97
BAB I PENDAHULUAN Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune’ yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk. Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu difikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasif seperti ultrasonografi; CT Scan abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti percutaneous transhepatic cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio pancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi gastrointestinal maka ERCP dan PTC telah berkembang dari 1

269153801-REFERAT-IKTERIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lll

Citation preview

Page 1: 269153801-REFERAT-IKTERIK

BAB I

PENDAHULUAN

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran

mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

kadarnya dalam sirkulasi darah. Untuk pendekatan terhadap pasien ikterus perlu ditinjau

kembali patofisiologi terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk.

Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti

ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat

ditegakkan. Namun tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu

difikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan. Diagnosis ikterus bedah atau obstruksi bilier

umumnya dapat ditegakkan dengan anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti

serta tes laboratorium. Walaupun demikian, sarana penunjang imaging yang non-invasif

seperti ultrasonografi; CT Scan abdomen dan pemeriksaan yang invasif seperti

percutaneous transhepatic cholangiography (PTC), endoscopic retrograde cholangio

pancreatography (ERCP) sering diperlukan untuk menentukan letak, kausa dan luas

dari lesi obstruksinya. Dengan kemajuan yang pesat di bidang endoskopi

gastrointestinal maka ERCP dan PTC telah berkembang dari satu modalitas dengan

tujuan diagnosis menjadi tujuan terapi pada ikterus bedah.

1

Page 2: 269153801-REFERAT-IKTERIK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning.

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran

mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

kadarnya dalam sirkulasi darah.

Pernumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi kuning

dalam plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang

memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin serum akan menumpuk

kalau produksinya dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya.

Ketidakseimbangan antara produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan

prekursor bilirubin secara berlebihan ke dalam aliran darah atau akibat proses

fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar, metabolisme ataupun ekskresi

metabolit ini.

Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini

terjadi kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L) atau sekitar

2 kali batas atas kisaran normal. Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin

direk : 0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.0 mg/d.

Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi

terhadap bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih

sensitif untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh.

Tanda dini yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap yang

terjadi akibat ekresi bilirububin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukoronid. Pada

ikterus yang mencolok kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian

bilirubin yang beredar menjadi biliverdin.

2

Page 3: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Gambar 1. Sklera ikterik

2. Anatomi

Hepar terdiri dari dua lobus besar, yaitu lobus kanan dan kiri, yang mengisi

kavitas abdominis bagian kanan atas dan tengah, tepat di bawah diafragma. Sel-sel

hepar memiliki banyak fungsi, salah satunya fungsi pencernaan yaitu menghasilkan

empedu. Empedu memasuki duktus koledokus minor yang disebut kanalikuli

empedu pada sel-sel hepar, yang kemudian akan bergabung menjadi saluran yang

lebih besar dan akhirnya bersatu membentuk duktus hepatikus, yang akan membawa

empedu keluar dari hepar. Duktus hepatikus akan bersatu dengan duktus sistikus

biliaris untuk membentuk duktus koledokus komunis, yang akan membawa empedu

kedalam duodenum.

Empedu sebagian besar tersusun atas air dan memiliki fungsi ekskretorik,

yaitu membawa bilirubin dan kelebihan kolesterol ke dalam usus untuk dikeluarkan

bersama feses. Fungsi pencernaan empedu dilakukan oleh garam empedu, yang

akan mengemulsikan lemak di dalam intestinum tenue. Emulsifikasi berarti

pemecahan lemak yang berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil.

Proses ini bersifat mekanik, bukan kimiawi. Produksi empedu dirangsang oleh

hormon sekretin yang diproduksi oleh duodenum ketika makanan memasuki

intestinum tenue.

3

Page 4: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Gambar 1. Anatomi hepar

a. Kandung Empedu

Vesika biliaris atau kandung empedu adalah suatu kantong dengan panjang

sekitar 7,5 – 10 cm, yang terletak pada permukaan bawah lobus kanan hepar.

Empedu di dalam duktus hepatikus, hepar akan mengalir melalui duktus sistikus ke

dalam vesika biliaris, yang akan menampung empedu sampai ia dibutuhkan

kedalam usus halus. Kandung empedu juga akan meningkatkan konsentrasi empedu

dengan mengabsorbsi air. Ketika makanan yang mengandung lemak memasuki

duodenum mukosa duodenum akan mensekresikan hormon kolesistokinin. Hormon

ini akan merangsang kontraksi otot polos pada dinding vesika biliaris, yang akan

mendorong empedu memasuki duktus sistikus, lalu kedalam duktus koledokus

komunis dan berlanjut kedalam duodenum.

4

Page 5: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Gambar 2. Anatomi Kandung Empedu

3. Fisiologi

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :

a. Produksi

Bilirubin adalah produk akhir metabolisme protoporfirin besi atau heme,

yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim

sitokrom, katalase dan heme bebas), mioglobin otot serta eritropoesis yang tidak

efektif di sumsum tulang. Sekitar 80-85% bilirubin terbentuk dari pemecahan

eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit

adalah 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan

250-350 mg bilirubin. Pemecahan heme menghasilkan biliverdin yang akan

diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam

lemak dan tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam empedu

atau urin.

b. Transportasi

Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks

larut air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Setiap molekul albumin

mampu mengikat satu molekul bilirubin. Artinya pada kadar bilirubin serum

normal, semua bilirubin yang dibawa ke dalam hati berikatan dengan albumin,

dengan sejumlah kecil bilirubin bebas yang berdifusi ke jaringan lain. Ambilan

5

Page 6: 269153801-REFERAT-IKTERIK

oleh sel hati memerlukan dua protein hati yaitu yang diberi simbol sebagai

protein Y dan Z.

c. Konjugasi

Dalam sel hepar bilirubin indirek dikonjugasi oleh enzim glukoronil

transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam

lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urin.dalam air.

Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk

(terkonjugasi atau bilirubin II).

d. Ekskresi

Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transport bilirubin

terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif.

Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses

fotooksidasi atau fotoisomerisasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin II menjadi

serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini

menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10-20% urobilinogen mengalami

siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urin

Gambar 3. Fisiologi Metabolisme Bilirubin15

6

Page 7: 269153801-REFERAT-IKTERIK

4. Patofisiologi

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang

berlangsung dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik, masih

relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan

metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor

plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh

gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.

Fase Prahepatik

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan

oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)

a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4mg

per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel

darah merah yang matang oleh sel sel retikuloendotelial, sedangkan sisanya 20-

30% berasal dari protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum

tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab

utama peningkatan pembentukan bilirubin.

7

Page 8: 269153801-REFERAT-IKTERIK

b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak

terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak

dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

Fase Intrahepatik

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati

yang mengganggu proses pembuangan bilirubin

a. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan

cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin.

b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami

konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida bilirubin

konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin

yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks

dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam

empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air

sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh

konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin

glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk.

Fase Pascahepatik

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati

oleh batu empedu atau tumor

a. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus

bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi

sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang

memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam

empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai

urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak

bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas

pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik.

Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari

keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan

konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat

disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).

8

Page 9: 269153801-REFERAT-IKTERIK

A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek

1. Over produksi

Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang

sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin.

Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat

hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau

hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul

sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung

normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel

hati. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam darah.

Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat

diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan

urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine

feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin abnormal

(cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rh.

Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat.

2. Penurunan ambilan hepatik

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan

memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa

obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.

3. Penurunan konjugasi hepatik

Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan

bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil

transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I,

Sindroma Crigler Najjar II.

B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk

Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi

bilirubin ke dalam empedu. Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh

kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi

oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi

9

Page 10: 269153801-REFERAT-IKTERIK

sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan

dengan : Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat

yang meracuni hati fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. Ikterus

pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan

Rotor, ikterus pasca bedah.

Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia

terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat

total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab

tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :

Obstruksi sal empedu didalam hepar : Sirosis hepatis, abses hati,

hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder.

Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris

Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor

saluran empedu.

a. Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula

Vatery, pancreatitis, metastasis tumor di lig.hepatoduodenale

SISTEM RE SUMSUMPenghancuran sel darah merah penghancuran sel eritroidSenescent yang matang

HemoglobinHATITurn over hemDan hasil hem

HEMBiliverdin

Bilirubin

Bilirubin Glukoronid

UrobilinogenEkskresi fekal

10

Page 11: 269153801-REFERAT-IKTERIK

5. Diagnosis

A. Anamnesis

Harus meliputi riwayat kelahiran dan perinatal, riwayat penyakit

dahulu, riwayat keluarga, obat-obatan, diet, dan aktivitas sosial. Usia

penderita dan perjalanan penyakit memberikan arahan penting mengenai

penyebab ikterus. Beberapa keadaan kholestasis muncul pada awal

kehidupan, misalnya atresia bilier dan penyakit metabolik bawaan.

Umumnya penderita mengeluh mata dan badan menjadi kuning,

kencing berwarna pekat seperti air teh, badan terasa gatal (pruritus), disertai

atau tanpa kenaikan suhu badan, disertai atau tanpa kolik di perut kanan

atas. Kadang-kadang feses berwarna keputih-putihan seperti dempul.

