3-12-1-PB

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    1/17

    PRESIDEN NONPRESIDEN NONPRESIDEN NONPRESIDEN NON----MUSLIMMUSLIMMUSLIMMUSLIM

    DALAM KOMUNITAS MASYARAKAT MUSLIMDALAM KOMUNITAS MASYARAKAT MUSLIMDALAM KOMUNITAS MASYARAKAT MUSLIMDALAM KOMUNITAS MASYARAKAT MUSLIM

    Mary SilvitaUIN Syarif Hidayatullah, Jl. Kertamukti Ciputat Jakarta,

    [email protected] 

     Abstract:  This paper examines the notion of state andleadership according to the contemporary Islamic thought. To be more precise, the paper asks whether it is possible fora non-Muslim to be the president of the majority Muslimcountry. To answer this, the paper will dwell into theproblem of citienship both in classical and modern Islamicthought by taking into account the political and socialsituation that shapes this thought. The paper maintains thatmany Muslims!both in the past and at the present!fail tooffer a proper discourse on statehood and leadership inIslamic perspecti"e. The mainstream discourse on thisissue!the paper argues!is that which keeps in a goodbalance the notion of religiosity and citienship. The right- wing Muslims will pro"ide a textual understanding of theproblem, while the left-wing will otherwise offer a secularinterpretation of it. This paper will try to keep the two in abalance, and present a fair understanding of what the #ur$anand the %unnah say about the problem at hand.Keywords:  &on-Muslim leadership, Muslim state, citienrights, political ijtihad. 

    Pendahuluan'olemik tentang boleh-tidaknya seorang non-Muslim memimpin

    sebuah negara yang penduduknya mayoritas beragama Islammerupakan konsekuensi logis dari sebuah negara yang lebih memilihmenjadi negara (abu-abu) daripada memilih secara tegas apakah ianegara agama atau negara sekuler, meskipun wacana negara agamamasih perlu ditinjau ulang rele"ansinya karena setiap pilihan memilikikonsekuensi logis yang berbeda pula. *ak-hak politik warga negarasangat ditentukan oleh bentuk negara. %ebuah negara Islam di manakonstitusi dan segala bentuk peraturan perundang-undangan harus

    berdasarkan pada kitab suci tidak mungkin melanggengkan seorang

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    2/17

     

    Presiden Non-Muslim

    Volume 7, Nomor 1, September 2012, ISLAMICA 45

    non-Muslim menjadi pemimpin negara, sebab pemimpin negara Islamharus orang yang memiliki pemahaman komprehensif mengenaiIslam, sehingga mustahil tugas tersebut diemban non-Muslim.%ebaliknya, negara sekuler yang konstitusi dan peraturan perundang-undangannya tidak didasarkan pada ajaran agama tidak memberikan

    prasyarat agama tertentu bagi calon-calon pemimpin.+ilema inilah yang terjadi di Indonesia di mana secara normatif,konstitusi Indonesia tidak mensyaratkan menjadi Muslim untuk dapatmencalonkan diri menjadi presiden. &amun anggapan umumsepertinya lebih cenderung pada logika proporsionalitas, di manakarena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, makasemestinya non-Muslim mustahil terpilih menjadi presiden diIndonesia. 'ertanyaannya kemudian, apakah keberagamaan mayoritaslantas menjamin akan ditolaknya kepemimpinan dari minoritasntuk hal ini sepertinya kita dapat merujuk beberapa negara di duniayang kaum minoritasnya sanggup menduduki tampuk kekuasaan.

    %ebagian besar negara-negara mayoritas Muslim seperti Tunisia, ljaair, Mesir, %uriah, 'akistan, /angladesh, Iran, 0ordania, danMalaysia menetapkan presiden atau kepala negaranya harus beragamaIslam. 1arenanya, di negara-negara tersebut, non-Muslim tidakberhak menjadi presiden. *anya sebagian kecil saja di antara negara-negara mayoritas yang berpenduduk Islam, yang di sampingmemperbolehkan, juga pernah dipimpin oleh presiden non-Muslim.*ingga kini setidaknya ada tiga kepala negara yang dapat dijadikanrujukan, yaitu: &igeria, %enegal, dan 2ibanon. &igeria yang 34 persenpenduduknya beragama Islam, saat ini, dipimpin seorang presidenyang beragama 1risten. %ebelumnya negara ini juga dipimpin oleh

    presiden 1risten bernama 5lusegun 5basanjo. %atu hal yang sangatmenarik dari 5lusegun adalah, sekalipun beragama 1risten, ia berhasilmenjadi presiden &igeria yang mayoritas Muslim itu selama tigaperiode, yakni periode 6734-6737, periode 6777-899, dan 899-8993.6  %etelah 5lusegun 5basanjo, &igeria kembali dipimpin olehpresiden yang beragama 1risten bernama ;oodluck

