Click here to load reader
Upload
willyyanai11
View
60
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA IMAKALAH
KONFLIK SUMBER DAYA MANUSIA DAN STRES KERJA
Disusun oleh:
Aldi Bakhtiar Zein
170610080184
JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
pertolongan-Nya, saya bisa diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini sebagai
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia I. Tanpa
rahmat dan pertolongan-Nya, saya tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah MSDM I yang telah
memberikan tugas makalah ini sehingga saya bisa lebih memperdalam dan menguasai esensi
dari tugas yang diberikan tersebut.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sumber Daya
Manusia I. Makalah ini memuat tentang konflik sumber daya manusia dan stres kerja.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penyusun pribadi pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
.
Bandung, 17 Mei 2010
Penulis
Aldi Bakhtiar Zein
i
DAFTAR ISI
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu organisasi bisnis (perusahaan) terdapat variabel-variabel yang saling terkait dan
mempengaruhi untuk mencapai tujuan sehingga membentuk suatu sistem. Salah satu sub
sistem utama yang sangat penting adalah sumber daya manusia (pegawai). Sumber daya
manusia sangat penting karena mempunyai peranan vital dalam penetapan tujuan hingga
tercapainya tujuan yang telah dibuat..
Tak bisa dipungkiri lagi bahwa berbagai bentuk kekhawatiran dan masalah selalu
dihadapi para pegawai. Kita semua dari waktu – waktu mejumpai kesulitan, masalah dan
mengalami emosional yang labil. Masalah yang biasanya dihadapi oleh pegawai adalah
konflik dalam perusahaan (konflik kerja) dan stres kerja. Masalah tersebut bisa
mempengaruhi prestasi kerja pegawai yang pada akhirnya menghambat tercapainya tujuan
perusahaan.
Secara umum konflik yang terjadi dalam suatu organisasi (perusahan) disebabkan oleh
perbedaan persepsi, pandangan, dan sudut pandang antar personal baik horizontal maupun
vertikal. Konflik kerja juga merupakan salah satu yang bisa menimbulkan stres dalam
bekerja sehingga produktivitas seseorang bisa terganggu. Selain konflik, stres kerja juga
dilatarbelakangi oleh beban kerja yang terlampau berat dan kesanggupan dalam melakukan
suatu pekerjaan.
Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola,
mengatur dan memanfaatkan pegawai sehingga dapat berfungsi secara efektif dan efisien
untuk tercapainya tujuan perusahaan.
Sumber daya manusia di perusahaan perlu dikelola secara profesional agar terwujud
keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi
perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama perusahaan agar dapat
berkembang secara produktif dan wajar.
Perkembangan usaha dan organisasi perusahaan sangatlah bergantung pada produktivitas
tenaga kerja yang ada di perusahaan. Dengan pengaturan manajeman sumber daya manusia
secara profesional ini yang dimulai sejak perekrutan pegawai, penyeleksian,
pengklasifikasian, penempatan pegawai sesuai dengan kemampuan, penataran, dan
pengembangan karyawan. Dalam suatu perusahaan, masalah tersebut sudah menjadi hal yang
umum. Tidaklah wajar jika banyak pegawai yang sebenarnya mempunyai potensi
i
kemampuan tinggi tetapi tidak mampu berprestasi dalam kerja karena terhambat oleh konflik
dan stres kerja.
1.2 Tujuan Penyusunan Makalah
Untuk mengetahui konflik sdm
Untuk mengetahui stres kerja seseorang dalam pekerjaannya di suatu perusahaan.
Untuk mengetahui pengaruh konflik dan stres kerja terhadap produktivitas dan prestasi
kerja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konflik Sumber Daya Manusia (Kerja)
2.1.1 Definisi Konflik Kerja
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah – masalah
komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi.
Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua
atau lebih pihak.
Konflik organisasi ( organizational conflict ) adalah ketidak sesuaian antara dua
atau lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang timbul
karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber
daya yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa
mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi.
Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh
seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang
diharapkannya.
Menurut pendapat penulis berdasarkan kesimpulan dan pendapat beberapa ahli
manajemen : Konflik adalah perbedaan pandangan tentang suatu peristiwa /
masalah yang terjadi pada kehidupan sehari – hari baik itu konflik pribadi, politik,
sosial, budaya yang dapat menimbulkan pemikiran yang positif atau negatif dalam
penyelesaian masalahnya .
Penyebab – penyebab konflik antara lain :
i
1. Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang
sulit dimengerti, atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya
individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–
kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk
memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling
ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan kerja untuk
mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan
perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai –
nilai persepsi.
Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut
pandang, yaitu :
1. Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang di
inginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau
peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat
( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik
disfungsional).
3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa
yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi
perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah
konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik
agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan
pandangan baru ( pandangan interaksionis ) tentang konflik dalam dilihat pada
tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1
i
Perbedaan pandangan lama dan baru tentang konflik
Pandangan Lama Pandangan Baru
1. Konflik dapat dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan manajemen dalam
perancangan dan pengelolaan
organisasi atau oleh pengacau.
3. Konflik menggangu organisasi dan
menghalangi pelaksanaan optimal.
4.Tugas manajemen adalah
menghilangkan konfllik.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi
yang optimal membutuhkan
penghapusan konflik.
1. Konflik tidak dapat dihindarkan
2. Konflik timbul karena banyak sebab,
termasuk struktur organisasi, perbedaan
tujuan yang tidak dapat dihindarkan,
perbedaan dalam persepsi dan nilai – nilai
pribadi dan sebagainya.
3.Konflik dapat membantu atau menghambat
pelaksanaan kegiatan organisasi dalam
berbagai derajat.
4. Tugas manajemen adalah mengelola
tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang
optimal membutuhkan tingkat konflik
yang moderat.
Sumber : T. Hani Handoko Hal. 347
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa konflik dapat difungsionalkan ataupun
berperan salah ( dysfunctional ). Secara sederhana hal ini berarti bahwa konflik
mempunyai potensi bagi pengembangan atau pengganggu pelaksanaan kegiatan
organisasi tergantung pada bagaimana konflik tersebut dikelola.
Segi fungsional konflik antara lain :
1. Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2. Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3. Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4. Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5. Pnggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.
2.1.2 Bentuk –Bentuk Konflik Struktural
Dalam organisasi klasik ada empat daerah struktural dimana konflik sering timbul :
1. Konflik Hierarki, yaitu konflik amtara berbagai tingkatan organisasi.
Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan
i
karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen,
dan pengurus dengan karyawan.
2. Konflik Fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional
organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan
bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia.
3. Konflik Lini Staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan
stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja.
Contoh : karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.
4. Konflik Formal Informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal.
Contoh : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.
2.1.3 Jenis – Jenis Konflik
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi
ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya.
Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu
diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering
diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.
Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer
dan bawahan )
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu
menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja
mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan
oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma – norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi
dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan
timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih
rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
2.1.4 Penyebab Terjadinya Konflik Kerja
i
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
a. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
b. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
c. Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan )
d. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
e. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
f. Perbedaan persepsi.
g. Sistem kompetensi insentif ( reward )
h. Strategi pemotivasian tidak tepat.
2.1.5 Cara Mengatasi Konflik Kerja
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu
diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya
individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi)
atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau
menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan
pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga
diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali
bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan
pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua
belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan
penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian
yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak
seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak
i
mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai
dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya
salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain
memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak
yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task
independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan
perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi
terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja
(jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk
mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik,
karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan
menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi
oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran
persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua
belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan
terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala
pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan
interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari
ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya
penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-
i
pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri,
tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif
pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk
menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua
belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam
penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan
proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk
menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik
2.2 Stres Kerja
2.2.1 Definisi Stres Kerja
Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir
dan kondisi seseorang (Handoko, 1997:200). Stress yang terlalu besar dapat
mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala
stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stress dapat juga
membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah atau merusak prestasi
kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk
mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat
stress yang dialami oleh karyawan tersebut (Handoko, 1997:201-202).
