Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
42 Universitas Kristen Petra
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum PT. Coca-Cola Amatil Jawa Timur
4.1.1. Profil PT. Coca-Cola Amatil Jawa Timur
Nama Perusahaan : PT. Coca-Cola Amatil Jawa Timur
Alamat : Jln. Rungkut Industri I No 27 Surabaya
Telepon : (031-8439797, 8472401)
Fax : (031-8472412)
Website : www.cocacolaamatil.co.id
Coca-Cola Amatil Indonesia, merupakan perusahaan minuman ringan
terkemuka di Indonesia yang memproduksi dan mendistribusikan produk-produk
berlisensi dari The Coca-Cola Company. Dalam bisnisnya, CCAI berusaha
memberikan layanan terbaik kepada seluruh pelanggan dan konsumen. Semua
produk yang dijual dan didistribusikan oleh CCAI diproduksi langsung di
Indonesia. Produk CCAI berasal dari bahan baku pilihan berkualitas tinggi dan
diproses melalui beberapa tahap yakni: penyiapan bahan, pencampuran,
pencucian, pengisian dan penutupan, pengkodean, pemeriksaan, pengemasan, dan
pengangkutan.
Saat ini ada delapan pabrik pembotolan CCAI yang tersebar di seluruh
Indonesia, yaitu di Cibitung-Bekasi, Medan, Padang, Lampung, Bandung,
Semarang, Surabaya dan Denpasar. Semua pabrik CCAI diwajibkan untuk
mematuhi dan bahkan kerap kali melampaui standarisasi internasional dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pabrik CCAI juga teratur
melaksanakan audit di bidang pengawasan mutu, lingkungan, kesehatan dan
keselamatan kerja. Selama ini pabrik-pabrik CCAI di Indonesia telah menerima
berbagai penghargaan dari The Coca-Cola Company atas pencapaian standar yang
melampaui pabrik-pabrik sejenis di dunia.
43 Universitas Kristen Petra
4.1.2. Sejarah PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
Minuman ringan (Soft Drink) Coca-Cola diciptakan oleh Dr. John S.
Pemberton, seorang ahli farmasi dan ahli minuman dari Atlanta, Georgia,
Amerika Serikat, pada bulan Mei 1886. Ia mencampurkan suatu ramuan khusus
dengan gula murni menjadi sirup yang beraroma segar dan berwarna karamel,
kemudian diaduk bersama air murni. Minuman ini kemudian dikenal dengan
nama Coca-Cola. Pada awalnya penjualan minuman ini dilakukan dengan
menempatkan minuman ringan (Soft Drink) tersebut di dalam guci besar yang
diletakkan ditempat-tempat strategis.
The Coca-Cola Company didirikan tahun 1892 oleh Asa G. Chandler di
Atlanta, yang juga mempatenkan merek dagang Coca-Cola. Perusahaan ini
merupakan induk dari semua perusahaan pembotolan yang memiliki merek
dagang Coca-Cola diseluruh Negara didunia dengan menyediakan bahan baku
konsentratnya. Mulai tahun 1893, The Coca-Cola Company membangun pabrik
sirupnya diluar Atlanta.
Presiden The Coca-Cola Company (1919-1955), Robert W. Woudruff,
merupakan orang yang pertama kali mencetuskan gagasan agar minuman Coca-
Cola tersebut dapat dinikmati tidak hanya oleh orang Amerika saja, tetapi juga
untuk dikonsumsi oleh seluruh bangsa di dunia. Untuk merealisasikan gagasan
tersebut, maka pada tahun 1929 didirikan The Coca-Cola Export Cooperation,
yaitu perusahaan yang menangani proses penjualan minuman keseluruh pelosok
negeri di dunia dengan cirri mutu, rasa, dan kesegaran yang sama.
Di Indonesia, Coca-Cola mulai dikenal pada tahun 1927 melalui De
Nederland Indische Mineral Water Fabrieck yang membotolkannya untuk
pertama kali di Batavia. Selanjutnya perusahaan tersebut diambil alih oleh
pedagang Indonesia dan berubah nama menjadi The Indonesian Bottles Ltd. N. V.
(IBL) yang berstatus perusahaan nasional.
Pada tahun 1971, dengan pertambahan usaha dan modal, IBL berubah
menjadi namabaru PT Djaya Bevarages Bottling Company (PT. DBBC) yang
merupakan pabrik pembotolan modern pertama di Indonesia. Adanya
penambahan modal tersebut meningkatkan kapasitas pabrik yang diikuti pula
44 Universitas Kristen Petra
dengan penambahan macam produk yang dihasilkan dalam berbagai ukuran
kemasan.
Pada tahun 1993 seluruh saham PT. DBBC diambil alih oleh Coca-Cola
Amatil Ltd, suatu grup perusahaan pembotolan Coca-Cola dikawasan Asia Pasifik
dan Eropa Timur yang bermarkas di Sydney, Australia. Adanya perpindahan
saham tersebut mengakibatkan nama PT. DBBC berubah menjadi PT. CCAI (PT.
CCAI). Tahun 2000, seluruh pabrik pembotolan minuman merek dagang Coca-
Cola yang ada di Indonesia resmi bergabung menjadi satu dibawah PT. CCAI.
PT. CCAI dibagi menjadi dua, yaitu PT. CCAI Bottling (PT. CCAIB)
dan PT. CCAI Distribution (PT. CCAID).PT. CCAIB bertugas untuk
memproduksi minuman ringan (Soft Drink), sedangkan PT. CCAID yang
bertugas untuk memasarkan dan mempromosikan minuman ringan (Soft Drink)
yang dihasilkan PT. CCAIB. Untuk meningkatkan volume penjualan keseluruh
wilayah Indonesia, maka PT. CCAI mengoperasikan pabrik pembotolan di 10
kota besar Indonesia, yaitu Medan, Padang, Lampung, Jakarta, Bandung,
Semarang, Pandaan, Bali, Makassar, dan BanjarBaru.
Pada tahun 2002, PT. CCAIB berubah nama menjadi PT. Coca-Cola
Bottling Indonesia (PT. CCBI) dan PT. CCAID menjadi PT. Coca-Cola
Distribution Indonesia (PT. CCDI). Seluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di
Indonesia berada dibawah manajemen PT. Coca-Cola Indonesia (PT. CCI). PT.
Coca-Cola Indonesia ini merupakan perwakilan dari The Coca-Cola Company
yang menyuplai bahan baku konsentrat keseluruh pabrik pembotolan Coca-Cola
di Indonesia dan menetapkan seluruh standar bahan baku yang digunakan oleh
pabrik.
45 Universitas Kristen Petra
4.1.3. Visi Misi Coca-Cola Amatil secara Global
Visi Coca-Cola Amatil secara Global
- People: Be a great place to work where people are inspired to be the best
they can be. (Menjadi tempat yang baik untuk bekerja dimana setiap orang
dapat terinspirasi untuk menjadi yang terbaik semampu mereka)
- Portfolio: Bring to the world a portfolio of quality beverage brands that
anticipate and satisfy people's desires and needs (Membawa kepada dunia
sebuah portfolio mengenai kualitas dari merek minuman ringan yang mana
mengantisipasi dan memuaskan hasrat dan kebutuhan orang).
- Partners: Nurture a winning network of customers and suppliers, together
we create mutual, enduring value.(Pemelihataan jaringan hubungan antara
pelanggan dan supplier, bersama membuat nilai yang abadi).
- Planet: Be a responsible citizen that makes a difference by helping build
and support sustainable communities. (Menjadi warga negara yang
bertanggung jawab membuat perubahan dengan membantu membangun
dan mendukung keberlanjutan komunitas)
- Profit: Maximize long-term return to shareowners while being mindful of
our overall responsibilities.(Memaksimalkan pengembalian jangka
panjang kepada pemegang saham dengan memperhatikan tanggung jawab
keseluruhan)
- Productivity: Be a highly effective, lean and fast-moving organization.
(Menjadi sebuah organisasi yang efektif dan bergerak cepat).
Misi Coca-Cola Amatil secara Global
- To refresh the world.
(Untuk memperbaharui dunia)
- To inspire moments of optimism and happiness.
(Untuk menginspirasi moment optimis dan kebahagiaan)
- To create value and make a difference.
(Untuk membentuk nilai dan membuat sebuah perubahan)
46 Universitas Kristen Petra
4.1.4. Struktur Organisasi PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
Bagan 4.1. Struktur Organisasi Coca-Cola Amatil Surabaya
Sumber : PT. Coca-Cola Amatil Surabaya (2012)
4.1.5. Logo PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
Gambar 4.1. Logo PT. Coca-Cola Amatil Indonesia
Sumber : PT. Coca-Cola Amatil Surabaya (2012)
Executive Assistant
Techical
Operations
General Manager
Finance Human
Resource
Bussiness
Service
General Sales Corporate
Affairs QMS,EMS,
& OHS
47 Universitas Kristen Petra
4.1.6. Pilar Kunci Corporate Social Responsibility PT. CCAI
Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI) yakin bahwa kesuksesan yang
diperoleh oleh perusahaan merupakan hasil dari cara perusahaan
mengintegrasikan prinsip-prinsip sosial dan lingkungan ke dalam setiap kegiatan
bisnis. Oleh karenanya, CCAI berkomitmen untuk menerapkan berbagai program
Corporate Social Responsibility & Sustainability (CSR&S) yang bertujuan untuk
membantu masyarakat serta melestarikan lingkungan hidup.
CCAI memiliki 4 pilar kunci sebagai parameter dalam menjalankan
berbagai program CSR & Sustainability. Keempat pilar tersebut antara lain
melindungi dan melestarikan lingkungan hidup (environment), menyediakan
berbagai variasi pilihan kepada pelanggan (market place), mempertahankan
budaya dan nilai-nilai positif dalam perusahaan (work place), serta berkontribusi
dalam perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat (community) di area
perusahaan beroperasi.
Keempat pilar tersebut dideskripsikan sebagai berikut :
a. Environment
Untuk menjalankan bisnis yang sekaligus dapat melindungi serta
melestarikan lingkungan, dan untuk mengintegrasikan prinsip kepedulian
lingkungan dan pengembangan berkelanjutan kedalam setiap keputusan bisnis
yang diambil.
b. Marketplace
Untuk menyediakan produk dan jasa yang memenuhi permintaan
konsumen. Dalam menjalankannya, perusahaan memberikan kesempatan
bisnis yang menjanjikan serta menguntungkan bagi para customer/ pelanggan,
suppliers, distributor, dan masyarakat sekitar
c. Workplace
Untuk menciptakan lingkungan kerja yang terbuka dan inklusif dimana
para karyawan yang memiliki motivasi tinggi, produktif serta mempunyai
komitmen tinggi terhadap perusahaan dapat memberikan kinerja terbaiknya.
d. Community
Untuk menginvestasikan waktu, keahlian dan sumber daya untuk
menyediakan kesempatan mengembangkan ekonomi, meningkatkan kualitas
48 Universitas Kristen Petra
hidup, dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama melalui kegiatan-
kegiatan sosial.
4.1.7. Program Corporate Social Responsibility PT. CCAI Jawa Timur
CCAI sendiri memiliki berbagai program Corporate Social
Responsibility. Program-program yang dijalankan juga didasarkan pada pilar
kunci perusahaan dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility
yakni, environmental, marketplace, community, dan workplace. Berikut ini adalah
beberapa program Corporate Social Responsibility yang dijalankan secara
nasional oleh PT. Coca-Cola Amatil serta PT. Coca-Cola Amatil Jawa Timur :
a. Eco Uniform
Gambar 4.2. Penggunaan Eco Uniform oleh karyawan
Sumber : PT. Coca-Cola Amatil Surabaya (2012)
Sejak 2001, CCAI menjalankan Eco Uniform yang ditujukan kepada
mayoritas staff perusahaan. Bekerja sama dengan Quiksilver Indonesia yang
merupakan eco-friendly supplier yang bersertifikat guna memproduksi seragam
ramah lingkungan ini (Eco Uniform). CCAI bekerja sama dengan Quiksilver guna
menghasilkan dan memproduksi Eco Uniform yang terbuat dari 50% PET Recycle
Waste dan 50% Organic Cotton. Program ini juga berlandaskan pilar lingkungan
guna melindungi dan melestarikan lingkungan. CCAI berkomitmen untuk
49 Universitas Kristen Petra
melestarikan lingkungan dengan berkontribusi dalam mengurangi sampah plastik,
khususnya sampah yang berasal dari sisa makanan dan minuman
b. Coke Tour
Gambar 4.3. Pelaksanaan Coke Tour di Plant Coca-Cola
Sumber : PT. Coca-Cola Amatil Surabaya (2012)
Di Indonesia, CCAI bertanggung jawab atas proses produksi, penjualan, dan
distribusi berbagai macam produk seperti Coca-Cola, Coca-Cola Zero, Sprite,
Sprite Zero, Fanta, Ades, Minute Maid dan Powerade Isotonik. Coca-Cola Plant
Tour bertujuan untuk memberikan kesempatan pada grup yang tertarik untuk
mempelajari pabrik kelas dunia yang dimiliki Coca-Cola Amatil Indonesia, dan
merasakan dunia Coca-Cola. CCAI memiliki 8 fasilitas produksi yang terbuka
untuk kunjungan publik. Pabrik . CCAI sendiri terletak di Jakarta, Cibitung-
Bekasi, Surabaya, Semarang, Medan, Padang, Samarinda, dan Bali. Melalui Coke
Tour, pengunjung bisa melihat dekat bagaimana. CCAI membuat minuman paling
terkenal di dunia.
50 Universitas Kristen Petra
c. Eco Mobile
Gambar 4.4. Proses Sosialisasi Eco Mobile ke sekolah dasar
Sumber : PT. Coca-Cola Amatil Surabaya (2012)
Aktivitas Eco Mobile termasuk menonton video dokumenter, storytelling,
demonstrasi pengelolaan limbah, dan permainan seru. CCAI percaya bahwa
melalui program Eco Mobile kami bisa meningkatkan kemampuan baca tulis di
area-area terpencil, sembari menyediakan sarana belajar yang informal. Eco
Mobile juga berkomitmen untuk menyediakan akses informasi bagi masyarakat
kurang mampu. CCAI (CCAI) terus berupaya untuk mempromosikan aktivitas
yang mencerminkan gaya hidup aktif dan sehat melalui kegiatan olahraga. CCAI
yakin bahwa dengan bimbingan yang tepat, anak berbakat akan dapat meraih
impiannya.
d. Coke Kicks
Permainan sepakbola sangat digemari oleh masyarakat Indonesia terutama
anak-anak. Berangkat dari hal ini, maka CCAI ingin memberikan
pelatihan/pendidikan untuk mengasah ketrampilan bermain sepak bola kepada
generasi muda Indonesia guna memajukan dunia persepakbolaan Indonesia. Sejak
2011, CCAI telah memulai program "Coke Kicks-Grass Root Soccer Development
Program" yang didesain untuk membantu anak-anak muda Indonesia dalam
mewujudkan mimpi mereka melalui aktivitas gaya hidup yang aktif dan sehat
melalui pelatihan yang diberikan oleh pelatih sepakbola professional.
51 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.5. Sosialisasi Coke Kicks untuk peserta
Sumber : PT. Coca-Cola Amatil Surabaya (2012)
4.1.8. Gambaran Umum Program Corporate Social Responsibility Coke
Farm
CCAI menggagas program Coke Farm sebagai wujud dukungan CCAI
untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan masyarakat sekitar fasilitas
pabrik sebagai petani dengan mengubah area hijau menjadi area agrikultur yang
produktif. CCAI memberikan pendampingan, mempersiapkan materil serta
teknologi, memberikan pelatihan pembibitan dan agrikultur bekerjasama dengan
para ahli dari berbagai universitas (MIX Marketing, 2011, p.58).
Asal mula dikembangkan Program Coke Farm sendiri dimulai dari
keberhasilan program Coke Farm Jawa Barat. Program ini sendiri mulai digelar
oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur Amatil Jawa Barat sejak akhir tahun
2009. Seluruh manfaat dari panen Coke Farm akan dinikmati oleh seluruh petani.
Coke Farm juga digunakan untuk membantu menurunkan jejak karbon yang
diproduksi perusahaan dan mendukung program OBIT (One Billion Indonesian
Trees) per tahun yang diselenggarakan oleh pemerintah. Saat ini, Coke Farm telah
diterapkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur serta Medan. Di dalam
program Coke Farm sendiri, Coca-Cola menanam aneka tanaman organik seperti
cabai, tomat, sayuran organik dan beberapa jenis varian tanaman holtikultura pada
bekas wadah bekas botol plastik (PET). Selain itu, Coke Farm juga menanami
52 Universitas Kristen Petra
beragam pohon penghijauan antara lain Trembesi, Mahoni, Jati, dan lainnya.
Pohon penghijauan ini sendiri dikembangkan melalui pembibitan.
Coke Farm Jawa Timur sendiri mulai dikembangkan sejak awal tahun
2011. Dalam hal ini, konsep Coke Farm Jawa Timur sendiri agak berbeda dengan
Coke Farm Jawa Barat yang dimana, program Coke Farm dikembangkan di
sekitar area pabrik. Dalam keberadaannya, Coke Farm Jawa Timur sendiri
dijalankan pada lahan tidak produktif di salah satu desa di daerah Pasuruan yaitu
Desa Kertosari. Coke Farm Jawa Timur sendiri dikelola oleh Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur dengan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang berasal
dari daerah setempat yaitu Yayasan Satu Daun. Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur dalam hal ini bekerjasama dengan Yayasan Satu Daun untuk memfasilitasi
serta membina dan memberikan pengetahuan mengenai teknologi pertanian
kepada petani-petani yang terlibat dalam program tersebut.
Program Coke Farm di Desa Kertosari ini dikembangkan di areal seluas
1,9 hektar, yang semula merupakan lahan nonproduktif direkayasa dengan
teknologi pertanian dan lahan tersebut dapat ditanami dengan hortikultura serta
tanaman keras. Dalam program Coke Farm di Desa Kertosari, beberapa petani
dipilih untuk terlibat pada program awal dan telah diberikan pelatihan oleh
Yayasan Satu Daun. Dalam program ini sendiri, petani telah belajar mengenai
bertani dengan keanekaragaman tanaman sayuran organik/budidaya tanaman
holtikultura, teknik pembuatan kompos dan pembibitan pohon. Yayasan Satu
Daun bertindak sebagai salah satu LSM yang turut berkontribusi dalam program
ini, dengan memberikan pelatihan kepada para petani dalam penggunaan
teknologi, sosialiasi mengenai jenis-jenis tanaman yang dapat ditanam, melakukan
koordinasi dengan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam penyediaan alat
dan bahan baku di lapangan, serta secara terpadu melakukan pengawasan atas
program ini di lapangan.
53 Universitas Kristen Petra
4.2. Gambaran Umum Yayasan Satu Daun
4.2.1. Profil Yayasan Satu Daun
Gambar 4.6. Pengurus Yayasan Satu Daun
Sumber : Yayasan Satu Daun (2012)
Nama : Yayasan Satu Daun
Sekretariat : Perumahan Oma Indah Kapok Claster Raflesia
Blok D1 / 04 Suwayuwo, Sukorejo, Pasuruan.
Keterangan : Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor AHU-4736.AH.01.04. Tahun 2009
Contact Person : Fathur 082141517139
Sareh 081334130608
4.2.2. Sejarah dan Performance Satu Daun
Yayasan Satu Daun adalah lembaga nirlaba yang berkedudukan di
Pasuruan dan berkantor di desa Kertosari. Yayasan satu Daun bergerak di bidang
konservasi, pendidikan, dan ekonomi. Sejak tahun 2009 Yayasan Satu Daun
melakukan kegiatan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk
mencapai kualitas sumberdaya alam yang lebih baik melalui konservasi dengan
membangun ekonomi masyarakat serta mengkampanyekan melalui pendidikan.
Yayasan Satu Daun juga bekerja sama dengan DANONE melakukan konservasi
54 Universitas Kristen Petra
hutan mangrove di Nguling serta menciptakan gagasan kampung wisata mangrove
berjalan sampai sekarang. Dalam tahun yang sama Yayasan Satu Daun juga
bekerja sama dengan ICRAF Bogor mengadakan penelitian budidaya tanaman
sengon hutan rakyat di Kabupaten Pasuruan.
Dalam tahun 2011 hingga saat ini, Yayasan Satu Daun sendiri masih
bekerja sama dengan DANONE mengadakan program Sekolah Sahabat Mata Air
dengan peserta sekolah menengah di Pasuruan (kota dan Kabupaten) serta satu
sekolah di Probolinggo. Pada tahun yang sama mengadakan kegiatan konservasi
di kawasan hutan gunung Arjuna dengan menjalin kerjasama dengan kelompok
tani Arjuna Lestari untuk perbaikan sumber mata air di desa Dayurejo,
mengadakan pengkayaan tanaman hutan Perhutani bersama dengan LMDH Ngudi
Lestari desa Jatiarjo.
Pada tahun 2011 menjalin kerjasama dengan PT CCAI mengadakan
upaya diversifikasi produk pertanian untuk mengantisipasi perubahan iklim di
desa Kertosari dengan pemanfaatan limbah teh sebagai pupuk organik. Yayasan
Satu Daun juga bekerja dama dengan ICRAF Bogor mengadakan penelitian
Pembangunan Daerah Berbasis Rendah Emisi di Kabupaten Pasuruan. Yayasan
Satu Daun mengembangkan model desa wisata pendidikan di desa Kertosari
Kecamatan Purwosari Pasuruan.
4.2.3. Logo Satu Daun
Gambar 4.7. Logo Yayasan Satu Daun
Sumber : Yayasan Satu Daun (2012)
55 Universitas Kristen Petra
4.3. Profil Informan
Dalam memperoleh data terkait tahapan proses Public Relations dalam
program CSR Coke Farm Jawa Timur, peneliti melakukan wawancara mendalam
dengan beberapa orang yang terkait langsung dengan program tersebut. Peneliti
dalam hal ini, memilih orang-orang yang terkait secara langsung dengan program
tersebut untuk memfokuskan terhadap evaluasi tahapan proses Public Relations
dalam program tersebut. Informan yang dipilih peneliti dalam penelitian ini
adalah Retno M. Koesdijarto selaku Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur, Oni Dwi Arianto selaku Corporate Affairs Officer CCAI Jawa Timur,
Fathur Rahman selaku pihak LSM Satu Daun, serta satu orang petani yang terlibat
dalam prgram Coke Farm secara langsung yaitu Hadi.
4.3.1. Retno M. Koesdijarto
Jabatan : Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
Umur : 43 tahun
Status : Menikah
Retno M. Koesdijarto merupakan Manajer Corporate AffairsCCAI Jawa
Timur sejak tahun 1999. Perjalanan karirnya dapat dibilang telah cukup lama.
Dalam kesehariannya sebagai seorang Manajer Corporate Affairs, Retno memiliki
tugas dan tanggung jawab dalam menjalin komunikasi dengan media massa.
Retno juga sering dilibatkan dalam aktivitas Audit dalam Pabrik Coca-Cola
Amatil Jawa Timur. Kesibukan dalam menjalankan beberapa program Corporate
Social Responsibility. Retno sendiri merupakan lulusan jurusan Sastra Inggris dari
Universitas Negeri Surabaya. Keterlibatan Retno dalam program Coke Farm juga
cukup banyak dimulai dari melakukan pencarian lokasi, sendiri memiliki peranan
penting dalam membuat perencanaan dari Coke Farm itu sendiri dimulai dari
melakukan riset terlebih dahulu, memilih LSM, membuat MOU dan memantau
pelaksanaannya.
4.3.2. Oni Dwi Arianto
Jabatan : Corporate Affairs Officer East Java
Umur : 29 tahun
Status : Menikah
56 Universitas Kristen Petra
Dwi Oni Arianto adalah salah satu tim Corporate AffairsCoca-Cola
Amatil East Java. Pak Oni dalam hal ini telah bekerja di Coca-Cola sejak tahun
2011. Dalam tugasnya, Oni memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan program
Coke Farm yang dilaksanakan di Desa Kertosari. Oni ikut berperan dalam
memantau dan berkoordinasi dengan pihak LSM terkait implementasi program
Coke Farm secara teknis. Seiring berjalannya program, Oni merasa kinerja LSM
masih kurang maksimal yang diukur dari indikator-indikator yang dibuat dalam
perjanjian dengan LSM. Oni mendapati bahwa ada beberapa indikator yang tidak
tercapai dalam pelaksanaan program tersebut di lapangan. Dalam proses penilaian
terhadap program, Oni lebih banyak berperan dalam mengecek dan
berkomunikasi dengan pihak Coca-Cola.
