Upload
lynguyet
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
3RD SCIENCE PROJECT AWARS 2017
OPTIMALISASI LIMBAH SANDAL JEPIT SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN HIDROPONIK RAKIT APUNG
(FLOATING SYSTEM)
The “Science-craft” of Environmental Treatment and Renewable Resources
(Bidang Pengolahan Limbah)
DISUSUN OLEH
1. ADILA JOYA PUSPITA 7088 KELAS XI IPA 3
2. STEFANIE CAHYANINGSIH S 7257 KELAS XI IPA 7
3. AXEL NICHOLAS TANZAQ 7199 KELAS XI IPA 6
SMA NEGERI 3 KLATEN
KLATEN
2017
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Karya Tulis : Optimalisasi Limbah Sandal Jepit Sebagai Bahan
Pembuatan Hidroponik Rakit Apung (Floating
System)
2. Data diri ketua tim :
a. Nama lengkap : Adila Joya Puspita
b. NIS : 7088
c. Sekolah : SMA Negeri 3 Klaten
3. Anggota Tim / Penulis:
a. Nama Anggota 1: Stefanie Cahyaningsih Sindiawati
b. Nama Anggota 2: Axel Nicholas Tanzaq
4. Guru pembimbing
a. Nama lengkap dan gelar : Tri Harjanto, S.Si.
b. NIP : -
c. Sekolah : SMA Negeri 3 Klaten
d. No. HP : 085229081979
e. Alamat Rumah : Tegalsari RT.01/03, Dukuh, Delanggu, Klaten
f. Email : [email protected]
Klaten, September 2017
Menyetujui, Guru Pembimbing
Ketua Kelompok
Tri Harjanto, S.Si
NIP. -
Adila Joya Puspita NIS. 7088
Kepala Sekolah
Suharja,S.Pd.,M.Si NIP. 19710611 199412 1 001
ii
LEMBAR ORISINALITAS SCIENCE PROJECT AWARDS
Judul Makalah : Optimalisasi Limbah Sandal Jepit Sebagai Bahan Pembuatan
Hidroponik Rakit Apung (Floating System)
Nama Ketua
Nama Anggota
: Adila Joya Puspita
: 1. Stefanie Cahyaningsih Sindiawati
2. Axel Nicholas Tanzaq
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah dengan judul di
atas benar merupakan karya orisinal yang dibuat oleh penulis dan belum pernah
dipublikasikan dan / atau dilombakan di luar kegiatan “Science Project Awards” yang
diselenggarakan oleh HIMATIKA FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya, apabila di kemudian hari
terbukti terdapat pelanggaran di dalamnya, maka kami siap untuk didiskualifikasi dari
kompetisi ini sebagai bentuk pertanggungjawaban kami.
Klaten, September 2017
Menyetujui, Ketua Tim,
Guru Pembimbing,
Materai
Rp6.000,00
(Tri Harjanto, S.Si.)
NIP. -
(Adila Joya Puspita)
NIS. 7088
.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan semua rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka
pelaksanaan Lomba Karya Ilmiah Science Project Awards Tahun 2017 Se-Jawa
Tengah, DIY dan Jawa Timur.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Himpunan Mahasiswa Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan
untuk menyalurkan ide dan gagasan yang ada pada diri penyusun.
2. Kepala SMA Negeri 3 Klaten Bapak Suharja, S.Pd., M.Si. yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun dan menyelesaikan
makalah ini dengan fasilitas yang telah disediakan.
3. Bapak Tri Harjanto, S.Si selaku pembimbing karya ilmiah yang telah
membimbing pembuatan karya dan penyusunan naskah dari awal sampai akhir
4. Orang tua dan teman-teman atas dukungan dalam pembuatan instalasi
hidroponik rakit apung sampai pembuatan makalah.
Kami yakin dalam penyusunan karya ilmiah ini masih banyak kekurangannya
dan masih jauh seperti yang diharapkan, oleh karena itu atas segala kekurangan
tersebut kami selalu mengharapkan kritik dan saran dari pihak manapun, demi
tercapainya hasil yang lebih baik di masa-masa mendatang. Semoga ide dan gagasan
dalam karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Klaten, September 2017
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ v
ABSTRAK............................................................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
D. Manfaat ............................................................................................................................ 2
BAB II. KAJIAN TEORI ...................................................................................................... 3
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................................. 11
A.Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................... 11
B. Alat dan Bahan.............................................................................................................. 11
C. Prosedur Kerja .............................................................................................................. 12
D. Metode Penelitian ........................................................................................................ 13
BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................................................. 14
BAB V. PENUTUP .............................................................................................................. 20
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 21
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 22
v
ABSTRAK
Pada dasarnya, ada berbagai jenis teknik tanam yang menggunakan sistem
hidroponik. Namun, secara spesifik, ada sebuah teknik tanam yang sangat mudah
untuk diterapkan dan memakan biaya yang murah yaitu hidroponik rakit apung.
