16
31 5 KARAKTERISTIK PELAKU, TEKNIK PENANGKAPAN DAN PERDAGANGAN KUPU-KUPU 5.1 Pelaku Penangkapan Masyarakat yang tinggal di daerah penyangga TN Babul pada umumnya bekerja sebagai petani. Mayoritas dari mereka menggantungkan hidupnya kepada potensi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya alam di kawasan tersebut adalah pemanfaatan komersial kupu-kupu (Lepidoptera) melalui penangkapan dari habitat alam untuk diperdagangkan. Hasil wawancara menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul secara komersial telah berlangsung sejak tahun 1970-an. Salah seorang informan di Desa Kalabbirang menyatakan: "... awal tahun 1970-an...orang Jepang dan Eropa mulai menyuruh menangkap kupu- kupu...perintisnya di sini Alm. Hj. Beddu Rewa...semua jenis kupu-kupu waktu itu diambil (ditangkap)...terakhir setelah itu hanya jenis-jenis tertentu yang diambil oleh mereka (orang Jepang dan Eropa)..."(KI1.1). Salah seorang informan yang merupakan pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa menyatakan: "...saya memulai menangkap kupu-kupu sejak usia 10 tahun (1986)...3 tahun kemudian sudah mulai mandiri (membeli dan menjual kupu-kupu)..."(KT4.1). Selanjutnya dinyatakan bahwa "...awalnya (1986) menjual kupu-kupu hasil tangkapan ke Alm. Bpk Hj Bedu Rewa...harganya 25 rupiah per 3 ekor...lalu naik seribu rupiah per 24 ekor...hingga 10 ribu rupiah per 12 ekor..." (KT4.2). Penangkapan kupu-kupu dilakukan oleh para penangkap untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari penjualan hasil tangkapan kepada para pengumpul pedagang. Pemanfaatan komersial kupu-kupu melalui penangkapan dari habitat alam menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar warga yang tinggal di daerah penyangga TN Babul. Informan di Desa Samangki menyatakan: "... saya bersaudara dibesarkan bersama oleh orang tua kami dengan usaha penangkapan kupu-kupu....boleh dikatakan bahwa 90 % masyarakat di sini hidup dari kupu-kupu...tetapi...ini bukan merupakan pekerjaan utama sebab bisa dikerjakan di waktu-waktu luang..." (KI2.19). Para penangkap umumnya menjadikan aktivitas penangkapan kupu-kupu sebagai mata pencaharian sampingan. Mereka melakukan aktivitas penangkapan pada waktu senggang, akan tetapi aktivitas tersebut bisa dilakukan secara rutin setiap hari apabila permintaan kupu-kupu meningkat. Para penangkap kupu-kupu merupakan penduduk atau warga desa yang tinggal di daerah penyangga TN Babul. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah penangkap kupu-kupu yang berhasil diidentifikasi selama pengamatan penangkapan kupu-kupu di lokasi penelitian adalah sebanyak 51 orang. Pengamatan dilakukan di 3 lokasi pada bulan Februari, Mei, dan Agustus 2013. Para penangkap yang berhasil diidentifikasi tersebut merupakan anggota penangkap dari beberapa orang pengumpul pedagang kupu-kupu. Jumlah

5 KARAKTERISTIK PELAKU, TEKNIK PENANGKAPAN DAN … · Salah satu bentuk pemanfaatan ... mendapatkan keuntungan ekonomi dari penjualan hasil tangkapan kepada para ... (menjaring) kupu-kupu

Embed Size (px)

Citation preview

31

5 KARAKTERISTIK PELAKU, TEKNIK PENANGKAPAN

DAN PERDAGANGAN KUPU-KUPU

5.1 Pelaku Penangkapan

Masyarakat yang tinggal di daerah penyangga TN Babul pada umumnya

bekerja sebagai petani. Mayoritas dari mereka menggantungkan hidupnya kepada

potensi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Salah satu

bentuk pemanfaatan sumber daya alam di kawasan tersebut adalah pemanfaatan

komersial kupu-kupu (Lepidoptera) melalui penangkapan dari habitat alam untuk

diperdagangkan.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan kupu-kupu di

daerah penyangga TN Babul secara komersial telah berlangsung sejak tahun

1970-an. Salah seorang informan di Desa Kalabbirang menyatakan: "... awal

tahun 1970-an...orang Jepang dan Eropa mulai menyuruh menangkap kupu-

kupu...perintisnya di sini Alm. Hj. Beddu Rewa...semua jenis kupu-kupu waktu itu

diambil (ditangkap)...terakhir setelah itu hanya jenis-jenis tertentu yang diambil

oleh mereka (orang Jepang dan Eropa)..."(KI1.1).

Salah seorang informan yang merupakan pengumpul pedagang di Desa

Jenetaesa menyatakan: "...saya memulai menangkap kupu-kupu sejak usia 10

tahun (1986)...3 tahun kemudian sudah mulai mandiri (membeli dan menjual

kupu-kupu)..."(KT4.1). Selanjutnya dinyatakan bahwa "...awalnya (1986) menjual

kupu-kupu hasil tangkapan ke Alm. Bpk Hj Bedu Rewa...harganya 25 rupiah per 3

ekor...lalu naik seribu rupiah per 24 ekor...hingga 10 ribu rupiah per 12 ekor..."

(KT4.2).

Penangkapan kupu-kupu dilakukan oleh para penangkap untuk

mendapatkan keuntungan ekonomi dari penjualan hasil tangkapan kepada para

pengumpul pedagang. Pemanfaatan komersial kupu-kupu melalui penangkapan

dari habitat alam menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar warga yang

tinggal di daerah penyangga TN Babul.

Informan di Desa Samangki menyatakan: "... saya bersaudara dibesarkan

bersama oleh orang tua kami dengan usaha penangkapan kupu-kupu....boleh

dikatakan bahwa 90 % masyarakat di sini hidup dari kupu-kupu...tetapi...ini

bukan merupakan pekerjaan utama sebab bisa dikerjakan di waktu-waktu

luang..." (KI2.19). Para penangkap umumnya menjadikan aktivitas penangkapan

kupu-kupu sebagai mata pencaharian sampingan. Mereka melakukan aktivitas

penangkapan pada waktu senggang, akan tetapi aktivitas tersebut bisa dilakukan

secara rutin setiap hari apabila permintaan kupu-kupu meningkat.

Para penangkap kupu-kupu merupakan penduduk atau warga desa yang

tinggal di daerah penyangga TN Babul. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

jumlah penangkap kupu-kupu yang berhasil diidentifikasi selama pengamatan

penangkapan kupu-kupu di lokasi penelitian adalah sebanyak 51 orang.

