Upload
truongbao
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
31
5 KARAKTERISTIK PELAKU, TEKNIK PENANGKAPAN
DAN PERDAGANGAN KUPU-KUPU
5.1 Pelaku Penangkapan
Masyarakat yang tinggal di daerah penyangga TN Babul pada umumnya
bekerja sebagai petani. Mayoritas dari mereka menggantungkan hidupnya kepada
potensi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Salah satu
bentuk pemanfaatan sumber daya alam di kawasan tersebut adalah pemanfaatan
komersial kupu-kupu (Lepidoptera) melalui penangkapan dari habitat alam untuk
diperdagangkan.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan kupu-kupu di
daerah penyangga TN Babul secara komersial telah berlangsung sejak tahun
1970-an. Salah seorang informan di Desa Kalabbirang menyatakan: "... awal
tahun 1970-an...orang Jepang dan Eropa mulai menyuruh menangkap kupu-
kupu...perintisnya di sini Alm. Hj. Beddu Rewa...semua jenis kupu-kupu waktu itu
diambil (ditangkap)...terakhir setelah itu hanya jenis-jenis tertentu yang diambil
oleh mereka (orang Jepang dan Eropa)..."(KI1.1).
Salah seorang informan yang merupakan pengumpul pedagang di Desa
Jenetaesa menyatakan: "...saya memulai menangkap kupu-kupu sejak usia 10
tahun (1986)...3 tahun kemudian sudah mulai mandiri (membeli dan menjual
kupu-kupu)..."(KT4.1). Selanjutnya dinyatakan bahwa "...awalnya (1986) menjual
kupu-kupu hasil tangkapan ke Alm. Bpk Hj Bedu Rewa...harganya 25 rupiah per 3
ekor...lalu naik seribu rupiah per 24 ekor...hingga 10 ribu rupiah per 12 ekor..."
(KT4.2).
Penangkapan kupu-kupu dilakukan oleh para penangkap untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi dari penjualan hasil tangkapan kepada para
pengumpul pedagang. Pemanfaatan komersial kupu-kupu melalui penangkapan
dari habitat alam menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar warga yang
tinggal di daerah penyangga TN Babul.
Informan di Desa Samangki menyatakan: "... saya bersaudara dibesarkan
bersama oleh orang tua kami dengan usaha penangkapan kupu-kupu....boleh
dikatakan bahwa 90 % masyarakat di sini hidup dari kupu-kupu...tetapi...ini
bukan merupakan pekerjaan utama sebab bisa dikerjakan di waktu-waktu
luang..." (KI2.19). Para penangkap umumnya menjadikan aktivitas penangkapan
kupu-kupu sebagai mata pencaharian sampingan. Mereka melakukan aktivitas
penangkapan pada waktu senggang, akan tetapi aktivitas tersebut bisa dilakukan
secara rutin setiap hari apabila permintaan kupu-kupu meningkat.
Para penangkap kupu-kupu merupakan penduduk atau warga desa yang
tinggal di daerah penyangga TN Babul. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
jumlah penangkap kupu-kupu yang berhasil diidentifikasi selama pengamatan
penangkapan kupu-kupu di lokasi penelitian adalah sebanyak 51 orang.
Pengamatan dilakukan di 3 lokasi pada bulan Februari, Mei, dan Agustus 2013.
Para penangkap yang berhasil diidentifikasi tersebut merupakan anggota
penangkap dari beberapa orang pengumpul pedagang kupu-kupu. Jumlah
32
penangkap kupu-kupu di setiap lokasi berdasarkan hasil pengamatan seperti
ditunjukkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Jumlah penangkap (orang) berdasarkan hasil pengamatan menurut
kelompok usia dan anggota pengumpul pedagang di lokasi penelitian
Anggota
pengumpul
pedagang (kode)
Desa
Kalabbirang
Desa
Jenetaesa
Desa
Samangki Jumlah
a b a b a b
KI 1
KI 2
KT 1
KT 4
-
2
8
6
10
-
-
-
-
2
-
10
4
-
-
-
-
-
-
4
5
-
-
-
19
4
8
20
Total 16 10 12 4 4 5 51
a: usia sekolah (SD─SMU); b: usia dewasa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pengumpul pedagang, jumlah
penangkap kupu-kupu yang diidentifikasi adalah sebanyak 115 orang. Jumlah
penangkap kupu-kupu pada setiap lokasi pengamatan dari hasil wawancara seperti
ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Jumlah penangkap (orang) berdasarkan hasil wawancara menurut
kelompok usia dan anggota pengumpul pedagang di lokasi penelitian
Anggota
pengumpul
pedagang (kode)
Desa
Kalabbirang
Desa
Jenetaesa
Desa
Samangki Jumlah
a b a b a b
KI 1
KI 2
KT 1
KT 2
KT 3
KT 4
KT 5
-
4
10
12
-
11
8
10
-
-
-
-
-
-
-
2
-
-
-
8
10
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
15
9
4
5
3
-
-
-
-
-
19
9
10
12
15
28
22
Total 45 10 20 4 28 8 115
a: usia sekolah (SD─SMU); b: usia dewasa.
Hasil wawancara dengan informan dari Balai TN Babul serta beberapa
orang pengumpul pedagang di lokasi penelitian menunjukkan bahwa jumlah
penangkap pada kenyataannya bisa lebih banyak dari jumlah yang telah
diidentifikasi (Tabel 5.2). Hal ini disebabkan oleh para penangkap secara de facto
tidak terdefenisikan dengan jelas. Artinya bahwa setiap warga, khususnya yang
tinggal di daerah penyangga TN Babul dapat melakukan penangkapan kupu-kupu,
tidak ada yang membatasi atau melarang. Hasil wawancara dengan salah seorang
pengumpul pedagang di Desa Samangki menyatakan: "...kalau menangkap di luar
33
kawasan tidak dibatasi, yang menangkap juga macam-macam...boleh dibilang
semua orang yang tinggal di sini menangkap juga..."(KT3.7).
