12
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan September-November 2011 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah Spirulina platensis yang diperoleh dari perusahaan di Jepara. Bahan utama lain yaitu tepung terigu, garam, soda kue, margarin dan air. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain kertas saring, kapas bebas lemak, selenium, heksana, H 2 SO 4 , H 3 BO 3 2%, NaOH 40%, HCl 0,1 N, akuades, bromcherosol green 0,1%, dan methyl red 0,1%. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji mikrobiologi antara lain garam fisiologis, akuades, Nutrient Agar (NA) dan Potato Dextrose Agar (PDA). Bahan-bahan yang digunakan untuk uji serat antara lain etanol, akuades, Na 2 CO 3 5%, reagen folin-ciocelteau 50% dan asam galat. Alat yang digunakan untuk pembuatan mie antara lain timbangan, baskom dan rollpress. Alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain timbangan digital, cawan porselin, gegep, desikator, oven, kompor, tanur, pipet, bulb, labu kjeldahl, tabung sokhlet, labu lemak, desikator, buret, dan erlenmeyer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi antara lain timbangan digital, cawan petri, sudip, mortar, vortex, oven, inkubator, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, erlenmeyer dan pipet volumetrik. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu 1) pembuatan mie basah dengan fortifikasi Spirulina, 2) pemilihan formulasi terbaik, 3) penyimpanan mie basah Spirulina terpilih. Analisis yang dilakukan antara lain analisis proksimat (kadar air, kadar abu, protein dan lemak), pengujian organoleptik, analisis serat,

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

  • Upload
    haphuc

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan September-November 2011

bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi

Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, dan Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah

Spirulina platensis yang diperoleh dari perusahaan di Jepara. Bahan utama lain

yaitu tepung terigu, garam, soda kue, margarin dan air. Bahan-bahan yang

digunakan untuk analisis proksimat antara lain kertas saring, kapas bebas lemak,

selenium, heksana, H2SO4, H3BO3 2%, NaOH 40%, HCl 0,1 N, akuades,

bromcherosol green 0,1%, dan methyl red 0,1%. Bahan-bahan yang digunakan

untuk uji mikrobiologi antara lain garam fisiologis, akuades, Nutrient Agar (NA)

dan Potato Dextrose Agar (PDA). Bahan-bahan yang digunakan untuk uji serat

antara lain etanol, akuades, Na2CO3 5%, reagen folin-ciocelteau 50% dan asam

galat.

Alat yang digunakan untuk pembuatan mie antara lain timbangan,

baskom dan rollpress. Alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara

lain timbangan digital, cawan porselin, gegep, desikator, oven, kompor, tanur,

pipet, bulb, labu kjeldahl, tabung sokhlet, labu lemak, desikator, buret, dan

erlenmeyer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi antara lain

timbangan digital, cawan petri, sudip, mortar, vortex, oven, inkubator, cawan

petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, erlenmeyer dan pipet volumetrik.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu 1) pembuatan mie basah

dengan fortifikasi Spirulina, 2) pemilihan formulasi terbaik, 3) penyimpanan mie

basah Spirulina terpilih. Analisis yang dilakukan antara lain analisis proksimat

(kadar air, kadar abu, protein dan lemak), pengujian organoleptik, analisis serat,

Page 2: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

14

perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG), pengukuran aktivitas air (aw),

perhitungan TPC dan total kapang-khamir. Tahapan penelitian disajikan dalam

diagram alir pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir metode penelitian.

Bahan baku: tepung terigu, margarin, air, garam, soda kue Spirulina

Pembuatan mie basah dengan fortifikasi Spirulina (0%, 5%, 10% dan 15%)

Mie basah Spirulina

Pengujian organoleptik

Analisis proksimat: -Kadar air -Kadar abu -Protein -Lemak

Formulasi terpilih

Penyimpanan mie basah

Spirulina terpilih dan mie kontrol

pada suhu chilling (6-7°C)

selama 8 hari

Perhitungan AKG Analisis serat

Pengukuran kadar air

Pengukuran aw

Analisis TPC dan total kapang dan khamir

Pengujian organoleptik

Page 3: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

15

3.4 Pembuatan Mie Basah Spirulina

Mie basah yang dibuat pada penelitian ini diminimalisasi penggunaan

bahan tambahan pangan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain tepung terigu,

margarin, air, garam dan natrium karbonat. Adapun komposisi masing-masing

bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi mie basah (modifikasi Bogasari 2011)

Gambar 3 Diagram alir pembuatan mie basah (Bogasari 2011).

