3 Aphasia

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 3 Aphasia

    1/6

    A P H A S I ANeuropsychology Revised Assesment

    Raisa Bellana M. 190110070029

    Putri Soonia Z. 190110070123

    Kamila Nurul A. 190110080003

    Denisa Arsanti 190110080021

    Nadira Khalida K. 190110080025

    Inggar Shabirina P 190110080028

    Feni Sarinta 190110080041

    Rika Dwi A. 190110080052

    Karina Randani 190110080054

    Sri Yunita 190110080056

    Indri Ramadia 190110080057

    Dimas Danang W.P. 190110080060

    Afrida Anindya 190110080085

    Faculty of Psychology, Padjadjaran University, Jatinangor-West Java

  • 7/22/2019 3 Aphasia

    2/6

    Psychological Sight of Aphasia

    Bahasa merupakan sesuatu yang paling kompleks dari perilaku yang ditunjukkan oleh

    manusia, karena bahasa melibatkan memori, belajar, keterampilan penerimaan pesan,

    proses, dan ekspresi. Di dalam kehidupan sehari hari, individu selalu melakukan

    interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut menggunakan kemampuan kita dalam

    bahasa. Berbicara dengan orang lain, memperoleh kata kata yang tepat untuk

    mengungkapkan sesuatu, memahami apa yang orang lain katakan, serta dalam

    membaca, menulis dan melakukan isyaratpun termasuk dalam bagian dari penggunaan

    bahasa. Ketika satu atau lebih dari penggunaan bahasa tidak lagi berfungsi dengan baik

    (yang dikarenakan oleh cedera otak), maka kondisi tersebut dinamakan afasia. Afasia, A

    (= tidak) fasia (= bicara) berarti seseorang tidak dapat lagi mengungkapkan apa yang

    dia mau. Dia tidak bisa lagi menggunakan bahasa.

    MenurutWood (1971) aphasia merupakan parsial or complete loss of ability to speakor to comprehend the spoken word due to injury, disease. Or m aldevelopment of brain.

    (Kehilangan kemampuan untuk bicara atau untuk memahami sebagaan atau

    keseluruhan dari yang diucapkan oleh orang lain, yang diakibatkan karena adanya

    gangguan pada otak). Menurut Wiig dan Semel (1984) bahwa Aphasia as involving

    those who have acquired a language disorder because of brain damage resulting in

    impairment of language comprehension formulation, and use. (Mereka yang memiliki

    gangguan pada perolehan bahasa yang disebabkan karena kerusakan otak yang

    mengakibatkan ketidakmampuan dalam memformulasikan pemahaman bahasa dan

    pengguanaan bahasa).

    Afasia berbeda dari satu orang dengan yang lain. Tingkat keparahan dan luasnya

    cakupan afasia tergantung dari lokasi dan keparahan cedera otak, kemampuan

    berbahasa sebelum afasia, dan kepribadian seseorang. Beberapa penderita afasia dapat

    mengerti bahasa dengan baik, tetapi mengalami kesulitan untuk mendapatkan kata-kata

    yang tepat atau membuat kalimat-kalimat. Penderita yang lain dapat berbicara panjang

    lebar, tetapi apa yang diucapkan susah atau tidak dapat dimengerti oleh lawan

    bicaranya. Penderita seperti ini sering mengalami masalah besar dalam memahami

    bahasa.

    Seseorang yang mempunyai kondisi seperti ini, akan mengalami frustasi. Frustasi

    tersebut berasal dari ketidakmampuan mengungkapkan dengan jelas apa yang mereka

    maksudkan atau tidak sepenuhnya mengerti apa yang dikatakan orang lain. Jika

    dianalogikan dengan kasus, ketika kita datang ke negara asing dan penguasaan bahasa

    kita ternyata kurang baik, kemungkinan komunikasi kita dengan masyarakat tersebut

    menjadi terbatas.

    Jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, keadaan frustrasi ini akan sangat

    mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Penderita afasia yang pada dasarnyasudah sulit untuk melakukan komunikasi dengan orang lain, jika ditambah dengan

  • 7/22/2019 3 Aphasia

    3/6

    frustrasi, ini akan membuat penderita menjadi tidak sehat secara psikologis. Penderita

    akan stress dan mungkin saja mengalami krisis percaya diri karena ia maupun orang

    lain di sekitarnya tidak bisa menerima keadaan penderita. Oleh karena itu, penting bagi

    lingkungan untuk dapat menerima keadaan penderita afasia dan memperlakukan

    penderita dengan sebaik mungkin guna menjaga kepercayaan diri (self confidence)mereka sebagai salah satu benteng yang tetap menjadikan kondisi psikologis penderita

    sehat. Dalam kaitannya dengan perlakuan terhadap penderita aphasia, tentulah menjadi

    sangat penting bagi civitas akademika psikologi dalam memahami etiologi penyakit ini,

    sehingga memudahkan dalam proses sosialisasi dan rehabilitasi psikologis dari

    penderita.

    Classification of Aphasia

    Selain dari banyaknya ketidaksetujuan dalam pengklasifikasian jenis-jenis dari

    penyakit Aphasia, sudah terdapat beberapa klasifikasi yang sudah digunakan oleh

    masyarakat luas. Secara garis besar, aphasia dibedakan menjadi tiga jenis; fluent

    aphasia, yang artinya adalah dimana seseorang dapat berbicara dengan lancar dan baik

    tetapi memiliki kesulitan dalam pemahaman pendengaran verbal atau dala

    mpengulangan kata, kalimat, frase yang diucapkan oleh orang lain; nonfluent aphasia,

    dimana terdapat kesulitan dalam mengartikulasi namun relative baik dalam

    pemahaman pendengaran verbal; dan pure aphasia dimana terdapat kerusakan yang

    selektif dalam membaca, menulis, atau pengenalan kata.

    Dari beberapa jenis aphasia secara garis besar, terdapat beberapa subtype yang

    terkadang biasa digunakan, yaitu :

    Wernickes AphasiaAphasia Wernicke, atau aphasia sensoris, adalah ketidakmampuan untuk mengerti

    dari suatu kata atau menyuarakannya menjadi ucapan yang utuh. Luria mengatakan

    bahwa aphasia ini memiliki tiga karakteristik atau ciri. Pertama, untuk mendengar

    dan membuat suatu suara, salah satunya harus bisa menjadi suara atau bunyi.

    Sebagai contohnya, dalam bahasa Jepang bunyi dari huruf L dan R tidak berbeda.

    Orang Jepang yang mendengar bahasa Inggris tidak dapat membedakan bunyi dari

    kedua huruf tersebut karena tidak ada cetakan huruf tersebut di dalam otak mereka.

    Meskipun perbedaan antara kedua huruf tersebut sangatlah jelas bagi orang yang

    berbicara dalam bahasa Inggris, tetapi tidak untuk orang Jepang. Contoh tersebutlah

    yang menjadi masalah dalam bahasa orang yang mengidap penyakit aphasia

    wernicke, ketidakmampuan untuk membedakan karakteristik fonem yang signifikan

    dan menggolongkan suara kedalam system fonem yang telah diketahui.

    Karakteristik yang kedua ialah terdapat kerusakan dalam berbicara. Orang yang

    menderita mungkin dapat berbicara dan mungkin berbicara banyak, namun ia

    merasa bingung dalam karakteristik fonetik, yang sering disebut sebagai word

    salad. Karakteristik yang ketiga ialah kerusakan dalam menulis. Seseorang yang

    tidak dapat mencerna karakteristik fonetik tidak bisa diharapkan untuk bisa

    menulis, karena ia tidak mengetahui bentuk huruf yang dapat disusun menjadi suatu

    kata. Transcortical Aphasia

  • 7/22/2019 3 Aphasia

    4/6

    Transcortical aphasia sering disebut juga sebagai isolation syndrome dimana

    individu dapat mengulang dan memahami kata dan nama objek tapi tidak dapat

    berbicara secara spontan, atau mereka tidak dapat memahami katakata walaupun

    mereka dapat mengulangnya. Apashia ini diduga diakibatkan oleh hilangnya area

    korteks luar bahasa tradisional. Conduction Aphasia

    Conduction aphasia adalah sebuah paradoxical deficit dimana orang dengan

    gangguan ini dapat bicara dengan mudah, mengetahui nama objek, dan memahami

    pembicaraan, tapi mereka tidak dapat mengulang kata-kata. Penejelasan tentang

    masalah ini adalah terdapat hubungan yang buruk antara perceptual word image

    dalam pariental-temporal cortex dan sistem motorik yang memproduksi kata-kata.