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    3/17

     

    Mary Silvita

    ISLAMICA, Volume 7, Nomor 1, September 2012 46

    dengan mengalahkan ri"al terdekatnya, Muhammad /uhari, dalampemilu 8966 dengan perolehan suara B7,4C.8 

    %eperti halnya &igeria, %enegal yang 76C penduduknya beragamaIslam juga pernah dipimpin seorang presiden yang beragama 1risten1atolik, yakni 2eopold %edar %enghor ?67D9-67DD@. 0ang lebih unik

    lagi adalah 2ibanon. &egara Timur Tengah ini yang 3B persenpenduduknya beragama Islam, sejak tahun 67A hingga saat ini, selaludipimpin seorang presiden yang beragama 1risten. 0angmenyebabkan mengapa 2ibanon selalu dipimpin seorang presiden1risten adalah karena pada tahun 67A 2ibanon menyetujui 'akta&asional ? al-Mîthâq al-Wat   }anî  @ yang berisi ketetapan presiden 2ibanonharus dari 1risten Maronite, 'erdana Menteri dari Muslim %unnE,

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    4/17

     

    Presiden Non-Muslim

    Volume 7, Nomor 1, September 2012, ISLAMICA 47

    MawdGdE dan TaQE al-+En al-&abhJnE.  %ementara yang termasukdalam kelompok kedua antara lainF Mahmoud Mohammad Thaha,

     bdullah hmad an-&aHim, T  {JriQ al-/ishrE, sghar li =nginer,Muh  }ammad %aHEd al-shmJwE,B  Jshid al‐;hanGshE, 0Gsuf al-#ard  }JwE, dan T  {JriQ amad  }Jn.4 

    Rakta di atas menunjukkan bahwa baik secara normatif maupunempirik umat Islam belum sepenuhnya sepaham mengenai boleh-tidaknya seorang non-Muslim dipilih menjadi pemimpin dalammasyarakat Islam. *al ini didasari oleh perbedaan cara pandangterhadap konsep negara dan warga negara dalam sistem politik Islam.5leh karena itu, tulisan ini akan dimulai dengan pembahasan tentangkonsep warga negara dalam sistem politik Islam, kemudian dielaborasibasis argumentasi yang digunakan oleh setiap kelompok yangkemudian dianalisis kesesuaian argumentasi tersebut dengan kondisisaat ini.

    Status Non-Muslim dalam Literatur Islam Klasik

    +alam tradisi 'olitik Islam klasik, wilayah negara-negara pada saatitu dibagi menjadi dua, 'âr al-(   {ar)   dan 'âr al-Islâm , sekaligusditetapkan status kewarganegaraan non-Muslim pada tiga bagian, yaitudhimmî, musta*min dan h   }ar)î .a.  +hl al-dhimmî   menurut al-;haJlE ?w. 6666 M@ adalah setiap ahli

    kitab yang telah baligh, berakal, merdeka, laki-laki, mampuberperang, dan membayar !i%ah3 %edangkan Ibn al-i al-MJlikEmemberikan definisinya sebagai (orang kafir yang merdeka, baligh,laki-laki, menganut agama yang bukan Islam, mampu membayar

     !i%ah , dan tidak gila.) l-HnQarE ?w. 6ADA M@ mempertegaspendapat di atas dengan menyimpulkan bahwa ahl al-dhimmî adalahorang non-Muslim yang menetap di dâr al-Islâm dengan membayar

     !i%ahD 

     Ibid, 37. B Ibid, 69. 4  TariQ amadhan, Radical Re$orm: Islamic .thics and /i)eration   ?5xford: 5xfordni"ersity 'ress, 8997@, 839. 3 bG *  {Jmid al-;haJlE, al-Wa!î $î 0iqh al-Imâm al-Shâ$î1î, Sol. 8 ?Mesir: Muh  }ammadMus  }t  }afJ, 6A6D *@, 67D. 

    D  Muh  }ammad b. h

      }mad b. al-i al-1alabE, al-2a3ân4n al-0iqhî%ah $î al#hîs 

      }

      al-  Madhha) al-Mâli#î%ah ?/eirut: +Jr al-#alam, t.th.@, 6D. 