4.3.3. Nama : Fathur Rahman
Jabatan : Koordinator LSM Satu Daun / Koordinator Pelaksanaan Coke Farm
Umur : 35 tahun
Status : Menikah
Fathur Rahman adalah kepala LSM Satu Daun yang bekerjasama dengan
Coca-Cola dalam pelaksanaan program Coke Farm. Dalam hal ini, Fathur
Rahman bersama Sareh, terlibat dalam program Coke Farm dan mengelola
implementasinya secara langsung. Dalam implementasinya sendiri, mereka
berperan dalam mengajari petani dalam menanam sayur-sayuran, membuat bibit.
kompos dan hal-hal lainnya terkait pertanian. Dalam hal ini Pak Fathur juga yang
membuat laporan-laporan mingguan baik bulanan dan diberikan kepada Coca-
Cola selama implementasi berlangsung. Dari hasil wawancara yang dilakukan,
Fathur sendiri terlihat tidak puas dengan hal yang diusung Coca-Cola dan
dianggap program ini tidak memiliki korelasi secara langsung perusahaan. Fathur
banyak menuturkan tentang lemahnya komitmen manajemen perusahaan dalam
pengelolaan program ini. Fathur juga banyak menyoroti Coca-Cola dari segi
support terhadap program serta pengolahan limbah yang disepakati di awal tetapi
tidak tercapai dalam implementasi program.
57 Universitas Kristen Petra
4.3.4. Hadi
Pekerjaan : Petani yang terlibat dalam program Coke Farm
Umur : 31 tahun
Status : Menikah
Hadi merupakan salah seorang petani yang berasal dari Gabungan
Kelompok Tani Desa Kertosari. Berbekal lulusan Sekolah Menengah Atas, Hadi
pernah bekerja menjadi karyawan swasta di salah satu pabrik di daerah Gempol.
Dalam perjalanannya sendiri, Hadi kemudian beralih profesi menjadi petani.
Sembari merintis perjalanan dan kemampuannya sebagai petani, Hadi direkrut
oleh Yayasan Satu Daun melalui Gabungan Kelompok Tani Desa Kertosari untuk
terlibat dalam program Coke Farm yang dikembangkan Coca-Cola.
Melalui program Coke Farm ini, Hadi merasakan banyak manfaat yang
bisa didapatkan karena dapat mempelajari tentang teknologi pertanian serta
budidaya tanaman holtikultura. Hadi mengaku bersama seorang petani lainnya Bu
Sitik, mereka mengelola dan menggarap lahan Coke Farm dibawah arahan dan
pendampingan oleh Yayasan Satu Daun. Hingga program ini dibekukan dan
petani tidak lagi diberikan gaji atau support oleh Coca-Cola, Hadi masih tetap
membantu pengelolaan lahan itu karena merasa sangat sayang apabila Coke Farm
dibiarkan terbengkalai dan tidak dikelola kembali.
4.4. Temuan Data
Program Corporate Social Responsibility Coke Farm merupakan salah
program rintisan Coca-Cola Amatil yang dikembangkan di beberapa daerah
dimana Coca-Cola beroperasi. Program ini sendiri merupakan salah satu program
Coca-Cola Amatil Indonesia yang bersandar pada pilar environmental dan
community. Program ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
lingkungan serta dapat meningkatkan kemampuan komunitas petani baik secara
financial baik secara pengetahuan dalam bidang pertanian. Seiring dengan adanya
pengembangan ke beberapa daerah dimana Coca-Cola Amatil Indonesia
beroperasi, maka Jawa Timur menjadi salah satu daerah yang juga ditugaskan
untuk menjadi tempat program Coke Farm dikembangkan oleh Coca-Cola setelah
program ini terlebih dahulu dikembangkan di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
58 Universitas Kristen Petra
Dengan dikembangkannya program ini ke wilayah Jawa Timur maka
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur selaku penanggung jawab dan pelaksanan
setiap program Corporate Social Responsibility CCAI juga mendapatkan
tanggung jawab untuk menjalankan program Coke Farm ini. Dengan demikian,
program ini memang merupakan program rintisan atau pilot project yang hendak
diusung Coca-Cola Amatil secara Nasional sehingga ketika program ini sendiri
bukan merupakan ide atau hasil riset dari pihak Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur. Ide mengenai pembuatan desain program ini sendiri berangkat dari desain
dari National Office yang berangkat dari desain program Coke Farm yang telah
diimplementasikan di Jawa Barat mengenai program garis besar program ini
sendiri. Berdasarkan wawancara dengan Retno Koesdijarto :
“Kalau untuk program ini sendiri, kebetulan program ini memang
program kembangan dari National Office ya, dan program ini memang
ingin dikembangkan ditempat-tempat dimana Coca-Cola beroperasi jadi
memang program ini bukan dirancang langsung oleh kita disini, tapi
diberikan tanggung jawab untuk menjalankan program ini di sekitar
daerah pabrik. Ide dan desain program ini sendiri kan memang bermula
dari keberhasilan Coke Farm yang dibuat di Bandung ya”. (Wawancara
dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur,
30 April 2012)
Berangkat dari kondisi bahwa adanya program rintisan yang harus
dikembangkan, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur maka yang dilakukan adalah
melakukan riset mengenai lingkungan yang akan menjadi tempat untuk
mengembangkan Coke Farm. Pada awalnya, program ini sendiri bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan petani di sekitar pabrik, maka Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur melakukan riset ke daerah di sekitar pabrik yaitu di Desa Tamanan.
Desa Tamanan masuk dalam wilayan Ring I dari CSR CCAI Jawa Timur karena
lokasinya yang berdekatan dengan lokasi pabrik. Riset ini sendiri dilakukan untuk
meninjau kondisi daerah tersebut apakah memungkinkan untuk
diimplementasikan desain program tersebut. Setelah melakukan riset serta
berkomunikasi dengan pihak Desa Tamanan, ditemukan bahwa Coke Farm tidak
59 Universitas Kristen Petra
memungkinkan untuk diimplementasikan disana dikarenakan adanya
ketidaksepahaman masyarakat Desa Tamanan konsep program. Masyarakat desa
Tamanan merasa tidak siap untuk diberikan program seperti itu tetapi lebih
memilih untuk diberikan dana dalam bentuk sumbangan. Kenyataan ini tentu
tidak sejalan dengan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur yang hendak
mengimplementasikan desain program Coke Farm di Jawa Timur. Menyadari
kondisi ini maka dilakukan pencarian lokasi lain yang dilakukan selama dua bulan
untuk mencari lokasi lahan tidak produktif untuk implementasi dari program
tersebut. Setelah melakukan pencarian kebeberapa tempat maka ditemukan salah
satu lahan kosong di daerah Desa Kertosari. Sesuai dengan pernyataan Retno
“ Dalam hal ini kita melakukan riset yang dalam mencari lokasi, dan cukup
sulit. Ya saya sudah melakukan pencarian kebeberapa lokasi. Pertama itu
mencari di daerah sekitar pabrik ya di Desa Tamanan karena lokasinya
memang tidak jauh dari area pabrik. Dan masuk ring 1 CSR kita ya. Hanya
saja ketika kita berkomunikasi dengan pihak desa, pihak desa tidak begitu
bisa menerima dengan pembuatan program ini, tapi lebih memilih
diberikan dana pengembangannya saja. Sehingga saya putuskan untuk
mencari daerah lain lagi”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur yang telah melakukan pencarian
dan kemudian menemukan lahan kosong di daerah Kertosari ini pun menjatuhkan
pilihan pada lokasi ini. akhirnya memilih lahan tersebut karena disamping itu,
adanya tanggung jawab dari National Office untuk segera mengimplementasikan
program tersebut. Dalam hal ini, pencarian lokasi dapat dikatakan sendiri terkejar
oleh tanggung jawab dijalankannya program sehingga ketika menemukan lokasi
yang sudah memenuhi kriteria maka lahan itu kemudian dipilih Dalam hal ini
yang diutamakan dalam hal ini sendiri adalah adanya lokasi yang dapat digunakan
untuk mengembangkan program Coke Farm.
Setelah adanya pencarian dan pemilihan lokasi ini, Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur juga merasakan bahwa program ini tidak dapat dikelola secara
mandiri oleh mereka dikarenakan adanya keterbatasan pengetahuan dalam bidang
60 Universitas Kristen Petra
pertanian dan juga sumber daya manusia dalam Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur sendiri hanya terdiri dari dua orang sehingga tidak mungkin program ini
dijalankan tanpa bantuan dari pihak lain. Memahami keterbatasan ini maka
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur memutuskan untuk menjalin kerjasama
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat. Hal ini dianggap menjadi salah satu cara
yang tepat untuk membantu pengelolaan program Coke Farm sendiri. Karena
tidak memungkinkan kondisinya apabila Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
yang menjalankan program sedangkan sumber daya manusia terbatas dan mereka
tidak memiliki kemampuan dalam bidang pertanian.
Adanya kondisi untuk bermitra dengan Lembaga Swadaya Masayarakat
dalam mengelola program ini sendiri kemudian membuat Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur mengambil langkah untuk mengumpulkan beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat yang berasal dari daerah Pasuruan yaitu LSM Kaliandara,
Yayasan Satu Daun, serta beberapa LSM lainnya. Dalam proses ini, pihak
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur kemudian memilih Yayasan Satu Daun
untuk diajak bermitra. Alasan pemilihannya sendiri lebih berdasar pada Yayasan
Satu Daun memiliki kedekatan dengan masyakarat Desa Kertosari serta berasal
dari daerah setempat. Corporate Affairs CCAI Jawa Timur menuturkan dalam hal
ini performance ataupun kemampuan tidak menjadi prioritas utama dalam hal ini
tapi lebih didasarkan pada adanya faktor kedekatan antara Yayasan Satu Daun
dengan Desa Kertosari sendiri. Sesuai dengan yang dikemukakan Retno :
“Ya dipilih Satu daun karena mereka mampu ya mengkomunikasikan
tentang program ini kepada Desa Kertosari karena faktor kedekatan tersebut.
Ya mereka juga punya akses yang baik dengan pemerintah desa Kertosari jadi
hal tersebut juga tentunya akan lebih memudahkan kita” (Wawancara dengan
Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April
2012)
Yayasan Satu Daun dipilih dengan alasan adanya faktor kedekatan antara
LSM tersebut dengan masyarakat desa Kertosari. Hal ini akan lebih memudahkan
Coca-Cola dalam mengimplementasikan program ini serta LSM dianggap capable
untuk berkomunikasi dengan masyarakat desa khususnya para petani terkait
61 Universitas Kristen Petra
program tersebut. Peneliti disini melihat bahwa pemilihan LSM dilakukan lebih
didasarkan pada upaya untuk memudahkan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
untuk mengimplementasikan program ini di Desa Kertosari. Sesuai dengan
penuturan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur bahwa memilih satu Daun sendiri
memang didasarkan faktor kedekatan antara LSM dengan masyarakat sekitar
sehingga LSM lebih memahami kultur masyarakat setempat. Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur menyerahkan sepenuhnya kepada pihak LSM dan tidak
menyelami secara langsung kultur dari masyarakat setempat tetapi bergantung
pada keberadaan LSM sebagai mediator antara perusahaan dan masyarakat Desa
Kertosari.
“Setelah itu, ya dipilih Satu daun karena mereka mampu ya
mengkomunikasikan tentang program ini kepada Desa Kertosari karena
faktor kedekatan tersebut. Ya mereka juga punya akses yang baik dengan
pemerintah desa Kertosari jadi hal tersebut juga tentunya akan lebih
memudahkan kita”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Dengan dipilihnya LSM Yayasan Satu Daun sebagai mitra dalam
program ini, maka Corporate Affairs CCAI Jawa Timur memberikan penjelasan
mengenai desain program Coke Farm ini di daerah-daerah sebelumnya seperti
apa. Dengan memberikan penjelasan dan gambaran mengenai program diharapkan
informasi yang disampaikan kepada LSM bisa menjadi gambaran serta
memberikan pemahaman mengenai program Coke Farm. Dalam penyampaian
mengenai konsep dan desain program, Yayasan Satu Daun menyatakan
kesanggupan dalam menjalankan program tetapi tidak dapat persis sama dengan
Coke Farm yang ada di tempat lain.
Yayasan Satu Daun sendiri mengungkapkan bahwa program Coke Farm
yang hendak dijalankan di Desa Kertosari akan direduksi sedikit dari desain
aslinya dikarenakan Coke Farm di daerah lain sendiri berada dalam lokasi pabrik
dan dikelola oleh karyawan pabrik. Untuk menjalankan sesuatu yang sama persis
dengan Coke Farm di wilayah Kertosari sendiri berbeda. LSM juga menyebutkan
bahwa dalam berkomunikasi mengenai konsep Coke Farm sendiri memang terjadi
62 Universitas Kristen Petra
sedikit perbedaan pandangan antara Corporate AffairsCCAI Jawa Timur dengan
pihak LSM. Perbedaan pandangan itu mengarah pada tujuan program yang
berbeda. Coca-Cola muncul dengan tujuan mewujudkan kontribusi pada
lingkungan sertra mengarah kepada kuantitas produk serta peningkatan
pendapatan petani. Disisi lain pihak LSM, ingin mengembangkan program ini
juga sebagai media pembelajaran bagi petani-petani Kertosari lainnya yang tidak
terlibat dalam program ini. Sesuai dengan yang dikemukakan Fathur Rahman :
“Perbedaan pandangannya, kalau Coca-Cola waktu itu yang saya
tangkap tujuan dari program ini lebih mengarah pada orientasi produk
jadi ke arah kuantitas hasil Coke Farm yang ditanam yang digarap apa
saja dan peningkatan petani meningkat. Berapa banyak yang ditanam.
Sedangkan saya sendiri saya sendiri lebih berfokus pada pembelajaran.
Jadi Coke Farm ini sebagai pembelajaran kepada bagi petani-petani yang
lain ya yang mungkin juga ada di luar Coke Farm”. (Wawancara dengan
Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
Setelah menemukan mitra dalam ikut menjalankan program ini maka hal
lain yang dilakukan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur adalah membuat
anggaran terkait program Coke Farm. Dalam pembuatan anggaran Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur mengkomunikasikan terlebih dahulu mengenai
anggaran dana yang dibutuhkan kepada National Office. Pembuatan dana dan
anggaran dilakukan secara sepihak oleh pihak Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur tanpa melibatkan Yayasan Satu Daun, sehingga Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur hanya memberikan budget sekian yang disesuaikan dengan
perencanaan Coke Farm kedepan. Setelah dilakukan penganggaran untuk
program, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur membuatan Key Performance
indikator juga dibuat oleh Corporate AffairsCCAI Jawa Timur dengan
berkoordinasi dengan National Office. Key Performance Indikator itu berisikan
penggarapan lahan, pembuatan irigasi, pembibitan, pembuatan kompos, pelatihan
kepada petani,penanaman tanaman holtikultura membantu petani serta
mendampingi, membantu petani dalam penjualan hasil panen. Dalam indikator
63 Universitas Kristen Petra
yang dibuat kurang lebih berisikan hal-hal teknis seperti apa saja yang harus
dipenuhi oleh kedua belah pihak. Setelah semua proses tersebut dilakukan maka
Yayasan Satu Daun terkait kontrak kerjasama dalam pelaksanaan program ini.
Dalam kontrak kerjasama yang dibuat berisikan kesepakatan antara kedua pihak
terkait pelaksanaan program tersebut serta key performance indikator yang harus
dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Adanya jalinan kerjasama dengan LSM Yayasan Satu Daun dalam proses
ini maka ikut melibatkan Yayasan Satu Daun dalam proses perencanaan ini. Hal
pertama yang dilakukan pihak LSM Yayasan Satu Daun adalah
mengkomunikasikan penggunaaan lahan secara langsung dengan pihak Desa
Kertosari. Setelah melakukan koordinasi dengan pihak Desa Kertosari terkait
penggunaan lahan langkah berikutnya adalah pihak LSM melakukan pemilihan
petani serta berkomunikasi dengan Gapoktan Desa Kertosari terkait akan
dijalankannya program Coke Farm. Dalam hal ini Corporate AffairsCCAI Jawa
Timur yaitu Retno menyerahkan hal ini sepenuhnya kepada LSM dalam hal
pemilihan petani siapa saja yang akan diberdayakan dari Gapoktan Desa
Kertosari. LSM dianggap lebih capable dalam memilih calon petani yang mampu
ikut terlibat dalam mengelola program ini dilapangan. Untuk jumlah petani yang
ditargetkan terlibat dalam program ini adalah secara langsung dalam program ini
adalah tiga orang dimana dua adalah petani dan salah satunya pendampingnya
berasal dari LSM.
“ Kalo mengenai pemilihan dan berkomunikasi dengan pihak Petani
memang kita serahkan sama LSM, karena dalam hal ini yang mengerti
petani yang kredibel ataupun tepat untuk dilibatkan itu yang lebih
mengerti memang LSM, kita pokoknya tetap support, tapi untuk pemilihan
dan mengkomunikasikan program ini pada awalnya ke Gapoktan memang
Fathur ya”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012).
Program Coke Farm sendiri dimulai sejak awal Januari 2011. Dalam
implementasinya, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur melakukan pemantauan
terhadap program Coke Farm di Desa Kertosari. Pengawasan terhadap program
64 Universitas Kristen Petra
ini dilakukan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur melalui mengadakan
kunjungan ke lapangan serta melakukan pengawasan melalui weekly dan monthly
report. Melalui weekly dan monthly report ini akan diberikan rekomendasi-
rekomendasi dan tanggapan terkait laporan tersebut. Selain itu, diadakan
kunjungan lapangan oleh pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur namun tidak
dilakukan secara rutin dikarenakan kesibukan lainnya yang harus dilakukan. Jarak
lokasi yang jauh juga menjadi kendala bagi Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
dalam melakukan kunjungan secara langsung. Terkait dengan pengawasan
melalui weekly dan monthly report, Yayasan Satu Daun mengungkapkan bahwa
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur terkadang tidak memberikan respons
ataupun membalas laporan yang dikirimkan melalui e-mail. Dalam hal ini,
Yayasan Satu Daun sendiri agak menyayangkan hal tersebut. Sesuai dengan
pernyataan Fathur Rahman :
“ Cuma saya agak menyayangkan sih, terkadang itu saya kirim laporan ke
Retno tapi ga dibales. Jadinya kan saya gatau laporannya nyampe ga
diterima ga, apakah sudah dibaca. Mungkin memang sibuk, tapi sekedar
say thanks atau jawab saya sudah terima kan gapapa, jadi saya tau sudah
sampai, mungkin sekitar dua kali ya saya ga dibales dan saya udah
pernah sampaikan kok sama yang bersangkutan”. (Wawancara dengan
Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 2 Mei 2012).
Selama program berlangsung, komunikasi secara langsung dengan petani
terkait program Coke Farm ini sendiri tidak dilakukan oleh Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur karena dipercayakan sepenuhnya untuk LSM. Menurut
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam hal ini, Yayasan Satu Daun disini
berperan sebagai mediator antara pihaknya dengan petani sehingga tidak perlu
berkomunikasi secara langsung dengan pihak petani.
Dalam implementasi program ini sendiri, Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur juga hendak menginformasikan mengenai program Coke Farm melalui
Peresmian program Coke Farm di Desa Kertosari. Peresmian ini sendiri
dilaksanakan pada tanggal 22 Juni 2011 bertempat di Desa Kertosari. Melalui
peresmian ini, hadir Gapoktan Desa Kertosari, Bupati Pasuruan, Dinas Pertanian
65 Universitas Kristen Petra
serta perangkat desa, Media massa, serta Karang taruna dari daerah tersebut.
Dalam peresmian program diperkenalkan mengenai tanaman apa saja yang
ditanam, tujuan dari program ini sendiri dan selain itu dilakukan panen oleh
Bupati untuk membuka kegiatan tersebut. Corporate Affairs berkoordinasi dengan
LSM Satu Daun juga melakukan koordinasi terkait peresmian program tersebut.
Yayasan Satu Daun juga mengungkapkan bahwa dalam hal ini pihaknya banyak
berkontribusi dalam pelaksanaan peresmian program tersebut.
Dalam implementasi program di lapangan, aktivitas yang dilakukan
Yayasan Satu Daun bersama petani antara lain adalah membuat sungkup,
melakukan pendampingan pada petani terkait keterampilan pertanian. Selain itu
aktvititas yang dilakukan antara lain adalah melakukan penanaman, pembibitan
serta perawatan tanaman hijau atau tanaman holtikultura bersama petani.
Pengolahan limbah teh sebagai kompos juga menjadi salah satu aktivitas yang
seharusnya berjalan selama program namun tidak berlangsung secara optimal
dikarenakan support dari Corporate AffairsCCAI Jawa Timur hanya satu truk
selama program tersebut berlangsung. Hal ini tidak sesuai dengan perjanjian serta
kesepakatan kedua belah pihak baik itu Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dan
Yayasan Satu Daun di mana sejak awal pupuk sudah dijanjikan untuk mendukung
berjalannya program Coke Farm. Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sendiri
mengakui bahwa hal tersebut terjadi dengan alasan limbah teh tidak dapat
diproses keluar dari pabrik oleh Badan Lingkungan Hidup.
Yayasan Satu Daun telah menawarkan kepada Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur untuk dibantu dalam proses pengurusan izin limbah tetapi hal tersebut
tidak direspon. Sama halnya dengan pemanfaatan limbah PET sebagai media
penanaman yang telah disepakati sejak awal antara kedua belah tidak berlangsung
secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan tidak adanya suplai sesuai kesepakatan
awal dari Corporate AffairsCCAI Jawa Timur. Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur menuturkan bahwa tidak ada produksi botol PET di pabrik sebanyak yang
dibutuhkan menjadi alasan tidak adanya support botol. Sesuai kesepakatan sendiri
pembibitan yang menggunakan limbah PET ditargetkan oleh pihak Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur sebanyak 200.000 ribu sedangkan limbah PET yang
diberikan hanya sebanyak 2300 limbah PET. Yayasan Satu Daun menilai hal
66 Universitas Kristen Petra
tersebut terjadi dikarenakan lemahnya komitmen manajemen terkait pemanfaatan
limbah itu sendiri dimana pihak internal Coca-Cola menganggap limbah tersebut
masih memiliki nilai ekonomis dan masih memberikan keuntungan dibanding
dimanfaatkan untuk program Coke Farm.
Menjelang berakhirnya masa kontrak dengan Yayasan Satu Daun,
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur melakukan penilaian terkait Key
Performance Indikator. Penilaian terhadap program ini sendiri dilakukan pada
saat program itu sendiri hampir berakhir yaitu sekitar pertengahan bulan
Desember 2011. Penilaian yang dilakukan melihat kembali pada Key Performance
Indikator yang telah dibuat pada perencanaan program tersebut. Dari penilaian
terhadap Key Performance Indikator dengan kondisi di lapangan saat ini adanya
anggapan bahwa LSM belum kompeten dalam membantu pengelolaan program
tersebut. Corporate Affairs CCAI Jawa Timur melihat bahwa tidak ada
kontinuitas dari program Coke Farm itu di lapangan. Dari kondisi ini, maka
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur tidak lagi memberikan support dalam bentuk
dana kepada program dan saat ini sendiri program tersebut sementara dibekukan
karena masih dalam proses pertimbangan.
Proses pertimbangan disini adalah mengganti LSM atau tetap
bekerjasama dengan Yayasan Satu Daun. Dalam hal ini, kemungkinan dalam
mengganti Yayasan Satu Daun tidak memungkinkan karena faktor kedekatannya
dengan Desa Kertosari, peminjaman lahan kosong, serta adanya kerjasama antara
pihak Desa dengan Yayasan Satu Daun selama dua puluh lima tahun. Apabila
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur ingin tetap melanjutkan di Kertosari maka
harus menjalin kerjasama kembali dengan Satu Daun. Sebaliknya, jika memang
tidak hendak mengganti maka pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
mempertimbangkan untuk memindahkan pengembangan Coke Farm ke tempat
lain dimana harus melakukan penggarapan kembali.
“ada perjanjian antara satu daun dengan desa terkait yang tidak
memungkinkan kita untuk mengganti LSM yang ada. Kalau dari dokumen
yang ada memang tidak memungkinkan apabila kita mengganti LSM
tersebut. Itulah yang membuat kita akhirnya kita agak tidak merasa cocok.
67 Universitas Kristen Petra
ya terlepas dari ada kerjasama dengan satu Daun tapi kan melalui
dokumen itu kita seperti dipaksa untuk terus bekerjasama dengan Satu
Daun. Itu kan menjadi sesuatu yang tidak baik karena dipaksa ya, karena
setelah kita mengukur keberhasilannya. Jadi kalau mau tetap
melaksanakan Coke Farm di Kertosari yah kita harus tetap dengan Satu
Daun”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012).
Dari pihak LSM sendiri menilai bahwa Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur terlalu terlambat dalam melakukan penilaian kepada program Coke Farm
karena dilakukan menjelang akhir masa program Yayasan Satu Daun menilai
banyaknya support yang tidak diberikan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur juga
ikut mempengaruhi proses di lapangan seperti pembuatan kompos dan
pemanfaatan limbah PET. Hal ini mempengaruhi tidak tercapainya pembibitan
hingga 200.000 bibit dan yang tercapai hanya 30.000 bibit karena yang PET yang
disuplai hanya 2300 limbah PET. Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sendiri
tidak menyalahkan sepenuhnya tidak tercapainya pembibitan sejumlah yang
ditentukan karena jumlah pembibitan dalam perjanjian itu juga dipengaruhi oleh
CCAI National Office.
