388_doc_1

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    BAB. I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Isu pangan menjadi penting seiring dengan semakin terbatasnya

    sumberdaya alam dan bertambahnya jumlah penduduk. Pangan adalah

    segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah

    maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

    minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,

    bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses

    penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

    Persoalan pangan selain terkait dengan pemenuhan kebutuhan sendiri,

    juga menjadi komoditas ekonomi yang cukup penting. Berbagai proses

    perbaikan telah dilakukan untuk melakukan peningkatan kualitas dan

    kuantitas pangan, terutama perbaikan sumber atau bahan dan proses

    pengolahan.

    Isu pangan juga terkait dengan industralisasi, terutama pada

    proses pengolahan makanan untuk keperluan perdagangan. Hasil dari

    pengolahan makanan, disebut sebagai makanan olahan, yang merupakan

    hasil dari pengolahan produk primer ataupun produk setengah jadi

    menjadi produk jadi pada komoditas pertanian, peternakan dan perikanan

    yang dimanfaatkan sebagai pangan untuk dikonsumsi manusia. Pangan

    olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau

    metode tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan.

    Semakin sempitnya lahan pertanian dan peternakan, karena

    pertambahan penduduk, maka langkah pada upaya pemenuhan

    kebutuhan perlu memanfaatkan sumberdaya yang selama ini kurang

    dimanfaatkan, yaitu sektor kelautan. Ikan merupakan hasil terpenting dari

    sektor kelautan dalam bidang pangan. Selama ini, sektor perikanan laut di

    Jawa Tengah lebih banyak diusahakan secara tradisional, tanpa proses

    pengolahan dalam skala industri, sehingga nilai yang dihasilkan relatif

    sedikit.

  • 2

    Pada kondisi seperti ini diperlukan solusi bagaimana melakukan

    perbaikan produk pangan berbahan ikan laut, sehingga secara kualitas

    maupun kuantitas nilainya menjadi lebih baik. Makanan olahan berbahan

    baku ikan adalah produk akhir hasil pengolahan produk primer atau

    setengah jadi pada komoditas ikan yang dimanfaatkan atau dikonsumsi

    manusia. Industri pengolahan makanan dari bahan baku ikan merupakan

    aktifitas atau proses memproduksi makanan hasil pengolahan yang

    bahan bakunya dari ikan dengan modal, sarana, teknologi dan

    persyaratan tertentu yang diperlukan oleh konsumen.

    Sebagian besar produk perikanan Jawa Tengah didominasi jenis

    ikan laut yang sebagian dijual dalam bentuk ikan. Produksi ikan laut Jawa

    Tengah sebesar 55% dari total produksi perikanan di Jawa Tengah pada

    tahun 2008. Hanya sebagian kecil ikan laut tersebut diolah menjadi produk

    makanan seperti ikan asin, pindang, ikan panggang, kerupuk, dan terasi.

    Jenis makanan ini relatif murah harganya dan banyak dikonsumsi

    masyarakat. Industri pengolahan makanan dari bahan baku ikan laut ini

    menjadi salah satu sektor yang diharapkan dapat meningkatkan

    pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan peluang bekerja, dan

    meningkatkan pendapatan. Hasil perikanan dan makanan olahan

    berbahan baku ikan merupakan komoditas yang memiliki pasar domestik

    dan ekspor cukup besar nilainya.

    Persoalannya, kebanyakan ekspor ikan Indonesia masih dalam

    bentuk bahan mentah dan sedikit yang diolah. Potensi yang besar

    tersebut saat ini hanya dimanfaatkan secara eksploitatif, ikan yang

    ditangkap kemudian langsung dijual tanpa pengolahan lebih lanjut

    sehingga nilai relatif kecil. Sesuai dengan apa yang dijelaskan di atas,

    maka proses pengolahan ikan laut menjadi berbagai jenis produk

    makanan merupakan potensi yang cukup menonjol, terutama di wilayah

    pesisir. Industri Pengolahan Ikan dapat diklasifikasikan menjadi: 1).

    Industri pengalengan ikan, 2). Industri penggaraman/pengeringan ikan, 3).

    Industri pengasapan ikan, 4). Industri pembekuan ikan, 5). Industri

  • 3

    pemindangan ikan, 6). Industri pengolahan pengawetan lainnya (tepung

    ikan, tepung udang, rumput laut, trasi, petis dan sejenisnya).

    Beberapa jenis produk industri makanan berbahan baku ikan di

    Jawa Tengah antara lain ikan kering asin/tawar, ikan pindang, ikan

    panggang/asap, terasi, petis, kerupuk dan lainnya. Ikan yang digunakan

    sebagai bahan baku industri makanan seperti ikan tenggiri untuk bahan

    campuran pembuatan krupuk. Udang ukuran kecil (rebon) digunakan

    sebagai bahan baku pembuatan terasi. Ikan layang, ikan kembung dan

    beberapa jenis ikan pelagis lainnya digunakan sebagai bahan baku ikan

    pindang. Ikan pari, ikan manyung, ikan tonggkol dan ikan cucut umumnya

    digunakan sebagai bahan baku untuk ikan panggang/asap. Kemudian

    ikan tiga waja, ikan kuniran, dan beberapa jenis ikan dasar (demersal)

    lainnya digunakan sebagai bahan baku ikan asin/tawar kering.

    Industri makanan olahan berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah

    tersebar di beberapa Kabupaten/Kota di pantai Utara dan Selatan Jawa

    Tengah. Perkembangan industri makanan olahan berbahan baku ikan

    tersebut antara lain dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku ikan laut

    yang didaratkan di tempat-tempat pendaratan ikan di setiap

    Kabupaten/Kota di pantai utara maupun pantai Selatan Jawa Tengah.

    Ketersedian bahan baku ikan di suatu lokasi industri makanan umumnya

    dipengaruhi oleh musim, ketika musim ikan (ikan banyak didaratkan di

    tempat-tempat pendaratan ikan), ikan sebagai bahan baku industri

    makanan mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan

    pada saat tidak musim ikan. Hal ini mencirikan karakteristik industri rumah

    tangga sebagaimana digambarkan oleh Tambunan (2002; 49) yang

    tradisional, tergantung musim, tanpa pengorganisasian yang baik,

    kekurangan modal, sarana dan teknologi.

    Pada saat ikan sebagai bahan baku industri makanan sukar

    didapat atau jumlahnya tidak mencukupi untuk keperluan industri di

    daerah sekitar lokasi industri, umumnya pabrik/industri makanan berbahan

    baku ikan tersebut mencari ke daerah lain yang terkadang harganya relatif

    mahal dan sulit didapat dalam jumlah yang diperlukan. Pada kondisi

  • 4

    seperti ini umumnya pengelola pabrik/industri tidak melakukan proses

    produksi. Beberapa perusahaaan/industri makanan menggunakan ikan

    sebagai bahan baku industri diperolah dari import seperti ikan

    layang/kembung di import dari Cina dengan harga yang relatif lebih murah

    dibandingkan ikan yang didaratkan di wilayah Jawa Tengah.

    Ketersediaan ikan yang dapat ditangkap sebagai bahan baku

    industri makanan dipengaruhi oleh jumlah sediaan (stok ikan) dan

    teknologi alat tangkap yang digunakan. Semakin padat stok ikan dan alat

    tangkap yang digunakan sesuai maka hasil tangkapan ikan yang dapat

    didaratkan ditempat-tempat pendaratan ikan semakin banyak.

    Sumberdaya ikan yang terdapat di laut sekitar Utara dan Selatan Jawa

    Tengah merupakan bagian dari ikan-ikan yang menjadi stok atau densitas

    ikan yang berada di perairan laut di seluruh di Indonesia.

    Untuk mengoptimalkan potensi perikanan tersebut, pemerintah

    Provinsi Jawa Tengah telah mengupayakan berbagai cara untuk

    meningkatkan produksi perikanan tangkap. Berdasarkan data statistik

    Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah (2010), total

    produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan rata-rata sebesar

    1,27% per tahun, yaitu 192.414,30 ton pada tahun 2008 menjadi

    194.861,80 ton pada tahun 2009. Namun demikian, pada sisi nilai pasar

    dan penjualan, secara umum belum mencapai peningkatan, bahkan

    cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan

    Perikanan Provinsi Jawa Tengah, diperkirakan volume ekspor hasil

    perikanan Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 6,73% yaitu

    17.794,07 ton pada tahun 2008 turun menjadi 16.596,52 pada tahun 2009.

    Penurunan tersebut disebabkan oleh pengaruh krisis global yang melanda

    di beberapa negara maju. Sedangkan konsumsi makan ikan bagi rata-rata

    penduduk Jawa Tengah mengalami peningkatan sebesar 2,40% dari

    15,83 kg/kapita/ tahun (2008) menjadi 16,21 kg/kapita/tahun (2009),

    walaupun masih rendah jika dibanding tingkat konsumsi nasional 28,67

    kg/kapita/tahun dan pola konsumsi harapan dari UNESCO 30,5

    kg/kapita/tahun.

  • 5

    Potensi perikanan selain ditingkatkan dalam upaya peningkatan

    hasil tangkapan maupun budidaya, juga perlu ditingkatkan kualitas,

    melalui proses pengolahan sehingga nilai jualnya bertambah. Potensi

    pengolahan perikanan sebagai salah satu jenis industri manufaktur di

    Jawa Tengah cukup baik, karena selain didukung oleh sumberdaya alam,

    SDM, sarpras dan teknologi juga cukup tersedia, namun perlu

    dikembangkan. Pentingnya pengembangan sektor pengolahan perikanan

    laut karena nilainya yang cukup besar dan memberikan kontribusi penting

    bagi PDRB Jawa Tengah. Saat ini, dukungan sektor perikanan dan

    pengolahan ikan masih tergolong kecil dibanding sektor lainnya dalam

    industri manufaktur. Tabel 1.1 di bawah ini menggambarkan kontribusi

    sektor perikanan dan industri manufaktur.

    Tabel 1.1 Peran sektor perikanan dan industri pengolahan secara makro dalam PDRB Jawa Tengah (%)

    No Uraian 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1. PDRB Perikanan 1,02 0,91 0,88 0,95 0,98 0,94 2. Perkembangan perikanan 124,51 134,61 156,39 187,27 225,55 232.42 3. Pertumbuhan Perikanan 11,85 8,12 16,18 19,74 20,44 3.05 4. PDRB Industri Pengolahan 32,64 33,71 32,85 32,14 33,08 31.45 5. Perkembangan Inds.

    Pengolahan 176,91 221,47 259,60 281,40 336,43 346.32

    6. Pertumbuhan Inds. Pengolahan

    12,68 25,18 17,22 8,40 19,56 2.94

    Sumber: Jawa Tengah dalam Angka 2009

    Dari tabel di atas, nampak peran industri pengolahan dalam PDRB

    cukup baik, namun sektor perikanan belum dikembangkan dengan baik.

    Sehingga diperlukan penguatan industri pengolahan di Jawa Tengah.

    Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, karena

    pengembangan potensi pengolahan ikan laut di Jawa Tengah masih

    menghadapi permasalahan baik internal maupun eksternal, serta

    kurangnya dukungan dari berbagai pihak dalam upaya mengembangkan

    industri pengolahan ikan laut tersebut.

