasik dengan klik mid-

diastolik dengan atau tanpa murmur sistolik lambat di apeks jantung pada

auskultasi. Hal ini adalah abnormalitas yang biasa ditemukan pada 5%

populasi. Diagnosis didasarkan pada hasil pemeriksaan auskultasi dan

dikonfirmasi dengan ekokardiografi, yang menunjukkan prolaps sistolik dari

12

Page 14: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

daun katup mitral ke atrium kiri. Pasien dengan murmur seringkali

menunjukkan adanya regurgitasi mitral. Daun katup mitral posterior lebih

sering terkena dibandingkan daun anterior. Anulus mitral juga dapat

mengalami dilatasi. Secara patologis, sebagian besar pasien mengalami

redundansi atau degenerasi miksomatus dari daun-daun katup

Sebagian besar pasien dengan prolaps katup mitral tidak menunjukkan

gejala, namun pada persenatsi yang kecil, degenerasi miksomatus dapat

terjadi secara progresif. Manifestasi yang ada, kalau terjadi, dapat berupa

nyeri dada, aritmia, emboli, regurgitasi mitral, endokarditis infetif, dan

sangat jarang, kematian mendadak. Diagnosis dapat ditegakkan preoperatif

melalui penemuan click yang karakteristik pada auskultasi namun perlu

dikonfirmasi dengan pemeriksaan ekokardiografi. Prolaps dapat diperkuat

dengan manuver yangmenurunkan volume ventrikel (preload). Pemeriksaan

EKG biasanya normal, namun pada beberapa pasien dapat menunjukkan

gelombang T terbalik atau bifasik atau perubahan segmen ST inferior.

Aritmia atrial maupun ventrikular juga sering terjadi. Walaupun bradi aritmia

juga pernah dilaporkan, takikardi supraventrikular paroksismal paling sering

ditemukan. Peningkatan insidensi jalur bypass AV yang abnormal pada

pasien dnegan prolaps katup mitral.

b. Manajemen Intraoperatif

Manajemen pada pasien dengan kelainan ini didasarkan pada

penampilan klinisnya. Sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala dan,

selain antibiotik profilaksis, tidak memerlukan pengobatan khusus. Pasien

dengan murmur sistolik memiliki risiko terbesar untuk mengalami

endokarditis infektif. Aritmia ventrikular dapat terjadi intraoperatif, terutama

setelah stimulasi simpatis, dan umumnya akan memberikan respon terhadap

lidokain atau obat penghambat -adrenergic. Anestesi yang relatif dalam

dengan menggunakan obat volatil biasanya menurunkan kecenderungan

aritmia intraoperatif. Regurgitasi mitral yang disebabkan oleh prolaps

umumnya dieksaserbasi oleh penurunan ukuran ventrikel. Oleh karena itu,

hipovolemi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengosongan ventrikel,

seperti peningkatan tonus simpatis atau penurunan afterload, harus dihindari.

Vasopresor yang memiliki aktivitas agonis -adrenergic (misalnya fenilefrin)

13

Page 15: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

lebih dipilih dibandingkan vasopresor yang memiliki efek agonis -

adrenergic (misalnya efedrin).

4. Stenosis Aorta

a. Manajemen Preoperatif

Stenosis katup aorta adalah penyebab obstruksi outflow ventrikel kiri

yang paling sering. Obstruksi outflow ventrikel kiri lebih jarang disebabkan

oleh kardiomiopati hipertrofi, stenosis subvalvular kongenital, rematik, atau

degeneratif. Abnormalitas jumlah katup (paling seringpada katup tricuspid)

atau kelainan bentuk katup menghasilkan turbulensi yang akan menimbulkan

trauma pada katup dan pada akhirnya akan menimbulkan stenosis. Stenosis

rematik aorta jarang terisolasi, kelainan ini lebih sering terjadi bersamaan

dengan regurgitasi aorta atau kelainan katup mitral.