Teknik hidroponik rakit apung atau deep water culture (DWC) atau floating system,
dengan teknik ini tanaman akan tumbuh pada genangan air yang bernutrisi. Bahan
untuk mengapung tanaman pada sistem ini menggunakan limbah spon sandal jepit,
karena pada bagian spon ini jarang dimanfaatkan oleh pemulung. Pada teknik ini,
spon sandal jepit dimanfaatkan sebagai pengganti lembaran stereform yang biasa
dipakai pada sistem rakit apung. Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah
mengetahui cara pembuatan hidroponik rakit apung dengan memanfaatkan limbah
spon sandal jepit dan mengoptimalkan penggunaan limbah spon sandal jepit sebagai
pengganti lembaran stereform pada hidroponik rakit apung. Prinsip kerja hidroponik
rakit apung adalah dengan memanfaatkan gaya apung pada limbah spon sandal jepit
untuk menopang tanaman dalam media tanam arang sekam. Limbah spon sandal jepit
yang digunakan dilubangi dengan lubang seukuran net pot (dalam hal ini
menggunakan limbah cup agar-agar) yang digunakan. Pengamatan ketercukupan
nutrisi hidroponik dengan hidroponik rakit apung sandal jepit lebih mudah jika
dibandingkan dengan pengapung dengan lembaran stereform, karena nutrisi dapat
langsung dilihat secara jelas tanpa harus membuka lembaran stereformnya. Upaya
pencegahan limbah spon sandal jepit agar tidak terapung apung kesana kemari,
digunakan tali senar untuk merangkai potongan spon sandal satu dengan spon sandal
yang lain membentuk persegi 3 x 3 dengan jarak tertentu antar spon sandal. Selama
pengamatan, limbah spon sandal jepit dapat dengan baik mengapungkan media
tanaman dan tanaman sayur yang dicobakan. Oleh karena itu limbah sandal jepit
dapat dimanfaatkan sebagai pengganti lembaran stereform yang biasa digunakan para
penghobi atau para pelaku hidroponik rakit apung (floating system).
Kata Kunci : Hidroponik Rakit Apung, Nutrisi, Limbah Spon Sandal Jepit
vi
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang, cenderung lahan penanaman secara
konvensional sedah mulai menyempit akibat pembangunan perumahan dan
pabrik. Hal tersebut berdampak pada kurangnya lahan pertanian bagi para
petani untuk menanam tanaman budidaya. Penduduk semakin bertambah
lahan pertanian semakin berkurang. Solusi yang dapat dilakukan untuk
menanam dengan lahan yang sempit dapat dilakukan dengan hidroponik.
Sistem hidroponik memberikan beberapa keuntungan yaitu lingkungan
pertumbuhan tanaman lebih terkontrol dan tidak mengenal musim. Pada
dasarnya, ada berbagai jenis teknik tanam yang menggunakan sistem
hidroponik. Namun, secara spesifik, ada sebuah teknik tanam yang sangat
mudah untuk diterapkan dan memakan biaya yang murah seperti hidroponik
rakit apung. Teknik hidroponik rakit apung semacam ini juga dikenal dengan
nama sistem deep water culture (DWC) atau floating system, dengan teknik
ini tanaman akan tumbuh pada genangan air yang bernutrisi. Bagi seorang
pemula, sistem penanaman hidrponik ini sangat cocok untuk diterapkan
sebagai langkah awal belajar hidroponik.
Bahan untuk mengapung tanaman pada sistem ini menggunakan
limbah spon sandal jepit, karena pada bagian spon ini jarang dimanfaatkan
oleh pemulung sehingga ditinggal begitu saja hanya diambil bagian jepitnya
saja. Pada teknik ini, spon sandal jepit dimanfaatkan sebagai pengganti
lembaran stereform yang biasa dipakai pada sistem rakit apung. Pada Lomba
Karya Ilmiah Science Project Awards Tahun 2017 Se-Jawa Tengah, DIY dan
Jawa Timur, Kami mengoptimalkan limbah spons sandal jepit sebagai bahan
apung untuk hidroponik rakit apung untuk membatasi penggunaan lembaran
stereform.
1
B. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah untuk
1. Mengetahui cara pembuatan hidroponik rakit apung dengan memanfaatkan
limbah spon sandal jepit.
2. Mengoptimalkan penggunaan limbah spon sandal jepit sebagai pengganti
lembaran stereform pada hidroponik rakit apung.
C. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana prinsip kerja hidroponik rakit apung dengan memanfaatkan
limbah spon sandal jepit?
2. Apakah limbah spon sandal jepit dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
pengganti lembaran stereform pada hidroponik rakit apung?
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
1. Memberikan informasi tentang cara pembuatan hidroponik rakit apung dan
prinsip kerjanya dengan memanfaatkan limbah spon sandal jepit.
2. Memberikan rekomendasi kepada petani hidroponik dan atau penghobi
hidroponik untuk mengganti lembaran stereform yang dipakai pada sistem
rakit apung dengan limbah spon sandal jepit.
3. Memberikan informasi untuk mengurangi limbah spon sandal jepit yang
tidak digunakan dan menghindarkan pembakaran spon sandal jepit akibat
penumpukan di lingkungan.
2
BAB II.
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Hidroponik
Hidroponik didefinisikan sebagai suatu aktivitas pertanian atau
pengelolaan air sebagai media tumbuh tanaman tanpa menggunakan media tanah
sebagai media tanam. Selain itu, unsur hara mineral yang dibutuhkan tanaman
dapat diperoleh dari larutan nutrisi yang telah dilarutkan dalam air. Hidroponik
adalah teknik penanaman dengan media tanam nontanah, sehingga media dapat
digantikan dengan sabut kelapa, arang sekam, kerikil, pasir kasar, dan media
tanam pengganti lainnya (Istiqomah, 2007). Salah satu jenis sistem hidroponik
adalah hidroponik substrat. Sistem hidroponik substrat menggunakan media
padatan (bukan tanah) sebagai media tumbuhnya tanaman. Penggunaan media
substrat menyebabkan nutrisi dan air tersimpan lebih baik. Selain itu, media tetap
lembab dan dapat menyediakan oksigen tersedia bagi akar tanaman. Media
substrat juga dapat menopang tanaman, sehingga tanaman akan tetap kokoh
(Lingga dan Marsono, 2002). Adapun keuntungan menanam secara hidroponik
menurut Syarieva dkk (2014) antara lain,
1. Tanpa tanah, bertanam tanpa tanah berarti mencegah kontaminasi yang
bersumber dari tanah karena tanaman tidak bersentuhan dengan tanag
sama sekali selama proses produksi mulai pembibitan hingga panen.