    Saat ini di Jawa Tengah terdapat 17 daerah penghasil ikan tangkap

    di laut dengan hasil total sebesar Rp 1,103,715,212,200,- pada tahun

    2009. Beberapa daerah di sekitar pantai lebih banyak bergerak pada

    penangkapan ikan, dengan sedikit industri pengolahan ikan seperti pada

    tabel 1.2 di bahwa ini.

  • 6

    Tabel 1.2 Nilai hasil Ikan laut di Jawa Tengah tahun 2009 No Kabupaten / Kota Nilai Ikan Tangkap Laut

    1 Kabupaten Brebes 8,523,576,600 2 Kabupaten Tegal 6,678,750,000 3 Kota Tegal 144,343,723,000 4 Kabupaten Pemalang 60,158,360,000 5 Kabupaten Pekalongan 7,539,613,500 6 Kota Pekalongan 146,523,221,500 7 Kabupaten Batang 94,308,575,000 8 Kabupaten Kendal 8,953,392,000 9 Kota Semarang 649,994,680 10 Kabupaten Demak 7,329,215,000 11 Kabupaten Jepara 31,226,511,000 12 Kabupaten Pati 150,191,818,670 13 Kabupaten Rembang 205,461,297,500 14 Kabupaten Wonogiri 230,946,000 15 Kabupaten Purworejo 1,546,954,000 16 Kabupaten Kebumen 28,757,321,340 17 Kabupaten Cilacap 201,291,942,410 Jumlah 1,103,715,212,200

    Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah Tahun 2010

    Dari tabel 1.2 di atas diketahui bahwa Kabupaten Cilacap,

    Rembang, Pati, Pekalongan dan Kota Tegal merupakan wilayah

    penangkapan terbesar di Jawa Tengah. Namun tidak semua daerah

    tersebut mengolah ikan yang ditangkap, sebagian besar dijual dalam

    bentuk mentah. Sedangkan beberapa daerah selain penangkapan ada

    juga pengolahan, serta ada daerah yang lebih banyak pengolahan ikan

    dibanding penangkapan. Hal inilah yang menjadi tantangan, bagaimana

    memperbanyak pengolahan ikan untuk meningkatkan nilai ikan baik pada

    pasar nasional maupun ekspor. Jumlah yang cukup besar tersebut,

    seharusnya bisa menjadi lebih besar lagi dan mampu bersaing di pasar

    ekspor jika didukung oleh penguasaan teknik pengolahan ikan. Indonesia

    sebagai negara kepulauan memiliki potensi yang besar dalam industri

    pengolahan ikan, namun belum dikembangkan secara serius.

    Berbagai porgram bantuan dalam upaya penangkapan dan

    budidaya ikan yang terdiri dari aspek sarana dan prasarana, teknologi dan

    permodalan telah membantu peningkatan produksi dan nilai produksi

    Pada tahun 2011, nilai produksi ikan laut dalam skala kecil ,mencapai Rp.

    3,5 trilyun, sebagaimana dijelaskan tabel 1.3 di bawah ini.

  • 7

    Tabel.1.3 Produksi dan Nilai Produksi Pengolahan Ikan Laut di Jawa Tengah Tahun 2011.

    BULAN SKALA BESAR SKALA KECIL

    Produk (Kg) Nilai (Rp. 000) Produk (Kg) Nilai (Rp. 000) Januari 87,602 189,349 11,931,079 289,521,175 Februari 92,345 573,838 11,668,685 289,677,939 Maret 83,909 906,232 11,343,212 293,305,099 April 92,097 430,411 12,612,295 297,402,201 Mei 86,166 329,500 11,916,150 294,389,544 Juni 66,150 222,276 12,201,694 295,014,122 Juli 90,405 522,768 13,772,433 296,550,868 Agustus 85,401 158,852 13,830,293 296,811,752 September 93,349 21,492 14,738,249 306,102,309 Oktober 28,759 15,435 14,309,522 302,099,394 Nopember - - 11,981,920 283,987,130 Desember - - 11,375,022 263,847,035 Jumlah 806,183 3,370,153 151,680,554 3,508,708,568

    Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah 2012

    Selama ini ada beberapa teknik pengolahan yang dominan

    dilakukan di Jawa Tengah yang secara umum dapat dikelompokkan

    menjadi pengolahan ikan dan penambahan nilai ikan. Pengolahan ikan

    merupakan upaya mengawetkan ikan sebelum dijual, yaitu dengan cara

    pemindangan, asin atau kering, pengasapan dan sebagainya. Sedangkan

    penambahan nilai meliputi olahan lanjutan dari ikan seperti daging olahan

    (nugget, fillet, kaki naga), kerupuk ikan, terasi dan sebagainya.

    Sebagian besar industri pengolahan ikan tersebut berbentuk

    industri rumah tangga dan industri kecil yang sebagian besar

    menggunakan tata cara tradisional, seperti manajemen usaha, teknologi

    dan proses produksi yang sederhana dan kurang memperhatikan kualitas

    serta higienitas.

    Terdapat berbagai kendala baik dukungan pemerintah,

    permodalan, sarana prasarana, teknologi, pemasaran, serta masalah

    lingkungan yang menyertainya. Sebagian besar pengrajin olahan ikan

    masih menggunakan cara-cara dan teknologi tradisional secara turun

    temurun, sehingga kualitasnya kurang bersaing dan target pasarnya

    adalah pasar lokal. Persoalan lain yang sangat mempengaruhi industri

    olehan ikan adalah ketersediaan bahan baku. Hal ini berkaitan dengan

    musim dan masa panen ikan yang selama ini menjadi bahan baku para

    pengrajin. Ketika musim ikan jarang, maka sebagian pengrajin akan

  • 8

    berusaha mengurangi produksi serta mengambil bahan baku dari ikan

    impor.

    Sehingga masalah umum adalah menghadapi persaingan dari

    sektor industri besar dan barang-barang impor dengan teknologi yang

    lebih tinggi. Namun demikian, ada potensi di mana sampai saat ini industri

    tersebut masih bisa bertahan. Menurut Tambunan (2002;2-3), industri

    makanan dan minuman di Indonesia tetap dapat bertahan dan menikmati

    pertumbuhan meskipun mendapat saingan dari industri besar dan impor,

    karena memiliki segmentasi pasar yang berbeda. UKM memiliki

    keuntungan karena memiliki keuntungan dalam menyesuaikan diri dengan

    perubahan dan permintaan pasar, sehingga berpotensi bersaing dengan

    perusahaan besar.

    Sesuai pengalaman selama ini, survival capability dari UKM sangat

    tergantung dari tingkat fleksibiltasnya dalam melakukan penyesuaian-

    penyesuaian di segala bidang yang berkaitan dengan perubahan

    teknologi, serta penguatan SDM menjadi sangat krusial (Tambunan, 2002

    11). Menurut Tambunan (220; 21) UKM di Indonesia sangat penting

    terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. argumentasi ini

    didasarkan pada kenyataan bahwa di satu pihak jumlah angkatan kerja

    cukup besar sedangkan sektor usaha besar tidak dapat menampung

    semua pencari kerja. Tantangan yang cukup berat bagi UKM adalah

    memperbaiki aspek pekerja, organisasi, manajemen, metode atau pola

    produksi, teknologi dan tenaga kerja, produk, lokasi usaha.

    Maka, industri makanan olahan berbahan baku ikan laut di Jawa

    Tengah menghadapi persoalan antara lain: regulasi pemerintah,

    permodalan, ketersediaan bahan baku, teknologi pengolahan, sarana dan

    prasarana, tenaga kerja, serta masalah pengembangan pasar. Dalam sisi

    regulasi, pengaturan kawasan atau lokasi sentra industri makanan,

    persyaratan mutu bahan baku dan produk makanan olahan, dan tata

    niaga produk makanan olahan dari bahan baku ikan belum banyak

    diterapkan.

  • 9

    Dalam sisi modal yang diperlukan untuk pengadaan bahan baku,

    sarana, prasarana seta teknologi yang diperlukan guna menunjang

    industri makanan relatif terbatas. Dalam hal bahan baku berupa ikan laut

    yang diperlukan untuk menghasilkan produk makanan tidak tersedia

    menurut jumlah dan mutu serta kontinuitas yang diharapkan.

    Keterampilan, pengetahuan dan profesionalitas tenaga kerja dalam

    mendukung industri makanan olahan berbahan baku ikan relatif terbatas.

    Selain itu, industri makanan berbahan baku ikan juga menghadapi

    permasalahan distribusi dan penjualan, sehingga kurang mampu

    memanfaatkan potensi pasar yang besar, di dalam maupun luar negeri.

    Di sisi lain, menghadapi era globalisasi, persiangan menjadi

    semakin ketat, sehingga untuk tetap dapat bersaing diperlukan kekuatan

    dalam hal kualitas produk. Hal ini tentu sulit untuk dilakukan oleh industri

    olahan ikan yang mayoritas berbentuk UMKM tradisional. Selama ini

    penjualan ikaan di Jawa tengah 40% masih dalam bentuk ikan segar dan

    hanya 60% yangd iolah sceara sederhana. Sebesar 90% dari industri

    olahan ikan di Jawa Tengah adalah UMKM tradisional. Dengan demikian

    sangat dibutuhkan upaya pengembangan UMKM tersebut menjadi lebih

    berkualitas dan memiliki daya saing. Jika langkah tersebut tidak

    dilakukan, maka potensi ikan dan olahannya akan semakin memudar

    karena terkalahkan oleh produk dari negara lain yang lebih bekrualitas.

    Sehingga Indonesia,, termasuk jawa Tengah ahnya akan menjadi

    produsen bahan baku saja yang nilainya cukup rendah. Dengan demikian,

    penelitian ini perlu dilakukan untuk menganalisis aspek-aspek yang

    berpengaruh dalam pengembangan industri makanan olehan berbahan

    baku ikan laut tersebut.

    Berdasarkan pengamatan awal di lapangan dan data-data

    pendukung diperlohe adanya 7 aspek yang sangat mempengaruhi

    perkembangan industri olahan ikan laut di Jawa Tengah. Pertama, adalah

    aspek kebijakan. Kebijakan baik peemrintah pusat maupun pemerintah

    daerah dipandang sebagai kunci pembangunan yang menciptakan iklim

    yang mendukung pengembangan industri secara startegis. Di sisi lain, jika

  • 10

    kebijakan kurang tepat maka akan menjadi hambatan yang berdampak

    luas dan panjang terhadap kemajuan industri olahan ikan. Kebijakan

    dalam hal ini meliputi visi-misi, program, kegiatan, anggaran dan

    kelembagaan serta tsruktur tata kelola industri.

    Kedua, adalah aspek bahan baku. Bahan baku sangat menentukan

    kualitas produk olahan. Ketersediaan bahan baku yang cukup secara

    kuantitas dan kualitas yang memenuhi standar pada saat-saat tertentu

    menjadi permasalahan. Pada musim badai misalnya, ketersediaan bahan

    baku sangat kurang sheingga pengolah harus membeli ikan impor. Di sisi

    lain dalam proses penyimpannan dan perlakuan bahan baku juga kadang

    merusak kualitas ikan.

