10
CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 1 BIOKIMIA PENAMBATAN NITROGEN OLEH BAKTERI NON SIMBIOTIK Oleh : Nana Danapriatna Abstract Some microbes in the group non-symbiotic bacteria capable of fix nitrogen. The process of nitrogen fixation by non-symbiotic bacteria requires several conditions : (1) the enzyme nitrogense, (2) the availability of energy resources in the form of ATP, (3) the potential lowering of the electron source, (4) a system of protection of nitrogenase enzyme from inactivation by oxygen, and (5) rapid transfer of nitrogen to prevent the inhibition of the enzyme nitrogenase. The result of nitrogen fixation by non-symbiotic aerobic bacteria was higher than the non-symbiotic fixation by anaerobic bacteria. The mechanism of protection of nitrogenase from oxygen by non-symbiotic aerobic bacteria are consuming excessive O 2 for respiration and Azotobacter which have a capsule mucus (EPS) a thick helping protect the enzyme nitrogenase from O 2 . For anaerobic bacteria oxygen is not a problem because the environmental of bacteria are low oxygen Keyword : Nitrogen fixation, non-symbiotic bacteria, nitrogenase. I. PENDAHULUAN Nitrogen merupakan unsur hara tanaman esensial. Kecukupan suplai nitrogen pada tanaman dicirikan dengan kecepatan pertumbuhan tanaman dan warna daun hijau gelap. Ketidakseimbangan nitrogen atau terlalu besar unsur hara ini dibandingkan dengan unsur lain seperti P, K, dan S dapat mengakibatkan memanjangnya periode tumbuh dan tertundanya kematangan (Tisdale et al., 1985). Umumnya hara N tanah dalam kondisi kekurangan, hal ini memberikan kontribusi terhadap penurunan hasil. Di atmosfer nitrogen dalam bentuk molekul dan gas dinitrogen (N 2 ) sangat berlimpah sekitar 80% dari total gas atmosfer, namun tidak dapat langsung digunakan untuk proses metaboilsme oleh tanaman tingkat tinggi atau binatang. Bentuk nitrogen yang dapat diambil oleh tanaman dari tanah adalah nitrat (NO 3 - ) dan amonium (NH 4 + ) (Barber, 1984; Tisdale et al., 1985). Kedua bentuk nitrogen tersebut sebagian besar berasal dari pupuk dan penambatan nitrogen udara oleh mikroba tanah. Berdasarkan data statistik FAOSTAT (2001), sekitar 43 juta ton pupuk N digunakan setiap tahun oleh seluruh negara untuk memproduksi tiga makanan pokok yaitu gandum, padi, dan jagung dengan rincian berturut-turut 17, 9, dan 16 juta ton pupuk N. Keadaan di Indonesia tidak berbeda jauh dalam penggunaan pupuk nitrogen terutama dalam bentuk urea. Menurut APPI (2010) setiap tahun kebutuhan pupuk urea bersubsidi untuk pertanian naik sebesar 6,11%. Kebutuhan pupuk urea bersubsidi pada tahun 2009 sebesar 6.407.045 t dan tahun 2010 diperkirakan menjadi 6.791.811 t. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan pupuk terjadi pula peningkatan anggaran subsidi pupuk dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun ke depan anggaran subsidi pupuk diperkirakan mencapai lebih dari Rp. 20 trilyun. Angka ini akan membebani

237-898-1-PB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

biologi sel 2

Citation preview

Page 1: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 1

BIOKIMIA PENAMBATAN NITROGEN OLEH BAKTERI NON SIMBIOTIK

Oleh : Nana Danapriatna

Abstract

Some microbes in the group non-symbiotic bacteria capable of fix nitrogen. The process ofnitrogen fixation by non-symbiotic bacteria requires several conditions : (1) the enzymenitrogense, (2) the availability of energy resources in the form of ATP, (3) the potentiallowering of the electron source, (4) a system of protection of nitrogenase enzyme frominactivation by oxygen, and (5) rapid transfer of nitrogen to prevent the inhibition of the enzymenitrogenase. The result of nitrogen fixation by non-symbiotic aerobic bacteria was higher thanthe non-symbiotic fixation by anaerobic bacteria. The mechanism of protection of nitrogenasefrom oxygen by non-symbiotic aerobic bacteria are consuming excessive O2 for respiration andAzotobacter which have a capsule mucus (EPS) a thick helping protect the enzyme nitrogenasefrom O2. For anaerobic bacteria oxygen is not a problem because the environmental of bacteriaare low oxygen

Keyword : Nitrogen fixation, non-symbiotic bacteria, nitrogenase.