Adapun menurut Robbins (2001:563) stress juga dapat diartikan sebagai suatu
kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan
dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu
sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis
seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang
dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
i
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Meskipun
stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami
stress karena kombinasi stressors.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan
timbulnya stress yaitu
(1) Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh
pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan.
Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi
karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat
karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang
mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan
teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan
membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir
semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang
singkat dengan adanya teknologi yang digunakannya.
(2) Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress
yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan
organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk
memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi
tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam
organisasi. Hubungan yang tidak jelas antara karyawan satu dengan
karyawan lainnya akan dapat menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat.
Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan
i
dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap dan
pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan lainnya.
c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan
tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat
keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi dalam organisasi.
d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang dalam suatu
organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins,
2001:316) dibagi dua yaitu yang lebih mengutamakan atau menekankan
pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan karyawannya
serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau menekankan
pada hal pekerjaan saja.
Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur
tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah
muncul dari adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang
timbul yang tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu
kesempatan, batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya
itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya diterima sebagai
sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Robbins, 2001:563).
(3) Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga,
masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan
pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada
pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam
pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana
seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan
keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat
menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh
seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada tiap-tiap
pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian seseorang.
i
2.2.3 Manajemen Stres Kerja
1. Strategi Penanganan Individual
Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi
individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif.
b. Melakukan reiaksasi dan meditasi.
c. Melakukan diet dan fitnes. (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:78).
2. Strategi-strategi Penanganan Organisasional
Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol
penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja
untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan
dengan :
a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.
Dengan menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa pada
stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin
membuat struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan
keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan
proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi
pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka,
dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.
b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik
dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab,
pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan
pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti
variasi skill, identitas tugas, Signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik
mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani,
tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil.
c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional.\
d. Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling.
3. Strategi Dukungan Sosial
Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang
terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar
i
diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua
pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan Landy (dalam
Margiati, 1999:78) dan Goldberger & Breznitz (dalam Margiati, 1999:78).
Karyawan dapat mengajak berbicara orang lain tentang masalah yang dihadapi,
atau sctldaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya (Minner dalam
Margiati, 1999:78).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik sdm (kerja) adalah ketidak
sesuaian antara dua atau lebih anggota – anggota atau kelompok – kelompok organisasi yang
timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya – sumber daya
yang terbatas atau kegiatan – kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka
mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Dengan kata lain, konflik kerja
adalah pertentangan antara harapan yang diinginkan seseorang atas organisasi, rekan kerja,
dan atasannya. Konflik kerja bisa menimbulkan dampak negatif bagi orang yang terlibat
karena secara langsung dapat mempengaruhi produktivitas kerja dan secara tidak langsung
menghambat pencapaian tujuan organisasi. Selain itu konflik kerja bisa menimbulkan stres
kerja.
Stres kerja adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang
karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu
pelaksanaan kerja mereka. Stres bisa disebabkan oleh tekanan pekerjaan yang berat dan
ketidaksesuaian antara kapabilitas dengan penempatan kerja serta lingkungan pekerjaan yang
tidak mendukung.
3.2 Saran
Untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisasi konflik dan stres kerja, peranan
manajemen sumber daya manusia sangat signifikan. Manajer sdm dituntut untuk melakukan
tindakan preventif dengan cara mengayomi dan memberikan motivasi contohnya berupa
mengadakan pelatihan dan pengembangan yang tepat guna serta memberikan kompensasi
yang layak kepada pegawai untuk meningkatkan prestasi dan produktivitas kerja sehingga
kepuasan kerja pun ikut meningkat.
i
i