Penularan maupun serangan hama dan penyakit yang berasal dari tanahpun
dapat dicegah.
2. Hemat air, kebutuhan air tanaman hidroponik lebih sedkit karena pekebun
atau penghobi dapat mengatur dengan tepat jadwal penambahan air,
bahkan pada sistem hidroponik dengan sirkulasi nutrisi, air yang
membawa nutrisi dapat berulang.
3. Tanpa pestisida, tidak ada aplikasi pestisida atau insektisida pada
permukaan tanaman terutama tanaman sayuran daun yang cepat panen.
3
4. Bebas gangguan gulma, gulma yang kerap mengganggu lantaran
mengambil nutrisi yang seharusnya bisa diserap tanaman tidak muncul
karena peluang benih gulma terbawa ke media tanam relatif kecil
5. Nutrisi tepat sasaran, dengan hidroponik, larutan nutrisi yang dialirkan
mudah dikontrol jumlahnya dan tepat diserap tanaman karena tidak
terbuang percuma atau diserap tanaman lain.
6. Hemat lahan dan tenaga kerja, dapat diusahakan di lahan terbatas dengan
bantuan sarana penunjang. Dengan instalasi yang dapat dipakai berulang,
pekerja tidak perlu mengolah tanah seperti yang dilakukan pekebun
konvensinal. Proses pemeliharaan tanaman pun tidak membutuhkan
banyak tenaga.
E. Nutrisi Hidroponik
Penanaman secara hidroponik perlu memperhatikan pemberian nutrisi
bagi tanaman. Pemberian nutrisi berbeda dengan konvensional. Pupuk
hidroponik harus dilarutkan terlebih dahulu ke air. Keuntungannya kebutuhan
jumlah nutrisi untuk tanaman tepat dan langsung ke akar tanaman. Perlakuan
pemberian nutrisi langsung ke permukaan media atau ke akar tanaman.
Tanaman membutuhkan nutrisi untuk kebutuhan tanaman. Faktor essensial
selain cahaya, air dan CO2, nutrisi juga mutlak dibutuhkan tanaman. Ada 2
unsur kandungan nutrisi yang dibutuhkan tanaman formulasi garam pupuk
yaitu unsur makro dan mikro. Unsur makro terdiri dari Urea/natrium nitrat,
TSP, ZK, MgSO4, Kapur (Kalsium Karbonat). Sedangkan unsur mikro
berperan sebagai komponen beberapa enzim yang memicu dan memacu proses
fisiologis di dalam tanaman. Meskipun dibutuhkan dalam kadar yang sedikit
(g/Ha), unsur mikro harus diberikan untuk kebutuhan tanaman. Unsur mikro
yang mutlak diberikan antara lain H3BO4, ZnSO4, HnSO4, CuSO4, H2MoO4
dan Fe-chelat (Siswadi, 2008)
Nutrisi AB Mix merupakan pupuk yang terdiri dari dua kemasan
berbeda. Kemasan pertama merupakan “pupuk A” yang secara umum berisi
unsur hara makro. Kemasan lainnya merupakan “pupuk B” yang secara umum
4
telah mengandung unsur hara mikro. Pencampuran “pupuk A” dan “pupuk B”
pada nutrisi AB Mix tidak dilakukan dalam keadaan pekat, karena dapat
menyebabkan terjadinya pengendapan. Akibatnya, unsur hara pada nutrisi hara
tidak dapat diserap oleh tanaman. Menurut Agropatas (2017), unsur Ca2+
pada
“pupuk A” tidak boleh bertemu dengan unsur SO42-
dan PO43-
pada “pupuk B”
dalam keadaan pekat. Jika Ca2+
bertemu dengan SO42-
, maka akan terbentuk
CaSO4 (gips) yang mengendap dan sulit larut. Kondisi tersebut menyebabkan
unsur Ca dan S tidak dapat diserap oleh tanaman. Kondisi yang sama terjadi
apabila Ca bertemu dengan PO43-
, maka akan terbentuk TSP (triple super
fosfat) yang sulit untuk larut. Akibatnya, unsur Ca dan P tidak dapat di serap
oleh tanaman (Bunt, 1988).
F. Teknik Hidroponik
Menurut Amijaya (2016) teknik bercocok tanam secara hidroponik
sudah berkembang pesat di negara-negara maju yang lahannya sempit dan
terbatas seperti Jepang dan Eropa. Saat ini di perkotaan di Indonesia juga
sudah semakin populer untuk bercocok tanam sayur secara hidroponik karena
tidak membutuhkan tempat yang luas, tidak membutuhkan media tanah, bersih,
efektif dan mampu disusun bertingkat ke atas. Berikut ini dibahas beberapa
teknik hidroponik yang populer dan biasa dipakai oleh pekebun hidroponik di
seluruh dunia.