I. PENDAHULUAN

Nitrogen merupakan unsur hara tanaman esensial. Kecukupan suplai nitrogen pada

tanaman dicirikan dengan kecepatan pertumbuhan tanaman dan warna daun hijau gelap.

Ketidakseimbangan nitrogen atau terlalu besar unsur hara ini dibandingkan dengan unsur lain

seperti P, K, dan S dapat mengakibatkan memanjangnya periode tumbuh dan tertundanya

kematangan (Tisdale et al., 1985). Umumnya hara N tanah dalam kondisi kekurangan, hal ini

memberikan kontribusi terhadap penurunan hasil.

Di atmosfer nitrogen dalam bentuk molekul dan gas dinitrogen (N2) sangat berlimpah

sekitar 80% dari total gas atmosfer, namun tidak dapat langsung digunakan untuk proses

metaboilsme oleh tanaman tingkat tinggi atau binatang. Bentuk nitrogen yang dapat diambil

oleh tanaman dari tanah adalah nitrat (NO3-) dan amonium (NH4

+) (Barber, 1984; Tisdale et

al., 1985). Kedua bentuk nitrogen tersebut sebagian besar berasal dari pupuk dan penambatan

nitrogen udara oleh mikroba tanah.

Berdasarkan data statistik FAOSTAT (2001), sekitar 43 juta ton pupuk N digunakan

setiap tahun oleh seluruh negara untuk memproduksi tiga makanan pokok yaitu gandum, padi,

dan jagung dengan rincian berturut-turut 17, 9, dan 16 juta ton pupuk N. Keadaan di Indonesia

tidak berbeda jauh dalam penggunaan pupuk nitrogen terutama dalam bentuk urea. Menurut

APPI (2010) setiap tahun kebutuhan pupuk urea bersubsidi untuk pertanian naik sebesar 6,11%.

Kebutuhan pupuk urea bersubsidi pada tahun 2009 sebesar 6.407.045 t dan tahun 2010

diperkirakan menjadi 6.791.811 t. Sejalan dengan peningkatan kebutuhan pupuk terjadi pula

peningkatan anggaran subsidi pupuk dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun ke depan anggaran

subsidi pupuk diperkirakan mencapai lebih dari Rp. 20 trilyun. Angka ini akan membebani

Page 2: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 2

anggaran pemerintah. Oleh karena itu, anggaran subsidi pupuk diturunkan dari Rp. 17 trilyun

menjadi sekitar Rp. 11 trilyun pada tahun 2010. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya

harga eceran tertinggi pupuk (Las et al., 2010).

Efisiensi pupuk urea sangat rendah seringkali hanya 30 – 40 %, bahkan pada beberapa

kasus lebih rendah lagi (De Datta, 1978; Choudhury dan Khanif, 2004). Selain itu, sebagian

nitrogen dari pupuk urea yang diaplikasikan hilang melalui beberapa mekanisme termasuk

volatilisasi amonia, denitrifikasi, dan pencucian, dan mengakibatkan munculnya masalah polusi

terhadap lingkungan (De Datta dan Buresh, 1989; Mengel, 1990; Choudhury dan Kennedy,