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    5/17

     

    Mary Silvita

    ISLAMICA, Volume 7, Nomor 1, September 2012 48

    b.  Musta*min   adalah ahl al-h   }ar)   yang masuk wilayah Islam atas dasarperlindungan sementara yang diberikan kepadanya oleh imam?negara@. 'erbedaan antara musta*min   dengan dhimmî   adalahperlindungan untuk dhimmî   bersifat permanen, sedangkanperlindungan untuk musta*min  bersifat sementara.7 

    c. 

     +hl al-h   }

    ar)î   adalah kebalikan dari dhimmî,  yaitu non-Muslim yangmenyatakan permusuhan terhadap kaum Muslimin dan pemimpinkaum Muslimin!atau tidak meyakini negara Islam, mereka tinggaldi wilayah mereka yang disebut dâr al-h   }ar)69 /erdasarkan klasifikasi di atas, maka non-Muslim yang diakui

    Islam sebagai warga negara adalah non-Muslim yang berstatus ahl al- dhimmah %ebagaimana kaum Muslimin, ahl al-dhimmah   dapatmemperoleh hak perlindungan dari negara Islam serta mendapatkan(hak istimewa) untuk tidak mengikuti wajib militer, namun ahl al- dhimmah diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam bidang militer jikamereka menghendakinya. Menurut beberapa literatur klasik, terdapat

    sejumlah perbedaan hak dan kewajiban antara warga ahl al-dhimmahdengan kaum Muslimin pada umumnya, di antaranya  mereka tidakbisa menduduki posisi-posisi strategis dalam pemerintahan, merekatidak boleh menjadi pemimpin politik dan anggota majelispermusyawaratan, mereka tidak mempunyai hak suara, sertasenantiasa diwajibkan membayar  !i%ah .66  +alam literatur klasik,mereka juga dilarang untuk membunyikan lonceng gereja, dilarangmendirikan rumah ibadah lebih tinggi dari masjid, dan diwajibkanuntuk menggunakan pakaian khusus yang berbeda dengan wargaMuslim.68 

    7  0usuf al-#aradhawi, 0iqih 5ihad: Se)uah &ar%a Monumental erleng#a" tentang 5ihadmenurut +l-2ur*an dan Sunnah , terj. Irfan Maulana *akim ?/andung: Mian, 8969@,3B6. 69 Ibid 66 1ata  !i%ah  merupakan bentuk kata pecahan dari kata al-!aâ*   yang berarti suatuimbalan atau balasan. %ecara definitif, konsep !i%ah  adalah sesuatu yang diwajibkanterhadap harta yang dimiliki setiap indi"idu dari golongan ahl al-dhimmah   ?non-Muslim@ yang tinggal di dalam kekuasaan Islam dan telah mengikat perjanjiandengan pemerintahan. /esarnya nilai  !i%ah   ditentukan oleh tingkat kemakmuranpara wajib  !i%ah . +alam definisi lain, konsep  !i%ah   juga ditafsirkan sebagai suatupajak yang ditentukan atas tiap indi"idu yang secara langsung meminta perlindunganpada hukum negara Islam. 68

      %haykh Muh  }ammad b. %

      {Jlih

      }  al-HthaymEn, ( 

      {

    uq4q 'â1at ila%hâ al-0it   }

    rah 3a 2arrarahâ al-Sharî1ah  ?t.t.: MadJr al-at  }an, 683 *@, 84. 

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    6/17

     

    Presiden Non-Muslim

    Volume 7, Nomor 1, September 2012, ISLAMICA 49

    Perspektif Modern tentang Konsep Ahl al-himmah+alam konteks negara bangsa modern yang tidak membedakan

     warga negara berdasarkan agama, etnis, maupun gender seperti diIndonesia,6A  konsep ahl al-dhimmah   tentu mengundang ragampersoalan. . Montgomery att menyebutkan bahwa konsep ahl al- 

    dhimmah  dianggap sebagai cikal bakal munculnya marginalisasi hak-haknon-Muslim.6 1edudukan ahl al-dhimmah dari perspektif fiQh klasik inijika dinilai dengan sudut pandang kekinian tentu saja akan terkesandiskriminatif. 'erbedaan hak dan kewajiban kaum non-Muslim dinegara Islam masa lampau jika dibandingkan dengan standar keadilanmasa kini pasti akan mengesankan bahwa fiQh kontemporer tidak lagimemenuhi standar keadilan, sebab perbedaan hak dan kewajiban yangmelekat pada diri non-Muslim ini secara praktis telahmenempatkannya sebagai masyarakat kelas dua.

