15
37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Gorontalo yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo. Jumlah penduduk Kota Gorontalo sebesar 194.153 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 2.996 jiwa/km². Secara geografis wilayah Kota Gorontalo terletak antara 000 28’ 17”- 000 35’ 56” utara (LU) dan 1220 59’ 44”-1230 05’ 59” bujur timur (BT) dengan batas-batas sebagai berikut : Batas utara : Kecamatan Bolango utara Kabupaten Bone Bolango Batas timur : Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango Batas selatan : Teluk Tomini Batas barat : Kecamatan Telaga dan Batuda’a Kabupaten Gorontalo Kota Gorontalo terdiri dari 9 Kecamatan dengan 50 Kelurahan yaitu : 1. Kecamatan Kota Barat : 7 Kelurahan 2. Kecamatan Dungingi : 5 Kelurahan 3. Kecamatan Kota Selatan : 5 Kelurahan 4. Kecamatan Kota Tengah : 6 Kelurahan 5. Kecamatan Kota Timur : 6 Kelurahan 6. Kecamatan Kota Utara : 6 Kelurahan 7. Kecamatan Sipatana : 5 Kelurahan 8. Kecamatan Dumbo Raya : 5 Kelurahan 9. Kecamatan Hulondalangi : 5 Kelurahan

5_BAB IV.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah dari Provinsi Gorontalo

yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

Jumlah penduduk Kota Gorontalo sebesar 194.153 jiwa dengan kepadatan

penduduk mencapai 2.996 jiwa/km². Secara geografis wilayah Kota Gorontalo

terletak antara 000 28’ 17”- 000 35’ 56” utara (LU) dan 1220 59’ 44”-1230 05’

59” bujur timur (BT) dengan batas-batas sebagai berikut :

Batas utara : Kecamatan Bolango utara Kabupaten Bone Bolango

Batas timur : Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango

Batas selatan : Teluk Tomini

Batas barat : Kecamatan Telaga dan Batuda’a Kabupaten Gorontalo

Kota Gorontalo terdiri dari 9 Kecamatan dengan 50 Kelurahan yaitu :

1. Kecamatan Kota Barat : 7 Kelurahan

2. Kecamatan Dungingi : 5 Kelurahan

3. Kecamatan Kota Selatan : 5 Kelurahan

4. Kecamatan Kota Tengah : 6 Kelurahan

5. Kecamatan Kota Timur : 6 Kelurahan

6. Kecamatan Kota Utara : 6 Kelurahan

7. Kecamatan Sipatana : 5 Kelurahan

8. Kecamatan Dumbo Raya : 5 Kelurahan

9. Kecamatan Hulondalangi : 5 Kelurahan

38

Berdasarkan hasil observasi awal di Kota Gorontalo terdapat 22 Sekolah

Menengah Pertama, dari 22 Sekolah tersebut terdapat 6 Sekolah yang menjual

minuman olahan berwarna kuning. Adapun alamat dari 6 Sekolah Menegah

Pertama tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1 Nama Sekolah Menegah Pertama di Kota Gorontalo yang dijadikan

Lokasi Penelitian

No

Nama Sekolah Menegah

Pertama Lokasi

1 SMP 1 Kecamatan Kota Selatan

2 SMP 2 Kecamatan Kota Selatan

3 SMP 3 Kecamatan Kota Tengah

4 SMP 6 Kecamatan Kota Selatan

5 SMP 7 Kecamatan Kota Selatan

6 MTS N Kecamatan Kota Utara

Sumber : Data Primer 2013

Dilihat dari semua lokasi sekolah yang terletak berseberangan dengan

jalan yang menjadi akses utama bagi siswa untuk masuk sekolah dan keluar disaat

pulang sekolah menjadikan tempat tersebut strategis untuk para penjaja makanan

yang menjajakan makanannya di depan sekolah. Hal ini memungkinkan setelah

pulang sekolah dengan berbagai jenis jajanan yang dijual didepan sekolah

termasuk minuman olahan menjadi daya tarik siswa untuk membeli. Sehingga

para penjaja makanan lebih cenderung memilih Sekolah Menengah Pertama yang

ada di perkotaan dibandingkan yang ada di pedesaan.