Pengamatan dilakukan di 3 lokasi pada bulan Februari, Mei, dan Agustus 2013.

Para penangkap yang berhasil diidentifikasi tersebut merupakan anggota

penangkap dari beberapa orang pengumpul pedagang kupu-kupu. Jumlah

32

penangkap kupu-kupu di setiap lokasi berdasarkan hasil pengamatan seperti

ditunjukkan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Jumlah penangkap (orang) berdasarkan hasil pengamatan menurut

kelompok usia dan anggota pengumpul pedagang di lokasi penelitian

Anggota

pengumpul

pedagang (kode)

Desa

Kalabbirang

Desa

Jenetaesa

Desa

Samangki Jumlah

a b a b a b

KI 1

KI 2

KT 1

KT 4

-

2

8

6

10

-

-

-

-

2

-

10

4

-

-

-

-

-

-

4

5

-

-

-

19

4

8

20

Total 16 10 12 4 4 5 51

a: usia sekolah (SD─SMU); b: usia dewasa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para pengumpul pedagang, jumlah

penangkap kupu-kupu yang diidentifikasi adalah sebanyak 115 orang. Jumlah

penangkap kupu-kupu pada setiap lokasi pengamatan dari hasil wawancara seperti

ditunjukkan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Jumlah penangkap (orang) berdasarkan hasil wawancara menurut

kelompok usia dan anggota pengumpul pedagang di lokasi penelitian

Anggota

pengumpul

pedagang (kode)

Desa

Kalabbirang

Desa

Jenetaesa

Desa

Samangki Jumlah

a b a b a b

KI 1

KI 2

KT 1

KT 2

KT 3

KT 4

KT 5

-

4

10

12

-

11

8

10

-

-

-

-

-

-

-

2

-

-

-

8

10

4

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

15

9

4

5

3

-

-

-

-

-

19

9

10

12

15

28

22

Total 45 10 20 4 28 8 115

a: usia sekolah (SD─SMU); b: usia dewasa.

Hasil wawancara dengan informan dari Balai TN Babul serta beberapa

orang pengumpul pedagang di lokasi penelitian menunjukkan bahwa jumlah

penangkap pada kenyataannya bisa lebih banyak dari jumlah yang telah

diidentifikasi (Tabel 5.2). Hal ini disebabkan oleh para penangkap secara de facto

tidak terdefenisikan dengan jelas. Artinya bahwa setiap warga, khususnya yang

tinggal di daerah penyangga TN Babul dapat melakukan penangkapan kupu-kupu,

tidak ada yang membatasi atau melarang. Hasil wawancara dengan salah seorang

pengumpul pedagang di Desa Samangki menyatakan: "...kalau menangkap di luar

33

kawasan tidak dibatasi, yang menangkap juga macam-macam...boleh dibilang

semua orang yang tinggal di sini menangkap juga..."(KT3.7).

Menurut salah seorang informan dari Balai TN Babul menyatakan:

"...mayoritas penangkap kupu-kupu anak laki-laki usia sekolah,.... kira-kira umur

5 hingga 18 tahun..." (TN1.4), selanjutnya dinyatakan: "...kalau

jumlah...banyak...! ...mungkin ratusan..." (TN1.5). Informan tersebut menyatakan

lebih lanjut bahwa "...kami belum sampai kepada mendata siapa-siapa

penangkapnya..." (TN1.6). Selanjutnya salah seorang pengumpul pedagang di

Desa Kalabbirang menyatakan: "...penangkap-penangkap ini umumnya anak-anak

sekolah, dari SD sampai tingkat SMA... boleh dikata semua anak-anak terutama

yang laki-laki yang ada di sekitar kawasan Bantimurung... pasti pernah atau

sering menangkap kupu-kupu... kalau jumlahnya mungkin lebih dari 200-an,

apalagi kalau sampai ke Samangki..." (KT1.17).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Maros (2012), populasi

anak laki-laki di 3 lokasi penelitian pada kelompok umur 5─19 tahun masing-

masing di Desa Kalabbirang sebanyak 632 orang, Desa Jenetaesa 553 orang, dan

Desa Samangki 748 orang. Jumlah anak laki-laki tersebut merupakan kelompok

potensial sebagai penangkap kupu-kupu.

Hasil wawancara serta studi dokumen laporan Balai Besar KSDA Sulsel

menunjukkan bahwa seluruh penangkap kupu-kupu di daerah penyangga TN

Babul tidak memiliki izin sebagai penangkap dari instansi terkait. Hasil

wawancara dengan informan di Balai Besar KSDA Sulsel menyatakan: "...di

BKSDA Sulsel...perdagangan satwa liar yang ada menurut laporan... adalah

reptil seperti ular sanca batik, kemudian koral, lola merah, dan ikan

napoleon..."(BK3.5). Selanjutnya dinyatakan bahwa "...kupu-kupu...belum jalan...

masalahnya tidak ada data 3 tahun terakhir ini (2010−2012)... karena tidak ada

permohonan izin tangkap..." (BK3.6).

Hasil wawancara dengan pengumpul pedagang menunjukkan bahwa jumlah

penangkap akan meningkat saat terjadi peningkatan permintaan kupu-kupu.

Permintaan kupu-kupu meningkat dari para pengumpul pedagang terjadi antara

lain pada saat wisatawan banyak berkunjung ke kawasan wisata Bantimurung.

Salah seorang informan di Desa Jenetaesa menyatakan: "....bulan 4 (April) dan

seterusnya mulai meningkat hasil tangkapan, pembeli juga bertambah...apalagi

saat menjelang puasa atau pas (libur) lebaran banyak pengunjung, permintaan

pasti naik..." (KT4.20).

Jumlah penangkap yang meningkat pada waktu-waktu tertentu selain dari

meningkatnya permintaan kupu-kupu dari para pengumpul pedagang, juga terjadi

saat liburan sekolah. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa para penangkap

umumnya merupakan anak laki-laki usia sekolah. Bila liburan sekolah tiba, maka

menangkap kupu-kupu dapat dijadikan alternatif kegiatan untuk mengisi waktu

liburan tersebut.

5. 2 Metode Menjaring Kupu-Kupu

Terdapat beberapa metode yang digunakan oleh para penangkap dalam

menangkap (menjaring) kupu-kupu. Hasil wawancara dengan salah seorang

informan di Desa Jenetaesa menyatakan: "...cara tangkap kupu-kupu umumnya

langsung dengan jaring...diburu, atau menunggu kupu-kupu mendekat..."

