5
19 Insidens Penyakit Layu Bakteri Darah Dan Layu Fusarium Pisang Di Sambungmacan Sragen Dan Tawangmangu ....... (Hadiwiyono) ABSTRACT Key words : blood bacterial wilt, fusarium wilt, disease incidences, banana PENDAHULUAN Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta , Jl. Ir. Sutami 36 A Kentingan Surakarta INSIDENS PENYAKIT LAYU BAKTERI DARAH DAN LAYU FUSARIUM PISANG DI SAMBUNG MACAN SRAGEN DAN TAWANGMANGU KARANGANYAR Disease Incidence of Blood Bacterial Wilt of Banana and Fusarium Wilt in Sambungmacan Sragen and Tawangmangu Karanganyar Hadiwiyono the latest years, the banana farmers in most provinces of Indonesia faces a serious problem caused by wilt pathogen. Wilt of banana was caused by Blood Disease Bacterium (BDB) and Fusarium oxysporum f.sp. cubense. In Sambungmacan Sragen and Tawangmangu Karanganyar is a couple In Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman penting di Indonesia karena sebagian besar petani menanamnya. Petani umumnya menanam pisang dengan cara sederhana di sekitar kebun atau tempat lainnya sebagai tanaman pengisi atau sela dalam lahan kosong. Banyak juga pisang yang ditanam di pematang sawah. Petani hampir tidak mengeluarkan biaya produksi pisang. Mereka menggunakan bibit dan pupuk organik milik sendiri atau dari tetangganya. Dengan cara budidaya yang demikian, petani dapat mendapatkan pendapatan tambahan. Menurut Hafif (2006), usaha tani pisang bernilai ekonomi tinggi sehingga berpotensi untuk meningkatkan pendapatan petani. Berdasarkan analisis usaha tani pisang, dapat diperoleh nilai return of investment (ROI) harga sebesar 51,68 %, dan benefit cost ratio (B/C ratio) sebesar 1,52 pada Ambon Kuning (Sunaryono, 2002). Dalam usaha tani Pisang Raja, dapat diperoleh B/C ratio sebesar 1,58 (Sira,2007), dan dengan Cavendish sebesar 2,150 (Anonim, 2008). Pisang juga merupakan komoditas ekspor, sehingga pengembangan pisang dapat menjadi sumber devisa Negara. Sekarang buah-buahan telah menjadi salah satu komoditas terpenting di pasar internasional. Produksi total buah-buahan di dunia pada 2000 mencapai 466,4 juta matrik ton, sedangkan yang masuk ke pasar internasional 40,9 juta matrik ton, dan 35 % adalah buah pisang (Anonim, 2005a). Produksi buah pisang di Indonesia secara perlahan meningkat, pada 1985 hanya 1,91 juta matriks ton dan pada 2004 meningkat menjadi 4,20 juta matrik ton (Anonim, 2005b). Terlepas dari arti penting dan potensi ekonomi pisang, akhir-akhir ini Indonesia menghadapi masalah serius adanya penyakit layu pada pisang yang dapat disebabkan oleh Blood Disease Bacterium (BDB) dan Fusarium oxysporum f.sp. cubense (FOC). Di lapangan area of endemic disease of wilt banana. This paper reports the survey result of disease incidences of blood bacterial wilt and fusarium wilt of banana in the two areas. The survey results showed that wilt banana in Sambungmacan Sragen and Tawangmangu Karanganyar caused by blood bacterial wilt and F. oxysporum f.sp. cubense with the disease incidence 40.30-80.70 % and 0.00-7.60 % respectively. In Sambungmacan Sragen, the disease incidence was dominated by blood bacterial wilt especially on cv. Kepok Kuning and Raja Bandung with disease incidences 86.78 % and 78.46 % respectively. In Tawangmangu Karanganyar, the disease incidence was more dominated by Fusarium wilt with the most high on cv. Ambon group followed by Byok, Kapok group, and Raja Bandung with disease incidences 14.17%, 2.67%, 2.10%, and 1.60% respectively.

