Upload
haphuc
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan September-November 2011
bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi
Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, dan Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah
Spirulina platensis yang diperoleh dari perusahaan di Jepara. Bahan utama lain
yaitu tepung terigu, garam, soda kue, margarin dan air. Bahan-bahan yang
digunakan untuk analisis proksimat antara lain kertas saring, kapas bebas lemak,
selenium, heksana, H2SO4, H3BO3 2%, NaOH 40%, HCl 0,1 N, akuades,
bromcherosol green 0,1%, dan methyl red 0,1%. Bahan-bahan yang digunakan
untuk uji mikrobiologi antara lain garam fisiologis, akuades, Nutrient Agar (NA)
dan Potato Dextrose Agar (PDA). Bahan-bahan yang digunakan untuk uji serat
antara lain etanol, akuades, Na2CO3 5%, reagen folin-ciocelteau 50% dan asam
galat.
Alat yang digunakan untuk pembuatan mie antara lain timbangan,
baskom dan rollpress. Alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara
lain timbangan digital, cawan porselin, gegep, desikator, oven, kompor, tanur,
pipet, bulb, labu kjeldahl, tabung sokhlet, labu lemak, desikator, buret, dan
erlenmeyer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi antara lain
timbangan digital, cawan petri, sudip, mortar, vortex, oven, inkubator, cawan
petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, erlenmeyer dan pipet volumetrik.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu 1) pembuatan mie basah
dengan fortifikasi Spirulina, 2) pemilihan formulasi terbaik, 3) penyimpanan mie
basah Spirulina terpilih. Analisis yang dilakukan antara lain analisis proksimat
(kadar air, kadar abu, protein dan lemak), pengujian organoleptik, analisis serat,
14
perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG), pengukuran aktivitas air (aw),
perhitungan TPC dan total kapang-khamir. Tahapan penelitian disajikan dalam
diagram alir pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir metode penelitian.
Bahan baku: tepung terigu, margarin, air, garam, soda kue Spirulina
Pembuatan mie basah dengan fortifikasi Spirulina (0%, 5%, 10% dan 15%)
Mie basah Spirulina
Pengujian organoleptik
Analisis proksimat: -Kadar air -Kadar abu -Protein -Lemak
Formulasi terpilih
Penyimpanan mie basah
Spirulina terpilih dan mie kontrol
pada suhu chilling (6-7°C)
selama 8 hari
Perhitungan AKG Analisis serat
Pengukuran kadar air
Pengukuran aw
Analisis TPC dan total kapang dan khamir
Pengujian organoleptik
15
3.4 Pembuatan Mie Basah Spirulina
Mie basah yang dibuat pada penelitian ini diminimalisasi penggunaan
bahan tambahan pangan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tepung terigu,
margarin, air, garam dan natrium karbonat. Adapun komposisi masing-masing
bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi mie basah (modifikasi Bogasari 2011)
Gambar 3 Diagram alir pembuatan mie basah (Bogasari 2011).
Metode yang digunakan dalam pembuatan mie basah mengacu pada
Bogasari (2011). Pembuatan mie basah dimulai dengan menimbang terigu,
kemudian pencampuran semua bahan-bahan dan aduk sampai rata. Saat adonan
menjadi kalis, proses dilanjutkan dengan pembentukan lembaran. Setelah
terbentuk lembaran, kemudian dilakukan penipisan lembaran hingga ketebalan
Komposisi Jumlah (gram) Tepung terigu 100 Margarin 10 Air 28 Garam 1 Natrium karbonat 1
Pencampuran bahan
Pengadukan
Pembentukan lembaran
Penipisan lembaran
Pemotongan lembaran
Mie basah
Tepung Terigu
16
yang diinginkan dan pemotongan lembaran. Persentase fortifikasi Spirulina yang
ditambahkan sebesar 0%, 5%, 10% dan 15% (dihitung dari bobot terigu).
Persentase tersebut ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan dengan
persentase fortifikasi 2,5%. Hasilnya menunjukkan bahwa kandungan protein
kecil, sehingga presentase dinaikkan. Penambahan Spirulina pada mie basah
dilakukan saat pencampuran adonan. Sebelum dicampur, Spirulina dilarutkan
dalam air terlebih dahulu agar homogen.
3.5 Penyimpanan Mie Basah Spirulina
Mie Spirulina terpilih disimpan pada suhu chilling, dalam lemari
pendingin dengan suhu 6-7 °C. Kontaminasi dihindari dengan cara pengemasan
mie dengan plastik mika. Penyimpanan mie dilakukan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi. Selama masa penyimpanan, dilakukan beberapa uji
antara lain uji kadar air, aktifitas air, total bakteri, total kapang-khamir serta uji
organoleptik. Pengujian dilakukan setiap dua hari sekali selama delapan hari
penyimpanan.