Menurut salah seorang informan dari Balai TN Babul menyatakan:
"...mayoritas penangkap kupu-kupu anak laki-laki usia sekolah,.... kira-kira umur
5 hingga 18 tahun..." (TN1.4), selanjutnya dinyatakan: "...kalau
jumlah...banyak...! ...mungkin ratusan..." (TN1.5). Informan tersebut menyatakan
lebih lanjut bahwa "...kami belum sampai kepada mendata siapa-siapa
penangkapnya..." (TN1.6). Selanjutnya salah seorang pengumpul pedagang di
Desa Kalabbirang menyatakan: "...penangkap-penangkap ini umumnya anak-anak
sekolah, dari SD sampai tingkat SMA... boleh dikata semua anak-anak terutama
yang laki-laki yang ada di sekitar kawasan Bantimurung... pasti pernah atau
sering menangkap kupu-kupu... kalau jumlahnya mungkin lebih dari 200-an,
apalagi kalau sampai ke Samangki..." (KT1.17).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Maros (2012), populasi
anak laki-laki di 3 lokasi penelitian pada kelompok umur 5─19 tahun masing-
masing di Desa Kalabbirang sebanyak 632 orang, Desa Jenetaesa 553 orang, dan
Desa Samangki 748 orang. Jumlah anak laki-laki tersebut merupakan kelompok
potensial sebagai penangkap kupu-kupu.
Hasil wawancara serta studi dokumen laporan Balai Besar KSDA Sulsel
menunjukkan bahwa seluruh penangkap kupu-kupu di daerah penyangga TN
Babul tidak memiliki izin sebagai penangkap dari instansi terkait. Hasil
wawancara dengan informan di Balai Besar KSDA Sulsel menyatakan: "...di
BKSDA Sulsel...perdagangan satwa liar yang ada menurut laporan... adalah
reptil seperti ular sanca batik, kemudian koral, lola merah, dan ikan
napoleon..."(BK3.5). Selanjutnya dinyatakan bahwa "...kupu-kupu...belum jalan...
masalahnya tidak ada data 3 tahun terakhir ini (2010−2012)... karena tidak ada
permohonan izin tangkap..." (BK3.6).
Hasil wawancara dengan pengumpul pedagang menunjukkan bahwa jumlah
penangkap akan meningkat saat terjadi peningkatan permintaan kupu-kupu.
Permintaan kupu-kupu meningkat dari para pengumpul pedagang terjadi antara
lain pada saat wisatawan banyak berkunjung ke kawasan wisata Bantimurung.
Salah seorang informan di Desa Jenetaesa menyatakan: "....bulan 4 (April) dan
seterusnya mulai meningkat hasil tangkapan, pembeli juga bertambah...apalagi
saat menjelang puasa atau pas (libur) lebaran banyak pengunjung, permintaan
pasti naik..." (KT4.20).
Jumlah penangkap yang meningkat pada waktu-waktu tertentu selain dari
meningkatnya permintaan kupu-kupu dari para pengumpul pedagang, juga terjadi
saat liburan sekolah. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa para penangkap
umumnya merupakan anak laki-laki usia sekolah. Bila liburan sekolah tiba, maka
menangkap kupu-kupu dapat dijadikan alternatif kegiatan untuk mengisi waktu
liburan tersebut.
5. 2 Metode Menjaring Kupu-Kupu
Terdapat beberapa metode yang digunakan oleh para penangkap dalam
menangkap (menjaring) kupu-kupu. Hasil wawancara dengan salah seorang
informan di Desa Jenetaesa menyatakan: "...cara tangkap kupu-kupu umumnya
langsung dengan jaring...diburu, atau menunggu kupu-kupu mendekat..."
34
(KT4.13). Selanjutnya dinyatakan bahwa "...ada juga cara lain misalnya dengan
kecing (buang air seni) pada pasir kering dekat sungai...biasanya untuk jenis-
jenis tertentu seperti Graphium milon, Hebomoia glaucippe, dan Catopsilia
pamona..." (KT4.14).
Para penangkap di daerah penyangga TN Babul memiliki 2 metode
menjaring kupu-kupu. Metode dan teknik yang digunakan untuk menjaring jenis
kupu-kupu dari habitat alam di lokasi penelitian seperti dijelaskan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Metode dan teknik menjaring kupu-kupu di lokasi penelitian
Metode Teknik Target jenis kupu-kupu
Pakai umpan
Tanpa umpan
Umpan air seni
Umpan spesimen kupu-
kupu mati
Diburu
Catopsilia pamona
Catopsilia scylla
Graphium meyeri
Graphium milon
Hebomoia glaucippe
Pachliopta polyphontes
Troides helena
Troides hypolitus
Seluruh jenis
Metode mengumpan dengan air seni biasanya dilakukan di pinggiran sungai
yang terdapat pasir yang tidak tergenang air. Penangkap kupu-kupu membuang air
seni di pasir tersebut, selanjutnya beberapa saat kemudian kupu-kupu secara
bergerombol datang. Jenis Graphium milon merupakan salah satu jenis yang
biasanya dijumpai datang secara bergerombol pada tempat berpasir tersebut
(Gambar 5.1).
Gambar 5.1 Jenis Graphium milon pada pasir yang diberi umpan air seni
Kupu-kupu yang datang secara bergerombol tersebut selanjutnya ditangkap
menggunakan jaring. Hasil wawancara dengan salah seorang penangkap
mengungkapkan bahwa bila kupu-kupu yang datang dalam jumlah banyak, seperti
contoh jenis Catopsilia scylla, maka dapat ditangkap langsung dengan tangan.
Metode mengumpan dengan spesimen kupu-kupu mati biasanya ditujukan
kepada jenis kupu-kupu yang cenderung terbang tinggi. Metode ini biasanya
35
dilakukan dengan menancapkan spesimen kupu-kupu mati pada tanaman perdu di
bawah tegakan pohon. Kupu-kupu target yang terbang di sela-sela tajuk pohon
akan terbang merendah dan mendekati umpan. Selanjutnya dengan menggunakan
jaring, kupu-kupu tersebut ditangkap.
Metode tanpa umpan dilakukan dengan cara kupu-kupu diburu
menggunakan jaring. Penangkap berjalan menyusuri jalanan setapak atau di
semak-semak, kemudian penangkap menunggu kupu-kupu tersebut mendekat.