1. NFT (Nutrient Film Technique)
Sistem ini adalah sistem yang paling sering diterapkan dan seakan-akan
menjadi sistem baku Hidroponik di Indonesia. Hal ini karena sistem ini secara
pengontrolan standar nutrisi tanaman, pH (Keasaman Air) dan sirkulasi serta
ketersediaan nutrisi untuk tanaman paling mudah dilakukan. Sistem ini juga
paling kelihatan keren, tanaman bisa disusun seperti rak-rak, alat-alatnya
mudah didapatkan dan bersih, mudah perawatannya. Cara kerja dari sistem ini
cukup simpel, yaitu tanaman ditempatkan di dalam wadahnya diletakkan
diatas tabung pipa dan bagian bawahnya berlubang memungkinkan akar
menembus bagian bawah wadah ke dalam tabung pipa
5
dan akarnya menggantung di dalam tabung dan masuk ke dalam aliran
cairan air nutrisi. Sistem ini menggunakan pompa yang membuat air yang
berisi nutrisi mengalir terus menerus dari penampungan melewati tabung
pipa hingga kembali ke penampungan lagi sehingga akar terus mendapat
nutrisi, tidak dibutuhkan timer pada teknik ini. Pada pipa selokan yang
dialiri air nutrisi tersebut, di sekitar akar tanaman akan timbul lapisan film
tipis yang merupakan kumpulan nutrisi makanan tumbuhan. Jenis tanaman
yang cocok dengan Nutrient Film Technique adalah jenis tanaman sayur
daun seperti selada, sawi dan sebagainya. Setelah itu dialiri oleh air yang
penuh nutrisi hara, sehingga disekitar akar tanaman muncul lapisan tipis
(film) yang merupakan makanan tanaman itu. Teknik ini paling banyak
kelebihan dibandingkan teknik hidroponik yang lain karena tempat yang
dibutuhkan relatif kecil, mudah diimplementasikan, bersih, tidak
mengganggu udara sehingga bisa diaplikasikan di halaman rumah yang
sempit.
2. Aeroponic System
Arti kata Aeroponic berasal dari kata Aero yang berarti udara dan Ponous
yang berarti kerja. Karena itu Aeroponic berarti teknik bercocok tanam
hidroponik yang memanfaatkan kabut udara yang mengandung air bernutrisi
yang disemprotkan langsung ke akar tanaman. Teknik ini sangat canggih dan
memungkinkan tanaman yang dibudidayakan menyerap nutrisi dengan sangat
efektif dan efisien, karena memang yang dibutuhkan akar adalah udara
oksigen bercampur air yang bernutrisi, sehingga tanaman dapat tumbuh
optimal dan paling cepat dibandingkan teknik hidroponik yang lain.
Kekurangan teknik ini tentu saja hanya pada biaya yang dikeluarkan relatif
besar untuk bisa menyediakan pompa dan sprayer bertekanan tinggi serta
perawatan sprayer tersebut agar dapat selalu berfungsi dengan baik. Kabut
uap air yang ditimbulkan oleh teknik ini juga menyebabkan jenis hidroponik
ini tidak bisa diaplikasikan di dekat tempat tinggal atau di halaman rumah
karena akan mengganggu sirkulasi udara di dalam tempat tinggal.
6
3. Wick System (Sistem Sumbu)
Wick system adalah sistem hidroponik memakai sumbu, mirip dengan cara
kerja sumbu kompor minyak yaitu air berisi nutrisi diletakkan di bak
penampungan di bagian bawah kemudian akan terserap menuju ke akar
tanaman menggunakan semacam sumbu yang memanfaatkan prinsip
kapilaritas yang memungkinkan air naik secara perlahan ke akar tanaman.
Sistem ini disebut sistem yang paling sederhana dan kurang populer karena
tidak ada cairan nutrisi atau udara yang bergerak secara dinamis dan cepat
seperti teknik lain. Sistem sumbu ini disebut sistem yang pasif dan digunakan
oleh para pemula dengan biaya yang relatif murah, tidak ada bagian part yang
bergerak seperti pompa air, ini salah satu system hidroponik yang paling
sederhana sekali dan biasanya dipakai oleh kalangan pemula. Sistem
hidroponik dengan sumbu ini tidak bisa digunakan untuk tanaman dengan
kebutuhan air yang banyak, misalnya kangkung.
4. Drip System (Irigasi Tetes)
Sistem Irigasi Tetes atau Drip System adalah teknik hidroponik yang cara
kerjanya menggunakan pompa air yang dikontrol oleh timer, dalam waktu
berkala akan meneteskan aor berisi nutrisi ke setiap akar tanaman. Agar
tanaman dapat berdiri dan tumbuh dengan tegak maka dibutuhkan media
tanam semacam sekam bakar, cocopeat, pasir, ziolit dan lagi sebagainya.
Sistem ini kurang populer karena masih membutuhkan media keras
semacam tanah yang tentu saja menghabiskan tempat dan bobotnya relatif
berat sehingga tidak bisa terlalu efektif atau terlalu unggul jika
dibandingkan dengan cara tanam konvensional biasa dengan media tanam
tanah.
5. Water Culture System
Pada teknik Water Culture System ini akar tanaman langsung dicelupkan
ke dalam tandon penampungan air berisi nutrisi, supaya air bernutrisi
dapat masuk ke dalam akar maka diberikan gelembung udara dari dalam
penampungan air ke akar tanaman menggunakan pompa udara semacam
pompa udara akuarium dan difusser udara. Apabila gelembung udara yang
7
diberikan semakin banyak, maka penyerapan nutrisi dan oksigen oleh akar
akan semakin efektif dan tumbuhan akan tumbuh semakin pesat. Pada
teknik ini supaya tanaman dapat mengapung maka ditempatkan pada tutup
tandon atau rakit atau styrofoam yang dapat menyangga tanaman sehingga
tetap mengapung. Kelemahan teknik ini adalah dibutuhkan tandon air yang
berukuran sangat lebar seluas jumlah tanaman yang akan dibudidayakan,
disamping itu tandon tanaman juga harus selalu dijaga agar tetap bersih,
ph sesuai dan tidak terdapat jentik-jentik nyamuk atau binatang lain.