34

(KT4.13). Selanjutnya dinyatakan bahwa "...ada juga cara lain misalnya dengan

kecing (buang air seni) pada pasir kering dekat sungai...biasanya untuk jenis-

jenis tertentu seperti Graphium milon, Hebomoia glaucippe, dan Catopsilia

pamona..." (KT4.14).

Para penangkap di daerah penyangga TN Babul memiliki 2 metode

menjaring kupu-kupu. Metode dan teknik yang digunakan untuk menjaring jenis

kupu-kupu dari habitat alam di lokasi penelitian seperti dijelaskan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Metode dan teknik menjaring kupu-kupu di lokasi penelitian

Metode Teknik Target jenis kupu-kupu

Pakai umpan

Tanpa umpan

Umpan air seni

Umpan spesimen kupu-

kupu mati

Diburu

Catopsilia pamona

Catopsilia scylla

Graphium meyeri

Graphium milon

Hebomoia glaucippe

Pachliopta polyphontes

Troides helena

Troides hypolitus

Seluruh jenis

Metode mengumpan dengan air seni biasanya dilakukan di pinggiran sungai

yang terdapat pasir yang tidak tergenang air. Penangkap kupu-kupu membuang air

seni di pasir tersebut, selanjutnya beberapa saat kemudian kupu-kupu secara

bergerombol datang. Jenis Graphium milon merupakan salah satu jenis yang

biasanya dijumpai datang secara bergerombol pada tempat berpasir tersebut

(Gambar 5.1).

Gambar 5.1 Jenis Graphium milon pada pasir yang diberi umpan air seni

Kupu-kupu yang datang secara bergerombol tersebut selanjutnya ditangkap

menggunakan jaring. Hasil wawancara dengan salah seorang penangkap

mengungkapkan bahwa bila kupu-kupu yang datang dalam jumlah banyak, seperti

contoh jenis Catopsilia scylla, maka dapat ditangkap langsung dengan tangan.

Metode mengumpan dengan spesimen kupu-kupu mati biasanya ditujukan

kepada jenis kupu-kupu yang cenderung terbang tinggi. Metode ini biasanya

35

dilakukan dengan menancapkan spesimen kupu-kupu mati pada tanaman perdu di

bawah tegakan pohon. Kupu-kupu target yang terbang di sela-sela tajuk pohon

akan terbang merendah dan mendekati umpan. Selanjutnya dengan menggunakan

jaring, kupu-kupu tersebut ditangkap.

Metode tanpa umpan dilakukan dengan cara kupu-kupu diburu

menggunakan jaring. Penangkap berjalan menyusuri jalanan setapak atau di

semak-semak, kemudian penangkap menunggu kupu-kupu tersebut mendekat.

Setelah diperkirakan kupu-kupu tersebut berada pada jangkauan yang tepat,

penangkap kemudian menggerakkan jaring (sweep net) untuk menangkap kupu-

kupu tersebut. Metode ini paling umum dilakukan oleh para penangkap, sebab

bisa dilakukan di mana saja serta kupu-kupu yang ditangkap dengan cara ini

menghasilkan beragam jenis (Gambar 5.2).

Gambar 5.2 Metode menjaring kupu-kupu tanpa umpan

Kupu-kupu hasil tangkapan selanjutnya ditekan atau dipencet pada bagian

thorax-nya untuk melemaskan, dilipat dan kemudian diletakkan pada kertas

minyak berbentuk segi tiga (papilot). Selanjutnya kupu-kupu tersebut dimasukkan

ke dalam kotak yang telah disiapkan (Gambar 5.3).

Gambar 5.3 Kupu-kupu hasil tangkapan

Hasil pengamatan serta wawancara menunjukkan bahwa penangkapan

kupu-kupu oleh para penangkap dilakukan di berbagai lokasi di daerah penyangga

TN Babul. Berdasarkan kepemilikannya, lahan-lahan yang biasanya dijadikan

36

lokasi penangkapan adalah pada lahan negara di luar batas kawasan TN Babul,

yaitu di pinggiran sungai atau di daerah datar berupa tanah lapang yang banyak

ditumbuhi tumbuhan perdu. Lokasi penangkapan juga terletak di pekarangan

milik keluarga atau kebun milik orang lain. Beberapa orang penangkap di Desa

Samangki terkadang melakukan penangkapan di zona tradisional TN Babul tanpa

sepengetahuan petugas Balai TN Babul. Bila kedapatan oleh petugas, maka hasil

tangkapan akan disita beserta alat tangkapnya. Aktivitas penangkapan kupu-kupu

biasanya dilakukan setiap hari, dari pagi hingga siang hari yang dimulai pukul

08.00 hingga pukul 15.00 Wita.

5.3 Pelaku Peredaran (Perdagangan) Kupu-Kupu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku peredaran (perdagangan) kupu-

kupu yang saling terkait di daerah penyangga TN Babul terdiri atas: (1)

penangkap; (2) pengumpul pedagang; (3) pengrajin souvenir; (4) penjual

souvenir, (5) pembeli setempat, (6) pembeli dari luar provinsi, dan (7) kolektor

luar negeri. Posisi para pelaku dalam bagan alir tata niaga kupu-kupu di daerah

penyangga TN Babul seperti ditunjukkan pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4 Bagan alir tata niaga kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul

Bagan alir tata niaga tersebut menunjukkan bahwa peran yang sentral ada

pada pengumpul pedagang. Hasil tangkapan para penangkap hampir seluruhnya

dijual kepada para pengumpul pedagang, hanya sebagian kecil yang dijual

langsung kepada pengrajin souvenir. Hal ini disebabkan oleh para penangkap

yang ada di daerah penyangga TN Babul umumnya telah dikoordinir oleh para

pengumpul pedagang.

Salah seorang pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang menyatakan:

"...pengumpul atau pedagang ini memfasilitasi... dengan memodali para

penangkap dan memberikan alat tangkap, ...jadi... penangkap-penangkap ini

dikoordinir oleh...pengumpul pedagang..."(KT1.13). Umumnya telah ada

kesepakatan secara tidak tertulis antara pengumpul pedagang dengan para

penangkap yang dikoordinirnya bahwa seluruh hasil tangkapan harus dijual

kepada para pengumpul pedagang tersebut.