b. Manajemen Intraoperatif

Pemeliharaan sinus ritmik, denyut jantung, dan volume intravaskuler

yang normal sangat penting pada pasien dengan stenosis aorta. Hilangnya

waktu sistol atrium seringkali menyebabkan deteorasi yang cepat, terutama

jika berhubungan dengan takikadi. Kombinasi dengan fiblrilasi atrial

mengganggu pengisian ventrikel dengan serius dan mengharuskan

cardioversi segera. Penurunan komplians ventrikel juga menyebabkan pasien

menjadi sangat sensitif pada perubahan mendadak pada volume

intravaskuler. Lebih banyak pasien yang menunjukkan isi sekuncup menetap

dibandingkan dengan hidrasi yang adekuat; pada keadaan ini curah jantung

menjadi sangat tergantung pada denyut jantung. Oleh karena itu, bradikardia

(<50 kali/menit) menghasilkan toleransi yang sangat buruk. Denyut jantung

yang optimal bagi sebagian besar pasien adalah sekitar 60 dan 90 kali/menit.

5. Regurgitasi Aorta

a. Manajemen Preoperatif

Regurgitasi aorta biasanya terbentuk perlahan dan terus menerus

(kronis), tetapi dapat juga terbentuk cepat (akut). Regurgitasi aorta kronik

disebabkan oleh kelainan katup aorta, pembuluh aorta, atau keduanya.

Kelainan katup biasnya kongenital (katup bikuspid) atau akibat demam

rematik. Penyakit pada aorta ascenden menyebabkan regurgitasi dengan

14

Page 16: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

mendilatasi anulus aorta; diantaranya sifilis, ektasia annuloaorta, nekrosis

medial cystic (dengan atau tanpa Marfan syndrome), spondilitis ankilosing,

rematoid arthritis dan psoriatik artritis, dan bermacam-macam gangguan

jaringan penyambung. Insufisiensi aorta akut biasanya paling sering terjadi

setelah endokarditis infeksi,trauma, atau diseksi aorta.

b. Manajemen Intraoperatif

Denyut jantung harus dijaga dalam batas -batas yang normal (80-100

x/m). Bradikardi dan peningkatan SVR meningkatkan volume

regurgitanpada pasien dengan regurgitasi aorta, sementara takikardi berperan

untuk menyebabkan iskemia miokardium. Depresi jantung yang besar

sebaiknya dihindari. Kompensasi peningkatan preload jantung harus dijaga,

tetapi pengantian cairan yang terlalu bersemangat dapat menimbulkan edema

paru yang segera.

Kebanyakan pasien menerima anestesia spinal dan epidural, volume

intravaskulernya terpelihara. Ketika anestesi umum diperlukan, isofluran

dan desfluran mungkin merupakan obat ideal sehubungan dengan

vasodilatasinya. Teknik anestesi umum berbasis opioid lebih cocok pada

pasien dengan depresi fungsi ventrikel. Pancuronium meupakan pilihan yang

baik untuk teknik General anestesia sebab sering mencegah takikardia.

Pengurangan afterload intraoperasi dengan nitroprusid memerlukan

monitoring ketat yang optimal. Efedrin biasanya digunakan sebagai

vasopresor untuk mengatsi hipotensi. Dosis kecil fenilefrin (25-50 μg) dapat

digunakan ketika hipotensi disebabkan vasodilatais yang hebat. Dosis besar

fenilefrin dapat meningkatkan SVR (dan tekanan diastol arteri) dan dapat

memperburuk regurgitasi.

6. Regurgitasi Trikuspid

a. Manajemen Preoperatif

Secara klinis regurgitasi trikuspid, kebanyakan disebabkan oleh

dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmoner yang berkaitan dengan

kegagalan ventrikel kiri. Regurgitasi trikuspid juga dapat terjadi setelah

endokarditis infeksi (biasanya pada pengguna narkotik dengan menggunakan

injeksi), demam rematik, sindroma karsinoid, atau truma dada atau akibat

anomali Ebstein (Letak katup kebawah karena kelainan letak daun katup).