2005). Volatilisasi amonia dan denitrifikasi menyebakan polusi udara melalui produksi gas

rumah kaca seperti N2O dan N2. Pencucian nitrat (NO3-) akan menyebabkan pencemaran pada

air tanah. Masalah tersebut menjadi perhatian utama bagi ahli lingkungan dan tanah diseluruh

dunia. Selain itu, untuk memproduksi pupuk nitrogen memerlukan energi yang sangat besar

dan tidak dapat terbarukan. Pemanfaatan teknologi penambatan nitrogen secara biologis (BNF)

dapat menurunkan penggunaan urea sebagai sumber N, mencegah penurunan bahan organik

tanah dan menggurangi polusi terhadap lingkungan pantas dipertimbangkan untuk dilakukan

(Choudhury dan Kennedy, 2004; Kennedy et.al., 2004). Menurut Wu et.al. (1995) optimalisasi

penambatan nitrogen udara secara biologis merupakan alternatif yang pantas dilakukan untuk

mengurangi penggunaan pupuk N.

Jumlah nitrogen hasil penambatan nitrogen secara biologis merupakan yang terbesar

dari seluruh proses penambatan N2 atmosfer menjadi ion amonium. Hal tersebut

memperlihatkan bahwa penambatan nitrogen secara biologis merupakan poin kunci masuknya

molekul nitrogen kedalam siklus biogeokimia nitrogen (Gambar 1.)

Gambar 1. Siklus nitrogen di alam (Taiz dan Zeiger, 2002)

Sejumlah mikroorganisme tanah dan air sanggup mengunakan secara langsung nitrogen

atmosfer sebagai sumber nitrogen bagi kehidupanya. Kelompok mikroorganisme ini ada dua

menurut cara penambatan nitrogen yang dilakukan yaitu : (1) Penambat nitrogen nonsimbiosis

yaitu mikroorganisme yang sanggup mengubah molekul nitrogen menjadi amonium tanpa

Page 3: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 3

bergantung pada organisme lain; (2) Penambat nitrogen simbiosis yaitu mikroorganisme yang

menambat nitrogen melalui hidup bersama dalam akar leguminosa dan tumbuhan lain

Berbagai jenis bakteri penambat nitrogen atmosfer secara biologis yang dapat

mengubah N2 menjadi amonium (Tabel 1), antara lain terdiri atas rhizobia, sianobakter

(ganggang hijau biru), bakteri foto-autotrofik pada air tergenang dan permukaan tanah, dan

bakteri heterotrofik dalam tanah dan zona akar (Ladha dan Reddy, 1995, Boddey et al. 1995,

Kyuma, 2004). Bakteri tersebut mampu mengikat nitrogen dari udara, baik secara simbiosis

(root-nodulating bacteria) maupun nonsimbiosis (free-living nitrogen-fixing rhizobacteria).

Tabel 1. Beberapa organisme yang dapat menambat nitrogen atmosfer

Sumber : Taiz dan Zeiger, 2002

Untuk terjadinya proses penambatan nitrogen menurut Hamdi (1982) dibutuhkan

beberapa syarat yaitu : (1) adanya enzim nitrogense; (2) ketersediaan sumber energi dalam

bentuk ATP; (3) adanya sumber penurun potensial dari elektron; (4) adanya sistem perlindungan

enzim nitrogenase dari inaktivasi oleh oksigen; dan (5) pemindahan yang cepat nitrogen hasil

tambatan dari tempat penambatan nitrogen untuk mencegah terhambatanya enzim nitrogenase.

Uraian selanjutnya akan ditekankan pada proses biokimia penambatan nitrogen secara non

simbiois baik yang aerobik maupun anaerobik.

II. MEKANISME BIOKIMIA DARI PROSES PENAMBATAN N2

Penambatan nitrogen secara biologis dan secara kimiawi mengubah gas dinitrogen (N2)

menjadi amonia dengan katalis enzim nitrogenase (Saika dan Jain, 2007). Reaksi yang

dikatalisasi oleh enzim nitrogenase digambarkan pada Gambar 2.