    Ketiga, aspek sarana dan prasarana. Sebagian besar UMKM

    mengahdapi permasalahan minimnya sarana dan prasarana yang

    memadai, higienis dan efisien. Keterbatasan sarana ini menjadikan

    kualitas produk olahan tidak dapat memenuhi standar mutu pangan yang

    baik sebagaiamna ditetapkan pemerintah. Akibatnya produk tidak dapat

    bersaing.

    Keempat, adalah aspek tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan

    pemeran utama dalam menjaga kualitas produk olahan. Per,asalahan

    yang dihadapi adalah keterbatasan pengetahuan tenaga kerja, budaya

    kerja yang higinienis dan efisien. Dalam sisi ketersediaan tenaga kerja

    juga kurang kontiny karena sangat jarang tenaga kerja tetap, kabanyakan

    adalah tenaga borongan yang juga merupakan tenaga borongan di sektor

    pertanian.

    Kelima, adalah aspek teknologi. Teknologi merupakan unsur

    penting dalam mengasilkan produk berkualitas dan efisiensi dalam proses

    produksi. Permasalahannya adalah teknologi UMKM sanga tertinggal dan

    kurang dapat memproduksi olahan dalam jumlah yang besar.

    Keenam, adalah sapek modal. Dalam beberapa hal permodalan

    tidak menjadi persoalan karena para pengolah hanya memproduksi sesuai

    ketersediaan modal mereka. Akan tetapi sebagai upaya pengembangan

  • 11

    untuk bersaing dengan industri maju, permodalan menjadi sangat penting

    untuk ditingkatkan.

    Ketujuh, adalah aspek pasar. Selama ini para pengolah hanya puas

    dengan pasar lokal, sehingga nilai pasar ekspor terabaikan. Oleh sebab

    itu diperlukan upaya penanganan pasar yang lebih luas agar nilai usaha

    menjadi berkembang.

    Dengan demikian, industri makanan berbahan baku ikan laut perlu

    dikembangkan sehingga menjadi pendorong perekonomian yang penting

    di Jawa Tengah, dengan mnghilangkan berbagai penghambat, mengingat

    potensi sumberdaya yang begitu besar serta pasar yang cukup luas.

    Pengolahan ikan laut perlu ditingkatkan baik untuk konsumsi dalam negeri

    maupun untuk tujuan ekspor. Oleh karena itulah perlu dijawab beberapa

    persoalan sebagaimana disampaikan di atas. Untuk menjawab hal

    tersebut diperlukan upaya komprehensif dalam berbagai bidang yang

    diawali dengan pendalaman melalui penelitian. Oleh karena itulah

    penelitian ini dilakukan untuk memberikan masukan bagi pengembangan

    industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah.

    Dengan demikian, urgensi dilakukannya penelitian ini adalah;

    1. Sangat dibutuhkan sebagai input untuk menentukan kebijakan,

    program dan strategi dalam pengembangan usaha industri makanan

    olahan berbahan baku ikan laut.

    2. Sangat dibutuhkan sebagai bahan informasi dalam hal

    mengembangkan ekonomi kerakyatan melalui pemberdayaan industri

    makanan olahan berbahan baku ikan laut.

    B. Pokok Permasalahan

    Industri makanan olahan berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah

    kurang berkembang karena menghadapi banyak persoalan maka perlu

    diselesaikan. Adapun masalah utama yang mendesak untuk segera

    diselesaikan pada Industri makanan olahan berbahan baku ikan laut di

    Jawa Tengah terseubt, adalah : regulasi pemerintah, permodalan,

    ketersediaan bahan baku, teknologi pengolahan, sarana dan prasarana,

  • 12

    tenaga kerja, serta masalah pengembangan pasar. Berdasarkan

    penjelasan tersebut, maka permasalahan yang dihadapi dalam

    mengembangkan industri makanan olahan berbahan baku ikan laut maka

    dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut : mengapa pengembangan

    potensi pengolahan ikan laut di Jawa Tengah masih menghadapi

    permasalahan baik internal maupun eksternal, serta kurangnya dukungan

    dari berbagai pihak dalam upaya mengembangkan industri pengolahan

    ikan laut ? Oleh sebab itu, maka dapat dirumuskan pertanyaan

    penelitiannya sebagai berikut:

    1. Bagaimana peran regulasi atau kebijakan pemerintah maupun

    pemerintah daerah dalam mendukung pengembangan industri

    makanan olahan berbahan baku ikan?

    2. Bagaimana ketersediaan ikan bahan penunjang sebagai bahan baku

    industri makanan ?

    3. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana dalam mengembangkan

    industri makanan berbahan baku ikan?

    4. Bagaimana kondisi tenaga kerja yang mendukung pengembangan

    industri makanan berbahan baku ikan?

    5. Bagaimana kondisi teknologi yang mendukung pengembangan

    industri makanan berbahan baku ikan?

    6. Bagaimana modal yang diperlukan dalam pengembangan industri

    makanan berbahan baku ikan ?

    7. Bagaimana kondisi pasar hasil industri makanan olahan berbahan

    baku ikan?

    C. Maksud dan Tujuan

    Sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas, maka maksud

    penelitian ini ialah:

    1. Menganalisis regulasi atau kebijakan pemerintah maupun pemerintah

    daerah dalam mendukung pengembangan industri makanan olahan

    berbahan baku ikan

  • 13

    2. Menganalisis ketersediaan ikan bahan penunjang sebagai bahan baku

    industri makanan

    3. Menganalisis kondisi sarana dan prasarana dalam mengembangkan

    industri makanan berbahan baku ikan

    4. Menganalisis tenaga kerja yang mendukung pengembangan industri

    makanan berbahan baku ikan

    5. Menganalisis teknologi yang mendukung pengembangan industri

    makanan berbahan baku ikan

    6. Menganalisis modal yang diperlukan dalam pengembangan industri

    makanan berbahan baku ikan

    7. Menganalisis pasar hasil industri makanan olahan berbahan baku ikan

    Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah tersusunnya

    dokumen masukan bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam

    menetapkan kebijakan dan memberikan fasilitasi bagi industri perikanan.

    Dengan demikian, keluaran yang menjadi tujuan penelitian ini adalah

    menyediakan hasil berupa:

    1. Data dan informasi mengenai kebijakan menyangkut kelembagaan dan

    tata kelola yang terkait dengan pengembangan industri makanan

    olahan berbahan baku ikan laut

    2. Data dan informasi ketersediaan ikan bahan penunjang sebagai bahan

    baku industri makanan olahan ikan laut

    3. Data dan informasi kondisi sarana dan prasarana dalam

    mengembangkan industri makanan berbahan baku ikan laut

    4. Data dan informasi tenaga kerja yang mendukung pengembangan

    industri makanan berbahan baku ikan laut

    5. Data dan informasi teknologi yang mendukung pengembangan industri

    makanan berbahan baku ikan laut

    6. Data dan informasi modal yang diperlukan dalam pengembangan

    industri makanan berbahan baku ikan laut

    7. Data dan informasi pasar hasil industri makanan olahan berbahan

    baku ikan laut.

  • 14

    D. Metodologi Pelaksanaan 1. Tinjauan Pustaka a. Industri

    Industri merupakan kegiatan ekonomi yang berupa pengolahan

    bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan barang jadi menjadi

    barang dengan nilai yang nilainya lebih tinggi, atau menciptakan nilai

    tambah dari bahan yang ada menjadi barang baru dengan tujuan

    memperoleh keuntungan. Industri dapat dibedakan menjadi industri

    ekstraktif yang mengolah langsung dari bahan alam, industri non-esktraktif

    dan industri jasa. Industri pengolahan ikan termasuk dalan industri

    ekstraktif, yaitu pengolahan langsung dari bahan alam.

    Berdasarkan skala usahanya, ada industri skala rumah tangga

    (mikro), kecil, menengah dan besar. Industri pengolahan ikan di Jawa

    Tengah termasuk dalam skala rumah tangga dan kecil. Menurut

    Tambunan (2002; 49-51), Industri Rumah Tangga (IRT) umumnya adalah

    usaha tradisional, tidak menerapkan sistem organisasi dan manajemen

    yang baik, tidak ada pembagian kerja dan pembukuan yang jelas, tidak

    punya tempat khusus, teknologi sederhana dan tenaga yang tidak dibayar,

    sebagian besar terdapat di perdesaan, kadang sifatnya musiman karena

    terkait dengan sektor pertanian, barang diproduksi tidak atas permintaan

    pasar. Sedangkan industri kecil lebih modern, memproduksi barang untuk

    permintaan pasar, pekerja dibayar, ada pembagian kerja, penghasilan

    pekerja relatif tinggi memakai lebh banyak tenaga kerja

    Kesulitan utama yang dihadapi industri kecil maupun IRT di

    Indonesia berdasarkan survey BPS adalah masalah kesulitan pemasaran,

    masalah finansial, SDM, Bahan Baku dan teknologi (Tambunan, 2002;

    73-80). Kesulitan pemasaran pada umumnya adalah persaingan dengan

    usaha besar dan impor di dalam negeri maupun di pasar ekspor, karena

    tidak mampu menjual pada harga pasar dan kualitas serta pelayanan

    yang kurang baik, selain itu, minimnya informasi pasar juga

    mempengaruhi UKM, serta isu-isu global yang harus diperhatikan seperti

  • 15

    masalah lingkungan hidup, hak asasi, hak buruh, pekerja anak, dengan

    standard yang tidak mampu dipoenuhi oleh UKM di Indoensia.

    Sedangkan dalam masalah finansial, terdapat masalah mobilisasi

    modal awal serta akses ke modal kerja dan finansial demi pertumbuhan

    output jangka panjang. Untuk mengakses dana perbankan UKM

    mengalami kesulitan karena jarak, persyaratan, urusan administrasi, dan

    kurangnya informasi para pelaku UKM terhadap pembiayaan.

    Kebanyakan IRT dan industri kecil menggunakan uang dari modal sendiri

    atau pinjaman teman dan kerabat dibanding dana pinjaman perbankan,

    terutama indusri makanan, minuman, dan sebagainya.

    Keterbatasan SDM dialami UKM dalam aspek entrepreneurship,

    manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design,

    quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data prosesing, teknik

    pemasaran dan penelitian pasar. Rendahnya pendidikan pekerja menjadi

    penghambat, di mana lebih dari 50% hanya berpendidikan dasar atu tidak

    tamat sekolah. Minimnya pelatihan ketrampilan, pendidikan dan kursus

    juga menjadikan lemahnya kualitas SDM.

    Masalah bahan baku berupa kelangkaan bahan atau mahalnya

    harga bahan baku yang tidak terjangkau, kualitas yang rendah serta

    kurangnya pemenuhan. Keterbatasan teknologi karena teknologi yang

    rendah menyebabkan produktifitas rendah, kualitas yang rendah,

    kuantitas yang rendah, dan kurangnya efisiensi dalam produksi sehingga

    meningkatkan biaya produksi. Terbatasnya modal investasi, keterbatasan

    informasi teknologi serta rendahnya kualitas SDM yang mampu

    mengoperasikan teknologi baru, rendahnya inovasi juga menghambat

    penguasaan teknologi, sehingga sulit bersaing di pasar global.