3.6 Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan formulasi mie Spirulina
terbaik meliputi: kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan uji
organoleptik. Mie Spirulina terpilih yang disimpan dilakukan analisis meliputi:
serat pangan, total plate count (TPC), total kapang-khamir, aktivitas air (aw), dan
uji organoleptik.
3.6.1 Analisis kadar air (AOAC 1995)
Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah
mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama
30 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit)
hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Kemudian cawan dan
sampel seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan.
Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam.
Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin
kemudian ditimbang, penimbangan diulang sampai berat konstan.
17
Perhitungan kadar air:
% kadar air = x 100 %
Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)
3.6.2 Analisis kadar abu (AOAC 1995)
Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan
suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel
sebanyak 1-2 gram yang telah dihomomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu
porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu
sekitar 105 oC sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan
ke dalam tanur pada suhu 600 oC selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan
sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam
desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya.
Perhitungan kadar abu:
% Kadar abu: x 100 %
Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 3.6.3 Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein
kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
(1) Tahap destruksi
Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung Kjeltec. Setengah butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan
ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan
ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses
destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.
18
(2) Tahap destilasi
Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan
aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan
ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.
Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer
125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom
cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh
200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer.
(3) Tahap titrasi
Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula).
Perhitungan jumlah nitrogen dalam bahan:
% Nitrogen = x 100 %
% Kadar protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)
3.6.4 Analisis kadar lemak (AOAC 1995)
Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam
labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor
tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang
pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 oC dengan menggunakan
pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan
tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke
dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada
suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya
konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak:
% Kadar lemak = x 100%
19
Keterangan: W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 3.6.5 Analisis serat pangan (dietary fiber) (Asp et al. 1983)
Analisis serat pangan dilakukan mengacu pada metode multi enzim
(Asp et al. 1983). Serat pangan terdiri atas serat pangan larut dan serat pangan
tidak larut. Analisis serat pangan diawali dengan menghaluskan sampel kemudian
dihomogenkan dan diliofilisasi. Sampel yang akan digunakan adalah sampel
dalam keadaan tanpa lemak dan air. Oleh karena itu, dilakukan ekstraksi lemak
dan pengeringan. Sampel tanpa lemak dan air ditimbang sebanyak 1 gram lalu
ditambahkan 25 ml buffer phospat dan 0,1 ml enzim thermamil. Selanjutnya
sampel dipanaskan pada suhu 80 °C selama 15 menit. Setelah dipanaskan, sampel
didinginkan dan dilakukan pengaturan pH menjadi 1,5 dengan menggunakan
HCl 4 N. Setelah dilakukan pengaturan pH, sampel ditambahkan suspensi
pankreatin dan diinkubasi dalam suhu 37 °C selama 2 jam kemudian dilakukan
pengaturan pH kembali dengan menggunakan HCl 4 N hingga diperoleh larutan
sampel dengan pH 4,5.
1) Analisis serat pangan tak larut air (Insoluble Dietary Fiber)
Analisis serat pangan tak larut air dilakukan dengan menyaring larutan
sampel pH 4,5 dengan kertas saring saring Whatman 40 hingga diperoleh filtrat
dan residu. Residu yang diperoleh kemudian dibilas dengan akuades dan dicuci
dengan 50 ml etanol 79%. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian kembali
dengan menggunakan aseton lalu dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 °C
selama 3 jam. Setelah dioven, sampel didinginkan dan ditimbang kemudian
diarangkan dan ditanur dalam suhu 550 °C. Selanjutnya sampel didinginkan dan
ditimbang lalu dilakukan perhitungan dengan rumus berikut.
( ) ( )( ) %100)100/( ×−−−−
=A
blankoDEBCggIDF
Keterangan : A = Berat sampel B = Berat kertas saring kosong C = Berat kertas saring + residu setelah dioven D = Berat cawan porselen kosong E = Cawan porselen + abu setelah ditanur
20
2) Analisis serat pangan larut air (Soluble Dietary Fiber)
Analisis serat pangan larut air dilakukan dengan penambahan 400-500 ml
etanol 95% pada filtrat yang diperoleh dari analisis serat pangan tak larut.
Selanjutnya sampel dipanaskan hingga 60 °C dalam waterbath kemudian
didiamkan selama 1 jam. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman 40
hingga diperoleh residu dan filtrat. Residu yang diperoleh kemudian dibilas
dengan akuades dan dicuci dengan 50 ml etanol 78% lalu dicuci kembali dengan
aseton. Tahap selanjutnya sampel dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 °C
selama 3 jam. Sampel didinginkan dan ditimbang kemudian diarangkan dan
ditanur dalam suhu 550 °C. Sampel yang telah dingin selanjutnya ditimbang dan
dilakukan perhitungan dengan rumus berikut.