39

Tabel 4.2 Jumlah Sampel di 6 Sekolah Menengah Pertama Kota Gorontalo

No

Nama Sekolah

Menengah

Pertama

Jumlah pedagang dan sampel

di 6 Sekolah Keterangan

Jumlah

penjual

Jumlah

sampel

1 SMP 1 2 3 Minuman sirup dan es

mambo

2 SMP 2 2 3 Minuman sirup

3 SMP 3 1 2 Minuman sirup

4 SMP 6 2 2 Minuman sirup

5 SMP 7 1 1 Minuman sirup

6 MTs N 1 1 Minuman sirup

9 12

Sumber : Data Primer 2013

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Distribusi penjual berdasarkan umur

Penjual minuman olahan sirup yang ditemukan pada setiap lokasi

merupakan penjual tetap atau penjual yang telah lama berjualan. Distribusi

penjual jajanan minuman olahan di Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo

berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.3 Disribusi frekuensi responden berdasarkan kelompok umur

Kelompok umur

(tahun) n %

35 – 40 5 41,7

41 – 46 2 16,7

47 – 52 4 33,3

53 - 58 1 8,3

12 100,0 Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel menunjukkan bahwa sebanyak 5 responden (41,7 %) yang

berumur 35-40 tahun, sebanyak 2 responden (16,7%) yang berumur 41-46 tahun,

sebanyak 4 responden (33,3%) yang berumur 47-52 tahun dan 1 responden (8,3%)

yang berumur 53-58 tahun.

40

4.2.2 Distribusi penjual berdasarkan jenis kelamin

Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin penjual minuman olahan di

Sekolah Menegah Pertama dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 1 8,4

Perempuan 11 91,6

12 100,0

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel 4.3 bahwa hanya 1 orang (8,4%) responden adalah berjenis

kelamin laki-laki dan sebanyak 11 orang (91,6%) responden yang berjenis

kelamin perempuan. Jumlah tertinggi responden lebih banyak perempuan

dibandingkan laki-laki.

4.2.3 Distribusi penjual berdasarkan tingkat pengetahuan

Distribusi frekuensi menurut pendidikan terakhir responden di Sekolah

Menengah Pertama, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Terakhir n %

SD 2 16,6

SMP 9 75

SMA 1 8,4

12 100,0

Sumber : Data Primer 2013

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang (75%) yang

berpendidikan SMP, 2 orang (16,6%) yang menamatkan pendidikan hingga SD,

dan 1 orang (8,4%) yang pendidikan terakhirnya hingga SMA.

41

Hasil pemeriksaan Laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(BPOM) Kota Manado, pada jajanan minuman olahan yang berwarna kuning di

Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.6 Hasil identifikasi kualitatif Methanil Yellow pada minuman olahan sirup

berwarna kuning di Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo

Sampel

Minuman

Olahan

Hasil perbandingan baku methanil

yellow dengan hasil sampel

Keterangan

Hasil Sampel

(+) jika

ditemukan

(-) jika tidak

ditemukan

1 Kuning pendar - Memenuhi Syarat

2 Kuning pendar - Memenuhi Syarat

3 Putih pucat - Memenuhi Syarat

4 Kuning pucat - Memenuhi Syarat

5 Putih bening - Memenuhi Syarat

6 Kuning telur - Memenuhi Syarat

7 Orens bening - Memenuhi Syarat

8 Orens bening - Memenuhi Syarat

9 Kuning bening - Memenuhi Syarat

10 Orens bening - Memenuhi Syarat

11 Kuning orens - Memenuhi Syarat

12 Kuning bening - Memenuhi Syarat

Sumber : Data Diperoleh Dari Laboratorium BPOM Manado

Dilakukan pengujian terhadap sampel minuman olahan sirup berwarna

kuning untuk melihat ada atau tidak kandungan pewarna sintetis methanil yellow

pada sampel minuman olahan dengan menggunakan metode Ekstraksi. Analisis

yang dilakukan dilaboratorium adalah analisis kualitatif yaitu mengidentifikasi

pewarna pada pangan sampel minuman yang diuji. Pada tahap pengujian kualitatif

dengan metode ekstraksi, sampel minuman dimasukkan ± 30 ml kedalam corong

pisah, kemudian menambahkan 6 ml larutan natrium hidroksida 10% b/v dan 60

ml larutan natrium klorida 20%, diekstraksi 2 kali, setiap kali dengan 25 ml amil

alcohol. Kumpulkan ekstrak amil alcohol dan diekstraksi sebanyak 2 kali, setiap

42

kali ekstraksi dengan 5 ml campuran ammonia-air (1:9) dan setelah itu air cuci

dibuang. Pada masing-masing larutan uji dan larutan baku ditambahkan 2 ml HCL

pekat untuk mengidentifikasi perubahan warna sebagai penentuan ada tidaknya

kandungan pewarna methanil yellow pada sampel uji yang apabila sampel uji

berubah warna menjadi ungu maka sampel mengandung methanil yellow.