    Menurut Tambunan (2002; 29) faktor-faktor keunggulan kompetitif

    yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan untuk dapat bersaing di pasar

    dunia terutama adalah; penguasaan teknologi, SDM dengan kualitas

    tinggi, etos kerja, kreatifitas dan motivasi, tingkat efisiensi dan produktifitas

    yang tinggi, kualitas dan mutu barang yang dihasilkan, promosi yang luas

    dan agresif, sistem manajemen dan struktur organisasi yang baik,

  • 16

    pelayanan teknis maupun non teknis yang baik, adanya skala ekonomis

    dalam proses produksi, modal dan sarana serta prasarana yang cukup,

    jaringan bisnis dalam dan luar negeri dan proses produksi tepat waktu,

    serta jiwa entrepreneurship yang tinggi.

    b. Makanan Olahan

    Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi

    Pangan, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa pangan adalah segala sesuatu

    yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang

    tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

    konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku

    pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,

    pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

    Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan,

    menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas

    kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan. Industri rumah tangga

    pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat

    tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi

    otomatis. Pengertian pangan olahan menurut aturan tersebut di atas

    adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode

    tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Pangan olahan diwajibkan

    memenuhi standar keamanan pangan. Keamanan pangan adalah kondisi

    dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan

    cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

    merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

    Persyaratan keamanan pangan adalah standar yang harus dipenuhi

    untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena

    cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

    merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Kemanan pangan

    meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran

    pangan yang memenuhi persyaratan sanitasi Sanitasi pangan adalah

  • 17

    upaya untuk pencegahan terhadap memungkinan bertumbuh dan

    berkembang biaknya jasad renik membusuk dan patogen dalam

    makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak

    pangan dan membahayakan manusia.

    c. Pengolahan Ikan Laut (bahan Baku) Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang

    Perikanan, dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Ikan adalah segala jenis

    organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di

    dalam lingkungan perairan. Ikan laut dibagi kedalam beberapa kategori

    utama, yaitu golongan demersal, pelagik kecil, pelagik besar, anadromus,

    dan katradromus. Golongan demersal merupakan ikan yang hidup di

    lautan dalam. Pelagik baik besar maupuan kecil merupakan ikan kecil di

    permukaan atau di lapisan atas. Kemudian golongan anadromus adalah

    ikan yang hidup di air payau yang berasal dari laut seperti ikan bandeng

    dan salem. Sedangkan golongan katradromus adalah jenis ikan payau

    yang berasal dari air tawar.

    Menurut kajian yang dilakukan oleh Indroyono & Budiman

    (2003:103) bahwa produk laut Indonesia sangat potensial untuk

    dikembangkan menjadi penghasil devisa nyata, karena bahan bakunya

    lokal, modalnya rupiah namun hasilnya dollar. Persoalan yang lebih

    penting adalah upaya untuk mengolah, tidak hanya mengekspor dalam

    bentuk mentah, karena nilainya cenderung rendah. Indonesia merupakan

    negara kepulauan terbesar di dunia, di mana luas wilayah daratannya

    lebih kecil dari pada luas wilayan lautnya. Luas daratannya mencapai 1,9

    juta km2, wilayah laut sekitar 5,8 juta km2, jumlah pulaunya sebanyak

    17.508 buah dengan panjang garis pantai terpanjang kedua di dunia

    setelah Kanada yaitu 81.000 km (Dahuri, 2005).

    Dengan kondisi seperti ini, Indonesia memiliki potensi sumberdaya

    perikanan laut yang sangat besar. Hasil pengkajian stok ikan di Perairan

    Indonesia yang pernah dilaporkan Badan Riset Kelautan dan Perikanan

  • 18

    (BRKP) Departemen Kelautan dan Perikanan dan Lembaga Ilmu

    Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2001 (dalam Purwanto, 2003)

    bahwa potensi lestari (MSY) atau jumlah sumber daya ikan laut yang

    dapat ditangkap dan tidak mengganggu kelestarian di perairan Indonesia

    mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan jumlah penangkapan yang

    diperbolehkan 5,1 juta ton per tahun (80 % dari MSY), dengan potensi

    lestari ikan demersal yakni 1.370.090 ton per tahun. Kondisi tersebut

    memberikan dukungan penyediaan bahan baku yang cukup bagi industri

    pengolahan ikan.

    Pengolahan ikan sesuai Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan

    Republik Indonesia Nomor Per.19/Men/2010 Tentang Pengendalian

    Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dalam pasal 1

    dijelaskan bahwa pengolahan ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau

    perlakuan dari bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk

    konsumsi manusia. Kemudian dalam Peraturan Direktur Jenderal

    Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor: Per.09/Dj-

    P2hp/2010 Tentang Persyaratan, Tata Cara Penerbitan, Bentuk, dan

    Format Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Pasal 1 dijelaskan bahwa

    Pengolahan Ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari

    bahan baku.Pengolahan ikan wajib memenuhi persyaratan umum

    hyangiene, prosedur yang baik, sarana dan parasarana yang baik,

    pengemasan dan proses pemasaran yang memenuhi standar higienitas.

    Secara garis besar, industri pengolahan ikan laut dapat dibedakan

    menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompok pengolah ikan serta

    kelompok penambahan nilai ikan. Kelompok pengolah ikan merupakan

    upaya melakukan pengawetan ikan secara tradisional dengan hasil akhir

    masih berupa ikan, terdiri dari pemindangan, pengeringan/penggaraman,

    pengasapan/pemanggangan. Sedangkan penambahan nilai ikan

    merupakan hasil olahan turunan dari ikan baik dari daging, kulit maupun

    tulang ikan. Kelompok ini terdiri dari surimi (daging ikan giling) dan

    turunannya seperti bakso ikan, nugget ikan, otak-otak, kaki naga, kerupuk

    ikan, terasi dan olahan lainnya.

  • 19

    Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal

    PPHP melakukan pembinaan terhadap industri pengolahan ikan dengan

    mengembangkan sentra-sentra pengolahan ikan di seluruh Indonesia.

    Konsep tersebut merupakan aplikasi dari paradigm baru pengembangan

    sentra pengolahan hasil perikanan dengan arahan; 1). lokasi/kawasan

    tempat pengolahan ikan dengan sebagian besar produk olahan yang

    sama, 2). jumlah pengolah yang memenuhi persyaratan/cukup,

    3).pasokan bahan baku yang cukup dan adanya akses pasar/tujuan

    pemasaran, 4). bersedia dijadikan lokasi/kawasan sentra pengolahan, dan

    5). program pengembangan sentra tidak harus bangunan fisik, tapi dapat

    berupa bantuan bintek, peralatan dan sarana penunjang lainnya,

    Sampai dengan tahun 2012, di Jawa Tengah telah ditetapkan

    sebanyak 5 daerah Kabupaten/Kota sebagai penerima program

    pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan (PHP).\

    Tabel.1.4.Lokasi Program Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan dari Kementerian Kelautan & Perikanan di jawa Tengah sampai Tahun 2012

    No Kab/Kota Jenis Olahan Tahun

    1 Kota Tegal Fillet Ikan Laut 2006, 2007

    2 Kab. Boyolali Olahan Lele 2008, 2011

    3 Kab. Jepara Panggang Ikan Laut 2008

    4 Kab. Pati Fillet Ikan Laut 2010, 2011

    5 Kab. Demak Panggang Ikan Laut Dan Lele 2010, 2011 Sumber: DInas Kelautan dan Perikanan Prov. Jateng 2012

    Namun demikian, masih terdapat berbagai kendala dalam

    pengembangan selanjutnya, baik di 5 wilayah tersebut maupun wilayah

    lainnya. Persoalan utama adalah penyediaan lahan yang sulit dilakukan

    oleh pemerintah daerah. Selain persoalan sumberdaya tersebut, hasil

    evaluasi sementara terhadap sentra-sentra yang ada adalah belum

    optimalnya penggunaan sarana yang ada karena budaya atau kebiasaan,

    belum mampunya SDM pengelola untuk menerapkan perilaku

    bersih,belum ada jaminan dalam kontinuitas /ketersediaan bahan baku,

    serta terbatasnya akses pasar untuk produk yang dihasilkan.

  • 20

    Dalam era globalisasi ini, tentu peningkatan daya saing industri

    sangat diperlukan. Selain potensi perikanan yang besar, permintaan

    dalam negeri maupun luar negeri terhadap produk ikan sebagai sumber

    nutrisi cukup tinggi. Dengan demikian sangat disayangkan apabila potensi

    tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

    Kebutuhan mengembangkan pengolahan ikan berkaitan erat

    dengan pengembangan perekonomian daerah di Jawa Tengah. Untuk

    dapat melakukan itu, ada beberapa prasyarat yang cukup penting untuk

    dipenuhi. Untuk dapat bersaing, ada potensi keunggulan kompetitif yang

    harus dimiliki oleh setiap UKM untuk dapat bersaing di pasar dunia.

    Penguasaan teknologi, SDM dengan kualitas tinggi, etos kerja, kreatifitas

    dan motivasi, tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi, kualitas dan

    mutu barang yang dihasilkan, promosi yang luas dan agresif, sistem

    nanajemen dan struktur organisasi yang baik, pelayanan teknis maupun

    nonteknis yang baik, adanya skala ekonomis dalam proses produksi,

    modal dan sarana serta prasarana yang cukup, jaringan bisnis dalam dan

    luar negeri dan proses produksi tepat waktu, serta jiwa entrepreneurship

    yang tinggi merupakan faktor keunggulan UKM (Tambunan, 2002;29).

    Untuk menyikapi hal tersebut, UKM terutama pengolahan makanan

    berbahan baku ikan laut harus mampu menghadapi berbagai persoalan

    mendasar. Menurut studi yang dilakukan oleh BPS dalam Tambunan

    (2002; 73-80) bahwa kesulitan utama yang dihadapi industri kecil maupun

    industri rumah tangga di Indonesia (termasuk makanan olahan berbahan

    baku ikan laut) adalah masalah kesulitan pemasaran, masalah finansial,

    SDM, bahan baku dan teknologi.

    Kesulitan pemasaran yang dihadapi UKM pada umumnya adalah

    persaingan dengan usaha besar dan impor di dalam negeri maupun di

    pasar ekspor, karena tidak mampu menjual pada harga pasar dan kualitas

    serta pelayanan yang kurang baik, selain itu, minimnya informasi pasar

    juga mempengaruhi UKM, serta isu-isu global yang harus diperhatikan

    seperti masalah lingkungan hidup, hak asasi, hak buruh, pekerja anak,

    dengan standard yang tidak mampu dipenuhi oleh UKM di Indonesia,

  • 21

    serta kebijakan dumping dan sebagainya yang merugikan industri dalam

    negeri.

    Sedangkan dalam masalah finansial, terdapat masalah mobilisasi

    modal awal serta akses ke modal kerja dan finansial demi pertumbuhan

    output jangka panjang. Untuk mengakses dana perbankan UKM

    mengalami kesulitan karena jarak, persyaratan, urusan administrasi, dan

    kurangnya informasi para pelaku UKM terhadap pembiayaan.

    Kebanyakan industri kecil dan rumah tangga menggunakan uang dari

    modal sendiri dibanding dana pinjaman perbankan, terutama industri

    makanan, minuman, dan sebagainya. Keterbatasan SDM dialami UKM

    dalam aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi,

    pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi

    bisnis, akuntansi, data prosesing, teknik pemasaran dan penelitian pasar.