Yayasan Satu Daun sendiri menilai, bahwa sejak Juni 2011 kontrak telah
berakhir sejak Juni 2011 dan pemberian support sudah tidak ada. Pihak Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur mengungkapkan hal yang sebaliknya bahwa program
berakhir pada akhir Januari 2012 karena hingga saat itu masih diberikan bantuan
kepada Yayasan Satu Daun namun tidak lagi dibuat dalam kontrak. Dari Yayasan
Satu Daun membenarkan bahwa sempat diberikan penambahan seperti untuk
kebutuhan bibit tanaman, penggarapan sungkur yang rusak serta biaya pengecatan
rumah Gapoktan dan biaya penggalian yang belum bisa mencukupi seluruh tidak
mencukupi seluruh proses tersebut di lapangan. Yayasan Satu Daun
mengungkapkan bahwa setelah launching program Coke Farm dapat dikatakan
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sudah tidak pernah melakukan pengontrolan
terhadap program. Saat ini sendiri, program masih tetap dijalankan oleh Yayasan
Satu Daun dengan dibantu Hadi yang memang merupakan petani dari awal Coke
Farm berjalan hingga saat ini.
68 Universitas Kristen Petra
Dari hasil observasi peneliti di lapangan, peneliti menemukan bahwa
walaupun program ini dibekukan dan memang tidak dibawah support Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur. Namun program ini masih tetap berjalan walaupun
tidak seperti awal program diimplementasikan. Aktivitas program seperti
penanaman beberapa jenis sayuran seperti sawi dan bayam yang kemudian
didistribusikan di beberapa tempat salah satunya Taman Safari Pasuruan masih
tetap dilakukan oleh Yayasan Satu Daun serta Petani. Hadi sebagai petani yang
terlibat dalam program menuturkan bahwa program ini memiliki konsep yang
baik sehingga melalui Coke Farm, dia serta petani lainnya dari Kertosari
mendapatkan pembelajaran tentang tanaman hijau serta holtikultura. Seperti yang
dituturkan Hadi berikut ini :
“yah, klo jujur ya maunya program ini jalan kayak dulu lagi, ya Coca-
Cola ada support, jadi nanemnya isa macam-macam bisa variatif. Kalau
sekarang ini ya cuma sawi sama bayam tok tiap bulan. Padahal Coke
Farm ini, selain bisa ngarap saya ya bisa belajar-belajar kayak tanaman
sayuran, tomat sambel, cabe itu nananmnya dalam jumlah besar gimana.
ya tapi gimana ya maunya sih programnya disupport lagi, teman-teman
petani sing laen tu ya banyak belajar lewat Coke Farm juga”.
(Wawancara dengan Hadi, 2 Mei 2012)
Hadi selaku petani yang terlibat dalam program ini juga mengakui bahwa
program Coke Farm sendiri konsep dari program yang baik bagi para petani. Dari
program ini, banyak pengetahuan yang bisa didapatkan Hadi selama mengikuti
program khususnya dalam bidang pertanian.
“Kalo petani-petani yang lain seneng dengan program ini, banyak yang
sering Tanya-tanya mereka akan mendukung program ini jalan. Petani
sekitar sangat mendukung. Kalo sendiri saya merasa eman gitu lo, saya
ini program cukup bagus, cukup bagus pokoknya menurut saya tapi klo ga
ada support dari luar kan ga bisa bagus, ga bisa maksimal”. (Wawancara
dengan Hadi, 2 Mei 2012)
69 Universitas Kristen Petra
Sebagai petani yang terlibat dalam program ini, Hadi merasa program
ini telah cukup baik dan dapat hasil yang didapatkan cukup untuk digunakan. Jika
dihubungan dengan tujuan Coke Farm sendiri yaitu meningkatkan pendapatan
masyarakat petani serta memberikan pengetahuan dalam bidang pertanian, Hadi
mengakui bahwa untuk meningkatkan pendapatan memang tidak secara drastis,
namun pendapatannya selama mengikuti Coke Farm dapat mencukupi
kebutuhannya. Terkait memberikan pengetahuan dalam bidang pertanian, Hadi
sendiri menuturkan bahwa dia mendapatkan banyak pembelajaran dalam bidang
pertanian, baik dalam melakukan penanaman, perawatan, pembibitan, panen serta
pembuatan kompos.
4.5. Analisis dan Interpretasi Data
Dalam melakukan analisis dan interpretasi data, peneliti sekaligus
melakukan triangulasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi
sumber dan triangulasi teori. Triangulasi sumber adalah membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu adan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Moleong, 2010, p.330).
Triangulasi sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil
wawancara antara, Retno Koesdijarto, Oni Dwi Arianto, dengan Fathur Rahman
dan Hadi.
Triangulasi teori adalah mencari tema atau penjelasan pembanding
dengan menyertakan usaha pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data
yang mungkin mengarahkan pada upaya penemuan penelitian lainnya (Moleong,
2010, p. 331-332). Dalam hal ini, peneliti akan melakukan triangulasi teori
dengan membandingkan data dengan konsep-konsep yang berkaitan dengan
Tahapan Proses Public Relations dan Corporate Social Responsibility. Dalam
mengatur dan pelaksanaan program dan kegiatan PR, hal ini dapat mengacu pada
empat tahapan proses Public Relations yang dimulai dari mendefinisikan problem
(peluang), perencanaan dan pemrograman, mengambil tindakan dan
berkomunikasi, serta mengevaluasi program (Cutlip, 2009, p.320). Peneliti
membagi analisis proses Public Relations ini dalam empat tahap yaitu
mendefinisikan problem (peluang), perencanaan dan pemrograman, mengambil
70 Universitas Kristen Petra
tindakan dan berkomunikasi, serta mengevaluasi program. Disamping itu,
program Public Relations Coke Farm yang akan dianalisis dalam hal ini
merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam analisis proses
Public Relations, peneliti juga akan menambahkan beberapa konsep terkait
Corporate Social Responsibility untuk memperdalam analisis.
4.5.1. Analisis Tahapan Program CSR Coke Farm Jawa Timur
Program Coke Farm ini sendiri dijalankan oleh Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur. Corporate Affairs dalam hal ini sama dengan Public Relations.
Dalam penelitian ini, Corporate Affairs memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
melaksanakan program Coke Farm yang dimana sesuai dengan definisi Public
Relations adalah seni dan ilmu sosial yang menganalisis kecenderungan,
memperkirakan sebab akibat, memberikan saran kepada pimpinan perusahaan
serta melaksanakan program tindakan terencana yang melayani baik kepentingan
organisasi dan khalayaknya (Morrisan, 2008, p. 8). Program tindakan terencana
yang dimaksudkan dalam hal ini adalah Program Coke Farm. Coke Farm sendiri
merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan yang merupakan sebuah
program yang dijalankan Corporate Affairs CCAI.
Dalam ini, peneliti akan menganalisis Tahapan Proses Public Relations
dalam Program Corporate Social Responsibility Coke Farm melalui beberapa
tahapan yang dilakukan oleh Corporate Affairss, LSM, serta keterlibatan petani
berdasarkan konsep Cutlip untuk menguraikan Tahapan Proses Public Relations.
Tahapan-tahapan proses yang akan dianalisis dalam sub-bab ini adalah
mendefinisikan problem (peluang), perencanaan dan pemrograman, mengambil
tindakan dan berkomunikasi, serta mengevaluasi program. Analisis juga diperkuat
dengan deskripsi hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur, Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Satu Daun,
serta petani yang terlibat dalam program Coke Farm sebagai berikut.
71 Universitas Kristen Petra
4.5.1.1. Mengidentifikasi problem (atau peluang) Program CSR Coke Farm
Jawa Timur
Dalam langkah pertama ini mencakup penyelidikan dan memantau
pengetahuan, opini, sikap, dan perilaku pihak-pihak terkait dengan dipengaruhi
oleh, tindakan dan kebijakan organisasi. Pada dasarnya ini adalah fungsi inteligen
organisasi. Fungsi ini menyediakan dasar untuk semua langkah dalam proses
pemecahan problem dengan menentukan “Apa yang sedang terjadi saat ini?”
(Cutlip, 2006, p. 320).
Dalam proses ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur tidak melakukan
riset untuk merancang program Coke Farm ini sendiri melainkan program ini
merupakan pilot project dari tim Corporate Affairs National Office yang juga
harus dijalankan dan dikembangkan di Coca-Cola Amatil Jawa Timur. Tanggung
jawab untuk mengembangkan desain program Coke Farm ini juga didasarkan
pada adanya keberhasilan program Coke Farm di daerah pertama yaitu Bandung,
Jawa Barat. Tanggung jawab yang diberikan oleh National Office CCAI bagi
Corporate Affairs untuk mengembangkan dan mengimplementasikan program
Corporate Social Responsibility Coke Farm di Jawa Timur.
Berdasarkan wawancara dengan Retno Koesdijarto :
“Kalau untuk program ini sendiri, kebetulan program ini memang
program kembangan dari National Office ya, dan program ini memang ingin
dikembangkan ditempat-tempat dimana Coca-Cola beroperasi jadi memang
program ini bukan dirancang langsung oleh kita disini, tapi diberikan tanggung
jawab untuk menjalankan program ini di sekitar daerah pabrik. Ide dan desain
program ini sendiri kan memang bermula dari keberhasilan Coke Farm yang
dibuat di Bandung ya”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012).
Pernyataan Retno ini menjadi pendukung dimana program Coke Farm ini
harus dijalankan di Jawa Timur, berdasar pada adanya tanggung jawab yang
diberikan oleh CCAI National Office. Sesuai dengan Strategi SO atau Strength
Opportunity, yaitu strategi yang didasarkan pada kekuatan organisasi untuk
72 Universitas Kristen Petra
mengambil keuntungan dari lingkungan eksternal. Strategi ini biasanya dilakukan
oleh perusahaan yang memiliki kekuatan dan sanggup mengambil keuntungan
dari adanya peluang di lingkungan eksternal perusahaan (Cutlip, 2009, p.331).
Peneliti dalam hal ini melihat bahwa konsep dari program ini sendiri masih
didasarkan pada kekuatan organisasi, dimana organisasi CCAI ingin sekali
mengembangkan desain program Coke Farm ini ke beberapa daerah yang salah
satunya adalah Jawa Timur.
Dalam tahapan ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam rangka
mennjalankan desain program Coke Farm di Jawa Timur maka dilakukan riset
mengenai lingkungan yang akan menjadi tempat untuk mengembangkan Coke
Farm, hal ini dilakukan dengan turun ke lapangan untuk mencari lokasi. Sesuai
dengan yang diungkapkan Retno Koesdijarto sebagai berikut :
“ Dalam hal ini kita melakukan riset yang dalam mencari lokasi, dan cukup
sulit. Ya saya sudah melakukan pencarian kebeberapa lokasi. Pertama itu
mencari di daerah sekitar pabrik ya di Desa Tamanan karena lokasinya
memang tidak jauh dari area pabrik. Dan masuk ring 1 CSR kita ya. Hanya
saja ketika kita berkomunikasi dengan pihak desa, pihak desa tidak begitu
bisa menerima dengan pembuatan program ini, tapi lebih memilih diberikan
dana pengembangannya saja. Sehingga saya putuskan untuk mencari daerah
lain lagi”.(Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Berdasarkan pernyataan Retno ini, dapat disimpulkan pada awalnya
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur telah turun ke lapangan untuk melihat
respon masyarakat di sekitar pabrik yaitu masyarakat Desa Tamanan terhadap
desain program Coke Farm. Adanya kenyataan serta perbedaan pemahaman
antara Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan masyarakat Desa Tamanan
tidak memungkinkan program Coke Farm dapat dikembangkan di daerah tersebut.
Rahmatullah menyebutkan assessment merupakan tahap pertama dalam
pelaksanaan program Corporate Social Resposibility. Dalam proses assessment,
masyarakat dilibatkan secara aktif agar mereka dapat merasakan bahwa
permasalahan yang sedang dibicarakan benar-benar pemasalahan yang keluar dari
73 Universitas Kristen Petra
pandangan mereka sendiri. Proses assessment dilakukan dengan mengidentifikasi
masalah, kebutuhan yang diekspresikan dan juga sumber daya yang dimiliki
komunitas sasaran. (Rahmatullah 2009, 71). Dalam proses ini, dapat dikatakan
proses assessment sempat dilakukan pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
pada saat mereka melakukan analisis terhadap masyarakat di Tamanan yang
merupakan masyarakat sekitar pabrik. Peneliti melihat dalam hal ini, Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur pada awalnya telah melakukan proses need assessment
untuk menilai kebutuhan dari masayarakat Desa Tamanan. Hanya saja adanya
perbedaan dalam memandang program ini yang mengakibatkan program ini tidak
dapat diimplementasikan di wilayah tersebut. Dalam hal ini, langkah yang tepat
dalam melakukan assessment telah dilakukan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur namun kenyataannya program itu tidak bisa diimplementasikan di wilayah
Tamanan. Hal ini juga diperkuat dengan apa yang dituturkan oleh Oni Dwi
Arianto sebagai berikut :
“Kita awalnya pengen lokasinya di sekitar pabrik, kita udah pernah
ninjau ke tamanan, suatu dusun, kita juga sudah berkomunikasi kesana ya,
cuma sebagian besar warga disana belum bisa menerima program itu ya
karena mereka belum siap menerima seperti itu, bagi mereka sih
pengennya langsung uang cash dikasih cash money. Jadi untuk berproses
dalam program itu sih, bagi mereka masih terlalu lama sehingga
akhirnya, kita memutuskan untuk mencari tempat lain”. (Wawancara
dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012).
Berangkat dari kenyataan ini maka Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
melakukan pencarian lokasi lain untuk mengembangkan desain program Coke
Farm. Pencarian lokasi sendiri memakan waktu kurang lebih selama dua bulan
dan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur menemukan salah satu lahan tidak
produktif di wilayah Desa Kertosari. Adanya temuan lahan tidak produktif di
Desa Kertosari ini akhirnya diputuskan menjadi lahan yang akan digunakan
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur untuk mengembangkan program ini. Dalam
proses pencarian lokasi hingga Desa Kertosari dipilih sebagai wilayah untuk
mengimplementasikan program Coke Farm. Pihak Corporate Affairs CCAI Jawa
74 Universitas Kristen Petra
Timur sempat melakukan koordinasi dengan beberapa pihak yang dikenal salah
satunya dengan Satu Daun serta Dinas Pertanian terkait lahan-lahan tidak
produktif yang dapat dikembangkan.
“kita memutuskan untuk di Kertosari itu. Karena memang kita mencari,
kita berkoordinasi dengan satu Daun, kita berkoordinasi juga dengan
dinas Pertanian. Dan akhirnya kita ketemu lahan desa Kertosari yang
siap digunakan untuk Coke Farm dan kita memutuskan untuk di Kertosari
itu.”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
.
Dalam pencarian lokasi hingga pemilihan sendiri, terlihat bahwa proses
pemilihan lokasi mengembangkan Coke Farm tidak di dasari dengan melakukan
penilaian kebutuhan masyarakat setempat terkait program tersebut. Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur mendasarkan pemilihan tidak dari melihat kebutuhan
masyarakat tetapi dari hasil koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Yayasan Satu
mengenai adanya lahan kosong lahan tidak produktif di Kertosari yang siap
digunakan untuk menjadi saran mengembangkan program tersebut. Peneliti
melihat proses assessment yang dilakukan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
tidak berdasar pada melihat kebutuhan masyarakat tetapi lebih kepada melihat
sumber daya yang dimiliki komunitas sasaran.
Melihat sumber daya yang dimiliki komunitas sasaran ini disimpulkan
dari perhatian yang dilakukan lebih kepada pencarian lokasi lahan tidak produktif
untuk dapat dikembangkan serta koordinasi yang dilakukan pada Dinas Pertanian
serta Yayasan Satu Daun. Proses assessment secara utuh dimana mengidentifikasi
masalah, menilai kebutuhan masyarakat yang pada awalnya telah dilakukan pada
wilayah Tamanan tidak kembali dilakukan pada saat memilih Desa Kertosari
sebagai tempat untuk mengembangkan program Coke Farm. Seharusnya
assessment penting dilakukan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan
turun langsung kepada masyarakat Desa Kertosari dan melakukan komunikasi
dengan pihak desa terkait permasalahan dan apa yang mereka butuhkan tapi hal
ini belum dilakukan karena koordinasi dengan pihak Desa sedari awal tidak
dilakukan.
75 Universitas Kristen Petra
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Oni Dwi Arianto sebagai berikut :
“Waktu memilih lokasi Kertosari sendiri memang didasarkan pada adanya
lahan kosong yang dapat dimanfaatkan untuk program ini, untuk
berkomunikasi terkait pengembangan program kita serahkan pada pihak
Satu Daun untuk melakukan hal tersebut”. (Wawancara dengan Oni Dwi
Arianto, 23 April 2012).
Hal ini memperkuat bahwa proses need assessment yang pada awalnya
sempat dilakukan di daerah yang terdahulu tidak lagi dilakukan secara tepat untuk
wilayah Kertosari dimana program ini diimplementasikan. Peneliti menemukan
bahwa Corporate Affairs CCAI Jawa Timur lebih berfokus pada pencarian lahan
kosong untuk implementasi dari program ini sendiri. Belum dilakukannya proses
need assessment ini secara tepat juga ikut dipengaruhi dari adanya deadline untuk
segera mengimplementasikan program Coke Farm sehingga membuat proses
assessment menjadi kurang tepat dan terkesan terburu-buru.
Sesuai dengan pernyataan Oni Dwi Arianto sebagai berikut :
“Dari internal itu kita harus menjalankan program ya. Artinya ada
keterbatasan juga dari internal kita harus segera menjalankan program
itu. Karena tidak mungkin berkutat pada mencari lahan dan akhirnya
program ini tidak berjalan dan setiap program pastinya ada deadline ya.
Setiap kegiatan kita ada deadline yang memang harus segera
dilaksanakan”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012).
Pernyataan Oni Dwi Arianto menunjukan adanya tanggung jawab secara
internal untuk segera mengembangkan program Coke Farm serta adanya deadline
waktu juga yang perlu dipertimbangkan hal ini. Kenyataan ini juga dijadikan salah
satu pertimbangan untuk segera melaksanakan program dan pencarian lokasi
dilakukan secara cepat karena tidak mungkin hanya berkutat pada mencari lahan
dan sebagainya.. Hal ini menunjukan bahwa adanya keharusan menjalankan
program menjadi prioritas dikarenakan ada deadline waktu terkait program itu
sendiri.
76 Universitas Kristen Petra
Disamping tanggung jawab untuk menjalankan program, pihak
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sendiri menyadari bahwa dalam tidak
adanya kemampuan dalam bidang pertanian akan berpengaruh pada pelaksanaan
program ini. Hal ini mengingat program ini merupakan program pertanian,
sehingga aktivitas di dalam program ini akan berkisar mengenai pertanian,
pembibitan dan penanaman. Selain itu, pihak Corporate Affairs juga menyadari
bahwa ada keterbatasan secara internal dimana Corporate Affairs hanya terdiri
dari dua orang yaitu seorang manajer dan staff. Menyadari hal ini maka
membangun kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dilakukan sebagai
keharusan untuk terlibat dalam membantu pengelolaan program. Rahmatullah
(2011), mengemukakan kemitraan adalah kerjasama yang dilakukan perusahaan
dengan pihak lain yang dipercaya untuk melaksanakan program Corporate Social
Resposibility perusahaan. Hal ini terjadi dikarenakan keterbatasan perusahaan baik
dalam aspek dana, Sumber Daya Manusia (SDM), keterampilan ataupun akses
memilih menggandeng mitra dalam melaksanakan program CSR (p. 87-88).
Peneliti melihat bahwa dalam kenyataannya pihak Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur sendiri memiliki terbatas dari Sumber Daya Manusia yang ada serta
keterampilan dalam bidang pertanian dan holtikultura sehingga bermitra dengan
LSM menjadi keharusan bagi Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Retno
Koesdijarto selaku Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur menyadari
kemampuan dalam mengelola program Coke Farm tentunya membutuhkan
bantuan mitra untuk berkolaborasi yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat.
Ini dipertegas dengan pernyataan Retno sebagai berikut :
“Dalam hal ini, saya sendiri kan tidak punya kemampuan dalam pertanian
ya, sehingga kan ga mungkin saya mengajarkan seperti apa pertanian,
nanam sayur. Menyadari hal itu maka saya tentunya harus menjalin mitra
dengan LSM dalam hal itu. Hal tersebut juga memudahkan saya, karena
kamu kan tau sendiri Lin kerjaan saya kayak apa dan tidak hanya ngurusi
Coke Farm saja. Disini saya juga cuma berdua sama Mas Oni sedangkan
banyak tugas lainnya yang kita juga harus jalankan satu-satu. Kamu tau
sendiri kan Lin, kayak misalnya audit di pabrik, ada meeting, ada kunjungan
77 Universitas Kristen Petra
ke plant”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
AffairsCCAI Jawa Timur, 30 April 2012).
Bermitra dengan LSM dalam membantu pelaksanaan program tersebut di
dasari oleh keterbatasan kemampuan dan keterampilan dalam bidang pertanian
serta terbatasnya sumber daya manusia. Strategi WO berusaha meminimalkan
kelemahan organisasi untuk mengambil keuntungan dari luar (Cutlip, 2009,p.
331). Dalam hal ini, peneliti melihat minimnya pengetahuan pertanian serta
terbatasnya sumber daya manusia mendorong Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur untuk meminimalisir hal tersebut melalui bermitra dengan LSM.
Peneliti melihat dalam tahapan mengidentifikasi problem ini sendiri
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur memang berangkat dari tanggung jawab
untuk mengembangkan desain program Coke Farm di Jawa Timur. Disini, untuk
proses riset dan membuat desain program tersebut Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur tidak terlibat. Dalam menerapkan desain program Coke Farm ini, peneliti
melihat Corporate Affairs CCAI Jawa Timur belum melakukan prosess
assessment yang tepat dengan pihak masyarakat Desa Kertosari, karena lebih
berfokus pada pencarian lahan untuk pengembangkan program. Seharusnya
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur perlu melakukan assessment untuk menilai
kebutuhan dan tanggapan masyarakat setempat terkait program tersebut. Peneliti
melihat proses ini belum sepenuhnya terjadi dikarenakan keterbatasan
kemampuan juga dalam bidang pertanian, sehingga Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur tidak terlalu memahami mengenai konsep program. Terbatasnya sumber
daya manusia dalam Corporate Affairs CCAI Jawa Timur serta adanya deadline,
dilihat peneliti sebagai hal-hal yang cukup berpengaruh pada saat proses
mengidentifikasi problem. Peneliti melihat belum dilakukannya proses assessment
secara tepat ikut dipengaruhi adanya dorongan dari deadline program yang harus
segera dijalankan tanpa memprediksikan kondisi kedepannya seperti apa.
78 Universitas Kristen Petra
4.5.1.2. Perencanaan dan Pemograman Program Corporate Social
Responsibility Coke Farm Jawa Timur
Konsep mengatakan bahwa informasi yang dikumpulkan dalam langkah
pertama digunakan untuk membuat keputusan tentang program publik, strategi
tujuan, tindakan dan komunikasi, taktik, dan sasaran. Langkah ini akan
mempertimbangkan temuan dari langkah dalam membuat kebijakan dan program
organisasi (Cutlip, 2009,p )
Dalam tahap perencanaan dan pemograman dari program ini sendiri telah
melibatkan pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, LSM Yayasan Satu Daun
serta, petani yang terlibat dalam program. Peneliti sendiri melihat bahwa dalam
perencanaan program ini sendiri berangkat dari adanya tanggung jawab dari CCAI
National Office untuk mengembangkan desain program Coke Farm dimana salah
satunya adalah Jawa Timur. Desain program ini sendiri pada dasarnya memang
telah ada dan dibuat CCAI National Office yang pada awalnya dikembangkan
terlebih dahulu ke CCAI Bandung, Jawa Barat, CCAI Semarang, Jawa Tengah
dan selanjutnya di CCAI Surabaya, Jawa Timur.
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam hal ini bertindak pihak yang
berperan dalam perencanaan program juga membuat langkah-langkah
perencanaan sebelum mengimplementasikan program ini lebih jauh. Berikut ini
adalah perencanaan dan pemrograman yang dilakukan terkait dengan program
Coke Farm yang dijalankan di Desa Kertosari Pasuruan :
a. Mengadakan pemilihan atas beberapa LSM untuk bekerjasama sebagai tim
dalam Coke Farm,
b. Melakukan peninjauan area lahan Desa Kertosari yang telah dipilih
c. Membuat anggaran dana terkait program yang dikomunikasikan ke National
Office
d. Membuat Key Performance Indikator guna kepentingan perjanjian dengan
LSM
e. Menjalin kemitraan dengan Yayasan Satu Daun dengan membuat perjanjian
kontrak kerjasama.