Pada hepatitis gejala awal muncul secara mendadak seperti demam,

mual, muntah, tidak mau makan, dan nyeri perut. Ikterus dapat tidak kentara

pada anak kecil muda sehingga hanya dapat terdeteksi dengan uji

laboratorium. Bila terjadi, ikterus dan urin berwarna gelap biasanya terjadi

setelah gejala-gejala sistemik. Selain itu juga bisa didapatkan ada riwayat

ikterus pada keluarga, teman sekolah, teman bermain, atau jika anak atau

keluarga telah berwisata ke daerah endemik.

Bila ikterus disebabkan obstruksi seperti kista koleidokus atau

kolelitiasis, penderita mengalami kolik hebat secara tiba-tiba tanpa sebab

yang jelas. Keluhan nyeri perut di kanan atas dan menusuk ke belakang.

Penderita tampak gelisah dan kemudian ada ikterus disertai pruritus.

Riwayat ikterus biasanya berulang. Riwayat mual ada, perut kembung,

gangguan nafsu makan disertai diare. Warna feses seperti dempul dan urine

pekat seperti air teh.

B. Pemeriksaan fisik

Ikterus dapat dilihat pada sklera atau kulit. Klinikus harus mencatat

apakah penderita tampak sehat atau sakit, atau apakah penderita tampak

iritabel atau lemah. Hal ini akan memberi indikasi apakah terdapat

ensefalopati, infeksi atau penyakit metabolik. Dismorfisme sangat berharga

11

Page 12: 269153801-REFERAT-IKTERIK

untuk mencari penyebab kolestasis. Popok bisa diperiksa untuk melihat

adanya tinja dempul dan urine gelap.

Pada penderita hepatitis, minggu pertama fase ikterik kuning akan

terus meningkat kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari.

Penderita juga mengeluh sakit di perut bagia n kanan atas, mual, kadang-

kadang muntah dan nafsu makan tetap menurun, urine akan berwarna

seperti teh pekat, kadang-kadang tinjanya berwarna pucat.

Pada obstruksi saluran empedu didapatkan penderita tampak gelisah,

nyeri tekan perut kanan atas, kadang-kadang disertai defans muscular dan

“Murphy Sign” positif, hepatomegali dengan atau tanpa terabanya kandung

empedu. Karena adanya bendungan, maka menyebabkan pengeluaran

bilirubin ke saluran pencernaan berkurang, sehingga tinja akan berwarna

putih seperti dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Akibat

penimbunan bilirubin direk, kulit dan sklera akan berwarna kuning

kehijauan.

Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan

melalui penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil

pemeriksaan fungsi hepar serta beberapa prosedur diagnostik khusus.

Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan terdapat fase prodromal

seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan hepatitis.

Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu

penyakit xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia

menandakan adanya suatu anemia hemolitik.

12

Page 13: 269153801-REFERAT-IKTERIK

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah rutin

Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan

juga keadaan infeksi.

b. Tes fungsi hati

1. Ekskresi empedu

Bilirubin serum direk (terkonjugasi), meningkat bila terjadi gangguan

ekskresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normalnya 0,1-0,3 mg/dl

Bilirubin serum indirek (tidak terkonjugasi), meningkat pada keadaan

hemolitik. Nilai normalnya 0,2-0,7 mg/dl.

Bilirubin serum total, meningkat pada penyakit hepatoseluler. Nilai

normalnya 0,3-1,0 mg/dl.

2. Protein

Albumin merupakan protein utama serum yang hanya disintesis di retikulum

endoplasma hepatosit. Fungsi utamanya adalah untuk mempertahankan

tekanan koloid osmotik intravaskuler dan sebagai pembawa berbagai

komponen dalam serum, termasuk bilirubin, ion-ion inorganik (contohnya

kalsium), serta obat-obatan. Penurunan kadar albumin serum dapat

disebabkan karena penurunan produksi akibat penyakit parenkim hati. Nilai

normalnya 3,2-5,5 g/dl.

3. Enzim serum

Aspartate aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloasetic

Transaminase (SGOT), Alanine aminotransferase (ALT) atau Serum

Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Lactic Dehydrogenase

(LDH) adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan

jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak. Apabila ada

kerusakan pada jaringan-jaringan tersebut maka akan terjadi kenaikan

kadar enzim ini dalam serum. Nilai normal SGOT 5-35 unit/ml dan SGPT

5-35 unit/ml.

Alkaline Phosphatase

13

Page 14: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Alkaline phosphatase dibentuk dalam tulang, hati, ginjal, usus halus, dan

disekresikan ke dalam empedu. Kadarnya meningkat pada obstruksi

biliaris, penyakit tulang, dan metastasis hati. Nilai normalnya 30-120 IU/L

atau 2-4 unit/dl

Gamma-glutamyltransferase (GGT)

GGT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada saluran empedu dan

hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada pankreas, lien, otak,

mammae, dan usus dengan kadar tertinggi pada tubulus renal. GGT

merupakan indikator yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya

penyakit hepatobilier. Kadar GGT tertinggi ditemukan pada obstruksi

hepatobilier. Peningkatan kadar GGT pada kolestasis intrahepatik dan

ekstrahepatik bervariasi dan tidak dapat digunakan untuk membedakan di

antara keduanya.

c. Pencitraan

Ultrasonografi (USG)

USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu

diperhatikan adalah :

- Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung

empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 – 3 x 6 cm, dengan

ketebalan sekitar 3 mm. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus dan

saluran empedu intrahepatal disertai pembesaran kandung empedu

menunjukan ikterus obstrusi ekstrahepatal bagian distal. Sedangkan bila

hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intrahepatal saja tanpa

disertai pembesaran kandung empedu menunjukkan ikterus obstruksi

ekstrahepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut di bagian

proksimal duktus sistikus.

- Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas

tinggi disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada

perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu.

- Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti

menunjukan adanya ikterus obstruksi intra hepatal.

14

Page 15: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Computed Tomography (CT) Scan

CT Scan dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intrahepatik yang

disebabkan oleh oklusi ekstrahepatik dan duktus koledokus akibat kolelitiasis.

CT scan menyediakan evaluasi yang baik dari seluruh saluran empedu karena

dapat menentukan anatomi lebih baik daripada ultrasonografi. CT scan

mungkin modalitas pencitraan awal dalam beberapa kasus.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI menghasilkan gambar yang sebanding dengan kualitas CT scan tanpa

paparan pasien terhadap radiasi pengion. Setelah pemberian agen kontras

yang cocok, pencitraan dari saluran empedu bisa lebih terperinci.

Endoskopi retrograde cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP berguna dalam kasus dimana obstruksi bilier diduga kuat. Ini adalah

investigasi pilihan untuk mendeteksi dan mengobati batu saluran empedu

umum dan juga berguna untuk membuat diagnosis kanker pankreas. Kondisi

lain yang mungkin berguna ERCP termasuk primary sclerosing cholangitis

dan adanya kista koledukus.

d. Biopsy hati

Banyak penderia membutuhkan biopsy hati untuk menegakkan diagnosis

pasti. Biopsy dapat dilakukan perkutan, dengan atau tanpa arahan ultrasonografi

atau melalui pembedahan. Selain untuk pemeriksaan histopatologi untuk melihat

gambaran spesifik, specimen biopsy hati dapat digunakan untuk pemeriksaan

secara kuantitatif kandungan besi dan tembaga.

Tabel tes diagnostik

Tes fungsiIkteruspre-hepatik

Ikterus hepatikIkteruspost-hepatik

Bilirubin totalNormal / Meningkat

Meningkat

Konjugasi bilirubin

Meningkat

Normal Meningkat

Bilirubin tak terkonjugasiNormal / Meningkat

Normal

15

Page 16: 269153801-REFERAT-IKTERIK

UrobilinogenNormal / Meningkat

Menurun / Negatif

Warna Urine Normal Gelap

Warna feses Normal Pucat

Alkaline fosfatase

Normal

Meningkat

Alanin transferase dan Aspartat

Meningkat

Bilirubin terkonjugasi dalam Urin

Didapatkan Tidak didapatkan

7. Pengobatan

Penatalaksanaan terhadap anak dengan ikterus pada gangguan sistem

hepatobilier tergantung dari penyebabnya.

a. Ikterus Intrahepatik yang disebabkan oleh hepatitis

Tidak ada pengobatan antivirus spesifik untuk HAV. Infeksi akut dapat

dicegah dengna pemberian immunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi

atau menggunakan vaksin. Penderita hepatitis A biasanya dirawat jalan, tetapi

13% penderita memerlukan rawat inap dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi

dengan kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal,

koagulopati, dan ensefalopati.

b. Ikterus Obstruktif yang disebabkan oleh kista koledukus dan kolelitiasis

Penatalaksanaan non-bedah

- Terapi suportif dan diet

Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya

mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala

gastrointestinal ringan Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang

akut biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak.

- Farmakoterapi

16

Page 17: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk)

telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran

kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.. Mekanisme kerjanya adalah

menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi

desaturasi getah empedu. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke

dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung

empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk

kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan

dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan

terbentuknya kembali batu kandung empedu.