    Rendahnya pendidikan pekerja UKM menjadi penghambat di mana

    lebih dari 50% hanya berpendidikan dasar atau tidak tamat sekolah.

    Minimnya pelatihan ketrampilan, pendidikan dan kursus juga menjadikan

    lemahnya kualitas SDM. Masalah bahan baku berupa kelangakaan bahan

    atau mahalnya harga bahan baku yang tak terjangkau, kualitas yang

    rendah serta kurangnya pemenuhan.

    Teknologi yang rendah menyebabkan produktifitas rendah, kualitas

    yang rendah, kuantitas yang rendah, dan kurangnya efisiensi dalam

    produksi sehingga meningkatkan biaya produksi. Terbatasnya modal

    investasi, keterbatasan informasi teknologi serta rendahnya kualitas SDM

    yang mampu mengoperasikan teknologi baru, rendahnya inovasi juga

    menghambat penguasaan teknologi, sehingga sulit bersaing di pasar

    global.

    2. Definisi Konseptual Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan definisi

    konseptual sebagai berikut:

    1) Ikan Laut adalah segala jenis ikan yang ditemukan di perairan laut

    dangkal maupun dalam yang diperoleh dengan proses penangkapan

  • 22

    2) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan

    air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan

    sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk

    bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang

    digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan

    makanan atau minuman

    3) Makanan olahan, adalah merupakan hasil dari pengolahan produk

    primer ataupun produk setengah jadi menjadi produk jadi pada

    komoditas pertanian yang dimanfaatkan sebagai pangan untuk

    dikonsumsi manusia.

    4) Makanan olahan berbahan baku ikan laut adalah merupakan aktifitas

    atau proses memproduksi makanan hasil pengolahan yang bahan

    bakunya dari ikan laut dengan modal, sarana, teknologi dan

    persyaratan tertentu yang diperlukan oleh konsumen, meliputi proses

    penggaraman, pengasapan, pengeringan, pembekuan, pemindangan,

    pembuatan minyak, kecap atau teping, pembuatan kerupuk, terasi,

    petis dan jenis-jensi lainnya.

    5) Kebijakan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    adalah segala aturan formal/regulasi, kebijakan teknis, fasilitasi

    maupun pendampingan terhadap industri makanan olahan berbahan

    baku ikan laut yang dilakukan oleh pemerintan dan pemerintah daerah.

    6) Bahan baku industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    adalah segala sesuatu yang dibuuhkan sebagai bahan yang diolah,

    baik utama maupun pendukung dalam proses pengolahan, yaitu ikan,

    garam, air, tepung dan sebagainya.

    7) Sarana dan prasarana industri pengolahan makanan berbahan baku

    ikan laut adalah seluruh infrastruktur yang dibutuhkan sebagai

    pendukung terhadap berjalannya proses produksi pengolahan ikan.

    8) Teknologi industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    merupakan keseluruhan alat dan cara yang digunakan untuk mengolah

    ikan menjadi produk lainnya yang lebih baik nilainya.

  • 23

    9) Tenaga kerja industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    adalah seluruh pihak yang terlibat secara lagsung dalam proses

    pengolahan ikan, baik tingkat manajer maupun karyawan biasa.

    10) Modal industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut berupa

    uang (financial) maupun non uang yang digunakan sebagai input atau

    masukan bagi pengadaan alat dan bahan pengolahan makanan

    berbahan baku ikan laut

    11) Pasar industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut adalah

    sasaran berupa individu dan organisasi yang membutuhkan untuk

    konsumsi maupun melakukan penjualan kembali barang dan jasa

    setelah hasil pengolahan untuk mendapatkan keuntungan.

    3. Rancangan (Riset Desain)

    Sebagaimana dijelaskan di atas, penelitian ini merupakan upaya

    membangun konsep pengembangan industri makanan olahan berbahan

    baku ikan laut di Jawa Tengah dengan menganalisis berbagai hal.

    Penelitian dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya

    pengembangan industri tersebut dalam rangka meningkatkan daya saing

    di pasar nasional maupun global. Ada beberapa aspek penting yang

    diperhatikan, mulai dari kebijakan, modal, bahan baku dan sarana sampai

    pasar, dan menjadi bagian dari sebuah sistem sebagaimana digambarkan

    di bawah ini.

    Gambar 1.1. Alur Pikir Pengembangan Industri Pengolahan Makanan Berbahan Baku Ikan Laut

  • 24

    Siklus sebagaimana digambarkan dalam sistem di atas kemudian

    diterjemahkan ke dalam kerangka pemikiran penelitian yang bertujuan

    menganalisis setidaknya 7 aspek utama dalam industri pengolahan ikan,

    yaitu kebijakan, bahan baku, sarana dan prasarana, teknologi, modal,

    tenaga kerja dan pasar. Masing-masing aspek tersebut akan menjadi

    variabel dalam memahami bagaimana upaya pengembangan industri

    makanan olahan berbahan baku ikan laut tersebut dilakukan. Dengan

    demikian, dapat digambarkan bangunan kerangka variabel penelitian

    seperti gambar di bawah ini.

    Gambar 1.2 Kerangka Penelitian Pengembangan Industri Makanan Berbahan Baku Ikan Laut

    Ketujuh aspek di atas kemudian dianalisis untuk menilai kondisi saat

    ini, kendala dan prospek pengembangan ke depan.

    1) Kebijakan industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    Ada dua aspek penting dalam kebijakan, yaitu mengenai bagaimana

    kelembagaan dalam industri dan bagaimana tata kelola industri diatur.

    Sedangkan indikator kebijakan meliputi adanya regulasi atau aturan

    yang ditetapkan secara formal, dukungan dari pemerintah dan

    Bahan Baku & Penunjang

    Sarana dan Prasarana

    Produk

    Kebijakan/Regulasi, Kelembagaan dan Tata Kelola

    Pasar

    Modal

    Proses

    Tenaga Kerja

    Teknologi

  • 25

    pemerintah daerah serta fasilitasi pemerintah dan pemerintah daerah

    terhadap industri pengolahan ikan.

    2) Bahan baku industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    Bahan baku dalam hal ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu bahan baku

    utama, dalam hal ini ikan dan bahan pendukung. Bahan baku ikan,

    dilihat dari indikator berupa: Jumlah ikan yang didaratkan, jenis ikan,

    mutu ikan, waktu ikan didaratkan, asal ikan ditangkap, alat tangkap

    yang digunakan, fasilitas penyimpanan ikan di kapal, dan harga ikan

    sebagai bahan baku penunjang industri. Sedangkan bahan baku

    penunjang, dalam hal ini terdiri dari Garam, Es Balok/Curah, air bersih

    dan beberapa jenis lainnya dilihat dari indkator: Jumlah, Jenis, Harga,

    Lokasi bahan baku penunjang tersebut tersedia

    3) Sarana dan prasarana industri pengolahan makanan berbahan baku

    ikan laut

    Sarana produksi makanan olahan berbahan baku ikan laut, dalam hal

    ini berupa bangunan, peralatan, bahan lain, dan obatobatan, serta

    sanitasi lingkungan. Prasarana yang digunakan dalam makanan

    olahan, yaitu jalan, transportasi, dan penerangan. Indikator dalam

    sarana dan prasarana adalah tingkat pemenuhan bangunan, jalan,

    energi, air dan sarana penunjang lainnya.

    4) Teknologi industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    Teknologi/peralatan adalah segala macam peralatan dan metode/cara

    yang digunakan dalam keseluruhan rangkaian produksi pengolahan

    ikan laut. Teknologi menjamin adanya kontinuitas produksi,

    keseragaman kualitas, packing, labeling, dan lain-lain, Indikator

    teknologi adalah ketersediaan alat, dan cara sesuai dengan

    permintaan dan kebutuhan produksi memenuhi permintaan pasar.

    5) Tenaga kerja industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    Tenaga kerja pada sektor pengolahan ikan adalah seluruh orang, baik

    karyawan maupun manajer yang terlibat secara langsung dalam

    proses pengolahan ikan. Mata pencaharian utama mereka adalah

    pada sektor pengolahan ikan. Indikator tenaga kerja dalam hal ini ialah

  • 26

    pekerjaan utama atau lama bekerja pada pengolahan ikan, tingkat

    pendapatan dan tingkat penyerapan sektor industri pengolahan ikan

    terhadap tenaga kerja. Sedangkan secara individu meliputi kualitas

    (tingkat pendidikan, ketrampilan, kompetensi), komitmen, etos kerja

    dan motivasi.

    6) Modal industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai

    ekonomis sebagai masukan pada pendirian industri maupun proses

    pengolahan atau operasional produksi. Indikator adalah bagaimana

    kondisi permodalan, akses untuk memperoleh modal, sumber modal,

    kemudahan lembaga keuangan dalam memberikan pinjaman dan lain-

    lain. Aspek finansial sangat penting untuk diperhatikan, karena setiap

    kegiatan usaha selalu membutuhkan dana untuk menjalankan usaha

    yang meliputi permodalan, pembiayaan gaji karyawan, operasional

    lainnya, penerimaan dan analisis finansial.

    7) Pasar industri pengolahan makanan berbahan baku ikan laut

    Aspek pemasaran merupakan aspek penting dalam rangka

    menciptakan kesinambungan proses produksi (sustainability of

    production process). Terdapat 3 pertanyaan mendasar yang timbul

    dalam memasarkan (menyalurkan) produk dari produsen sampai

    kekonsumen, yaitu :

    What : Jenis produk apa yang akan disalurkan ?

    Who : Siapa yang akan menyalurkan produk tersebut ?

    How : Bagaimana cara menyalurkan jenis produk tersebut ?

    Aspek pasar dan pemasaran merupakan salah satu aspek yang

    sangat penting. Hal ini dikarenakan aspek pasar dan pemasaran

    sangat menentukan hidup matinya perusahaan atau setiap kegiatan

    usaha (Kasmir dan Jakfar, 2003).

    a). Permintaan makanan olahan ikan; untuk menghitung estimasi

    permintaan makanan olahan ikan, peneliti menggunakan data

    permintaan ikan nasional lima tahun terakhir

  • 27

    b). Penawaran makanan olahan ikan; data penawaran makanan

    olahan ikan digunakan data nasional kondisi terakhir.

    4. Lokus Kegiatan

    Subjek penelitian atau populasi dalam penelitian ini ialah pelaku

    industri atau pengrajin makanan berbahan dasar ikan laut di Jawa

    Tengah. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan dengan

    tujuan tertentu. Pertama, adalah wilayah yang menghasilkan produk ikan

    tangkap dan olahan terbsar di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Rembang.

    Kedua, adalah daerah yang disamping menghasilkan ikan tangkap laut

    juga merupakan sentra budidaya dan olahan ikan budidaya tambak,

    terutama bandeng, yaitu Kabupaten Pati. Ketiga, adalahd aerah yang

    memiliki komitmen tinggi (pimpinan daerah) dalam mengembangkan

    sektor perikanan dengan menyatakan diri sebagai daerah Minapolitan,

    meskipun pada saat yang sama terjadi penurunan produksi ikan tangkap

    yaitu Kota Pekalongan. Keempat, adalah daerah dimana potensi

    perikanan cukup tinggi akan tetapi belum terdapat upaya serius dan

    komitmen tinggi dari peemrintah daerah, yaitu Kabupaten Brebes. Kelima,

    adalah wilayah yang mewakili pantai selatan sebagai daerah penghasil

    ikan terbesar di wilayah selatan Jawa Tengah serta penghasil utama ikan

    demersal di Jawa Tengah.