15

Page 17: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

b. Manajemen Intraoperatif Sasaran hemodinamik seharusnya

ditujukan terhadap penyakit yang mendasarinya. Hipovolemia dan faktor-

faktor yang meningkatkan afterload ventrikel kanan, seperti hipoxia dan

asidosis, seharusnya dihindari untuk menjaga stroke volume ventrikel kanan

yang efektif dan preload ventrikel kiri. PEEP dan tekanan jalan nafas yang

tinggi diharapkan selama ventilasi mekanik sebab mengurangi venous return

dan menambah afterload ventrikel kanan.

Pemilihan obat anestesi seharusnya berdasarkan kepada kelainan yang

mendaarinya. Kebanyakan pasien mentoleransi dengan baik anestesia spinal

dan epidural. Koagulopati yang timbul karena disfungsi hepar harus dapat

disingkirkan sebelum melakkan beberapa teknik regional. Selama anestesia

N2O dapat memperburuk hipertensi pulmonal dan harus diberikan dengan

hati-hati,

3. Hipertensi

a. Manajemen Preoperatif

1. Anamnesis

Kebanyakan pasien-pasien dengan hipertensi datang ke ruang operasi dengan

berbagai tingkat hipertensi. Pasien dengan hipertensi yang tidak diobati atau

jarang dikontrol lebih cenderung untuk mengalami epiode iskemia

miokardium intraoperatif, aritmia, atau hipertensi maupun hipotensi.

Penyesuaian intraoperatif pada kedalaman anestesia dan penggunaan obat

vasoaktif mengurangi timbulnya komplikasi sesudah operasi karena kurang

baiknya kontrol tekanan darah sebelum operasi

Kebanyakan, hipertensi preoperatif disebabkan pasien tidak mematuhi regimen

pengobatan. Dengan sedikit pengecualian, pengobatan antihipertensi harus

dilanjutkan sampai saat operasi. Beberapa klinikus menghentikan ACE

inhibitor di pagi hari operasi sehubungan dengan meningkatnya insidensi

hipotensi intraoperasi; bagaimanapun, menghentikan sementara obat ini

meningkatkan risiko timbulnya tekanan darah tinggi perioperatif dan

kebutuhan akan obat antihipertensi parenteral. Prosedur-operasi pada pasien-

pasien dengan tekanan darah diastolik preoperasi yang lebih tinggi dari 110

mmHg –terutama jika terdapat tanda-tanda kerusakan target organ- harus

ditunda sampai tekanan darah terkontrol dengan baik dalam beberapa hari

16

Page 18: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

Pada riwayat preoperatif perlu ditanyakan berat ringannya dan lamanya

hipertensi, pengobatan yang sedang berlangsung, dan ada tidaknya komplikasi

hipertensi. Gejala-gejala dari iskemia miokardium, kegagalan ventrikel,

perfusi serebral lemah, atau penyakit vaskuler perifer harus diperoleh

informasinya, juga catatan pasien mengenai keluhan dengan pengobatannya.

Pertanyaan-pertanyaan mengenai nyeri dada, toleransi olahraga, nafas

pendek/sesak (terutama sekali pada malam hari), edema, postural

lightheadedness, sinkop, amaurosis, dan claudicasia.

2. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium

Ophthalmoscopy mungkin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat pada

pasien-pasien hypertensi (selain dari sphygmomanometer), tetapi sayangnya

itu biasanya tidak dilakukan. Perubahan-perubahan yang terlihat pada

pembuluh darah retinal biasanya paralel dengan berat ringannya dan

progresifitas aterosklerosis dan kerusakan pada organ lain akibat hipertensi. S4

gallop biasanya ditemukan pada pasien dengan LVH. Temuan lain pada

pemeriksaan fisik seperti ronki pada paru-paru dan S3 gallop adalah tanda-

tanda lanjut dan menunjukan adanya gagal jantung kongestif. Tekanan darah

harus diukur pada posisi terlentang dan berdiri. Perubahan orthostatik dapat

disebabkan kekurangan volume, vasodilasi berlebihan, atau terapi obat

simpatolitik; pemberian cairan preoperatif dapat mencegah hipotensi yang

berat setelah induksi anestesia pada pasien-pasien ini.