    +alam hal ini Moosae Ibrahim menyatakan bahwa, meskipun saatini konsep ahl al-dhimmah   sudah tidak lagi digunakan oleh &egara

    Muslim mana pun termasuk Iran dan Mesir, sejumlah pemikirtradisionalis dan re"i"alis Islam masih melihat bahwa konsep ahl al- dhimmah masih rele"an untuk diaplikasikan di abad modern. 'emikiransemacam inilah yang akhirnya menimbulkan ketakutan tersendiri bagikalangan non-Muslim, bahwa jika partai-partai Islam berkuasa, makanegara akan berubah menjadi (domain Islam), dan non-Muslim dinegara itu akan menikmati status kewarganegaraan kelas dua dengansebutan ahl al-dhimmah .6B 

    'adahal jika kita merujuk pada praktik kenegaraan Islam yangdicontohkan oleh asulullah maka akan didapati bahwa semangatyang diusung dalam konsep ahl al-dhimmah adalah semangat

    (perlindungan), bukan (penindasan). +alam beberapa butir 'iagamMadinah ditegaskan bahwa orang 0ahudi yang tinggal di Madinahtermasuk warga negara. Mereka mempunyai hak dan kewajiban sepertikaum Muslimin di setiap wilayahnya. Mereka bebas menjalankan

    6A &urcholish Madjid menyebutkan bahwa sistem politik yang sebaiknya diterapkandi Indonesia adalah sistem yang menguntungkan semua orang, termasuk non-Muslim. *al ini sejalan dengan watak inklusif Islam. 2ihat &urcholish Madjid, Cita- cita Politi# Islam .ra Re$ormasi  ?

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    7/17

     

    Mary Silvita

    ISLAMICA, Volume 7, Nomor 1, September 2012 50

    agamanya, demikian dengan kaum Muslim juga bebas menjalankanagamanya. Teks 'iagam juga menjelaskan bahwa (unsur regional?Madinah@ dan domisili saat berdirinya kedaulatan, itulah yangmemberikan hak warga negara untuk non-Muslim dan menjaminmereka mendapatkan persamaan hak dan kewajiban) karena mereka

    adalah (umat yang satu).64

      Terlepas dari butir-butir 'iagam Madinah, penghormatan &abiMuhammad terhadap hak-hak non-Muslim juga bisa dilihat dalamh  }adEth $i1lî ?perbuatan &abi@ yang menceritakan peristiwa ketika &abiMuhammad dikunjungi oleh sekelompok pemimpin &asrani yangberjumlah sekitar 64 orang di saat &abi tengah melaksanakan salatashar. 1etika melihat &abi berada di masjid, mereka memaksa masukke dalam masjid. %atu cerita menyebutkan bahwa &abi menolak untukmenerima mereka masuk ke dalam masjid, akan tetapi hal inidilakukan karena mereka sedang mengenakan jubah dengan ornamenmewah. &amun, setelah mereka melepaskan jubah mereka baru &abi

    mau menerima mereka. 1etika mereka selesai berbicara dengan &abidan tiba waktu mereka untuk bersembahyang, &abi mempersilahkanmereka untuk bersembahyang di masjid sambil berkata, (Ini adalahtempat yang suci untuk memuja Tuhan).63 *  {adEth sahih lainnya yangdiriwayatkan oleh al-T  {abrJnE juga menggambarkan maksud yang sama.&abi berkata, (%iapa pun yang menyakiti seorang dhimmî  maka ia jugatelah menyakitiku, dan siapa yang menyakitiku maka ia juga telahmenyakiti llah.) *  }adEth lain yang diriwayatkan oleh al-1hJt  }ib, &abiberkata (siapa pun yang melukai dhimmî,  aku akan menjadikannyamusuhku, dan siapa pun yang menjadi musuhku maka akan menjadimusuhku di hari kiamat.6D  /ahkan lebih tegas dan jelas &abi

    mengingatkan mereka yang melakukan perbuatan semena-menaapalagi membunuh terhadap non-Muslim tanpa alasan yangdibenarkan agama dan negara sebagaimana tertera dalam h  }adEth &abi:

        ا   ،ل   ل  ل  را   ا         و :         !  "  #    $  %  & ' (  )ا   *     + &  ,  -ا

     64 Rarid bdul 1hiQ, 0i#ih Politi# Islam ?

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    8/17

     