37

Selain membeli kupu-kupu dari para penangkap yang dikoordinirnya, para

pengumpul pedagang juga membeli kupu-kupu dari penangkap lain. Hasil

wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa

menyatakan: "...kupu-kupu yang saya beli bukan hanya dari Bantimurung, tetapi

ada juga dari Papua, Palu, Palopo...tapi paling banyak 10 sampai 20 persen

yang dari luar Bantimurung..."(KT4.24). Selanjutnya dinyatakan bahwa bagi

penangkap atau pengumpul dari luar Bantimurung, biasanya diberikan modal awal

sebanyak 500 ribu hingga 2 juta rupiah sebelum mereka mendatangkan kupu-

kupu. Hal ini dilakukannya sebagai insentif dan tanda ikatan kontrak untuk

menjamin pasokan kupu-kupu dari tempat asal mereka tersebut.

Hasil pengamatan serta wawancara menunjukkan bahwa seluruh pengumpul

pedagang kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul juga merupakan pengrajin

dan penjual souvenir, atau minimal mereka mempekerjakan para pengrajin

souvenir. Pengumpul pedagang mendistribusikan kupu-kupu kepada para pelaku

pemanfaat lainnya di daerah penyangga TN Babul atau ke luar Kabupaten Maros.

Pengumpul pedagang adalah orang-orang yang membeli atau menampung

hasil tangkapan para penangkap. Mereka juga mengolah kupu-kupu menjadi

produk souvenir, atau menjual kembali dalam bentuk kupu-kupu yang belum atau

sudah diolah kepada para pengrajin souvenir, pembeli setempat, ke luar provinsi

atau kepada kolektor asing. Para pengumpul pedagang umumnya menjadikan

aktivitas pemanfaatan komersial kupu-kupu sebagai mata pencaharian utama.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa seluruh pengumpul pedagang yang ada di

lokasi penelitian telah menekuni usaha ini lebih dari 10 tahun.

Pelaku peredaran (perdagangan) kupu-kupu di lokasi penelitian yang terdiri

atas pengumpul pedagang, pengrajin souvenir dan penjual souvenir seluruhnya

merupakan warga yang tinggal di daerah penyangga TN Babul. Seperti halnya

para penangkap, jumlah pelaku peredaran kupu-kupu yang terdiri atas pengumpul

pedagang, pengrajin souvenir dan penjual souvenir di daerah penyangga TN

Babul tidak pasti. Setiap warga dapat dengan bebas menekuni usaha ini, meskipun

ada yang melakukannya hanya secara musiman.

Hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa

Kalabbirang menyatakan: "... saat ini semakin banyak bermunculan penjual

souvenir kupu-kupu, namun biasanya hanya musiman, biasanya banyak kalau

lagi banyak kunjungan wisatawan... misalnya tukang ojek, jadi penjual

souvenir..."(KT1.33). Selanjutnya pengumpul pedagang tersebut menyatakan: "...

pengumpul pedagang kupu-kupu yang saya tahu di sekitar kawasan ini ada 12

orang, di luar yang musiman...."(KT1.42).

Hasil wawancara serta studi dokumen laporan Balai Besar KSDA Sulsel

menunjukkan bahwa terdapat 3 orang dari 12 orang pengumpul pedagang yang

diidentifikasi di lokasi penelitian telah memiliki izin sebagai pengedar SL dalam

negeri yang dikeluarkan oleh Balai Besar KSDA Sulsel. Sementara itu,

pengumpul pedagang lainnya serta seluruh pengrajin souvenir dan penjual

souvenir yang bukan merupakan pengumpul pedagang, tidak memiliki izin

sebagai pengedar SL.

Sejak beragam produk souvenir yang dihasilkan dari bahan kupu-kupu,

menyebabkan meningkatnya jumlah orang yang terlibat dalam usaha pemanfaatan

kupu-kupu. Banyak yang melakukan aktivitas ini secara musiman yaitu pada saat

kupu-kupu melimpah atau di saat musim liburan.

38

Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa terdapat 9 orang

pengrajin souvenir dan 22 orang penjual souvenir. Jumlah pengrajin souvenir dan

penjual souvenir kupu-kupu berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian

ditunjukkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Jumlah pengrajin dan penjual souvenir kupu-kupu berdasarkan hasil

pengamatan di lokasi penelitian (orang)

Lokasi

Pengrajin

souvenir

Penjual

souvenir Keterangan

Desa Kalabbirang

Desa Jenetaesa

Desa Samangki

5

2

2

15

4

3

11 penjual souvenir dan 4

pengrajin souvenir dijumpai

di areal wisata Desa

Kalabbirang

Total 9 22

Hasil wawancara dengan para informan di lokasi penelitian menunjukkan

bahwa para pembeli kupu-kupu di lokasi penelitian secara umum terbagi atas dua

kelompok. Pertama, pengunjung kawasan wisata Bantimurung. Para pengunjung

tersebut adalah pembeli setempat di kawasan wisata yang umumnya memiliki

ketertarikan akan nilai dekoratif dari produk kupu-kupu. Oleh sebab itu,

perdagangan dekoratif kupu-kupu di Bantimurung ditujukan kepada pembeli

setempat yang mayoritas merupakan pengunjung kawasan wisata. Tingkat

kunjungan di kawasan wisata Bantimurung menurut data tahun 2012, sejak bulan

Januari hingga akhir Desember tercatat mencapai 566.586 kunjungan (BTN Babul

2013).

Memperhatikan tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi maka potensi

pasar bagi perdagangan dekoratif kupu-kupu cukup besar. Orang-orang awam

menaruh minat terhadap kupu-kupu karena nilai dekoratifnya bukan nilai ilmiah

seperti para kolektor profesional. Biasanya para peminat dekoratif tersebut

memerlukan kupu-kupu untuk hiasan, lukisan dan souvenir lain. Umumnya

kelompok ini menaruh minat terhadap keindahan warna dan ukuran kupu-kupu.

Kedua, kelompok pembeli dari luar wilayah Bantimurung dan sekitarnya.

Kelompok ini terdiri atas para pedagang souvenir, pembeli dari luar provinsi atau

para kolektor asing yang memiliki minat tertentu terhadap kupu-kupu.

Morris et al. (1985) membagi 3 kolompok peminat terhadap serangga dan

pemanfaatannya, yaitu: (a) Peminat yang memberikan apresiasi terhadap

keindahan (rasa estetika), (b) peminat yang menaruh perhatian terhadap keinginan

membentuk koleksi atau rasa pemilikan, (c) peminat yang menaruh kepentingan

terhadap penelitian ilmiah. Oleh sebab adanya minat tertentu terhadap serangga,

maka perdagangan serangga khususnya kupu-kupu dapat dikelompokkan ke

dalam 3 jenis, yaitu: (a) perdagangan dekoratif, yaitu kupu-kupu dalam jumlah

banyak digunakan untuk membuat hiasan, selanjutnya dijual kepada orang-orang

yang menghargai keindahan dan keunikan; (b) perdagangan spesialis,

perdagangan ini bersifat "nilai tinggi, volume rendah" karena penekanannya

adalah pada jenis-jenis langka yang bermutu baik; serta (c) perdagangan hidup,

merupakan komponen minor dari perdagangan spesialis yang mengkhususkan

pada serangga hidup seperti misalnya telur, larva dan kepompong.