    Anomic AphasiaIndividu yang mengalami Anomic Aphasia atau amnesic aphasia mampu

    memahami kaliam, menghasilkan kalimat dan mengulang kalimat. Ia tidak mampuuntuk menyebutkan kata benda. Contohnya, ketika ditampilkan gambar berupa

    jangkar kapal, pasien yang menderita gangguan ini tidak dapat menyebutkan nama

    tersebut. Pasien ini menjawab saya tahu itu apa, itu yang biasa digunakan untuk

    mengikatkan kapal. Ia bisa menjelaskan namun sulit mengatakan kata benda.

    Kerusakan ini terjadi di temporal cortex. Kata benda dan kata kerja begitu berbeda.

    Kemampuan untuk menyebutkan kata benda ada di bagian otak dalam rekognisi dan

    klasifikasi sedangkat kata kerja ada dibagian otak yang berhubungan dengan

    gerakan.

    Brocas AphasiaIndividu yang menderita Brocas aphasia memiliki kesulitan dalam berbicara

    walaupun ia mampu memahami suatu kalimat. Brocas aphasia dikenal juga dengan

    motor, expressive atau noninfluent aphasia. Pasien ini berbicara lambat sekali

    dengan struktur kata yang sangat sederhana. Kata benda mampu disebutkan hanya

    ketika ia menyebutkan satu kata saja. Kata sambung, kata sifat, dan lainnya jarang

    sekali digunakan.

    Localization of Lesions in Aphasia

    Salah satu masalah dengan klasifikasi dari aphasia adalah bahwa pasien seringkalidiklasifikasi secara perilaku lalu kemudian letak lesi ditentukan (diputuskan). Kimura

    dan Watson mengklasifikasi pasien dengan cara yang berlawanan : mereka

    mengelompokkan subjek-subjek berdasarkan letak lesi secara independen dari

    karakteristik gangguan. Dalam analisis mereka, pasien aphasia dengan lesi di anterior

    atau posterior tidak berbeda dalam tes aphasia reseptif ataupun ekspresif. Pertama,

    aphasia anterior memiliki kelancaran dalam berkata-kata yang rendah yang mana

    menunjukkan karakteristik pasien dengan luka pada lobus frontal. Gejala tambahannya

    adalah aphasia anterior sungguh lemah dalam hal bunyi tunggal dalam kemampuan

    berbicara (fonem atau suku kata).

  • 7/22/2019 3 Aphasia

    5/6

    Aphasia posterior lemah pada reproduksi dari ungkapan-ungkapan populer. Aphasia

    anterior lebih baik dalam tugas ini dibandingkan tugas suku kata tunggal tadi. Kimura

    menginterpretasikan hasil ini sebagai penunjuk bahwa daerah anterior terlibat dalam

    produksi bicara di dalam level fonem-suku kata sedangkan zona posterior bersifat kritis

    untuk mediasi produksi kata dalam pembicaraan di tingkat multi suku kata. Kesimpulanpenting dari literatur mengenai lokalisasi ini ialah kita memerlukan lebih banyak lagi

    penelitian atau studi dimana pasien dikelompokkan dan dipilih berdasarkan lesi

    daripada berdasarkan gejala atau simptom.

    Right Hemisphere Contributions to Language

    Hemisfer kanan berperan besar dalam pemahaman bahasa, terutama berkaitan dengan

    unsur-unsur auditori. Sumber utama yang membuktikan hal ini adalah dampak pada

    fungsi bahasa sebagai akibat jejas di hemisfer kanan. Saat terjadi kerusakan pada

    hemisfer kanan, akan berkembang gangguan-gangguan halus terhadap kemampuanlinguistik. Termasuk di dalamnya perubahan dalam pemilihan kosakata, pemberian

    respon terhadap pernyataan kompleks dengan sintaksis yang tidak biasa, dan

    penurunan kefasihan dalam berbicara. Terdapat pula penurunan dalam pemahaman

    nada suara dan produksi nada emosi yang sama (prosody).