Page 4: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 4

Gambar 2. Perubahan Nitrogen Secara Biologis dan Kimiawi

Enzim yang berperan penting dalam penambatan nitrogen adalah nitrogenase yang

terdapat dalam sel bakteri penambat nitrogen. Nitrogenase disusun oleh dua komponen yang

saling menunjang yaitu protein Fe (komponen I) dan protein Mo-Fe (komponen II) (Hamdi,

1982). Protein Fe berukuran lebih kecil dari komponen II dan mempunyai dua sub-unit serupa

berukuran masing-masing 30 sampai dengan 72 kDa, tergantung pada organisma. Setiap subunit

berisi satu kluster besi-belerang (4 Fe dan 4 S2–) yang turut ambil bagian dalam reaksi redox

terlibat dalam konversi N2 menjadi NH3. Protein MoFe mempunyai empat sub-unit, dengan

masa total satu molekul sekitar 180 sampai dengan 235 kDa, tergantung pada spesies

organisme. Setiap subunit mempunyai dua kluster Mo–Fe–S (Taiz dan Zeiger, 2002). Protein

Fe adalah menjadi tidak aktif oleh O2 dengan waktu paruh kerusakan dari 30 sampai dengan 45

detik. Protein MoFe juga menjadi tidak aktif oleh oksigen, dengan satu waktu paruh 10 menit.

(Dixon dan Wheeler 1986). Diduga 2 molekul protein Fe akan bersenyawa dengan 1 molekul

protein Mo-Fe untuk membentuk nitrogenase aktif di dalam sel sel bakteroid atau sel-sel

Azotobacter (Hamdi, 1982).

Gambaran terperinci dari pengikatan ATP, pengangkutan elektron dan pengikatan

substrat di antara kompenan-kompenan nitrogenase secara sederhana dapat dilihat pada Gambar

3. Senyawa protein Fe dari nitrogenase menerima elektron-elektron berpotensial rendah dari

Ferredoxin dan Flavodoxin, kemudian protein Fe bergabung dengan ATP menghasilkan suatu

senyawa FeMgATP yang potensial oksidasinya rendah. Hanya satu molekul MoMgATP hasil

reduksi yang dapat berlaku sebagai pereduksi protein Mo-Fe . Terbukti bahwa Mo-Fe yang

berperan dalam penambatan N2 (Siegbahn et. al., 1998).

Gambar 3. Reaksi penambatan nitrogen (Taiz dan Zeiger, 2002)

Page 5: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 5

Proses fiksasi N2 dengan adanya enzim nitrogenase terjadi sebagai berikut: (1) energi

ATP dan elektron feredoksin mereduksi protein Fe menjadi reduktan, (2) reduktan itu

mereduksi protein MoFe yang kemudian mereduksi N2 menjadi NH3 dengan hasil sampingan

berupa gas H2, dan (3) bersamaan dengan itu terjadi reduksi asetilen menjadi etilen yang dapat

digunakan sebagai indikator proses fiksasi N2 secara biologis (Marschner, 1986; Buchanan et.

al., 2000). MoFe protein dapat mereduksi beberapa substrat seperti asetilen, sianida dan azida

(Tabel 2.), namun demikian dalam kondisi normal reaksi hanya terjadi antara N2 dan H+ yang

dikatalisasi oleh enzim nitrogenase. Kemampuan ini dapat digunakan untuk mengukur

kemampuan organisme dalam enambat nitroge menggunakan proses reduksi asetilen (ARA).

Tabel 2. Reaksi yang Dikatalisis oleh Enzim Nitrogenase (Taiz dan Zeiger, 2002)

Reaksi yang dikatalis oleh nitrogenaseN2 NH3 Penambatan molekul nitrogenN2O N2 + H2O Reduksi nitrous oksidaN3

- N2 NH3 Reduksi AzideC2H2 C2H4 Reduksi asetilen2H+ H2 Produski H2

ATP ADP + Pi Aktivitas hidrolisa ATP

Gambar 4. Diagram proses Reduksi N2 menjadi NH4+ (Patki, 2006)

Dalam fiksasi nitrogen diperlukan energi dalam bentuk ATP dan elektron berpotensial

rendah secara terus menerus (Saika dan Jain, 2007). Hidrogen yang berasal dari karbohidrat

Page 6: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 6

maupun hasil reduksi nitrogase dipindahkan oleh enzim hidrogenase ke NAD, sehingga

terbentuk NADPH2. dalam perjalannya dari NADP2 ke nitrogenase, elektron akan melalui

pembawa-pembawa elektron eperti Feredoxin dan flavodoxsin. Selama perjalan tersebut terjadi

penurunan potensial dari elektron seperti Feredoxin dan flovodoksin, sehingga diperoleh

elektron berpotensial rendah yang siap digunakan oleh nitrogenase .