Setelah diperkirakan kupu-kupu tersebut berada pada jangkauan yang tepat,
penangkap kemudian menggerakkan jaring (sweep net) untuk menangkap kupu-
kupu tersebut. Metode ini paling umum dilakukan oleh para penangkap, sebab
bisa dilakukan di mana saja serta kupu-kupu yang ditangkap dengan cara ini
menghasilkan beragam jenis (Gambar 5.2).
Gambar 5.2 Metode menjaring kupu-kupu tanpa umpan
Kupu-kupu hasil tangkapan selanjutnya ditekan atau dipencet pada bagian
thorax-nya untuk melemaskan, dilipat dan kemudian diletakkan pada kertas
minyak berbentuk segi tiga (papilot). Selanjutnya kupu-kupu tersebut dimasukkan
ke dalam kotak yang telah disiapkan (Gambar 5.3).
Gambar 5.3 Kupu-kupu hasil tangkapan
Hasil pengamatan serta wawancara menunjukkan bahwa penangkapan
kupu-kupu oleh para penangkap dilakukan di berbagai lokasi di daerah penyangga
TN Babul. Berdasarkan kepemilikannya, lahan-lahan yang biasanya dijadikan
36
lokasi penangkapan adalah pada lahan negara di luar batas kawasan TN Babul,
yaitu di pinggiran sungai atau di daerah datar berupa tanah lapang yang banyak
ditumbuhi tumbuhan perdu. Lokasi penangkapan juga terletak di pekarangan
milik keluarga atau kebun milik orang lain. Beberapa orang penangkap di Desa
Samangki terkadang melakukan penangkapan di zona tradisional TN Babul tanpa
sepengetahuan petugas Balai TN Babul. Bila kedapatan oleh petugas, maka hasil
tangkapan akan disita beserta alat tangkapnya. Aktivitas penangkapan kupu-kupu
biasanya dilakukan setiap hari, dari pagi hingga siang hari yang dimulai pukul
08.00 hingga pukul 15.00 Wita.
5.3 Pelaku Peredaran (Perdagangan) Kupu-Kupu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku peredaran (perdagangan) kupu-
kupu yang saling terkait di daerah penyangga TN Babul terdiri atas: (1)
penangkap; (2) pengumpul pedagang; (3) pengrajin souvenir; (4) penjual
souvenir, (5) pembeli setempat, (6) pembeli dari luar provinsi, dan (7) kolektor
luar negeri. Posisi para pelaku dalam bagan alir tata niaga kupu-kupu di daerah
penyangga TN Babul seperti ditunjukkan pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4 Bagan alir tata niaga kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul
Bagan alir tata niaga tersebut menunjukkan bahwa peran yang sentral ada
pada pengumpul pedagang. Hasil tangkapan para penangkap hampir seluruhnya
dijual kepada para pengumpul pedagang, hanya sebagian kecil yang dijual
langsung kepada pengrajin souvenir. Hal ini disebabkan oleh para penangkap
yang ada di daerah penyangga TN Babul umumnya telah dikoordinir oleh para
pengumpul pedagang.
Salah seorang pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang menyatakan:
"...pengumpul atau pedagang ini memfasilitasi... dengan memodali para
penangkap dan memberikan alat tangkap, ...jadi... penangkap-penangkap ini
dikoordinir oleh...pengumpul pedagang..."(KT1.13). Umumnya telah ada
kesepakatan secara tidak tertulis antara pengumpul pedagang dengan para
penangkap yang dikoordinirnya bahwa seluruh hasil tangkapan harus dijual
kepada para pengumpul pedagang tersebut.
37
Selain membeli kupu-kupu dari para penangkap yang dikoordinirnya, para
pengumpul pedagang juga membeli kupu-kupu dari penangkap lain. Hasil
wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa
menyatakan: "...kupu-kupu yang saya beli bukan hanya dari Bantimurung, tetapi
ada juga dari Papua, Palu, Palopo...tapi paling banyak 10 sampai 20 persen
yang dari luar Bantimurung..."(KT4.24). Selanjutnya dinyatakan bahwa bagi
penangkap atau pengumpul dari luar Bantimurung, biasanya diberikan modal awal
sebanyak 500 ribu hingga 2 juta rupiah sebelum mereka mendatangkan kupu-
kupu. Hal ini dilakukannya sebagai insentif dan tanda ikatan kontrak untuk
menjamin pasokan kupu-kupu dari tempat asal mereka tersebut.
Hasil pengamatan serta wawancara menunjukkan bahwa seluruh pengumpul
pedagang kupu-kupu di daerah penyangga TN Babul juga merupakan pengrajin
dan penjual souvenir, atau minimal mereka mempekerjakan para pengrajin
souvenir. Pengumpul pedagang mendistribusikan kupu-kupu kepada para pelaku
pemanfaat lainnya di daerah penyangga TN Babul atau ke luar Kabupaten Maros.
Pengumpul pedagang adalah orang-orang yang membeli atau menampung
hasil tangkapan para penangkap. Mereka juga mengolah kupu-kupu menjadi
produk souvenir, atau menjual kembali dalam bentuk kupu-kupu yang belum atau
sudah diolah kepada para pengrajin souvenir, pembeli setempat, ke luar provinsi
atau kepada kolektor asing. Para pengumpul pedagang umumnya menjadikan
aktivitas pemanfaatan komersial kupu-kupu sebagai mata pencaharian utama.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa seluruh pengumpul pedagang yang ada di
lokasi penelitian telah menekuni usaha ini lebih dari 10 tahun.
Pelaku peredaran (perdagangan) kupu-kupu di lokasi penelitian yang terdiri
atas pengumpul pedagang, pengrajin souvenir dan penjual souvenir seluruhnya
merupakan warga yang tinggal di daerah penyangga TN Babul. Seperti halnya
para penangkap, jumlah pelaku peredaran kupu-kupu yang terdiri atas pengumpul
pedagang, pengrajin souvenir dan penjual souvenir di daerah penyangga TN
Babul tidak pasti. Setiap warga dapat dengan bebas menekuni usaha ini, meskipun
ada yang melakukannya hanya secara musiman.
Hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa
Kalabbirang menyatakan: "... saat ini semakin banyak bermunculan penjual
souvenir kupu-kupu, namun biasanya hanya musiman, biasanya banyak kalau
lagi banyak kunjungan wisatawan... misalnya tukang ojek, jadi penjual
souvenir..."(KT1.33). Selanjutnya pengumpul pedagang tersebut menyatakan: "...
pengumpul pedagang kupu-kupu yang saya tahu di sekitar kawasan ini ada 12
orang, di luar yang musiman...."(KT1.42).
Hasil wawancara serta studi dokumen laporan Balai Besar KSDA Sulsel
menunjukkan bahwa terdapat 3 orang dari 12 orang pengumpul pedagang yang
diidentifikasi di lokasi penelitian telah memiliki izin sebagai pengedar SL dalam
negeri yang dikeluarkan oleh Balai Besar KSDA Sulsel. Sementara itu,
pengumpul pedagang lainnya serta seluruh pengrajin souvenir dan penjual
souvenir yang bukan merupakan pengumpul pedagang, tidak memiliki izin
sebagai pengedar SL.
Sejak beragam produk souvenir yang dihasilkan dari bahan kupu-kupu,
menyebabkan meningkatnya jumlah orang yang terlibat dalam usaha pemanfaatan
kupu-kupu. Banyak yang melakukan aktivitas ini secara musiman yaitu pada saat
kupu-kupu melimpah atau di saat musim liburan.
38
Hasil pengamatan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa terdapat 9 orang
pengrajin souvenir dan 22 orang penjual souvenir. Jumlah pengrajin souvenir dan
penjual souvenir kupu-kupu berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian
ditunjukkan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Jumlah pengrajin dan penjual souvenir kupu-kupu berdasarkan hasil
pengamatan di lokasi penelitian (orang)
Lokasi
Pengrajin
souvenir
Penjual
souvenir Keterangan
Desa Kalabbirang
Desa Jenetaesa
Desa Samangki
5
2
2
15
4
3
11 penjual souvenir dan 4
pengrajin souvenir dijumpai
di areal wisata Desa
Kalabbirang
Total 9 22
Hasil wawancara dengan para informan di lokasi penelitian menunjukkan
bahwa para pembeli kupu-kupu di lokasi penelitian secara umum terbagi atas dua
kelompok. Pertama, pengunjung kawasan wisata Bantimurung. Para pengunjung
tersebut adalah pembeli setempat di kawasan wisata yang umumnya memiliki
ketertarikan akan nilai dekoratif dari produk kupu-kupu. Oleh sebab itu,
perdagangan dekoratif kupu-kupu di Bantimurung ditujukan kepada pembeli
setempat yang mayoritas merupakan pengunjung kawasan wisata. Tingkat
kunjungan di kawasan wisata Bantimurung menurut data tahun 2012, sejak bulan
Januari hingga akhir Desember tercatat mencapai 566.586 kunjungan (BTN Babul
2013).
Memperhatikan tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi maka potensi
pasar bagi perdagangan dekoratif kupu-kupu cukup besar. Orang-orang awam
menaruh minat terhadap kupu-kupu karena nilai dekoratifnya bukan nilai ilmiah
seperti para kolektor profesional. Biasanya para peminat dekoratif tersebut
memerlukan kupu-kupu untuk hiasan, lukisan dan souvenir lain. Umumnya
kelompok ini menaruh minat terhadap keindahan warna dan ukuran kupu-kupu.
Kedua, kelompok pembeli dari luar wilayah Bantimurung dan sekitarnya.
Kelompok ini terdiri atas para pedagang souvenir, pembeli dari luar provinsi atau
para kolektor asing yang memiliki minat tertentu terhadap kupu-kupu.
Morris et al. (1985) membagi 3 kolompok peminat terhadap serangga dan
pemanfaatannya, yaitu: (a) Peminat yang memberikan apresiasi terhadap
keindahan (rasa estetika), (b) peminat yang menaruh perhatian terhadap keinginan
membentuk koleksi atau rasa pemilikan, (c) peminat yang menaruh kepentingan
terhadap penelitian ilmiah. Oleh sebab adanya minat tertentu terhadap serangga,
maka perdagangan serangga khususnya kupu-kupu dapat dikelompokkan ke
dalam 3 jenis, yaitu: (a) perdagangan dekoratif, yaitu kupu-kupu dalam jumlah
banyak digunakan untuk membuat hiasan, selanjutnya dijual kepada orang-orang
yang menghargai keindahan dan keunikan; (b) perdagangan spesialis,
perdagangan ini bersifat "nilai tinggi, volume rendah" karena penekanannya
adalah pada jenis-jenis langka yang bermutu baik; serta (c) perdagangan hidup,
merupakan komponen minor dari perdagangan spesialis yang mengkhususkan
pada serangga hidup seperti misalnya telur, larva dan kepompong.
39
5.4 Aktivitas Peredaran (Perdagangan) Kupu-Kupu
Semakin beragamnya produk souvenir yang dibuat dari bahan kupu-kupu
menyebabkan semua jenis kupu-kupu, berapupun jumlahnya serta dalam kondisi
apapun akan dibeli oleh para pengumpul pedagang atau pengrajin souvenir. Hasil
wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa
mengungkapkan bahwa setiap hari ia membeli tidak kurang dari 300 spesimen
kupu-kupu dari para penangkap. Pengumpul pedagang tersebut adalah pemilik
usaha pengedar kupu-kupu yang mengkoordinir 28 orang penangkap yang
tersebar di beberapa desa di daerah penyangga TN Babul. Seluruh penangkap di
bawah koordinasinya diberikan secara gratis masing-masing 1 buah alat tangkap
yang terbuat dari jaring dan tongkat kayu atau bambu. Nilai nominal sebuah alat
tangkap sekitar 50 ribu rupiah.
Menurut pengumpul pedagang tersebut, setiap hari 1 orang penangkap rata-
rata menjual kepadanya sebanyak 25–30 spesimen kupu-kupu hasil tangkapan.