    Presiden Non-Muslim

    Volume 7, Nomor 1, September 2012, ISLAMICA 51

    /arangsiapa yang telah membunuh non-Muslim tanpa alasan yangbenar, maka llah benar-benar melarang baginya masuk surga.67 +alam hal ini &abi seringkali mengingatkan mereka akan

    tercelanya perbuatan penganiayaan terhadap non-Muslim sebagaimanadalam h  }adEth lain disebutkan:

        .  ا   : راا و:       !  "   -/   0  +  12 ر   5  *  - 67    8     "  ر  %  1  0و 34ا-  ,  &  +ر 9    

    +ari Hbd al-llJh b. Hmar, &abi bersabda, (5rang yang membunuhnon-Muslim, maka dia tidak pernah merasakan aroma harumnya surgapadahal aroma tersebut sudah bisa dirasakan dari jarak perjalanan empatpuluh tahun).89 'enghormatan terhadap pemeluk agama lain juga dicontohkan

    dengan baik oleh Hmar b. al-1hat  }t  }Jb ra. terhadap skup %e"erinus dihadapan kaum &asrani dan kaum Muslimin di /aitul MaQdis

     0erussalem ketika sedang berjalan-jalan ke gereja. %elanjutnya didepan gereja al-#iyJmah ?nastasis@ skup %e"erinus menyerahkan

    kunci kota 0erussalem kepada khalifah Hmar. 1etika tiba waktu salatkemudian Hmar minta diantarkan ke suatu tempat untuk menunaikansalat. 5leh skup %e"erinus beliau diantarkan ke dalam gereja, akantetapi khalifah Hmar menolak penghormatan tersebut sembarimengatakan bahwa dirinya khawatir hal itu akan menjadi dasar bagikaum Muslimin generasi berikutnya untuk mengubah gereja-gerejamenjadi masjid. khirnya mar melaksanakan salatnya sendirian7mun$arid8 di luar atau di teras gereja tersebut.

    +ari sini, menjadi menarik apabila mengacu kepada apa yangsudah termaktub dalam 'iagam Madinah dari penetapankewarganegaraan non-Muslim dalam da3lah   islâmî%ah   serta berbagai

    teladan dari para sahabat merupakan kerangka baku dalam sistemda3lah islâmî%ah .86  pa yang kemudian direspons  $uqahâ*  !melaluiijtihadnya!yang bertentangan dengan hal itu tidak boleh diterima.

     Nas   }s   }-nas   }s   } al-#ur>Jn dan %unnah selain telah mengukuhkan prinsip ini

    67 bG +Jwud %ulaymJn b. shHath al-%ajastJnE, Sunan +)î 'â3ud , Sol. 8 ?/eirut:+Jr al-1utub al-HIlmEyah, 6774@, 8DD. 89  Ibn *  {ajar al-HsQalJnE, 0ath   }  al-6ârî )i Sharh   }  S   {ah   }îh   }  al-6u#hârî,  Sol. 8  ?1airo: al-Maktabah al-%alafEyah, 67D4@, 839.

     

    86  'a3lah Islâmî%ah   atau negara Islam adalah negara yang menjalankan aturanpemerintahannya berdasarkan prinsip hukum Islam, yang memberikan keamanan

    kepada segenap anggota masyarakatnya, baik Muslim atau kafir dhimmî . 2ihat 1  bdal-ahhJb 1hallJf, al-Si%âsah al-Shar1î%ah  ?1airo: +Jr al-ns  }Jr, 6733@, 36. 

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    9/17

     

    Mary Silvita

    ISLAMICA, Volume 7, Nomor 1, September 2012 52

    juga menerangkan hukum-hukum Islam yang berkenaan denganinteraksi non-Muslim di negara-negara Islam atas dasar berbuat baikdan bersikap adil.88 

    5leh karenanya, tidak mengherankan jika seruan untuk mengkajiulang konsep ahl al-dhimmah dalam konteks modern pun bermunculan.

    Muhammad &aeer 1aka 1hel menyatakan bahwa mayoritas negaraMuslim saat ini adalah negara sekuler dan tidak memiliki model kerjayang dapat dijadikan dasar dalam mengkaji hak-hak non-Muslim dinegara Islam. 5leh karenanya, dibutuhkan ijtihad baru untukmeletakkan hak-hak non-Muslim di negara Islam agar, sebagai agama,Islam bisa tetap berdiri di atas prinsip-prinsip toleransi, keadilan, dankesetaraan.8A 