Bahan baku methanil yellow yang dijadikan pembanding mengalami

perubahan warna ungu, ini mengindikasikan bahwa sampel yang akan diuji jika

terjadi perubahan warna menjadi ungu maka sampel tersebut positif mengandung

methanil yellow. Setelah diuji Didapatkan hasil negative (-) pada semua sampel.

Ini dikarenakan hasil yang di dapat menunjukkan perbedaan warna pada sampel

hasil uji dengan warna baku pembanding methanil yellow seperti pada tabel 4.5,

Sehingga dapat diartikan keseluruhan sampel yang diuji tidak ditemukan pewarna

terlarang methanil yellow.

Perubahan warna ungu yang menjadi dasar dari hasil pengujian zat

pewarna sintetis methanil yellow, bahwa lebih tinggi kadar zat pewarna yang

digunakan maka akan semakin berwarna ungu hasil yang didapatkan. Perubahan

warna ini merupakan hasil dari pelarutan zat yang ditambahkan dalam

mengidentifikasi zat pewarna sehingga menghasilkan warna ungu yang menjadi

penentuan dalam hasil pengujian (Astuti, 2012).

4.3 Pembahasan

4.3.1 Karakteristik responden

Pengambilan sampel di 6 Sekolah dengan jumlah 12 sampel selama 1 hari,

dalam pengambilan sampel ada beberapa penjual yang tidak bersedia,

43

penyebabnya penjual tidak ingin sampel minuman yang dijualnya untuk diperiksa.

Dengan alasan penjual tersebut, lebih diduga adanya zat pewarna yang

digunakannya seperti pewarna sintetis methanil yellow. Dari hasil laboratorium

negative (-) maka diduga adanya zat pewarna lain yang digunakan seperti zat

pewarna yang dizinkan yaitu sunset yellow yang pernah ditemukan pada makanan

jajanan nasi kuning. Dalam wawancara yang dilakukan, beberapa penjual tidak

mengetahui Bahan-bahan Tambahan Pangan (BTP) seperti pewarna Methanil

yellow dan Rhodamine B. Meskipun banyak informasi mengenai pangan di media

televisi dan koran, penjual tetap tidak memahami dikarenakan tingkat

pengetahuan serta pendidikan yang hanya Sekolah Menengah Pertama (SMP)

membuat beberapa penjual tetap santai dalam menjual meskipun tidak berbekal

pengetahuan.

Penjual biasanya membeli bahan baku untuk minuman di pasar yang lebih

mudah dijangkau dan bahan-bahan yang dijual dipasar tradisional lebih murah

dibandingkan pasar modern. Dengan hasil yang didapatkan negative (-) bahwa

bahan baku methanil yellow masih jarang didapatkan dipasaran, melihat semua

penjual lebih banyak memilih pasar sebagai pusat pembelian kebutuhan. Penjual

juga biasanya lebih mencari kemudahan dalam menjual dengan membeli bahan-

bahan yang memang telah tersedia dipasaran dari pada bahan-bahan yang sulit

didapatkan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 9 pedagang yang berbeda, pada

dasarnya dengan tingkat pendidikan yang rata-rata Sekolah Menengah Pertama

(SMP) dimana tingkat pengetahuan mereka masih sangat minim, karena

44

umumnya para penjual minuman olahan tidak mengetahui secara spesifik

mengenai zat pewarna yang dijual dipasaran seperti Methanil Yellow dan

Rhodamin B. Walaupun dari laboratorium hasil yang didapatkan negative (-) hal

ini disebabkan karena penjual minuman bukan tidak menggunakan pewarna

sintetis methanil yellow, akan tetapi bahan-bahan yang digunakan atau

dicampurkan dalam minuman jajanan biasanya didapatkan langsung dipasaran

dan tidak menutup kemungkinan adanya zat pewarna lain yang digunakan penjual

dalam minuman apabila tersedia bahan bakunya.

Pengambilan sampel di 6 Sekolah yaitu sampel sirup dan es mambo yang

berwarna kuning. Pada masing-masing Sekolah ada yang menjual lebih dari 1

minuman sirup seperti SMP 1, SMP 2, SMP 3 dan SMP 6. Sampel minuman sirup

ini tersaji dalam bentuk cair dan padat dan telah didinginkan dalam kotak

pendingin. Sampel dalam bentuk padat seperti es mambo, sebelum di bawa ke

Laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sampel padat

dicairan terlebih dahulu kemudian dituang dalam botol kaca yang berwarna gelap.