Penatalaksanaan bedah

Sampai saat ini pembedahan masih merupakan baku emas dalam penanganan

kolelitiasis. Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan

untuk menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila

penyebabnya adalah batu di kandung empedu dilakukan kolesistektomi yaitu

mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila ditemukan dilatasi duktus

koledokus lebih dari 5 mm dilakukan eksplorasi duktus koledokus. Semua batu

dibuang sebersih mungkin. Usaha selanjutnya ialah mencegah batu rekuren

dengan menghilangkan sumber pembentuk batu antara lain dengan cara diet

rendah kolesterol, menghindari penggunaan obat-obatan yang meningkatkan

kolesterol, mencegah infeksi saluran empedu. Bila letak batu sudah pasti hanya

dalam duktus koledokus, dapat dilakukan sfingterotomi / papilotomi untuk

mengeluarkan batunya.

c. Terapi nutrisi

Pada pasien ikterus bisa terjadi malnutrisi yaitu malnutrisi protein, malabsorpsi

lemak, anoreksia dan defisiensi vitamin larut lemak. Terapi yang diberikan adalah

diet TKTP dengan penambahan 50% kalori dari biasanya. Sebagian besar anak

membutuhkan NGT atau nutrisi parenteral.

8. Komplikasi

17

Page 18: 269153801-REFERAT-IKTERIK

1. Pruritus

Pruritus merupakan morbiditas yang penting dan sering terjadi baik pada

kolestasis intrahepatik maupun ekstrahepatik. Daerah predileksinya meliputi

seluruh bagian tubuh dengan daerah telapak tangan dan kaki, permukaan

ekstensor ekstremitas, wajah, telinga, dan trunkus superior memiliki tingkat

keparahan yang lebih tinggi. Mekanisme terjadinya pruritus masih belum

diketahui secara pasti. Deposit garam empedu di kulit diketahui memiliki efek

pruritogenik secara langsung. Namun sudah dibuktikan bahwa teori ini tidak

benar. Sebagai tambahan, hiperbilirubinemia indirek tidak dapat menyebabkan

pruritus.19

Teori lain menyatakan bahwa pruritus pada kolestasis disebabkan karena

konsentrasi garam empedu yang tinggi di hati menyebabkan kerusakan hati

sehingga terjadi pelepasan substansi yang bersifat pruritogenik (misalnya

histamine).

2. Hiperlipidemia dan Xantoma

Hiperlipidemia dan xantoma merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

kolestasis intrahepatik. Pada kolestasis terjadi gangguan aliran empedu yang akan

menyebabkan meningkatnya kadar lipidoprotein di sirkulasi sehingga terjadi

hiperkolesterolemia (kolesterol serum mencapai 1000-2000 mg/dl). Hal ini

menyebabkan akan terdepositnya kolesterol di kulit, membrane mukosa, dan arteri.

Risiko atherosclerosis pada anak dengan kolestasis kronis tidak diketahui.

3. Sirosis dan Gagal Hati

Sirosis dan gagal hati dapat terjadi pada pasien yang mengalami

keterlambatan diagnosis sehingga fungsi hati sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

9. Prognosis

Prognosis ikterus karena gangguan system hepatobilier tergantung penyakit

dasarnya.

Pada kolelitiasis prognosisnya adalah baik. Jeda waktu antara deteksi batu pada

pasien asimtomatik dan pengembangan gejala ini diperkirakan terjadi lebih dari 10

tahun.

18

Page 19: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Pada kista koledukus prognosis setelah eksisi biasanya sangat baik. Pasien perlu

tindak lanjut seumur hidup karena peningkatan resiko kolangiokarsinoma, bahkan

setelah eksisi komplit kista.

Hepatitis A prognosisnya sangat baik. Pada kebanyakan pasien, infeksi HAV

adalah self-limited, dan bisa sembuh sempurna. Bahkan, banyak kasus tidak

menunjukkan gejala. Kecuali dalam pengaturan hepatitis fulminan, gejala sisa

jarang terjadi. Hepatitis fulminan akibat HAV jarang dan memiliki tingkat

mortalitaskira-kira 0,4%. Infeksi HAV yang kambuh terjadi pada sekitar 10% dari

pasien kira-kira1-4 bulan setelah episode awal dan akhirnya dapat sembuh

sepenuhnya.

Hepatitis B akut 90% memiliki kemungkinan yang baik dan bisa sembuh

sempurna. Meskipun tingkat mortalitas untuk kebanyakan kasus hepatitis B rendah,

pasien yang dirawat di rumah sakit dengan hepatitis B akut memiliki tingkat

mortalitas 1%.

Pada Hepatitis C lebih dari 80% dari individu yang terinfeksi akut akan mengalami

hepatitis kronis. Kebanyakan pasien yang terinfeksi kronis dengan virus hepatitis C

tetap asimtomatik dan tidak memiliki penyakit hepar yang signifikan.

Hepatitis kronis yang aktif, yang dapat dilihat pada hepatitis B virus (HBV) atau

virus hepatitis C (HCV), tidak terjadi pada infeksi HAV. Kondisi carrier kronis

tidak terlihat dengan infeksi HAV.

PENYAKIT PADA FASE PRE HEPATIK

19

Page 20: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Definisi

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan

oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam,

anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan

suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi

Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya

bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan

pembesaran limpa.

Etiologi

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus

Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada

manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,

Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia

dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui

transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada

janinnya.

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai

malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau

malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P.

falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies

terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat

menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam

jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ

tubuh.

Patogenesis Malaria menyebabkan ikterik

20

Page 21: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Ikterik disebabkan oleh karena hemolisis dan gangguan hepar, Patogenesis

malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.

Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh

darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan

kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding

dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung

parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan

fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya

antibodi terhadap eritrosit.

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi

sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan

21

Page 22: 269153801-REFERAT-IKTERIK

sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.

Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag

Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit

ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit

mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan

kehidupan parasit.

Manifestasi Klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium

mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan

dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl

phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa

penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang

dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam

periodic, anemia dan splenomegaly.

Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:

1. Masa inkubasi

Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies

parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae),

beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi

hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk

atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium

aseksual)

2. Keluhan-keluhan prodromal

22

Page 23: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam,

berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan

otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin

di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale,

sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas(12).

3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym)

secara berurutan:

Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering

membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering

seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan.

Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan

meningkatnya temperatur

Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan

panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka

selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-

muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase

dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

Periode berkeringat

23

Page 24: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,

penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan

merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan

lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi

setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan

hiperemis

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum.

pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi

umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan

sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih

komplikasi sebagai berikut:(4,12)

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit

>10.000/µl.

3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12

ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan

kreatinin >3mg%.

4. Edema paru.

5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau

perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan

laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

24

Page 25: 269153801-REFERAT-IKTERIK

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada

hipertermis.

9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena

obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada

pembuluh kapiler jaringan otak.

Diagnosis

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti

infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik

atau tes diagnostic cepat.

1. Anamnesis

Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit

kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke

daerah endemik malaria.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

Riwayat mendapat transfusi darah.

Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat

ditemukan keadaan di bawah ini:

25

Page 26: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

Keadaan umum yang lemah.

Kejang-kejang.

Panas sangat tinggi.

Mata dan tubuh kuning.

Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.

Nafas cepat (sesak napas).

Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.

Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.

Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.

Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik

Demam (≥37,5oC)

Kunjunctiva atau telapak tangan pucat

Pembesaran limpa

Pembesaran hati

Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis

sebagai berikut:

Temperature rectal ≥40oC.

Nadi capat dan lemah.

Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada

anak-anak.

26

Page 27: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali

permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun.

Penurunan kesadaran.

Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

Tanda-tanda dehidrasi.

Tanda-tanda anemia berat.

Sklera mata kuning.

Pembesaran limpa dan atau hepar.

Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.

Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan dengan mikroskopik

Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada

penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi (13).

Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:

Ada/tidaknya parasit malaria.

Spesies dan stadium Plasmodium

Kepadatan parasit

- Semi kuantitatif:

(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

27

Page 28: 269153801-REFERAT-IKTERIK

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

- Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau

sediaan darah tipis.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,

dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.

c. Tes serologi

Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap

malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang

bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah

beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan

tes >1:20 dinyatakan positif

Pengobatan malaria falciparum

Lini pertama: Artesunat+Amodiakuin+Primakuindosis artesunat= 4

mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis tunggal), primakuin=

0,75 mg/kgBB (dosis tunggal).Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan

berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan

golongan umur. Dosis makasimal penderita dewasa yan dapat diberikan untuk

artesunat dan amodiakuin masing-masing 4 tablet, 3 tablet untuk primakuin.

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur

Hari Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th

28

Page 29: 269153801-REFERAT-IKTERIK

I

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Primakuin - - ¾ 1 ½ 2 2-3

II

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

III

Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria

falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit

stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang

berada di dalam darah

Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini pertama

tidak efektif.

Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin

Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr

(dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin=

4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan

penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.

Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparumHari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th ≥ 15 thKina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3

29

Page 30: 269153801-REFERAT-IKTERIK

I

Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***

Primakuin - ¾ 1½ 2 2-2

II-VII

Kina * 3x½ 3x1 3x½ 3x2-3

Doksisiklin - - - 2x1** 2x1***

* : dosis diberikan per kgBB** : 2x50 mg doksisiklin*** : 2x100 mg doksisiklin

Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale

Lini pertama: Klorokuin+Primakuin

Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria vivax

dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium aseksual dan

seksual. Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati,

juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit. Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB

(1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB/hr (selama 14 hari).

Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan

penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel.

Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovaleHari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥15 th

I

Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

II

Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

30

Page 31: 269153801-REFERAT-IKTERIK

III

IV-XIV Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian obat,

ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan tidak

ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh(3). Pengobatan tidak efektif

apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:(3)

Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul

kembali setelah hari ke-14.

Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke-15

sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin

Lini kedua: Kina+Primakuin

Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB (selama

14 hari).

Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan

golongan umur sebagai berikut:

Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin

Hari Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th

1-7 Kina * * 3x½ 3x1 3x2 3x3

1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

*: dosis diberikan per kgBB

Pengobatan malaria vivax yang relaps

31

Page 32: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang ditingkatkan.

Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB

dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Dosis obat

juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur

Hari Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th

1

Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

Primakuin - - ½ 1 1½ 2

2

Klorokuin ¼ ½ - 2 3 3-4

Primakuin - - ½ 1 1½ 2

3

Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

Primakuin - - ½ 1 1½ 2

14-14 Primakuin - - ½ 1 1½ 2

Pengobatan malaria malariae

Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB.

Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae.

Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan golongan umur penderita

Tabel 7. Pengobatan Malaria Malariae

Hari Jenis obat

Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur

0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th ≥ 15 th

I Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

II Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4

III Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

32

Page 33: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga

bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada

orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama,

seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu

yang akan bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya

menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-

lain

Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi

maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan

dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka

doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB

selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan

klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu

sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.(3).

Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin

Golongan umur (thn) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)

<1 ¼

1-4 ½

5-9 1

10-14 1½

>14 2

Definisi

33

Page 34: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Anemia hemolitik adalah kurangnya kadar hemoglobin akibat kerusakan pada

eritrosit yang lebih cepat daripada kemampuan sumsum tulang untuk menggantinya

kembali.

Patofisiologi

Pada proses hemolisis akan terjadi dua hal berikut:

1. Turunnya kadar Hemoglobin. Jika hemolisisnya ringan atau sedang, sumsum tulang

masih bisa mengkompensasinya sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut

dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika derajat hemolisisnya berat, sumsum

tulang tidak mampu mengompensasinya, sehingga terjadi anemia hemolitik.

2. Meningkatnya pemecahan eritrosit. Untuk hal ini ada tiga mekanisme:

Hemolitik ekstravaskuler. Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem

retikuloendotelial, terutama di lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini

mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi jika eritrosit mengalamai

kerusakan, baik di membrannya, hemoglobinnya maupun fleksibilitasnya. Jika

sel eritrosit dilisis oleh makrofag, ia akan pecah menjadi globin dan heme.

Globin ini akan kembali disimpan sebagai cadangan, sedangkan heme nanti

akan pecah lagi menjadi besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk

disimpan sebagai cadangan, akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan terurai

menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah akan berikatan

dengan albumin membentuk bilirubin indirect (Bilirubin I), mengalami

konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct (bilirubin II), dieksresikan ke

empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di

urin.

Hemolitik intravaskuler. Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit mengalami

lisis, ia akan melepaskan hemoglobin bebas ke plasma, namun haptoglobin dan

hemopektin akan mengikatnya dan menggiringnya ke sistem retikuloendotelial

untuk dibersihkan. Namun jika hemolisisnya berat, jumlah haptoglobin maupun

hemopektin tentunya akan menurun. Akibatnya, beredarlah hemoglobin bebas

34

Page 35: 269153801-REFERAT-IKTERIK

dalam darah (hemoglobinemia). Jika hal ini terjadi, Hb tsb akan teroksidasi

menjadi methemoglobin, sehingga terjadi methemoglobinemia. Hemoglobin

juga bisa lewat di glomerulus ginjal, hingga terjadi hemoglobinuria. Namun

beberapa hemoglobin di tubulus ginjal nantinya juga akan diserap oleh sel-sel

epitel, dan besinya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika suatu saat

epitel ini mengalami deskuamasi, maka hanyutlah hemosiderin tersebut ke urin

sehingga terjadi hemosiderinuria, yg merupakan tanda hemolisis intravaskuler

kronis.

Peningkatan hematopoiesis. Berkurangnya jumlah eritrosit di perifer akan

memicu ginjal mengeluarkan eritropoietin untuk merangsang eritropoiesis di

sumsum tulang. Sel-sel muda yang ada akan ‘dipaksa’ untuk dimatangkan

sehingga terjadi peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda) dalam darah,

mengakibatkan polikromasia.

Manifestasi Klinis

Gejala umum: gejala anemia pada umumnya, Hb < 7g/dl. Gejala hemolitik:

diantaranya berupa ikterus akibat meningkatnya kadar bilirubin indirek dlm darah,

tapi tidak di urin (acholuric jaundice); hepatomegali, splenomegali, kholelitiasis

(batu empedu), ulkus.

Diagnosis banding

Anemia Hemolitik perlu dibedakan dengan anemia berikut ini:

1. anemia pasca perdarahan akut dan anemia defisiensi besi, disini tidak ditemukan

gejala ikterus dan Hb akan naik pada pemeriksaan berikutnya. Sedangkan

hemolitik tidak.

2. anemia hipoplasi/ eritropoiesis inefektif, disini kadang juga ditemukan acholurik

jaundice, tapi retikulositnya tidak meningkat.

35

Page 36: 269153801-REFERAT-IKTERIK

3. yang disertai perdarahan ke rongga retroperitoneal biasanya menunjukkan gejala

mirip dg hemolitik, ada ikterus, acholuric jaundice, retikulosit meningkat. Kasus

ini hanya dapat dibedakan jika dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan

adanya perdarahan ini.

4. Sindrom Gilbert, disertai jaundice, namun tidak anemi, tidak ada kelainan

morfologi eritrosit, dan retikulositnya normal.

5. mioglobinuria, pada kerusakan otot, perlu dibedakan dengan hemoglobinuria

dengan pemeriksaan elektroforesis.

Penatalaksanaan

Pengobatan tergantung keadaan klinis dan penyebab hemolisisnya, namun secara

umum ada 3:

1. Terapi gawat darurat; atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan

elektrolit, perbaiki fungsi ginjal. Jika berat perlu diberi transfusi namun dengan

pengawasan ketat. Transfusi diberi berupa washed red cell untuk mengurangi

beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis tinggi atau juga

bisa hiperimun globulin untuk menekan aktivitas makrofag.

2. Terapi suportif-simptomatik; bertujuan untuk menekan proses hemolisis

terutama di limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu perlu juga diberi asam

folat 0,15 – 0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.

3. Terapi kausal; mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini

idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani. Transplantasi sumsum

tulang bisa dilakukan contohnya pada kasus thalassemia.

 

PENYAKIT PADA FASE HEPATIK

36

Page 37: 269153801-REFERAT-IKTERIK

HEPATITIS A

Definisi

Hepatitis A merupakan penyakit infeksi sistemik yang dominan menyerang hati

akibat masuknya virus hepatitis A (HAV) melalui transmisi fekal-oral dari makanan

atau minuman yang telah terkontaminasi. Dulu hepatitis A disebut juga hepatitis

infeksiosa, hepatitis epidemika, epidemic jaundice, dan catarrhal jaundice Hepatitis A

adalah adalah bentuk hepatitis yang akut, berarti tidak menyebabkan infeksi kronis.

Sekali kita pernah terkena hepatitis A, kita tidak dapat terinfeksi lagi. Namun, kita

masih dapat tertular dengan virus hepatitis lain. (Hadi, 2002).

Etiologi

Penyebab utama dari HVA adalah virus RNA yang tergolong dalam picorna

yang berukuran 27-28 mm dan ditemukan oleh Peinstone pada tahun 1973 dalam tinja

penderita. (Hadi, 2002). HAV merupakan anggota famili pikornaviradae. HAV

merupakan partikel membulat berukuran 27 hingga 32-nm dan mempunyai simetri

kubik, tidak mempunyai selubung serta tahan terhadap panas dan asam. Partikel ini

mempunyai genom RNA beruntai tunggal dan linear dengan ukuran 7,8 kb, sehingga

cukup jelas virus ini menjadi genus pikorna virus yang baru, Heparnavirus. Hepatitis A

mempunyai pravelansi yang tinggi. Siklus hidup dari HAV sendiri mula-mula

diidentifikasi dari tinja dan sediaan hati. Penambahan antiserum hepatitis A spesifik dari

penderita yang hampir sembuh (konvalesen) pada tinja penderita diawal masa inkubasi

penyakitnya, sebelum timbul ikterus, memungkinkan pemekatan dan terlihatnya partikel

virus melalui pembentukan agregat antigenantibodi. Asai serologic yang lebih peka,

seperti asai mikrotiter imunoradiometri fase-padat dan pelekatan imun, telah

37

Page 38: 269153801-REFERAT-IKTERIK

memungkinkan deteksi HAV didalam tinja, homogenate hati, dan empedu, serta

pengukuran antibody spesifik di dalam serum.(Putri, 2008) Sifat-sifat dari virus A

sendiri ini dapat dirusak dengan di otoklaf (121oC selama 20 menit), dengan

dididihkan dalam air selama 5 menit, dengan penyinaran ultra ungu (1 menit pada 1,1

watt), dengan panas kering (180oC selama 1 jam), selama 3 hari pada 37oC atau dengan

khlorin (10-15 ppm selama 30 menit). Resistensi relative hepatitis virus A terhadap

cara-cara disinfeksi menunjukkan perlunya diambil tindakan-tindakan pencegahan

istimewa dalam menangani penderita hepatitis beserta produk-produk tubuhnya. (Putri,

2008)

Hepatitis juga mempunyai beberapa penyebab lain, termasuk:

1.Racun dan zat kimia seperti alkohol berlebihan

2.Penyakit yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh

3.menyerang jaringan sehat dalam tubuh, yang disebut sebagai penyakit autoimun

Gambar 2. Struktur viru hepatitis A (Parna, 2006)

Penyebaran penyakit Hepatitis oleh kotoran atau tinja penderita biasanya melalui

makanan (fecel-oral), bukan melalui aktivitas sexual atau melalui darah, selain itu

38

Page 39: 269153801-REFERAT-IKTERIK

akibat buruknya tingkat kebersihan. Penyakit hepatitis kadang-kadang dapat timbul

sebagai komplikasi leptospirosis, sifilis, tuberculosis, toksoplasmosis, dan amebiasis,

yang kesemuanya peka terhadap pengobatan khusus. Penyebab noninfeksiosa meliputi

penyumbatan empudu, sirosis empedu primer, keracunan obat, dan reaksi

hipersensitivitas obat.