39

5.4 Aktivitas Peredaran (Perdagangan) Kupu-Kupu

Semakin beragamnya produk souvenir yang dibuat dari bahan kupu-kupu

menyebabkan semua jenis kupu-kupu, berapupun jumlahnya serta dalam kondisi

apapun akan dibeli oleh para pengumpul pedagang atau pengrajin souvenir. Hasil

wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa

mengungkapkan bahwa setiap hari ia membeli tidak kurang dari 300 spesimen

kupu-kupu dari para penangkap. Pengumpul pedagang tersebut adalah pemilik

usaha pengedar kupu-kupu yang mengkoordinir 28 orang penangkap yang

tersebar di beberapa desa di daerah penyangga TN Babul. Seluruh penangkap di

bawah koordinasinya diberikan secara gratis masing-masing 1 buah alat tangkap

yang terbuat dari jaring dan tongkat kayu atau bambu. Nilai nominal sebuah alat

tangkap sekitar 50 ribu rupiah.

Menurut pengumpul pedagang tersebut, setiap hari 1 orang penangkap rata-

rata menjual kepadanya sebanyak 25–30 spesimen kupu-kupu hasil tangkapan.

Pada puncak musim kupu-kupu sekitar bulan Juli–September, seorang penangkap

menurutnya bisa menghasilkan hingga 200 spesimen kupu-kupu per hari, terutama

kupu-kupu berukuran kecil seperti misalnya jenis Catopsilia pamona atau C.

scylla yang sering menyebar secara berkelompok.

Pengumpul pedagang tersebut memiliki usaha souvenir di rumahnya dan

mempekerjakan 6 orang karyawan. Karyawan yang dipekerjakan tersebut terdiri

atas 3 orang pembuat gantungan kunci, 2 orang pembuat bingkai dan 1 orang yang

bertugas mengawetkan kupu-kupu. Rata-rata penghasilan per bulan yang

diperoleh setiap karyawannya adalah 2 juta rupiah. Selain itu, ia mempunyai

sebuah kios di kawasan wisata yang dijaga oleh 1 orang karyawan. Pengumpul

pedagang tersebut juga mempekerjakan beberapa orang penjual asongan yang

menjual produk souvenir berupa gantungan kunci serta kupu-kupu awetan (dalam

plastik) yang ditawarkan kepada para pengunjung di dalam kawasan wisata

Bantimurung.

Peralatan serta bahan-bahan yang dimiliki dalam menjalankan usaha

penangkapan kupu-kupu terdiri atas alat tangkap, kertas minyak, pengawet

(formalin). Selanjutnya untuk membuat souvenir dari bahan kupu-kupu seperti

misalnya gantungan kunci, alat dan bahan yang digunakan terdiri atas gurinda, bor

listrik, amplas, resin, serta gantungan kunci. Total nilai peralatan serta bahan-

bahan yang dimiliki oleh informan yang merupakan pengumpul pedagang di Desa

Jenetaesa tersebut adalah sekitar 6 juta rupiah.

Selain menjual kepada para pembeli setempat, para pengumpul pedagang

juga menjual kepada pembeli di kota Makassar dan sekitarnya serta ke luar

Provinsi Sulawesi Selatan. Seperti misalnya, salah seorang pengumpul pedagang

di Desa Jenetaesa menyatakan: "...pengiriman ke Jawa biasanya 2 hingga 4 kali

sebulan... 1 kali pengiriman ada kurang lebih 1000 ekor...selain ke Jawa juga ke

Sumatera, dan Kalimantan..." (KT4.29). Dijelaskan lebih lanjut olehnya bahwa

setiap kali pengiriman seberat 5 hingga 6 kg berisi 1.500–1.800 spesimen kupu-

kupu. Masing-masing spesimen kupu-kupu telah dibungkus dengan kertas minyak

dan dikemas dalam kardus, dikirim via pos atau jasa pengiriman.

Produk-produk souvenir yang dipasarkan dari hasil awetan kupu-kupu di

kawasan wisata Bantimurung dan sekitarnya antara lain dalam bentuk kupu-kupu

40

yang telah dimasukan ke dalam bingkai, gantungan kunci, bross dan lain-lain.

Produk souvenir gantungan kunci seperti ditunjukkan pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5 Produk souvenir gantungan kunci

Lebih lanjut dinyatakan bahwa permintaan dari pulau Jawa selalu ada setiap

bulan, terkadang ia tidak sanggup menyediakan spesimen kupu-kupu oleh sebab

tingginya permintaan, terutama pada bulan Januari hingga Maret. Permintaan

kupu-kupu pada bulan-bulan tersebut tetap ada, namun hasil tangkapan kurang.

Jadi dapat dikatakan bahwa permintaan kupu-kupu dari para pelanggan tinggi

namun pasokan hasil tangkapan para penangkap dari habitat alam terbatas.

Hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa

Kalabbirang menyatakan: "...hasil tangkapan kupu-kupu Bantimurung hampir

semua dijual di toko-toko souvenir di Makassar..." (KI1.7). Selanjutnya

dinyatakan bahwa "...saya mengirim ke Jakarta dalam bentuk terlipat dalam

kertas minyak (papilot)..."(KI1.8). Lebih lanjut dinyatakan bahwa "...banyak

kolektor asing yang menjadi langganan saya...ada beberapa dealer...Jepang 2

orang, ...Taiwan 1 orang,...Malaysia 2 orang, dan Austria..1 orang...selain itu

ada beberapa orang kolektor dari Jepang... beberapa dari mereka pernah ke

Bantimurung..." (KI1.9), dan "...kadang saya kewalahan tidak dapat memenuhi

permintaan dari para pembeli..."(KI1.36).

