Upload
desii-ratnasari
View
28
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
TUJUAN PERCOBAAN...............................................................................................................................3
TEORI DASAR...........................................................................................................................................3
Parasetamol.............................................................................................................................................3
Simulasi In Vivo........................................................................................................................................5
ALAT dan BAHAN.....................................................................................................................................8
PROSEDUR KERJA....................................................................................................................................9
HASIL PERCOBAAN.................................................................................................................................10
Kalibrasi Parasetamol............................................................................................................................11
Hasil Uji Parasetamol dengan Spektrofotometri..................................................................................11
PEMBAHASAN........................................................................................................................................11
KESIMPULAN.........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................14
KELOMPOK 4Disusun Oleh:BayyinahDewanti RosyanaFitri Ratna DewiHesti Priska AprinaNur IkhlasPharmacy IV A
FAKULTAS KEDOKTERAN dan ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
MEI 2010
3
TUJUAN PERCOBAAN1. Mengerti langkah-langkah analisa paracetamol dalam cairan
2. Melakukan analisis paracetamol dalam cairan hayati
TEORI DASAR
Parasetamol
Parasetamol atau asetaminophen, N-asetil-4Aminofenol (C8H9NO2), dengan BM 151,16 dan mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2. Pemerian: hablur atau serbuk hablur berwarna putih tidak berbau dan rasa pahit. Kelarutan: Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%), dalam 13 bagian aseton, dalam 40 bagian gliserol dan dalam 9 bagian propilenglikol; larut dalam larutan alkalihidroksida. Khasiat dan kegunaan yaitu analgetikum, antipiretikum. (Farmakope Indonesia edisi ketiga tahun 1979)
Asetaminofen adalah metabolit fenasetin yang bertanggung jawab atas efek analgesiknya. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-implamasi yang bermakna. Reaksi metabolisme paracetamol terutama terjadi di hati, dan prosesnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
4
Absorpsi asetaminofen tergantung pada kecepatan pengosongan lambung, dan kadar puncak di dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-60 menit. Asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida, yang secara farmakologi tidak aktif. Kurang dari 5% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Suatu metabolit minor tetapi sangat reaktif (N-asetil p-benzo kuinon), penting pada dosis besar, karena toksisitasnya yang besar terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh asetaminofen 2-3 jam dan relative tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Pada jumlah toksik atau adanya penyakit hati, wktu paruhnya bisa meningkat dua kali lipat atau lebih. Pada pemakaian 15 gram asetaminofen bisa berakibat fatal; kematian disebabkan oleh hepatotoksisitas yang berat dengan nekrosis lobules sentral, kadang berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut. (Bertram G. Katzung; Farmakologi dasar dan klinik edisi VI)
Simulasi In VivoMetode analisis yang digunakan untuk penentuan kuantitatif kadar
obat dalam suatu sampel biologis merupakan hal yang sangat penting dalam
5
evaluasi dan interpretasi dalam farmakokinetika. Berbagai sampel biologis
dapat di ambil untuk penentuan kadar dalam tubuh untuk pengertian
farmakokinetika sebagai contoh darah, urine, feses, saliva, jaringan tubuh,
cairan blister, cairan spinal, dan cairan sinovial. Penetuan kadar suatu obat
dalam sampel biologis adalah hal yang kompleks disebabkan sampel biologis
pada umumnya merupakan suatu matriks yang kompleks. Darah merupakan
sampel biologis yang paling umum di gunakan dengan mengandung
berbagai komponen selular seperti sel darah merah, sel darah putih, platelet,
dan berbagai protein seperti albumin dan globulin. Pada umumnya bukan
darah utuh tapi plasma ataupun serum yang digunakan untuk penetuan
kadar obat. Serum diperoleh dengan membiarkan darah untuk menggumpal
dan supernatan yang dikumpulkan setelah sentrifugasi adalah serum
sedangkan plasma diperoleh dengan penambahan anti koagulan pada darah
yang di ambil dan supernatan yang diperoleh setelah sentrifugasi
merupakan plasma. Jadi plasma dan serum dibedakan dari protein yang
dikandungnya. Berbagai prosedur untuk mendenaturasi protein dapat
digunakan sebagai perlakuan awal sampel biologis yang diperoleh dari suatu
penelitian farmakokinetika, meliputi penggunaan senyawa yang disebut
sebagai zat pengendap protein seperti asam tungstat, ammonium sulfat,
asam triokoroasetat (tricloro actic acid, TCA ), asam perklorat, menthanol,
dan asetonitril. Penggunaan pelarut organik seperti metanol dan asetonitril
sebagai zat pengendap protein sangat umum digunakan terutama yang
melibatkan metode analisis HPLC.
Suatu model dalam farmakokinetik adalah struktur hipotesis yang
dapat digunakan untuk karakteristik suatu obat dengan meniru suatu
perilaku dan nasib obat dalam sistem biologik jika diberikan dengan suatu
pemberin rute utama dan bentuk dosis tertentu.