    Selain itu, berdasarkan pertimbangan produk olahan ada 5 daerah

    penghasil olahan ikan di Jawa Tengah dengan kekhasan olahan unggulan

    yang berbeda-beda dibanding daerah lain, yaitu seperti tabel 1.5 bawah

    ini.

    Tabel 1.5. Daftar Sampel Penelitian dari Sentra Pemasaran Hasil Makanan Berbahan Baku Ikan Laut di Jawa Tengah Tahun 2011

    No Kabupaten / Kota Olahan Unggulan 1 Kabupaten Rembang Pindang, Kering/Asin, Terasi, Asap 2 Kabupaten Pati Pindang, Terasi, Asap, Bandeng,

    Bandeng olahan 3 Kota Pekalongan Ikan Olahan (bakso dll), Ikan Kering 4 Kabupaten Brebes Pindang, Asap, Kering 5 Kabupaten Cilacap Kering, Segar, Kerupuk

    Sumber: Data Primer, 2012

  • 28

    Responden adalah pemerintah daerah dan para pengolah ikan

    khususnya yang terdapat di Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kota

    Pekalongan, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Cilacap. Sampel

    ditentukan secara purposive, dalam pengumpulan data dengan

    memperhatikan informan dan key person di lapangan dengan

    menggunakan teknik snowball.

    Jumlah dan latar belakang sampel penelitian ini disesuaikan dengan

    kondisi lapangan dan kebutuhan penelitian. Secara umum, terkait dengan

    tema penelitian, maka informan penelitian adalah pihak yang terkait, yaitu

    instansi pemerintah daerah, pelaku usaha (penyuplai ikan, pengolah ikan,

    distributor) serta pihak-pihak terkait lainnya.

    5. Fokus Kegiatan Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis. Menurut

    Surachmad (1982), penelitian diskriptif analisis merupakan penelitian yang

    mencoba mencari serta menemukan hubungan antara data yang

    diperoleh di lapangan dengan landasan teori yang digunakan, dengan

    demikian dapat memberikan gambaran-gambaran yang konstruktif

    mengenai permasalahan yang diteliti. Menurut Arikunto (2002), penelitian

    deskriptif dilakukan untuk mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa

    dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana dan sebagainya.

    Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini,

    adalah pendekatan deduktif/kualitatif dan pendekatan induktif (Babie,

    1993:46). Pendekatan deduktif berdasarkan pada teori-teori disusun

    hipotesis yang kemudian akan diuji kebenarannya secara empirik

    berdasarkan data dan observasi yang dilakukan. Menurut Sugiyono

    (2009), metode penelitian kulitatif adalah penelitian di mana data yang

    terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Menurut Bungin (2008)

    penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis ilmiah yaitu

    seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, menangkap berbagai

    fakta dan fenomena-fenomena sosial melalui pengamatan lapangan,

  • 29

    kemudian menganalisis dan melakukan teorisasi berdasarkan apa yang

    diamati. Selanjutnya berdasarkan data dan observasi tersebut disusun

    suatu model sebagai upaya membuat generalisasi (pendekatan induktif).

    6. Bentuk Kegiatan

    Bentuk kegiatan ini ialah berupa penelitian lapangan yang

    dilengkapi dengan studi pustaka untuk menganalisis kondisi yang ada dan

    menemukan solusi persoalan tersebut. Dengan demikian, teknik

    pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu: a).Teknik observasi, b).

    Teknik wawancara (interview guide), dam c).Desk study

    Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data

    sekunder. Data primer berasal dari wawancara mendalam dan isian

    kuesionar dari para informan yang berisi tentang pendapat dan

    pemahaman mengenai industri perikanan. Data sekunder berasal dari

    dokumen terkait obyek penelitian dari berbagai sumber.

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ialah panduan

    wawancara dan daftar pertanyaan terbuka. Informan tertentu

    diwawancarai secara mendalam dan sebagian yang lain diminta mengisi

    daftar pertanyaan terbuka yang disediakan. Informasi yang didapat dari

    metode di atas diharapkan akan saling melengkapi. Metode seperti ini

    dilakukan agar data yang didapat benar-benar valid dan reliabel. Selain

    data yang didapatkan mendalam, peneliti juga dapat melakukan uji silang

    terhadap jawaban yang diberikan informan yang satu dengan informan

    lainnya agar data yang didapatkan valid dan reliabel.

    Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan trianggulasi

    sebagaimana penelitian kualitatif. Data dianalisis secara kualitatif dengan

    dilakukan analisis induktif seperti gambar dibawah ini .

  • 30

    Gambar 1.3. Alur Teknik Analisis Data

    Penelitian ini menggunakan teknik analisis yang dikembangkan oleh

    Miles dan Huberman seperti yang dikutip Sugiyono (2009). Analisis model

    Miles dan Huberman merupakan siklus dalam proses pengambilan data,

    pengolahan dan analisis yang dilakukan secara simultan sehingga data

    yang diperoleh semakin mendalam dan mampu menggambarkan kondisi

    secara lebih baik.

    Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei Okotber 2012 di Kabupaten

    Rembang, Kabupaten Pati, Kota Pekalongan, Kabupaten Brebes dan

    Kabupaten Cilacap, di Provinsi Jawa Tengah.

    Pengumpulan Data

    Sajian Data Emik dan Etik

    Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan

    Reduksi Data

  • 31

    BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN

    A. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan 1. Perkembangan Kegiatan a. Tahap Awal

    1) Persiapan Penyusunan Riset Desain (RD)/ instrumen survey (IS)

    Rapat persiapan penyusunan Riset Desain (RD) dan Instrumen Survey

    (IS) bertujuan melakukan penajaman arah dan inventarisasi dalam

    rangka penyusunan riset desain dan instrumen survey. Penysusunan

    Riset Desain dan Instrumen Survey dilakukan dengan memperhatikan

    masukan dan penajaman dalam rapat sebelumnya. Kegiatan ini

    dilaksanakan selama 25 hari, dimulai tanggal 16 Mei 9 Juni 2012 .

    kegiatan ini dilakukan oleh Tim peneliti.

    2) Rapat Pembahasan RD/IS

    Pembahasan Riset Desain dan Instrumen SUrvei dilakukan dengan

    tujuan mendapatkan masukan dari stakeholder dan pihak yang

    memiliki kompetensi agar penelitian yang akan dilakukans sesuai

    dengan kebutuhan. Kegiatan ini dilakukan tanggal 12 Juni 2012, pukul

    13.00 15.00 Wib di ruang siding badan Penelitian dan

    Pengembangan Provinsi Jawa Tengah. Peserta yang hadir sebanyak

    40 orang terdiri dari tim peneliti, narasumber, tim adminsitrasi, sertra

    undangan yang memiliki keterkaitan dan kompetensi.

    3) Pra Survey

    Pra survey dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan yang

    sesungguhnya serta melakukan uji terhadap keandalan instrument

    penelitian yang telah disusun. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 13

    Juni 2012 dengan tujuan Kota Pekalongan. Kegiatan dilakukan oleh

    tim peneliti.

    4) Rapat Persiapan Penyempurnaan RD/IS

    Kegiatan rapat persiapan penyempurnaan RD/IS dilakukan untuk

    mempersiapkan fokus penyempurnaan RD/IS yang dilakukan tanggal

  • 32

    14 dan 15 Juni 2012 dengan dihadiri oleh Tim Peneliti, Narasumber

    dan Tim Administrasi.

    5) Penyempurnaan RD/IS

    Penyempurnaan RD/IS dilakukan untuk memperbaiki RD/IS yang telah

    dibahas sesuai dengan masukan dalam pembahasan serta pra survey

    sehingga sesuai dengan kondisi lapangan. Kegiatan tersebut dilakukan

    selama 15 hari dimulai tanggal 16 30 Juni 2012 yang dilakukan oleh

    Tim Peneliti.

    6) Seminar RD/IS

    Seminar dilakukan sebagai media sosialisasi rencana kegiatan

    penelitian ini kepada para pemangku kepentingan. Kegiatan ini

    dilakukan tanggal 2 Juli 2012.

    b. Tahap Pelaksanaan 1) Pengambilan Data Lapangan

    Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan

    diskusi bersama pihak-pihak yang merupakan pelaku utama dari

    isndustri makanan olahan berbahan baku ikan laut, dengan rincian

    jadwal sebagai berikut;

    a) Kunjungan ke Kabupaten Rembang tanggal 3 - 4 Juli dan 30 - 31

    Juli 2012.

    b) Kunjungan ke Kabupaten Pati tanggal 5 - 6 Juli dan 3 - 4 Agustus

    2012

    c) Kunjungan ke Kota Pekalongan tanggal 9,-10 Juli dan 6 - 7

    Agustus 2012

    d) Kunjungan ke Kabupaten Brebes tanggal 12 Juli dan 9 - 11

    Agustus 2012

    e) Kunjungan ke Kabupaten Cilacap tanggal 17 Juli dan 12 -14

    Agustus 2012

  • 33

    2) Pengolahan Data

    Dilakukan pada bulan Agustus, setelah semua data terkumpul,

    didahului dengan screening dan input data, kemduian dilanjutkan

    dengan tabulasi. Kegiatan ini dilakukan oleh tim pengolah data.

    3) Persiapan Penyusunan Draft Laporan Akhir

    Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya dilakukan

    persiapan penyususnan draft laporan akhir pada tanggal 22 dan 23

    Agustus 2012 pukul 13.00 15.00 WIB dengan dihadiri oleh Tim

    Peneliti, Narasumber dan Tim Administrasi.

    4) Penyusunan Draft Laporan Akhir

    Penyusunan draft laporan akhir dilakukan setelah dilakukan input data

    dan pengolahan, selama 32 hari yang dimulai tanggal 24 Agustus 24

    September. Kegiatan tersebut dilakukan oleh tim peneliti.

    5) Pembahasan Draft Laporan Akhir

    Pembahasan draft laporan akhir dilakukan untuk mendapatkan koreksi

    dan masukan dari berbagai pihak terkait yang dilakukan tanggal 2

    Oktober 2012 pukul 13.00 15.00 wib di Badan Penelitian dan

    Pengembangan Provinsi Jawa Tengah. Peserta yang hadir sebanyak

    40 orang terdiri dari tim peneliti, narasumber, tim administrasi, sertra

    undangan yang memiliki keterkaitan dan kompetensi.

    6) Persiapan Penyempurnaan Laporan Akhir

    Setelah dilakukan pembahasan dan adanya masukan, maka

    dipersiapkan penyempurnaan laporan akhir yang dilakukan tanggal 3

    dan 4 Oktober 2012. dengan dihadiri oleh Tim Peneliti, Narasumber

    dan Tim Administrasi.