Berdasarkan data pada Tabel 5.2, jumlah penangkap kupu-kupu di daerah

penyangga TN Babul sebanyak 115 orang. Dengan asumsi bahwa setiap

penangkap melakukan aktivitas menangkap kupu-kupu selama 10 hari dalam 1

bulan, serta jumlah hasil tangkapan sebanyak 25 spesimen per hari, maka total

hasil tangkapan seluruh penangkap setiap bulan sebanyak 28.750 spesimen atau

345.000 spesimen per tahun. Sementara itu, jumlah kuota spesimen menurut

daftar kuota tangkap kupu-kupu untuk wilayah kerja Balai Besar KSDA Sulsel

Tahun 2013 (Lampiran 2) adalah 26.475 spesimen. Artinya bahwa jumlah

tangkapan kupu-kupu dari habitat alam di daerah penyangga TN Babul

menunjukkan jumlah yang sangat banyak dibandingkan kuota yang disediakan.

5.5 Klasifikasi Kualitas dan Harga Kupu-Kupu

Hasil wawancara menunjukkan bahwa kupu-kupu di habitat alam yang

menjadi prioritas para penangkap adalah yang termasuk kualitas A1 (kelas utama),

meskipun kenyataannya menunjukkan bahwa mereka menangkap seluruh

41

spesimen kupu-kupu yang dijumpai di habitat alam. Kupu-kupu hasil tangkapan

yang diperdagangkan di daerah penyangga TN Babul terdiri atas 4 kelas kualitas.

Umumnya telah ada kesepahaman antara para penangkap, pengumpul

pedagang pembeli atau kolektor kupu-kupu tentang klasifikasi kualitas tersebut.

Cara menguji kualitas kupu-kupu adalah dengan menggunakan pinset atau

penjepit, selanjutnya dengan cara ditiup maka pengumpul pedagang, pembeli atau

kolektor sudah mengetahui kualitas kupu-kupu tersebut. Klasifikasi kualitas

kupu-kupu yang diperdagangkan di daerah penyangga TN Babul berdasarkan

hasil wawancara ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Klasifikasi kualitas spesimen kupu-kupu yang diperdagangkan

Kualitas Uraian

A1

A-

A2

A3

Tidak memiliki cacat sama sekali (mulus).

Memiliki sedikit sobek pada sayapnya.

Memiliki sedikit cacat, misalnya pada bagian sayap ada

sobek dan warna sudah mulai memudar.

Cacat dan warna sudah memudar, biasanya saat terbang

sudah lambat, tidak stabil.

Hasil wawancara dengan beberapa orang informan yang terdiri atas

penangkap dan pengumpul pedagang yang sudah lebih dari 10 tahun menekuni

usaha pemanfaatan komersial kupu-kupu, menyatakan bahwa kualitas kupu-kupu

sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang menentukan kualitas

kupu-kupu tersebut antara lain adalah cara menangkap, penanganan spesimen

setelah ditangkap, dan kondisi kupu-kupu secara alami sebelum ditangkap.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa para penangkap yang sudah

berpengalaman dapat meminimalisir kerusakan saat menangkap dibandingkan

dengan penangkap yang belum berpengalaman. Penanganan spesimen yang tidak

hati-hati saat melipat kupu-kupu hasil tangkapan untuk dimasukan ke dalam

kertas papilot juga dapat menyebabkan kerusakan. Faktor lainnya yang

menentukan yaitu kondisi fisik kupu-kupu yang sudah mengalami kerusakan

sebelum ditangkap sangat mempengaruhi kualitas kupu-kupu hasil tangkapan.

Pengamatan kualitas kupu-kupu yang diperdagangkan dilakukan di tempat

salah seorang pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang pada bulan September

2013 untuk mengetahui komposisi kualitas kupu-kupu yang dijual oleh para

penangkap. Hasil pengamatan tersebut seperti disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Jumlah spesimen kupu-kupu berdasarkan kelas kualitas yang

dikumpulkan oleh pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang

Kelas kualitas Jumlah spesimen Persentase (%)

A1

A-

A2

A3

373

645

2.056

760

9,73

16,82

53,63

19,82

Total 3.834 100,00

42

Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa umumnya kupu-kupu kualitas A2 yang

paling banyak diperdagangkan di daerah penyangga TN Babul. Hal ini

disebabkan antara lain oleh para penangkap yang belum berpengalaman dalam

menangkap kupu-kupu. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa mayoritas

dari para penangkap merupakan kelompok anak laki-laki usia sekolah. Para

penangkap tersebut relatif belum berpengalaman dalam menangkap sehingga

dapat menyebabkan kerusakan spesimen kupu-kupu saat menangkap.

Hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa

Kalabbirang menyatakan: "...penangkap setelah kupu-kupu ditangkap,

dimasukkan ke dalam amplop kertas minyak (papilot)...kadang-kadang bisa rusak

atau turun kualitas bila tidak hati-hati melipat..." (KT1.45). Selanjutnya menurut

pengumpul pedagang lainnya menyatakan: "....penangkap yang

pengalaman...hasil tangkapannya bagus...tidak rusak...menurut saya... kualitas

A1 itu belum sempat meletakkan telur....(KI1.40).

Harga kupu-kupu hasil tangkapan di lokasi penelitian bervariasi, bergantung

pada ukuran, kualitas serta jenis kupu-kupunya. Hasil wawancara dengan salah

seorang pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa menyatakan:

"...harga kupu-kupu yang dibeli dari penangkap...seperti ini (sambil menunjuk

satu demi satu beberapa kupu-kupu yang ada di meja)..ini Aoa affinis harga 300

rupiah, Papilio polites 500 rupiah, Pachliopta polyphontes 500 rupiah, Papilio

ascalapus 1000 rupiah, Troides hypolitus 15 ribu rupiah, Chetosia myrina 2000

rupiah, Papilio gigon 1000 rupiah, kalau paling mahal...saya pernah jual Idea

tambusisiana 2,5 juta satu ekor..."(KT5.1).

Daftar harga rata-rata beberapa jenis kupu-kupu kualitas A1 dan A2 yang

diperdagangkan di daerah penyangga TN Babul ditunjukkan pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 Harga rata-rata beberapa jenis kupu-kupu kualitas A1 dan A2 menurut

jenis kelamin di tingkat penangkap dan pengumpul pedagang (Rupiah)

Jenis

Penangkap Pengumpul pedagang

A1 A2 A1 A2

♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀

Catopsilia pamona

Catopsilia Scylla

Cethosia myrina

Graphium androcles

Idea blanchardi

Papilio blumei

Troides haliphron

Troides helena

Troides hypolitus

-

-

3000

5000

2000

7000

10000

7000

15000

-

-

5000

7000

2500

8000

15000

9000

20000

200

300

1000

2500

1000

5000

8000

5000

8000

200

300

2000

3000

1500

6000

9000

6000

10000

-

-

4000

8000

4000

8000

15000

8000

20000

-

-

6000

10000

5000

10000

20000

10000

25000

300

500

2000

4000

2000

6000

10000

6000

10000

300

500

3000

5000

2500

7000

12000

7000

13000

Harga terendah yang dibeli dari para penangkap adalah 200 rupiah per ekor

bagi kupu-kupu yang berukuran kecil. Jenis-jenis ini biasanya digunakan untuk

membuat gantungan kunci atau bross. Setelah diolah dalam bentuk produk

gantungan kunci atau bross, dijual dengan harga 2 ribu hingga 5 ribu rupiah per

buah. Kupu-kupu yang berukuran sedang 500 rupiah per ekor. Jenis-jenis ini

digunakan untuk membuat gantungan kunci, bross atau dibuat dalam bingkai yang

berisi beberapa spesimen.