Elektrokardiogram (EKG) sering normal, tetapi pada pasien-pasien dengan

riwayat hipertensi yang lama sering menunjukkan tanda-tanda dari iskemia,

kelainan konduksi, infark yang lama, atau Hipertropi atau pelebaran ventrikel

kiri. Suatu EKG yang normal tidak lantas meniadakan penyakit arteri koroner

atau LVH. Begitu pula, ukuran jantung yang normal pada hasil foto thoraks

tidak meniadakan kemungkinan hipertropi ventrikel. Ekhokardiografi adalah

suatu pemeriksaan yang lebih sensitif untuk LVH dan dapat digunakan untuk

mengevaluasi fungsi-fungsi diastolik dan sistolik ventrikel pada pasien-pasien

dengan gejala gagal jantung. Foto toraks biasanya tidak bisa berkomentar

tetapi dapat menunjukkan suatu bentuk jantung seperti sepatu boot

(kemungkinan LVH), kardiomegali, atau kongesti pembuluh darah paru.

Mengevaluasi fungsi ginjal yang terbaik dengan mengukur kadar kreatinin

serum dan nitrogen urea darah/ BUN. Kadar elektrolit serum diperiksa pada

17

Page 19: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

pasien yang mendapat diuretika atau digoksin atau mereka yang mempunyai

gagal ginjal. Hipokalemia ringan sampai moderat sering ditemukan pada

pasien yang mendapat diuretik (3–35 mEq/L) tetapi biasanya tidak

menunjukan akibat yang kurang baik . Koreksi kalium mungkin perlu

dilakukan hanya pada pasien-pasien yang menunjukan gejala atau yang

mendapat digoksin.

3. Premedikasi

Premedikasi mengurangi kecemasan preoperasi dan sangat dibutuhkan pada

pasien-pasien hipertensi. Hipertensi preoperasi yang ringan sampai moderat

sering membaik setelah pemberian obat anxiolitik, seperti midazolam. Obat

antihipertensi preoperatif harus dilanjutkan sampai dengan jadwal operasi dan

dapat diberikan dengan seteguk air. Agonis α2-adrenergik pusat dapat

bermanfaat sebagai ajuvan untuk premedikasi pasien-pasien hipertensi;

clonidine (0,2 mg) meningkatkan sedasi, mengurangi pemberian obat anestesi

intraoperatif, dan mengurangi hipertensi perioperatif. Sayangnya, pemberian

clonidin preoperatif berkaitan dengan hipotensi intraoperatif yang berat dan

bradikardia.

b. Manajemen Intraoperatif

Rencana anestesi menyeluruh untuk pasien hipertensi adalah memelihara satu

batas tekanan darah yang stabil. Pasien-pasien dengan hipertensi borderline bisa

diperlakukan sebagai pasien normotensif. Karena kebanyakan pasien-pasien

dengan hipertensi lama diasumsikan memiliki CAD dan hipertropi jantung,

peningkatan tekanan darah berlebihan tidak diharapkan. Hipertensi, terutama yang

disertai takikardia, dapat memicu atau memperburuk iskemia miokardium,

disfungsi ventrikel, atau kedua-duanya. Tekanan darah arteri biasanya dijaga

supaya berada di kisaran 10–20% dari ukuran preoperatif. Jika hipertensi

(>180/120 mmHg) didapatkan preoperasi, tekanan darah arteri harus

dipertahankan pada normal tinggi (150–140/90–80 mm Hg).

Induksi anestesi dan intubasi endotrakheal sering merupakan periode dengan

hemodinamik tidak stabil bagi pasien-pasien hipertensi. Dengan mengabaikan

tingkat kendali tekanan darah preoperatif, banyak pasien hipertensi menampilkan

respon hypotensif yang kuat terhadap induksi anestesia, diikuti oleh respon

hypertensif yang berlebihan terhadap intubasi. Respon hipotensif saat induksi

menunjukan penambahan efek depresi sirkulasi dari obat-obat anestesi dengan

18

Page 20: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

obat antihipertensi. Banyak, jika bukan hampir semua, obat antihipertensi dan

anestesi umum adalah vasolidator, mendepresi jantung, atau kedua-duanya. Obat

simpatolitik juga menurunkan refleks sirkulasi yang secara normal bersifat

melindungi, mengurangi tonus simpatis dan meningkatkan aktivitas vagal. Salah

satu dari beberapa teknik yang bisa digunakan sebelum intubasi untuk menipiskan

respon hypertensi:

- Memperdalam anestesia dengan volatil yang kuat selama 5–10 min.