    Rahmi *uwaidi pun menegaskan bahwa konsep klasik tentangdhimmî , meskipun bisa diterapkan pada amannya dahulu, sudah tidakbisa lagi dipakai saat ini. mat Islam tidak bisa menghindar darikenyataan baru yang sama sekali berbeda di mana dasar (keanggotaan

    dalam sebuah negara) ditentukan bukan lagi oleh agama, tetapi olehprinsip mu3ât   }anah , atau nasionalitas.8 1amran *ashemi juga menegaskan bahwa dengan kehadiran

    hukum hak asasi manusia internasional, maka tidak ada lagi definisibudaya, hak identitas dan hak terhadap budaya yang dibatasi hanyakarena pemeluknya beragama minoritas. 5leh karenanya, penafsiranulang terhadap konsep tradisional ahl al-dhimmah mutlak dilakukandalam kerangka harmonisasi umat beragama mayoritas dan minoritasdalam kehidupan bernegara.8B 

    88 *al ini dapat dilihat pada firman llah yang artinya: (llah tidak melarang kamu

    untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimukarena agama dan tidak ?pula@ mengusirmu dari negerimu. %esungguhnya llahmenyukai orang-orang yang berlaku adil. %esunggguhnya llah hanya melarangkamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karenaagama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu ?orang lain@ untukmengusirmu. /arangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulahorang-orang yang alim). 2ihat al-#ur>Jn, 49: D-7. 8A  Muhammad &aeer 1aka 1hel, (The ights of non-Muslim in Islamic %tate),dalam http:OOwww.Qurtuba.edu.pkOthedialogueOTheC89+ialogueO6P8OBP+r.C89M.C89 &air.pdf. 8  Rahmi *uwaidi,  (The Noncept of the Modern %tate and Its Manifestations inNontemporary Islamic 'olitical Thought) ,  http:OOalQudscenter.orgOenglishOpages.phplocalPtype68DUlocalP details ?87 +esember 8966@. 

    8B 1amran *ashemi, (The ight of Minorities to Identity and the Nhlenge of &on-+iscrimination: %tudy on the =ffects of Traditional Muslim>s +himmah on

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    10/17

     

    Presiden Non-Muslim

    Volume 7, Nomor 1, September 2012, ISLAMICA 53

     bdullah %aeed juga menyatakan bahwa seiring dengankebangkitan kembali Islam pada abad kedua puluh pemikiranre"i"alisme Islam mengenai ide kenegaraan banyak diadopsi olehsejumlah pemikir Islam, meskipun rujukan tersebut justrumenegasikan eksistensi negara bangsa. +alam negara bangsa 7nation

    state8, konsep kenegaraan harus dibangun atas dasar pikir sekulerdengan tidak menempatkan satu kelompok agama mana pun untukbisa mendominasi kelompok lain. %aeed kemudian mengungkapkanpemikiran Jshid al-;hannGshE yang menyebutkan bahwa kaum ahlal-dhimmah berhak mendapatkan hak-hak antara lain kebebasanberiman termasuk kepada seorang Muslim yang ingin berpindahagamaF memegang jabatan publik, perlakuan yang sama antara Muslimdan non-Muslim dalam hak dan kewajiban fiskal. l-;hannGshEmenekankan bahwa titik tolak pandangannya ini didasarkan padaprinsip keadilan sebagai pilar hukum Islam.84 

     bdullah an-&aHim juga berpandangan bahwa sharEHah tradisional

    meninggalkan ruang diskriminasi, khususnya terkait dengan hubunganantaragama ?hak-hak non-Muslim@. /erdasarkan alasan inilah, an-&aHim berpendapat bahwa sharEHah tradisional bila dihubungkandengan pertanyaan diskriminasi terhadap hak-hak minoritas non-Muslim tidak lagi dapat dipertahankan.83 

    &urcholish Madjid juga memaparkan bahwa dalam menganalisis#%. al-Tawbah V7W: 87 yang menjadi dasar konsep  !i%ah , konseptradisional sharEHah harus menyertakan maksud dan konteks ? as)â) al- nu4l  @, dalam kasus ini perang Tabuk. 5leh karenanya, konsep !i%ah  seharusnya hanya diaplikasikan pada masa peperangan, dan tidakdapat berlaku dalam konteks warga masyarakat damai sebagaimana

    yang terjadi saat ini. 2ebih jauh dari itu, buku 0iqh /intas +gama  jugamenegaskan bahwa  !i%ah   bukan merupakan tradisi Islam, tetapi iadiadopsi oleh Islam.8D 

    Nurrent %tate 'ractices), International 5ournal on Minorit% and 9rou" Rights   ?8994@, 6A,6-8B.;   bdullah %aeed, (ethinking Nitienship ights of non‐Muslims in an Islamic%tate: Jshid al‐;hannGshi>s Nontribution to the ="ol"ing +ebate), Islam andChristian-Muslim Relations , Sol. 69, Issue A ?6777@, A93-A8A. 83 bdullah hmed an-&aim, (%harEHah dan Isu-isu *M), dalam Nharles 1urman?ed.@, Wacana Islam /i)eral  ?