79 Universitas Kristen Petra
Untuk memberikan gambaran lebih luas mengenai perencanaan program ini
maka peneliti akan mendeskripsikan hal-hal yang telah disebutkan di atas sebagai
berikut :
a. Mengadakan pemilihan atas beberapa LSM untuk bekerjasama sebagai tim
dalam Coke Farm
Dalam langkah ini, Corporate Affairs akan mengumpulkan beberapa LSM dan
melakukan proses seleksi. Disini, pihak Corporate Affairs sendiri akan
memberikan gambaran umum mengenai program Coke Farm. Dalam proses ini,
beberapa LSM yang dipilih juga merupakan LSM Lokal yang berasal dari daerah
Pasuruan. Sesuai dengan pernyataan Retno sebagai berikut :
“Ya waktu itu ada beberapa LSM lokal yah yang kita kumpulkan dan kita ajak
untuk bertukar pikiran tentang program tersebut, waktu itu ada Kaliandara,
apalagi ya saya agak lupa nah sama salah satunya Satu Daun. Ya kita
mengkomunikasikan tentang bagaimana program Coke Farm kepada mereka,
ya selain itu yah kita liat juga kemampuan mereka dari misalnya profil dan
badan hukumnya”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Dalam hal ini, tentunya pihak Corporate Affairs mempertimbangkan
aspek-aspek pemilihan terhadap LSM yang ada. Rahmatullah & Kurniati
mengungkapkan bahwa tahapan pertama dalam melakukan kemitraan CSR adalah
dengan menyeleksi mitra yang tepat. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan
perusahaan dalam memilih dan menyeleksi mitra antara lain adalah kapabilitas
mitra dalam melaksanakan program, keselarasaran visi dan misi, kemampuan
menjangkau mitra, serta efisiensi dan benefit yang didapat (2011, p. 88).
Berdasarkan teori yang ada, menyeleksi mitra dalam hal ini telah dilakukan oleh
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Sesuai dengan yang dikemukakan Retno,
aspek-aspek yang dinilai pertama oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
adalah kemampuan LSM. Kemampuan dalam hal ini sesuai dengan aspek yang
diutarakan oleh Rahmatulah yaitu kapabilitas dalam melaksanakan program.
80 Universitas Kristen Petra
Dilain sisi, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur juga mempertimbangkan
aspek efisiensi dan benefit. Aspek efisiensi dan benefit yang dimaksudkan disini
adalah penggunaan LSM Lokal tentunya akan memudahkan Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur dalam mengimplementasikan program tersebut. Hal ini
didasarkan pada LSM Lokal lebih mudah memahami kultur masyarakat di daerah
dimana program hendak dikembangkan menjadi penting karena dalam hal ini
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur tentunya menginginkan bahwa di dalam
pelaksanaan program nanti bisa berjalan dengan maksimal. Sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Oni Dwi Arianto :
“Kalau untuk pemilihan LSMnya itu sendiri kita mencoba mencari pertama
yang disekitar situ. Alasannya kenapa kita memilih yang disekitar situ,
karena kita ingin memberdayakan LSM Lokal yang kedua kita ingin LSM itu
mengerti kultur masyarakat disitu, Jadi dengan dua asumsi itu dengan LSM
Lokal itu dan dia mengerti kultur masyarakat setempat harapannya
program bisa berjalan dengan maksimal”. (Wawancara dengan Oni Dwi
Arianto, 23 April 2012).
Dalam proses menyeleksi mitra ini, akhirnya pihak Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur memilih Yayasan Satu Daun sebagai pihak yang akan diajak
bekerjasama. Hal ini dikarenakan aspek efisiensi dan benefit yang telah
disebutkan sebelumnya selain itu, kedekatan Yayasan Satu Daun akan
memudahkan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam mengkomunikasikan
program serta penggunaaan lahan tidak produktif Desa Kertosari. Hal ini akan
memudahkan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur untuk program ini sendiri. Ini
dipertegas dengan penyataan Retno :
“Setelah itu, ya dipilih Satu daun karena mereka mampu ya
mengkomunikasikan tentang program ini kepada Desa Kertosari karena
faktor kedekatan tersebut. Ya mereka juga punya akses yang baik dengan
pemerintah desa Kertosari jadi hal tersebut juga tentunya akan lebih
memudahkan kita”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
81 Universitas Kristen Petra
Disamping akses yang baik serta faktor kedekatan antara Yayasan Satu
Daun dengan pihak Desa Kertosari. Pemilihannya juga didasarkan oleh
keberadaan Yayasan Satu Daun yang cukup dikenal untuk Wilayah Pasuruan juga
turut mendukung pemilih Yayasan Satu Daun sebagai mitra dalam menjalankan
program Coke Farm.
“ya satu daun ini salah satu LSM ini sudah cukup terkenal di daerah
pasuruan. Dikenal oleh PEMDA juga sehingga kami berpendapat bahwa
Satu Daun ini sudah layak untuk dipakai.” (Wawancara dengan Oni Dwi
Arianto, 23 April 2012)
Menurut Cutlip dalam perencanaan dan pemograman, menetapkan
akuntabilitas menjadi salah satu faktor yang penting. Menetapkan akuntabilitas
adalah menentukan siapa yang akan mengawasi pencapaian sasaran dan langkah-
langkah aksi (Cutlip, 2009, p.356). Dalam hal ini, Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur telah menetapkan akuntabilitas dengan menentukan LSM Yayasan Satu
Daun yang sebagai partner kerja untuk membantu mengimplementasikan langkah
aksi dalam program Coke Farm serta mengawasi pencapaian program itu sendiri.
b. Mengkomunikasikan desain program Coke Farm kepada pihak LSM Satu
Daun.
Dengan adanya pemilihan mitra dalam program ini, maka Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur terlebih dahulu perlu melakukan pengenalan mengenai
program kepada pihak LSM Yayasan Satu Daun. Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur kemudian mengkomunikasikan bentuk program ini yang terdahulu kepada
pihak LSM seperti apa desain program ini. Dalam hal ini, dijelaskan mengenai
target sasaran program serta tujuan dari program itu sendiri. Hal ini pada dasarnya
bertujuan agar informasi yang disampaikan kepada LSM bisa menjadi gambaran
serta memberikan pemahaman mengenai program Coke Farm. Sesuai dengan apa
yang dikatakan Retno:
“Kita mempresentasikan kepada LSM yah program Coke Farm di tempat-
tempat sebelumnya kayak di Bandung seperti apa. Kita jelaskan bahwa
program ini ditargetkan kepada masyarakat petani. Melalui program ini
82 Universitas Kristen Petra
kita berharap bahwa dapat meningkatkan pendapatan petani setempat dan
juga petani di daerah itu ada kepercayaan untuk tidak menanam sayuran.
Ya melalui keberadaan Coke Farm kita harapkan masyarakat juga jadi
bertambah pengetahuannya dalam bidang pertanian”. (Wawancara
dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur,
30 April 2012).
Dalam langkah ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sendiri sudah
mengkomunikasikan desain program ini kepada pihak LSM untuk memberikan
wawasan dan pengetahuan tentang seperti apa Coke Farm. Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur juga menyampaikan bahwa program ini memang ditargetkan
untuk masyarakat petani yang ada. Pihak LSM memang membenarkan bahwa
pada saat perencanaan program, Coca-Cola pernah menyampaikan desain
program, tujuan program serta sasaran program itu seperti apa. Tetapi dalam hal
ini pihak LSM juga menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan program Coke
Farm hanya saja program Coke Farm yang hendak dilaksanakan di Desa
Kertosari tidak bisa sesuai dengan desain Coke Farm yang ada ditempat lain.
Sesuai dengan penyataan Fathur Rahman :
“Kalau waktu itu perencanaan, dia kasih gambaran mengenai Coke Farm,
dia kasih contoh Coke Farm di daerah yang lain nah kemudian saya kasih
yang mau saya reduksi tadi, saya bisa jalankan, tapi mungkin tidak seperti
Coke Farm lainnya”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun,
20 April 2012).
Hal ini menunjukan bahwa pihak LSM memang menyatakan kesanggupan
dalam menjalankan program tersebut hanya saja tidak bisa sama dengan yang ada
di tempat lain. Alasan yang dikemukakan Fathur bahwa program Coke Farm yang
hendak dijalankan di Desa Kertosari ini perlu direduksi dikarenakan Coke Farm
di daerah lain sendiri berada dalam lokasi pabrik dan dikelola oleh karyawan
pabrik. Selain itu, luas Coke Farm di daerah lain tidak sebesar Coke Farm yang
hendak digarap di Desa Kertosari. Hal ini menjadi alasan utama LSM mereduksi
sedikit dari desain awal program ini. Pihak LSM sendiri sudah
83 Universitas Kristen Petra
mengkomunikasikan masalah ini kepada Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Ini
dipertegas dengan pernyataan Fathur :
“Kalau Coke Farm di daerah pabrik yang lain lebih eksklusif karena
berada di dalam daerah pabrik, dan menggunakan karyawan disitu untuk
mengelola, kalau disini sangat beda. Disini saja luasnya hampir 2 hektar,
sedangkan Coke Farm daerah lain kan kecil-kecil luasnya karena hanya di
dalam pabrik. ga bisa seperti yang lain mungkin kalau Coke Farm yang lain
bisa full terisi semua, waktu itu sih lahannya ada yang cuma beberapa ratus
meter kan, kalau disini lahannya, tanah kita ini ada sekitar 20 ribu hektar.
Saya waktu itu menawarkan, saya bisa jalankan dengan lebih besar, dengan
Pastinya ya cost yang lebih besar”. (Wawancara dengan Fathur, LSM
Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
Fathur sendiri menuturkan kalau dari awal program ini sendiri, memang
ada sedikit perbedaan pandangan antara Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
dengan pihak LSM. Perbedaan pandangan itu mengarah pada tujuan program
yang berbeda. Coca-Cola muncul dengan tujuan mewujudkan kontribusi pada
lingkungan sertra mengarah kepada kuantitas produk serta peningkatan
pendapatan petani. Sedangkan pihak LSM, ingin mengembangkan program ini
juga sebagai media pembelajaran bagi petani-petani lainnya yang tidak terlibat
dalam program ini. Hal ini ditegaskan dengan pernyataan Fathur sebagai berikut :
“Perbedaan pandangannya, kalau Coca-Cola waktu itu yang saya
tangkap tujuan dari program ini lebih mengarah pada orientasi produk
jadi ke arah kuantitas hasil Coke Farm yang ditanam yang digarap apa
saja dan peningkatan petani meningkat. Berapa banyak yang ditanam.
Sedangkan saya sendiri saya sendiri lebih berfokus pada pembelajaran.
Jadi Coke Farm ini sebagai pembelajaran kepada bagi petani-petani yang
lain ya yang mungkin juga ada di luar Coke Farm”. (Wawancara dengan
Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
Solihin (2009) mengungkapkan pengelolaan program yang baik hanya dapat
terwujud bila terdapat kejelasan tujuan program, terdapat kesepakatan mengenai
84 Universitas Kristen Petra
strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan program dari para pihak
yang terlibat dalam pelaksanaan CSR (p.146). Realita mengenai adanya perbedaan
pandangan antara Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan Yayasan Satu
Daun sebagai mitra dalam mengimplementasikan program CSR ini tentunya tidak
tepat apabila ditinjau dari apa yang diungkapkan Solihin mengenai pengelolaan
yang baik. Peneliti melihat disini, kedua belah pihak belum menyamakan pandang
mengenai program yang hendak dikembangkan. Sebagaimana sebuah program,
tujuan dari program menjadi sebuah hal penting dalam perjalanan program itu
sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Cutlip (2009) bahwa tujuan adalah
pernyataan ringkas yang menyebutkan keseluruhan hasil suatu program. Tujuan
menyatakan apa yang hendak dicapai melalui suatu upaya terpadu (p.359).
Sesuai dengan hal ini, peneliti melihat bahwa ada indikasi perbedaan
pandangan tentang program yang juga mempengaruhi cara berpikir masing-
masing pihak terhadap program tersebut. Perbedaan ini tentunya akan
mempengaruhi apa yang hendak dicapai dari dalam program Coke Farm ini
sendiri. Disatu sisi, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur ingin memberdayakan
masyarakat petani serta meningkatkan pendapat serta pengetahuan masyarakat
petani yang menjadi penerima program tetapi disisi lain LSM ingin menjadi
program Coke Farm sebagai tempat pembelajaran untuk petani desa kertosari
maupun masyarakat lain yang ingin belajar tentang pertanian. Seharusnya, kedua
belah pihak baik itu Coca-Cola dan LSM mampu berkoordinasi hingga terjadinya
persamaan pandangan yakni tujuan program itu sendiri. Peneliti disini melihat
bahwa LSM seharusnya mengikuti Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sebagai
creator dari program ini sendiri. Melihat kondisi ini, alangkah baiknya Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur mempertimbangkan kembali kerjasama dengan
Yayasan Satu Daun dan begitu sebaliknya dengan Yayasan Satu Daun mengingat
adanya perbedaan pandangan. Namun,kenyataannya program ini tetap dijalankan.
c. Membuat anggaran dana terkait program yang dikomunikasikan ke National
Office
Langkah berikutnya yang dipersiapkan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur adalah membuat rencana anggaran untuk program Coke Farm Jawa Timur
85 Universitas Kristen Petra
yang dalam hal ini juga dibuat oleh Retno Koesdijarto. Anggaran merupakan
komponen perencanaan dalam rangka menyelesaikan aktivitas Public Relations
(Lattimore, Baskin, Toth, & Heiman, 2010, p.138). Pembuatan anggaran dalam
hal ini telah masuk dalam komponen perencanaan dalam implementasi program
Coke Farm. Dalam perencanaan anggaran sendiri, Retno harus
mengkomunikasikan jumlah anggaran yang dibutuhkan dengan National Office
kemudian menunggu keputusan dari National Office terkait dana yang
dibutuhkan. Eksekutif diatasnya mengevaluasi anggara dari departemen yang
menjadi tanggung jawabnya, menegosiasikan dan menyesuaikan permintaan
anggaran sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan (Cutlip, 2009, p. 380). National
Office dalam hal ini merupakan eksekutif diatas Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur yang akan menyesuaikan permintaan anggaran terkait dengan program
tersebut. Setelah jumlah dana tersebut disetujui maka akan dilakukan koordinasi
dengan bagian Finance terkait dengan penggunaan dana tersebut. Sesuai dengan
penyataan Retno berikut ini :
“Untuk rencana anggaran sendiri yah kita buat perencanaannya dulu, kita
koordinasikan ke National Office ya, kita nunggu keputusan mengenai dana
tersebut dan kemudian kita komunikasikan ke bagian Finance nanti kalau
sudah deal dengan LSM bagian finance yang langsung transfer ke pihak
LSM”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Oni Dwi Arianto membenarkan bahwa dalam pembuatan dana dan anggaran
terkait program ini memang dilakukan secara sepihak oleh Coca-Cola, sehingga
Coca-Cola hanya memberikan budget sekian yang disesuaikan dengan
perencanaan Coke Farm kedepan kepada pihak LSM. Hal ini diungkapkan seperti
berikut :
“Kalau untuk dana sih engga, memang kita buat secara sepihak kalau kita
ada dana seperti ini kemudian secara general kita jelaskan”. (Wawancara
dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
86 Universitas Kristen Petra
Fathur Rahman dari Yayasan Satu Daun membenarkan hal tersebut bahwa
memang dalam pembuatan dana, pihak Satu Daun memang tidak ikut dilibatkan
ikut dilibatkan.
“ dalam pembuatan dana memang kita tidak dilibatkan ya, karena Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur langsung memberikan jumlah dana yang harus kita
kelola memang” (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20
April 2012).
Pembuatan anggaran ini tentunya berhubungan dengan sumber daya yang
diperlukan dalam program Coke Farm. Anggaran yang dimaksudkan dalam hal
ini adalah menentukan dan mempergunakan sumber daya yang diperlukan untuk
mencapai sasaran (Cutlip, 2009, p.356). Pembuatan anggaran biaya dari program
Coke Farm koordinasi hanya dilakukan secara internal dengan pihak National
Office dan Yayasan Satu Daun tidak ikut terlibat di dalamnya. Peneliti melihat
bahwa akan lebih baik pembuatan anggaran melibatkan Yayasan Satu Daun. Akan
lebih baik jika dalam pembuatan anggaran Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
mengajak LSM untuk berdiskusi terlebih dahulu mengenai sumber daya apa saja
yang dibutuhkan dalam program tersebut. Mendiskusikan sumber daya ini
menjadi tolak ukur dalam penyusunan anggaran program Coke Farm ini sendiri,
karena sebagai pelaksana di lapangan Yayasan Satu Daun lebih paham mengenai
penentuan sumber daya serta penggunaannnya. Tetapi peneliti melihat
dikembalikan lagi kepada kebijakan atau prosedur perusahaan mengenai
pembuatan anggaran karena hal tersebut dapat digolongkan sebagai privasi
perusahaan.
d. Membuat key performance indikator guna kepentingan perjanjian dengan
LSM
Sebelum pelaksanaan program Coke Farm akan dijalankan, maka Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur lebih dahulu membuat key performance indikator yang
merupakan perencanaaan yang dibuat secara tertulis. Indikator-indikator ini
berisikan hal-hal yang harus dijalankan dan diimplementasikan selama program
Coke Farm berjalan oleh LSM. Pembuatan indikator ini sendiri juga dipengaruhi
oleh apa yang diinstruksikan dalam National Office.
87 Universitas Kristen Petra
Seperti yang dinyatakan oleh Retno :
“Dalam pembuatan KPI, sendiri kita memang berkoordinasi dengan National
Office juga ya. KPI-KPI itu yang kamu pernah baca dalam surat perjanjian
yang kapan hari saya pernah kasih liat ke kamu lin. Ya kurang lebih di
dalamnya itu berisi tugas-tugas LSM yang nanti harus diimplementasikan
selama program tersebut berjalan ya kurang lebih untuk sebagai pedoman
bagi LSM dalam menjalankan tugasnya dilapangan” (Wawancara dengan
Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April
2012).
Indikator-indikator yang dibuat oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
kurang lebih berisikan tugas dan tanggung jawab LSM dalam
mengimplementasikan program yang berkaitan dengan tanggung jawab untuk
pembangunan dan pengembangan lahan, terkait dengan penanaman tumbuhan
serta tanggung jawab dalam membimbing petani. Sasaran adalah jantung
perencanaan. Sasaran berfokus pada penanggulangan masalah atau prioritas untuk
mengembangkan peluang utama dalam perencanaan. Salah satu kriteria dalam
pemilihan sasaran adalah sasaran harus terukur. (Lattimore, Baskin, Toth, &
Heiman, 2010, p. 136). Dalam pembuatan indikator sendiri, sasaran dituangkan
oleh Corporate Affairs dalam key performance indikator pembuatan delapan unit
rumah hijau, pembuatan bibit tanaman hijau atau sayuran hijau sebanyak 200.000
bibit, kemudian melakukan pendampingan kepada dua orang petani serta
melakukan pengomposan. Indikator tersebut merupakan sasaran yang bisa diukur
dalam hal ini karena dapat dilihat faktanya di lapangan.
Sesuai dengan pernyataan, Oni Dwi Arianto dalam pernyataan berikut ini :
“Indikatornya sih, ada dalam pasal-pasal perjanjian ini ya kayak misalnya
pemasangan pagar, membuat sungkup atau delapan unit rumah hijau,
membuat unit kompos, membuat irigasi, pembuatan bibit pohon dan
penanaman sebanyak 200.000 bibit, kemudian melibatkan dua petani dan
seorang pendamping, membantu proses penjualan hasil panen kepada pihak
lain”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
88 Universitas Kristen Petra
Key Performance Indikator yang dibuat oleh Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur ini merupakan sasaran yang hendak dicapai dalam program. Sesuai dengan
teori yang dikemukakan Cutlip bahwa sasaran berfungsi untuk menyediakan
pedoman dan motivasi bagi pihak yang mengimplementasikan program (2009,
p.360). Dalam hal ini Key Performance Indikator dibuat oleh pihak Corporate
Affairs untuk menjadi pedoman bagi LSM untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan program Coke Farm.
e. Menjalin kemitraan dengan Yayasan Satu Daun dengan membuat perjanjian
kontrak kerjasama.
Dalam proses menjalin kemitraan dengan LSM yang dalam hal ini adalah
melakukan kerjasama dengan Yayasan Satu Daun. Oni Dwi Arianto menjelaskan
bahwa dalam proses ini dilakukan penandatanganan kerjasama yang di dalamnya
berisikan pasal-pasal atau kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh kedua
belah pihak.
“Nah dari situ akhirnya kita deal, dan kita membuat perjanjian dengan Satu
Daun. Ya seperti MOU pada umumnya,pihak pertama Coca-Cola,/pihak
kedua satu Daun. Begitu juga didalamnya ada pasal-pasal yang Harus
dipenuhi masing, yang mengenai dana, perencanaan kedepan, kewajiban
masing-masing sudah ada disitu.” (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto,
23 April 2012)
Merumuskan tujuan kemitraan dan membuat Memorandum Of Understandig
(MoU). Dalam tahapan ini, MOU harus memuat kewajiban kedua belah pihak
(Rahmatullah & Kurniati, 2011, p. 88). Konsep tersebut juga yang dilakukan oleh
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam bermitra dengan Yayayan Satu Daun.
Dalam melakukan kemitraan dengan LSM Yayasan Satu Daun, Coca-Cola telah
membuat perjanjian kontrak kerjasama yang membuat MOU yang berisikan Key
Performance Indicator terkait program Coke Farm. Menjalin kemitraan dengan
melalui pembuatan kontrak kerjasama ini juga dibenarkan oleh pernyataan dari
Fathur Rahman selaku LSM Yayasan Satu Daun
“iya memang dalam hal ini kita kumpul, trus sepakat dengan pasal-pasal
serta tugas yang ada didalam surat perjanjian kontrak ya. Ya setelah itu
89 Universitas Kristen Petra
kemudian kita tanda tangani perjanjian itu jadi resmi bekerjasama dengan
Coca-Cola”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 2 Mei
2012).
LSM Yayasan Satu Daun dalam hal ini terlibat dalam perencanaan program Coke
Farm Jawa Timur. Keterlibatan Yayasan Satu Daun dalam program ini tentunya
juga berangkat dari kerjasama antara Corporate AffairsCCAI Jawa Timur dengan
Yayasan Satu Daun. Langkah-langkah perencanaan yang telah dilakukan LSM
antara lain adalah :
a. Mengkomunikasikan penggunaan lahan kosong kepada pihak Desa Kertosari
Terkait dengan perencanaan program Coke Farm, sebelum program ini
diimplementasikan maka Yayasan Satu Daun pun melakukan komunikasi dengan
pihak Desa Kertosari terkait penggunaan lahan. Hal ini dikarenakan lahan yang
akan dipergunakan ini merupakan lahan milik desa. Yayasan Satu Daun yang
memang merupakan partner dari Desa Kertosari berperan untuk berkomunikasi
dengan pihak desa mengenai penggunaan lahan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Fathur Rahman sebagai berikut :
“ sebelum program ini dijalankan ya, berhubung ini lahan kosong milik
desa kertosari jadi kami minta izin terlebih dulu mengenai penggunaan
lahan, kalau dari pihak Desa sangat senang kalau lahan ini mau digunakan.
Dalam hal ini kita bantu untuk menyampaikan hal ini kepada pihak Desa”.
(Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 2 Mei 2012).
Dalam hal ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dibantu oleh pihak
LSM untuk mengkomunikasikan kepada pihak Desa mengenai penggunaan lahan
kosong tersebut. Corporate Affairs CCAI Jawa Timur Retno Koesdijarto
membenarkan hal ini bahwa memang dalam penggunaan lahan ini, LSM yang
membantu mengkomunikasikan hal ini kepada pihak Desa Kertosari. Sesuai
dengan pernyataan Retno Koesdijarto sebagai berikut :
“untuk penggunaan lahan ya memang kita pernah datang kesana ya untuk
meninjau lokasi lahan kosong tersebut, kita juga pernah berkomunikasi
90 Universitas Kristen Petra
dengan pihak Desa Kertosari terkait adanya program yang ingin kita
kembangkan, cuma untuk komunikasi lebih lanjut mengenai penggunaan
lahan memang LSM dalam hal ini yang membantu kita karena seperti
yang kita bilang tadi kalau LSM punya faktor kedekatan dengan desa
tersebut”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012).
Disini menunjukan bahwa dalam izin serta penggunaan lahan LSM memang
terlibat dan membantu Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam
mengkomunikasikan program tersebut kepada pihak Desa. Peran Corporate
Affairs Coca-Cola Jawa Timur dalam berkomunikasi dengan pihak Desa
Kertosari. Kondisi yang harus diciptakan untuk menunjang keberhasilan
implementasi program CSR adalah ditetapkannya pola hubungan (relationship)
diantara pihak-pihak yang terlibat secara jelas (Solihin, 2009, 145). Kondisi yang
diungkapkan Solihin ini tidak terlihat dalam program Coke Farm. Dalam hal ini,
pola hubungan hanya terlihat antara Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan
pihak LSM sedangkan untuk pola hubungan antara Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur dengan pemerintah desa terkait penggunaan lahan tidak terlihat. Ini
dikarenakan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur lebih mempercayakan
pengelolaan itu kepada LSM. Seharusnya ditetapkannnya pola hubungan antara
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan pemerintah setempat menjadi
penting karena dalam hal ini terkait penggunaan lahan dan wilayah desa. Peneliti
juga melihat bahwa dalam hal ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur terlalu
mempercayakan komunikasi dengan pihak Desa kepada LSM Yayasan Satu Daun
tanpa ikut terlibat secara langsung.
b. Mengkomunikasikan program ini kepada Gabungan Kelompok Tani Desa
Kertosari dan melakukan pemilihan petani.