- memberikan opioid secara bolus (fentanyl, 2,5–5 μg/kg; alfentanil, 15–25

μg/kg; sufentanil, 0,25–0,5 μg/kg; atau remifentanil, 0,5–1 μg/kg).

- Memberikan lidokain, 1,5 mg/kg intravena atau intratrachea.

- Memblokade β-adrenergik dengan esmolol, 0.3–1.5 mg/kg; propranolol, 1–3

mg; atau labetalol, 5–20 mg.

- Menggunakan anestesi topikal pada jalan nafas.

Keunggulan suatu obat hipertensi atau teknik dibanding yang lain belum jelas.

Bahkan setelah anestesia regional, pasien-pasien hipertensi sering mengalami

penurunan tensi yang besar dibanding pasien-pasien normotensi. Propofol,

barbiturat, benzodiazepin, dan etomidate mempunyai keamanan yang sama untuk

induksi anestesi umum pada kebanyakan pasien hipertensi. Pemberian ketamine

(tanpa disertai obat lain) merupakan kontraindikasi pada operasi elektif, karena

stimulasi simpatisnya dapat memicu hipertensi. Stimulasi simpatisnya ini dapat

dihambat atau dihilangkankan dengan pemberian dosis kecil obat lain secara

bersamaan, khususnya suatu benzodiazepin atau propofol. Untuk pemberian agen

pelemas otot, kecuali pancuronium yang diberikan secara bolus dalam jumlah

besar, setiap pelemas otot (disebut juga neuromuscular blocking agent) dapat

digunakan secara rutin. Pancuronium menyebabkan blokade vagal dan pelepasan

katekolamin oleh syaraf sehingga dapat menimbulkan hipertensi pada pasien-

pasien yang kurang terkontrol tekanan darahnya. Ketika pancuronium diberi

pelan-pelan dengan peningkatan dosis kecil, peningkatan bermakna pada denyut

jantung dan tekanan darah mungkin lebih sedikit.

Anestesia bisa dilanjutkan dengan aman dengan volatil (dengan atau tanpa

nitro oxida), teknik balance (opioid + nitro oxida + pelemas otot), atau teknik

intravena secara total. Tanpa memperlihatkan teknik pemeliharaan yang

digunakan, penambahan volatil atau vasodilator intravena umumnya membuat

kendali tekanan darah intraoperasi lebih memuaskan. Vasodilasi dan depresi

19

Page 21: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

miokardium yang relatif cepat dan reversibel oleh volatil menyebabkan

pemberian obat dilakukan secara titrasi sehingga efeknya dapat menghambat

tekanan darah arteri. Beberapa klinisi percaya bahwa opioid, sufentanil paling

kuat dalam mensupresi sistem otonom dan mengendalikan tekanan darah.

Hipertensi intraoperasi yang tidak berespon dengan memperdalam anestesi

(terutama dengan volatil) dapat diatasi dengan beberapa obat parenteral. Pastikan

bahwa penyebab yang reversibel –seperti kedalaman anestesi yang tidak adekuat,

hipoxemia, atau hipecapnia sudah disingkirkan sebelum mulai mengobati

hipertensi. Penghambat β-adrenergik, sendirian atau sebagai tambahan/suplemen

adalah suatu pilihan yang baik untuk pasien dengan fungsi ventrikel baik dan

peningkatan denyut jantung tetapi kontraindikasi untuk mereka dengan penyakit

bronchospastik. Nicardipine bisa lebih baik untuk pasien-pasien dengan penyakit

bronchospastik. Refleks takikardi setelah pemberian nifedipine bawah lidah

dihubungkan dengan iskemia miokardium dan efek antihipertensinya memiliki

onset yang lambat. Nitroprusside masih merupakan obat paling efektif dan cepat

untuk pengobatan intraoperasi terhadap hipertensi yang moderat sampai berat.