4(Hadiwiyono) (1).pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 19Insidens Penyakit Layu Bakteri Darah Dan Layu Fusarium Pisang Di

    Sambungmacan Sragen Dan Tawangmangu ....... (Hadiwiyono)

    ABSTRACT

    Key words : blood bacterial wilt, fusarium wilt, disease incidences, banana

    PENDAHULUAN

    Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas SebelasMaret Surakarta , Jl. Ir. Sutami 36 A Kentingan Surakarta

    INSIDENS PENYAKIT LAYU BAKTERI DARAH DAN LAYU FUSARIUMPISANG DI SAMBUNG MACAN SRAGEN DAN

    TAWANGMANGU KARANGANYAR

    Disease Incidence of Blood Bacterial Wilt of Banana and Fusarium Wilt inSambungmacan Sragen and Tawangmangu Karanganyar

    Hadiwiyono

    the latest years, the banana farmers in most provinces of Indonesia faces a serious problem causedby wilt pathogen. Wilt of banana was caused by Blood Disease Bacterium (BDB) and Fusariumoxysporum f.sp. cubense. In Sambungmacan Sragen and Tawangmangu Karanganyar is a couple

    In

    Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman pentingdi Indonesia karena sebagian besar petani menanamnya.Petani umumnya menanam pisang dengan carasederhana di sekitar kebun atau tempat lainnya sebagaitanaman pengisi atau sela dalam lahan kosong. Banyak

    juga pisang yang ditanam di pematang sawah. Petanihampir tidak mengeluarkan biaya produksi pisang.Mereka menggunakan bibit dan pupuk organik miliksendiri atau dari tetangganya. Dengan cara budidayayang demikian, petani dapat mendapatkan pendapatan

    tambahan. Menurut Hafif (2006), usaha tani pisangbernilai ekonomi tinggi sehingga berpotensi untukmeningkatkan pendapatan petani. Berdasarkan analisisusaha tani pisang, dapat diperoleh nilai return ofinvestment (ROI) harga sebesar 51,68 %, dan benefit

    cost ratio (B/C ratio) sebesar 1,52 pada Ambon Kuning(Sunaryono, 2002). Dalam usaha tani Pisang Raja, dapat

    diperoleh B/C ratio sebesar 1,58 (Sira,2007), dan denganCavendish sebesar 2,150 (Anonim, 2008).

    Pisang juga merupakan komoditas ekspor,sehingga pengembangan pisang dapat menjadi sumberdevisa Negara. Sekarang buah-buahan telah menjadi

    salah satu komoditas terpenting di pasar internasional.Produksi total buah-buahan di dunia pada 2000 mencapai466,4 juta matrik ton, sedangkan yang masuk ke pasarinternasional 40,9 juta matrik ton, dan 35 % adalah buahpisang (Anonim, 2005a). Produksi buah pisang di

    Indonesia secara perlahan meningkat, pada 1985 hanya1,91 juta matriks ton dan pada 2004 meningkat menjadi4,20 juta matrik ton (Anonim, 2005b).

    Terlepas dari arti penting dan potensi ekonomipisang, akhir-akhir ini Indonesia menghadapi masalah

    serius adanya penyakit layu pada pisang yang dapatdisebabkan oleh Blood Disease Bacterium (BDB) danFusarium oxysporum f.sp. cubense (FOC). Di lapangan

    area of endemic disease of wilt banana. This paper reports the survey result of disease incidences of blood bacterialwilt and fusarium wilt of banana in the two areas. The survey results showed that wilt banana in SambungmacanSragen and Tawangmangu Karanganyar caused by blood bacterial wilt and F. oxysporum f.sp. cubense with thedisease incidence 40.30-80.70 % and 0.00-7.60 % respectively. In Sambungmacan Sragen, the disease incidence wasdominated by blood bacterial wilt especially on cv. Kepok Kuning and Raja Bandung with disease incidences 86.78% and 78.46 % respectively. In Tawangmangu Karanganyar, the disease incidence was more dominated by Fusariumwilt with the most high on cv. Ambon group followed by Byok, Kapok group, and Raja Bandung with diseaseincidences 14.17%, 2.67%, 2.10%, and 1.60% respectively.