Komplikasi akibat hepatitis A hampir tidak ada, kecuali pada para lansia atau

seseorang yang memang sudah mengidap penyakit kronis hati atau sirosis. Hati harus

berfungsi dengan baik agar dapat menguraikan sebagian besar obat-obatan. Obat yang

tidak menyebabkan gangguan apa pun pada waktu hati kita sehat dapat membuat kita

sakit parah adalah bila kita mengalami hepatitis. Ini juga berlaku untuk alkohol, aspirin,

jamu-jamuan, dan narkoba. Karena tugas hati adalah untuk menguraikan zat-zat yang

terdapat dalam darah, dan beban dapat menjadi terlalu berat. (WHO, 2002)

Tanda dan Gejala

Gejala klinis pada umumnya ringan, terutama pada anak-anak bahkan sering

tanpa gejala. Gejala hepatitis A (dan hepatitis akut pada umumnya) dapat termasuk:

Kulit dan putih mata menjadi kuning (ikterus)

Kelelahan

Sakit perut kanan-atas

Hilang nafsu makan

Berat badan menurun

Demam

Mual

Mencret atau diare

Muntah

Air seni seperti teh dan/atau kotoran berwarna dempul

Sakit sendi

39

Page 40: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Infeksi HAV juga dapat meningkatkan tingkat enzim yang dibuat oleh hati

menjadi di atas normal dalam darah Sistem kekebalan tubuh membutuhkan sampai

delapan minggu untuk mengeluarkan HAV dari tubuh. Bila timbul gejala, umumnya

dialami dua sampai empat minggu setelah terinfeksi. Gejala hepatitis A umumnya hanya

satu minggu, akan tetapi dapat lebih dari satu bulan. Kurang lebih 15 persen orang

dengan hepatitis A mengalami gejala dari enam sampai Sembilan bulan. Kurang lebih

satu dari 100 orang terinfeksi HAV dapat mengalami infeksi cepat dan parah (yang

disebut ‘fulminant’), yang sangat jarang dapat menyebabkan kegagalan hati dan

kematian.

Patofisiologi

Hepatitis akut A dapat dibagi menjadi empat fase klinis:

Inkubasi

40

Page 41: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Masa inkubasi atau periode preklinik berlangsung 10-50 hari, dengan rata-rata

kurang lebih 28 hari di mana pasien tetap asimtomatik meskipun terjadi replikasi aktif

virus.

Fase prodromal

Fase prodromal atau pre-ikterik berlangsung selama 3-10 hari yang

ditandai dengan munculnya gejala seperti menurunnya nafsu makan, kelelahan,

panas, mual sampai muntah, anoreksia, nyeri perut sebelah kanan sakit perut,

mual dan muntah, demam, diare, urin berwarna coklat gelap seperti air teh dan

tinja yang pucat.

Fase ikterik

Fase ini terjadi di mana penyakit kuning berkembang di tingkat bilirubin

total melebihi 20 - 40 mg/l. Pasien seringkali baru mencari pertolongan medis

pada fase ini. Fase ikterik biasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal

didahului urin yang berwarna coklat, sklera kuning, kemudian seluruh badan

menjadi kuning. Teradi puncak fase ikterik dalam 1-2 minggu, hepatomegali

ringan yang disertai dengan nyeri tekan. Demam biasanya membaik setelah

beberapa hari pertama penyakit kuning.

Viremia berakhir tak lama setelah mengembangkan hepatitis, meskipun

tinja tetap menular selama 1 - 2 minggu. Tingkat kematian rendah (0,2% dari

kasus ikterik) dan penyakit akhirnya sembuh sendiri. Kadang-kadang, nekrosis

hati meluas terjadi selama 6 hingga 8 minggu pada masa sakit. Dalam hal ini,

demam tinggi, ditandai nyeri perut, muntah, penyakit kuning dan pengembangan

ensefalopati hati terkait dengan koma dan kejang, ini adalah tanda-tanda

hepatitis fulminan, menyebabkan kematian pada tahun 70 - 90% dari pasien.

41

Page 42: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Dalam kasus-kasus kematian sangat tinggi berhubungan dengan bertambahnya

usia, dan kelangsungan hidup ini jarang terjadi lebih dari 50 tahun.

Masa penyembuhan

Masa penyembuhan pada umumnya berjalan lambat, tetapi pemulihan

pasien lancar dan lengkap. Kejadian rekurensi pada hepatitis terjadi dalam 3 -

20% dari pasien, sekitar 4-15 minggu setelah gejala awal telah sembuh. Ikterus

berangsur berkurang dan hilang dalam 2-6 minggu, demikian pula anoreksia,

lemas badan dan hepatomegali. Penyembuhan sempurna sebagian besar terjadi

dalam 3-4 bulan.

Gambaran mikroskopis

Gambar 3. Gambaran mikroskopis hepatitis A ( WHO, 2000)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang biasa digunakan adalah pemeriksaan

serologis.

42

Page 43: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Gambar 4. Marker antibody hepatitis ( Parna, 2006)

Pertanda Penjelasan

HAV(Ag) Antigen Hepatitis A jarang

terdeteksi dalam darah

Igm Anti

HAV

Antibodi igM terhadap hepatitis A

1. Petunjuk Hepatitis A yang sedang

berlangsung

2. Antibodi total (igM+igG) terhadap

HAV Ag

3. Petunjuk infeksi baru atau telah

lama lalu

igG Anti

HAV

Menunjukan penderita pernah

kena infeksi dari HVA, dan sudah

sembuh dari penyakit tersebut

serta memiliki kekebalan terhadap

infeksi baru.

Tabel 1. Pertanda Serologis Hepatitis A (Hadi, 2002)

43

Page 44: 269153801-REFERAT-IKTERIK

ASR (SGOT) / ALT (SGPT) Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-

2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT

merupakan enzim – enzim intra seluler yangterutama berada

dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak,

meningkat pada kerusakan sel hati

Darah Lengkap (DL) SDM menurun sehubungan dengan penurunan

hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.

Leukopenia Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)

Diferensia Darah LengkapLeukositosis, monositosis, limfosit, atipikal

dan sel plasma.

Alkali phosphatase Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)

Feses Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)

Albumin Serum Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar

protein serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun

pada berbagai gangguan hati.

Gula Darah Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi

hati).

Anti HAV IgM Positif pada tipe A

HbsAG Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)

Masa Protrombin Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat

kerusakan sel hati atau berkurang.Meningkat absorbsi vitamin K yang

penting untuk sintesis protombin.

44

Page 45: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Bilirubin serum Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml,

prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis

seluler)

Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein) Kadar darah meningkat.BPS

dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi.

Adanya gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan

retensi BSP.

Biopsi Hati Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis

Skan Hati Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin

hati.

Urinalisa Peningkatan kadar bilirubin.Gangguan eksresi bilirubin

mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin

terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin menimbulkan

bilirubinuria.

Penegakan diagnosis

Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Tes darah ini mencari dua

jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG (Ig adalah singkatan

untuk imunoglobulin). Pertama, dicari antibodi IgM, yang dibuat oleh hepatitis virus.

sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan biasanya

hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi

IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV.

Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita

kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya mempertimbangkan untuk

divaksinasi terhadap HAV.

45

Page 46: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negative untuk IgG, kita

kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan sedang

mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah. Bila tes menunjukkan negatif

untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada

suatu waktu sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan terhadap HAV. Kita sekarang

kebal terhadap HAV.

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan khusus untuk virus hepatitis A (HAV) ada. Pengobatan

diberikan secara suportif bukan langsung kuratif. Medikasi yang mungkin dapat

diberikan meliputi analgesik, antiemetik, vaksin, dan imunoglobulin.Pencegahan baik

sebelum atau setelah terpapar HAV menjadi lebih penting.

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis A, sebab infeksinya sendiri

biasanya akan sembuh sendiri. Pemberian  farmakoterapi adalah untuk mengurangi

morbiditas dan mencegah komplikasi. Farmakoterapi atau obat-obatan yang biasa

digunakan adalah antipiretik analgesik atau penghilang demam dan rasa sakit,

antiemetik atau anti muntah, vaksin, dan imunoglobulin.

Tidak ada terapi spesifik yang tersedia. Para antienteroviral diteliti obat

pleconaril (Disoxaril; ViroPharma) tidak memiliki aktivitas terhadap virus hepatitis A

(HAV). Rawat Inap diindikasikan untuk pasien dengan dehidrasi yang signifikan karena

muntah atau mereka dengan hepatitis fulminan. Tetapi pada keadaan lain yang berat

dimana terjadi komplikasi kekuarangan cairan akibat muntah yang berlebihan dan terus

menerus sehingga terjadi komplikasi kekuarangan cairan dan elektrolit disarankan untuk

dilakukan perawatan di rumah Sakit.