    7) Penyempurnaan Laporan Akhir

    Penyempurnaan draft laporan akhir yang telah dibahas sebelumnya

    dilakukan selama 16 hari yang dimulai tanggal 5 - 20 Oktober 2012.

    kegiatan tersebut dilakukan oleh tim peneliti.

    c. Tahap AKhir 1) Sosialisasi Hasil Penelitian Sebagai Masukan Kebijakan

  • 34

    Kegiatan ini bertujuan mensosialisasikan hasil penelitian kepada

    pemerintah daerah sebagai masukan kebijakan. Hasil-hasil penelitian

    dirumuskan dalam bentuk rekomendasi kebijakan kepada pemerintah

    daerah.

    2) Seminar Laporan Akhir

    Seminar laporan akhir dilakukan pada tanggal 5 - 7 Nopember 2012, di

    Jakarta sebagai media sosialisasi di tingkat pusat, sekaligus menjalin

    koordinasi implementasi kebijakan dari hasil penelitian.

    2. Kendala-Hambatan Pelaksanaan Kegiatan Kendala utama yang dihadapi dalam pelaksanaan penelitian ini

    ialah permasalahan pendanaan. Pendanaan penelitian yang tidak lancer

    menyebabkan pelaksanaan penelitian di lapangan juga terhambat.

    B. Pengelolaan Administrasi Manajerial 1. Perencanaan Anggaran

    Anggaran penelitian ini sebesar Rp. 250.000.000,-. (Dua ratus lima

    puluh juta rupiah). Perencanaan angggaran dilakukan dengan

    memperhatikan pedoman PKPP 2012 sebagaimana dikeluarkan oleh

    Kementerian Ristek. Namun ada beberapa penyesuaian sesuai kondisi

    lapangan dengan rincian dipergunakan untuk honorarium peneliti, tenaga

    administrasi, narasumber, pembantu lapangan, surveyor dan pengolah

    data sebesar mendekati angka 60% dan untuk belanja habis pakai,

    keperluan perjalanan, serta belanja lain sebesar 40%.

    2. Mekanisme Pengelolaan Anggaran

    Pengelolaan anggaran dilaksanakan sesuai dengan pedoman

    PKPP 2012. Mekanisme pengeluaran anggaran dan

    pertanggungjawabannya menggunakan kaidah anggaran berbasis kinerja

    dengan memperhatikan kesesuaian antara pengeluaran dan outputnya.

  • 35

    3. Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset

    Penelitian ini menghasilkan aset nonfisik berupa rekomendasi

    kebijakan pengembangan industri makanan olahan berbahan baku ikan

    laut yang akan disampaikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah

    Provinsi Jawa Tengah, maupun pemerintah Kabupaten/Kota dimana

    terdapat industri pengolahan ikan tersebut. Media yang digunakan dalah

    diseminasi hasil penelitian, dalam bentuk buku dan terbitan di media

    ilmiah (jurnal) serta berbentuk policy papper.

    4. Kendala Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial

    Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan administrasi

    manajerial kegiatan ini ialah mekanisme pencairan dan

    pertanggungjawaban anggaran yang cukup rumit sehingga sulit

    menyesuaikan dengan kondisi lapangan.

  • 36

    BAB III METODOLOGI PENCAPAIAN TARGET KINERJA

    A. Metode - Proses Pencapaian Target Kinerja 1. Kerangka Metode - Proses

    Kerangka metode proses industri makanan berbahan baku ikan laut

    di Jawa Tengah mencakup persyaratan industri makanan olahan sesuai

    peraturan perundangan yang berlaku di Negri ini. Peraturan Pemerintah

    Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan

    Gizi Pangan, dalam Pasal 1 menyebutkan bahwa pangan adalah segala

    sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

    yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman

    bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku

    pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,

    pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

    Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan,

    menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas

    kembali, dan/atau mengubah bentuk pangan. Industri rumah tangga

    pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat

    tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi

    otomatis. Pengertian pangan olahan menurut aturan tersebut di atas

    adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode

    tertentu, dengan atau tanpa bahan tambahan. Pangan olahan diwajibkan

    memenuhi standar keamanan pangan. Keamanan pangan adalah kondisi

    dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan

    cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

    merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.

    Persyaratan keamanan pangan adalah standar yang harus dipenuhi

    untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena

    cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

    merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Kemanan pangan

    meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran

  • 37

    pangan yang memenuhi persyaratan sanitasi Sanitasi pangan adalah

    upaya untuk pencegahan terhadap memungkinan bertumbuh dan

    berkembang biaknya jasad renik membusuk dan patogen dalam

    makanan, minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak

    pangan dan membahayakan manusia.

    Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28

    Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan tersebut di atas,

    maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan standar sarana dan

    prasarana pengolahan yang ditetapkan oleh Dinas Perikanan Provinsi

    Jawa Tengah adalah sebagai berikut :

    Persyaratan Sapras Pengolahan Ikan a. Sarana Pengolahan

    Peralatan yang dipergunakan untuk produksi dibuat berdasarkan

    perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene serta

    menjamin kelancaran proses penanganan dan pengolahan.

    b. Prasarana Pengolahan

    1) Tersedianya infrastruktur pendukung (jalan, air dan sumber listrik)

    2) Lokasi bangunan harus berada ditempat yang bebas pencemaran

    3) Konstruksi kuat dan mendukung kelancaran proses pengolahan

    dan sanitasi

    Persyaratan teknis a. Sarana Pengolahan

    1) Sesuai dengan jenis produk

    2) Terbuat dari bahan yang tidak korosif, tidak mencemari produk dan

    tidak menyerap air

    3) Permukaan kontak dengan produk harus halus, tidak bercelah,

    tidak mengelupas

    4) Mudah dibersihkan Tahan lama

    5) Tahan lama

    b. Persyaratan Gedung atau bangunan tempat pengolahan Ikan

    1) Dinding. Warna: Terang, Permukaan harus rata dan halus,

    pertemuan sudut melengkung sehingga mudah dibersihkan.

  • 38

    2) Lantai harus tahan terhadap minyak ikan, lemak, air garam/air laut,

    deterjen dan desinfektan. Warna terang, kedap air, rata tidak

    berpori dan mudah dibersihkan keramik yang tidak licin,

    kemiringan 3-5 ke arah saluran pembuangan (drainage) untuk

    menghindari terjadinya genangan air

    3) Atap harus mampu melindungi ikan yang dijual dari sinar matahari,

    hujan yang akan mengakibatkan kontaminasi, kerusakan fisik dan

    mutu

    4) Ruangan Pasar harus memiliki cahaya penerangan yang cukup

    melalui cahaya alami dan dilengkapi dengan lampu yang memadai.

    Lampu harus dilindungi pelindung untuk menghindari pecahan

    lampu

    Persyaratan Sanitasi

    a. Sirkulasi udara cukup/ventilasi minimal 20% luas ruangan

    b. Air : Tersedia air bersih yang cukup dilengkapi tandon air;

    c. Kualitas air bersih diperiksa setiap 6 bulan;

    d. Es: harus tersedia dalam keadaan curah dan yang digunakan harus

    memenuhi standar.

    e. Instalasi limbah/saluran pembuangan harus terbuat dari bahan

    yang kedap air, rata, tidak berpori, halus agar mudah untuk

    dibersihkan. Konstruksi saluran harus berbentuk U agar mudah

    dibersihkan, mengalirkan limbah/air dengan lancar.

    f. Saluran harus ditutup dengan jeruji logam dan tidak mudah karat

    g. Toilet harus tersedia cukup bagi pengunjung dan pedagang yang

    ada di pasar; harus dilengkapi dengan tempat mencuci tangan dan

    harus selalu dalam kondisi bersih.

    h. Fasilitas cuci tangan seharusnya tersedia di dekat meja display,

    dapat digunakan pembeli baik sebelum maupun sesudah memilih

    ikan

    Persyaratan peralatan pemasaran

    a. Meja: sebaiknya portable, tidak mudah dipindahkan, bahan tahan

    karat, pada ujung sisi meja sebaiknya dilengkapi dengan tempat

  • 39

    saluran air yang terhubung langsung ke saluran pembuangan.

    Setiap sisi meja seharusnya disediakan kran air bersih untuk

    pencucian dan tempat sampah yang mudah diangkat dan

    dipindahkan;

    b. Talenan dari bahan plastik/polipelin;

    c. Pisau tajam, tidak berkarat;

    d. Timbangan: bahan yang tidak mudah korosif dan mengkontaminasi

    ikan

    e. Seharusnya dalam kondisi pas dan selalu dilakukan kalibrasi

    secara rutin.

    f. Keranjang: dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak

    mengkontaminasi produk

    g. Trolly : dari bahan yang tidak mengkontaminasi produk

    h. Pakaian bersih;

    i. Memakai celemek, sepatu boot, penutup kepala, sarung tangan;

    j. Selalu mencuci tangan setelah bertransaksi;

    k. Pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6 bulan;

    l. Tidak membuang sampah sembarangan;

    m. Berhenti berjualan apabila sedang sakit;

    Persyaratan pasar ikan Persyaratan pasar ikan yang harus di lakukan seperti singkatan di

    bawah ini :

    P : Pergunakan perlengkapan diri seperti celemek, sarung tangan

    dan sepatu bot

    A : Aman dari bahan berbahaya seperti formalin dan borax

    S : Selama menjual ikan hindari merokok, meludah dan bersin

    A : Apabila sedang sakit yang dapat mencemari ikan (Flu, Diare,

    TBC) jangan berjualan

    R : Rutin membuang sampah dari los dagangan setiap hari ke

    tempat pembuangan sampah

    Persyaratan Ikan

    Persyaratan ikan yang harus di siapkan seperti singkatan di

  • 40

    bawah ini :

    I : Ingat untuk selalu menggunakan peralatan yang bersih

    K : Ketersediaan es dan air yang cukup

    A : Amankan dari hama / hewan perusak seperti serangga, tikus dan

    sebagainya

    N : Nuansa pasar yang bersih dan segar.

    b. Indikator Keberhasilan Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang

    Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang

    Perikanan, dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Ikan adalah segala jenis

    organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di

    dalam lingkungan perairan. Ikan laut dibagi kedalam beberapa kategori

    utama, yaitu golongan demersal, pelagik kecil, pelagik besar, anadromus,

    dan katradromus. Golongan demersal merupakan ikan yang hidup di

    lautan dalam. Pelagik baik besar maupuan kecil merupakan ikan kecil di

    permukaan atau di lapisan atas. Kemudian golongan anadromus adalah

    ikan yang hidup di air payau yang berasal dari laut seperti ikan bandeng

    dan salem. Sedangkan golongan katradromus adalah jenis ikan payau

    yang berasal dari air tawar.

    Indikator keberhasilan dari usaha pengembangan industri makanan

    berbahan baku ikan laut di Jawa Tengah yaitu sejauh mana permasalahan

    pengembangan yang ada sampai dengan saat ini dapat dikurangi sampai

    dihilangkan. Menurut kajian yang dilakukan oleh Indroyono & Budiman

    (2003:103) bahwa produk laut Indonesia sangat potensial untuk

    dikembangkan menjadi penghasil devisa nyata, karena bahan bakunya

    lokal, modalnya rupiah namun hasilnya dollar.

    Persoalan yang lebih penting adalah upaya untuk mengolah, tidak

    hanya mengekspor dalam bentuk mentah, karena nilainya cenderung

    rendah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, di

    mana luas wilayah daratannya lebih kecil dari pada luas wilayan lautnya.