6. Ebb and Flow System
Teknik ini dijalankan dengan cara menempatkan tanaman ke dalam sebuah
media tumbuh dalam suatu wadah dengan jarak antar tanaman yang diatur
sehingga tidak saling mengganggu, kemudian air bernutrisi dipompa
secara berkala dari penampungan air ke wadah media tumbuh, setelah
mencapai batas tertentu maka saluran akan dibuka untuk mengembalikan
air ke dalam bak penampungan lagi. Proses ini dilakukan secara berkala
dan berulang-ulang menggunakan timer dengan maksud media tumbuh
akan mendapatkan air yang bernutrisi cukup serta mendapatkan juga udara
oksigen selama jeda antar pengairan. Kelebihan teknik ini adalah tanaman
mendapatkan cukup air, nutrisi dan udara secara berimbang. Sedangkan
kekurangannya adalah teknik ini cukup rumit membutuhkan timer, pompa,
deteksi ketinggian air, media tumbuh yang cukup luas dan penampungan
air yang cukup banyak sebanyak tanaman yang akan ditanam. Tentu saja
efektifitas biaya dan tempat kurang unggul jika dibandingkan dengan
teknik atau cara menanam tradisional, walaupun dari segi kecocokan dan
keunggulan hasil untuk suatu jenis tanaman yang cocok mungkin akan
lebih baik dari teknik lain.
8
Berbagai Macam Teknik Hidroponik
G. Hidroponik Rakit Apung
Salah satu sistem hidroponik yang mudah dan murah menurut Gropatas
(2015) adalah sistem rakit apung. Sistem ini termasuk sistem yang sederhana
tetapi ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan termasuk sistem yang
dapat di scaling up (diperbesar). Sistem ini cocok untuk bagi orang yang ingin
menanam hidroponik sayuran dengan hasil maksimal dengan biaya pembuatan
yang murah dan mudah. Serta di daerah yang sering mati listrik. Karena sistem ini
cukup toleran mati listrik untuk dalam waktu yang lama, Biasanya orang-orang
juga menyebut sistem ini sistem deep water culture (DWC). Sistem ini mirip
sistem wick, tanaman tumbuh pada wadah yang berisi air nutrisi. Hanya saja tidak
ada sumbu, akar langsung kontak dengan air nutrisi. Hartawan (2015)
menambahkan bahwa instalasi rakit apung sangat cocok buat pemula yang ingin
belajar hidroponik. Sistem itu membuat tanaman mengapung di atas permukaan
larutan nutrisi dalam suatu bak penampung atau kolam. Dengan kondisi itu, akar
tanaman terapung atau terendam dalam larutan nutrisi sehingga tanaman bisa
memanfaatkannya. Keunggulan sistem itu membuat
9
tanaman mendapat pasokan air dan nutrisi secara terus menerus, lebih
menghemat air dan nutrisi, mempermudah perawatan karena kita tidak perlu
penyiraman, sedangkan kerugiannya oksigen susah didapatkan tanaman tanpa
bantuan alat. Itu menyebabkan akar tanaman lebih rentan busuk. Untuk
mengatasinya dengan sebuah alat pembuat gelembung udara dengan daya
rendah yaitu 2 watt.
10
BAB III.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
1. Waktu : 10 Juni – 6 Juli 2017
2. Tempat: Green House SMA Negeri 3 Klaten, Jalan Mayor Sunaryo No 42
Jonggrangan, Klaten Utara, Klaten.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Cutter
b. Mistar
c. Jangka
d. Gelas ukur
e. Becker glass
f. Ember
g. Aerator
h. Selang plastik
i. Pemecah gelembung
j. Jarum karung goni
2. Bahan
a. Limbah spon sandal jepit
b. Bibit tanaman Pagoda, Sawi, Seledri dan Bayam Merah
c. Tali senar
d. Gelas plastik ukuran kecil kemasan agar-agar
e. Plastik hitam
f. Kotak stereform
g. Nutrisi A dan B
h. Kain flanel
i. Arang Sekam
11
C. Prosedur Kerja
1. Memilih spon sandal jepit yang masih layak (tidak terlalu aus dan masih
rata) untuk sebagai bahan pengapung.
2. Spon sandal jepit dibagi menjadi 3 bagian bentuk kotak yang sama dengan
sisi yang lebih besar dengan diameter gelas plastik yang akan dimasukkan
ke dalam lubang kotak spon sandal jepit.
3. Membuat lubang pada kotak spon sandal dengan menyesuaikan diameter
tengah gelas plastik.
4. Menyiapkan gelas plastik kecil kemasan agar-agar dengan bagian bawah
dilubangi dan dimasukkan kain flanel sebagai sumbu penghubung nutrisi
dengan media tanaman hidroponik.
5. Memasukkan gelas plastik yang telah diberi sumbu kain flanel ke dalam
lubang spon sandal, permukaan bibir gelas dapat tertahan pada permukaan
lubang spon sandal.
6. Melapisi 4 kotak stereform dengan plastik hitam pada bagian permukaan
dalam sampai dinding bagian dalam.
7. Merakit 9 paket kotak spon sandal yang telah dimasukkan gelas plastik
bersumbu kain flanel dengan mekanisme 3 x 3 pada masing-masing kotak
stereform, dihubungkan antar masing-masing kotak spon sandal dengan
tali senar dengan dibantu jarum karung goni, ditali kuat pada masing-
masing sisi kotak stereform.