Perencanaan yang dipersiapkan oleh pihak LSM dalam hal ini adalah memilih
beberapa petani dari Gapoktan Desa Kertosari. Dalam hal ini, LSM
berkomunikasi dengan Ketua Gapoktan mengenai petani yang bisa dilibatkan
dalam program Coke Farm. Dalam hal ini LSM juga menjelaskan mengenai
91 Universitas Kristen Petra
konsep program ini dan apa saja yang akan dilakukan dalam Coke Farm. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Fathur Rahman :
“dulu sebelum program dijalankan, yah kita mengkomunikasikan ke
Gapoktan, kalau dulu itu sama almarhumah pak Didik, itu kebetulan Ketua
Gapoktan Desa Kertosari ya, kita ceritakan kalau mau diadakan program
Coke Farm memakai lahan kosong di desa, dan kita mau ambil beberapa
petani untuk diajak belajar di Coke Farm mengenai tanaman-tanaman
holtikultura, trus pak Didik itu nunjuk Mas Hadi sama Bu Sitik ya untuk
diajak mengelola program ini”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan
Satu Daun, 2 Mei 2012).
Yayasan Satu Daun disini berperan untuk mengkomunikasikan dan
menyampaikan mengenai pelaksanaan program ini. LSM juga dalam hal ini yang
merekrut dan memilih petani yang terlibat dalam program. Dalam
mengkomunikasikan program ini secara langsung dan pemilihan terhadap petani
yang akan menerima program ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
menyerahkan sepenuhnya kepada LSM. Hal ini dikarenakan untuk memilih petani
yang kredibel ataupun yang tepat untuk dilibatkan dalam program, Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur merasa pihak LSM lebih mengerti akan hal tersebut.
Dan terkait mengkomunikasikan program langsung kepada petani memang tidak
dilakukan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur karena dalam hal ini Coca-
Cola merasa LSM merupakan mediator untuk dapat menyampaikan pesan
program ini kepada petani serta lebih memahami kultur dan seperti apa bentuk
komunikasi yang harus dilakukan dengan pihak petani. Sesuai dengan yang
diutarakan oleh Retno Koesdijarto :
“ Kalo mengenai pemilihan dan berkomunikasi dengan pihak Petani
memang kita serahkan sama LSM, karena dalam hal ini yang mengerti
petani yang kredibel ataupun tepat untuk dilibatkan itu yang lebih
mengerti memang LSM, kita pokoknya tetap support, tapi untuk pemilihan
dan mengkomunikasikan program ini pada awalnya ke Gapoktan memang
Fathur ya”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012).
92 Universitas Kristen Petra
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam hal ini mempercayakan ini
sepenuhnya kepada LSM, sehingga mereka merasa tidak perlu turun tangan untuk
memilih secara langsung kepada penerima program melainkan diserahkan kepada
LSM sebagai mitra mereka untuk melakukan hal tersebut. Hal tersebut pada
dasarnya tidak tepat, karena yang paling tepat untuk mengkomunikasikan pihak
ini kepada pihak petani sebagai penerima program Coke Farm adalah pihak
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sendiri. Pada dasarnya tidak dipungkiri
bahwa Corporate Affairs CCAI Jawa Timur memang pernah mengkomunikasikan
program ini kepada para petani namun secara kelompok, selain itu, komunikasi
yang dilakukan dapat dikatakan sudah terlambat karena dilakukan pada launching
program pada Juni 2011 sedangkan program ini sendiri mulai dijalankan pada
Januari 2011. Pihak LSM menilai hal ini sendiri terjadi karena, Coca-Cola kurang
memiliki rasa keterikatan dengan program ini sendiri. Ini diperkuat dengan
pernyataan Fathur sebagai berikut :
“Kalau ke petani yang melaksanakan program secara individual sih
engga, tapi pas pembukaan sempat kayak presentasi didepan gapoktan
sih..Jadi ya mungkin itu, coca-cola hanya memandang program ini ya gitu
saja. Kalo saya memandangnya sih ya itu semua terjadi karena ya
sebenarnya mereka mungkin merasa ga ada keterkaitan dengan program
itu sendiri”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20
April 2012).
Pendapat yang dikemukakan LSM terhadap Coca-Cola ini bisa jadi timbul
karena komunikasi dari Corporate Affairs CCAI Jawa Timur yang kurang dengan
pihak petani serta terlambatnya pengkomunikasian program ini yang hanya
dilakukan pada saat launching program. Seharusnya Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur menjalin secara langsung komunikasi dengan para petani sebagai
penerima program untuk memastikan bahwa penerima program juga memahami
seperti apa program Coke Farm itu sendiri.
Peneliti melihat bahwa dalam tahapan perencanaan dan pemograman ini
sendiri Corporate Affairs CCAI Jawa Timur terlalu mempercayakan hal-hal
signifikan terkait program kepada LSM Yayasan Satu Daun. Hal ini akhirnya
93 Universitas Kristen Petra
membuat komunikasi antara perusahaan kepada pihak petani yang menerima
program tidak terjalin. Konsep pola penetapan hubungan antara pihak-pihak yang
terlibat dalam program CSR seperti yang diungkapkan Solihin juga belum
dilakukan. Dalam hal ini, pola hubungan hanya terjalin antara Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur dengan Yayasan Satu Daun namun pola hubungan secara jelas
dan tepat belum dilakukan dengan pihak terkait seperti, Desa Kertosari dan Petani
penerima program itu sendiri. Penetapan pola hubungan ini menjadi penting
karena, akan berpengaruh pada implementasi program itu sendiri. Peneliti melihat
ini terjadi karena dalam hal ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur merasa
Yayasan Satu Daun sudah kompeten untuk berkomunikasi dengan kedua pihak
dikarenakan adanya faktor kedekatan LSM sendiri dengan pihak desa.
Di samping itu, terkait dengan perbedaaan pandangan Yayasan Satu Daun
dan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam memandang program ini
seharusnya dikomunikasikan secara detail terlebih dahulu. Peneliti berasumsi,
walaupun ada perbedaan pandangan terkait tujuan program, kedua pihak tetap
menjalankan program. Seharusnya perlu dipertimbangkan apabila ada
ketidaksamaan tujuan dan strategi mengenai program, hal ini akan sangat
berpengaruh dalam implementasi program itu sendiri. Peneliti melihat dalam
proses ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur perlu lebih mengoptimalkan
tahapan-tahapan yang dibuat serta pola hubungan dan komunikasi yang jelas
dengan setiap pihak-pihak yang terkait.
4.5.1.3. Mengambil tindakan dan berkomunikasi dalam program CSR Coke
Farm Jawa Timur
Langkah ketiga adalah mengimplementasikan program aksi dan
komunikasi yang didesain untuk mencapai tujuan spesifik untuk masing-masing
publik dalam rangka mencapai tujuan program. Pertanyaan dalam langkah ini
adalah “Siapa yang harus melakukan dan menyampaikannya, dan kapan, dimana,
dan bagaimana caranya?”.
Dalam proses ini, peneliti membaginya dalam mengambil tindakan dan
berkomunikasi yang dilakukan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dan
Yayasan Satu Daun. Peneliti akan membahas terlebih dahulu mengenai
94 Universitas Kristen Petra
mengimplementasikan program aksi dan komunikasi dari Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur.
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur mengimplementasikan program
aksi dan komunikasi Coke Farm, Dalam hal ini Corporate Affairs Jawa Timur
melakukan tindakan komunikasi yang salah satunya adalah dengan melakukan
pengawasan terhadap implementasi program di lapangan. Dalam melakukan
pengawasan ini dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap monthly
report maupun weekly report yang dikirimkan oleh pihak LSM via e-mail.
Monthly report/weekly report yang ada berisikan progress aktivitas yang
dilakukan oleh LSM serta petani di lapangan. Didalam laporan ini, berisikan foto-
foto gambaran pelaksanaan tugas dilapangan disertai keterangan-keterangan.
Selain itu, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur juga seringkali
melakukan kontak untuk bertanya mengenai kondisi program di lapangan melalui
telepon. Untuk peninjauan atau pengawasan langsung ke lapangan memang tidak
dilakukan secara rutin. Pengawasan dengan langsung turun kelapangan memang
dilakukan ketika kebetulan ada kegiatan yang berlangsung di sekitar Pasuruan dan
dilakukan secara insidentil. Pengawasan pada dasarnya merupakan langkah untuk
mengumpulkan fakta, yang dapat dilakukan melalui peninjauan, laporan lisan,
serta laporan tertulis (Iriantara, 2007, p.139). Disini terlihat bahwa dari Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur sendiri sudah melakukan pengawasan melalui laporan
tertulis yang dikirimkan secara rutin oleh pihak LSM setiap bulan dan setiap
minggu.
Gambar 4.8. Kunjungan yang dilakukan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
95 Universitas Kristen Petra
Selain itu, dilakukan peninjauan ke lapangan selama program tersebut
berjalan hanya saja peninjauan yang dilakukan tidak secara rutin dan bisa
dikatakan frekuensi kunjungan yang dilakukan sedikit. Hal ini dikarenakan
jarak antara kantor Rungkut dengan lokasi Coke Farm yang bertempat di Desa
Kertosari ini cukup jauh. Sehingga untuk pengawasan secara rutin cukup sulit
bagi pihak Corporate Affairs mengingat mereka mempunyai tugas dan
tanggung jawab lain dikantor yang harus juga dijalankan. Melalui pengawasan
lewat monthly/weekly report, telepon, serta turun kelapangan, Corporate
Affairs dapat memantau secara rutin kegiatan-kegiatan ataupun aktivitas apa
saja yang berlangsung di lapangan. Sesuai dengan pernyataan Retno :
“kalau untuk pengawasan sendiri ya kita pantai lewat monthly report
sama weekly report ya, berdasarkan itu kita lihat aktivitas apa aja yang
sudah dijalankan, biasanya juga kita kasih rekomendasi atau saran buat
pihak LSM misalnya ada kekurangan apa, yah kita berkomunikasi lewat
situ juga kadang juga saya kontak-kontakan sama mas Fathur lewat via
phone ya sebisa mungkin memang ada komunikasi terkait program. Kalau
untuk turun langsung ke lokasi Coke Farm mungkin ga secara rutin
karena kamu tau sendiri kan Lin jarak antara kantor dan disana cukup
jauh. Sedangkan saya juga ada tugas lain yang harus saya jalankan.
Kalau mungkin lokasinya dekat dengan plant saya bisa minta tolong
orang pabrik untuk pantai tapi lokasinya memang cukup jauh.”.
(Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur, 30 April 2012)
Upaya komunikasi serta pengawasan yang dilakukan oleh Corporate
AffairsCCAI Jawa Timur ini memang dibenarkan oleh pihak LSM. Sesuai dengan
pernyataan Fathur Rahman sebagai berikut :
“biasanya sih saya berkomunikasi sama Retno itu via telepon ya, biasanya
dia tanya-tanya kondisi dilapangan seperti apa, apa yang lagi kita tanam,
kita kan juga buat laporan tertulis ya bulanan maupun mingguan dan e-
96 Universitas Kristen Petra
mail. Dalam laporan itu kita kasih laporan apa saja yang ditanam, sudah
panen berapa kali kemudian aktivitas apa saja yang kita lakukan. Kalau
mungkin turun kelapangan sendiri memang agak jarang ya, insidentil sih,
klo kebetulan dia ada acara di plant yah dia sempatkan kesini”.
(Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 2 Mei 2012).
Dalam hal ini, berarti Corporate AffairsCCAI Jawa Timur tetap
melakukan komunikasi serta pengawasan dengan pihak LSM untuk memantau
implementasi program ini sendiri. Namun, LSM juga sendiri merasa pihak
Corporate Affairs Jawa Timur terkadang kurang tanggap dengan laporan yang
diberikan via e-mail. Ini diperkuat dengan pernyataan Fathur Rahman sebagai
berikut :
“ Cuma saya agak menyayangkan sih, terkadang itu saya kirim laporan ke
Retno tapi ga dibales. Jadinya kan saya gatau laporannya nyampe ga
diterima ga, apakah sudah dibaca. Mungkin memang sibuk, tapi sekedar
say thanks atau jawab saya sudah terima kan gapapa, jadi saya tau sudah
sampai, mungkin sekitar dua kali ya saya ga dibales dan saya udah
pernah sampaikan kok sama yang bersangkutan”. (Wawancara dengan
Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 2 Mei 2012).
Berdasarkan pernyataan Fathur Rahman ini, dalam hal ini, upaya komunikasi
secara dua arah yang dilakukan oleh kedua belah pihak memang mengalami
gangguan. Peneliti melihat ini terjadi karena kurang tanggapnya Corporate
AffairsCCAI Jawa Timur dalam merespon laporan yang diberikan. Pada dasarnya,
komunikasi antara kedua belah pihak perlu terjalin secara intensif untuk dapat
memberikan pencapaian yang lebih baik. Peneliti melihat Corporate AffairsCCAI
Jawa Timur perlu mengoptimalkan strategi komunikasi secara dua arah sehingga
dapat mengoptimalkan koordinasi antara kedua belah pihak.
Disamping itu, LSM juga menuturkan bahwa setelah diadakan peresmian
program Coke Farm, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sendiri jarang
melakukan peninjauan secara langsung ke lapangan. Hal ini tentunya membuat
pihak LSM merasa bahwa Coca-Cola tidak memberikan perhatian secara
97 Universitas Kristen Petra
maksimal kepada program tersebut. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Fathur
sebagai berikut :
“kalau kunjungan langsung sendiri jarang memang mba, kalo dulu pas
sebelum launching katakanlah sebulan sekali nyempetin datang ya, tapi
setelah launching, ketemu sama bupati, sama gapoktan ya setelah itu udah
jarang”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 2 Mei
2012).
Rahmatullah & Kurniati mengungkapkan melakukan refleksi dengan
masyarakat, kader lokal, maupun perusahaan secara periodik untuk
menyempurnakan kegiatan sebagai aktivitas monitoring (2011, p. 80). Peneliti
melihat selama program Coke Farm berjalan belum dilakukan refleksi antara
masyarakat, kader lokal yaitu LSM, serta pihak Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur. Pada dasarnya komunikasi antara pihak-pihak tersebut dibutuhkan karena
akan sangat mempengaruhi berlangsungnya program itu sendiri. Dari hasil
wawancara dengan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, peneliti mendapati
bahwa komunikasi kepada pihak petani tidak dilakukan secara langsung
melainkan berkomunikasi kepada petani melalui LSM. Hal ini dikarenakan untuk
meninjau performance petani dan program dilapangan dapat dipantau dan
dikomunikasikan dengan Yayasan Satu Daun. Hal ini dipertegas dengan
pernyataan Retno :
“kalau berkomunikasi dengan para petani secara langsung sih engga ya,
tapi kita melalui LSM, jadi dalam hal ini LSM menjadi mediator antara
pihak kita sama petani”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer
Corporate AffairsCCAI Jawa Timur sendiri, 30 April 2012).
Pernyataan Retno ini memang sesuai dengan kenyataan di lapangan, sesuai
yang diungkapkan petani, bahwa Corporate Affairs CCAI Jawa Timur memang
sering melakukan pemantauan ke lapangan tapi untuk melakukan komunikasi
secara intensif dengan pihak petani hal ini memang tidak dilakukan, sesuai dengan
pernyataan Hadi sebagai berikut :
98 Universitas Kristen Petra
“ya memang pernah ya mantau langsung ke sini, biasanya sih banyak
berkomunikasinya sama Mas Fathur, kalau sama saya paling ya cuma
tanya-tanya lagi nanam apa, sudah panen belum, trus ada kendala apa,
kalau ada hama gimana, ya sebentar tok sih ga lama, biasanya datangnya
cuma bentar trus pergi lagi. Biasanya sih banyaknya ketemu sama mas
Fathur ya sama saya sih jarang ngomong-ngomongan, paling ya itu tadi
non, tanyanya apay yang lagi ditanam, sudah panen berapa kali, kalau
ngomong soal program ini sendiri, sama saya langsung gapernah ya, tapi
pernah ngomong pas di Gapoktan gitu tentang program ini, jadi kebanyak
orang, kalau ngomong satu-satu ga pernah”. (Wawancara dengan Hadi, 02
Mei, 2012)
Ini menunjukan bahwa tidak adanya komunikasi secara langsung
antarpihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan petani secara sering tetapi
lebih banyak dilakukan melalui pihak LSM sebagai mediator. Disamping itu,
Fathur juga mengungkapkan bahwa dalam mensosialisasikan program Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur memang hanya mensosialisasikan itu tidak secara
individual tetapi hanya kepada Gapoktan secara umum. Hal ini dinyatakan oleh
Fathur sebagai berikut :
“Kalo ke petani yang melaksanakan program secara individual sih engga,
tapi pas pembukaan sempat kayak presentasi didepan gapoktan sih..Jadi ya
mungkin itu, coca-cola hanya memandang program ini ya gitu saja. Kalo
saya memandangnya sih ya itu semua terjadi karena ya sebenarnya mereka
mungkin merasa ga ada keterkaitan dengan program itu sendiri”.
(Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
Salah satu faktor yang menyebabkan jarangnya pihak Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur melakukan komunikasi ataupun kunjungan langsung ke
lapangan juga disebabkan oleh terbatasaya sumber daya manusia dalam
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah,
pihak Corporate Affairs Coca-Cola Jawa Timur hanya terdiri dari dua orang,
sedangkan ada tugas tanggung jawab lain yang harus dijalankan selain
pengawasan terhadap program Coke Farm mengingat program Coke Farm tidak
99 Universitas Kristen Petra
menjadi satu-satunya program yang harus dijalankan. Sesuai dengan pernyataan
Retno sebagai berikut :
“Ya kamu tahu sendiri Lin, kalau disini cuma ada saya sama mas Oni,
sedangkan kamu tahu tugas kita kan banyak, ngurusi monthly report,
kunjungan ke plant, ada audit kadang-kadang ya jadi untuk pengawasan yang
bener-bener maksimal sampai turun ke lapangan tiap hari ya engga ya,
karena di sana kan udah ada Mas Fathur juga untuk pengelolaan di
lapangan”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012).
Dalam hal ini, sumber daya manusia dari Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
sendiri dapat dikatakan kurang untuk mengelola tanggung jawab serta program di
lapangan. Peneliti melihat bahwa kekurangan sumber daya manusia ini membuat
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur mengalami kesulitan dalam membagi waktu
untuk kunjungan langsung kepada program secara intensif. Adanya tugas-tugas
lainnya menyebabkan pengawasan langsung secara program kurang. Seharusnya
disamping bermitra dengan Yayasan Satu Daun, Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur dapat melakukan penambaha SDM untuk mengelola setiap program-
program CSR secara terpadu.
Disamping melakukan pengawasan kepada program, Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur juga melakukan peresmian program Coke Farm pada 22 Juni 2011
sebagai strategi komunikasi dari mereka peresmian dari program ini dilaksanakan
bertepatan dengan hari Lingkungan Hidup. Dalam hal ini, peresmian program ini
juga bertujuan untuk memberi informasi kepada publik internal dan internal
tentang program Coke Farm itu sendiri. Dengan diresmikan program ini sendiri
diharapkan adanya dukungan dari setiap pihak untuk keberlangsungan program
ini.
“Kita adakan launching program Coke Farm ya, launching ini sendiri
memang kita lakukan dengan harapan ada dukungan dari setiap pihak
untuk program ini. Untuk launchingnya itu kita buat tanggal 22 Juni 2011
ya bertepatan sama hari bumi juga kebetulan. Dalam launching itu ya yang
100 Universitas Kristen Petra
hadir ada pihak Bupati Pasuruan, pihak Desa, Gapoktan, media, karang
taruna, bahkan karang tarunanya juga ikut memberikan suguhan tarian.
Disitu ada acara potong pita untuk peresmian, kemudian ada panen
bersama ya untuk sayuran-sayuran yang ditanam,yah melalui hal ini kita
harapkan adanya dukungan untuk program ini sendiri dari pemerintah
setempat”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Gambar 4.9 Peresmian Program Coke Farm 22 Juni 2011.
Yayasan Satu Daun sendiri menilai bahwa dalam persiapan peresmian ini
sendiri banyak dilakukan oleh mereka. Seperti terpenuhinya jumlah tanaman dan
persiapan secara teknis dilapangan. Pernyataan Fathur sendiri mengungkapkan
bahwa peran Satu Daun sangat besar dalam mengundang bupati, karang taruna,
serta Gapoktan serta menyukseskan kegiatan ini. Seperti pernyataan Fathur
berikut ini :
“ya kalau untuk launching itu memang kita sudah persiapkan ya, kalau
dari Coca-Cola minta lahannya harus terisi semua sama tanaman
sayuran, udah ada pembibitan, ya memang kita penuhi ya. Kemudian
untuk mengundang semua pihak kayak bupati, karang taruna itu ya kita
yang undang ya. Coba kalau Cola-Cola yang undang, pasti bayar, kayak
bupati gitu kalau datang ada ongkosnya, biaya transport dan akomodasi,
jadi semuanya kita yang urus ya terkait launching, kayak Gapoktan juga
kita yang kumpulkan”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu
Daun, 2 Mei 2012).
101 Universitas Kristen Petra
Berikut ini merupakan aktivitas yang dijalankan oleh LSM Satu Daun dalam
mengimplementasikan aktivitas program ini dilapangan. Berikut ini adalah aksi
yang dilakukan oleh Yayasan Satu Daun dalam implementasi program Coke Farm
bersama para petani :
a. Melakukan pembimbingan kepada petani
Dalam hal ini, pihak LSM melakukan pembimbingan terhadap para petani
yang terlibat program, pembimbingan yang dimaksudkan disini adalah
memberikan pengetahuan dalam penggunaan teknologi. mengenalkan kepada para
petani mengenai sayuran-sayuran organik serta tanaman holtikultura. Hal ini
dipertegas dengan pernyataan Fathur Rahman sebagai berikut :
“Jadi diprogram ini yayasan LSM kita itu bekerja sama dengan desa
mengelola gapoktan. Jadi pengurusnya LSM lewat program ini ya kita
ngajari ke petani-petani. Mungkin dulunya ga berani nanam sayur, lewat
program ini yang kita coba ajari ke petani-petani untuk nanam sayur, jadi
kita melakukan pendampingan ya kepada mereka kita berikan
pengetahuan”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 2
Mei 2012).
Gambar 4.10. Pendampingan kepada petani Coke Farm
Mengenai kenyataannya dilapangan, hal ini memang dilakukan oleh Yayasan
Satu Daun dikarenakan petani yang terlibat dalam program mengaku bahwa
selama program Yayasan Satu Daun senantiasa mendampingi mereka, serta
memberi pengetahuan kepada mereka terkait pertanian kemudian bagaimana
menanam sayuran organik, dan teknologi-teknologi yang digunakan.
102 Universitas Kristen Petra
Seperti yang diutarakan oleh Hadi :
“oh iya mbak, kalau selama ini sih Mas Fathur sama Mas Sareh selaku
melakukan pendampingan kepada saya sih, diajari misale pake pupuk,
trus diajarin teknik-teknik pertanian yang bener, misalnya penyiraman
sayuran itu kapan aja, trus diajari banyak hal yang nanam-nanam yang
sebelumnya saya ga pernah tanam ya. Misalnya kayak rosella gitu.
Banyak sih mba, Mas Fathur selalu ngajarin saya, biasanya kalau saya
bingung-bingung ttg hama ato apa gitu ya saya nanyanya ke mas Fathur,
kalau misalnya mas Fathur ga tau dia biasanya langsung tanyakan ke
Dinas pertanian. Jadi baik sekali lah”. (Wawancara dengan Hadi, Petani
Coke Farm, 20 April 2012).
b. Membuat delapan sungkup atau unit rumah hijau
Gambar 4.11. Pembangunan Unit Rumah Hijau
Dalam program ini sendiri, pembangunan rumah hijau sebagai tempat atau
area tanam merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan selama program
berlangsung. Selama implementasi program ini sendiri, telah dilakukan
pembangunan sungkup serta perbaikan sungkup akibat kerusakan karena angin.