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    11/17

     

    Mary Silvita

    ISLAMICA, Volume 7, Nomor 1, September 2012 54

    'enolakan sejumlah pemikir Muslim di atas terhadap eksistensi ahlal-dhimmah   di era modern berimplikasi pada wacana perubahan hakdan kewajiban warga negara non-Muslim di negara Islam modern.

     rtinya, dalam konteks kemodernan non-Muslim tidak lagi dapatdiperlakukan sebagai ahl al-dhimmah , sehingga ijtihad ulama tentang

    tidak diperbolehkannya non-Muslim menduduki posisi strategis! termasuk presiden!di sebuah negara Muslim!sebagaimana posisinon-Muslim sebagai ahl al-dhimmah   pada masa kekhilafahan!patutditinjau ulang.

    Kontro!ersi Seputar Ayat-ayat al-"ur#$n1elompok yang menolak presiden non-Muslim, antara lain,

    mendasarkan pendapatnya pada #%. Kli HImrJn VAW: 8D yang artinya:Jn jugamemiliki ayat-ayat yang bernada kooperatif terhadap non-Muslim, diantaranya, sebagaimana firman llah dalam #%. al-MJidah VBW: D yang

    artinya: 

    (*ai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    12/17

     

    Presiden Non-Muslim

    Volume 7, Nomor 1, September 2012, ISLAMICA 55

    orang yang selalu menegakkan ?kebenaran@ karena llah, menjadisaksi dengan adil. +an janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum,mendorong kamu untuk berbuat tidak adil, berlaku adillah, karena adilitu lebih dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada llah,sesungguhnya llah mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan). 

    1ontradiksi antarayat al-#ur>Jn inilah yang akhirnya melahirkanperbedaan pendapat di kalangan ulama dan pemikir Islamkontemporer. 'erbedaan interpretasi para ulama mengenai ayat-ayattersebut di atas serta perbedaan pandangan mengenai ayat manakahyang masih berlaku hingga saat ini atau yang manakah yang sudah di-nas#h  pada akhirnya melahirkan gagasan-gagasan dan pandangan yangber"ariasi atau bahkan saling bertentangan.

    I%tihad &aru atas 'ak Non-Muslim%aat ini sangat perlu dipegang prinsip )setiap orang memiliki hak

    yang sama di depan hukum). Menolak prinsip ini berarti kita telahmendukung ketidakadilan. 'adahal, ketidakadilan sesungguhnya

    merupakan musuh utama hukum Islam. +engan mengutip Ibn#ayyim, &oryamin menyatakan, bukanlah sharEHah Islam jika wacanatafsir agama bersikap diskriminatif terhadap kelompok sosial tertentu.

     

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    13/17

     

    Mary Silvita

    ISLAMICA, Volume 7, Nomor 1, September 2012 56

    %enada dengan Thaha, an-&aHim menyatakan, pendapat umatIslam awal yang menolak presiden non-Muslim dapat dibenarkan.

     rgumentasinya karena sejak masa-masa pembentukan sharEHah ?danpaling tidak untuk masa seribu tahun kemudian@ belum ada konsepsihak-hak asasi manusia uni"ersal di dunia ini. %ejak abad ke-3 hingga

    abad ke-89, kata an-&aHim, adalah suatu hal yang normal di seluruhdunia untuk menentukan status dan hak-hak seseorang berdasarkanagama. +engan kata lain, boleh dikata, diskriminasi atas dasar agamaadalah norma seluruh dunia pada waktu itu.A6 1arena itu, pandanganfiQh klasik yang menolak presiden non-Muslim dapat dibenarkan olehkonteks historisnya. kan tetapi, ini tidak dimaksudkan untukmenyatakan bahwa saat ini hal tersebut masih dapat dibenarkan.Mengingat pendapat yang menolak presiden non-Muslim itudibenarkan oleh konteks historis yang ada di masa lalu, makapembenaran itu, saat ini, dipandang telah selesai, sebab kontekshistoris yang ada sekarang ini sudah tentu berbeda dengan konteks

    historis yang ada di masa lalu.A8

     %etelah dikenal konsepsi hak-hak asasiuni"ersal, kata an-&aHim, diskriminasi atas dasar agama itu melanggarpenegakan *M. 1aum absolutis yang hidup di masa kontemporer,semisal al-MawdGdE,