( ) ( )( ) %100)100/( ×−−−−
=A
blankoHIFGggSDF
Keterangan : A = Berat sampel F = Berat kertas saring kosong G = Berat kertas saring + residu setelah dioven H = Berat cawan porselen kosong I = Cawan porselen + abu setelah ditanur
3.6.6 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1992)
Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri
yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan
secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah
kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat
meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan
petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.
Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi 90 ml larutan NaCl 0,85% (larutan garam
fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 ml dari
larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2.
Pengenceran dilakukan sampai diperoleh pengenceran 10-5. Setiap tabung reaksi
pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml
selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap
21
pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan
secara melingkar di atas meja supaya media Nutrient Agar merata.
Setelah Nutrient Agar membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator
selama 48 jam pada suhu 30 oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik.
Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan
jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni percawan. Nilai TPC dapat
dihitung dengan memakai rumus berikut:
Unit per ml atau gram = Jumlah koloni per cawan X 1
Faktor pengeceran
Data yang dilaporkan sebagai Standard Plate Count (SPC) harus
mengikuti syarat-syarat sebagai berikut:
1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan
kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus
dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.
2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang
dari 30 koloni pada cawan petri, hanya koloni pada pengenceran terendah
yang dihitung, hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan
faktor pengencer, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan.
3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih
dari 300 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang
dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor
pengencer.
4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah
antara 30-300, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan
terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih dari satu atau sama dengan
dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan
memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi
dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil
nilai terkecil.
5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) pengenceran, data yang diambil harus
dari kedua cawan tersebut.
22
3.6.7 Total kapang-khamir (SNI 2332.7:2009)
Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi 90 ml larutan NaCl 0,85% (larutan garam
fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 ml dari
larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah
berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2.
Pengenceran dilakukan sampai didapat pengenceran 10-5. Dari setiap tabung
reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml
selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap
pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan
secara melingkar di atas meja supaya media PDA merata.
Setelah PDA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator
selama 48 jam pada suhu 30 oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik.
Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan
jumlah koloni yang dapat diterima 10-150 koloni per cawan. Nilai total kapang
dan khamir dapat dihitung dengan memakai rumus berikut:
( ) ( )[ ] dnnC
N××+×
= ∑21 1,01
Keterangan:
N : jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g Σ C : jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d : pengenceran pertama yang dihitung 3.6.8 Pengukuran aktivitas air (aw) menggunakan aw-meter Shibaura
WA-360 Alat yang digunakan untuk mengukur aw adalah aw-meter Shibaura
WA-360. Mie diletakkan di dalam cawan sensor, kemudian cawan sensor
dimasukkan ke dalam sensor aw-meter dan ditekan tombol Start untuk memulai
pengukuran. Nilai A dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete.
Sebelum digunakan untuk mengukur mie, alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh.
3.6.9 Uji organoleptik/uji hedonik (Rahayu 2001)
Uji hedonik dilakukan untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik. Uji
hedonik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Skala yang digunakan
23
adalah skala numerik dengan 9 skala. Pengujian organoleptik ini dilakukan untuk
mendapatkan formulasi mie terbaik dan mengetahui perubahan penilaian panelis
selama penyimpanan mie. Score sheet uji organoleptik dapat dilihat pada
Lampiran 1.
3.7 Rancangan Percobaan dan Analisis Data
a) Analisis proksimat (Steel dan Torry 1993)
Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan model sebagai berikut :
Ŷij = µ + αi + εij
Keterangan : Ŷij = respon pengaruh konsentrasi pada taraf i ulangan ke-j µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh konsentrasi pada taraf ke-i εij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j i = 0 %, 5 %, 10 %, dan 15 % ( penentuan formula mie terpilih )
Hipotesis yang diuji pada pembuatan mie basah dengan penambahan
konsentrasi Spirulina adalah sebagai berikut :
H0 = Penambahan konsentrasi Spirulina yang berbeda tidak berpengaruh nyata
terhadap karakteristik mie.
H1 =Penambahan Spirulina yang berbeda berpengaruh nyata terhadap
karakteristik mie.
Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis
ragam. Pengujian lanjut Tukey dilakukan jika analisisnya berpengaruh nyata.
b) Uji organoleptik (Steel dan Torry 1993; Daniel 1990)
Analisis non-parametrik yang dilakukan dalam pengujian adalah metode
uji Kruskal-Wallis dan uji Dunn, yaitu :
a) Meranking data dari yang terkecil ke yang terbesar untuk seluruh perlakuan
dalam satu parameter.
b) Menghitung total ranking dan rataan untuk setiap perlakuan dengan formula:
24
Keterangan: n = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i T = Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi
Keterangan: Ri = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j K = Banyaknya ulangan N = Jumlah total data