Penjual minuman olahan, dapat dilihat pada tabel 4.4 dari beberapa

penjual terdapat 1 penjual yang berjenis kelamin laki-laki dan lainnya berjenis

kelamin perempuan. Perbedaan pengetahuan antara laki-laki dan perempuan

tentang sistem penjualan sangat jauh berbeda, dimana laki-laki lebih santai dan

hanya sekedar mengawasi barang-barang yang dijual seperti minuman. Untuk

perempuan dalam hal menjual lebih banyak mengawasi dan lebih mengetahui

serta bahan-bahan apa saja yang digunakan, seperti perempuan lebih mengetahui

45

cara-cara pembuatan serta pencampuran bahan-bahan dalam pembuatan minuman

sirup yang akan dijual.

Bahan-bahan seperti pewarna dan pengawet paling banyak dijual dipasar

tradisional dibandingkan dengan pasar modern, dilihat dari pasar tradisional

merupakan fasilitas umum dan tempat menjual semua bahan-bahan baku makanan

dan minuman jajanan yang diperjual belikan secara bebas. Setiap bahan yang

dijual tidak semua bisa didapatkan secara langsung dan cepat, banyak pedagang

hanya melakukan pemesanan bahan baku apabila ada konsumen yang

membutuhkan dalam jumlah besar/banyak. Banyak industri kecil lebih memilih

pasar sebagai tempat untuk membeli bahan-bahan baku dibandingkan dengan

tempat-tempat yang sulit didapatkan (Supraptini, 2009).

Hasil yang negative (-) dari laboratorium sebagaimana penelitian

sebelumnya yang dilakukan Sigar dan Yudhistira (2012) di Kota Manado, dari 18

sampel sirup yang diuji tidak teridentifikasi adanya zat pewarna methanil yellow,

maka semua sampel dapat dikatakan bebas dari kandungan pewarna sintetis. Dari

beberapa penjual terdapat satu penjual yang lebih memikirkan kesehatan, karena

minuman yang dikonsumsi kebanyakan oleh anak-anak sekolah, dalam hal ini

berdasarkan penelitian dari Jusniar (2009) bahwasannya untuk beberapa penjual

dilingkungan sekolah, dalam menjajakan minuman hanya melihat dari segi

kesehatannya dan tidak mencari keuntungan melihat jajanan yang dijual lebih

banyak dikonsumsi oleh anak sekolah dibandingkan orang dewasa.

Rendahnya pengetahuan penjual minuman olahan terhadap zat pewarna

sintetis methanil yellow dapat dilihat berdasarkan tingkat usia, dimana rata-rata

46

penjual minuman olahan berusia 35-40 tahun dan 47-50 tahun dengan jenis

kelamin perempuan, bahwa usia yang lebih tinggi pengetahuan yang didapat jauh

lebih sedikit dibandingkan yang berusia 30 tahun lebih rendah. Tingkat

pengetahuan mengenai bahan-bahan berbahaya lebih umum diketahui oleh remaja

dari pada orang yang berusia lebih tinggi seperti 40 tahun keatas yang lebih

menggunakan cara-cara yang praktis seperti bahan-bahan yang mudah didapat dan

tidak memakan biaya relative mahal.

Pengelompokkan usia dewasa awal dengan usia 18-40 tahun lebih

memiliki produktivitas tinggi. Usia dewasa memungkinkan mempunyai

pengetahuan gizi dan keamanan pangan yang lebih baik dari pada usai lebih

tinggi/tua karena pengalaman dalam memperoleh akses informasi lebih banyak,

baik televisi, radio dan majalah/koran maupun media lainnya, namun pada usia

lebih tinggi memiliki kemungkinan kekurangan informasi tentang pengetahuan

pangan sehingga dapat mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosi

(Nasution, 2009).

Hasil wawancara dengan 9 penjual, kebanyakan penjual yang berusia

tinggi tidak mengetahui tentang bahan-bahan pangan seperti pewarna dan

pengawet. Beberapa penjual berpendapat bahwa bahan-bahan yang akan

dicampurkan dalam minuman olahan yang dibuat seperti sirup A,B,dan C serta

pemanis dibeli langsung dipasaran. Penjual biasanya lebih fokus dalam menjual

dibandingan mencari tahu informasi mengenai bahan-bahan tambahan pangan.