43

Harga jual satu bingkai berisi 4–8 ekor berkisar antara 20–50 ribu rupiah,

bergantung pada ukuran kupu-kupu. Hasil wawancara dengan salah seorang

pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang menyatakan "...souvenir dalam pigura

(dibingkai) kami jual ke penjual souvenir 1 pigura isi 8 kupu-kupu seharga 120

ribu rupiah, biasanya mereka jual kembali seharga 150 ribu per pigura..."

(KT2.15).

Bagi kupu-kupu berukuran besar, harga berkisar antara 1000 hingga 25 ribu

rupiah. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis Papilio blumei dan Graphium

androcles. Selanjutnya jenis-jenis yang berukuran besar dan relatif langka, harga

berkisar antara 15–25 ribu rupiah. Misalnya dalam hal ini adalah jenis Troides

haliphron dan Troides hypolitus.

Berdasarkan data yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam 1 hari, 1

orang penangkap memperoleh hasil tangkapan sebanyak 25 spesimen kupu-kupu.

Bila diasumsikan 1 bulan menangkap selama 10 hari, maka total hasil tangkapan 1

orang penangkap sebanyak 250 spesimen/bulan. Berdasarkan asumsi bahwa harga

rata-rata sebesar Rp1 500/spesimen, maka nilai yang diperoleh 1 orang penangkap

sebesar Rp345 000/bulan.

Sementara itu, bila diasumsikan bahwa total hasil tangkapan kupu-kupu dari

habitat alam di daerah penyangga TN Babul sebanyak 28.750 spesimen/bulan,

kemudian dibagi 7 orang pengumpul pedagang (sebagai informan), maka rata-rata

setiap pengumpul pedagang memperdagangkan sebanyak 4.107 spesimen/bulan.

Bila jumlah tersebut dikalikan dengan harga Rp1 500/spesimen, maka nilai yang

diperoleh 1 orang pengumpul pedagang sebesar Rp6 160 000/bulan.

5.6 Upaya Budi Daya Kupu-Kupu

Beberapa orang pengumpul pedagang di lokasi penelitian menunjukkan

bukti bahwa telah ada upaya positif yang dilakukan dalam rangka memperoleh

spesimen kupu-kupu melalui budi daya. Hasil wawancara dengan para informan

di lokasi penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 orang pengumpul pedagang

yang memiliki penangkaran. Salah seorang pengumpul pedagang di Desa

Jenetaesa memiliki sebuah unit penangkaran kupu-kupu berukuran 15 x 13 m2.

Total biaya yang ia keluarkan untuk membangun penangkaran tersebut kurang

lebih 20 juta rupiah, yang ia bangun selama tiga tahun. Penangkaran yang ia

miliki ditanami tumbuh-tumbuhan pakan ulat seperti Aristolachia tagala, jeruk,

nangka dan lain-lain. Sementara untuk tanaman penghasil nektar ditanami jenis

kembang sepatu, asoka, dan kembang seribu. Kupu-kupu dari penangkaran

menghasilkan imago dalam jangka waktu kurang lebih 2 bulan.

Kurangnya jumlah pengumpul pedagang yang membuat penangkaran

antara lain disebabkan oleh penangkaran secara ekonomis tidak menguntungkan,

serta maraknya penangkapan bebas dari habitat alam tanpa ada sanksi. Salah

seorang pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang menyatakan: "...penangkaran

dari segi bisnis tidak layak..." (KI1.31). Spesimen kupu-kupu yang diperoleh dari

hasil penangkaran jumlahnya sedikit, serta membutuhkan waktu yang relatif lama

bila dibandingkan hasil tangkapan dari alam. Di lain pihak menurutnya bahwa

"...semua orang bebas menjual kupu-kupu...tidak ada kontrol...karena terlalu

bebas...tidak ada sanksi..."(KI1.43).

Sedikitnya jumlah spesimen kupu-kupu yang diperoleh dari hasil

penangkaran dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, jumlah jenis kupu-kupu

44

yang ditangkar oleh 2 orang pengumpul pedagang di lokasi penelitian masih

terbatas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang jenis-jenis

tumbuhan pakan larva serta imago kupu-kupu. Hasil wawancara dengan aparatur

Balai TN Babul serta studi dokumen juga menunjukkan bahwa penangkaran

kupu-kupu yang dilakukan oleh Balai TN Babul sampai dengan akhir tahun 2012

baru ditangkarkan sebanyak 12 spesies kupu-kupu, yaitu: Catopsilia pamona, C.

scylla, Graphium agamemnon, Pachliopta poliphontes, Papilio ascalapus, P.

Demolius, P. Gigon, P. Polytes, P. sataspes, Troides helena, T haliphron, dan T.

hypolitus.

Kedua, hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa

Jenetaesa yang melakukan penangkaran menyatakan bahwa untuk memperoleh

kupu-kupu dalam jumlah yang memadai dari hasil penangkaran, khususnya pada

generasi kedua cukup sulit. Hal ini sesuai pendapat Soehartono dan Mardiastuti

(2003) yang menyatakan bahwa "... terdapat bukti bahwa terjadi hanyutan genetik

(genetic drift) pada spesies kupu-kupu yang menyebabkan kualitas genetik kupu-

kupu yang dihasilkan lebih rendah dari induknya. Oleh sebab itu, masukan

genetik baru dari alam perlu dilakukan secara terus menerus ...".

Meskipun budi daya kupu-kupu melalui penangkaran di lokasi penelitian

relatif sedikit, terdapat upaya positif yang dilakukan oleh beberapa orang

pengumpul pedagang antara lain dengan menanam tanaman pakan larva dan

imago kupu-kupu di pekarangan rumahnya. Salah seorang informan di Desa

Kalabbirang menyatakan: "...saya tidak punya penangkaran...tetapi hanya

menanam tanaman pakan di halaman (sambil mengajak melihat-lihat pekarangan

yang banyak ditanami Aristolachia sp)...." (KI1.30).