46

Page 47: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Pada penyakit hepatitis A organ tubuh yang paling terganggu adalah hati atau

lever. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang sudah dipakai di dalam tubuh.

Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka obat-obatan yang tidak perlu serta

alkohol dan sejenisnya harus dihindari selama sakit.

Beberapa peneliti percaya bahwa penggunaan kortikosteroid dapat

mempengaruhi pasien untuk mengembangkan kambuh hepatitis A.Meskipun sangat

jarang tetapi dapat terjadi komplikasi yang sering menyertai infeksi hepatitis A seperti

Gagal ginjal akut, nefritis interstisial, pankreatitis, aplasia sel darah merah,

agranulositosis, aplasia sumsum tulang, blok jantung sementara, sindrom Guillain-

Barré, arthritis akut, penyakit Still, sindrom lupuslike, Hepatitis autoimun dan sindrom

Sjögren.

Kekambuhan infeksi Hepatitis A terjadi pada sekitar  3-20% penderita. Setelah

melewati fase infeksi akut, terjadi fase remisi berlangsung 3-6 minggu. Kekambuhan

terjadi setelah periode singkat biasanya lebih 3 minggu dan gejalanya seperti hejala

awal meskipun gejalanya lebih ringan ringan.Terdapat laporan kasus seorang pasien

dilakukan transplantasi hari karena terjadi kekambuhan dan disertai penyakit lainnya

yang tidak membaik dengan pengobatan.

Hasil penelitian menyatakan, vaksin ini efektif pada lebih dari 90% orang. Efek

sampingan tidak ada kecuali rasa sakit pada bagian yang terkena suntikan. Hanya

sekitar 10% yang merasa kurang enak badan sehabis disuntik. Anak-anak antara usia 1 -

18 tahun diberi dua dosis vaksin initial dan booster antara usia 6 - 12 bulan. Orang

dewasa diberi satu initial dosis kemudian booster dalam waktu 6 - 12 bulan. Efek

47

Page 48: 269153801-REFERAT-IKTERIK

proteksi baru terjadi paling tidak dua minggu setelah suntikan. Namun, belum diketahui

berapa lama suntikan ini dapat memberikan proteksi terhadap VHA.

Cara Pencegahan Menurut WHO, ada beberapa cara untuk mencegah penularan

hepatitis A,antara lain :

Hampir semua infeksi HAV menyebar dengan rute fekal-oral, maka pencegahan

dapat dilakukan dengan hygiene perorangan yang baik, standar kualitas tinggi untuk

persediaan air publik dan pembuangan limbah saniter,serta sanitasi lingkungan yang

baik.

Dalam rumah tangga, kebersihan pribadi yang baik, termasuk tangan sering dan

mencuci setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan, merupakan

tindakan penting untuk mengurangi risiko penularan dari individu yang terinfeksi

sebelum dan sesudah penyakit klinis merekamenjadi apparent.Dalam bukunya, Wilson

menambahkan pencegahan untuk hepatitis A, yaitudengan cara pemberian vaksin atau

imunisasi. Ada dua jenis vaksin, yaitu :

Imunisasi pasif (yaitu, antibodi) profilaksis untuk hepatitis A telah tersedia

selama bertahun-tahun. Serum imun globulin (ISG), dibuat dari plasma populasi

umum,memberi 80-90% perlindungan jika diberikan sebelum atau selama

periodeinkubasi penyakit. Dalam beberapa kasus, infeksi terjadi, namun tidak

munculgejala klinis dari hepatitis A.Saat ini, ISG harus diberikan pada orang yang

intensif kontak pasienhepatitis A dan orang yang diketahui telah makan makanan

mentah yang diolahatau ditangani oleh individu yang terinfeksi. Begitu muncul gejala

klinis, tuanrumah sudah memproduksi antibodi.Orang dari daerah endemisitas rendah

yangmelakukan perjalanan ke daerah-daerah dengan tingkat infeksi yang tinggi

48

Page 49: 269153801-REFERAT-IKTERIK

dapatmenerima ISG sebelum keberangkatan dan pada interval 3-4 bulan asalkan

potensial paparan berat terus berlanjut, tetapi imunisasi aktif adalah lebih baik.

Imunisasi aktif Untuk hepatitis A, vaksin dilemahkan hidup telah dievaluasi tetapi telah

menunjukkan imunogenisitas dan belum efektif bila diberikan secara oral.Penggunaan

vaksin ini lebih baik daripada pasif profilaksis bagi mereka yang berkepanjangan atau

berulang terpapar hepatitis A.E.Cara PengobatanTidak ada pengobatan khusus untuk

penyakit hepatitis A, terapi yangdilakukan hanya untuk mengatasi gejala yang

ditimbulkan. Contohnya, pemberian parasetamol untuk penurun panas.Terapi harus

mendukung dan bertujuan untuk menjaga keseimbangan gizi yang cukup.Tidak ada

bukti yang baik bahwa pembatasan lemak memiliki efek menguntungkan pada program

penyakit. Telur,susu dan mentega benar-benar dapat membantu memberikan asupan

kalori yang baik. Minuman mengandung alkohol tidak boleh dikonsumsi selama

hepatitis akutkarena efek hepatotoksik langsung dari alkohol (WHO, 2010).

Prognosis

Penderita HAV umumnya mempunyai prognosa baik dan akan mengalami

penyembuhan sempurna, hanya 0,1% yang berakhir fatal. Penyakit hepatitis tidak akan

menjadi kronis dan tidak pernah ditemukan pengidap (carier) virus menetap. Terjadinya

sirosis sebagai akibat infeksi HVA hamper tidak pernh terjadi. Bila ada, kemungkinan

sebeumnya sudah ada kelainan pada jaringan parenkhim hati. demikian ( Hadi, 2002)

Prognosis hepatitis A sangat baik, lebih dari 99% dari pasien dengan hepatitisA

infeksi sembuh sendiri. Hanya 0,1% pasien berkembang menjadi nekrosis hepatik akut

fatal (Wilson, 2001).

49

Page 50: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Komplikasi

HVA dapat menjadi berat (fulminan) atau melantur. Bila sampai melantur

(prolonges cholestasis) biasanya sampai 2-4 bulan dan akan mengalami penyembuhan

sempurna. Hepatitis fulminan karena HVA terdapat sekitar 0,1% dari banyak ditemukan

pada penderita pria

Definisi

Sindrom Crigler-Najjar adalah kondisi parah yang ditandai oleh tingginya

tingkat zat beracun yang disebut bilirubin dalam darah (hiperbilirubinemia). Bilirubin

diproduksi ketika sel-sel darah merah dipecah. Zat ini dihapus dari tubuh hanya setelah

mengalami reaksi kimia dalam hati, yang mengubah bentuk beracun dari bilirubin

(disebut bilirubin tak terkonjugasi) ke bentuk beracun yang disebut bilirubin

terkonjugasi. Orang dengan sindrom Crigler-Najjar memiliki penumpukan bilirubin tak

terkonjugasi dalam darah (hiperbilirubinemia tak terkonjugasi) .

Penyebab

Sindrom Crigler-Najjar diwariskan sebagai sifat resesif autosom. Penyakit

genetik ditentukan oleh kombinasi gen untuk suatu sifat tertentu yang pada kromosom

yang diterima dari ayah dan ibu.

Kelainan genetik resesif terjadi ketika seorang individu mewarisi gen abnormal

yang sama untuk sifat yang sama dari setiap orangtua. Jika seseorang menerima satu

gen normal dan satu gen untuk penyakit ini, orang tersebut akan menjadi pembawa

penyakit, tetapi biasanya tidak akan menunjukkan gejala. Risiko untuk dua orang tua

pembawa untuk kedua lulus gen yang rusak dan, oleh karena itu, memiliki anak yang

terkena adalah 25% dengan setiap kehamilan. Risiko untuk memiliki anak yang

merupakan pembawa seperti orang tua adalah 50% dengan setiap

kehamilan. Kesempatan bagi anak untuk menerima gen yang normal dari kedua orang

50

Page 51: 269153801-REFERAT-IKTERIK

tua dan secara genetik yang normal untuk itu sifat tertentu adalah 25%. Risikonya

adalah sama untuk pria dan wanita.

Para peneliti telah menentukan bahwa sindrom Crigler-Najjar disebabkan oleh

mutasi pada gen UGT1 terletak pada lengan panjang (q) dari kromosom 2

(2q37). Kromosom, yang hadir dalam inti sel manusia, membawa informasi genetik

untuk setiap individu. Sel-sel tubuh manusia normal memiliki 46 kromosom. Pasang

kromosom manusia diberi nomor dari 1 sampai 22 dan kromosom seks yang ditunjuk X

dan Y. Pria memiliki satu X dan satu kromosom Y dan perempuan memiliki dua

kromosom X. Setiap kromosom telah lengan pendek yang ditunjuk "p" dan lengan

panjang ditunjuk "q". Kromosom yang lebih sub-dibagi menjadi banyak band yang

diberi nomor. Misalnya, "kromosom 2q37" mengacu untuk band 37 pada lengan

panjang kromosom 2. band The bernomor menentukan lokasi dari ribuan gen yang hadir

pada setiap kromosom.