Pewarnanan makanan dan minuman yang biasa dicampurkan kedalam

berbagai jenis minuman, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai

47

makanan dan minuman olahan yang dibuat oleh industri kecil atau industri rumah

tangga. Dengan secara sengaja maupun tidak sengaja lebih banyak digunakan oleh

industri besar (Walangadi, 2012). Dalam pengunaan bahan-bahan pewarna oleh

industri kecil seperti penjual makanan dan minuman olahan dikantin-kantin

sekolah tanpa memikirkan efek negative terhadap konsumen terutama anak

sekolah yang sering mengkonsumsi dapat menurunkan tingkat prestasi belajar

anak-anak disekolah pada umumnya (Akbari, 2012).

Meskipun demikian, penggunaan zat-zat berbahaya sepertinya tak

terelakkan dalam pangan makanan dan minuman. Oleh sebab itu, konsumen harus

tahu dan mengerti zat apa saja yang masih diperkenankan untuk dikonsumsi atau

yang dilarang karena berdampak buruk terhadap kesehatan, serta dapat

meningkatkan angka kasus keracunan bahan-bahan kimia berbahaya diindonesia

(Arisman,2008).

Dilihat dari faktor perilaku, pada dasarnya perilaku masyarakat merupakan

suatu kebiasaan yang menunjuk pada tindakan secara otomatis dilakukan penjual

pada keadaan tertentu dengan dasar pemikiran yang sangat terbatas. Penjual lebih

cenderung menjual jajanan yang lebih banyak dikonsumsi sehingga tidak

mendapatkan kesulitan dalam menjual, seperti menggunakan bahan baku yang

mudah dijangkau. Pada umumnya penjaja minuman olahan menyadari akan

dampak penggunaan zat kimia berbahaya untuk lebih spesifik dalam zat pewarna

sintetis seperti methanil yellow penjual masih sangat minim dalam pengetahuan.

Dalam penggunaan nya harus ada sifat kehati-hatian saat mengkonsumsi minuman

olahan, karena apabila pewarna sintetis mudah didapati dipasaran akan mungkin

48

digunakan untuk dicampurkan dalam minuman olahan yang dijajakan

dilingkungan sekolah.

Maraknya fenomena peredaran bahan kimia berbahaya dapat menjadi

masalah bagi keamanan pangan khususnya pangan jajanan anak sekolah.

Banyaknya penjual minuman olahan di sekolah-sekolah dengan berbagai jenis

warna yang dapat menarik anak-anak untuk membeli, sangat diperlukan tingkat

kewaspadaan dalam mengkonsumsi minuman olahan yang berwarna mencolok

karena dapat berdampak tidak baik bagi kesehatan apabila sering dikonsumsi

setiap hari. Makanan dan minuman yang paling banyak menjadi penyebab

gangguan kesehatan adalah dikantin-kantin kampus dan sekolah (Rahayu, 2002).

Efek yang tidak baik dapat mengganggu fungsi kerja dalam tubuh pada anak-anak

sekolah yang masih sangat rentan terhadap penyakit lebih utamnya terhadap zat-

zat berbahaya yang masuk dalam tubuh manusia.

4.3.2 Hasil uji identifikasi methanil yellow

Pengujian laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

Manado, maka hasil yang didapatkan pada sampel minuman olahan yang

berwarna kuning menunjukkan nilai Negative (-) atau tidak teridentifikasi zat

pewarna sintetis Methanil Yellow. Hasilnya sesuai dengan yang dilakukan Akbari

(2012) dari 20 sampel yang di uji pada jajanan anak sekolah dasar kencana juga

tidak ditemukan mengandung zat methanil yellow. Tidak adanya zat pewarna

methanil yellow pada minuman olahan tersebut mungkin dikarenakan bahan baku

dari zat pewarna ini sulit untuk didapatkan. Namun, diduga adanya kandungan zat

pewarna lainya pada 12 sampel tersebut yang dapat membahayakan bila sering

49

mengkonsumsinya, seperti zat pewarna yang diizinkan Sunset yellow yang pernah

ditemukan pada makanan nasi kuning di Sekolah Dasar Kota Gorontalo. Dalam

hal ini zat pewarna sunset yellow telah dijual dipasaran.