    Benson dan Zaidel menyimpulkan bahwa fungsi hemisfer kiri yang utama dalam

    fungsi bahasa adalah elemen sintaksis di dalam bahasa itu sendiri. Fungsi-fungsi ini

    meliputi beberapa faktor yaitu produksi, pemilihan waktu, dan keurutan dari gerakan

    yang dibutuhkan untuk berbicara dan memahami tata bahasa. Di balik semua ini, peran

    kedua hemisfer dalam aspek pemahaman bahasa yang lainnya harus lebih

    dispesifikasikan.

    Sumber :http://www.google.co.id/imgres?q=lesi+otak+aphasia&hl=id&gbv=2&biw

    http://www.google.co.id/imgres?q=lesi+otak+aphasia&hl=id&gbv=2&biwhttp://www.google.co.id/imgres?q=lesi+otak+aphasia&hl=id&gbv=2&biwhttp://www.google.co.id/imgres?q=lesi+otak+aphasia&hl=id&gbv=2&biwhttp://www.google.co.id/imgres?q=lesi+otak+aphasia&hl=id&gbv=2&biw
  • 7/22/2019 3 Aphasia

    6/6

    Assesment of Aphasia

    No. TEST Basic Reference

    Aphasia Test Batteries1. Boston Diagnostic Aphasia Test Goodglass and Kaplan, 1972

    2. Functional Communicative Profile Samo, 1969

    3. Neurosensory Center Comprehensive

    Examination For Aphasia

    Spreen and Benton, 1969

    4. Porch Index of Communicative Ability Porch, 1967

    5. Minnesota Test for Differential Diagnosis of

    Aphasia

    Schuell, 1965

    6. Wepman-Jones Language Modalities Test

    for Aphasia

    Wepman and Jones, 1961

    Aphasia Screening Tests1. Halstead-Wepman Aphasia Screening Test Halstead and Wepman, 1959

    2. Token Test De Renzi and Vignolo, 1962

    Tabel diatas merangkum berbagai tes yang paling banyak digunakan untuk

    assessment aphasia. Tes yang berada pada grup pertama dianggap sebagai batteries test.

    Karena tes tersebut menyediakan kapasitas subtes yang banyak untuk menggali

    kemampuan bahasa dari subjek secara sistematik. Macam tes yang termasuk dalam tes

    ini adalah (1) auditory and visual comprehension; (2) oral and written expression

    termasuk tes pengulangan (repetition), membaca (reading), penamaan (naming), dankelancaran (fluency); dan (3) conversational speech. Tetapi karena tes ini memiliki

    kerugian seperti membutuhkan waktu yang sangat panjang serta harus dilakukan

    pelatihan khusus untukadminister, maka tes skrining untuk aphasia pun dirancang. Dua

    yang paling terkenal adalah the Halstead-Wepman Aphasia Screening Test dan the

    token test. Karena kedua tes tersebut cukup singkat dan cenderung mudah untuk

    dilakukan maupun untuk dilakukan skoring. Walaupun model dan tes dari batteries of

    aphasia ini berguna untuk mengevaluasi dan mengklasifikasi status dari pasien, tes ini

    tidak dapat dijadikan pengganti untuk analisis eksperimental dari gangguan bahasa.

    Reference

    Kolb, Bryan , Whishaw, Ian Q. 1996. Fundamentals of Human Neuropsychology, Fourth

    Edition. New York : W. H. Freeman and Company.

    http://www.afasie.nl/aphasia/pdf/26/brochure1.pdfdiunduh pada 29 November 2011

    http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195505161981011-

    MUSYAFAK_ASSYARI/Pendidikan_ABK/APHASIA-campuran.pdfdiunduh pada 29November 2011

    http://www.afasie.nl/aphasia/pdf/26/brochure1.pdfhttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195505161981011-MUSYAFAK_ASSYARI/Pendidikan_ABK/APHASIA-campuran.pdfhttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195505161981011-MUSYAFAK_ASSYARI/Pendidikan_ABK/APHASIA-campuran.pdfhttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195505161981011-MUSYAFAK_ASSYARI/Pendidikan_ABK/APHASIA-campuran.pdfhttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195505161981011-MUSYAFAK_ASSYARI/Pendidikan_ABK/APHASIA-campuran.pdfhttp://www.afasie.nl/aphasia/pdf/26/brochure1.pdf