Hal ini dipertegas dengan pernyataan Fathur Rahman sebagai berikut :
103 Universitas Kristen Petra
“ya kita ada melakukan pembangunan sungkup ya, sebelum program ini
benar-benar dijalankan yah kita lakukan pembangunan sungkup sekitar
November 2010, dalam pembangunan kita libatkan petani yang terlibat
program serta ada beberapa orang yang ikut bantu karena, ga mampu
kalau cuma beberapa orang, jadi ada melibatkan petani-petani yang lain
dari desa. Kalau dalam implementasinya sendiri itu memang kita juga ada
lakukan perbaikan sungkup ya, soalnya rusak karena angin besar, itu juga
kita libatkan petani”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu
Daun, 2 Mei 2012).
c. Melakukan penanaman tanaman penghijauan, menanaman dan merawat
sayuran organik
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, LSM Yayasan Satu Daun disini
jug berperan dalam melakukan penanaman dan perawatan tanaman hijau serta
sayuran organik bersama petani. Dalam hal ini, penanaman itu sendiri dimulai
dari melakukan pembibitan, kemudian hasil pembibitan itu dikembangkan dan
dipindahkan kedalam rumah hijau. Disamping itu, untuk pengelolaannya sendiri,
penyiraman dan pemupukan menjadi hal yang tidak terlepas dalam keseharian
aktivitas program Coke Farm sendiri.
Gambar 4.12. Proses Panen Tanaman Sawi
Dimulai dari pembibitan hingga panen dan distribusi penjualan hasil panen
dikelola bersama petani. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Fathur :
104 Universitas Kristen Petra
“kalau untuk aktivitasnya sendiri yang kita lakukan itu yang penanaman
bibit ya, dalam hal ini kita bagi menjadi dua karena ada tanaman hijau
sama sayuran organik. Untuk tanaman hijau sendiri itu yang kita tanam
dan rawat itu ada sengon, trembesi, sirsak, dan nangka ya. Nah untuk
sayuran organik itu banyak macam sih, kita pernah nanam selada, kubis,
kol, bayam, kangkung, cabe rawit pernah, timun, tomat-tomat kecil yang
dibikin sambel itu juga, dalam hal ini petani yang menanam dan merawat
yah tapi kami juga turun tangan untuk bantu, misalnya dalam pemumpukan,
penyiraman, bersihkan rumput kami juga lakukan. Nanti dari hasil yang
kita tanam itu kita lakukan pembibitan ya,. setelah itu kita juga lakukan
panen, kalau untuk panen sendiri itu biasanya dalam sebulan itu ada
beberapa kali panen, kalau untuk sayuran organik itu nanti hasil panennya
akan kita jual ke distributor sayur atau kita suplai ke Taman Safari, kalau
bibit tanaman hijau memang ada yang diambil oleh Coca-Cola juga terus
ada yang kita distribusikan ke karang taruna juga”. (Wawancara dengan
Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 2 Mei 2012).
d. Memanfaatkan limbah PET sebagai media penanaman tanaman
Dalam implementasinya, dalam penanaman tanaman hijau atau sayuran
organik Corporate Affairs CCAI Jawa Timur memang menginstruksikan untuk
penggunaan limbah mereka yaitu botol PET bekas minum untuk digunakan
sebagai media tempat penanaman tetapi hal ini tidak berjalan lama dan akhirnya
memakai poly bag sebagai media penanaman. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Fathur sebagai berikut :
“Oh untuk nanam tanamannya memang memakai limbah PET ya tapi itu
cuma sebentar ga lama, karena botol PET yang disupply ke kami hanya
2300 sedangkan mereka menargetkan untuk dibuat 200.000 bibit ya
akhirnya kami belikan itu loh kertas polybag yang hitam”. (Wawancara
dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
105 Universitas Kristen Petra
Peneliti dalam hal ini menemukan bahwa adanya tanggung jawab yang tidak
dijalankan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur yaitu mensupply botol PET
sebagai media penanaman. Berdasarkan hal ini untuk memastikan kebenaran
informasi tersebutr maka peneliti melakukan triangulasi kepada pihak petani. Dan
hal ini juga dibenarkan oleh petani bahwa memang benar suplai dari botol PET
cuma kurang lebih sekitar 2300 botol. Sesuai dengan yang dikemukakan Hadi
sebagai berikut :
“Kalau botol pet memang kita pakenya cuma sebentar dan itu kan cuma
untuk sekali pakai non, kita akhirnya ganti polybag karena yang disuplai
cuma 2300 sedangkan kita kan udah beberapa kali panen ya”.
(Wawancara dengan Hadi , 02 Mei 2012)
Disini, peneliti melihat bahwa sedari awal penggunaan limbah ini sendiri
pada merupakan kesepakatan oleh kedua belah pihak pada awal perjanjian.
Seharusnya kesepakatan yang dibuat direalisasikan dalam praktiknya di lapangan
karena sesuai dengan perjanjian sendiri, kesepakatan yang dibuat adalah
penggunaan limbah botol PET sebagai media pembibitan tanaman hijau maupun
sayuran organik. LSM mengungkapkan bahwa sedari awal memang sudah
disepakati antara Corporate Affairs CCAI Jawa Timur untuk penggunaan limbah
botol PET dan ini juga termasuk dalam perjanjian yang dilakukan sebelum
program diimplementasikan bahwa Corporate Affairs CCAI Jawa Timur akan
mensupport botol PET untuk media tanam. Hal ini dipertegas dengan dengan
pernyataan Fathur Rahman :
Ini kan harusnya dipake sebagai tempat bibitnya ya sesuai kesepaktan awal.
Limbah-limbah yang tidak terpakai di Coca-Cola ini ya dipakai untuk
pertanian. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20 April
2012).
Namun dalam kenyataannya supplai yang diberikan hanya berlangsung
sementara dan tidak berlangsung lama dan dalam kenyataannya ini supplai yang
diberikan jauh dari apa yang sudah disepakati pada awalnya. Sesuai kesepakatan
pada awalnya pembibitan yang ditarget oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
106 Universitas Kristen Petra
adalah 200.000 (dua ratus ribu) pembibitan. Dan dalam melakukan pembibitan,
media yang digunakan sebagai tempat pembibitan adalah limbah PET produk
Coca-Cola. Fathur mengakui bahwa supplai botol PET yang diberikan hanya
sekitar 2300 botol saja.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Fathur sebagai berikut :
“ ketika saya meminta yang untuk bikin 200000 bibit pake ini, saya cuma
disupport sekitar 2300 berapa gitu ya” (Wawancara dengan Fathur, LSM
Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
Peneliti melihat bahwa terjadi inkonsistensi antara perjanjian dengan
realisasi di lapangan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Hal ini tentunya
tidak tepat karena seharusnya Corporate Affairs CCAI Jawa Timur memenuhi
suplai limbah botol PET dalam program ini. Pada prinsipnya pemanfaatan limbah
merupakan ide yang baik untuk dilakukan. Fathur menilai bahwa ide pemanfaatan
limbah ini sendiri merupakan hal yang baik karena dalam hal ini perusahaan
berusaha memanfaatkan limbah yang di miliki. Namun, dalam perjalannya Fathur
menilai bahwa tidak adanya support limbah PET dari Coca-Cola terjadi terjadi
dikarenakan adanya ketidaksamaan pemikiran dari pihak Internal dari Coca-Cola
sendiri yang mana, limbah PET ini sendiri bisa dijual oleh pihak Koperasi
Perusahaan sehingga lebih menguntungkan dibandingkan digunakan untuk
mendukung program Coke Farm ini sendiri.
“Sebenarnya bagus ini kan pemanfaatan limbah mereka ya. Nah iniloh, kalo
ini sebenarnya berjalan ya ketemu korelasi Coca-Cola melakukan program
ini, tapi ya ini kembali berbenturan lagi sama pihak koperasi Coca-Cola.
Kenapa, ya soalnya bekas botol ini bisa dijual sama mereka, padahal kan
dari awal kita sudah disetok ini, untuk dipakai sebagai tempat menanam bibit
ya”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
Berdasarkan apa yang dikemukakan Fathur ini, bisa dikatakan koordinasi
internal mengenai suplai limbah PET oleh Corporate Affairs masih kurang ke
dalam pihak internal. Lemahnya komitmen penggunaan limbah ini sebagai salah
satu material dalam mengembangkan Coke Farm menjadi alasan mengapa limbah
107 Universitas Kristen Petra
PET itu tidak disuplai oleh Coca-Cola secara berkelanjutan. Namun apa yang
dikemukakan oleh Fathur ini sedikit berbeda dengan apa yang disampaikan oleh
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Dalam hal ini Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur mengakui bahwa suplai limbah botol PET itu memang tidak dilakukan lagi,
dikarenakan produksi dari pabrik untuk botol PET tidak banyak. Hal ini
menyebabkan support oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur untuk Coke
Farm hanya berkisar 2000-an unit limbah PET dan tidak sesuai dengan
kesepakatan di awal. Sesuai dengan pernyataan Retno :
“Memang kita sudah komunikasikan itu dengan pihak pabrik ya mengenai
limbah botol PET, tetapi saat kita minta pihak pabrik tidak bisa memenuhi
jumlah tersebut dikarenakan produksi yang dilakukan tidak sebanyak itu,
jadi yang disuplai untuk Coke Farm memang tidak banyak. Sekitar 2000
unit sepertinya, itu juga memang dari pihak pabrik yang langsung nganter
kesana”. (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
Affairss CCAI Jawa Timur, 30 April 2012).
Kondisi yang dikemukakan oleh Corporate AffairsCCAI Jawa Timur ini
berbanding terbalik dengan yang dikemukakan LSM karena LSM menilai bahwa
tidak adanya support limbah PET ini terjadi karena lemahnya komitmen Coca-
Cola untuk memanfaatkan limbah dan lebih menguntungkan limbah ini dijual
dibandingkan dimanfaatkan untuk Coke Farm. Dilain sisi, Corporate AffairsCCAI
Jawa Timur mengemukakan adanya produksi yang tidak mencapai angka tersebut
sehingga limbah PET yang disuplai tidak dalam jumlah besar. Peneliti menilai
bahwa dalam hal ini terjadi komunikasi yang tidak tersampaikan antara kedua
belah pihak serta dapat memunculkan dugaan-dugaan negatif sehingga terjadi
kerenggangan hubungan antara kedua belah pihak. Pada prinsipnya kedua belah
pihak perlu melakukan komunikasi untuk mencari titik temu permasalahan ini.
Peneliti melihat hal ini sebagai lemahnya komunikasi dan koordinasi yang
kurang baik antara Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan LSM sendiri.
Seharusnya sebelum program ini berjalan, pihak Corporate Affairs telah
melakukan koordinasi dengan pihak pabrik mengenai akan dilakukan suplai
limbah PET untuk kepentingan Coke Farm sehingga adanya persiapan yang lebih
108 Universitas Kristen Petra
matang dari pihak pabrik. Coca-Cola juga bisa meninjau kembali aspek-aspek
yang ada di dalam perjanjian dan apabila memang merasa pabrik tidak mampu
memberikan suplai alangkah baiknya penggunaan limbah PET tidak dijanjikan
dari awal sehingga muncul alternatif lainnya yang dapat dilakukan pada
perencanaan program.
e. Memanfaatkan limbah teh sebagai pupuk dalam
Strategi berikutnya yang juga dilakukan selama implementasi program oleh
pihak LSM adalah melakukan pembuatan kompos dari limbah teh frestea yang
disuplai oleh Coca-Cola. Pembuatan limbah teh menjadi kompos ini sendiri
dilakukan LSM dengan bantuan oleh petani. Dalam hal ini limbah teh dianggap
mampu menggantikan fungsi pupuk biasa dan memiliki manfaat yang baik dalam
kualitas pertanian. Namun seiring program tersebut diimplementasikan limbah teh
yang disuplai Coca-Cola juga tidak mencukupi. Suplai limbah teh tersebut hanya
dilakukan sekali saja selama implementasi program itu berlangsung. Padahal
berangkat dari kesepakatan awal, pembuatan kompos ini sendiri telah disepakati
sejak awal perencanaan program ketika perjanjian dibuat. Hal ini dinyatakan oleh
Fathur Rahman sebagai berikut :
“dalam perjanjian yang disepakati di awal memang pembuatan kompos
dari limbah frestea itu dilakukan, namun hanya berjalan sekali karena
suplai limbah teh dari Coca-Cola kepada kami hanya dilakukan sekali,
dan itu hanya satu truk”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu
Daun, 20 April 2012).
Kenyataan yang diungkapkan Fathur ini menunjukan adanya inkonsistensi
dari pihak Corporate Affairs Jawa Timur dengan perjanjian yang telah dilakukan
di awal mengenai pembuatan kompos dari limbah teh. Suplai yang hanya
diberikan sekali itu tentunya tidak cukup untuk pembuatan kompos serta untuk
pupuk bagi budidaya tanaman di Coke Farm. Pernyataan Fathur ini juga didukung
oleh Hadi selaku petani yang terlibat dalam program Coke Farm. Hadi
mengungkapkan bahwa limbah teh yang dissupport Coca-Cola tidak berlangsung
berkepanjangan. Hanya berlangsung pada awal program saja tetapi Sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh Hadi sebagai berikut :
109 Universitas Kristen Petra
“oh pernah memang suplai limbah teh, tapi cuma sekali sih non, itupun
hanya 1 truk dan cuma cukup untuk sekali pemakaian untuk 3 sungkup aja”.
(Wawancara dengan Hadi, 2 Mei 2011).
Dari Corporate Affairs CCAI Jawa Timur membenarkan kalau memang
kesepakatan awal akan dilakukan pengolahan limbah teh menjadi pupuk. Pihak
Corporate Affairs menuturkan bahwa kendala penggunaan limbah teh terjadi
dikarenakan limbah tersebut tidak boleh dibawah keluar dari pabrik oleh Badan
Lingkungan Hidup setempat dan membutuhkan waktu untuk mengurus perizinan
tersebut dengan BLH. Ini dikemukakan oleh Retno sebagai berikut :
“dari awal memang limbah itu mau kita manfaatkan ya untuk Coke Farm
sebagai pupuk, awalnya kita memang udah support kesana hanya saja,
seperti yang saya pernah ceritakan ke kamu Lin, kalau limbah tersebut ga
boleh keluar dari pabrik, dan itu harus ngurus lagi ke BLH”. (Wawancara
dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur,
30 April 2012).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti melihat bahwa dari awal Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur memang belum melakukan pertimbangan secara
matang untuk penggunaaan limbah teh tersebut. Pada dasarnya, ketika limbah teh
hendak digunakan sebagai salah satu sumber daya dalam program tersebut, hal ini
tentunya harus dipikirkan secara matang dalam perencanaan program. Sebelum
program Coke Farm ini berjalan permasalahan tersebut harusnya telah lebih
dahulu diupayakan untuk diselesaikan dengan upaya dari Coca-Cola untuk
mengkomunikasikan hal ini kepada Badan Lingkungan Hidup sehingga
penggunaan limbah teh tersebut tidak dipermasalahkan. Selain itu, seharusnya
pada perjanjian yang ada tidak dimasukan aspek tersebut kedalam perjanjian
supaya sehingga pihak LSM tidak hanya terpaku pada adanya limbah teh yang
dapat diberdayakan sebagai pupuk. Pihak LSM juga mengaku sudah pernah
menawarkan kepada Corporate Affairs CCAI Jawa Timur terkait masalah
perizinan tersebut tetapi tidak ada tanggapan dari Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur terkait hal tersebut. Hal ini ditegaskan dengan pernyataan Fathur Rahman
sebagai berikut :
110 Universitas Kristen Petra
“Sudah. Tapi ga ada respon sama sekali. Kemaren sih,kalo mereka
ngomongnya kalo disini mereka pake untuk membuat limbah teh, mereka
masih harus izin danyang lain-lain. Saya sudah bilang saya bantu ke
Badan Lingkungan hidup saya bantu, karena sebenarnya kalau limbah teh
coca-cola itu bisa dipakai dan dikembangkan untuk menjadi material
Coke Farm kan bagus. Kalau daun teh kita pake untuk sayur itu bagus.ya
kalau dari kita sih terserah ya, mau support monggo ga juga terserah,
limbah teh itu pernah dikirim tapi cuma setruk yang ga lebih dari dua
kuintal sedangkan untuk penggarapan lahan ya tentunya butuh lebih ya.
Akhirnya kita harus membeli pupuk dari kotoran ternak yang dibudget
juga tidak teralokasi”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu
Daun, 2 Mei 2012).
Berdasarkan apa yang diungkapkan Fathur ini terlihat bahwa telah
dilakukan upaya oleh pihak LSM untuk membantu proses perizinan limbah teh
tersebut, namun Coca-Cola dalam hal ini tidak memberikan respon akan hal
tersebut. Peneliti menilai dalam hal ini pihak Corporate Affairs sendiri kurang
tanggap akan hal tersebut sehingga permasalahan ini hanya diselesaikan sepihak
oleh LSM yaitu melakukan pembelian pupuk dari kotoran ternak. Dari pernyataan
diatas, terlihat bahwa Fathur sedikit kecewa dengan hal tersebut dikarenakan,
tidak adanya respon Corporate Affairs CCAI Jawa Timur serta dia harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk pembelian pupuk yang pada awal perjanjian
tidak dibudget. Dapat dikatakan komunikasi mengenai masalah ini juga tidak
dilakukan secara intensif sehingga tidak terselesaikan peneliti melihat akibatnya
menyebabkan adanya kekecewaan dari Yayasan Satu Daun karena banyaknya
tanggung jawab yang tidak dipenuhi Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dalam
support terkait limbah.
Peneliti melihat dalam tahapan ini, pola hubungan yang tidak di tetapkan
sedari awal mempengaruhi implementasi program itu sendiri. Idealnya, dalam
sebuah program CSR perlu dilakukan monitoring yaitu mereview bersama pihak-
pihak yang terkait dalam program, membicarakan keadaan saat ini, memberikan
rekomendasi dan masukan-masukan untuk pengembangan program kedepannya.
111 Universitas Kristen Petra
Peneliti melihat dalam mengambil tindakan berkomunikasi sendiri pihak
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur hanya melakukan pemantauan terhadap hasil
yang terlihat dalam program Coke Farm terhadap Yayasan Satu Daun. Tidak
adanya proses monitoring ini, terlihat karena dalam program sendiri Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur tidak berkomunikasi secara langsung dengan pihak
petani melainkan dengan Yayasan Satu Daun sebagai mediator.
Peneliti melihat ini terjadi karena belum dilakukan pola penetapan
hubungan dengan setiap pihak-pihak terkait oleh Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur seperti dalam tahapan sebelumnya. Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
lebih berfokus pada berkomunikasi dengan Yayasan Satu Daun dibandingkan
dengan masyarakat yang akan menerima dan memahami desain program Coke
Farm itu sendiri. Selain itu, peneliti melihat dalam aktivitas program sendiri,
terdapat banyak ketidaksesuaian antara perencanaan dengan implementasi di
lapangan khususnya mengenai limbah PET serta teh. Peneliti disini melihat bahwa
dalam hal ini masalah koordinasi dan komunikasi antara Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur Yayasan Satu Daun sendiri masih kurang. Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur seharusnya dapat mempertimbangkan mengenai supplai limbah
tersebut serta dilakukan koordinasi yang jelas dengan Badan Lingkungan Hidup
maupun pabrik terkait penggunaan limbah sejak awal sehingga dalam pelaksanaan
semuanya dapat tercapai secara baik.
4.5.1.4. Mengevaluasi Program CSR Coke Farm Jawa Timur
Langkah terakhir dalam proses ini adalah melakukan penilaian atas
persiapan, implementasi, dan hasil dari program. Penyesuaian akan dilakukan
sembari program diimplementasikan, dan didasarkan pada evaluasi atas umpan
balik tentang bagaimana program itu berhasil atau tidak. Program akan
dilanjutkan atau dihentikan setelah menjawab pertanyaan “Bagaimana keadaan
kita sekarang atau seberapa baik langkah yang telah kita lakukan?”.
Dalam melakukan evaluasi atas program Coke Farm, dalam hal ini
dilakukan penilaian antara Key Performance Indikator dengan pencapaiannya
oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Dalam hal ini dilakukan penilaian
dilakukan mengacu pada Key Performance Indikator yang telah dibuat. Corporate
112 Universitas Kristen Petra
Affairs CCAI Jawa Timur menilai bahwa ada beberapa Key Performance
Indikator yang tidak tercapai pada saat dilakukan penilaian terhadap program.
Sesuai dengan yang dikatakan Retno sebagai berikut :
“Kita melakukan penilaian atas kinerja LSM ya, diukur melalui KPI yang
pada awalnya sudah kita susun dalam MOU ya, ya dan ada beberapa KPI
yang tidak tercapai di dalamnya misalnya kayak pembibitan tidak tercapai
200.000”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
Penilaian yang dilakukan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur terhadap
LSM ini menunjukan bahwa adanya Key Performance Indikator yang tidak
berjalan selama program. Melakukan penilaian atas Key Performance Indikator
pada dasarnya merupakan hal yang tepat karena sebagai tolak ukur untuk menilai
sejauh mana program telah dikembangkan. Peneliti menilai bahwa dalam hal ini
penilaian yang dilakukan terlalu terlambat karena penilaian pada saat program
hampir berakhir yaitu pada Desember 2011 dan program ini menurut Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur berakhir pada bulan Januari 2012. Pada dasarnya Key
Performance Indikator yang ada di dalam perjanjian telah dijalankan sejak awal
program tersebut berjalan. Proses penilaian yang dilakukan menjelang akhir
program ini bertentangan dengan proses kegiatan PR yang mengatakan bahwa
evaluasi adalah proses yang terus-menerus dan penting. Seperti pada teori yang
mengatakan bahwa pengukuran dampak mencatat seberapa jauh hasil yang
dinyatakan dalam sasaran untuk masing-masing publik sasaran dan keseluruhan
tujuan program yang telah dicapai (Cutlip, 2009, p.429). Seharusnya, pihak
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur melakukan evaluasi secara terpadu setiap
bulannya terkait dengan Key Performance Indikator yang ada sehingga apabila
ada kekurangan dapat menjadi masukan dan koreksi bagi masing-masing pihak.
Selain itu Corporate Affairs CCAI Jawa Timur juga merasa bawa belum
adanya kontinuitas serta adanya anggapan bahwa program tersebut sudah tidak
dijalankan dan dibiarkan terbengkalai. Seperti apa yang disampaikan oleh Oni
Dwi Arianto sebagai berikut :
]
113 Universitas Kristen Petra
“Kita melihat sih, LSM belum kompeten dalam menjalankan program ini.
Kita melihat dilapangan juga, ketika kita coba datang tanpa ada kontak
dulu dengan mereka, kayaknya mereka datang hanya ketika kita datang
saja. Jadi seperti tidak ada yang mengerjakan disana. Kita melihatnya
mereka tidak maksimal dalam mengerjakan hal tersebut. kontiunitas itu
loh. Kita tidak melihat adanya pengawasan yang baik, sehingga lahan itu
terbengkalai”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
Berangkat dari adanya penilaian bahwa ada Key Performance Indikator
tidak berhasil dijalankan serta berakhirnya masa kontrak maka pihak Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur kemudian maka program Coke Farm sendiri dibekukan
karena belum ada keputusan apakah kerjasama akan kembali dilakukan dengan
Yayasan Satu Daun atau mengganti LSM lain sebagai mitra Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur. Seperti yang diungkapkan oleh Oni Dwi Arianto :
“Coke Farm sekarang memang lagi dibekukan, ini karena kita belum ada
perpanjangan kontrak lagi dengan Satu Daun sejak Januari 2012
kemaren, cuma untuk implementasi Coke Farm sendiri masih jalan,
mereka masih nanam-nanam, cuma kita ga punya hak untuk ngatur
mereka lagi. Kita sendiri masih support mereka sampai Januari 2012
kemaren kayak membelikan bibit, pembangunan rumah Coke Farm.
Program dibekukan karena sampai saat ini belum ada keputusan apakah
program ini mau dilanjutkan tetep dengan Satu Daun atau ganti LSM
yang lain. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
Peneliti melihat bahwa pembekuan ini terjadi karena pihak Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur sendiri masih mempertimbangkan kompetensi Yayasan
Satu Daun yang mereka ukur berdasarkan Key Performance Indikator. Dalam hal
ini, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur masih mempertimbangkan mengenai
melanjutkan kerjasama dengan Yayasan Satu Daun atau mengganti LSM lain.
Pertimbangan ini juga dilakukan dengan melihat kemungkinan bahwa apabila
program dilaksanakan di Desa Kertosari, tidak memungkinkan apabila mengganti
Yayasan Satu Daun sebagai mitra Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
dikarenakan adanya Yayasan Satu Daun sendiri memiliki perjanjian kerjasama
114 Universitas Kristen Petra
dengan desa Kertosari selama 25 tahun. Selain itu, dalam proses peminjaman
lahan sendiri, pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur tidak melakukan sendiri
tetapi melalui bantuan dari Yayasan Satu Daun. Hal ini kemudian yang menjadi
pertimbangan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sehingga program ini
dibekukan.
Sesuai dengan pernyataan Oni Dwi Arianto sebagai berikut :
“ada perjanjian antara satu daun dengan desa terkait yang tidak
memungkinkan kita untuk mengganti LSM yang ada. Kalau dari dokumen
yang ada memang tidak memungkinkan apabila kita mengganti LSM
tersebut. Itulah yang membuat kita akhirnya kita agak tidak merasa cocok.
ya terlepas dari ada kerjasama dengan satu Daun tapi kan melalui dokumen
itu kita seperti dipaksa untuk terus bekerjasama dengan Satu Daun. Itu kan
menjadi sesuatu yang tidak baik karena dipaksa ya, karena setelah kita
mengukur keberhasilannya. Jadi kalau mau tetap melaksanakan Coke Farm
di Kertosari yah kita harus tetap dengan Satu Daun”. (Wawancara dengan
Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
Adanya kerjasama antara Yayasan Satu Daun dengan Desa Kertosari ini
membuat Corporate Affairs CCAI Jawa Timur kembali mempertimbangkan
apakah akan tetap bekerjasama kembali dengan Yayasan Satu Daun atau tidak.