8. Memastikan 9 kotak telah terangkai dengan baik dan tidak melengkung ke
bawah pada masing-masing kotak stereform.
9. Mengisi pada masing-masing kotak stereform 7 liter nutrisi hidroponik
yang telah dibuat.
10. Mengisi pada masing-masing kotak stereform dengan bibit tanaman Sawi,
Pagoda, Seledri dan Bayam Merah dengan pemberian media arang sekam.
11. Menambahkan aerator pada masing-masing kotak stereform dengan
dilengkapi pemecah gelembung di bagian bawah nutrisi.
12. Agar tanaman tumbuh dengan baik diletakkan pada tempat yang terkena
sinar matahari pagi.
12
13. Mengontrol kualitas tanaman, kestabilan apungan sandal, ketercukupan
nutrisi dan kelancaran suplai oksigen tanaman setiap hari.
D. Metode Penelitian
Teknik analisis data menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
analisis deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada
karya ilmiah ini adalah dengan metode eksperimen, studi pustaka dan
observasi.
13
BAB IV.
PEMBAHASAN
Berikut ini hasil eksperimen hidroponik rakit apung (floating System)
dengan memanfaatkan limbah spon sandal jepit.
Limbah Spon Sandal Jepit
Tali Penghubung Selang aerator
Pemecah Gelembung Aerator
Sawi Seledri
Bayam Merah Pagoda
Hidroponik rakit apung atau floating system merupakan teknik
hidroponik yang paling mudah cara pembuatannya, sehingga teknik ini cocok
14
bagi seorang pemula untuk belajar dan menerapkan hidroponik dalam
kesehariannya. Pada umumya teknik hidroponik rakit apung para penghobi
menggunakan lembaran stereform sebagai bahan pengapung tanaman
hidroponiknya, akan tetapi pada eksperimen kali ini, kami menggunakan
limbah spon sandal jepit sebagai pengganti lembaran stereform. Memang
proses pengerjaan dengan memanfaatkan limbah spon sandal jepit ini
termasuk rumit, tetapi melalui cara ini dapat memaksimalkan limbah spon
sandal jepit yang tidak pernah diambil oleh para pemulung, karena yang laku
dijual hanya bagian jepitnya saja. Selain itu juga dapat meminimalkan limbah
spon sandal jepit yang dibakar. Apabila limbah spon sandal jepit dibakar
dapat menimbulkan pencemaran udara yang akan merugikan makhluk hidup
dan lingkungan. Polutan yang dihasilkan dari pembakaran sampah menurut
Faradina (2015) antara lain berupa dioxin, particle pollution, polycyclic
aromatic hidrocarbon (PAH), volatil organic compound (VOC), karbon
monoksida (CO), hexachlorobenzena (HBC) dan abu.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa pembuatan hidroponik
rakit apung ini relatif mudah. Adapun cara pembuatannya sebagai berikut :
1. Limbah spon sandal jepit dipilih yang masih layak, yaitu tidak terlalu aus
dan masih rata untuk sebagai bahan pengapung.
2. Spon sandal jepit dibagi menjadi 3 bagian bentuk kotak yang sama
dengan sisi yang lebih besar dengan diameter gelas plastik yang akan
dimasukkan ke dalam lubang kotak spon sandal jepit.
3. Membuat lubang pada kotak spon sandal dengan menyesuaikan diameter
tengah gelas plastik sebagai net potnya.
4. Gelas plastik kecil kemasan agar-agar dengan bagian bawah dilubangi
dan dimasukkan kain flanel sebagai sumbu penghubung nutrisi dengan
media sekam bakar.
5. Gelas plastik yang telah diberi sumbu kain flanel dimasukkan ke dalam
lubang spon sandal, untuk diperhatikan bahwa permukaan bibir gelas
dapat tertahan pada permukaan atas lubang spon sandal.
15
6. Kotak stereform bekas kemasan buah sebanyak 4 pcs dilapisi dengan
plastik hitam pada bagian permukaan dalam sampai dinding bagian
dalam, diperhatikan agar plastik tidak berlubang, sehingga saat untuk
digunakan sebagai wadah nutrisi tidak bocor.
7. Kotak spon sandal yang telah dimasukkan gelas plastik bersumbu kain
flanel dirakit dengan mekanisme 3 x 3 pada masing-masing kotak
stereform, dihubungkan antar masing-masing kotak spon sandal dengan
tali senar dengan dibantu jarum karung goni, ditali kuat pada masing-
masing sisi kotak stereform. Diperhatikan rangkaian yang
menghubungkan 9 apungan spons sandal telah terangkai dengan baik dan
tidak melengkung ke bawah pada masing-masing kotak stereform.
8. Masing-masing kotak stereform dialiri nutrisi hidroponik yang telah
dibuat sebanyak 7 liter dan dipastikan tidak ada kebocoran dalam wadah.
9. Gelas plastik yang telah bersumbu kain flanel diisi dengan arang sekam
dan ditanami dengan bibit tanaman Sawi, Pagoda, Seledri dan Bayam
Merah pada 4 kotak stereform yang berbeda.
10. Pemberian aerator pada masing-masing kotak stereform dengan
dilengkapi pemecah gelembung di bagian bawah nutrisi.
11. Tanaman diletakkan pada tempat yang terkena sinar matahari pagi agar
dapat tumbuh dengan baik dan pengontrolan kualitas tanaman, nutrisi dan
kelancaran suplai oksigen tanaman setiap hari.