Pada puncak musim kupu-kupu sekitar bulan Juli–September, seorang penangkap
menurutnya bisa menghasilkan hingga 200 spesimen kupu-kupu per hari, terutama
kupu-kupu berukuran kecil seperti misalnya jenis Catopsilia pamona atau C.
scylla yang sering menyebar secara berkelompok.
Pengumpul pedagang tersebut memiliki usaha souvenir di rumahnya dan
mempekerjakan 6 orang karyawan. Karyawan yang dipekerjakan tersebut terdiri
atas 3 orang pembuat gantungan kunci, 2 orang pembuat bingkai dan 1 orang yang
bertugas mengawetkan kupu-kupu. Rata-rata penghasilan per bulan yang
diperoleh setiap karyawannya adalah 2 juta rupiah. Selain itu, ia mempunyai
sebuah kios di kawasan wisata yang dijaga oleh 1 orang karyawan. Pengumpul
pedagang tersebut juga mempekerjakan beberapa orang penjual asongan yang
menjual produk souvenir berupa gantungan kunci serta kupu-kupu awetan (dalam
plastik) yang ditawarkan kepada para pengunjung di dalam kawasan wisata
Bantimurung.
Peralatan serta bahan-bahan yang dimiliki dalam menjalankan usaha
penangkapan kupu-kupu terdiri atas alat tangkap, kertas minyak, pengawet
(formalin). Selanjutnya untuk membuat souvenir dari bahan kupu-kupu seperti
misalnya gantungan kunci, alat dan bahan yang digunakan terdiri atas gurinda, bor
listrik, amplas, resin, serta gantungan kunci. Total nilai peralatan serta bahan-
bahan yang dimiliki oleh informan yang merupakan pengumpul pedagang di Desa
Jenetaesa tersebut adalah sekitar 6 juta rupiah.
Selain menjual kepada para pembeli setempat, para pengumpul pedagang
juga menjual kepada pembeli di kota Makassar dan sekitarnya serta ke luar
Provinsi Sulawesi Selatan. Seperti misalnya, salah seorang pengumpul pedagang
di Desa Jenetaesa menyatakan: "...pengiriman ke Jawa biasanya 2 hingga 4 kali
sebulan... 1 kali pengiriman ada kurang lebih 1000 ekor...selain ke Jawa juga ke
Sumatera, dan Kalimantan..." (KT4.29). Dijelaskan lebih lanjut olehnya bahwa
setiap kali pengiriman seberat 5 hingga 6 kg berisi 1.500–1.800 spesimen kupu-
kupu. Masing-masing spesimen kupu-kupu telah dibungkus dengan kertas minyak
dan dikemas dalam kardus, dikirim via pos atau jasa pengiriman.
Produk-produk souvenir yang dipasarkan dari hasil awetan kupu-kupu di
kawasan wisata Bantimurung dan sekitarnya antara lain dalam bentuk kupu-kupu
40
yang telah dimasukan ke dalam bingkai, gantungan kunci, bross dan lain-lain.
Produk souvenir gantungan kunci seperti ditunjukkan pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5 Produk souvenir gantungan kunci
Lebih lanjut dinyatakan bahwa permintaan dari pulau Jawa selalu ada setiap
bulan, terkadang ia tidak sanggup menyediakan spesimen kupu-kupu oleh sebab
tingginya permintaan, terutama pada bulan Januari hingga Maret. Permintaan
kupu-kupu pada bulan-bulan tersebut tetap ada, namun hasil tangkapan kurang.
Jadi dapat dikatakan bahwa permintaan kupu-kupu dari para pelanggan tinggi
namun pasokan hasil tangkapan para penangkap dari habitat alam terbatas.
Hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa
Kalabbirang menyatakan: "...hasil tangkapan kupu-kupu Bantimurung hampir
semua dijual di toko-toko souvenir di Makassar..." (KI1.7). Selanjutnya
dinyatakan bahwa "...saya mengirim ke Jakarta dalam bentuk terlipat dalam
kertas minyak (papilot)..."(KI1.8). Lebih lanjut dinyatakan bahwa "...banyak
kolektor asing yang menjadi langganan saya...ada beberapa dealer...Jepang 2
orang, ...Taiwan 1 orang,...Malaysia 2 orang, dan Austria..1 orang...selain itu
ada beberapa orang kolektor dari Jepang... beberapa dari mereka pernah ke
Bantimurung..." (KI1.9), dan "...kadang saya kewalahan tidak dapat memenuhi
permintaan dari para pembeli..."(KI1.36).
Berdasarkan data pada Tabel 5.2, jumlah penangkap kupu-kupu di daerah
penyangga TN Babul sebanyak 115 orang. Dengan asumsi bahwa setiap
penangkap melakukan aktivitas menangkap kupu-kupu selama 10 hari dalam 1
bulan, serta jumlah hasil tangkapan sebanyak 25 spesimen per hari, maka total
hasil tangkapan seluruh penangkap setiap bulan sebanyak 28.750 spesimen atau
345.000 spesimen per tahun. Sementara itu, jumlah kuota spesimen menurut
daftar kuota tangkap kupu-kupu untuk wilayah kerja Balai Besar KSDA Sulsel
Tahun 2013 (Lampiran 2) adalah 26.475 spesimen. Artinya bahwa jumlah
tangkapan kupu-kupu dari habitat alam di daerah penyangga TN Babul
menunjukkan jumlah yang sangat banyak dibandingkan kuota yang disediakan.
5.5 Klasifikasi Kualitas dan Harga Kupu-Kupu
Hasil wawancara menunjukkan bahwa kupu-kupu di habitat alam yang
menjadi prioritas para penangkap adalah yang termasuk kualitas A1 (kelas utama),
meskipun kenyataannya menunjukkan bahwa mereka menangkap seluruh
41
spesimen kupu-kupu yang dijumpai di habitat alam. Kupu-kupu hasil tangkapan
yang diperdagangkan di daerah penyangga TN Babul terdiri atas 4 kelas kualitas.
Umumnya telah ada kesepahaman antara para penangkap, pengumpul
pedagang pembeli atau kolektor kupu-kupu tentang klasifikasi kualitas tersebut.