  • Agrosains 12(1): 19-23, 201020

    BAHAN DAN METODE

    kedua patogen ini dapat menginfeksi secara bersamadalam satu tanaman (Nasir et al., 2003; Hadiwiyono et

    al., 2007b). BDB pertama dilaporkan terbatas di SulawesiSekatan, namun sekarang patogen penyebab layu initelah dilaporkan di 90 % provinsi di Indonesia(Subandiyah et al., 2006) dan pada tingkat kebun insidenspenyakit dapat mencapai lebih 80 %, misalnya di

    Bondowoso Jawa Timur mencapai rata-rata 97,7 %(Mulyadi dan Hernusa, 2002), dan di Lombok NusaTenggara Barat mencapai 86,8 % (Supeno, 2002).

    Sambungmacan merupakan salah satu sentrapenghasil buah pisang di Sragen. Tawangmangu

    merupakan salah satu sentra penghasil buang pisang diKaranganyar dan terkenal dengan "AmbonTawangmangu"-nya yang memiliki rasa khas. Petani dikedua sentra pengahsil buah pisang tersebut akhir-akhirini menghadapi kendala baru, berupa serangan endemi

    patogen penyebab penyakit layu pada pisang. Keduadaerah ini menarik untuk diobservasi, karena disampinguntuk diagnosis penyebab penyakit, kedua tersebutmemiliki perbedaan lingkungan seperti jenis tanah,ketinggian tempat, dan jenis kultivar pisang yang ditanam.

    Penelitian dilakukan dengan metode survei.Survei dilakukan di daerah endemi penyakit layu pisang.Survei dilakukan di dua daerah kecamatan yaitu

    Sambungmacan Sragen dan TawangmanguKaranganyar. Survei dilakukan dengan porposivesampling. Kriteria kebun yang disurvei adalah populasidi atas seratus rumpun pisang. Daerah survei dibagimenjadi 4 daerah strata ketinggian dengan masing-

    masing strata diambil 30 kebun sampel. Setiap kebundiamati 100 rumpun pisang. Data yang dikumpulkanmeliputi ketinggian tempat, kultivar pisang, dan insidensserangan BDB dan FOC. Penentuan patogen dalambentuk insidens penyakit dilakukan berdasarkan gejala

    eksternal dan internal secara visual. Kemudian datadikelompokkan berdasarkan ketinggian tempat, kultivar,dan janis tanah. Selanjutnya data dianalisis secaradeskriptif.

    Hasil servei menunjukkan bahwa penyakit layupisang di Sambungmacan dan Tawangamngu

    disebabkan oleh BDB dan FOC. Secara umum seranganBDB paling dominan dibandingan FOC. Berdasarkan

    Serangan BDB tertinggi pada kultivar kelompokKepok dan Raja Bandung dengan insidens penyakitsecara berturut-turut 86,78 % dan78,46 %. Tampaknyakedua kultivar tersebut paling rentan terhadap seranganBDB. Hasil penelitian dengan inokulasi buatan

    menunjukkan bahwa hasil semua kultivar yang diuji,rentan terhadap BDB (Hartati et al., 1989; Sudirman danSupeno, 2002). Oleh karena itu, hasil servei ini dapatdiambil kesimpulan bahwa insidens penyakit di lapangantidak selalu linier dengan hasil inokulasi buatan. Infeksi

    di lapangan ditentukan oleh sifat-sifat kultivar yangmendukung atau menghambat infeksi patogen, seperti

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    pengelompokan data insidens penyakit menurutkelompok ketinggian tempat, BDB paling dominan

    menyerang pisang di dataran rendah dan tidak dijumpaipisang terserang BDB di dataran dengan ketinggian diatas 900 m di atas permukaan laut (dpl.) (Tabel 1). Hasilini sesui dengan laporan penelitian sebelumnya yangmenunjukkan bahwa infeksi BDB dipengaruhi oleh

    ketinggian tempat dan paling kondusif terjadi di dataranrendah (Hadiwiyono et al., 2007a).