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sendiri bertolak dari adanya beberapa hal
yang tidak tercapai dari Key Performance Indikator yang telah dibuat. Belum
adanya keputusan yang diambil dari pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
akhirnya membuat program ini terpaksa dibekukan terlebih dahulu.
Indikator yang tidak tercapai oleh Yayasan Satu Daun ini memang tidak
dipungkiri oleh Yayasan Satu sendiri tidak memungkiri bahwa memang ada yang
tidak tercapai seperti antara lain pembibitan yang tidak memenuhi target.
Berdasarkan target yang ditetapkan pembibitan yang harus dihasilkan memang
harus memenuhi 200.000 bibit tetapi memang tidak tercapai namun Yayasan Satu
Daun juga memberikan alasan mengapa hal tersebut tidak tercapai. Tidak
tercapainya pembibitan sebesar 200.000 itu terjadi dikarenakan support atas
115 Universitas Kristen Petra
limbah PET dan limbah teh yang juga tidak berjalan sesuai dengan perjanjian
yang dibuat. Seperti yang diutarakan oleh Fathur sebagai berikut :
“kalo mereka menilai program ini tidak berhasil tapi saya tanyakan lagi
kembali gimana dengan support limbah PET dan limbah teh yang mereka
janjikan. kayak pengomposan itu ga jalan ya karena limbah teh mereka ga
penuhi padahal itu kan untuk pupuk ya, alasannya ga bisa keluar dari pabrik.
Botol PET juga yang mereka janjikan buat kita sebagai media tanam, kan
memang tidak mereka penuhi”. (Wawancara dengan Fathur Rahman, 20
April 2012).
Selain adanya support yang tidak diberikan terkait limbah, Yayasan Satu Daun
menuturkan bahwa dalam hal ini penilaian terhadap program sendiri dilakukan
ketika support dari pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur terhadap program
sudah tidak diberikan. Sesuai dengan pernyataan Fathur berikut ini :
“ya pengukuran terhadap keberhasilan program juga dilakukan ketika
sudah tanpa support dalam waktu yang cukup lama, kalau mereka
mengukur sekarang ya telat, wong sudah ga support dalam kurun waktu
yang cukup lama. Sekarang udah ga ada support dari Coca-Cola lagi.
Yah itu mereka kan kalo diitung kontraknya jalan dari November,
Desember, Januari,Februari, Maret dan Juni kontrakknya udah selesai”.
(Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
Melalui ini, Yayasan Satu Daun menuturkan bahwa tidak adanya support
lagi dari Corporate AffairsCCAI Jawa Timur dalam program ini dalam waktu
yang cukup lama. Disisi lain, tidak terpenuhinya beberapa indikator dalam proses
ini sendiri dikarenakan beberapa hal di dalam perjanjian yang tidak di support
yaitu limbah teh sebagai kompos dan limbah PET sebagai media tanam. Dari
adanya informasi mengenai tidak ada support dari pihak Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur lagi kepada program sejak Juni 2011. Informasi yang peneliti
dapatkan tidak begitu saja diterima oleh peneliti namun peneliti terlebih dahulu
melakukan crosscheck kepada pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
mengenai hal tersebut. Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sendiri membenarkan
bahwa ikatan kerjasama dan kontrak memang telah berakhir hanya saja hal ini
116 Universitas Kristen Petra
berbeda sedikit berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh LSM. Menurut
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur program ini masih tetap mereka support
hingga Januari 2012 bukan Juni 2011 seperti yang diungkapkan LSM. Secara
tertulis kontrak memang telah berakhir pada Juni 2011, namun menurut
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur mereka masih tetap menssuport dana terkait
bibit, pupuk, perbaikan sungkur, pembuatan kolam hingga Januari 2012. Sesuai
dengan pernyataan Retno sebagai berikut :
”memang klo kontrak secara tertulis sudah berakhir, tapi kita masih tetap
support program ini ya kayak memberikan dana untuk pembelian pupuk,
bibit, dan perbaikan sungkur juga ya sempat kita bantu”. (Wawancara
dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur ,
30 April 2012).
Disatu pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur mengemukakan bahwa
kontrak berakhir sejak Januari 2012 dan sejak itu baru program dibekukan,
sedangkan Yayasan Satu Daun sendiri berpendapat bahwa sesuai kontrak tertulis
mengenai berakhirnya perjanjian sejak Juni 2011. Peneliti melihat ini terjadi
karena kurangnya koordinasi antara kedua belah pihak keberlanjutan kerjasama
kedua belah pihak. Selain itu, tidak dilakukannya monitoring yaitu mereview
program Coke Farm antara pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, Yayasan
Satu Daun serta petani yang terkait dalam program ini tidak memberikan titik
temu. Menurut Solihin (2009, p.146), ditetapkannya pola hubungan antara pihak-
pihak yang terlibat secara jelas akan meningkatkan kualitas koordinasi
pelaksanaan program CSR. Tanpa adanya pola hubungan yang jelas maka
kemungkinan besar program tersebut tidak akan berjalan dengan optimal. Peneliti
melihat pola hubungan ini yang tidak terjadi serta koordinasi yang minim antara
kedua belah pihak. Peneliti menilai bahwa kurangnya koordinasi antara Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur dengan Yayasan Satu Daun mengenai perpanjangan
kontrak diantara kedua belah yang sudah jarang berkoordinasi terkait dengan
program maka, Yayasan Satu Daun juga beranggapan bahwa kerjasama antara
kedua belah pihak telah berakhir sejak Juni 2011.
117 Universitas Kristen Petra
Berangkat dari adanya perbedaan pandangan antara kedua belah pihak dari
awal menjadi hal yang signifikan sehingga pada saat dilakukan penilaian, itu tidak
memuaskan Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Yayasan Satu Daun sendiri
menilai bahwa perbedaan pandangan mengenai konsep program dimana
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur lebih mengarah pada orientasi produk
pertanian yang dihasilkan sedangkan Yayasan lebih mengarahkan program ini
sendiri untuk contoh pembelajaran bagi petani di Desa Kertosari. Sesuai dengan
pernyataan Fathur Rahman :
“Kalau waktu itu sih, sebenarnya ada sedikit perbedaan pandangan,
mungkin ini juga sih yang menjadikan, nda tau sih. Kalau saya memang
juga hendak menjadi program ini sebagai pembelajaran bagi petani-petani
disitu. Kalau menurut saya sih ukuran berhasil atau tidaknya program ini
harus ada persamaan pandangan. Kalau Coca-Cola waktu itu yang saya
tangkap tujuan dari program ini lebih mengarah pada orientasi produk.
Kalau saya sendiri lebih berfokus pada pembelajaran. Sehingga mungkin
ada dua perspektif yang berbeda dalam hal ini. ya itu yang bagi saya.
Sebenarnya bagi saya sih, kalau ngomong soal produk disaat yang pertama
sudah terpenuhi, tercapai. Jadi kalau ukuran keberhasilannya produk ya
sudah tercapai”. (Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20
April 2012).
Perbedaan pandangan yang diungkapkan oleh Yayasan Satu Daun ini tidak
dikomunikasikan secara detail antara kedua belah pihak. Peneliti menyimpulkan
bahwa terjadinya perbedaan pandangan sedari awal juga turut mempengaruhi
tidak ada kesamaan sudut pandang dalam menilai program itu sendiri dan
berujung pada pembekuan program oleh pihak Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur. Yayasan Satu Daun sendiri menilai bahwa dibekukannya program ini lebih
dikarenakan lemahnya komitmen Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dimana
dalam hal ini hanya dipandangan sebagai sebuah brand saja. Keberlanjutan
program setelah launching program itu sendiri tidak dipertimbangkan. Yayasan
Satu Daun melihat Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sekedar mengembangkan
118 Universitas Kristen Petra
program ini dan setelah itu tidak peduli pada seperti apa keberlanjutan program ini
lagi. Sesuai dengan pernyataan pihak LSM sebagai berikut :
“Ya begitulah, perbedaan persepsi, dia hanya memandangnya CSR,
mohon maaf mungkin, kalau Coca-cola lebih memandang hanya sebagai
brand saja. Karena waktu itu mungkin ya launchingnya sudah selesai,
bupati sudah datang,. setelah itu ya sudah. Selesai. saya dan teman-teman
aja yang ngelanjutin, kalau kita terpaku sama proyek dan perjanjian ya
sudah selesai program ini. tapi karena kita tidak berpandangan disitu”.
(Wawancara dengan Fathur, LSM Yayasan Satu Daun, 20 April 2012).
Saat ini sendiri, program masih tetap dijalankan oleh Yayasan Satu Daun
dengan dibantu Hadi yang memang merupakan petani dari awal Coke Farm
berjalan hingga saat ini. Dari hasil observasi peneliti di lapangan, peneliti
menemukan bahwa walaupun program ini dibekukan dan memang tidak dibawah
support Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, program ini masih tetap berjalan
walaupun tidak seperti awal program diimplementasikan. Peneliti melihat masih
ada aktivitas program yang dijalankan oleh Yayasan Satu Daun. seperti
penanaman beberapa jenis sayuran seperti sawi dan bayam yang kemudian
didistribusikan di beberapa tempat salah satunya Taman Safari Pasuruan. Dari
pihak Hadi sebagai petani yang masih terlibat dalam program sendiri
menyayangkan bahwa program ini tidak lagi disupport oleh Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur. Hadi menuturkan bahwa program ini memiliki konsep yang
baik sehingga melalui Coke Farm, Hadi dan petani-petani lain mendapatkan
pembelajaran tentang tanaman hijau serta holtikultura. Seperti yang dituturkan
Hadi berikut ini :
“yah, klo jujur ya non, maunya program ini jalan kayak dulu lagi, ya Coca-
sekarang ini ya cuma Cola ada support, jadi nanemnya isa macam-macam
bisa variatif. Kalau sawi sama bayam tok tiap bulan. Padahal Coke Farm
ini kan ya bagus ya non, selain bisa ngarap saya ya bisa belajar-belajar
non kayak tanaman sayuran, tomat sambel, cabe itu nananmnya dalam
jumlah besar gimana. ya tapi gimana ya non, maunya sih programnya
119 Universitas Kristen Petra
disupport lagi, teman-teman petani sing laen tu ya banyak belajar lewat
Coke Farm juga non”. (Wawancara dengan Hadi, 02 Mei 2012).
Peneliti melihat bahwa Hadi selaku petani yang terlibat dalam program ini
juga mengakui bahwa program Coke Farm sendiri konsep dari program yang baik
bagi para petani. Dari program ini, banyak pengetahuan yang bisa didapatkan
Hadi selama mengikuti program khususnya dalam bidang pertanian.
“Kalo petani-petani yang lain seneng dengan program ini, banyak yang
sering Tanya-tanya mereka akan mendukung program ini jalan. Petani
sekitar sangat mendukung. Kalo sendiri saya merasa eman gitu lo, saya
ini program cukup bagus, cukup bagus pokoknya menurut saya tapi klo ga
ada support dari luar kan ga bisa bagus, ga bisa maksimal”.
Berangkat dari implementasi program ini serta keterlibatan petani dalam
program ini sendiri, Hadi mengaku puas dan tercukupi dengan hasil panen selama
implementasi program yang dikelola bersama LSM. Jika dihubungan dengan
tujuan Coke Farm sendiri yaitu meningkatkan pendapatan masyarakat petani serta
memberikan pengetahuan dalam bidang pertanian, Hadi mengakui bahwa untuk
meningkatkan pendapatan memang tidak secara drastis, namun pendapatannya
selama mengikuti Coke Farm dapat mencukupi kebutuhannya. Terkait
memberikan pengetahuan dalam bidang pertanian, Hadi sendiri menuturkan
bahwa dia mendapatkan banyak pembelajaran dalam bidang pertanian, baik dalam
melakukan penanaman, perawatan, pembibitan, panen serta pembuatan kompos.
Dalam tahapan ini sendiri peneliti menemukan bahwa program ini
dibekukan oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur hingga waktu yang belum
ditentukan. Peneliti melihat masalah ini sendiri terjadi dikarenakan perencanaan
dari program ini sendiri belum terlalu optimal. Dalam tahapan mengidentifikasi
problem program ini sendiri, tidak dilakukan proses assessment terlebih dahulu
oleh pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur kepada masyarakat Desa
Kertosari dikarenakan adanya tanggung jawab untuk segera menjalankan program
tersebut. Selain itu, perbedaan pandangan antara Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur dengan Yayasan Satu Daun dalam melihat program itu sendiri tidak
dikomunikasikan secara lebih detail lagi antara kedua belah pihak dan program
120 Universitas Kristen Petra
tetap diimplementasikan. Peneliti melihat dalam proses ini, Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur dapat dikatakan belum terlalu menguasai program itu sendiri
karena, program ini sendiri merupakan desain program dari Jakarta yang harus
dikembangkan oleh mereka sehingga proses untuk mendalami desain program dan
konsep program itu sendiri masih belum optimal. Peneliti melihat keterkaitan
langsung Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan program yang masih
kurang dikarenakan sasaran program yang sebenarnya berada jauh dari lokasi
pabrik itu sendiri.
Adanya program yang dibekukan ini dilihat peneliti juga dikarenakan,
pada saat proses perencanaan, Corporate Affairs CCAI Jawa Timur belum
menetapkan pola hubungan dan komunikasi yang jelas dengan setiap pihak yang
terlibat. Komunikasi hanya dilakukan dengan Yayasan Satu Daun saja tanpa
melibatkan petani serta pihak desa dalam perencanaan program itu sendiri. Dalam
tahapan mengambil tindakan dan berkomunikasi ada banyak hal yang perlu
dioptimalkan oleh pihak Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur masih sekedar melakukan peninjauan program tapi proses
monitoring belum dilakukan secara tepat.
Menurut Rahmatullah & Kurniati melakukan refleksi dengan masyarakat,
kader lokal, maupun perusahaan secara periodik untuk menyempurnakan kegiatan
merupakan salah satu aktivitas monitoring. Peneliti melihat hal ini belum
dilakukan dikarenakan peninjauan hanya dilakukan kepada Yayasan Satu Daun
Saja. Sedangkan masyarakat petani maupun desa tidak dilibatkan. Hal ini
dikarenakan belum adanya pola penetapan hubungan yang jelas sejak awal oleh
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur. Sesuai dengan yang apa diungkapkan
Solihin (2011) bahwa kondisi yang dapat menjamin CSR berjalan dengan baik
adalah ditetapkannya pola hubungan (relationship) diantara pihak yang terlibat
secara jelas karena akan membantu meningkatkan kualitas koordinasi pelaksanaan
program CSR. Tanpa adanya pola hubungan yang jelas maka kemungkinan besar
pelaksanaan program CSR tidak akan berjalan secara optimal serta kemungkinan
program untuk berlanjut (sustainable) berkurang (p. 145-146).
Peneliti melihat dibekukannya program ini sendiri berangkat dari adanya
tahapan proses Public Relations yang belum dilakukan secara optimal. Adanya
121 Universitas Kristen Petra
kesepakatan antara Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan Yayasan Satu
Daun dalam perjanjian yang dibuat banyak yang tidak berjalan sesuai perencanaan
yang dibuat pada awalnya. Perencanaan program yang efektif dan evaluasi
program yang efektif adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Jika program tidak
tertata rapi, penuh gagasan, didesain secara tidak efektif, atau dikelola dengan
buruk, maka akan muncul banyak masalah dalam evaluasinya. Hal ini tentunya
sangat mempengaruhi berjalannya program ini sendiri. Pada dasarnya desain
program Coke Farm ini sendiri sangat baik sesuai yang diungkapkan oleh petani
serta kembali pada tujuan program itu sendiri. Hanya saja dalam hal ini Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur perlu mengoptimalkan seluruh proses Public Relations
yang dibuat agar bisa menjaga sustainability program.
4.5.2. Analisis SWOT terhadap Program Coke Farm
Berangkat dari analisis proses Public Relations yang peneliti
lakukan di lapangan, peneliti melihat bahwa dalam hal ini kondisi yang
program Coke Farm sedang dibekukan dan belum adanya tindakan
Corporate Affairs CCAI Jawa Timur erhadap hal tersebut. Peneliti akan
memberikan analisis detail terhadap faktor internal dan eksternal dalam
situasi program Coke Farm saat ini. Seperti yang dikemukakan Cutlip bahwa
analisis detail terhadap faktor internal dan eksternal dalam situasi problem
dapat memberi praktisi informasi yang mereka butuhkan untuk menilai
kekuatan (strength) organisasi (S), dan kelemahan (weakness) organisasi
(W), dan mengidentifikasi peluang (opportunity – O ) dan ancaman (threat –
T ) dalam lingkungan eksternal (2009, p.331). Dalam praktiknya, praktisi
meringkas pendekatan analisis situasi ini menjadi analisis SWOT atau
TOWS. Peneliti disini akan menggunakan analisis SWOT untuk
memberikan masukan serta rekomendasi terhadap program ini. Bagan
SWOT dapat dilihat pada halaman 136.
122 Universitas Kristen Petra
Berikut ini adalah analisis terhadap faktor internal dan eksternal dari
program Coke Farm saat ini :
1. Strenght
- Program Coke Farm telah sesuai dengan pilar CSR yang ada yaitu
mengacu pada prinsip environmental dan community
- Dukungan Finansial yang memadai dari CCAI
- Memiliki limbah yang dapat dimanfaatkan yaitu limbah teh dan
limbah PET dari produksi yang dilakukan pabrik.
2. Weakness
- Tidak dilakukan assessment secara tepat pada awal program.
- Kemungkinan untuk mengganti LSM lain tidak dimungkinkan.
- Selama program berjalan monitoring program tidak dilakukan
dengan pihak terkait.
- Tidak mengurus perizinan terkait limbah teh.
- Tidak melakukan koordinasi dengan pihak pabrik terkait limbah
PET.
- SDA Corporate Affairs yang terbatas.
- Komunikasi antara Corporate Affairs CCAI Jawa Timur dengan
petani serta pihak Desa yang tidak terjalin dan lebih banyak
dimediasi oleh Yayasan Satu Daun.
- Adanya perbedaan pandangan antara pihak LSM dengan Corporate
Affairs CCAI terkait program.
3. Opportunity
- Aktivitas Program Coke Farm masih tetap dijalankan walaupun
tanpa support dari Coca-Cola.
- LSM dapat membantu pengurusan limbah teh di BLH.
4. Threat
- Limbah teh yang tidak bisa keluar dari pabrik.
- Prinsip dasar CSR yaitu berkelanjutan tidak berjalan.
- Perbedaan pandangan antara LSM dengan Corporate AffairsCCAI
Jawa Timur mengenai berakhirnya program.
123 Universitas Kristen Petra
- Anggapan pihak LSM bahwa Corporate AffairsCCAI Jawa Timur
cenderung mengabaikan program Coke Farm.
Peneliti kemudian membuat beberapa implikasi strategis berdasarkan
analisis terhadap faktor eksternal dan internal dari situasi program Coke
Farm saat ini. Sesuai dengan yang dikemukakan Cultip bahwa ada beberapa
implikasi strategis yang muncul dari kerangka analisis SWOT (Cutlip, 2009,
p. 331-332):
1. Strategi SO didasarkan pada kekuatan organisasi untuk mengambil
keuntungan dari lingkungan eksternal. Berikut ini adalah Strategi SO
yang muncul dari hasil analisis SWOT terhadap program Coke Farm
- Melakukan review bersama Satu Daun mengenai konsep program
Coke Farm secara detail.
- Berkoordinasi dengan LSM dalam mengurus perizinan limbah di
BLH.
- Program dapat kembali dijalankan tanpa harus menggarap ulang
lahan karena hingga saat ini program masih tetap berjalan.
- Adanya diskusi terkait sumber daya yang dibutuhkan oleh kedua
belah pihak secara detail untuk menimbulkan kesepakatan
2. Strategi ST didasarkan pada kekuatan organisasi untuk menghadapi
ancaman dari lingkungan luar. Berikut ini adalah Strategi ST yang
muncul dari hasil analisis SWOT terhadap program Coke Farm :
- Mengurus perizinan terkait limbah-limbah yang digunakan terlebih
dahulu kepada pihak-pihak yang bekepentingan.
- Konsep program dijalankan dengan berdasar pada prinsip
sustainability
3. Strategi WO berusaha meminimalkan kelemahan organisasi agar dapat
mengambil keuntungan dari luar. Berikut ini adalah Strategi WO yang
muncul dari hasil analisis SWOT terhadap program Coke Farm :
- Dilakukan pendekatan dengan masyarakat petani terkait masalah
pertanian mendasar apa saja yang dibutuhkan.
124 Universitas Kristen Petra
- Penambahan SDA dalam Corporate Affairs untuk melakukan
monitoring secara aktif kepada program Coke Farm.
- Menyamakan pandangan antara pihak-pihak terkait melalui
mengadakan review bersama mengenai program yang telah berjalan
serta memberi masukan mengenai pengembangan program
kedepannya.
- Corporate Affairs CCAI Jawa Timur harus berkomunikasi dengan
setiap pihak yang terkait program secara langsung tanpa diwakilkan
pada pihak ketiga.
- Pengurusan izin limbah dapat dibantu oleh pihak LSM.
4. Strategi WT berusaha meminimalkan baik itu kelemahan organisasi
maupun ancaman dari luar. Berikut ini adalah Strategi WT yang muncul
dari hasil analisis SWOT terhadap program Coke Farm :
- Menjalin komunikasi yang baik dengan LSM untuk meminimalisir
prasangka antara kedua belah pihak.
- Corporate Affairs secara rutin melakukan pemantauan di lapangan
untuk menimbulkan rasa percaya antara kedua belah pihak.
- Bekerjasama dengan Satu Daun dibawah pengawasan Desa
Kertosari sehingga Coca-Cola dapat berkoordinasi dengan pihak
Kertosari terkait kinerja LSM Satu Daun.
4.5.3. Analisis Program Corporate Social Responsbility Coke Farm Jawa
Timur
Program Coke Farm merupakan salah satu program Corporate Social
Responsibility yang didesain oleh Coca-Cola Amatil Indoenesia. Program ini
sendiri merupakan salah satu program yang dikembangkan oleh CCAI ke
beberapa daerah dimana pabrik Coca-Cola beroperasi. Salah satu daerah dimana
program Coke Farm dikembangkan adalah Jawa Timur. Berdasarkan hasil
wawancara tujuan dari program Coke Farm yang dikemukakan oleh Oni Dwi
Arianto, Corporate Affairs Officer Jawa Timur,
125 Universitas Kristen Petra
“Kalau tujuan program ini sendiri untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup masyarakat sebagai petani dengan mengubah lahan
tidur menjadi lahan produktif dan meningkatkan pendapatan petani sesuai
dengan tujuan secara nasional”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto,
23 April 2012)
Tujuan dari program Coke Farm ini merujuk pada teori World Bussiness
Council for Sustainable Development (WBCSD) yang menyatakan CSR sebagai
komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan
sumbangan pada pembangunan ekonomi, sekaligus memperbaiki mutu hidup
angkatan kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat lokal secara
keseluruhan (Iriantara, 2007,p. 36). Dalam hal ini, Coke Farm merupakan
komitmen dari CCAI dalam memberikan sumbangsih dalam memperbaiki mutu
hidup komunitas lokal, yaitu petani Desa Kertosari. Memperbaiki mutu hidup
petani disini adalah dengan memberikan pengetahuan dalam budidaya tanaman
holtikultura, tanaman penghijauan, penggunaan teknologi dan belajar membuat
pemupukan.
Dari data yang didapatkan, untuk setiap program Corporate Social
Responsibility Coca-Cola Amatil yang dijalankan dipayungi oleh beberapa pilar
CSR. Pilar CSR itu sendiri adal environment, marketplace, community,
workplace.
Sesuai dengan pernyataan Retno Koesdijarto :
“Coke Farm adalah salah satu bentuk implementasi CSR pilar
Environmental dan Community. Lina perlu mengetahui bahwa dalam
melaksanakan program CSR, Coca-Cola fokus pada 4 pilar, yaitu:
workplace, marketplace, environmental, dan community.” (Wawancara
dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairss CCAI Jawa Timur ,
10 April 2012)
Pemaparan Retno memberikan gambaran bahwa adanya kesamaan antara
pilar-pilar CSR yang dianut dengan konsep CSR Triple Bottom Line yang
dikemukakan oleh John Elkington. Konsep Tripple Bottom Line menjelasakan
126 Universitas Kristen Petra
mengenai perkembangan konsep mengenai 3 pilar dalam CSR
yaitu Profit, People dan Planet. Dalam konsep Tripple Bottom line sendiri
menegaskan bahwa suatu perusahaan tidak hanya membutuhkan keuntungan
ekonomi saja (profit), melainkan pula, memiliki kepedulian terhadap kelestarian
lingkungan (planet), dan kesejahteraan masyarakat (people).