    Luas daratannya mencapai 1,9 juta km2, wilayah laut sekitar 5,8 juta km2,

  • 41

    jumlah pulaunya sebanyak 17.508 buah dengan panjang garis pantai

    terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu 81.000 km (Dahuri, 2005).

    Dengan kondisi seperti ini, Indonesia memiliki potensi sumberdaya

    perikanan laut yang besar yang dapat dijadikan sebagaipasokan dan

    cadangan bahan baku indusrti makanan berbahan baku ikan laut. Hasil

    pengkajian stok ikan di Perairan Indonesia yang pernah dilaporkan Badan

    Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) Departemen Kelautan dan

    Perikanan dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun

    2001 (dalam Purwanto, 2003) bahwa potensi lestari (MSY) atau jumlah

    sumber daya ikan laut yang dapat ditangkap dan tidak mengganggu

    kelestarian di perairan Indonesia mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan

    jumlah penangkapan yang diperbolehkan 5,1 juta ton per tahun (80 % dari

    MSY), dengan potensi lestari ikan demersal yakni 1.370.090 ton per

    tahun. Kondisi tersebut memberikan dukungan penyediaan bahan baku

    yang cukup bagi industri pengolahan ikan.

    Pengolahan ikan sesuai Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan

    Republik Indonesia Nomor Per.19/Men/2010 Tentang Pengendalian

    Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dalam pasal 1

    dijelaskan bahwa pengolahan ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau

    perlakuan dari bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk

    konsumsi manusia. Kemudian dalam Peraturan Direktur Jenderal

    Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Nomor: Per.09/Dj-

    P2hp/2010 Tentang Persyaratan, Tata Cara Penerbitan, Bentuk, dan

    Format Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), Pasal 1 dijelaskan bahwa

    Pengolahan Ikan adalah rangkaian kegiatan dan/atau perlakuan dari

    bahan baku.Pengolahan ikan wajib memenuhi persyaratan umum

    hyangiene, prosedur yang baik, sarana dan parasarana yang baik,

    pengemasan dan proses pemasaran yang memenuhi standar higienitas.

    Secara garis besar, industri pengolahan ikan laut dapat dibedakan

    menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompok pengolah ikan serta

    kelompok penambahan nilai ikan. Kelompok pengolah ikan merupakan

    upaya melakukan pengawetan ikan secara tradisional dengan hasil akhir

  • 42

    masih berupa ikan, terdiri dari pemindangan, pengeringan/penggaraman,

    pengasapan/pemanggangan. Sedangkan penambahan nilai ikan

    merupakan hasil olahan turunan dari ikan baik dari daging, kulit maupun

    tulang ikan. Kelompok ini terdiri dari surimi (daging ikan giling) dan

    turunannya seperti bakso ikan, nugget ikan, otak-otak, kaki naga, kerupuk

    ikan, terasi dan olahan lainnya.

    Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal

    PPHP melakukan pembinaan terhadap industri pengolahan ikan dengan

    mengembangkan sentra-sentra pengolahan ikan di seluruh Indonesia.

    Konsep tersebut merupakan aplikasi dari paradigma baru pengembangan

    sentra pengolahan hasil perikanan dengan arahan; 1). lokasi/kawasan

    tempat pengolahan ikan dengan sebagian besar produk olahan yang

    sama, 2). jumlah pengolah yang memenuhi persyaratan/cukup,

    3).pasokan bahan baku yang cukup dan adanya akses pasar/tujuan

    pemasaran, 4). bersedia dijadikan lokasi/kawasan sentra pengolahan, dan

    5). program pengembangan sentra tidak harus bangunan fisik, tapi dapat

    berupa bantuan bintek, peralatan dan sarana penunjang lainnya,

    Sampai dengan tahun 2012, di Jawa Tengah telah ditetapkan

    sebanyak 5 daerah Kabupaten/Kota sebagai penerima program

    pengembangan sentra pengolahan hasil perikanan (PHP).

    Tabel.3.1. Lokasi Program Pengembangan Sentra Pengolahan Hasil Perikanan dari Kementerian Kelautan & Perikanan di jawa Tengah sampai Tahun 2012

    No Kab/Kota Jenis Olahan Tahun

    1 Kota Tegal Fillet Ikan Laut 2006, 2007

    2 Kab. Boyolali Olahan Lele 2008, 2011

    3 Kab. Jepara Panggang Ikan Laut 2008

    4 Kab. Pati Fillet Ikan Laut 2010, 2011

    5 Kab. Demak Panggang Ikan Laut Dan Lele 2010, 2011 Sumber: DInas Kelautan dan Perikanan Prov. Jateng 2012

    Namun demikian, masih terdapat berbagai kendala dalam

    pengembangan selanjutnya, baik di 5 wilayah tersebut maupun wilayah

    lainnya. Persoalan utama adalah penyediaan lahan yang sulit dilakukan

  • 43

    oleh pemerintah daerah. Selain persoalan sumberdaya tersebut, hasil

    evaluasi sementara terhadap sentra-sentra yang ada adalah belum

    optimalnya penggunaan sarana yang ada karena budaya atau kebiasaan,

    belum mampunya SDM pengelola untuk menerapkan perilaku bersih,

    belum ada jaminan dalam kontinuitas /ketersediaan bahan baku, serta

    terbatasnya akses pasar untuk produk yang dihasilkan.

    Dalam era globalisasi ini, tentu peningkatan daya saing industri

    sangat diperlukan. Selain potensi perikanan yang besar, permintaan

    dalam negeri maupun luar negeri terhadap produk ikan sebagai sumber

    nutrisi cukup tinggi. Dengan demikian sangat disayangkan apabila potensi

    tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.

    Kebutuhan mengembangkan pengolahan ikan berkaitan erat

    dengan pengembangan perekonomian daerah di Jawa Tengah. Untuk

    dapat melakukan itu, ada beberapa prasyarat yang cukup penting untuk

    dipenuhi. Untuk dapat bersaing, ada potensi keunggulan kompetitif yang

    harus dimiliki oleh setiap UKM untuk dapat bersaing di pasar dunia.

    Penguasaan teknologi, SDM dengan kualitas tinggi, etos kerja, kreatifitas

    dan motivasi, tingkat efisiensi dan produktifitas yang tinggi, kualitas dan

    mutu barang yang dihasilkan, promosi yang luas dan agresif, sistem

    nanajemen dan struktur organisasi yang baik, pelayanan teknis maupun

    nonteknis yang baik, adanya skala ekonomis dalam proses produksi,

    modal dan sarana serta prasarana yang cukup, jaringan bisnis dalam dan

    luar negeri dan proses produksi tepat waktu, serta jiwa entrepreneurship

    yang tinggi merupakan faktor keunggulan UKM (Tambunan, 2002;29).

    Untuk menyikapi hal tersebut, UKM terutama pengolahan makanan

    berbahan baku ikan laut harus mampu menghadapi berbagai persoalan

    mendasar. Menurut studi yang dilakukan oleh BPS dalam Tambunan

    (2002; 73-80) bahwa kesulitan utama yang dihadapi industri kecil maupun

    industri rumah tangga di Indonesia (termasuk makanan olahan berbahan

    baku ikan laut) adalah masalah kesulitan pemasaran, masalah finansial,

    SDM, bahan baku dan teknologi.

  • 44

    Kesulitan pemasaran yang dihadapi UKM pada umumnya adalah

    persaingan dengan usaha besar dan impor di dalam negeri maupun di

    pasar ekspor, karena tidak mampu menjual pada harga pasar dan kualitas

    serta pelayanan yang kurang baik, selain itu, minimnya informasi pasar

    juga mempengaruhi UKM, serta isu-isu global yang harus diperhatikan

    seperti masalah lingkungan hidup, hak asasi, hak buruh, pekerja anak,

    dengan standard yang tidak mampu dipenuhi oleh UKM di Indonesia,

    serta kebijakan dumping dan sebagainya yang merugikan industri dalam

    negeri.

    Sedangkan dalam masalah finansial, terdapat masalah mobilisasi

    modal awal serta akses ke modal kerja dan finansial demi pertumbuhan

    output jangka panjang. Untuk mengakses dana perbankan UKM

    mengalami kesulitan karena jarak, persyaratan, urusan administrasi, dan

    kurangnya informasi para pelaku UKM terhadap pembiayaan.

    Kebanyakan industri kecil dan rumah tangga menggunakan uang dari

    modal sendiri dibanding dana pinjaman perbankan, terutama industri

    makanan, minuman, dan sebagainya. Keterbatasan SDM dialami UKM

    dalam aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi,

    pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi

    bisnis, akuntansi, data prosesing, teknik pemasaran dan penelitian pasar.

    Rendahnya pendidikan pekerja UKM menjadi penghambat di mana

    lebih dari 50% hanya berpendidikan dasar atau tidak tamat sekolah.

    Minimnya pelatihan ketrampilan, pendidikan dan kursus juga menjadikan

    lemahnya kualitas SDM. Masalah bahan baku berupa kelangakaan bahan

    atau mahalnya harga bahan baku yang tak terjangkau, kualitas yang

    rendah serta kurangnya pemenuhan.

    Teknologi yang rendah menyebabkan produktifitas rendah, kualitas

    yang rendah, kuantitas yang rendah, dan kurangnya efisiensi dalam

    produksi sehingga meningkatkan biaya produksi. Terbatasnya modal

    investasi, keterbatasan informasi teknologi serta rendahnya kualitas SDM

    yang mampu mengoperasikan teknologi baru, rendahnya inovasi juga

  • 45

    menghambat penguasaan teknologi, sehingga sulit bersaing di pasar

    global.

    Selain persoalan-persoalan di atas, ada beberapa isu strategis

    yang menjadi sorotan Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah saat ini,

    yaitu masalah dalam hal :

    1. Jaminan Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Lemah

    a. Kapasitas Otoritas Kompeten (Pusat dan Daerah)

    b. Regulasi tidak mutakhir dan tidak komprehensif

    c. Tidak semua pelaku sadar mutu dan keamanan pangan

    d. Nelayan/pembudidaya/UMKM pengolahan kesulitan menerapkan

    standar

    2. Susut Hasil Masih Tinggi (27,8 %)

    a. Rendahnya apresiasi terhadap mutu

    b. Kurangnya pengetahuan pelaku (termasuk petugas) akan

    penerapan sistem rantai dingin

    c. Terbatasnya sarana prasarana (terutama pabrik es, air bersih)

    sistem rantai dingin

    3. Utilitas Industri Rendah (

  • 46

    Perhitungan angka konsumsi belum tepat konsumsi sebenarnya

    tidak diketahui

    a. Rendah dan tidak merata

    b. Intensitas promosi rendah

    Disampng kendala internal di atas, terdapat faktor ektsernal yang

    sangat berpengaruh, yaitu:

    1. Meningkatnya persyaratan dan standar internasional;

    2. Persaingan ketat (ancaman negara pesaing: Vietnam, Thailand dan

    Malaysia);

    3. Pasar cenderung tetap (UE, Jepang, USA), pasar baru kurang dijajaki;

    4. Hambatan tarif dan kecenderungan FTA.

    Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan definisi

    konseptual sebagai landasan untuk menentukn indikator keberhasilan

    yang menjadi target point yang harus dipenuhi dalam upaya

    mengembangan industri makanan berbahan baku ikan laut, definisi

    konseptual sebagai ber