Prinsip kerja hidroponik rakit apung adalah dengan memanfaatkan gaya
apung pada limbah spon sandal jepit untuk menopang tanaman dalam media
tanam arang sekam. Limbah spon sandal jepit yang digunakan dilubangi dengan
lubang seukuran net pot (dalam hal ini menggunakan limbah cup agar-agar) yang
digunakan. Tanaman tumbuh dengan akar yang konstan 24 jam berada dalam air
nutrisi pada wadah stereform bekas kemasan buah yang dilapisi plastik. Media
tanam yang berupa arang sekam dihubungkan dengan larutan nutrisi melalui
sumbu kain flanel. Berdasarkan cara ini, akar dapat langsung menyerap hara
yang ada pada air nutrisi dengan instan tetapi karena akar berada dalam air, akar
memerlukan oksigen yang terlarut agar masih dapat
16
bernafas. Maka dari itu salah satu cara agar oksigen terlarut pada air (aerasi)
terus ada adalah dengan menggunakan aerator. Walaupun sistem ini seperti
sistem wick, kecepatan tumbuh tanaman pada sistem ini lebih cepat dibanding
wick, karena akar langsung kontak air nutrisi yang diberi aerator sehingga
kaya oksigen (aerasi) secara menyeluruh, sedangkan sistem wick hanya
memanfaatkan gap antar air dan papan media untuk mengambil udara dan
daya serap akar pada larutan nutrisi bergantung pada daya kapiler pada wick.
Maka dari itu sistem ini cukup layak digunakan untuk skala yang lebih besar.
Oleh karena akar kontak langsung dan terus-menerus dengan air, maka
penggunaan aerator dalam sistem ini sangat mutlak diperlukan supaya akar
masih dapat bernafas. Aerator dapat membantu tanaman tumbuh lebih cepat
dengan sistem ini dan tidak mudah layu pada siang hari. Selain itu pembuatan
sistem ini dari skala kecil hingga skala besar tidak terlalu memerlukan teknik
yang rumit. Walau memerlukan listrik, sistem ini cukup toleran jika mati
listrik seharian, karena akar tidak mudah kering karena selalu kontak dengan
air. Jadi tanaman tidak langsung mati walau mati listrik lebih dari 3-4 jam.
Pada kondisi tanpa aerator, untuk mencegah terjadinya pengendapan nutrisi
dan tidak meratanya nutrisi dapat dilakukan dengan cara mengaduk nutrisi di
dalam wadah perlakuan setiap hari atau digoncang-goncangkan, tetapi
perlakuan tersebut sebaiknya dihindarkan, karena tanaman sayur akan stress
sehingga pertumbuhan tidak sebaik jika diberikan aerator.
Pengamatan ketercukupan nutrisi hidroponik dengan hidroponik rakit
apung sandal jepit lebih mudah jika dibandingkan dengan pengapung dengan
lembaran stereform, untuk pengecekan kapan nutrisi harus ditambah lebih
mudah, karena pada sistem ini nutrisi dapat langsung dilihat secara jelas tanpa
harus membuka lembaran stereformnya. Sistem hidroponik rakit apung cocok
untuk tanaman yang ringan seperti sayuran daun, tanaman hias kecil tetapi tidak
cocok untuk tanaman berat seperti cabai, tomat, melon, dan sebagainya.
Upaya pencegahan limbah spon sandal jepit agar tidak terapung apung
kesana kemari, kami menggunakan tali senar untuk merangkai potongan spon
sandal satu dengan spon sandal yang lain membentuk persegi 3 x 3 dengan
17
jarak tertentu antar spon sandal. Berdasarkan cara ini spon sandal jepit dapat
kokoh menahan media hidroponik beserta tanamannya, dari segi estetika juga
dilihat enak dipandang dan rapi. Celah antar spons sandal satu dengan yang
lain inilah yang dapat dimanfaatkan untuk melihat secara maksimal
ketersediaan nutrisi hidroponik yang digunakan.
Media yang digunakan dalam eksperimen ini menggunakan arang
sekam. Menurut Aurum (2005), arang sekam merupakan hasil pembakaran
tidak sempurna dari sekam padi (kulit gabah) dengan warna hitam. Warna
hitam pada arang sekam akibat proses pembakaran menyebabkan daya serap
terhadap panas sangat tinggi, sehingga mampu menaikkan suhu. Keunggulan
menggunakan media arang sekam sebagai media tanam adalah sifatnya yang
berporositas tinggi, berstruktur remah, dan dapat menyimpan air. Arang
sekam juga berkadar salinitas rendah bersifat netral hingga alkalis (kisaranpH
6–7), harganya relatif murah. Selain itu, bahannya mudah diperoleh, ringan,
dan sudah steril. Beberapa kelemahan dalam menggunakan media arang
sekam sebagai media tanam yaitu umumnya tersedia hanya bahannya
(sekam/kulit gabah) dan arang sekam hanya dapat digunakan minimal dua
kali (Fahmi, 2013).