ATP disuplai oleh suatu sistem penghasil ATP seperti acetokinase dan acetylphosohate

atau phosphocreatine kinase dan creatin phosphate. ATP dihidrolisis menjadi ADP dan fosfat

organik dalam reaksi nitrogenase jika ATP prekoursor habis dan ratio ATP/ADP mencapai nilai

0.5 kemudian terjadi penggunaan ATP oleh nitrogenase, maka mulai saat itu aktivitas

nitrogenase benar-benar terhambat (Dalton dan Mortenson, 1972).

Dalam memproduksi 2 NH3 dan H2 dibutuhkan setara 8 pereduksi dalam reaksi

penambatan nitrogen atmosfer. Selain itu, transfer dari setiap elektron ke inti Mo-Fe

memerlukan satu siklus dissosiasi ikatan oleh sub unit reduktase, dengan hidrolisis 2 molekul

ATP setiap siklus. Secara keseluruhan proses reduksi molekul N2 memerlukan hidrolisis 16

molekul ATP, dan 8 siklus dissosiasi reductase dari nitrogenase. (Berg et. al., 2002 dalam Patki,

2006). Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.

Untuk setiap organisme pembentukan ATP dapat berbeda-beda kemampuannya.

Dengan demikian akan mengakibatkan perbedaan dalam jumlah hasil tambatan nitrogen

atmosfernya akibat berbedanya jenis mikroba penambat nitrogen.

ATP sebagai representasi dari energi dihasilkan oleh mikroorganisme melalui proses

perombakan bahan organik secara aerob (respirasi) dan anaerob (fermentasi) sesuai dengan jenis

mikroorganismenya. Hasil energi dari mikroorganisme aerobik lebih banyak jumlah ATP yang

dihasilkannya dari pada mikroorganisme anaerob Sebagai gambaran hasil oksidasi gluokosa

oleh bakteri aerob sebanyak 32 ATP per glukosa dan bakteri anaeroba menghasilkan 2 ATP per

glukosa (Koolman dan Roehm, 2005). Skema selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Nucleotida piridin yang tereduksi terbentuk dengan oksidasi asam organik dalam siklus

TCA, digunakan untuk membentuk ATP melalui phosphorilasi oksidatif. Ackrell dan jones

(1971) melaporkan adanya tiga tempat phosphorilasi dalam membran respirasi dari sel-sel

Azotobacter vinelandii. Efisiensi phosphorilasi khususnya pada tempat pertama sangat rendah

pada kosentrasi oksigen yang tinggi, tetapi meningkat bila kosentrasi oksigen menjadi kecil.

Efisiensi yang rendah dari energi gabungan pada konsentrasi oksigen yang tinggi, dapat

diharapkan untuk membuat pengurangan ratio ATP/ADP Pi yang besar dan kemudian

menyebabkan hilangnya kontrol respirasi di seluruh sel organisme yag diikubsi pada tekanan O2

yang tinggi. Proes respirasi didalam sel tersebut berkaitan dengan fungsi pembentukan ATP dan

melindungi nitrogenase dari pengaruh hambatan oleh oksigen.