    Berdasarkan data insidens serangan FOC yangdikelompokkan menurut ketinggian tempat sepertidisajikan pada Tabel 1, di Kecamatan Sambungmacan,

    Sragen dan Tawangmangu Karanganyar, menunjukkanbahwa sebaran FOC lebih luas, yaitu sampai padaketinggian 1.200 m dpl masih diketemukan serangan FOC.Insidens FOC tertinggi di dataran tinggi TawangmanguII dan menurun pada dataran yang lebih rendah di

    Tawangmangu I dan Sambungmacan, serta tidak dijumpaiserangan di dataran tinggi di Tawangmangu III.Tampaknya insidens FOC juga dipengaruhi olehketersediaan kultivar rentan seperti kelompok Ambon.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran

    serangan BDB dan FOC di lapangan dipengaruhi olehketinggian tempat. Insidens serangan BDB di dataranrendah di Sambungmacan sangat berbeda denganTawangmangu I dan kemudian tidak dijumpai di dataranyang lebih tinggi lagi yaitu di Tawangmangu II dan III.

    Rendahnya populasi kultivar pisang yang rentan(kelompok Kepok dan Raja Bandung) diikuti insidensserangan BDB yang rendah.

    Berdasarkan pengelompokkan serangan BDB danFOC menurut kultivar yang ditanam, sebaran serangan

    kedua patogen sangat dipengaruhi oleh kultivar pisangyang ditanam pada masing-masing daerah ketinggiantempat (Tabel 2).

  • 21Insidens Penyakit Layu Bakteri Darah Dan Layu Fusarium Pisang Di

    Sambungmacan Sragen Dan Tawangmangu ....... (Hadiwiyono)

    preferensi serangga penyebar terhadap bunga pisang,luka dan lobang alami pada bunga. Telah terbukti bahwaBDB dapat menginfeksi pisang melalui lubang alami

    pada bunga jantan maupun betina (Hadiwiyono, 2010)dan BDB telah melaporkan dapat mengisolasi BDB yangterbawa oleh 10 famili serangga pengunjung bungapisang (Leiwakabessy, 1999).

    Pengelompokan serangan BDB dan FOC

    berdasarkan jenis tanah (Tabel 3) menunjukkan bahwapada tanah Vertisol di Sragen sangat berbeda denganpada tanah Andosol di Tawangmangu. Pada tanahVertisol insidens serangan BDB mencapai rata-rata66,46%, sedangkan pada tanah Andosol hanya mencapai

    1,39%. Hasil ini sesui dengan hasil uji pengaruh jenistanah terhadap sintasan BDB di rumah kaca yangmenunjukkan bahwa BDB paling baik bertahan hiduppada tanah Vertisol (Hadiwiyono et al., 2007c). Beberapapeneliti menjelaskan bahwa partikel lempung menjerap

    dan membungkus permukaan bakteri. Lempungpembungkus merubah hubungan kontak sel bakteridengan lingkungan luar. Dengan demikian, sel bakteriterlindungi dari pengaruh yang merugikan sepertipenguapan, suhu tinggi, perubahan pH, fag, dan

    pemangsa (Stotzky & Rem, 1966; Marshall, 1975; Leben,1981). Insidens serangan FOC di tanah Verisol danAndosol berbeda, tetapi tidak terlalu kelihatan karenarata-rata keduanya kecil.