Kegiatan budi daya dengan sistem pembesaran (ranching) di dekat habitat

alam di daerah penyangga TN Babul juga dilakukan oleh salah seorang

pengumpul pedagang di Desa Samangki. Kegiatan tersebut dilakukan melalui

penanaman beberapa jenis tumbuhan pakan larva kupu-kupu di pekarangan

rumahnya untuk memancing kupu-kupu meletakkan telurnya hingga menjadi

kepompong (Gambar 5.6).

Gambar 5.6 Kepompong yang dipelihara oleh pengumpul pedagang

Hasil wawancara dengan pengumpul pedagang di desa Samangki tersebut

menyatakan: "...saat ini di pekarangan rumah, saya tanami tumbuhan pakan kupu-

kupu...(sambil mengajak melihat tanaman di pekarangannya)...ini jenis

Aristolachia tagala...orang di sini bilangnya sirih hutan...ini makanan jenis-jenis

45

troides...ini nangka...ini jeruk...ini kembang asoka...dan masih banyak lagi....ini

ada kepompong yang menempel di ranting (ada beberapa, dan difoto)...selanjutnya

kempompong-kepompong ini saya akan pindahkan ke dalam wadah dari plastik

sepert ini...(tutup saji)...beberapa hari kemudian kepompong-kepompong ini

berubah menjadi kupu-kupu...selanjutnya saya manfaatkan..." (KI2.4).

Kegiatan yang dilakukan oleh informan tersebut berhasil memancing

beberapa jenis kupu-kupu berkembangbiak dengan baik. Hasil yang diperoleh

berupa kupu-kupu tersebut selanjutnya dimanfaatkan untuk dijual. Namun

dinyatakan olehnya bahwa "...cara ini belum banyak dilakukan oleh masyarakat

sekitar sini...padahal cukup murah dan hasilnya lumayan..." (KI2.5).

Sistem pembesaran (ranching) tersebut dapat menjadi salah satu solusi

untuk menjamin ketersediaan kupu-kupu bagi tujuan pemanfaatan komersial.

Soehartono dan Mardiastuti (2003) menyatakan: "... karena sulitnya penanganan

genetik (genetic drift), banyak kegiatan penangkaran yang menggunakan sistem

pembesaran (ranching) di dekat habitat alami kupu-kupu. Pembesaran kupu-kupu

ini dilakukan dengan cara memelihara telur atau larva yang diperoleh dari alam

...". Selanjutnya dinyatakan bahwa sistem pembesaran kupu-kupu yang

melibatkan masyarakat di pegunungan Arfak Papua, merupakan salah satu contoh

yang baik.

Upaya budi daya kupu-kupu juga telah dilakukan oleh warga di daerah

penyangga TN Babul yang tergabung dalam kelompok "Forum Pelestari Kupu-

Kupu". Kelompok tersebut dibentuk sejak tahun 2011. Awal pembentukannya

difasilitasi oleh Kantor Pusat Pengelolaan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (PPE

Suma), Kementerian Lingkungan Hidup.

Keanggotaan forum ini terdiri atas berbagai unsur masyarakat di sekitar

kawasan wisata Bantimurung, antara lain adalah kepala desa, guru-guru, pelaku

pemanfaat kupu-kupu, dan petugas Balai TN Babul. Kelompok ini pada awal

pembentukannya diketuai oleh Kepala Desa Samangki serta memiliki beberapa

kelompok kerja. Dalam perkembangannya, terjadi pergantian ketua kepada salah

seorang warga yang merupakan pengumpul pedagang kupu-kupu.

Kelompok ini telah melaksanakan kegiatan berupa pertemuan secara rutin

serta melakukan kegiatan penanaman berbagai jenis bunga-bungaan serta tanaman

pakan larva kupu-kupu. Penanaman jenis-jenis tanaman tersebut dilakukan pada

lahan milik pemerintah Kabupaten Maros seluas 2 hektar yang terletak di dekat

kawasan wisata Bantimurung. Hasil wawancara dengan ketua forum tersebut

menunjukkan bahwa kegiatan penanaman tumbuh-tumbuhan pakan telah berhasil

menarik kupu-kupu untuk meletakkan telur dan berkembang biak. Sampai dengan

kegiatan penelitian ini berakhir, forum ini telah berhasil membangun sebuah unit

penangkaran dengan ukuran 5 x 10 meter2 serta pondok metamorfosis. Jenis

kupu-kupu yang ditangkar terdiri atas beberapa jenis kupu-kupu dari genus

Troides dan Papilio.

Dalam perkembangannya, partisipasi anggota kelompok ini semakin

berkurang, walaupun demikian para pengurusnya masih secara rutin setiap pekan

mengadakan pertemuan serta merawat tanaman yang telah ditanam serta

bangunan penangkaran. Rencana kerja yang terukur belum disusun dengan jelas

serta proses pendampingan yang kurang menyebabkan kelompok ini belum

berfungsi secara aktif dan efektif. Kelembagaan lokal memiliki potensi aksi

kolektif yang lebih besar dari pada kelembagaan formal yang diatur oleh

46

pemerintah, sehingga lebih cocok diterapkan pada pengelolaan CPRs yang

membutuhkan pengelolaan bersama dalam bentuk aksi kolektif.

Karakteristik pelaku, teknik penangkapan dan perdagangan kupu-kupu

dalam penelitian ini menunjukkan bahwa para penangkap kupu-kupu di daerah

penyangga TN Babul tidak jelas jumlahnya, setiap warga dapat menangkap kupu-

kupu dan tidak ada yang membatasi. Data menunjukkan bahwa mayoritas dari

para penangkap merupakan anak laki-laki usia sekolah (SD─SMU). Seluruh

penangkap tidak memiliki izin tangkap. Pengumpul pedagang di daerah

penyangga TN Babul menempati peran yang sentral dalam aliran tata niaga kupu-

kupu. Jumlah pengumpul pedagang yang memiliki izin sebagai pengedar SL

dalam negeri sebanyak 3 orang. Kupu-kupu yang diperdagangkan memiliki kelas

kualitas dan harga yang bervariasi. Telah ada upaya budi daya kupu-kupu yang

dilakukan warga di lokasi penelitian dalam bentuk penangkaran, ranching, dan

budi daya tanaman pakan kupu-kupu di pekarangan rumah.