Cara menguji kualitas kupu-kupu adalah dengan menggunakan pinset atau
penjepit, selanjutnya dengan cara ditiup maka pengumpul pedagang, pembeli atau
kolektor sudah mengetahui kualitas kupu-kupu tersebut. Klasifikasi kualitas
kupu-kupu yang diperdagangkan di daerah penyangga TN Babul berdasarkan
hasil wawancara ditunjukkan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Klasifikasi kualitas spesimen kupu-kupu yang diperdagangkan
Kualitas Uraian
A1
A-
A2
A3
Tidak memiliki cacat sama sekali (mulus).
Memiliki sedikit sobek pada sayapnya.
Memiliki sedikit cacat, misalnya pada bagian sayap ada
sobek dan warna sudah mulai memudar.
Cacat dan warna sudah memudar, biasanya saat terbang
sudah lambat, tidak stabil.
Hasil wawancara dengan beberapa orang informan yang terdiri atas
penangkap dan pengumpul pedagang yang sudah lebih dari 10 tahun menekuni
usaha pemanfaatan komersial kupu-kupu, menyatakan bahwa kualitas kupu-kupu
sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang menentukan kualitas
kupu-kupu tersebut antara lain adalah cara menangkap, penanganan spesimen
setelah ditangkap, dan kondisi kupu-kupu secara alami sebelum ditangkap.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa para penangkap yang sudah
berpengalaman dapat meminimalisir kerusakan saat menangkap dibandingkan
dengan penangkap yang belum berpengalaman. Penanganan spesimen yang tidak
hati-hati saat melipat kupu-kupu hasil tangkapan untuk dimasukan ke dalam
kertas papilot juga dapat menyebabkan kerusakan. Faktor lainnya yang
menentukan yaitu kondisi fisik kupu-kupu yang sudah mengalami kerusakan
sebelum ditangkap sangat mempengaruhi kualitas kupu-kupu hasil tangkapan.
Pengamatan kualitas kupu-kupu yang diperdagangkan dilakukan di tempat
salah seorang pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang pada bulan September
2013 untuk mengetahui komposisi kualitas kupu-kupu yang dijual oleh para
penangkap. Hasil pengamatan tersebut seperti disajikan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Jumlah spesimen kupu-kupu berdasarkan kelas kualitas yang
dikumpulkan oleh pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang
Kelas kualitas Jumlah spesimen Persentase (%)
A1
A-
A2
A3
373
645
2.056
760
9,73
16,82
53,63
19,82
Total 3.834 100,00
42
Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa umumnya kupu-kupu kualitas A2 yang
paling banyak diperdagangkan di daerah penyangga TN Babul. Hal ini
disebabkan antara lain oleh para penangkap yang belum berpengalaman dalam
menangkap kupu-kupu. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa mayoritas
dari para penangkap merupakan kelompok anak laki-laki usia sekolah. Para
penangkap tersebut relatif belum berpengalaman dalam menangkap sehingga
dapat menyebabkan kerusakan spesimen kupu-kupu saat menangkap.
Hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa
Kalabbirang menyatakan: "...penangkap setelah kupu-kupu ditangkap,
dimasukkan ke dalam amplop kertas minyak (papilot)...kadang-kadang bisa rusak
atau turun kualitas bila tidak hati-hati melipat..." (KT1.45). Selanjutnya menurut
pengumpul pedagang lainnya menyatakan: "....penangkap yang
pengalaman...hasil tangkapannya bagus...tidak rusak...menurut saya... kualitas
A1 itu belum sempat meletakkan telur....(KI1.40).
Harga kupu-kupu hasil tangkapan di lokasi penelitian bervariasi, bergantung
pada ukuran, kualitas serta jenis kupu-kupunya. Hasil wawancara dengan salah
seorang pengumpul pedagang di Desa Jenetaesa menyatakan:
"...harga kupu-kupu yang dibeli dari penangkap...seperti ini (sambil menunjuk
satu demi satu beberapa kupu-kupu yang ada di meja)..ini Aoa affinis harga 300
rupiah, Papilio polites 500 rupiah, Pachliopta polyphontes 500 rupiah, Papilio
ascalapus 1000 rupiah, Troides hypolitus 15 ribu rupiah, Chetosia myrina 2000
rupiah, Papilio gigon 1000 rupiah, kalau paling mahal...saya pernah jual Idea
tambusisiana 2,5 juta satu ekor..."(KT5.1).
Daftar harga rata-rata beberapa jenis kupu-kupu kualitas A1 dan A2 yang
diperdagangkan di daerah penyangga TN Babul ditunjukkan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Harga rata-rata beberapa jenis kupu-kupu kualitas A1 dan A2 menurut
jenis kelamin di tingkat penangkap dan pengumpul pedagang (Rupiah)
Jenis
Penangkap Pengumpul pedagang
A1 A2 A1 A2
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
Catopsilia pamona
Catopsilia Scylla
Cethosia myrina
Graphium androcles
Idea blanchardi
Papilio blumei
Troides haliphron
Troides helena
Troides hypolitus
-
-
3000
5000
2000
7000
10000
7000
15000
-
-
5000
7000
2500
8000
15000
9000
20000
200
300
1000
2500
1000
5000
8000
5000
8000
200
300
2000
3000
1500
6000
9000
6000
10000
-
-
4000
8000
4000
8000
15000
8000
20000
-
-
6000
10000
5000
10000
20000
10000
25000
300
500
2000
4000
2000
6000
10000
6000
10000
300
500
3000
5000
2500
7000
12000
7000
13000
Harga terendah yang dibeli dari para penangkap adalah 200 rupiah per ekor
bagi kupu-kupu yang berukuran kecil. Jenis-jenis ini biasanya digunakan untuk
membuat gantungan kunci atau bross. Setelah diolah dalam bentuk produk
gantungan kunci atau bross, dijual dengan harga 2 ribu hingga 5 ribu rupiah per
buah. Kupu-kupu yang berukuran sedang 500 rupiah per ekor. Jenis-jenis ini
digunakan untuk membuat gantungan kunci, bross atau dibuat dalam bingkai yang
berisi beberapa spesimen.