    Tabel 4 menunjukkan bahwa sebaran pisang

    berhubungan dengan ketinggian dan kultivar. Di dataranrendah Sambungmacan (85-109 m dpl.) didominasi

    Tabel 1. Hasil survei keadaan serangan BDB dan FOC berdasarkan ketinggian tenpat di Sambung Macan,Sragen dan Tawangmangu, Karangayar (April 2006)

    Keterangan: *: rata-ratasimpangan baku (rentang).

    Tabel 2. Hasil survei keadaan serangan BDB dan FOCberdasarkan kultivar pisang di Sambungmacan,Sragen dan Tawangmangu, Karangayar

    Ketinggian Tempat Insidens serangan (%)*

    BDB FOC

    Sambungmacan 85-109 m dpl.

    66,4614,17 (40,30-80,70)

    1,263,10 (0,80-10,10)

    Tawangmangu I 650-870 m dpl.

    4,173,01 (0,00-7,60)

    8,672,44 (4,80-10,30)

    Tawangamngu II 990-1.200 m dpl.

    0,000,00 -

    10,204,80 (6,50-15,55)

    Tawangmangu III 1.300-1.600 m dpl.

    0.000.00 -

    0.000.00 -

    Kultivar pisang Insidens serangan (%)

    BDB FOC

    Kelompok Kepok 86,78 2,10

    Raja Bandung 78,46 1,60

    Kelompok Ambon 0,00 4,17

    Byok 0,00 2,67

    Jambe 0,00 0,60

    Lilin 0,00 0,30

    Bawen 0,00 0,90

    Mas 0,00 0,30

    Comot 0,00 0,00

    Raja Nangka 0,00 0,00

    Morosebo 0,00 0,80

    kultivar Kepok Kuning (84,5%) diikuti Raja Bandung(10%), sisanya kelompok Ambon, Jambe, Lilin, dan

    Morosebo (5,5%). Di Tawangmangu I (650-870 m dpl.)didominasi kelompok Kepok (24%), Ambon (30,4%), danBawen (7,5%). Di Tawangmangu II (990-1.200 m dpl.)didominasi kultivar kelompok Ambon (42,3%), Byok(31,5%), dan Bawen (26,2%). Di Tawangmangu III (1.300-

    1.600 m dpl.) didominasi kultivar Morosebo (35,5%),Bawen (35,2%), dan Ambon (22,8%).

  • Agrosains 12(1): 19-23, 201022

    KESIMPULAN

    DAFTAR PUSTAKA

    Tabel 3. Keadaan serangan BDB dan FOC dikelompokkan berdasarkan Kultivar Pisang di Sambung Macan, Sragendan Tawangmangu, Karangayar

    Keterangan: *: rata-ratasimpangan baku (rentang).

    Table 4. Sebaran kultivar pisang berdasarkan ketinggian tempat

    Hasil servei menunjukkan bahwa penyebab layu

    pada pisang di Sambunmacan Sragen dan TawangmanguKaranganyar disebabkan oleh Blood Disases Bacterium(BDB) dan F. oxysporum f.sp. cubense dengan insidenspenyakit berturut-turut 40,30-80,70 % dan 0,00-7,60 %.Di Sambungmacan Sragen penyakit layu pisang

    didoninasi oleh layu bakteri darah pada kultivar KepokKuning dan Raja Bandung dengan insidens penyakit

    86,78 % dan 78,46 %. Di Tawangmangu Karanganyar,penyakit layu pisang lebih dinominasi oleh layu Fusariumdengan insidens penyakit paling tinggi pada kultivarkelompok Ambon diikuti Byok, Kapok group, dan RajaBandung dengan insidens penyakit secara berturut-turut

    14,17%, 2,67%, 2,10%, dan 1,60%. Tampaknya, insidenspenyakit layu bakteri darah berhubungan denganketinggian tempat, doninansi kultivar rentan, dan jenistanah.

    Anonim, 2005a. Rumusan Pertemuan Sinkronisasi

    Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura 2005. Diakses 9 Okt.2005.