Berdasarkan Tingkat pengetahuan yang telah diuraikan pada tabel 4.5 di

atas bahwa dilihat dari harga minuman yang dijual relatif murah memungkinkan

penjual minuman olahan tersebut menggunakan pewarna jenis lain pada minuman

olahannya. Penelitian yang dilakukan Nasution (2009) sebanyak 44,6% penjual

Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang menambahkan Bahan Tambahan

Pangan ke dalam makanan/minuman yang dijual, dan 61,9% penjual PJAS

membeli Bahan Tambahan Pangan (BTP) di warung, dan hampir 70,0% penjual

PJAS memakai penyedap rasa.

Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan campuran dalam

pangan untuk mengubah makanan dan minuman seperti bentuk, tekstur, warna,

rasa, kekentalan, aroma, pengawet serta untuk mempermudah proses pengolahan.

Salah satu Bahan Tambahan Pangan yang sering digunakan pada pangan adalah

pewarna, baik pewarna alami maupun buatan. Pewarna sintetis Methanil Yellow

umumnya merupakan pewarna sintetis yang dilarang penggunaanya oleh

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88, karena merupakan

pewarna tekstil dan dilarang keras dalam obat, kosmetik, makanan dan minuman.

Dampak yang terjadi akibat penggunaan zat pewarna Methanil Yellow dapat

berupa iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan

bahaya kanker dan kandung kemih (Purba, 2009).

50

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat

dan Makanan (BPOM) Pusat pada 195 sekolah di 18 provinsi diantaranya

Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, dan Denpasar sebanyak 861 sampel yaitu

minuman ringan, es sirup, saos, kerupuk dam makanan gorengan. Hasil uji

analisis menunjukkan bahwa 46 sampel minuman sirup mengandung Amaranth

dan 8 sampel minuman sirup dan minuman ringan mengandung methanil yellow.

Penelitian secara kualitatif yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Medan,

dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Kertas diperoleh hasil

bahwa dari 20 sampel yang terdiri dari 10 minuman sirup dan 10 sirup yang

diperiksa bahwa semua sampel minuman mengandung pewarna sintetis yang

dilarang.

Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Badan pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM) RI dibeberapa sekolah dasar di 18 provinsi dengan hasil

positive (+) mengandung methanil yellow, pada Provinsi Gorontalo berdasarkan

hasil wawancara telah melakukan pengawasan terhadap pengunaan zat-zat kimia

berbahaya seperti pewarna dan pengawet pada tiap terjadi kasus keracunan, saat

bulan puasa maupun sebelum terjadi kasus. Hanya saja pada saat pemeriksaan

sampel dari BPOM, sampel yang dikumpulkan kebanyakan yang berlabel

kadangkala juga sering diuji sampel yang tidak berlabel pada saat bulan puasa

dilihat banyaknnya aneka jenis kue dan minuman olahan yang dijual siap saji

disetiap tempat. Dengan tidak ditemukan methanil yellow pada minuman olahan

sirup di beberapa Sekolah Menegah Pertama Kota Gorontalo dapat diartikan

bahwa tingkat pengawasan terhadap Bahan Tambahan Pangan yang dilarang

51

penggunannya telah terlaksana dengan baik, dampak dari penggunaan bahan-

bahan kimia yang berbahaya sangat tidak baik bagi kesehatan terutama

penggunaan methanil yellow yang sering dikonsumsi dapat menimbulkan tumor

dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran pencernaan atau jaringan

kulit serta dampaknya bagi kesehatan lingkungan yaitu limbah dengan pewarna

sintetis dapat mencemari sumber-sumber air warga, baik yang dibuang ke sungai,

atau yang dibuang ke tanah karena akan mudah masuk ke sumur.

Pewarna methanil yellow yang tidak di dapati atau dengan hasil negative(-)

diharapkan dapat bertahan dari tahun 2013 sampai tahun berikut-berikutnya

sehingga di Provinsi Gorontalo dapat terbebas dari angka keracunan zat-zat

berbahaya dan anak-anak sekolah sebagai generasi penerus bangsa dapat terus

berkembang dan berprestasi tanpa ada sentuhan penyakit-penyakit akibat

gangguan kesehatan. Penggunan zat pewarna alami lebih menguntungkan dari

segi kesehatan dibandingkan dengan buatan. Pewarna alami yang baik digunakaan

seperti kunyit untuk warna kuning, caramel untuk warna coklat, klorofi dan daun

pandan sebagai pewarna hijau. Dengan digunakan pewarna alami dapat menjamin

konsumen/anak-anak sekolahan bebas dalam mengkonsumsi makanan dan

minuman olahan.