Dalam program Coke Farm sendiri, peneliti melihat adanya pemahaman
yang sama antara konsep Tripple Bottom Line dengan implementasi dari CSR
Coke Farm, yaitu dalam konsep memberikan kesejahteraan masyarakat serta
dalam kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Kesejahteraan masyarakat,
diwujudkan melalui program CSR Coke Farm yang dimana Coca-Cola
mengusahakan untuk memberikan kontribusinya dengan memberikan
pendampingan, mempersiapkan materil serta teknologi, memberikan pelatihan
pembibitan dan agrikultur bekerjasama dengan LSM. Environmental, diwujudkan
melalui pengolahan lahan tidur atau lahan kosong menjadi lahan produktif dengan
ditanami tanaman penghijauan serta budidaya tanaman holtikultura.
Berdasarkan hasil analisis peneliti, program Coke Farm secara umum dapat
digolongkan kedalam enam kategori/jenis CSR menurut Kotler. Dalam hal ini,
jika ditinjau melalui gambaran program ini, Coke Farm sendiri dapat digolongkan
kedalam Corporate Social Responsibility jenis Socially Responsible Bussines
Practice (Community Development). Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan
melaksanakan aktivitas bisnis melampaui aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh
hukum serta melaksanakan investasi yang mendukung kegiatan sosial dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan aktivitas dan memelihara lingkungan hidup.
Yang dimaksud komunitas dalam hal ini mencakup karyawan perusahaan,
pemasok, distributor, organisasi-organisasi nirlaba yang menjadi mitra perusahaan
serta masyarakat secara umum (Solihin, 2009, p.141). Dalam hal ini, CCAI
National Office berusaha melakukan investasi dimana mengubah lahan tidur
menjadi area produktif kemudian berusaha meningkatkan kesejahteraan petani
lokal dan memelihara lingkungan hidup melalui penanaman tanaman hijau serta
budidaya tanaman holtikultura yang mana dikembangkan ke beberapa daerah di
Indonesia.
127 Universitas Kristen Petra
Dalam sistematika tahapan CSR, tahap awal yaitu dimulai dengan melihat
dan menilai kebutuhan (need assessment) masyarakat sekitar. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau problem yang terjadi di
masyarakat dan lingkunganya, setelah itu mencari solusi yang terbaik bagi
masyarakat dan lingkungannya. (Wibisono, 2008, p.38). Pada dasarnya,
assessment merupakan tahapan penting dalam membuat suatu program CSR.
Dalam kenyataannya, program Coke Farm yang dilakukan di Desa Kertosari
berangkat dari adanya tanggung jawab dalam mengembangkan program Coke
Farm yang diberikan dari CCAI National Office kepada Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur. Sebagaimana diungkapkan oleh Retno Koesdijarto:
“Kalau untuk program ini sendiri, kebetulan program ini memang program
kembangan dari National Office ya, dan program ini memang ingin
dikembangkan ditempat-tempat dimana Coca-Cola beroperasi jadi memang
program ini bukan dirancang langsung oleh kita disini, tapi diberikan
tanggung jawab untuk menjalankan program ini di sekitar daerah pabrik.
Ide dan desain program ini sendiri kan memang bermula dari keberhasilan
Coke Farm yang dibuat di Bandung ya. (Wawancara dengan Retno
Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Ini menunjukan bahwa oleh program Coke Farm yang hendak
dikembangkan secara national oleh CCAI National Office akan dikembangkan
kebeberapa daerah di Indonesia dan salah satunya adalah Jawa Timur. Berangkat
dari hal tersebut maka Corporate Affairs CCAI Jawa Timur sebagai pihak yang
mendapatkan tanggung jawab untuk menjalankan program ini melakukan riset
yang dilakukan ke wilayah sekitar pabrik serta mencari beberapa lokasi.
Hal ini diperkuat dengan penyataan Retno sebagai berikut :
“Dalam hal ini kita melakukan riset yang dalam mencari lokasi, dan cukup
sulit. Ya saya sudah melakukan pencarian kebeberapa lokasi. Pertama itu
mencari di daerah sekitar pabrik ya di Desa Tamanan karena lokasinya
memang tidak jauh dari area pabrik. Dan masuk ring 1 CSR kita ya. Hanya
128 Universitas Kristen Petra
saja ketika kita berkomunikasi dengan pihak desa, pihak desa tidak begitu
bisa menerima dengan pembuatan program ini, tapi lebih memilih
diberikan dana pengembangannya saja. Sehingga saya putuskan untuk
mencari daerah lain lagi. Waktu itu sempat ke Desa dekat taman Dayu juga
tapi kalau disitu karena berurusan dengan orang goverment dan ribet jadi
ya kebetulan melalui kita menemukan Desa Kertosari itu. Untuk pencarian
lokasi ini saja membutuhkan waktu hampir dua bulan ya, karena mencari
lokasi dan kecocokan dengan lokasi itu kan ga gampang. Dalam hal ini
kita kan mencari lahan tidak produktif yang hendak dikembangkan. Dan di
Kertosari ini kebetulan adalah area ga produktif yang bisa dikembangkan”
(Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur, 30 April 2012)
Dalam hal ini, peneliti melihat Corporate Affairs CCAI Jawa Timur pada
awalnya telah melakukan proses need assesment untuk wilayah Tamanan. Namun
berangkat dari kenyataan yang ada program tidak dimungkinkan diimplentasikan
di wilayah Tamanan yang akhirnya mendorong Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur menjadi lebih fokus pada pencarian area lahan tidak produktif yang dapat
digunakan. Peneliti melihat dalam memilih Kertosari sebagai tempat untuk
mengembangkan program ini, belum dilakukan proses need assessment secara
tepat. Seharusnya dalam proses need assesment Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur melibatkan masyarakat dalam menilai kebutuhan serta masalah dalam
masyarakat di mana lokasi ditentukan. Dalam hal ini, proses need assesment tidak
dilakukan secara tepat karena yang menjadi prioritas utama adalah adanya lahan
kosong yang dapat digunakan yang dalam hal ini ditemukan di desa Kertosari. Hal
ini juga dipengaruhi oleh tanggung jawab untuk segera melaksanakan program
seperti dikemukakan oleh Oni Dwi Arianto sebagai berikut :
“ Dari internal itu kita harus menjalankan program ya. Artinya ada
keterbatasan juga dari internal kita harus segera menjalankan program
itu. Karena tidak mungkin berkutat pada mencari lahan dan akhirnya
program ini tidak berjalan dan setiap program pastinya ada deadline ya.
129 Universitas Kristen Petra
Setiap kegiatan kita ada deadline yang memang harus segera
dilaksanakan”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
Dalam proses sistematika tahapan CSR yang berikutnya adalah membuat
rencana aksi, beserta dengan anggaran, jadwal waktu, indikator untuk
mengevaluasi dan sumber daya manusia. Dalam tahap ini yang dilakukan adalah
mengadakan pemilihan atas beberapa LSM untuk bekerjasama sebagai tim dalam
Coke Farm. LSM dikumpulkan dan diseleksi dalam hal ini oleh Corporate Affairs
Jawa Timur. LSM yang dikumpulkan dan akan diberikan gambaran mengenai
program Coke Farm seperti apa. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Retno
sebagai berikut :
“Ya waktu itu ada beberapa LSM lokal yah yang kita kumpulkan dan kita
ajak untuk bertukar pikiran tentang program tersebut, waktu itu ada
Kaliandara, apalagi ya saya agak lupa nah sama salah satunya Satu
Daun. Ya kita mengkomunikasikan tentang bagaimana program Coke
Farm kepada mereka, ya selain itu yah kita liat juga kemampuan mereka
dari misalnya profil dan badan hukumnya”. (Wawancara dengan Retno
Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Dalam buku Sustainable Corporate, LSM memiliki tugas menjadi
fasilitator, advokasi, dan edukasi dalam sebuah program CSR.
Mempertimbangkan keahlian tersebut LSM memiliki peran penting dalam
implementasi CSR. Peran ini dapat diwukudkan dengan memfasilitasi masyarakat,
memberi advokasi, edukasi, dan juga mengembangkan model-model kemitraan
untuk mendukung CSR (2008, p. 87). Dalam hal ini LSM yang diseleksi tentunya
diharapkan dapat memenuhi hal tersebut Dengan terpilihnya Setelah Yayasan
Satu Daun dipilih sebagai mitra dalam program ini, maka Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur kemudian mengkomunikasikan bentuk program ini yang terdahulu
kepada pihak Yayasan Satu Daun. Sesuai dengan apa yang dikatakan Retno:
“Kita mempresentasikan kepada LSM yah program Coke Farm di tempat-
tempat sebelumnya kayak di Bandung seperti apa. Kita jelaskan bahwa
130 Universitas Kristen Petra
program ini ditargetkan kepada masyarakat petani. Melalui program ini
kita berharap bahwa dapat meningkatkan pendapatan petani setempat dan
juga petani di daerah itu ada kepercayaan untuk tidak menanam sayuran.
Ya melalui keberadaan Coke Farm kita harapkan masyarakat juga jadi
bertambah pengetahuannya dalam bidang pertanian”. (Wawancara
dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur,
30 April 2012)
Terkait dengan perencanaan sendiri, hal-hal yang juga dipersiapkan adalah
anggaran untuk program Coke Farm di Desa Kertosari. Dalam perencanaan
anggaran sendiri, Retno Koesdijarto harus mengkomunikasikan jumlah anggaran
yang dibutuhkan dengan National Office kemudian menunggu keputusan dari
National Office terkait dana yang dibutuhkan. Setelah jumlah dana tersebut
disetujui maka akan dilakukan koordinasi dengan bagian Finance terkait dengan
penggunaan dana tersebut.
Sesuai dengan penyataan Retno berikut ini :
“Untuk rencana anggaran sendiri yah kita buat perencanaannya dulu, kita
koordinasikan ke National Office ya, kita nunggu keputusan mengenai dana
tersebut dan kemudian kita komunikasikan ke bagian Finance nanti kalau
sudah deal dengan LSM bagian finance yang langsung transfer ke pihak
LSM” . (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs
CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Hal berikutnya yang dipersiapkan dalam program ini sendiri adalah
membuat key performance indikator guna kepentingan perjanjian dengan LSM.
Indikator-indikator ini berisikan hal-hal yang harus dijalankan dan
diimplementasikan selama program Coke Farm berjalan oleh LSM. Dalam hal ini,
indikator yang dibuat juga dikomunikasikan kepada National Office dan ikut
ditentukan oleh National Office. Seperti yang dinyatakan oleh Retno :
131 Universitas Kristen Petra
“Dalam pembuatan KPI, sendiri kita memang berkoordinasi dengan
National Office juga ya. KPI-KPI itu yang kamu pernah baca dalam surat
perjanjian yang kapan hari saya pernah kasih liat ke kamu lin. Ya kurang
lebih di dalamnya itu berisi tugas-tugas LSM yang nanti harus
diimplementasikan selama program tersebut berjalan ya kurang lebih untuk
sebagai pedoman bagi LSM dalam menjalankan tugasnya dilapangan”
(Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur, 30 April 2012)
Indikator-indikator yang dibuat oleh Corporate Affairs CCAI Jawa Timur
kurang lebih berisikan tugas dan tanggung jawab LSM dalam
mengimplementasikan program yang berkaitan dengan tanggung jawab untuk
pembangunan dan pengembangan lahan, terkait dengan penanaman tumbuhan
serta tanggung jawab dalam membimbing petani yang yang dikemukakan Oni
Dwi Arianto dalam pernyataan berikut ini :
“Indikatornya sih, ada dalam pasal-pasal perjanjian ini ya kayak misalnya
pemasangan pagar, membuat sungkup. membuat unit kompos, membuat
irigasi, bibit pohon dan penanaman. Misalnya membuat delapan unit rumah
hijau”. (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto, 23 April 2012)
Tahap paling akhir yang dilakukan adalah menjalin kemitraan dengan
Yayasan Satu Daun dengan membuat perjanjian kontrak kerjasama. Oni Dwi
Arianto menjelaskan bahwa dalam proses ini dilakukan penandatanganan
kerjasama yang di dalamnya berisikan pasal-pasal atau kewajiban-kewajiban yang
harus dilakukan oleh kedua belah pihak.
“Nah dari situ akhirnya kita deal, dan kita membuat perjanjian dengan Satu
Daun. Ya seperti MOU pada umumnya,pihak pertama Coca-Cola,/pihak
kedua satu Daun. Begitu juga didalamnya ada pasal-pasal yang Harus
dipenuhi masing, yang mengenai dana, perencanaan kedepan, kewajiban
masing-masing sudah ada disitu.” (Wawancara dengan Oni Dwi Arianto,
23 April 2012)
132 Universitas Kristen Petra
Pihak LSM Yayasan Satu Daun yang telah ikut dilibatkan dalam program
ini juga menjalankan tanggung jawabnya dalam mengkomunikasikan penggunaan
lahan kosong kepada pihak Desa Kertosari. Hal ini dikarenakan lahan yang akan
dipergunakan ini merupakan lahan milik desa. Yayasan Satu Daun yang memang
merupakan partner dari Desa Kertosari berperan untuk berkomunikasi dengan
pihak desa mengenai penggunaan lahan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fathur
Rahman sebagai berikut :
“sebelum program ini dijalankan ya, berhubung ini lahan kosong milik
desa kertosari jadi kami minta izin terlebih dulu mengenai penggunaan
lahan, kalau dari pihak Desa sangat senang kalau lahan ini mau
digunakan. Dalam hal ini kita bantu Coca-Cola untuk menyampaikan hal
ini kepada pihak Desa”. (Wawancara dengan Fathur Rahman, 02 Mei
2012)
Sebelum program ini diimplementasilkan, LSM Yayasan Satu Daun juga
dalam hal ini berperan dalam mengkomunikasikan program ini kepada Gabungan
Kelompok Tani Desa Kertosari dan melakukan pemilihan petani yang akan
terlibat dalam program. Yayasan Satu Daun dalam hal ini berkomunikasi dengan
Ketua Gapoktan mengenai petani yang bisa dilibatkan dalam program Coke Farm.
Dalam hal ini LSM juga menjelaskan mengenai konsep program ini dan apa saja
yang akan dilakukan dalam Coke Farm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fathur
Rahman
“dulu sebelum program dijalankan, yah kita mengkomunikasikan ke
Gapoktan, kalau dulu itu sama almarhumah pak Didik, itu kebetulan Ketua
Gapoktan Desa Kertosari ya, kita ceritakan kalau mau diadakan program
Coke Farm memakai lahan kosong di desa, dan kita mau ambil beberapa
petani untuk diajak belajar di Coke Farm mengenai tanaman-tanaman
holtikultura, trus pak Didik itu nunjuk Mas Hadi sama Bu Sitik ya untuk
diajak mengelola program ini”. (Wawancara dengan Fathur Rahman, 02 Mei
2012)
133 Universitas Kristen Petra
Mengenai kontribusi dalam mengkomunikasikan program tersebut secara
langsung kepada petani memang tidak dilakukan oleh Corporate Affairs CCAI
Jawa Timur karena dalam hal ini Coca-Cola merasa LSM merupakan mediator
untuk dapat menyampaikan pesan program ini kepada petani serta lebih
memahami kultur dan seperti apa bentuk komunikasi yang harus dilakukan
dengan pihak petani. Sesuai dengan yang diutarakan oleh Retno Koesdijarto :
“Kalo mengenai pemilihan dan berkomunikasi dengan pihak Petani
memang kita serahkan sama LSM, karena dalam hal ini yang mengerti
petani yang kredibel ataupun tepat untuk dilibatkan itu yang lebih mengerti
memang LSM, kita pokoknya tetap support, tapi untuk pemilihan dan
mengkomunikasikan program ini pada awalnya ke Gapoktan memang
Fathur ya” (Wawancara dengan Retno Koesdijarto, Manajer Corporate
Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Corporate Affairs CCAI Jawa
Timur, mereka melakukan pengawasan ini dilakukan dengan melakukan
pengecekan terhadap monthly report maupun weekly report yang dikirimkan oleh
pihak LSM via e-mail. Monthly report/weekly report yang ada berisikan progress-
progress dan apa saja yang dilakukan oleh LSM serta petani di lapangan. Didalam
laporan ini, berisikan foto-foto gambaran pelaksanaan tugas dilapangan disertai
keterangan-keterangan. Corporate Affairs juga seringkali melakukan kontak untuk
bertanya mengenai kondisi program di lapangan melalui telepon. Untuk
peninjauan atau pengawasan langsung ke lapangan memang tidak dilakukan
secara rutin. Pengawasan dengan langsung turun kelapangan memang dilakukan
ketika kebetulan ada kegiatan yang berlangsung di sekitar Pasuruan dan dilakukan
secara insidentil. Sesuai dengan pernyataan Retno Koesdijarto sebagai berikut :
“kalau untuk pengawasan sendiri ya kita pantai lewat monthly report sama
weekly report ya, berdasarkan itu kita lihat aktivitas apa aja yang sudah
dijalankan, biasanya juga kita kasih rekomendasi atau saran buat pihak
LSM misalnya ada kekurangan apa, yah kita berkomunikasi lewat situ juga
kadang juga saya kontak-kontakan sama mas Fathur lewat via phone ya
134 Universitas Kristen Petra
sebisa mungkin memang ada komunikasi terkait program. Kalau untuk
turun langsung ke lokasi Coke Farm mungkin ga secara rutin karena kamu
tau sendiri kan Lin jarak antara kantor dan disana cukup jauh. Sedangkan
saya juga ada tugas lain yang harus saya jalankan. Kalau mungkin
lokasinya dekat dengan plant saya bisa minta tolong orang pabrik untuk
pantai tapi lokasinya memang cukup jauh.”. (Wawancara dengan Retno
Koesdijarto, Manajer Corporate Affairs CCAI Jawa Timur, 30 April 2012)
Monitoring merupakah tahapan sistematika CSR yang ketiga dan terakhir.
Monitoring, yang dapat dilakukan adalah melalui survei maupun kunjungan
langsung. Evaluasi dilakukan secara regular dan dilaporkan, agar menjadi
panduan untuk strategi atau pengembangan program selanjutnya. Di samping itu,
perlu juga diadakannya audit sosial (social audit) secara objektif terhadap
pelaksanakan program, untuk melihat apakah program telah tepat sasaran, serta
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, sesuai tujuan pelaksanakanya (Wibisono,
2008, p.38). Peneliti melihat dalam tahapan ini belum dilakukan secara optimal
hal ini dikarenakan Coca-Cola hanya melakukan pengawasan dan pemantauan
kepada pengelolaan program lebih banyak melalui monthly dan weekly report
yang dilaporkan oleh pihak LSM. Survei dan kunjungan secara langsung tidak
dilakukan secara rutin. sehingga dalam hal ini proses monitoring yang dilakukan
perlu dioptimalkan.
135 Universitas Kristen Petra
4.1. Tabel Analisis SWOT Terhadap Program Coke Farm
Opportunity
- Aktivitas Program Coke Farm masih
tetap dijalankan walaupun tanpa support dari Coca-Cola
- LSM dapat membantu pengurusan
limbah teh di BLH
Threatness
- Limbah teh yang tidak bisa keluar
dari pabrik - Prinsip dasar CSR yaitu
berkelanjutan tidak berjalan
- Perbedaan pandangan antara LSM
dengan Corporate AffairsCCAI Jawa Timur mengenai berakhirnya
program
- Anggapan pihak LSM bahwa Corporate AffairsCCAI Jawa Timur
cenderung mengabaikan program
Coke Farm
Strength
- Program Coke Farm telah
sesuai dengan pilar CSR
- Dukungan Finansial yang memadai dari CCAI
- Memiliki limbah yang
dapat dimanfaatkan
SO
- Melakukan review bersama Satu Daun
mengenai konsep program Coke Farm
secara detail. - Berkoordinasi dengan LSM dalam
mengurus perizinan limbah di BLH.
- Program dapat kembali dijalankan tanpa
harus menggarap ulang lahan karena hingga saat ini program masih tetap berjalan.
- Adanya diskusi terkait sumber daya yang
dibutuhkan oleh kedua belah pihak secara detail untuk menimbulkan kesepakatan
anggaran antara kedua belah pihak
ST
- Mengurus perizinan terkait limbah-
limbah yang digunakan terlebih
dahulu kepada pihak-pihak yang bekepentingan.
- Konsep program dijalankan dengan
berdasar pada prinsip sustainability
EKSTERNAL
INTERNAL
136 Universitas Kristen Petra
Weakness
- Tidak dilakukan assessment
secara tepat pada awal program
- Kemungkinan untuk mengganti LSM lain tidak
dimungkinkan
- Selama program berjalan monitoring program tidak
dilakukan dengan pihak terkait
- Tidak mengurus perizinan terkait limbah teh
- Tidak melakukan koordinasi
dengan pihak pabrik terkait
limbah PET. - SDA Corporate Affairs yang
terbatas.
- Komunikasi antara Corporate AffairsCCAI Jawa Timur
dengan petani serta pihak Desa
yang tidak terjalin dan lebih
banyak dimediasi oleh Yayasan Satu Daun
- Adanya perbedaan pandangan
antara pihak LSM dengan Corporate Affairs CCAI terkait
program
WO
- Dilakukan pendekatan dengan masyarakat petani
terkait masalah pertanian mendasar apa saja yang
dibutuhkan. - Penambahan SDA dalam Corporate Affairs
untuk melakukan monitoring secara aktif kepada
program Coke Farm - Menyamakan pandangan antara pihak-pihak
terkait melalui mengadakan review bersama
mengenai program yang telah berjalan serta memberi masukan mengenai pengembangan
program kedepannya.
- Corporate AffairsCCAI Jawa Timur harus
berkomunikasi dengan setiap pihak yang terkait program secara langsung tanpa diwakilkan pada
pihak ketiga.
- Pengurusan izin limbah dapat dibantu oleh pihak LSM.
WT
- Menjalin komunikasi yang baik
dengan LSM untuk meminimalisir
prasangka antara kedua belah pihak - Corporate Affairs secara rutin
melakukan pemantauan di lapangan
untuk menimbulkan rasa percaya antara kedua belah pihak
- Bekerjasama dengan Satu Daun
dibawah pengawasan Desa Kertosari sehingga Coca-Cola dapat
berkoordinasi dengan pihak
Kertosari terkait kinerja LSM Satu
Daun
137 Universitas Kristen Petra
1. Mendefinisikan
Problem Program
- Tanggung Jawab Untuk
menjalankan program
- Pencarian Lahan
Kosong
- Minim kemampuan
pertanian mendorong
menggunakan LSM
2. Perencanaan & Pemograman
- Memilih LSM
- Mengkomunikasikan program
kepada LSM
- Membuat anggaran
- Membuat KPI
- Membuat perjanjian dengan LSM
- Mengkomunikasikan program
kepada pihak Desa
- Mengkomunikasikan program
kepada Gapoktan dan pemilihan
petani
3. Mengambil tindakan
dan berkomunikasi
- Pemantauan program
melalui laporan dan
kunjungan tidak rutin
- Peresmian program Coke
Farm
Aktivitas Program di
lapangan yang dilakukan
oleh LSM, pembibitan,
penanaman, penjualan,
pendampingan.
4. Mengevaluasi Program
- Melakukan penilaian atas
KPI yang dibuat menjelang
akhir program
- LSM dianggap belum
kompeten
COKE
FARM
- Proses need assessment
dilakukan pada wilayah
Tamanan namun gagal
- Untuk wilayah Desa
Kertosari need assessment
tidak dilakukan secara tepat
karena hanya berfokus pada
lahan kosong tanpa menilai
kebutuhan masyarakat
setempat atas program.
- Ada deadline program
sehingga dilakukan secara
terburu-buru
- Pihak Coca-Cola tidak melakukan
komunikasi dengan pihak petani
maupun desa terkait program
- LSM dalam hal ini yang
mengkomunikasikan program
kepada Desa terkait lahan dan
pemilihan petani kepada Gapoktan
Desa Kertosari
- Adanya perbedaan pandangan
antara pihak Coca-Cola dan LSM
tetapi program tetap dijalankan
- Proses Monitoring hanya
dilakukan dengan LSM saja
- Kurangnya perhatian yang
diberikan kepada Coca-Cola
kurangnya memberi perhatian
setelah peresmian program
- Adanya support yang tidak
diberikan Coca-Cola dalam
program sesuai kesepakatan awal
- Program masih tetap
dlanjutkan oleh petani dan
LSM
- Pertimbangan untuk
kembali dilakukan
kerjasama oleh Coca-Cola
PROGRAM
DIBEKUKAN
Bagan 4.2. Evaluasi Tahapan Program Coke Farm
EVALUASI TAHAPAN PROGRAM CSR COKE FARM
138 Universitas Kristen Petra
Bagan 4.3. Alur Komunikasi Dalam Program CSR Coke Farm
CORPORATE AFFAIR
CCAI JAWA TIMUR
YAYASAN SATU DAUN
PETANI
PENERIMA PROGRAM