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    14/17

     

    Presiden Non-Muslim

    Volume 7, Nomor 1, September 2012, ISLAMICA 57

    1atolik, 6,DC *indu, pemeluk agama /udha 9,38C, pemeluk agama1onghucu 9,9BC.AB rtinya jumlah keseluruhan penduduk Muslim diIndonesia adalah sekitar 893,8 juta orang. pabila dibandingkandengan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya didunia, maka angka ini merupakan angka penduduk Muslim terbesar di

    dunia.+alam konteks Indonesia diskursus seputar presiden non-Muslimmerupakan isu yang sangat kontro"ersial dan sensitif. ntuk pertamakalinya pembahasan mengenai tema ini secara terbuka menurut MujarIbn %yarif dimulai di tahun 8994 pada seminar nasional yangdiselenggarakan oleh Rakultas %yari>ah dan *ukum I& %yarif*idayatullah ah bekerja sama dengan Rorum Mahasiswa %yari>ah se-Indonesia ?R5M%I@, /=M Rakultas dab dan *umaniora, serta'artai +amai %ejahtera ?'+%@. +alam seminar tersebut terjadiperdebatan sengit antara Rauan al-nshari ?

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    15/17

     

    Mary Silvita

    ISLAMICA, Volume 7, Nomor 1, September 2012 58

    seperti dikutip dari Ibrahim *osen karena &egara I termasuk&egara Islam ? 'âr al-Islâm  @, sebab mayoritas penduduk negara Iberagama Islam. mat Islam pun dijamin dan dilindungi hak-haknyaserta diberi kebebasan menjalankan agamanya. 'emerintah I malahikut menyebarluaskan, mengembangkan dan menyemarakkan syiar

    Islam. /ahkan mayoritas pejabat &egara I mulai presiden, gubernurdan lain-lain adalah beragama Islam.AD %yarif, dengan mengutip Ibrahim *osen, mengakui bahwa dalam

    'iagam Jn dan %unnah yang berbicara

    soal kepemimpinan non-Muslim, mayoritas ulama masih tetap teguhberpendapat, dalam kondisi normal, kaum Muslimin di negara Islam,haram hukumnya memilih presiden non-Muslim. kan tetapi, di saat

    darurat, seperti umat Islam yang sedang berada dalam ketertindasanpolitik, mereka dibolehkan memilih presiden non-Muslim. *anya adabeberapa orang intelektual Muslim yang berpendapat sebaliknya,kaum Muslimin di negara Muslim boleh memilih presiden non-Muslim, kendatipun bukan dalam kondisi darurat. %ebab saat ini,menurut mereka, ketentuan al-#ur>Jn dan %unnah yang melarangumat Islam memilih presiden non-Muslim tidak berlaku lagi.

    AD Ibid., 674-673. A7

     Ibid., 89A. 

    9 Ibid, 886. 

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    16/17

     

    Presiden Non-Muslim

    Volume 7, Nomor 1, September 2012, ISLAMICA 59

    aftar (u%ukan

    HsQalJnE ?al@, Ibn *  {ajar. 0ath   } al-6ârî )i Sharh   } S   {ah   }îh   } al-6u#hârî, Sol. 81airo: al-Maktabah al-%alafEyah, 67D4.

     ini, &oryamin. (+asar 2egitimasi %osiologis: ;agasan 'erubahanndang-ndang &o. 6 Tahun 673 dalam 1onteks 'erubahan

    %osial), Sharî1ah: 5urnal Ilmu (u#um, Sol. 3, &o. 6,

  • 8/16/2019 3-12-1-PB

    17/17

     

    Mary Silvita

    ISLAMICA, Volume 7, Nomor 1, September 2012 60

    Moosa, Ibrahim. (The +ilemma of Islamic ights %chemes), he 5ournal o$ /a3 and Religion   ?8999-8996@, dalam http:OOduke.academia.eduO=brahimMoosaO'apersO867D73OThe ) +ilemma ) of 

     ) Islamic ) ights ) %chemes, B +esember 8966.&aHim ?an@, bdullah hmad. 'e#onstru#si S%ariah, terj. hmad

    %uaedy dan miruddin rrany. 0ogyakarta: 21i%, 677.------.  (%harEHah dan Isu-isu *M), dalam Nharles 1urman ?ed.@,

    Wacana Islam /i)eral .