Nutrisi yang digunakan dalam eksperimen ini dengan AB Mix dengan
mengencerkan nutrisi A sebanyak 5 ml dan nutrisi B sebanyak 5 ml dalam 1 liter
air. Nutrisi hasil pengenceran tersebut digunakan dalam pemenuhan kebutuhan
unsur makro dan mikro tanaman yang kami gunakan. Kebutuhan nutrisi tiap
kotak stereform sebanyak 7 liter dan dibuat kadar TDS dalam larutan tersebut
500 – 800 ppm untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Suplai nutrisi harus
selalu terjaga diseluruh tanaman melalui sumbu kain flanel, untuk mengatasi
pemerataan suplai nutrisi dan sekaligus untuk mencegah pengendapan nutrisi,
kami menggunakan aerator yang dilengkapi pemecah gelembung di bagian dasar
kotak stereform. Nutrisi akan hilang akibat terkena air hujan, penguapan dan
digunakan oleh tanaman itu sendiri, oleh karena itu letak eksperimen tidak kami
letakkan di luar tetapi di dalam green house yang masih dimungkingkan cahaya
matahari pagi bisa masuk mengenai tanaman
18
sayur eksperimen ini. Secara kontinyu juga kami pantau kesuburan tanaman
yang dapat dilihat dari pertumbuhan akar dan jumlah daun, warna daun,
busuk tidaknya tanaman. Apabila nutrisi berkurang akibat dipakai oleh
tanaman kami aliri kembali dengan persediaan nutrisi yang kami buat.
Keadaan suplai oksigen melalui aerator juga tidak kalah penting diperhatikan,
suplai oksigen yang baik akan membantu perakaran tumbuh dengan baik dan
mencegah busuknya tanaman sayur yang dicobakan.
Selama pengamatan yang kami lakukan, limbah spon sandal jepit
dapat dengan baik mengapungkan media tanaman dan tanaman sayur yang
dicobakan, terbukti sampai akhir percobaan tanaman dapat tumbuh dengan
baik. Oleh karena itu limbah spon sandal jepit dapat dimanfaatkan sebagai
pengganti lembaran stereform yang biasa digunakan para penghobi atau para
pelaku hidroponik rakit apung (floating system). Dengan demikian
penggunaan lembaran stereform dapat dikurangi dan dapat menghemat biaya
pembuatan hidroponik rakit apung.
19
BAB V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan makalah di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
1. Prinsip kerja hidroponik rakit apung adalah dengan memanfaatkan gaya
apung pada limbah spon sandal jepit untuk menopang tanaman dalam
media tanam arang sekam.
2. Limbah spon sandal jepit dapat dimanfaatkan sebagai pengganti lembaran
stereform yang biasa digunakan para penghobi atau para pelaku
hidroponik rakit apung (floating system).
B. Saran
Saran – saran yang dapat penulis sampaikan pada makalah ini adalah
1. Pembuatan rangkaian hidroponik rakit apung dengan memanfaatkan
limbah spon sandal jepit yang lebih banyak dan dalam skala yang lebih
besar, sehingga limbah spon sandal jepit semakin banyak berkurang.
2. Lebih mengoptimalkan limbah lain dari lingkungan sekitar untuk
pembuatan berbagai macam teknik hidroponik.
3. Para penghobi atau pelaku hidroponik untuk mulai bertahap mengganti
lembaran stereform dengan limbah spon sandal jepit
20
DAFTAR PUSTAKA
Agropatas. 2017. Pupuk AB Mix. http://taman-berkebun.blogspot.co.id/2015/07/mengapa-pekatan-dan-b-dalam-ab-mix.html. Diakses pada 22 Juni 2017
Amijaya, N. 2016. Berbagai Macam Teknik
Menanam
Hidroponik.
www.nuramijaya.com. Diakses pada 23 Juni 2017
Aurum, M. 2005. Pengaruh Jenis Media Tanam dan Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan Setek Sambang Colok (Aerva sanguinolenta Blume.). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor.
Bunt, A. C. 1988. Media and Mixes for Countainer Grown Plants. Unwin Hyman.
London.
Fahmi, Z. I. 2013. Media Tanam sebagai Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. Surabaya.
Faradina, I. 2015. 7 Bahaya Menghirup Asap Sampah. www.brilio.net. Diakses
pada 21 Juni 2017.
Gropatas. 2015. Hidroponik Rakit Apung – Sederhana Tetapi Cocok Untuk Skala Besar. www.taman-berkebun.blogspot.com. Diakses pada 22 Juni 2017.
Hartawan, W. 2015. Model Anyar Hidroponik Tenteng. Majalah Trubus 547 edisi
Juni 2015/XLVI. Jakarta : PT. Grafika Multiwarna.
Istiqomah, S. 2007. Menanam Hidroponik. Azka Press. Jakarta.
Lingga, P dan Marsono. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.
Siswadi. 2008. Berbagai Formulasi Kebutuhan Nutrisi Pada Sistem Hidroponik. Jurnal Inovasi Pertanian 7 (1):103-110
Syariefa et.al. 2014. Hidroponik Praktis. PT. Trubus Swadaya, Depok.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tahap Eksperimen Hidroponik Rakit Apung dengan memanfaatkan limbah sandal jepit
Persiapan Pembibitan Tanaman Sayur Peletakkan Bibit Tanaman Sayur pada
yang akan dicobakan Rockwool sebagai media pertumbuhannya
Tanaman Sayur yang sudah berkecambah
22
Limbah Spon Sandal Jepit Spon Sandal Jepit yang sudah dipotong dan dilubangi
Merangkai potongan Melapisi kotak stereform Merangkai potongan limbah
limbah spon sandal jepit dengan plastik hitam spon sandal jepit dengan tali
dengan tali senar senar pada kotak stereform yang
sudah dilapisi plastik hitam
Rangkaian limbah spon sandal jepit pada kotak stereform yang sudah dilapisi plastik hitam siap dialiri nutrisi hidroponik
Penanaman tanaman sayur pada media arang sekam di setiap kotak stereform
23
Pemberian aerator di setiap kotak stereform sebagai suplai oksigen tanaman sayur
Searah jarum jam tanaman sayur yang dicobakan, yaitu Sawi, Pagoda, Bayam Merah dan Seledri
24