43
Harga jual satu bingkai berisi 4–8 ekor berkisar antara 20–50 ribu rupiah,
bergantung pada ukuran kupu-kupu. Hasil wawancara dengan salah seorang
pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang menyatakan "...souvenir dalam pigura
(dibingkai) kami jual ke penjual souvenir 1 pigura isi 8 kupu-kupu seharga 120
ribu rupiah, biasanya mereka jual kembali seharga 150 ribu per pigura..."
(KT2.15).
Bagi kupu-kupu berukuran besar, harga berkisar antara 1000 hingga 25 ribu
rupiah. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis Papilio blumei dan Graphium
androcles. Selanjutnya jenis-jenis yang berukuran besar dan relatif langka, harga
berkisar antara 15–25 ribu rupiah. Misalnya dalam hal ini adalah jenis Troides
haliphron dan Troides hypolitus.
Berdasarkan data yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam 1 hari, 1
orang penangkap memperoleh hasil tangkapan sebanyak 25 spesimen kupu-kupu.
Bila diasumsikan 1 bulan menangkap selama 10 hari, maka total hasil tangkapan 1
orang penangkap sebanyak 250 spesimen/bulan. Berdasarkan asumsi bahwa harga
rata-rata sebesar Rp1 500/spesimen, maka nilai yang diperoleh 1 orang penangkap
sebesar Rp345 000/bulan.
Sementara itu, bila diasumsikan bahwa total hasil tangkapan kupu-kupu dari
habitat alam di daerah penyangga TN Babul sebanyak 28.750 spesimen/bulan,
kemudian dibagi 7 orang pengumpul pedagang (sebagai informan), maka rata-rata
setiap pengumpul pedagang memperdagangkan sebanyak 4.107 spesimen/bulan.
Bila jumlah tersebut dikalikan dengan harga Rp1 500/spesimen, maka nilai yang
diperoleh 1 orang pengumpul pedagang sebesar Rp6 160 000/bulan.
5.6 Upaya Budi Daya Kupu-Kupu
Beberapa orang pengumpul pedagang di lokasi penelitian menunjukkan
bukti bahwa telah ada upaya positif yang dilakukan dalam rangka memperoleh
spesimen kupu-kupu melalui budi daya. Hasil wawancara dengan para informan
di lokasi penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 orang pengumpul pedagang
yang memiliki penangkaran. Salah seorang pengumpul pedagang di Desa
Jenetaesa memiliki sebuah unit penangkaran kupu-kupu berukuran 15 x 13 m2.
Total biaya yang ia keluarkan untuk membangun penangkaran tersebut kurang
lebih 20 juta rupiah, yang ia bangun selama tiga tahun. Penangkaran yang ia
miliki ditanami tumbuh-tumbuhan pakan ulat seperti Aristolachia tagala, jeruk,
nangka dan lain-lain. Sementara untuk tanaman penghasil nektar ditanami jenis
kembang sepatu, asoka, dan kembang seribu. Kupu-kupu dari penangkaran
menghasilkan imago dalam jangka waktu kurang lebih 2 bulan.
Kurangnya jumlah pengumpul pedagang yang membuat penangkaran
antara lain disebabkan oleh penangkaran secara ekonomis tidak menguntungkan,
serta maraknya penangkapan bebas dari habitat alam tanpa ada sanksi. Salah
seorang pengumpul pedagang di Desa Kalabbirang menyatakan: "...penangkaran
dari segi bisnis tidak layak..." (KI1.31). Spesimen kupu-kupu yang diperoleh dari
hasil penangkaran jumlahnya sedikit, serta membutuhkan waktu yang relatif lama
bila dibandingkan hasil tangkapan dari alam. Di lain pihak menurutnya bahwa
"...semua orang bebas menjual kupu-kupu...tidak ada kontrol...karena terlalu
bebas...tidak ada sanksi..."(KI1.43).
Sedikitnya jumlah spesimen kupu-kupu yang diperoleh dari hasil
penangkaran dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, jumlah jenis kupu-kupu
44
yang ditangkar oleh 2 orang pengumpul pedagang di lokasi penelitian masih
terbatas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang jenis-jenis
tumbuhan pakan larva serta imago kupu-kupu. Hasil wawancara dengan aparatur
Balai TN Babul serta studi dokumen juga menunjukkan bahwa penangkaran
kupu-kupu yang dilakukan oleh Balai TN Babul sampai dengan akhir tahun 2012
baru ditangkarkan sebanyak 12 spesies kupu-kupu, yaitu: Catopsilia pamona, C.
scylla, Graphium agamemnon, Pachliopta poliphontes, Papilio ascalapus, P.
Demolius, P. Gigon, P. Polytes, P. sataspes, Troides helena, T haliphron, dan T.
hypolitus.
Kedua, hasil wawancara dengan salah seorang pengumpul pedagang di Desa
Jenetaesa yang melakukan penangkaran menyatakan bahwa untuk memperoleh
kupu-kupu dalam jumlah yang memadai dari hasil penangkaran, khususnya pada
generasi kedua cukup sulit. Hal ini sesuai pendapat Soehartono dan Mardiastuti
(2003) yang menyatakan bahwa "... terdapat bukti bahwa terjadi hanyutan genetik
(genetic drift) pada spesies kupu-kupu yang menyebabkan kualitas genetik kupu-
kupu yang dihasilkan lebih rendah dari induknya. Oleh sebab itu, masukan
genetik baru dari alam perlu dilakukan secara terus menerus ...".
Meskipun budi daya kupu-kupu melalui penangkaran di lokasi penelitian
relatif sedikit, terdapat upaya positif yang dilakukan oleh beberapa orang
pengumpul pedagang antara lain dengan menanam tanaman pakan larva dan
imago kupu-kupu di pekarangan rumahnya. Salah seorang informan di Desa
Kalabbirang menyatakan: "...saya tidak punya penangkaran...tetapi hanya
menanam tanaman pakan di halaman (sambil mengajak melihat-lihat pekarangan
yang banyak ditanami Aristolachia sp)...." (KI1.30).