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambakan dengan
suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem
biologi dapat digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen
6
dua. Kadang-kadang perlu untuk menggunakan multikompartemen, dimulai
dengan determinasi apakah data eksperimen cocok atau pas untuk model
kompartemen satu dan jika tidak pas coba dapat mencoba model yang
memuaskan. Sebenarnya tubuh manusia adalah model kompartemen
multimillion (multikompartemen), mengingat konsentrasi obat tiap organel
berbeda-beda.
Menurut E.J Ariens :
Hubungan antara obat, produk obat dan efek farmakologi
7
Model Kompartemen Tunggal
Volume distribusi menyatakan suatu faktor yang harus diperhitungkan
dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari konsentrasi obat yang
ditemukan dalam kompartemen cuplikan.
Vd = dosis = DoB
CoP CoP
Laju eliminasi obat dalam tubuh merupakan suatu proses order
kesatu yang bergantung pada tetapan laju eliminasi K, dan jumlah obat yang
tertinggal,DB. Persamaan :
Log DB = -Kt + log DoB 2,3
8
Pelepasan obat dan pelarutan
Obat dalam
sirkulasi
sistemik
Obat dalam jaringa
nEkskresi dan metabolisme
Efek farmakologi atau klinis
Model (Ekstravaskular)
D f Ka Kel
D = Dosis Pemberian F = Persen obat yang di absorpsi Ka = Konstanta kecepatan absorpsi Vd = Volume Distribusi C = Konsentrasi obat dalam plasmaKel = Konstanta kecepatan eliminasi
Ekstravaskular
Ada proses absorpsi liberasi obatPada waktu 0 tidak ada obat pada sirkulasi sistemikSetelah absorpsi konsentrasi meningkat, dan berkurang setelah eliminasi
Parameter yang digunakan untuk
mengetahui kadar obat dalam darah
volume distribusi (Vd): volume
dalam tubuh di mana obat
terlarut
Vd=
DCo
,
Klirens (Cl) = Vd x k,
9
Tubuh
Vd C
Waktu paruh eliminasi T ½ =0 ,693K
Luas di bawah kurva dalam plasma (AUC)
Tetapan Laju Absorpsi (Ka)
Tetapan kecepatan eliminasi (Ke)
Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar maksimum (tmaks)
Kadar maksimum dalam darah (Cpmaks)
Jumlah obat terabsorpsi, persen obat terabsorpsi dan persen obat
tidak terabsorpsi
ALAT dan BAHAN
BAHAN
Kelinci
Paracetamol
Aquades
Zat pengendap protein : TCA (Tricloro Asetic Acid)
ALAT
Labu ukur
Pipet bold
Beker glass
Suntikan
Tabung Ependrof
Vortex
Sentrifuge
Spektrofotometri
PROSEDUR KERJAMenetapkan waktu pengambilan cuplikan darah untuk studi kinetic
paracetamol (pemberian intravena dosis tunggal pada kelinci) :
10
1. Membuat larutan paracetamol dengan konsentrasi 20 ppm (20
μg/ml).
2. Menimbang kelinci dan membersihkan bulu telinga sekitar vena
marginalis pada kelinci.
3. Menyuntikkan larutan paracetamol melalui vena marginalis di
telinga dengan.
4. Mengambil darah kelinci (0.5 ml) melalui vena telinga pada menit
ke 40, 56, dan 110.
5. Melakukan pengendapan protein pada masing-masing cuplikan
darah, yaitu dengan memasukkan 0,5 ml sampel darah ke dalam
tabung ependrof kemudian ditambahkan pelarut organik TCA
sebanyak 1 ml. Kemudian di vortex selama 5 detik, lalu
disentrifuge selama 5 menit, supernatan yang dihasilkan
dipisahkan dari endapannya.
6. Membuat kurva kalibrasi untuk larutan paracetamol.
7. Melakukan pengecekan kadar parasetamol (dalam sampel darah
yang telah diendapkan proteinnya) dengan HPLC.
HASIL PERCOBAAN
11
12
Kalibrasi Parasetamol
Regresi linier a= 0,032634968 ; b= 0,06451800; r= 0,9989496Jadi y= 0,032634968 + 0,06451800 x
Hasil Uji Parasetamol dengan SpektrofotometriWaktu (menit) Absorban Konsentrasi Log Konsentrasi
40
56
110
PEMBAHASANPraktikum ini kami melakukan analisis kadar kuantitatif obat
(Paracetamol) dalam darah. Tahap ini diawali dengan pembuatan kurva kalibrasi persamaan kalibrasi yang dihasilkan y= 0,032634968 + 0,06451800 x. Selanjutnya, kami melakukan pengambilan sampel darah dari kelinci yang telah diberikan Parasetamol per oral pada waktu-waktu tertentu. Pengambilan sampel darah kelinci dilakukan setelah 40 menit, 56 menit dan 110 menit. Ketiga titik ini diambil untuk dijadikan sebagai parameter farmakokinetik parasetamol di dalam cairan hayati yang meliputi absorpsi, konsentrasi maksimum (C max), konstanta eliminasi, waktu paruh, klirens, volume distribusi dan AUC.