    Anonim, 2005b. Major and Food Agricultural Commodi-ties & Producers. FAO (Food and AgriculturalOrganization). . Accessed on 10th Oct. 2005.

    Anonim, 2008. Budidaya Pertanian Pisang (Musa sp.)

    . Diakses 8 Maret2008.

    Hadiwiyono, S. Subandiyah, C. Sumardiyono, J. Widada,& M. Fegan. 2007a. Effect of Altitude andWounding on Blood Disease Progress of Plan-tain. J. Tropic. Plant Pests Dis. 7(2):111-116.

    Keterangan: K = Kelompok Kepok; Rb= Raja Bandung; A= Kelompok Ambon; By = Byok; J = Jambe; L = Lilin;Bw = Bawen; Ms = Mas; C = Comot; Rn = Raja Nangka; Mr = Morosebo

    Jenis Tanah Insidens serangan (%)*

    BDB FOC

    Vertisol (Sambung Macan Sragen)

    66,4614,17 (40,30-80,70)

    1,263,10 (0,80-3,10)

    Andosol (Tawangmangu Karanganyar)

    1.391.5 (0,00-7,60)

    6,262,41 (0,00-10,30)

    Ketinggian Tempat Kultivar pisang

    K Rb A By J L Bw Ms C Rn Mr

    Sambungmacan 85-109 m dpl.

    84,5

    8,5

    2,3

    0,0

    1,8

    1,6

    0,0

    0,0

    0,0

    0,0

    1,3

    Tawangmangu I 650 -870 m dpl.

    24,0

    0,0

    30,4

    9,0

    2,0

    0,0

    27,5

    1,7

    1,2

    4,2

    0,0

    Tawangamngu II 990 -1.200 m dpl.

    0,0

    0,0

    42,3

    31,5

    0,0

    0,0

    26,2

    0,0

    0,0

    0,0

    0,0

    Tawangmangu III 1.300-1.600 m dpl.

    0,0

    0,0

    22,8

    6,5

    0,0

    0,0

    35,2

    0,0

    0,0

    0,0

    35,5

  • 23Insidens Penyakit Layu Bakteri Darah Dan Layu Fusarium Pisang Di

    Sambungmacan Sragen Dan Tawangmangu ....... (Hadiwiyono)

    Hadiwiyono, A. Wibowo, S. Subandiyah, C.Sumardiyono, J. Widada, & M. Fegan. 2007b.

    Co-Infection of Musa spp. by Blood DiseaseBacterium and Fusarium oxysporum f. sp.cubense. In: Y.B. Sumardiyono, S. Hartono, T.Arwiyanto, A. Widiastuti, T. Joko, R. Kasiamdari(Eds.). Proceedings of the Third Asian Confer-

    ence on Plant Pathology. Yogyakarta, August22-24, 2007. Faculty of Agriculture Gadjah MadaUniversity, Yogyakarta, p.169-170.

    Hadiwiyono, S. Subandiyah, C. Sumardiyono, J. Widada,M. Fegan, & P. Taylor. 2007c. Survival of BloodDisease Bacteria in Soil and Diseased Plantain

    Debris. In: Y.B. Sumardiyono, S. Hartono, T.Arwiyanto, A. Widiastuti, T. Joko, R. Kasiamdari(Eds.). Proceedings of the Third Asian Confer-ence on Plant Pathology. Yogyakarta, August22-24, 2007. Faculty of Agriculture Gadjah Mada

    University, Yogyakarta, p.169-170.

    Hadiwiyono. 2010. Penyakit Darah pada Pisang: Infeksidan Keanekaragaman Genetika Patogen. Pro-gram Pascasarjana, Fakultas Pertanian, Univer-sitas Gadjah Mada. Yogyakarta (Disertasi).

    Hafif, B. 2006. Meraih Untung dengan Usaha PisangRaja Nangka. BPTP Lampung.