Metode yang digunakan dalam pembuatan mie basah mengacu pada

Bogasari (2011). Pembuatan mie basah dimulai dengan menimbang terigu,

kemudian pencampuran semua bahan-bahan dan aduk sampai rata. Saat adonan

menjadi kalis, proses dilanjutkan dengan pembentukan lembaran. Setelah

terbentuk lembaran, kemudian dilakukan penipisan lembaran hingga ketebalan

Komposisi Jumlah (gram) Tepung terigu 100 Margarin 10 Air 28 Garam 1 Natrium karbonat 1

Pencampuran bahan

Pengadukan

Pembentukan lembaran

Penipisan lembaran

Pemotongan lembaran

Mie basah

Tepung Terigu

Page 4: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

16

yang diinginkan dan pemotongan lembaran. Persentase fortifikasi Spirulina yang

ditambahkan sebesar 0%, 5%, 10% dan 15% (dihitung dari bobot terigu).

Persentase tersebut ditentukan berdasarkan penelitian pendahuluan dengan

persentase fortifikasi 2,5%. Hasilnya menunjukkan bahwa kandungan protein

kecil, sehingga presentase dinaikkan. Penambahan Spirulina pada mie basah

dilakukan saat pencampuran adonan. Sebelum dicampur, Spirulina dilarutkan

dalam air terlebih dahulu agar homogen.

3.5 Penyimpanan Mie Basah Spirulina

Mie Spirulina terpilih disimpan pada suhu chilling, dalam lemari

pendingin dengan suhu 6-7 °C. Kontaminasi dihindari dengan cara pengemasan

mie dengan plastik mika. Penyimpanan mie dilakukan untuk mengetahui

perubahan yang terjadi. Selama masa penyimpanan, dilakukan beberapa uji

antara lain uji kadar air, aktifitas air, total bakteri, total kapang-khamir serta uji

organoleptik. Pengujian dilakukan setiap dua hari sekali selama delapan hari

penyimpanan.

3.6 Prosedur Analisis

Analisis yang dilakukan untuk mendapatkan formulasi mie Spirulina

terbaik meliputi: kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan uji

organoleptik. Mie Spirulina terpilih yang disimpan dilakukan analisis meliputi:

serat pangan, total plate count (TPC), total kapang-khamir, aktivitas air (aw), dan

uji organoleptik.

3.6.1 Analisis kadar air (AOAC 1995)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah

mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama

30 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit)

hingga dingin dan ditimbang hingga beratnya konstan. Kemudian cawan dan

sampel seberat 1-2 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dihomogenkan.

Cawan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam.

Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan hingga dingin

kemudian ditimbang, penimbangan diulang sampai berat konstan.

Page 5: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

17

Perhitungan kadar air:

% kadar air = x 100 %

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

3.6.2 Analisis kadar abu (AOAC 1995)

Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan

suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel

sebanyak 1-2 gram yang telah dihomomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu

porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu

sekitar 105 oC sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan

ke dalam tanur pada suhu 600 oC selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan

sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam

desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya.

Perhitungan kadar abu:

% Kadar abu: x 100 %

Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram) B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram) C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 3.6.3 Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein

kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam

analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.

(1) Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam

tabung Kjeltec. Setengah butir Kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan

ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan

ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses

destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

Page 6: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

18

(2) Tahap destilasi

Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan

aquades (50 ml). Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan

ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.

Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer

125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom

cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh

200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer.

(3) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi

perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula).