Nitrogliserin mungkin kurang efektif tetapi juga bermanfaat dalam mengobati

atau mencegah iskemia miokardium. Fenoldopam juga suatu obat yang

bermanfaat dan dapat memperbaiki atau memelihara fungsi ginjal. Hydralazine

membantu pengendalian tekanan darah tetapi juga mempunyai onset yang lambat

dan dapat menyebabkan refleks takikardia. Terakhir yang jarang terlihat labetalol

oleh karena memiliki kombinasi penghambat α dan β-adrenergik.

c. Manajemen Post-Operatif

Hipertensi sesudah operasi biasa terjadi dan harus diantisipasi pada pasien-

pasien yang tensinya kurang terkontrol. Monitoring ketat tekanan darah harus

dilanjutkan di ruang pemulihan dan periode awal sesudah operasi. Hipertensi pada

periode penyembuhan sering disebabkan banyak faktor dan diperkuat oleh

kelainan pernapasan, nyeri, kelebihan volume cairan, atau distensi kandung

kencing. Penyebab yang menyokong harus dikoreksi dan obat antihipertensi

parenteral diberikan jika perlu. Labetalol intravena terutama bermanfaat dalam

mengendalikan tekanan darah tinggi dan takikardia, sedangkan nicardipine

bermanfaat dalam mengendalikan tekanan darah pada kondisi denyut jantung yang

lambat, terutama jika dicurigai iskemia myokard atau terdapat bronkospasme.

20

Page 22: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

Ketika pasien mulai boleh makan per oral, pengobatan yang diberikan sebelum

operasi harus dimulai kembali.

4. Decompensasio Cordis

a. Manajemen Preoperatif

Operasi elektif sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan decompensasio

cordis sampai decompensasio cordis pada pasien tersebut di terapi dengan baik.

Konsul dari kardiologis sangat dibutuhkan pada pasien decompensasio cordis yang

akan menjalani operasi karena jika tidak diterapi dengan baik, operasi pada pasien –

pasien seperti ini akan meningkatkan prevalensi morbiditas kasus yang berkaitan.

Manajemen pre operatif pada pasien ini adalah pemberian β-bloker dan ACEi dapat

meningkatkan fungsi ventrikel dan mengurangi komplikasi intraoperasi. Obat –

obatan tersebut harus mulai ditingkatkan perlahan dosisnya dalam tiga hingga enam

bulan seiring dengan meningkatnya fungsi jantung.

b. Manajemen Intraoperatif

Etomidate dapat digunakan sebagai obat induksi untuk pasien dengan

decompensasio cordis karena efeknya yang minimal terhadap saraf simpatis.

Konsentrasi anestesi volatil yang minimal dapat menjaga anestesi selama operasi,

namun efek depresi jantung harus dihindari. Pada pasien dengan decompensasio

cordis yang parah, kombinasi benzodiazepine (midazolam) dan opioid dosis besar

dapat digunakan sebagai agen induksi. Pasien dengan decompensasio cordis

sebaiknya dimonitor secara berkala dengan memantau tekanan arteri pulmonal dan

EKG. Tekanan darah pasien dapat dijaga supaya stabil dengan agen vasokontriktor

(phenylephrine) yang juga dapat meningkatkan kontraktilitas miokard.

Teknik anestesi epidural merupakan teknik yang paling ideal untuk pasien

dengan decompensasio cordis yang menjalani bedah minor, karena teknik epidural

memblok saraf simpatis secara bertahap.

21

Page 23: 228453309 Referat Anes Pada Penyakit Jantung

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan, GE. Clinical anesthesiology, 4th Edition. USA : McGraw-Hill. 2006.

2. Miller, RD. Miller’s anesthesia, 7th edition. USA : Elsevier. 2009.

3. Poldermans D. Guidelines for pre-operative cardiac risk asessment and perioperative

cardiac management in non-cardiac surgery. Netherland : European Heart Journal.

2009.

4. Dickstain A, et al.Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic

heart failure 2008.European Society Cardiology. European Heart Journal; 2008.

22