Page 7: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 7

Enzim nitrogenase menjadi tidak aktif jika tekanan oksigen tinggi, oleh karena itu

beberapa bakteri non simbiotik melakukan proteksi enzim nitrogenase terhadap oksigen dengan

berbagai cara tergantung jenis mikrobanya. Pada bakteri non simbiotik an aerob, oksigen tidak

menjadi masalah karena

Gambar 5. Skema Oksidasi Glukosa secara aerob dan anaerob (Koolman dan Roehm, 2005)

Page 8: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 8

Lingkungan hidup bakteri tersebut pada daerah yang rendah kadar oksigennya. Pada

bakteri nonsimbiotik aerob oksigen menjadi masalah karena untuk hidup bakteri tersebu

membutuhan oksigen yang banyak, akan tetapi enzim nitrogenase menjadi tidak aktif jika ada

oksigen. Perlindungan enzim terhadap oksigen dengan cara mengkonsumsi O2 secara

berlebihan untuk respirasi dan Azotobacter yang mempunyai kapsul lendir yang tebal membantu

melindungi enzim nitrogenase dari O2 (Gambar 6).

Gambar 6. Mekanisme proteksi enzim nitrgenase dari oksegen pada Azotobacter vinelandii

III. PENUTUP

Nitrogen hasil proses penambatan nitrogen secara biologis oleh mikroorganisme

merupakan poin kunci masuknya molekul nitrogen kedalm sikus nitrogen dialam. Sejumlah

mikroorganisme tanah dan air sanggup menambat nitrogen atmosfer menjadi amonium.

Kelompok mikroorganisme ini ada dua menurut cara penambatan nitrogen yang dilakukan yaitu

: (1) Penambat nitrogen nonsimbiotis; (2) Penambat nitrogen simbiosis. Kelompok non

simbiosis terbagi dua yaitu organisme aerob dan anaerob.

Untuk terjadinya proses penambatan nitrogen dibutuhkan beberapa syarat yaitu : (1)

adanya enzim nitrogense; (2) ketersediaan sumber energi dalam bentuk ATP; (3) adanya sumber

penurun potensial dari elektron; (4) adanya sistem perlindungan enzim nitrogenase dari

inaktivasi oleh oksigen; dan (5) pemindahan yang cepat nitrogen hasil tambatan dari tempat

penambatan nitrogen untuk mencegah terhambatanya enzim nitrogenase.

Hasil tambatan nitrogen oleh bakteri nonsimbiosis aerob lebih tinggi dibandingkan hasil

tambatan oleh bakteri nonsimbiosis anaerob. Hal ini berkaitan dengan jumlah energi dalam

Page 9: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 9

bentuk ATP yang dihasilkan bakteri aerob lebih banyak dari pada bakteri anaerob. Bakteri aerob

membutuhkan mekanisme perlindungan enzim nitrogenase terhadap oksigen yang dapat

menginaktifkan enzim tersebut. Mekanisme perlindungan tersebut adalah mengkonsumsi O2

secara berlebihan untuk respirasi dan Azotobacter yang mempunyai kapsul lendir (EPS) yang

tebal membantu melindungi enzim nitrogenase dari O2. Untuk bakteri anaerob oksigen tidak

menjadi masalah karena lingkungan bakteri tersebut rendah kadar oksigennya.

DAFTAR PUSTAKA

Acrell , B.A.C and C.W. Jones. 1971. The respiratory system of Azotobacter vinelandii. 1.Properties of phosphorilating respiratory membrane. Eur. J. Biochem. 20 : 22 – 28.

APPI. 2010. Kebutuhan pupuk urea 2006 – 2015.http://www.appi.or.id/images/statistic/KEBUTUHAN_PUPUK_UREA_2006_-_2015.xls. Diunduh tanggal 15 April 2010.

Barber, S.A. 1984. Soil Nutrient Bioavailability. A Mechanistic Approach. AWiley-Interscience Publication. John Wiley & Sons. New York.

Boddey, R.M., de O.C. Oliviera, S. Urquiaga, V.M. Reis, F.L. Olivares, V.L.D. Baldani, and J.Dobereiner. 1995. Biological nitrogen fixation associated with sugar cane and rice:contributions and prospects for improvement. Plant Soil 174:195-209.

Buchanan, B., Gruissem, W., and Jones, R. 2000 Biochemistry and Molecular Biology ofPlants. American Society of Plant Physiologists. Rockville, MD.

Choudhury A.T.M.A. and Kennedy I.R. 2004. Prospects and potentials for systems of biologicalnitrogen fixation in sustainable rice production. Biol. Fertil. Soils 39 : 219–227.