Perhitungan jumlah nitrogen dalam bahan:

% Nitrogen = x 100 %

% Kadar protein = % Nitrogen x faktor konversi (6,25)

3.6.4 Analisis kadar lemak (AOAC 1995)

Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam

labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan

tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor

tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang

pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 oC dengan menggunakan

pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak

didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan

tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke

dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada

suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya

konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak:

% Kadar lemak = x 100%

Page 7: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

19

Keterangan: W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 3.6.5 Analisis serat pangan (dietary fiber) (Asp et al. 1983)

Analisis serat pangan dilakukan mengacu pada metode multi enzim

(Asp et al. 1983). Serat pangan terdiri atas serat pangan larut dan serat pangan

tidak larut. Analisis serat pangan diawali dengan menghaluskan sampel kemudian

dihomogenkan dan diliofilisasi. Sampel yang akan digunakan adalah sampel

dalam keadaan tanpa lemak dan air. Oleh karena itu, dilakukan ekstraksi lemak

dan pengeringan. Sampel tanpa lemak dan air ditimbang sebanyak 1 gram lalu

ditambahkan 25 ml buffer phospat dan 0,1 ml enzim thermamil. Selanjutnya

sampel dipanaskan pada suhu 80 °C selama 15 menit. Setelah dipanaskan, sampel

didinginkan dan dilakukan pengaturan pH menjadi 1,5 dengan menggunakan

HCl 4 N. Setelah dilakukan pengaturan pH, sampel ditambahkan suspensi

pankreatin dan diinkubasi dalam suhu 37 °C selama 2 jam kemudian dilakukan

pengaturan pH kembali dengan menggunakan HCl 4 N hingga diperoleh larutan

sampel dengan pH 4,5.

1) Analisis serat pangan tak larut air (Insoluble Dietary Fiber)

Analisis serat pangan tak larut air dilakukan dengan menyaring larutan

sampel pH 4,5 dengan kertas saring saring Whatman 40 hingga diperoleh filtrat

dan residu. Residu yang diperoleh kemudian dibilas dengan akuades dan dicuci

dengan 50 ml etanol 79%. Tahap selanjutnya dilakukan pencucian kembali

dengan menggunakan aseton lalu dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 °C

selama 3 jam. Setelah dioven, sampel didinginkan dan ditimbang kemudian

diarangkan dan ditanur dalam suhu 550 °C. Selanjutnya sampel didinginkan dan

ditimbang lalu dilakukan perhitungan dengan rumus berikut.

( ) ( )( ) %100)100/( ×−−−−

=A

blankoDEBCggIDF

Keterangan : A = Berat sampel B = Berat kertas saring kosong C = Berat kertas saring + residu setelah dioven D = Berat cawan porselen kosong E = Cawan porselen + abu setelah ditanur

Page 8: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

20

2) Analisis serat pangan larut air (Soluble Dietary Fiber)

Analisis serat pangan larut air dilakukan dengan penambahan 400-500 ml

etanol 95% pada filtrat yang diperoleh dari analisis serat pangan tak larut.

Selanjutnya sampel dipanaskan hingga 60 °C dalam waterbath kemudian

didiamkan selama 1 jam. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman 40

hingga diperoleh residu dan filtrat. Residu yang diperoleh kemudian dibilas

dengan akuades dan dicuci dengan 50 ml etanol 78% lalu dicuci kembali dengan

aseton. Tahap selanjutnya sampel dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 °C

selama 3 jam. Sampel didinginkan dan ditimbang kemudian diarangkan dan

ditanur dalam suhu 550 °C. Sampel yang telah dingin selanjutnya ditimbang dan

dilakukan perhitungan dengan rumus berikut.

( ) ( )( ) %100)100/( ×−−−−

=A

blankoHIFGggSDF

Keterangan : A = Berat sampel F = Berat kertas saring kosong G = Berat kertas saring + residu setelah dioven H = Berat cawan porselen kosong I = Cawan porselen + abu setelah ditanur

3.6.6 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1992)

Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri

yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan

secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah

kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat

meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan

petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.

Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke

dalam tabung reaksi yang berisi 90 ml larutan NaCl 0,85% (larutan garam

fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 ml dari

larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah

berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2.

Pengenceran dilakukan sampai diperoleh pengenceran 10-5. Setiap tabung reaksi

pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml

selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap

Page 9: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

21

pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan

secara melingkar di atas meja supaya media Nutrient Agar merata.

Setelah Nutrient Agar membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator

selama 48 jam pada suhu 30 oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik.

Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan

jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni percawan. Nilai TPC dapat

dihitung dengan memakai rumus berikut:

Unit per ml atau gram = Jumlah koloni per cawan X 1

Faktor pengeceran

Data yang dilaporkan sebagai Standard Plate Count (SPC) harus

mengikuti syarat-syarat sebagai berikut:

1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan

kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus

dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.

2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang

dari 30 koloni pada cawan petri, hanya koloni pada pengenceran terendah

yang dihitung, hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan

faktor pengencer, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan.

3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih

dari 300 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang

dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor

pengencer.

4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah

antara 30-300, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan

terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih dari satu atau sama dengan

dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan

memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi

dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil

nilai terkecil.

5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) pengenceran, data yang diambil harus

dari kedua cawan tersebut.

Page 10: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

22

3.6.7 Total kapang-khamir (SNI 2332.7:2009)

Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke

dalam tabung reaksi yang berisi 90 ml larutan NaCl 0,85% (larutan garam

fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 ml dari

larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah

berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2.

Pengenceran dilakukan sampai didapat pengenceran 10-5. Dari setiap tabung

reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml

selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap

pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan

secara melingkar di atas meja supaya media PDA merata.

Setelah PDA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator

selama 48 jam pada suhu 30 oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik.

Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan

jumlah koloni yang dapat diterima 10-150 koloni per cawan. Nilai total kapang

dan khamir dapat dihitung dengan memakai rumus berikut:

( ) ( )[ ] dnnC

N××+×

= ∑21 1,01

Keterangan:

N : jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g Σ C : jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung n2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung d : pengenceran pertama yang dihitung 3.6.8 Pengukuran aktivitas air (aw) menggunakan aw-meter Shibaura

WA-360 Alat yang digunakan untuk mengukur aw adalah aw-meter Shibaura

WA-360. Mie diletakkan di dalam cawan sensor, kemudian cawan sensor

dimasukkan ke dalam sensor aw-meter dan ditekan tombol Start untuk memulai

pengukuran. Nilai A dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete.

Sebelum digunakan untuk mengukur mie, alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh.

3.6.9 Uji organoleptik/uji hedonik (Rahayu 2001)

Uji hedonik dilakukan untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik. Uji

hedonik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Skala yang digunakan

Page 11: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

23

adalah skala numerik dengan 9 skala. Pengujian organoleptik ini dilakukan untuk

mendapatkan formulasi mie terbaik dan mengetahui perubahan penilaian panelis

selama penyimpanan mie. Score sheet uji organoleptik dapat dilihat pada

Lampiran 1.

3.7 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

a) Analisis proksimat (Steel dan Torry 1993)

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan model sebagai berikut :

Ŷij = µ + αi + εij

Keterangan : Ŷij = respon pengaruh konsentrasi pada taraf i ulangan ke-j µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh konsentrasi pada taraf ke-i εij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j i = 0 %, 5 %, 10 %, dan 15 % ( penentuan formula mie terpilih )

Hipotesis yang diuji pada pembuatan mie basah dengan penambahan

konsentrasi Spirulina adalah sebagai berikut :

H0 = Penambahan konsentrasi Spirulina yang berbeda tidak berpengaruh nyata

terhadap karakteristik mie.

H1 =Penambahan Spirulina yang berbeda berpengaruh nyata terhadap

karakteristik mie.

Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis

ragam. Pengujian lanjut Tukey dilakukan jika analisisnya berpengaruh nyata.

b) Uji organoleptik (Steel dan Torry 1993; Daniel 1990)

Analisis non-parametrik yang dilakukan dalam pengujian adalah metode

uji Kruskal-Wallis dan uji Dunn, yaitu :

a) Meranking data dari yang terkecil ke yang terbesar untuk seluruh perlakuan

dalam satu parameter.

b) Menghitung total ranking dan rataan untuk setiap perlakuan dengan formula:

Page 12: 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat · 3.1 Waktu dan Tempat . Penelitian ini dilakukan pada bulan -November 2011 September bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil

24

Keterangan: n = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i T = Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi

Keterangan: Ri = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j K = Banyaknya ulangan N = Jumlah total data