Kegiatan budi daya dengan sistem pembesaran (ranching) di dekat habitat
alam di daerah penyangga TN Babul juga dilakukan oleh salah seorang
pengumpul pedagang di Desa Samangki. Kegiatan tersebut dilakukan melalui
penanaman beberapa jenis tumbuhan pakan larva kupu-kupu di pekarangan
rumahnya untuk memancing kupu-kupu meletakkan telurnya hingga menjadi
kepompong (Gambar 5.6).
Gambar 5.6 Kepompong yang dipelihara oleh pengumpul pedagang
Hasil wawancara dengan pengumpul pedagang di desa Samangki tersebut
menyatakan: "...saat ini di pekarangan rumah, saya tanami tumbuhan pakan kupu-
kupu...(sambil mengajak melihat tanaman di pekarangannya)...ini jenis
Aristolachia tagala...orang di sini bilangnya sirih hutan...ini makanan jenis-jenis
45
troides...ini nangka...ini jeruk...ini kembang asoka...dan masih banyak lagi....ini
ada kepompong yang menempel di ranting (ada beberapa, dan difoto)...selanjutnya
kempompong-kepompong ini saya akan pindahkan ke dalam wadah dari plastik
sepert ini...(tutup saji)...beberapa hari kemudian kepompong-kepompong ini
berubah menjadi kupu-kupu...selanjutnya saya manfaatkan..." (KI2.4).
Kegiatan yang dilakukan oleh informan tersebut berhasil memancing
beberapa jenis kupu-kupu berkembangbiak dengan baik. Hasil yang diperoleh
berupa kupu-kupu tersebut selanjutnya dimanfaatkan untuk dijual. Namun
dinyatakan olehnya bahwa "...cara ini belum banyak dilakukan oleh masyarakat
sekitar sini...padahal cukup murah dan hasilnya lumayan..." (KI2.5).
Sistem pembesaran (ranching) tersebut dapat menjadi salah satu solusi
untuk menjamin ketersediaan kupu-kupu bagi tujuan pemanfaatan komersial.
Soehartono dan Mardiastuti (2003) menyatakan: "... karena sulitnya penanganan
genetik (genetic drift), banyak kegiatan penangkaran yang menggunakan sistem
pembesaran (ranching) di dekat habitat alami kupu-kupu. Pembesaran kupu-kupu
ini dilakukan dengan cara memelihara telur atau larva yang diperoleh dari alam
...". Selanjutnya dinyatakan bahwa sistem pembesaran kupu-kupu yang
melibatkan masyarakat di pegunungan Arfak Papua, merupakan salah satu contoh
yang baik.
Upaya budi daya kupu-kupu juga telah dilakukan oleh warga di daerah
penyangga TN Babul yang tergabung dalam kelompok "Forum Pelestari Kupu-
Kupu". Kelompok tersebut dibentuk sejak tahun 2011. Awal pembentukannya
difasilitasi oleh Kantor Pusat Pengelolaan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (PPE
Suma), Kementerian Lingkungan Hidup.
Keanggotaan forum ini terdiri atas berbagai unsur masyarakat di sekitar
kawasan wisata Bantimurung, antara lain adalah kepala desa, guru-guru, pelaku
pemanfaat kupu-kupu, dan petugas Balai TN Babul. Kelompok ini pada awal
pembentukannya diketuai oleh Kepala Desa Samangki serta memiliki beberapa
kelompok kerja. Dalam perkembangannya, terjadi pergantian ketua kepada salah
seorang warga yang merupakan pengumpul pedagang kupu-kupu.
Kelompok ini telah melaksanakan kegiatan berupa pertemuan secara rutin
serta melakukan kegiatan penanaman berbagai jenis bunga-bungaan serta tanaman
pakan larva kupu-kupu. Penanaman jenis-jenis tanaman tersebut dilakukan pada
lahan milik pemerintah Kabupaten Maros seluas 2 hektar yang terletak di dekat
kawasan wisata Bantimurung. Hasil wawancara dengan ketua forum tersebut
menunjukkan bahwa kegiatan penanaman tumbuh-tumbuhan pakan telah berhasil
menarik kupu-kupu untuk meletakkan telur dan berkembang biak. Sampai dengan
kegiatan penelitian ini berakhir, forum ini telah berhasil membangun sebuah unit
penangkaran dengan ukuran 5 x 10 meter2 serta pondok metamorfosis. Jenis
kupu-kupu yang ditangkar terdiri atas beberapa jenis kupu-kupu dari genus
Troides dan Papilio.
Dalam perkembangannya, partisipasi anggota kelompok ini semakin
berkurang, walaupun demikian para pengurusnya masih secara rutin setiap pekan
mengadakan pertemuan serta merawat tanaman yang telah ditanam serta
bangunan penangkaran. Rencana kerja yang terukur belum disusun dengan jelas
serta proses pendampingan yang kurang menyebabkan kelompok ini belum
berfungsi secara aktif dan efektif. Kelembagaan lokal memiliki potensi aksi
kolektif yang lebih besar dari pada kelembagaan formal yang diatur oleh
46
pemerintah, sehingga lebih cocok diterapkan pada pengelolaan CPRs yang
membutuhkan pengelolaan bersama dalam bentuk aksi kolektif.
Karakteristik pelaku, teknik penangkapan dan perdagangan kupu-kupu
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa para penangkap kupu-kupu di daerah
penyangga TN Babul tidak jelas jumlahnya, setiap warga dapat menangkap kupu-
kupu dan tidak ada yang membatasi. Data menunjukkan bahwa mayoritas dari
para penangkap merupakan anak laki-laki usia sekolah (SD─SMU). Seluruh
penangkap tidak memiliki izin tangkap. Pengumpul pedagang di daerah
penyangga TN Babul menempati peran yang sentral dalam aliran tata niaga kupu-
kupu. Jumlah pengumpul pedagang yang memiliki izin sebagai pengedar SL
dalam negeri sebanyak 3 orang. Kupu-kupu yang diperdagangkan memiliki kelas
kualitas dan harga yang bervariasi. Telah ada upaya budi daya kupu-kupu yang
dilakukan warga di lokasi penelitian dalam bentuk penangkaran, ranching, dan
budi daya tanaman pakan kupu-kupu di pekarangan rumah.