Gen UGT1 berisi petunjuk untuk membuat (encoding) enzim hati yang dikenal

sebagai uridin disphosphate-glucuronosyltransferase (UDPGT). Enzim ini diperlukan

untuk konversi (konjugasi) dan ekskresi berikutnya bilirubin dari tubuh.

Gejala sindrom Crigler-Najjar terjadi karena tidak adanya lengkap atau parsial

enzim ini, yang menghasilkan akumulasi bilirubin tak terkonjugasi dalam

tubuh. Bilirubin adalah pigmen empedu oranye-kuning yang terutama produk

sampingan dari pemecahan alami (degenerasi) dari sel darah merah

(hemolisis). Bilirubin beredar dalam bagian cair dari darah (plasma) dalam

hubungannya dengan protein yang disebut albumin; ini disebut bilirubin tak

terkonjugasi, yang tidak larut dalam air (water-larut). Biasanya, bilirubin tak

terkonjugasi ini diambil oleh sel-sel hati dan, dengan bantuan enzim UDPGT, diubah

untuk membentuk larut dalam air bilirubin diglucuronide (terkonjugasi bilirubin), yang

kemudian diekskresikan dalam empedu. Empedu disimpan dalam kandung empedu dan,

ketika dipanggil, masuk ke dalam saluran empedu dan kemudian ke bagian atas dari

usus kecil (duodenum) dan membantu pencernaan. Sebagian bilirubin dieliminasi dari

tubuh dalam tinja. Ketika kadar bilirubin meningkat cukup tinggi, akhirnya dapat

melintasi penghalang darah-otak, infiltrasi jaringan otak dan menyebabkan gejala-gejala

neurologis kadang-kadang dikaitkan dengan sindrom Crigler-Najjar.

51

Page 52: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Orang tua dari anak-anak dengan Crigler-Najjar tipe sindrom Aku mungkin

menunjukkan beberapa cacat dalam metabolisme bilirubin; Namun, mereka tidak

menampilkan temuan fisik gangguan ini (karena mereka heterozigot untuk gen UDPGT

rusak)

Diagnosa

Diagnosis sindrom Crigler-Najjar dapat diduga dalam beberapa hari pertama

kehidupan pada bayi dengan penyakit kuning persisten. Diagnosis dapat dikonfirmasi

dengan evaluasi menyeluruh klinis, temuan karakteristik, riwayat pasien rinci, dan

pengujian khusus. Misalnya, pada bayi dengan gangguan ini, tes darah menunjukkan

tingkat abnormal tinggi bilirubin tak terkonjugasi dengan tidak adanya peningkatan

kadar degenerasi sel darah merah (hemolisis), seperti pada penyakit Rh

(izoimmunization).Selain itu, analisis empedu mengungkapkan tidak ada terdeteksi

glucuronides bilirubin dan analisis urin dapat menunjukkan kurangnya bilirubin.

Hal ini penting untuk membedakan Crigler-Najjar tipe sindrom I dan tipe

II. Administrasi fenobarbital, barbiturat, sementara bermanfaat bagi individu yang

terkena dengan sindrom Crigler-Najjar sype II dan sindrom Gilbert, tidak efektif bagi

mereka dengan Crigler-Najjar tipe sindrom I. Oleh karena itu, kegagalan untuk

merespon obat ini merupakan indikasi penting untuk diferensial tujuan diagnostik.

Standar Terapi

Pengobatan

Pengobatan sindrom Crigler-Najjar diarahkan menurunkan tingkat bilirubin tak

terkonjugasi di blodd tersebut. Pengobatan dini sangat penting dalam Crigler-Najjar tipe

sindrom saya untuk mencegah perkembangan kernikterus selama beberapa bulan

pertama kehidupan. Karena sindrom Crigler-Najjar adalah lebih ringan dan merespon

fenobarbital, pengobatan berbeda.

Andalan pengobatan untuk Crigler-Najjar tipe sindrom adalah

52

Page 53: 269153801-REFERAT-IKTERIK

1. fototerapi agresif .Selama prosedur ini, lampu neon intens difokuskan pada kulit

telanjang, sementara mata terlindung. Hal ini membantu untuk mempercepat

ekskresi bilirubin di kulit dan membantu dalam dekomposisi nya. Sebagai

individu yang terkena umur dan meningkat massa tubuh dan kulit mengental,

fototerapi menjadi kurang efektif terhadap mencegah kernikterus. Infeksi,

episode demam, dan jenis-jenis penyakit harus segera diobati untuk mengurangi

risiko individu yang terkena kemudian berkembang kernikterus.

2. Plasmapherersis telah digunakan untuk kadar bilirubin cepat lebih rendah dalam

darah.Plasmapheresis adalah metode untuk menghilangkan zat-zat yang tidak

diinginkan (racun, zat metabolik dan bagian plasma) dari darah. Selama

plasmapheresis, darah akan dihapus dari individu yang terkena dan sel darah

dipisahkan dari plasma. Plasma tersebut kemudian diganti dengan plasma

manusia lain dan darah ditransfusikan ke dalam individu yang terkena.

3. Transplantasi hati adalah satu-satunya pengobatan definitif untuk individu

dengan Crigler-Najjar tipe sindrom transplantasi I. hati sebagai kelemahan

seperti biaya, ketersediaan terbatas donor dan potensi penolakan. Beberapa

dokter merekomendasikan transplantasi hati jika bayi atau anak-anak dengan

tingkat sangat tinggi bilirubin tak terkonjugasi tidak menanggapi terapi

(hiperbilirubinemia refraktori) atau jika ada perkembangan gejala-gejala

neurologis. Dokter lainnya percaya bahwa transplantasi hati harus dilakukan

pada usia dini sebagai terapi pencegahan, sebelum kerusakan otak dapat hasil

dari awal kernikterus onset.

4. Sindrom Crigler-Najjar tipe II merespon pengobatan dengan fenobarbital. Dalam

beberapa kasus, selama episode hiperbilirubinemia parah, individu dengan

sindrom Crigler-Najjar tipe II mungkin perlu fototerapi. Beberapa individu

dengan sindrom Crigler-Najjar tipe II mungkin tidak memerlukan pengobatan

apapun, tetapi harus dipantau secara rutin.

5. Konseling genetik mungkin bermanfaat bagi individu yang terkena dan keluarga

mereka.Pengobatan lain adalah simtomatik dan suportif.

53

Page 54: 269153801-REFERAT-IKTERIK

PENYAKIT PADA FASE POST HEPATIK

Definisi

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam

kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian

besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. Hati

terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas,

dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan, yang

berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena

kava.15 Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan

kandung empedu.1 Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.

Patofisiologi menjadi ikterus

Obstruksi mengalirkan getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan

gejala yang khas yaitu, yaitu getah empedu yang tidak di bawa lagi ke dalam duodenum

akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini akan membuat kulit dan membran

mukosa berwarna kuning keadaan ini disertai gatal – gatal pada kulit.

Tipe- tipe batu

Batu Empedu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah

kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi

dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung

empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau

multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.3,29 Batu Kolesterol terjadi

kerena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di

dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan

akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan

empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan

empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi

pengendapan.

54

Page 55: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Batu Empedu Campuran

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas

kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit

mengandung kalsium sehingga bersifat radiopaque

Batu Empedu Pigmen

Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu

pigmen, tidak banyak bervariasi Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di

saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan

akibat penyakit infeksi.

Patogenesis

Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan

kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam

empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang

disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian

disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa

oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat

menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-

sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi

empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi

sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat.

Definisi

Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik menyebabkan

nyeri perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin, (meskipun pada

akhirnya fungsi sebagai kelenjar endokrin juga terganggu akibat kerusakan organ pankreas).

The Second International Symposium on The Classification of Pancreatitis,

(Marseille,1980) membuat klasifikasi sebagai berikut:

Pankreatitis akut

Pankreatitis kronik

55

Page 56: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut adalah pankreatitis yang dikarakterisasi oleh nyeri berat di perut

bagian atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah. Pankreatitis akut bisa

ringan ataupun berat tergantung manifestasi klinis, tes laboratorium, dan diagnosa.

Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan

ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat fatal.

Pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan bahan-

bahan toksik lainnya keluar dari saluran- saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang

pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac

dan rongga peritoneum. Bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang luas. Bahan-bahan

tersebut memasuki sirkulasi umum melalui saluran getah bening retroperitoneal dan jalur

vena dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal pernapasan, gagal

ginjal dan kolaps kardio-vaskuler

Etiologi

Penyebab pankreatitis akut ditunjukkan pada Tabel 3.1. Batu empedu menjadi

penyebab terbesar dari semua kasus pankreatitis yang ada, menyusul berikutnya

penggunaan alkohol. Namun pada beberapa pasien tidak diketahui penyebabnya

(idiophatic). Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah pasien menjalani endoscopic

retrograde cholangiography (ERCP)ataupun setelah mengkonsumsi obat-obatan tertentu

yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.

56

Page 57: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Patofisiologi

Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam kelenjar

akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-sel

sekretor pankreas (asinar), sistem saluran atau ruang interstisial. Gangguan sel asini

pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab:

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil

(microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein (stone

protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol,

2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim pankreas.

Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak (hipertrigliseridemia)

dapat juga karena alkohol,

3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat terjadi

pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas

Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang

selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel,

dsb) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating factor

[PAF]) dan sitokin proinflammatory (TNF-_, IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan intercellular

adhesive molecules (ICAM 1) dan vascular adhesive molecules (VCAM) sehingga

menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, teraktivasinya sistem komplemen dan

ketidakseimbangan sistem trombo-fibrinolitik. Kondisi tersebut akhirnya memicu

terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel

57

Page 58: 269153801-REFERAT-IKTERIK

pankreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di

jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun

sistemik

PANKREATITIS KRONIK

Pankreatitis kronik merupakan peradangan pankreas menahun yang biasanya

menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi pankreas. Pada kebanyakan pasien bersifat

irreversible. Terjadi kerusakan permanen sehingga menyebabkan gangguan fungsi eksokrin

dan endokrin.

Etiologi Di Amerika Serikat, penyebab paling sering dari pankreatitis kronis adalah

alkoholisme. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan penyumbatan saluran

pankreas yang disebabkan oleh penyempitan saluran atau kanker pankreas. Pankreatitis

akut jarang menyebabkan penyempitan pada saluran pankreas yang akan mengarah pada

terjadinya pankreatitis kronis. Pada banyak kasus, penyebab pankreatitis kronis tidak

diketahui. Di negara-negara tropis (Indonesia, India, Nigeria), pankreatitis kronis

dengan sebab yang tidak diketahui yang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, bisa

menyebabkan diabetes dan penumpukan kalsium di pankreas. Keseluruhan penyebab

pankreatitis kronik ditunjukkan

58

Page 59: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Patofisiologi

Sebagian besar kasus pankreatitis kronis disebabkan oleh alkohol, tetapi

mekanisme pasti bagaimana alkohol menyebabkan pankreatitis kronis belu diketahui.

Sepertinya alkohol menginduksi pankreatitis bermula dari inflamasi yang berkembang

menjadi nekrosis selular dengan tahapan seperti yang ditunjukkan pada skema di bawah ini

Kerusakan jaringan pankreas menyebabkan berkurangnya sekresi enzim pankreas

dan hormon-hormon seperti insulin. Malabsorpsi lemak dan protein terjadi jika sekresi

enzim berkurang sampai 90%.

MANAJEMEN TERAPI PANKREATITIS

PANKREATITIS AKUT

Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan antodigesti atau

menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi

penyakit. Pasien pankreatitis menerima terapi suportif yang teridiri dari kontrol nyeri

secara efektif, penggantian cairan, dan nutrisi pendukung. Oleh karena itu manajemen

pankreatitis akut, biasanya terdiri dari:

Manajemen Cairan

Nutrisi Pendukung

Untuk mengistirahatkan saluran cerna

Diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral

Manajemen nyeri

59

Page 60: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi bedah.

Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi farmakologi dan non

farmakologi.

A. Terapi Non Farmakologi

a. Nutrisi Pendukung

Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran cerna

sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya malnutrisi.

Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitisakut berat

menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik, hipermetabolik, dan

hiperkatabolik.

Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan adalah

nutrisi parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa

pemberian nutrisi per-oral akan merangsang produksi enzim pankreas sehingga justru

akan memperberat penyakit. Namun seiring dengan penelitian klinis konsep telah

berubah, justru sebaiknya nutrisi diberikan secara enteral

Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:

1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang

merupakan sumber utama imunitas mukosa,

2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis

leukosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri

(bacterial overgrowth),

3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya

translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi.

Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum dapat

meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui nasojejunal

tube (NJT) tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh Zhao et al,

pada pasien dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral dikombinasi

dengan nutrisi parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja. disimpulkan: kadar TNF-

IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi enteral, dan kadar enzim

pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.

Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat

diberikan 48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi

60

Page 61: 269153801-REFERAT-IKTERIK

seperti: adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula

jejunum atau enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada

pankreatitis akut berat:

(1) nasojejunal tube,

(2) gastrostomy/jejunostomy tube,

(3) jejunostomi secara bedah.

Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih

mudah dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.

Intervensi radiologi dan ERCP

Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat

mengatasi Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada

saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan awal ke

perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi

intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.

Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan

USG maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat seperti:

timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang

didefinisikan sebagai adanya timbunan cairan yang menetap lebih dari 4 minggu, terjadi

akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase secara endoskopis dengan

keberhasilan sekitar 83%.

Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab

tersering pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada

tinja sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan

prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus pankreatikus.

Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada 24–72 jam dari onset

klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang terbukti dengan obstruksi bilier,

kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan

sfingterotomi endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris. Pada

pasien dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainase

duktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.

61

Page 62: 269153801-REFERAT-IKTERIK

Terapi Bedah

Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:

1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,

2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai dengan

menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang muncul dalam

beberapa hari sejak onset gejala),

3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.

Tujuan tindakanbedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik sebersih

mungkin dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.

Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis

nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut steril

tidak perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan.

Berdasarkan penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis steril mortalitas terjadi

sebanyak 13,1% pada kelompok yang menjalani pembedahan dibandingkan yang

konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan pada minggu ke 3-4 setelah onset

gejala karena intervensi pada minggu awal meningkatkan risiko mortalitas >65% karena

komplikasi pulmonal/kardial

MANAJEMEN PANKREATITIS KRONIK

A. Terapi Non farmakologi

Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol.

Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat

mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri.

Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang

mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol harus tetap

dihindari.

Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa

peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan

memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan

62

Page 63: 269153801-REFERAT-IKTERIK

dengan perkembangannya, mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan

penekanan).

Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian

pankreas dilakukan hanya yang akan terjadi setelah pembedahan.

B. Terapi farmakologi

Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk

mengurangi rasa nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada

komplikasi, biasanya dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas

sehingga rangsangannya tidak sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin

diperlukan pembedahan. Jika saluran pankreasnya melebar, pembuatan jalan pintas

dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi rasa nyeri pada sekitar 70-80%

penderita. Jika salurannya tidak melebar, sebagian dari pankreas mungkin harus

diangkat. Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus

dua belas jari.

Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita. Dengan

meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada saat

makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki penyerapan

makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu, larutan antasid atau

penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan

pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya akan meningkat, buang air

besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan

secara umum akan merasa lebih baik. Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita

dapat mencoba mengurangi asupan lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin

yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).

63

Page 64: 269153801-REFERAT-IKTERIK

BAB III

KESIMPULAN

1. Ikterus adalah suatu manifestasi klinis penting untuk mendiagnosis penyakit-

penyakit prehepatik, hepatik dan post hepatik yang bisa berakibat fatal. Untuk

itu diagnosa dan penatalaksaan sangat membantu dalam menentukan prognosis.

2. Penegakkan diagnosa,terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang yaitu laboratorium sederhana dan lengkap serta pemeriksaan canggih

lainnya. Dari anamnesa ditanyakan riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan

feses, riwayat transfusi dan riwayat obat-obatan. Pada pemeriksaan fisik, pada

perabaan hati, kandung empedu, limpa bisa ditemukan tanda-tanda pembesaran.

Pada pemeriksaan fisik juga dicari bekas-bekas garukan di kulit karena pruritus.

Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan pada semua anak yang ikterus. Tes

laboratoriumnya seperti tes serum bilirubin direk dan indirek, protein serum, dan

enzim serum. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan

produksi bilirubin dan menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit.

3. Pemeriksaan faal hati seperti SGPT, SGOT, albumin, dan gama-

glutamiltransferase dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan

oleh gangguan pada sel-sel hati atau adanya hambatan pada saluran empedu.

Pemeriksaan feses yang menunjukan adanya perubahan warna menjadi dempul.

Pada pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan ultrasonografi (USG), CT-

scan, ERCP (endoscopic retrograde cholangio pancreatography), PTC

(percutaneus transhepatic cholangiography), dan biopsy hati.

4. Penatalaksanaan ikterik tergantung kepada penyakit dasarnya, bisa berupa terapi

farmakologi, operatif, maupun suportif. Penanganan yang cermat dan tepat akan

memberikan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu kita dituntut untuk lebih

cermat dalam memahami patofisiologi, diagnosis, dan tatalaksana ikterus

sehingga dapat melakukan penanganan yang benar.

64

Page 65: 269153801-REFERAT-IKTERIK

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz SI. Manifestations of Gastrointestinal Desease. Dalam : Principles of

Surgery fifth edition, editor : Schwartz, Shires, Spencer. Singapore : McGraw-

Hill, 1989. 1091-1099

2. Lesmana. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (E R C P)

diagnostik dan terapeutik pada Obstruksi Biller.

3. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. 2006. 422-425

4. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series,

2006.

5. Kasper DL et al, (2005). Harrison’s Manual of Medicine 16th edition . New

York : McGraw Hill Medical Publishing Division

6. Lindseth GA. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas dalam

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Hal. 481-

485.

7. Netter FH. 2006. Atlas of Human Anatomy 4th Edition. Philadelphia: Saunders

Elsevier.

8. Scanlon VC. 2007. Buku Ajar Anatomi & Fisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hal.350-353.

9. Suchy FJ. 2007.Cystic Disease of the Biliary Tract and Liver in Nelson Textbook

of Pediatrics 18th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.

10. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. 2006. 422-425

11. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical

Series, 2006.

12. Pratt S, Kaplan MM. Jaundice. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald

E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine

Vol.1.16th ed. USA, Mc GrawHill, 2005

65