Choudhury A.T.M.A. and Kennedy I.R. 2005. Nitrogen fertiliser losses from rice soils andcontrol of environmental pollution problems. Communications in Soil Science and PlantAnalysis 36 : 1625–1639.

Choudhury A.T.M.A. and Khanif Y.M. 2004. Effects of nitrogen and copper fertilization on riceyield and fertiliser nitrogen efficiency: A 15N tracer study. Pakistan Journal ofScientific and Industrial Research 47 : 50–55.

Dalton, H. and L.E. Mortenson.1972. Dinitrogen (N2) fiation (with a biochemical emphasis).Bacteriol. Rev.36 : 231 – 260.

De Datta S.K. 1978. Fertilizer management for efficient use in wetland rice soils. Pp. 671–701in ‘Soils and rice’, ed. by F.N. Ponnamperuma. International Rice Research Institute:Los Baños, the Philippines.

De Datta S.K. and Buresh R.J. 1989. Integrated nitrogen management in irrigated rice.Advances in Soil Science 10 : 143–169.

Dixon, R. O. D., and C. T. Wheeler. 1986 Nitrogen Fixation in Plants. Chapman and Hall, NewYork.

FAOSTAT. 2001. Agricultural Data. Food and Agricultural Organization of the United Nations,Rome.

Hamdi, Y.A. 1982. Application of Nitrogen-Fixing System in Soil Improvement andManagement. FAO Soil Bulletin 49. FAO Rome.

Page 10: 237-898-1-PB

CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010 10

Kennedy I.R., Choudhury A.T.M.A. and Kecskés M.L. 2004. Non-symbiotic bacterialdiazotrophs in cropfarming systems: can their potential for plant growth promotion bebetter exploited. Soil Biology and Biochemistry 36 : 1229–1244.

Koolman, J. and K.H. Roehm. 2005. Color Atlas of Biochemistry. 2nd edition. Thieme VerlagRüdigerstrasse. Stuttgart, Germany.

Kyuma, Kazutake. 2004. Paddy soil science. Kyoto Univ. Press and Trans Pacific Press. Kyoto.

Las, I., S. Rochayati, D. Setyorini, A. Mulyani dan D. Subardja. 2010. Peta PotensiPenghematan Pupuk Anorganik dan Pengembangan Pupuk Organik pada Lahan Sawahdi Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian.Jakarta.

Ladha, J.K. and P.M. Reddy. 1995. Extension of nitrogen fixation to rice: necessity andpossibilities. GeoJournal. 35:363-372.

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrion of Higher Plants. Academic Press. Harcourt BraceJovanovich Publishers. London.

Mengel, K. 1990. Impact of Intensive Plant Nutrient Management on Crop Production and

Environment. 14th Ing. Long. of Soil Sci. Plenary Lecture : 42-52.

Pakti, A. 2006. Background: The Biochemistry of Nitrogen Fixation.http://www.biochem.arizona.edu/classes/bioc462/462bh2008/462bhonorsprojects/462bhonors2006/patkia/nfixation.htm. Diunduh tanggal : 1 Mei 2009.

Saika, S.P. and V. Jain. 2007. Biological nitrogen fixation with non-legumes : An achievabletarget or dogma ? Current Sci. 92 (3) : 317 – 322.

Siegbahn, P.E.M., J. Westerberg, M. Svenson and R.H. Crabtree. 1998. Nitrogen faixation bynitrogenase : A quantum chemical study. J.Phys.Chem.B. 102 : 1615 – 1623.

Taiz, L. and E. Zeiger. 2002. Plant physiology. 3rd ed. Sinauer Associates.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th ed.MacMillan Publishing Company. New York.

Wu, P., Zhang, G., Ladha, J.K., McCouch, S.R., Huang, N., 1995. Molecular-marker-facilitatedinvestigation on the ability to stimulate N2 fixation in the rhizosphere by irrigated riceplants. Theoret. Appl. Genet. 91, 1171–1183.