Model kompartemen yang digambarkan pada data percobaan ini mengikuti model kompartemen satu dimana seluruh obat masuk ke dalam tubuh dngan segera dan didistribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui system sirkulasi serta secara cepat berkesetimbangan di dalam
13
Consentration (X) Ordinat value (Y)
0 ppm 0,0017 parasetamol
2 ppm 0,1693 parasetamol
4 ppm (Unused) 0,3866 parasetamol
8 ppm 0,5812 parasetamol
10 ppm 0,6916 parasetamol
15 ppm 0,9913 parasetamol
20 ppm 1,3092 parasetamol
tubuh. Model kompartemen satu menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Dalam pemberian parasetamol peroral (ekstravaskular) menunjukkan pada waktu nol belum ada parasetamol di dalam sirkulasi sistemik, dan pada waktu 40 menit parasetamol sudah ada yang diabsorpsi di dalam sirkulasi sistemik yaitu dengan kadar sebesar…………. Setelah proses absorpsi konsentrasi akan meningkat. Pada waktu 56 menit kadar parasetamol dalam darah mencapai konsentrasi maksimum (C max) dengan kadar sebesar……Hal ini sesuai dengan literatur (Bertram G. Katzung; Farmakologi dasar dan klinik edisi VI) yaitu parasetamol akan mencapai kadar puncak di dalam darah biasanya dalam waktu 30-60 menit. Setelah mencapai kadar maksimum, pada waktu sekitar 110 menit kadar parasetamol mulai berkurang yaitu dengan kadar………..dalam darah. Hal ini menunjukkan proses eliminasi. Laju eliminasi parasetamol merupakan proses orde kesatu, yang dipengaruhi oleh proses metabolisme dan ekskresi. Dimana laju eliminasi bergantung pada tetapan laju eliminasi (Kel). Pada data pengamatan nilai Kel dan nilai farmakokinetik lainnya seperti nilai t1/2, Vd, dan Cl (Klirens) tidak dapat dihitung karena kurangnya pengambilan titik setelah kadar puncak. Seharusnya titik yang diambil untuk memenuhi nilai farmakokinetik yaitu 5 titik yaitu titik awal pada saat obat mulai di absorpsi, pada saat kadar puncak sampai waktu paruh, dan 3 titik terakhir saat obat mulai didistribusikan sampai obat tereliminasi.
Beberapa parameter farmakokinetika
1. K (konstanta laju)
Untuk suatu rute pemberian obat secara ekstravaskuler, lazimnya,
kita mendapatkan nilai Ka (K absorpsi) dan Kel (K eliminasi). Namun,
kami tidak mendapatkan nilai Ka karena titik pengambilan sampel
selama absorpsi yang kami peroleh hanya 1. sedangkan untuk
menghitung Ka diperlukan diperlukan banyak titik sebelum Cmax.
2. Nilai AUC ( Area Under the Curve)
Nilai AUC dianalogikan sebagai banyaknya obat yang ada dalam
darah selama waktu tertentu. Hasil analisa dengan Spektrofometri
menunjukkan:
AUC 0-40 = ........ mg menit/ml
14
AUC 40-56 = ............. mg menit/ml
AUC56-110 = ....... mg menit/ml
AUC0-110 = .......... mg menit/ml.
Melihat data tersebut, kita dapat mengetahui bahwa dalam 110
menit terdapat ............ mg/ml parasetamol dalam darah. Artinya,
rata-rata untuk setiap jamnya ada ............. mg/ml parasetamol dalam
darah. Selisih dengan konsentrasi parasetamol awal yang masuk
dalam darah 0,067mg /ml. Selisih ini dianggap sebagai banyaknya
parasetamol yang tidak diabsorpsi dalam darah tetapi didistribusikan
dalam kompartemen perifer lain. Dilihat dari segi rute pemberian
obat ekstravaskular, kadar obat dalam darah tidak 100%. Dari uraian
ini, tubuh dianggap sesuai dengan model farmakokinetika multi
kompartemen.
KESIMPULANAnalisa parasetamol invivo ini dilakukan untuk mengetahui waktu
retensi dari paracetamol
Metode yang digunakan untuk menganalisa farmakokinetika
paracetamol dalam cairan hayati yaitu metode secara in vivo
Model kompartemen yang digambarkan pada data percobaan ini
mengikuti model kompartemen satu dimana seluruh obat masuk
ke dalam tubuh dngan segera dan didistribusikan ke semua
jaringan di dalam tubuh melalui system sirkulasi serta secara
cepat berkesetimbangan di dalam tubuh.
Pada model ekstravaskuler: pada waktu nol tidak ada absorpsi
obat di dalam sistemik. Setelah proses absorpsi konsentrasi akan
meningkat, dan berkurang setelah di eliminasi.
Tidak dapat ditentukan parameter-parameter farmakokinetik
karena kurangnya pengambilan titik pada saat pengamatan.
15
DAFTAR PUSTAKANurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Program Studi
Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Katzung, Bertram G, (2004), Basic & clinical pharmacology, 9th Edition, Lange Medical Books/Mcgraw-Hill: New York, Hal : 6, 152 (e-book version of the text).
Universitas Indonesia. 2008. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Shargel, Leon. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Depkes RI
16